Proses komunikasi dalam kegaitan pembelajaran aksara tradisi di komunitas aksara Sunda Kuna (AKSAKUN)

(1)

(2)

(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

D A T A P R I B A D I

Nama Lengkap : Suciyadi Ramdhani Nama Panggilan : Ucki / Uchay / Adi Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 8 April 1989 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Telepon : 085624061321

Status : Belum Menikah

Nama Ayah : Drs. Arifin

Pekerjaan : PNS

Nama Ibu : Iin Arwati

Pekerjaan : -

Alamat : Perum. Cilame Indah No. 1 RT. 08 RW. 20 Desa Cilame Kec. Ngamprah

Kabupaten Bandung Barat 40552

Motto : “Those who cannot learn from history, are doomed to repeat it”

E-mail : suciyadiramdhani@rocketmail.com Blog : suciyadiramdhani.wordpress.com


(4)

P E N D I D I K A N F O R M A L

Tahun Uraian Keterangan

2007 s/d sekarang Program Studi Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas FISIP UNIKOM

-

2004 s/d 2007 SMA Negeri 2 Cimahi Lulus/Berijazah

2001 s/d 2004 SMP Negeri 2 Ngamprah Lulus/Berijazah

1995 s/d 2001 SD Negeri Margajaya Lulus/Berijazah

P E N D I D I K A N NON F O R M A L

Tahun Uraian Keterangan

2012 s/d sekarang Kursus Bahasa Inggris

Conversation in English ( LIA )

Bersertifikat

2012 s/d sekarang Pelatihan Budaya Sunda

Kelas Sampurasun (Sahabat Museum Konferensi Asia Afrika)

-

P E N G A L A M A N O R G A N I S A S I

Tahun Uraian Keterangan

2006 Panitia Pelaksana Pesantren Ramadhan (SMA N 2 CIMAHI)


(5)

2011 Panitia Study Tour Mass Media 2010 - 2011 Panitia “Penerimaan Mahasiswa Baru”

Tahun Akademik 2010-2011

Bersertifikat

2011 Panitia Kegiatan “Wisuda Pascasarjana (S2), Sarjana (S1) dan Diploma (D3) “ Tahun Akademik 2010-2011

Bersertifikat

2012 Anggota Komunitas Aksara Sunda Kuna (Aksakun)

-

P R E S T A S I

Tanggal Uraian Keterangan

Juni 2001 Siswa Berprestasi Tingkat SD Tahun Pelajaran 2000-2001

Bersertifikat

Januari 2012 Juara I “Preneur Day Part2” Properti Terbaik

Bersertifikat

Januari 2012 Juara 1 “Preneur Day Part2” Stand Terfavorit

Bersertifikat

Januari 2012 Juara 1 “Preneur Day Part2” Kelas Terbaik

Bersertifikat

Januari 2012 Juara 1 “Preneur Day Part2” Kelas Terkreatif


(6)

Tanggal Uraian Keterangan 6 November 2004 Piagam Diklat Ramadhan Bersertifikat 11 Juni 2007 Pelatihan dan Pendidikan Program Komputer

AFTA 2 (SMA N 2 CIMAHI)

Bersertifikat

31 Maret 2009 Peserta “Pelatihan Melejitkan Potensi dan

Pengembangan Diri”

Bersertifikat

8 Mei 2009 Peserta Dalam Workshop:

“How To Make Creative Video”

Bersertifikat

16 Juni 2009 Peserta “Workshop Penyiaran Radio” Bersertifikat 15 Maret 2010 Peserta Table Manner Course Bersertifikat 14 Juni 2010 Peserta & Panitia Study Tour Mass Media

(Trans TV)

Bersertifikat

16 April 2011 Peserta Seminar:

“Road To Succes of a Movie Maker”

Bersertifikat

28 Mei 2011 Peserta Seminar:

Trend Cyberpreneurship 2011

Bersertifikat

P E N G A L A M A N KERJ A

Tanggal Uraian Keterangan

2011 - 2012 Account Excecutive Radar Bandung -


(7)

Bandung, Januari 2013 Hormat Saya,


(8)

(Studi Deskriptif mengenai Proses Komunikasi dalam Pembelajaran Aksara Tradisi Sunda antara Guru dan Anggota di Komunitas Aksara Sunda Kuna (Aksakun) Bandung )

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Satu (S1) Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh :

SUCIYADI RAMDHANI

NIM : 41807893

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(9)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini, dengan

judul “PROSES KOMUNIKASI DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN

AKSARA TRADISI DI KOMUNITAS AKSARA SUNDA KUNA (AKSAKUN). (Studi Deskriptif mengenai Proses Komunikasi dalam Pembelajaran Aksara Tradisi Sunda antara Guru dan Anggota di Komunitas Aksara Sunda Kuna (Aksakun) Bandung )”.

Penelitian ini merupakan syarat kelulusan Sidang Skripsi Studi Ilmu Komunikasi konsentrasi Humas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung.

Melalui proses bimbingan, dukungan, serta bantuan dari semua pihak, peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti bermaksud menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua Bapak Drs. Arifin dan Ibu Iin Arwati, yang tidak pernah berhenti mendoakan, memberi perhatian, kasih sayang, dan dorongan baik moril maupun materil.

Pada kesempatan ini juga dengan segala ketulusan dan kerendahan hati peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs.,M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia,


(10)

vii

yang telah mengeluarkan surat pengantar untuk penelitian skripsi dan menandatangani lembar pengesahan.

2. Yth. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP UNIKOM sekaligus sebagai dosen yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama peneliti melakukan perkuliahan serta memberikan pengesahan pada laporan tugas akhir (skripsi).

3. Yth. Ibu Melly Maulin. P, S.Sos., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP Unikom atas ilmu, informasi, motivasi serta saran dan nasehat kepada peneliti. Juga sebagai dosen yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama peneliti melakukan perkuliahan.

4. Yth. Bapak Sangra Juliano, S.I Kom selaku dosen wali peneliti yang telah memberikan arahan serta saran dan kritik yang membangun kepada peneliti selama berada di kampus Unikom.

5. Yth. Bapak Gumgum Gumilar S.Sos, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah sabar menghadapi peneliti dan banyak memberikan masukan, arahan, saran, waktunya, dalam bimbingan Skripsi sehingga karya ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Yth. Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si. selaku Dosen sekaligus yang telah memberikan motivasi, arahan, kritik, dan saran kepada peneliti selama melakukan kuliah di Unikom ini.


(11)

viii

7. Yth. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi dan PR UNIKOM, yang telah mengajarkan peneliti selama ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada peneliti selama perkuliahan berlangsung.

8. Yth. Sekertariat Jurusan Ibu Astri Ikawati, A.Md yang telah membantu peneliti dalam memberikan informasi dan membantu dalam hal administrasi.

9. IK - Humas 3, sebagai sahabat-sahabat yang selalu memberikan motivasi semangat, arahan, keceriaan dan kebersamaan untuk selalu berbagi dalam suka maupun duka.

10.Komunitas Aksakun, Hatur Nuhun, sebagai keluarga baru dalam mengaktualisasikan pikiran dan kecintaan terhadap budaya, serta keramahtamahan dalam perizinan penelitian skripsi ini.

11.Novelty, yang selalu menginspirasi peneliti saat pagi dan malam dalam berkarya baik akademik maupun non akademik.

12.Teman-Teman Seperjuangan Program Studi Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 dan 2009, Perjalanan hidup baru dimulai, semangat buat kalian. Pesimis adalah lawan, optimis adalah kawan. Semangaaat !

13.Teman-teman LIA (English Course), Terimakasih atas dukungan moril kalian, serta diskusi yang tercipta di Warung Surabi.

14.Basecamp Community, yang selalu memberikan hiburan dengan gaya khas yang tidak dimiliki oleh kelompok lainnya, serta atas dukungan terhadap skripsi peneliti.


(12)

ix

15.Astenia & TeamWar Familia, walaupun sudah jarang bertemu, Kalian tetap telah memberikan pengalaman terbaik dalam dunia musik peneliti. 16.Serta semua pihak yang telah membantu skripsi ini yang tidak dapat

peneliti sebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian laporan skripsi ini masih diperlukan penyempurnaan dari berbagai sudut, baik dari segi isi maupun pemakaian kalimat dan kata-kata yang tepat, oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penelitian penelitian ini.

Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak dan semoga penelitian penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca lain pada umumnya. Semoga semua bantuan, dorongan dan bimbingan yang telah diberikan itu akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, amin.

Bandung, Februari 2013 Peneliti

Suciyadi Ramdhani NIM.41807893


(13)

x

Hal

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 8

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 8

1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 9

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1. Maksud Penelitian ... 9

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 10


(14)

xi

Hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

2.1 Tinjauan Pustaka ... 12

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 12

2.1.2 Tinjauan Tentang Proses Komunikasi ... 13

2.1.2.1 Definisi Proses Komunikasi ... 13

2.1.2.2 Unsur – unsur dalam Proses Komunikasi ... 16

2.1.2.3 Komponen Proses Komunikasi ... 19

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok ... 20

2.1.3.1 Definisi Komunikasi Kelompok ... 20

2.1.3.2 Klasifikasi Komunikasi Kelompok... 22

2.1.3.3 Fungsi Komunikasi Kelompok ... 25

2.1.3.4 Tipe Kelompok ... 28

2.1.3.5 Pengertian Kelompok Kecil ... 30

2.1.4 Tinjauan Tentang Aksara Sunda ... 31

2.1.5 Tinjauan Tentang Komunitas ... 37

2.1.6 Tinjauan Tentang Budaya ... 37

2.1.6.1 Defenisi Budaya ... 37

2.1.6.2 Komponen Budaya ... 38


(15)

xii

2.2.2 Kerangka Konseptual ... 43

Hal BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Objek Penelitian ... 47

3.1.1 Pembelajaran ... 47

3.1.1.1 Definisi Pembelajaran ... 47

3.1.1.2 Prinsip-prinsip Pembelajaran ... 48

3.1.1.3 Pembelajaran Aksara Tradisi Sunda ... 53

3.1.2 Komunitas Aksara Sunda ... 55

3.1.2.1 Sejarah Komunitas Aksakun... 55

3.1.2.2 Guru Aksara Tradisi Komunitas Aksakun ... 58

3.1.2.3 Anggota Komunitas Aksakun ... 59

3.2. Metode Penelitian ... 60

3.2.1 Desain Penelitian ... 60

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 61

3.2.2.1 Studi Pustaka ... 61

3.2.2.2 Studi Lapangan ... 63

3.2.3 Teknik Penentun Informan ... 65

3.2.4 Teknik Analisa Data ... 66

3.2.5 Uji Keabsahan Data ... 69


(16)

xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 73

4.1. Deskripsi Identitas Informan ... 74

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 81

4.2.1. Interasksi Dalam Kegiatan Pembelajaran Aksara Tradisi Sunda Di Komunitas Aksakun Bandung... 81

4.2.1.1. Diskusi Dalam Pembelajaran Aksara Sunda ... 82

4.2.1.2. Metode Dalam Pembelajaran Aksara Sunda ... 92

4.2.2. Pesan Verbal Dalam Kegiatan Pembelajaran Aksara Tradisi Sunda Di Komunitas Aksakun Bandung ... 101

4.2.3. Pesan Non Verbal Dalam Kegiatan Pembelajaran Aksara Tradisi Sunda Di Komunitas Aksakun Bandung ... 106

4.2.4. Media Dalam Kegiatan Pembelajaran Aksara Tradisi Sunda Di Komunitas Aksakun Bandung... 114

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 129

4.3.1. Interaksi ... 130

4.3.2. Pesan Verbal ... 139

4.3.3. Pesan Non Verbal ... 143

4.3.4. Media ... 147

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 153


(17)

xiv

5.1.2. Pesan Verbal ... 153

5.1.3. Pesan Non Verbal ... 154

5.1.4. Media ... 154

5.2. Saran ... 155

5.2.1. Saran Untuk Masyarakat... 155

5.2.2. Saran Untuk Komunitas Aksakun ... 155

5.2.2. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya... 156

DAFTAR PUSTAKA ... 157

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 160


(18)

xv

Gambar 2.1 Aksara Sunda Baku (Swara) ... 36

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran ... 46

Gambar 3.1 Komponen-komponen Analisa Data ... 67

Gambar 4.1 Guru Kelas Aksakun (Sinta Ridwan) ... 75

Gambar 4.2 Bambang Trisunu (Bebe) ... 77

Gambar 4.3 Dea Fauzia Abdillah (Dulech) ... 78

Gambar 4.4 Mardiansyah Nugraha (Imar) ... 79

Gambar 4.5 Cecep Sri Suryana (Cecep) ... 80

Gambar 4.6 Acara Diskusi yang dihadiri Anggota Komunitas Aksakun... 84

Gambar 4.7 Anggota Berlatih Menerjemahkan Kalimat Latin Ke Aksara Sunda ... 85

Gambar 4.8 Interaksi dalam Pembelajaran Aksakun ... 86

Gambar 4.9 Anggota Menulis Naskah Sunda yang Terdapat di Batu Prasasti Kawali ... 95

Gambar 4.10 Pemandu Museum Memberikan Penjelasan Pada Anggota ... 96

Gambar 4.11 Komunitas Aksakun Mengunjungi Museum Sejarah ... 97

Gambar 4.12 Cooperative Learning dalam Pembelajaran Aksakun ... 99

Gambar 4.13 Pembelajaran Aksara Sunda ... 100

Gambar 4.14 Guru Saat Menyampaikan Pesan Verbal ... 102


(19)

xvi

Gambar 4.17 Gambar Naskah Kuno ... 113

Gambar 4.18 Layar proyektor sebagai Media Pembelajaran ... 116

Gambar 4.19 Media papan Tulis ... 118

Gambar 4.20 Poster IM BOOK di Bulettin Board Komunitas Aksakun ... 119

Gambar 4.21 Foto Naskah Kuno Melalui Proyektor ... 120

Gambar 4.22 Materi Aksara Sunda ... 122

Gambar 4.23 Halaman Depan Naskah Aksara Sunda Cacarakan ... 123

Gambar 4.24 Karya Anggota Komunitas Aksakun Melalui Media Kertas .... 124

Gambar 4.25 Group Facebook Aksakun ... 127

Gambar 4.26 Interaksi Guru dan Anggota dalam Pembelajaran ... 132

Gambar 4.27 Discovery Learning dalam Pembelajaran Aksakun ... 135

Gambar 4.28 Interaksi Cooperative Learning dalam Pembelajaran Aksakun 138 Gambar 4.29 Gerakan Tangan Guru Aksara Sunda ... 144


(20)

xvii

Tabel 2.1 Analisa Penelitian Terdahulu ... 12 Tabel 3.1. Informan Penelitian ... 66 Tabel 3.2. Jadwal Penelitian ... 72


(21)

xviii

Lampiran 1 Penugasan Menjadi Pembimbing Skripsi ... 160

Lampiran 2 Berita Acara Bimbingan ... 161

Lampiran 3 Surat Rekomendasi Seminar UP ... 162

Lampiran 4 Lembar Revisi Seminar UP ... 163

Lampiran 5 Lembar Rekomendasi Sidang Skripsi ... 164

Lampiran 6 Lembar Pengajuan Sidang ... 165

Lampiran 7 Pedoman Wawancara Informan ... 166

Lampiran 8 Lembar Identitas Informan ... 170

Lampiran 9 Transkrip Wawancara Informan ... 175

Lampiran 10 Transkrip Observasi ... 208

Lampiran 11 Aksara Sunda Kuno ... 214


(22)

157 A. Buku-buku :

Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi. Bandung : Armico

Ardianto, Elvinaro. 2010. Metode Penelitian untuk Public Relation. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Pers.

Bovee and Thill. 2000. Komunikasi Bisnis. (Alih Bahasa: Alexander). Jakarta: PT Index.

Bungin, Burhan. 2009. Sosiologi komunikasi, Teori paradigma, dan Diskursus teknologi komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Gramedia. , 2007. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi,

Kebijakan Publik, dan Ilmu sosial. Jakarta : Kencana Prenama Media Group.

Dhofir, Syarqowi. 2000. Pengantar Metodologi Riset Dengan Spektrum Islami. Prenduan : Iman Bela.

Effendi, Onong Uchjana. 1994. Human Relations dan Public Relations. Bandung: CV Mandar Maju.

1999. Ilmu Komunikasi Dalam Teori Dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(23)

2003. Ilmu. Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Ekadjati, S. Edi. 1995. Kebudayaan Sunda : Suatu PendekatanSejarah jilid I. Jakarta : Pustaka Jaya

Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. (Alih Bahasa Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy. 2003. Komunikasi Antar Budaya. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi (Edisi Revisi). Bandung : Remaja Rosdakarya.

Ruslan, Rosady. 2003. Metode Penelitian : Public Relation dan Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sendjaja. Sasa Djuarsa. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya


(24)

Soeprapto, Tommy. 2006. Pengantar Teori Komunikasi. Yogyakarta : Media Pressindo.

Spradley, James P. 2006. Metode Etnografi. Terjemahan Mizbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Subana dan Sudrajat. 2001. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung : Pustaka Setia.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.

. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif (Cetakan Keenam).

Bandung : CV Alfabeta.

Thoha, Miftah. 1996. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

B. Sumber Lain :

Jurnal Komunitas Aksakun, 2009

Direktori Aksara Sunda, Dinas Pendidikan Prov. Jawa Barat : 2008


(25)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di era modernisasi, budaya yang bersifat tradisional menjadi hal yang tidak mudah untuk dicari, bahkan untuk dipelajari. Terutama bagi sebagian remaja yang kurang tertarik untuk mempelajari budayanya sendiri, sehingga sebagian orang tidak mengetahui sejarah budayanya sendiri. Sejarah tradisional yang banyak memberikan pesan-pesan semakin sempit di zaman yang modern ini. Oleh karena itu yang harus ditekankan adalah cara untuk mengembalikan jati diri suatu budaya tradisional yang dilalui oleh sejarah masa lampau.

Suatu bangsa yang menghilangkan bukti sejarah negaranya dapat dijuluki bangsa atau masyarakat yang tidak berbudaya. Hal ini karena kebesaran suatu bangsa dapat dinilai selain dari kesejahteraan dan stabilitas ekonominya, akan tetapi juga dari bagaimana masyarakatnya memperlakukan dan menghargai budaya dan adat istiadatnya.

Oleh karena Aksara tradisi dan tulisan tradisi merupakan bagian dari bukti-bukti sejarah, maka pemeliharan Aksara tradisi adalah bagian dari pemeliharaan sejarah suku bangsa pemilik Aksara tradisi itu, yang berarti peneguhan eksistensi suku bangsa pemilik Aksara tradisi tersebut.


(26)

Hal yang dipengaruhi sejarah tersebut yaitu mengenai salah satu budaya Sunda. Sunda memiliki sejarah yang penting dalam peradabannya di Indonesia ini. Banyak unsur budaya Sunda yang sebagian masyarakat masih mengingatnya, yaitu Sejarah Kerajaan Sunda yang masih dipengaruhi oleh unsur religi, Cerita Rakyat Jawa Barat yang diaplikasikan melalui berbagai media seperti Drama Musikal, Film, Buku dan sebagainya, tarian tradisional Sunda seperti Jaipong, dan unsur yang tidak kalah penting yaitu mengenai Aksara Tradisional Sunda yang belum terlalu banyak diminati masyarakat di era sekarang. Hal ini tidak lepas dari sejarah panjang munculnya Aksara tradisional Sunda untuk melakukan komunikasi pada jaman dahulu melalui media batu dan kertas dari kayu yang sekarang disebut sebagai prasasti dan naskah kuno.

Aksara daerah atau Aksara tradisi adalah ciri, jati diri dan kebanggaan bangsa atau suku bangsa pemilik tradisi tersebut. Hal ini sedikitnya berkaitan dengan tiga hal. Pertama, bahwa Aksara tradisi akan langsung menunjuk kepada satu bangsa yang menjadi pemilik Aksara tersebut. Kedua, kenyataan bahwa tidak semua bangsa di dunia ini memiliki sistem Aksaranya sendiri. Ketiga, bahwa Aksara tradisi adalah sumber pembangunan jati diri bangsa yang keberadaannya akan menjadi kebanggaan bangsa tersebut. Fenomena Aksara Sunda yang mulai mendapatkan kedudukannya kembali, tentunya menjadi satu hal yang positif bagi individu yang mempunyai ketertarikan pada budaya tradisional Sunda.


(27)

Dalam hal ini yaitu budaya tradisional Sunda yang terangkum dalam Aksara tradisionalnya, yaitu Aksara Sunda. Pada awal tahun 2000-an pada umumnya masyarakat Jawa Barat hanya mengenal adanya satu jenis Aksara daerah Jawa Barat yang disebut sebagai Aksara Sunda. Namun demikian bahwa setidaknya ada empat jenis Aksara yang menyandang nama Aksara Sunda, yaitu Aksara Sunda Kuna, Aksara Sunda Cacarakan, Aksara Sunda Pegon, dan Aksara Sunda Baku. Dari empat jenis Aksara Sunda ini, Aksara Sunda Kuna dan Aksara Sunda Baku dapat disebut serupa tapi tak sama. Aksara Sunda Baku merupakan modifikasi Aksara Sunda Kuna yang telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda kontemporer.

Keragaman Aksara Sunda ini tidak diikuti dengan pembelajaran secara umum pada masyarakat di Jawa Barat sehingga banyak masyarakat Sunda sendiri kurang mengetahui latar belakang munculnya Aksara Sunda tersebut sebagai bentuk komunikasi pada zaman dahulu yang memberikan pesan di dalamnya.

Dalam memberikan pembelajaran pada sejarah masa lampau, tentunya perlu menekankan pada pembelajaran yang harus dilakukan oleh sebagian masyarakat. Salah satu caranya yaitu melalui sebuah komunitas budaya, yang memerlukan komitmen dalam memaknai budayanya, salah satunya untuk mempelajari Aksara Sunda.


(28)

Komunitas budaya, setidaknya dapat mempertahankan, bahkan mengembangkan kembali budaya tradisional dengan memperkenalkannya kepada generasi muda atas jati diri bangsanya. Burhan Bungin mengungkapkan bahwa komunitas adalah hubungan antara manusia, yang mewujudkan adanya sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara mereka. Melalui sistem hidup tersebut, maka munculah budaya yang mengikat antara satu manusia dengan lainnya (Bungin, 2009:29). Kekuatan pengikat suatu komunitas, terutama, adalah kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sosialnya yang biasanya, didasarkan atas kesamaan latar belakang budaya, ideologi, sosial-ekonomi.

Secara fisik, suatu komunitas biasanya diikat oleh batas lokasi atau wilayah geografis. Masing-masing komunitas, karenanya akan memiliki cara dan mekanisme yang berbeda dalam menanggapi dan menyikapi keterbatasan yang dihadapainya serta mengembangkan kemampuan kelompoknya.

Salah satu komunitas yang mempunyai komitmen untuk mengembangkan salah satu budaya tradisional adalah Komunitas Aksara Sunda Kuna (Aksakun). Komunitas Aksara Sunda Kuna merupakan komunitas yang mempelajari sejarah dan tulisan Aksara Sunda. Komunitas ini bertekad memperkenalkan kembali Aksara Sunda kepada masyarakat melalui cara yang praktis dan komunikatif. Komunitas Aksara Sunda Kuna terdiri dari pelajar


(29)

SMA, mahasiswa jurusan Sejarah, Sastra, Seni Rupa, Seni Musik, Fikom, Seniman, Pekerja/Karyawan, dan Pemerhati Budaya1.

Komunitas Aksara Sunda Kuna (Aksakun) menerapkan kegiatan-kegiatan, diantaranya mempelajari penulisan Aksara Sunda, latihan kesenian alat musik Suling bambu, Pameran Karya berkaitan dengan Aksara Sunda, diskusi tentang realita sosial dan budaya, serta melakukan study tour ke tempat-tempat bersejarah di sekitar wilayah Jawa Barat. Komunitas Aksara Sunda Kuna sebagai komunitas kajian Aksara Sunda mencoba untuk melestarikan rangkaian Aksara Sunda sebagai bagian dari budaya agar tidak punah dan tetap dipelajari, serta melakukan binaan budaya Aksara tradisional yang dilakukan setiap hari Jum’at di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) Bandung, yang sekarang rutin diadakan di Gedung balai Bahasa Unpad (Dago).

Komunitas Aksara Sunda Kuna berusaha memperkenalkan tradisi lisan ataupun tulisan Aksara Sunda dan berusaha menanamkan sebuah pemikiran pada anggotanya dan masyarakat agar mengenal sejarahnya sendiri dan mengaplikasikannya dalam pembelajaran Aksara Sunda didalam sebuah komunitas. Dalam komunitas Aksara Sunda tentunya terdapat interaksi sosial yang menumbuhkan rasa kebersamaan di dalamnya dan saling menilai diantara individu-individu lainnya.

Mengacu pada pandangan tersebut, tentunya sebuah Komunitas berasal dari pemikiran individu anggota-anggotanya. Salah satu kebutuhan pokok

1


(30)

manusia, seperti dikatakan Susanne K.Langer, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang (Mulyana, 2005:83). Dan salah satu sifat dasar manusia, menurut Wieman dan Walter, adalah kemampuan menggunakan simbol (Sobur, 2009:164). Komunitas yang didalamnya terdapat individu-individu, tentunya memaknai individu lain dalam komunitas tersebut secara berbeda. Makna manusia pada dasarnya bukan hanya dapat dipahami oleh dirinya sendiri, tetapi juga dapat dipahami oleh orang lain.

Dalam pembelajaran Aksara Sunda tersebut, tentunya ada proses komunikasi yang terjadi didalamnya. Selain itu, interaksi antara guru dan anggota Komunitas Aksakun menjadi satu hal yang menentukan keefektifan proses pembelajaran Aksara tradisi Sunda. Persamaan makna dari pesan yang disampaikan oleh guru Aksara tradisi Sunda dapat dilihat dari besarnya nilai dan pemahaman anggota yang didapatkan, karena penilaian tersebut merupakan sebuah bentuk pemahaman anggota menyangkut pembelajaran Aksara tradisi. Bila anggota dapat memahami dan mengembangkan Aksara tradisi tersebut, berarti penyampaian pesan oleh guru sebagai komunikator dapat dikatakan berhasil, namun apabila sebaliknya berarti dapat dipastikan proses pembelajaran tersebut belum efektif.

Pesan yang disampaikan dapat berupa pesan verbal, pean nonverbal maupun melalui media yang digunakan dalam sebuah pembelajaran. Karena pada dasarnya dalam proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap sesuai dengan pendapat Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Dalam


(31)

Teori dan Praktek bahwa proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan sekunder (Effendy, 1999:11)

Agar dapat mengkomunikasikan pesan secara efektif maka guru harus mempunyai kemampuan dasar, diantaranya adalah :

1. Didaktik, yakni kemampuan untuk menyampaikan sesuatu secara oral atau ceramah, yang dibantu dengan buku teks, demontrasi, tes, dan alat bantu tradisional lain;

2. Coaching, dimana guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih dan mempraktikan keterampilannya, mengamati sejauh mana siswa mampu mempraktekkan keterampilan tersebut, serta segera memberikan umpan balik atas apa yang dilakukan peserta didik; dan, 3. Socratic atau mauitic question, dimana guru menggunakan pertanyaan

pengarah untuk membantu peserta didik mengembangkan pandangan dan internalisasi terhadap materi yang dipelajari.2

Dengan adanya kemampuan dasar tersebut, metode pembelajaran yang dilakukan guru dalam memberikan pembelajaran mengenai Aksara tradisi, serta pesan yang disampaikan akan diterima dengan baik oleh anggotanya.

Pada implementasi awalnya, dalam lingkungan komunitas Aksakun, yang belum memiliki kemampuan dalam belajar aksara tradisi sunda, menjadi satu tantangan bagi guru dalam menyampaikan pesan mengenai Aksara tradisi Sunda. Selain itu, feedback yang kurang tentunya akan menjadi satu kendala

2


(32)

bagi proses belajar mengingat kebanyakan dari anggota baru masih dalam proses adaptasi dalam sebuah komunitas.

Dari wacana yang telah dijelaskan di atas dapat ditarik sebuah permasalahan tentang Proses Komunikasi didalam sebuah kelompok / komunitas, karena Anggota Komunitas ini tentunya memiliki tujuan yang sama dalam memahami Aksara Aksara Sunda dan diaktualisasikan pada individu atau masyarakat lainnya. Oleh karena itu, Proses Komunikasi dapat menjadi satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dalam sebuah Komunitas. Komunitas Aksara Sunda merupakan fenomena sosial, karena ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang serba modern, menjadi suatu apresiasi kepada Komunitas Aksara Sunda Kuna yang mempunyai prinsip dalam mempertahankan Aksara Tradisional Sunda, melalui pelatihan cara menulis dan memaknai Aksara Sunda pada anggotanya, serta memberikan pengalaman tersebut pada masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Pertanyaan Makro

Dalam penelitian ini, pertanyaan Makro yang disimpulkan oleh peneliti adalah sebagai berikut :“Bagaimana Proses Komunikasi dalam Pembelajaran Aksara Tradisi Sunda antara Guru dan Anggota di Komunitas Aksara Sunda Kuna ( Aksakun ) Bandung ?”


(33)

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Untuk memberikan arah atau alur kepada peneliti agar penelitiannya konkrit maka diperlukan Pertanyaan mikro. Pertanyaan mikro itu sendiri merupakan pengembangan dari pertanyaan makro agar masalah yang diteliti lebih terarah dan tepat sasaran yang ditujunya. Dari pengertian tersebut peneliti mengambil beberapa subfokus yang diambil berdasarkan judul penelitian peneliti yaitu :

1. Bagaimana interaksi dalam kegiatan pembelajaran Aksara tradisi Sunda antara guru dan anggota di Komunitas Aksakun Bandung ? 2. Bagaimana pesan verbal dalam kegiatan pembelajaran Aksara

tradisi Sunda antara guru dan anggota Komunitas Aksakun Bandung ?

3. Bagaimana pesan nonverbal dalam kegiatan pembelajaran Aksara tradisi Sunda antara guru dan anggota Komunitas Aksakun Bandung ?

4. Bagaimana media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran Aksara tradisi Sunda antara guru dan anggota di Komunitas Aksakun Bandung ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisa Proses Komunikasi dalam Pembelajaran Aksara Tradisi Sunda antara Guru dan Anggota di Komunitas Aksara Sunda Kuna (Aksakun) Bandung.


(34)

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah rumusan tentang hal yang akan dicapai oleh kegiatan penelitian (Dhofir, 2000:21).

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui interaksi dalam kegiatan pembelajaran Aksara tradisi Sunda antara guru dan anggota di Komunitas Aksakun Bandung.

2. Untuk mengetahui pesan verbal dalam kegiatan pembelajaran Aksara tradisi Sunda antara guru dan anggota di Komunitas Aksakun Bandung.

3. Untuk mengetahui pesan nonverbal dalam kegiatan pembelajaran Aksara tradisi Sunda antara guru dan anggota di Komunitas Aksakun Bandung.

4. Untuk mengetahui media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran Aksara tradisi Sunda antara guru dan anggota di Komunitas Aksakun Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis peneliti berharap agar penelitian ini dapat membantu dalam pengembangan Ilmu Komunikasi serta memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai masalah proses komunikasi dalam Pembelajaran Aksara Tradisi Sunda antara Guru dan Anggota di Komunitas Aksara Sunda Kuna (Aksakun) Bandung.


(35)

1.4.2. Kegunaan Praktis 1. Untuk Peneliti

Kegunaan penelitian ini bagi peneliti adalah memberikan pengetahuan lebih mendalam tentang proses komunikasi dalam kegiatan pembelajaran Aksara tradisi Sunda yang selama ini menjadi hal menarik yang terdapat di dalam pemikiran peneliti. Penelitian ini memberikan wawasan baru bagi peneliti akan berbagai macam interaksi sosial yang terdapat di dalam suatu komunitas. Penelitian ini juga memberikan kesempatan yang baik bagi peneliti untuk menerapkan pengetahuan yang diterima selama perkuliahan di bidang Ilmu Komunikasi.

2. Untuk Akademisi

Penelitian ini diharapkan berguna bagi mahasiswa Universitas Komputer Indonesia secara umum, program Ilmu Komunikasi secara khusus sebagai literatur atau untuk sumber tambahan dalam memperoleh informasi bagi peneliti yang akan melaksanakan penelitian pada kajian yang sama.

3. Untuk Komunitas Aksakun

Penelitian ini diharapkan menjadi suatu bahan masukan dan juga evaluasi bagi Komunitas Aksara Sunda Kuna, terutama bagi guru Aksara tradisi mengenai proses komunikasi dalam kegiatan pembelajaran Aksara Sunda.


(36)

12

Tinjauan pustaka adalah proses umum yang kita lalui untuk mendapatkan teori lebih dahulu. Mencari kepustakaan yang terkait dengan tugas, lalu menyusunnya. Kajian pustaka meliputi pengidentifikasian secara sistematis, penemuan dan analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian. (Ardianto, 2010:37)

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tinjauan penelitian terdahulu merupakan salah satu referensi yang diambil oleh peneliti. Melihat hasil karya ilmiah para peneliti terdahulu, yang mana pada dasarnya peneliti mengutip beberapa pendapat yang dibutuhkan oleh peneliti sebagai pendukung penelitian. Tentunya dengan melihat hasil karya ilmiah yang memiliki pembahasan serta tinjauan yang sama.

Tabel 2.1

Analisa Penelitian Terdahulu JUDUL PENELITIAN :

PROSES KOMUNIKASI DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR ANTARA GURU DAN SISWA-SISWI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 SOREANG

( Studi Deskriptif Mengenai Proses Belajar Mengajar Antara Guru dan Siswa-Siswi di SMAN 1 Soreang, Kabupaten Bandung )

NAMA PENELITI :

EVA INDAH SUCHARYANI SIREGAR 41807023


(37)

METODE YANG DIGUNAKAN : Metode Deskriptif, Pendekatan Kualitatif HASIL PENELITIAN :

Proses komunikasi, bahwasannya dalam menyampaikan atau mentransfer ilmu yang dimiliki oleh guru, guru harus mampu menggunakan bahasa-bahasa sebagai media yang dapat dengan mudah dicerna oleh siswanya sehingga siswa dapat mengerti maksud dari pesan yang disampaikan. Semakin familiar bahasa atau pun istilah-istilah yang digunakan guru maka akan semakin cepat pula siswa mencerna segala informasi yang diberikan.

PERBEDAAN DENGAN PENELITIAN SKRIPSI INI :

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti Proses Komunikasi dalam Pembelajaran budaya lokal, yaitu pembelajaran aksara sunda yang dilaksanakan secara independen dalam sebuah Komunitas, sedangkan Penelitian terdahulu membahas tentang proses komunikasi tentang belajar mengajar di Sekolah yang bersifat formal. Sehingga dari cara penyampaian pesannya akan berbeda.

Sumber : Analisa Peneliti, 2012

2.1.2 Tinjauan Proses Komunikasi 2.1.2.1 Definisi Proses Komunikasi

Komunikasi tidak bisa terlepas dari proses. Oleh karena itu apakah suatu komunikasi dapat berlangsung dengan baik atau tidak tergantung dari proses yang berlangsung tersebut. Menurut Rusady Ruslan proses komunikasi adalah :

“Diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesan-pesan (message) dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima pesan sebagai komunikan, dalam proses komunikasi tersebut bertujuan (feed back) untuk mencapai saling pengertian (mutual understanding) atau antar kedua belah pihak.” (Ruslan 2003 : 69).


(38)

Sementara itu menurut onong Uchjana Effendy proses komunikasi terbagi dua tahap, berikut uraiannya :

1. Proses komunikasi secara primer

Proses pencapaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan sebagainya yang secara langsung dapat menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan. Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa.

2. Proses komunikasi secara sekunder

Proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Media kedua yang sering digunakan diantaranya adalah surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan lain lain. (Effendy, 1999 : 11-16).

Pentingnya peranan media yakni media sekunder dalam proses komunikasi, disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang amat banyak. Jelas efisien karena dengan menyiarkan sebuah pesan satu kali saja, sudah dapat tersebar luas kepada khalayak yang begitu banyak jumlahnya, bukan satu jutaan, melainkan puluhan juta, bahkan ratusan juta, seperti misalnya pidato kepala negara yang disiarkan melalui radio atau televisi.


(39)

Media massa yang digunakan seperti surat kabar, radio, televisi, film, dan lain-lain memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain massif (massive) atau massal (massal), yakni tertuju kepada sejumlah orang yang relatif banyak. Sedangkan media nirmassa atau media nonmassa seperti, telepon, surat, telegram, spanduk, papan pengumuman, dan lain-lain tertuju kepada satu orang atau sejumlah orang yang relatif sedikit.

Sedangkan proses komunikasi Menurut Harold Laswell dalam buku Onong Uchjana Effendy terdapat 4 komponen dalam proses komunikasi yaitu :

1. Adanya pesan yang disampaikan

2. Adanya pemberian pesan (komunikator) 3. Adanya penerimaan pesan (komunikan)

4. Adanya umpan balik (feedback) (Onong, 1999 : 10)

Mengutip pendapat Babcock dan Thoha (Suprapto, 2006 : 7–9) bahwa terdapat 5 faktor yang mempengaruhi proses komunikasi. Faktor – faktor tersebut adalah :

1. The Act (Perbuatan)

The Act merupakan perbuatan komunikasi yang menginginkan lambang-lambang agar dapat dimengerti dengan baik.


(40)

2. The Scene (Adegan)

The Scene menekankan pada hubungan dengan lingkungan komunikasi. Adegan menjelaskan apa yang dilakukan, simbol apa yang digunakan dan arti apa yang dikatakan. 3. The Agent (Pelaku)

The Agent merupakan individu-individu yang mengambil bagian dalam komunikasi seperti pengirim dan penerima. 4. The Agency (Perantara)

The Agency ini terwujud melalui alat-alat yang digunakan dalam komunikasi.

5. The Purpose (Tujuan)

Terdapat empat tujuan yang mempengaruhi proses komunikasi menurut Grace yakni tujuan fungsional (functional goals), tujuan manipulasi (manipulative goals), tujuan keindahan (aesthetic goals) dan tujuan keyakinan (confidence goals).

2.1.2.2 Unsur-Unsur Dalam Proses Komunikasi

Dari berbagai pengertian komunikasi yang telah ada, tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen atau unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:


(41)

a) Sumber

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok, misalnya partai, organisasi, atau lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa inggrisnya disebut source, sender, atau encoder.

b) Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda. Dalam bahasa inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan kata message, content atau information.

c) Media

Media yang dimaksud disini adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antar pribadi panca indera dianggap sebagai media komunikasi.


(42)

d) Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima biasa disebut dengan berbagai macam istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa inggris disebut audience atau receiver. Dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber.

e) Pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang. Karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan. f) Tanggapan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk


(43)

menyampaikan pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai ke tujuan. Seperti itu menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber.

2.1.2.3 Komponen Proses Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses, suatu kegiatan manusia yang berlangsung terus menerus secara berkesinambungan, dimana dalam komunikasi perlu diketahui paling sedikit ada tiga hal, yaitu :

1. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan atau meneruskan pesan kepada orang lain, jadi bisa disebut penyebar pesan.

2. Pesan, suatu gagasan atau ide yang telah dituangkan dalam lambang-lambang untuk disebarkan atau diteruskan oleh komunikator.

3. Komunikan, yaitu orang yang menerima pesan tujuan.

Dengan demikian ketiga hal tersebut sangat penting dalam melakukan kegiatan komunikasi. Dalam proses pembelajaran yang menjadi komunikator adalah guru, yang dimaksud dengan pesan adalah materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, dan yang menjadi komunikan adalah Anggota Pembelajaran.


(44)

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok 2.1.3.1 Definisi Komunikasi kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang-orang yang terdiri dari dua atau tiga orang bahkan lebih” (Bungin, 2009 : 270). Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konferensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam bukunya Human Communiation, A Revisian of Approaching Speech/Comumunication, memberi batasan. “Komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagai informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik anggota lainnya dengan akurat (the face-to-face interaction of three or more individuals, for a recognized purpose such as information sharing, self-maintenance, or problem solving, such that the members are able to recall personal characteristics of the other members accurately)”( Sendjaja, 2002 : 33).

Ada empat elemen yang tercakup dalam definisi diatas, yaitu interaksi tatap muka, jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi, maksud dan tujuan yang dikehendaki dan kemampuan anggota untuk menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya.

1. Terminologi tatap muka (face to face) mengandung makna bahwa setiap anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun non verbal dari setiap anggotanya. Dengan demikian,


(45)

makna tatap muka tersebut berkaitan dengan adanya interaksi diantara semua anggota kelompok.

2. Jumlah partisispan dalam komunikasi kelompok berkisar antara tiga sampai 20 orang agar memungkinkan berlangsungnya suatu interaksi dimana setiap anggota kelompok mampu melihat dan mendengar anggota lainnya.

3. Maksud atau tujuan yang dikehendaki sebagai elemen ketiga dari definisi diatas, bermakna bahwa maksud atau tujuan tersebut akan memberikan beberapa tipe indentitas kelompok. Kalau tujuan kelompok tersebut adalah berbagi informasi, maka komunikasi yang dilakukan dimaksudkan untuk menanamkan pengetahuan (to impart knowledge). Sementara kelompok yang memiliki tujuan pemeliharaan diri (self-maintenance), biasanya memusatkan perhatiannya pada anggota kelompok atau struktur dari kelompok itu sendiri. Tindak komunikasi yang dihasilkan adalah kepuasan kebutuhan pribadi, kepuasan kebutuhan kolektif /kelompok bahkan kelangsungan hidup dari kelompok itu sendiri. Dan apabila tujuan kelompok adalah upaya pemecahan masalah, maka kelompok tersebut biasanya melibatkan beberapa tipe pembuatan keputusan untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.

4. Kemampuan anggota kelompok untuk menumbuhkan karakteristik personal anggota lainnya secara akurat, ini mengandung arti bahwa anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan dengan satu


(46)

sama lain dan maksud atau tujuan kelompok telah terdefinisikan dengan jelas, disamping itu identifikasi setiap anggota dengan kelompoknya relatif stabil dan permanen.

Batasan lain mengenai komunikasi kelompok dikemukakan oleh Ronald Adler dan George Rodman dalam bukunya Understanding Human Communication. Mereka mengatakan bahwa: ”Kelompok atau group merupakan sekumpulan kecil orang yang saling berinteraksi, biasanya tatap muka dalam waktu yang lama guna mencapai tujuan tertentu (“a small collection of people who interct with each other, usually face to face, over time order to reach goals”). Sendjaja, 2002 : 34).

Sedangkan Menurut Deddy Mulyana komunikasi kelompok bisa diartikan :

“Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut” (Mulyana, 2005).

2.1.3.2 Klasifikasi Komunikasi kelompok

Dalam komunikasi kelompok terdapat klasifikasi kelompok yang terbagi menjadi empat bagian (Rahmat, 2005). Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya akan menyampaikan tiga klasifikasi kelompok.


(47)

1. Kelompok primer dan sekunder.

Charles Horton Cooley mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.

Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:

a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur- unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok primer bersifat pribadi menggunakan berbagai lambang, verbal maupun nonverbal, sedangkan kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas (umumnya bersifat verbal dan sedikit nonverbal)

b. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.

c. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.


(48)

d. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.

e. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.

2. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif

John F. Cragandan David W. Wright dalam buku Psikologi komunikasi (Rakhmat, 2005) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga:

a. kelompok tugas;

b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar.

Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok.

Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok penyadar mempunyai tugas terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru.


(49)

Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok.

3. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.

Istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.

2.1.3.3 Fungsi Komunikasi Kelompok

Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dan fungsi terapi (Sendjaja, 2002: 38). Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk pembuatan kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri.

a. Fungsi pertama dalam kelompok adalah hubungan sosial, dalam arti bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial diantara para anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan aktivitas yang informal, santai dan menghibur.


(50)

b. Pendidikan adalah fungsi kedua dari kelompok, dalam arti bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun informal bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan pengetahun. Melalui fungsi pendidikan ini, kebutuhan-kebutuhan dari para anggota kelompok, kelompok itu sendiri bahkan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Namun demikian, fungsi pendidikan dalam kelompok akan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, bergantung pada tiga faktor, yaitu jumlah informasi baru yang dikontribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok serta frekuensi interaksi di antara para anggota kelompok. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota kelompk membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya. Tanpa pengetahuan baru yang disumbangkan msing-masing anggota, mustahil fungsi edukasi ini akan tercapai.

c. Fungsi persuasi, seorang anggota kelompok berupaya mempersuasikan anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang yang terlibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa resiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika usaha-usaha persuasif tersebut terlalu bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok, maka justru orang yang berusaha mempersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik, dengan demikian justru membahayakan kedudukannya dalam kelompok.


(51)

d. Fungsi problem solving, kelompok juga mencerminkan dengan kegiatan-kegiatannya untuk memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan. Pemecah masalah (problem solving) berkaitan dengan penemuan alternative atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya; sedangkan pembuatan keputusan (decision making) berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi, pemecah masalah menghasilkan materi atau bahan untuk pembuatan keputusan.

e. Fungsi terapi. Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan personalnya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai konsensus. Contoh dari kelompok terapi ini adalah kelompok konsultasi perkawinan, kelompok penderita narkotika, kelompok perokok berat dan sebagainya. Tindak komunikasi dalam kelompok-kelompok terapi dikenal dengan nama pengungkapan ciri (self disclosure). Artinya, dalam suasana yang mendukung, setiap anggota dianjurkan untuk berbicara secara terbuka tentang apa yang menjadi permasalahannya. Jika muncul konflik antar anggota dalam diskusi yang dilakukan, orang yang menjadi pemimpin atau


(52)

yang memberi terapi yang akan mengaturnya. (Bungin, 2009 : 274-276)

2.1.3.4 Tipe Kelompok

Soeryono Soekanto dalam buku Sosiologi komunikasi, Teori paradigma, dan Diskursus teknologi komunikasi di Masyarakat karya Burhan Bungin (2009: 275) menjelaskan bahwa “Kelompok secara umum terdiri dari beberapa rumpun :

1. Kelompok teratur, yaitu kelompok yang dapat dijelaskan strukturnya maupun norma dan perannya seperti ingroup dan outgroup, kelompok primer dan kelompok sekunder, paguyuban dan patembayan, kelompok formal dan kelompok informal, membership group dan reference group, kelompok okupasional dan volunteer. 2. Kelompok yang tidak teratur yaitu kerumunan (crowd) dan public. 3. Masyarakat (community) perkotaan dan masyarakat pedesaan. 4. Kelompok kecil (small group)

Ronald B. Adler dan George Rodman yang dikutip oleh Bungin (2009) dalam buku Sosiologi komunikasi, Teori paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat membagi kelompok menjadi tiga tipe kelompok itu adalah sebagai berikut :

a. Kelompok Belajar (Learning Group)

Kata “belajar” atau learning, tidak tertuju pada pengertian pendidikan di sekolah, namun juga termasuk belajar dalam kelompok (learning group), seperti kelompok bela diri, kelompok


(53)

sepak bola, kelompok keterampilan, kelompok belajar, dan sebagainya. Tujuan dari learning group ini adalah meningkatkan informasi, pengetahuan dan kemampuan diri para anggotanya. b. Kelompok Pertumbuhan (Growth Group)

Kelompok pertumbuhan memusatkan perhatiannya kepada permasalahan pribadi yang dihadapi para anggotanya. wujud nyata dari growth group ini adalah kelompok bimbingan perkawinan, kelompok bimbingan psikologi, kelompok terapi, serta kelompok yang memusatkan aktivitasnya kepada penumbuhan keyakinan diri, yang biasa disebut dengan consciousnessraising group. Karakteristik yang terlihat dalam tipe kelompok ini adalah growth group yang tidak memiliki tujuan kolektif yang nyata, dalam arti bahwa seluruh tujuan kelompok diarahkan kepada usaha membantu para anggotanya mengidentifikasi dan mengarahkan mereka untuk perduli dengan persoalan pribadi mereka.

c. Kelompok Pemecah Masalah (Problem Solving Group)

Kelompok ini bertujuan membantu anggota kelompok lainnya memecahkan masalah (problem solving). Sering kali seseorang tak mampu memecahkan masalahnya sendiri, karena itu di menggunakan kelompok sebagai sarana memecahkan masalahnya. Kelompok akan memberi akses informasi kepada individu sehubungan dengan problem yang dialaminya, berupa


(54)

pengalaman anggota kelompok lain ketika menghadapi masalah yang sama, atau informasi lain yang dapat membantu individu memecahkan masalahnya. Kelompok juga memberi kekuatan emosional kepada individu dalam membuat keputusan dan melakukan sebuah tindakan untuk mengatasi masalah individu. 2.1.3.5 Pengertian Kelompok Kecil

Setiap kelompok mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, hal itu bisa dalam bentuk kelompok kecil atau bisa pula dalam bentuk kelompok besar, karena jumlah orang yang termasuk anggota kelompok yang tidak dapat ditentukan dari jumlah orang yang termasuk dalam setiap kelompok tersebut.

Robert F. Bales dalam bukunya Interaction Process Analysts, mengatakan bahwa komunikasi kelompok kecil adalah

”Sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam satu pertemuan yang bersifat tatap muka (face to face meeting), dimana setiap anggota mendapat kesan atau penglihatan antara satu sama lainnya yang cukup kentara, sehingga dia baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing sebagai perorangan” (Effendy, 1994:7).

Komunikasi kelompok akan berjalan dengan baik apabila didalamnya kita menerapkan tiga hal dari komponen komunikasi, seperti yang telah diuraikan diatas tersebut.

Dalam kaitannya dengan hal diatas, kelas merupakan salah satu contoh komunikasi kelompok kecil meskipun komunikasi yang terjadi adalah komunikasi dalam skala kecil. Dimana pada kelas


(55)

tersebut terdapat sekelompok orang yang dalam hal ini adalah anggota kelompok sebagai komunikan dan adanya seorang komunikator yaitu guru. Dalam proses belajar mengajar seorang komunikator tidak hanya memberikan materi pelajaran namun juga memperhatikan tingkah laku dari setiap individu anggota dalam kelompok.

2.1.4 Tinjauan Tentang Aksara Sunda

Aksara Sunda Kuna merupakan aksara yang berkembang di daerah Jawa Barat pada Abad 14 s/d 18 yang pada awalnya digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda Kuna. Aksara Sunda Kuna merupakan perkembangan dari Aksara Pallawa yang mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah lontar pada Abad 16.

Sebagai salah satu kebudayaan yang telah berusia cukup lama, kebudayaan Sunda memiliki kekayaan peninggalan kebudayaan berupa benda-benda bertulis, seperti prasasti, piagam, serta naskah kuno yang cukup banyak. Hal ini menunjukkan adanya kecakapan tradisi tulis-menulis di kalangan masyarakat Sunda. Kenyataan tersebut sekaligus membuktikan adanya kesadaran yang tinggi dari para pendahulu masyarakat Sunda mengenai pentingnya penyampaian informasi hasil ketajaman wawasan, pikiran, dan perasaan mereka berupa gagasan atau ide-ide yang mereka rekam melalui sarana bahasa dan aksara pada setiap kurun waktu yang dilaluinya.


(56)

Kecakapan masyarakat dalam tulis-menulis di wilayah Sunda telah diketahui keberadaannya sekitar abad ke-5 Masehi, pada masa Kerajaan Tarumanagara. Hal itu tampak pada prasasti-prasasti dari zaman itu yang sebagian besar telah dibicarakan oleh Kern (1917) dalam buku yang berjudul Versvreide Geschriften; Inschripties van den Indichen Archipel. Karya tersebut memuat cukup lengkap data-data inskripsi dan faksimili disertai peta arkeologis yang cukup jelas. Selanjutnya baru sekitar zaman Kerajaan Sunda (masa Pakuan Pajajaran-Galuh, abad ke-8 sampai dengan abad ke-16), selain ditemukan peninggalan yang berupa prasasti dan piagam (Geger Hanjuang, Sanghyang Tapak, Kawali, Batutulis, dan Kebantenan), juga sudah ditemukan peninggalan yang berupa naskah (berbahan lontar, nipah, kelapa, dan bilahan bambu) dalam jumlah yang cukup banyak dan berasal dari berbagai daerah di wilayah Jawa Barat atau Tatar Sunda. Naskah-naskah tertua yang ditemukan dari wilayah Tatar Sunda ini berasal dari sekitar abad ke-14 hingga abad ke-16 Masehi. Naskah-naskah dimaksud yang telah digarap dan dipelajari hingga saat ini, antara lain Carita Parahyangan, Fragmen Carita Parah¬yangan, Carita Ratu Pakuan, Kisah Perjalanan Bujangga Manik, Kisah Sri Ajnyana, Kisah Purnawijaya, Sanghyang Siksakanda Ng Karesian, Sanghyang Raga Déwata, Sanghyang Hayu, Pantun Ramayana, Serat


(57)

Déwabuda, Serat Buwana Pitu, Serat Catur Bumi, Séwaka Darma, Amanat Galunggung, Darmajati, Jatiniskala, dan Kawih Paningkes.3

Penemuan naskah-naskah Sunda selanjutnya hingga abad ke-20 telah dicatat dalam beberapa karya Ekadjati dalam buku Kebudayaan Sunda yang dikerjakan oleh Juynboll (1899, 1912), Poerbatjaraka (1933), Pigeaud (1967-1968, 1970), Sutaarga (1973), Ekadjati. Ekadjati (1999) dalam buku Kebudayaan Sunda juga menyebutkan bahwa Naskah-naskah Sunda yang telah dicatat dan diinvetarisasi tersebut kini tersimpan dalam koleksi museum atau perpustakaan yang dibangun oleh pemerintah maupun swasta, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun demikian tidak sedikit naskah-naskah yang masih tersebar dikalangan Masyarakat yang secara perseorangan yang hingga kini belum terinventarisasi, serta naskah-naskah kuno yang berada diluar Indonesia.

Penggunaan Aksara Sunda Kuna dalam bentuk paling awal antara lain dijumpai pada prasasti-prsasasti yang terdapat di Astanagede, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, dan Prasasti Kebantenan yang terdapat di Kabupaten Bekasi.

Edi S. Ekajati mengungkapkan bahwa keberadaan Aksara Sunda Kuna sudah begitu lama tergeser karena adanya ekspansi Kerajaan Mataram Islam ke wilayah Priangan kecuali Cirebon dan Banten. Pada waktu itu para menak Sunda lebih banyak menjadikan

3


(58)

budaya Jawa sebagai anutan dan tipe ideal. Akibatnya, kebudayaan Sunda tergeser oleh kebudayaan Jawa. Bahkan banyak para penulis dan budayawan Sunda yang memakai tulisan dan ikon-ikon Jawa.

Bahkan VOC pun membuat surat keputusan, bahwa aksara resmi di daerah Jawa Barat hanya meliputi Aksara Latin, Aksara Arab Gundul (Pegon) dan Aksara Jawa (Cacarakan). Keputusan itu ditetapkan pada tanggal 3 November 1705. Keputusan itu pun didukung para penguasa Cirebon yang menerbitkan surat keputusan serupa pada tanggal 9 Februari 1706. Sejak saat itu Aksara Sunda Kuno terlupakan selama berabad-abad. Masyarakat Sunda tidak lagi mengenal aksaranya. Kalaupun masih diajarkan di sekolah sampai penghujung tahun 1950-an, rupanya salah kaprah. Pasalnya, yang dipelajari saat itu bukanlah Aksara Sunda Kuna, melainkan Aksara Jawa yang diadopsi dari Mataram dan disebut dengan Cacarakan.

Setidaknya sejak Abad IV masyarakat Sunda telah lama mengenal aksara untuk menuliskan bahasa yang mereka gunakan. Namun demikian pada awal masa kolonial, masyarakat Sunda dipaksa oleh penguasa dan keadaan untuk meninggalkan penggunaan Aksara Sunda Kuna yang merupakan salah satu identitas budaya Sunda. Keadaan yang berlangsung hingga masa kemerdekaan ini menyebabkan punahnya Aksara Sunda Kuna dalam tradisi tulis masyarakat Sunda.

Pada akhir Abad 19 sampai pertengahan Abad 20, para peneliti berkebangsaan asing (misalnya K. F. Holle dan C. M. Pleyte) dan


(59)

bumiputra (misalnya Atja dan E. S. Ekadjati) mulai meneliti keberadaan prasasti-prasasti dan naskah-naskah tua yang menggunakan Aksara Sunda Kuna. Berdasarkan atas penelitian-penelitian sebelumnya, pada akhir Abad 20 mulai timbul kesadaran akan adanya sebuah Aksara Sunda yang merupakan identitas khas masyarakat Sunda. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat menetapkan Perda No. 6 tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda yang kelak digantikan oleh Perda No. 5 tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah.

Pada tanggal 21 Oktober 1997 diadakan Lokakarya Aksara Sunda di Kampus UNPAD Jatinangor yang diselenggarakan atas kerja sama Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Kemudian hasil rumusan lokakarya tersebut dikaji oleh Tim Pengkajian Aksara Sunda. Dan akhirnya pada tanggal 16 Juni 1999 keluar Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 343/SK.614-Dis.PK/99 yang menetapkan bahwa hasil lokakarya serta pengkajian tim tersebut diputuskan sebagai Aksara Sunda Baku.

Saat ini Aksara Sunda Baku mulai diperkenalkan kepada umum antara lain melalui beberapa acara kebudayaan daerah yang diadakan di Bandung. Selain itu, Aksara Sunda Baku juga digunakan pada papan nama Museum Sri Baduga, Kampus Yayasan Atikan Sunda


(60)

dan Kantor Dinas Pariwisata Daerah Kota Bandung. Langkah lain juga diambil oleh Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya yang menggunakan Aksara Sunda Baku pada papan nama jalan-jalan utama di kota tersebut.

Namun demikian, setidaknya hingga akhir tahun 2007 Dinas Pendidikan Nasional Propinsi Jawa Barat belum juga mewajibkan para siswa untuk mempelajari Aksara Sunda Baku sebagaimana para siswa tersebut diwajibkan untuk mempelajari Bahasa Sunda. Langkah memperkenalkan aksara daerah mungkin akan dapat lebih mencapai sasaran jika Aksara Sunda Baku dipelajari bersamaan dengan Bahasa Sunda. Dinas Pendidikan Nasional Propinsi Lampung dan Propinsi Jawa Tengah telah jauh-jauh hari menyadari hal ini dengan mewajibkan para siswa Sekolah Dasar yang mempelajari bahasa daerah dan juga mempelajari aksara daerah.

Gambar 2.1

Aksara Sunda Baku (Swara)


(61)

2.1.5 Tinjauan Tentang Komunitas

Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa Latin communitas yang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak".

Komunitas pada hakikatnya memiliki satu tujuan, baik bagi diri sendiri maupun tujuan komunitas tersebut. Oleh karena itu, komunitas tidak akan terlepas dari komunikasi yang ada didalamnya

Komunitas berisi sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values.

2.1.6 Tinjauan tentang Budaya 2.1.6.1 Definisi Budaya

Koentjaraningrat (2002) mendefinisikannya sebagai seluruh total dari fikiran, karya & hasil karya manusia yang tidak berakal kepada nalurinya dan yang hanya dicetuskan oleh manusia sesudah proses belajar. Definisi tersebut mendominasi pemikiran dalam


(62)

kajian-kajian budaya di Indonesia sejak tahun 70an, sejak buku “Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan” diterbitkan.

Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang baik untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

2.1.6.2 Komponen Budaya

Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :

a) Kebudayaan material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.


(63)

b) Kebudayaan nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

c) Lembaga sosial

Lembaga sosial dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem social yang terbantuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan social masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier

d) Sistem kepercayaan

Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun system kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.


(64)

e) Estetika

Berhubungan dengan seni dan kesenian, musik, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari –tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerahan, setiap akan membangu bagunan jenis apa saj harus meletakan janur kuning dan buah – buahan, sebagai simbol yang arti disetiap daerah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang atau tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.

f) Bahasa

Bahasa merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sifat unik dan kompleks, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.


(65)

2.2 Kerangka Pemikiran

Manfaat dari kerangka pemikiran adalah memberikan arah bagi proses penelitian dan terbentuknya persepsi yang sama antara peneliti dan orang lain (dalam hal ini pembaca, atau orang yang membaca hasil penelitian ini) terhadap alur-alur berpikir peneliti dalam rangka membentuk hipotesis riset secara logis.

Serupa dengan pengertian diatas, kerangka berpikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila penelitian tersebut berkenaan atau berkaitan dengan variabel atau fokus penelitian. Maksud dari kerangka berpikir sendiri adalah supaya terbentuknya suatu alur penelitian yang jelas dan dapat diterima secara akal. (Sugiyono, 2008:92).

2.2.1 Kerangka Teoritis

Hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pembahasan dalam berkomunikasi adalah adanya proses didalamnya. Makna proses ini memberikan pengertian bahwa adanya langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan arah komunikasi dan dengan cara apa komunikasi tersebut dilakukan. Proses komunikasi kemudian menjadi bagian yang termanisfestasi dalam proses komunikasi sebagai media interaksi. Karena secara mendasar, proses komunikasi menjadi jawaban atas aplikasi komunikasi dan media yang digunakan dalam melakukan kegiatan komunikasi tersebut.

Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek mengatakan bahwa “Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seorang (komunikator)


(66)

kepada orang lain (komunikan)” (Effendy, 1999 : 11). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari hati.

Yang menjadi inti permasalahan ialah bagaimana caranya agar gambaran yang ingin disampaikan oleh komunikator itu dapat dimengerti, diterima dan bahkan dilakukan oleh komunikan. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan pendapat dari Michael Burgoon dan Michael Ruffner

mengenai salah satu elemen dari komunikasi kelompok dan tahap proses komunikasi dari Deddy Mulyana yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran agar komunikator (guru) dapat menyampaikan pikiran atau perasaannya kepada komunikan (anggota).

Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam bukunya Human Communication, A Revisian of Approaching Speech/Communication, memberi batasan :

“komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih

individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagai informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik anggota lainnya dengan akurat (the face-to-face interaction of three or more individuals, for a recognized purpose such as information sharing, self-maintenance, or problem solving, such that the members are able to recall personal characteristics of the other members

accurately )” (Sendjaja, 2002 : 33).

Ada empat elemen yang tercakup dalam definisi diatas, yaitu interaksi tatap muka, jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi, maksud dan tujuan yang dikehendaki dan kemampuan anggota untuk menumbuhkan


(67)

karakteristik pribadi anggota lainnya. Dalam hal ini peneliti menggunakan salah satu elemen dari definisi diatas yaitu interaksi.

Interaksi mengandung makna bahwa setiap anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun non verbal dari setiap anggotanya. Dengan demikian, makna tatap muka tersebut berkaitan dengan adanya interaksi diantara semua anggota kelompok yang berkaitan dengan proses komunikasi.

Dikutip dari pendapat Onong Uchjana Effendy proses komunikasi terbagi dua tahap, berikut uraiannya :

“Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.”(Effendy,1999:11).

Sedangkan Proses komunikasi sekunder yaitu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Media kedua yang sering digunakan diantaranya adalah surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan lain lain. (Effendy, 1999 : 16).

2.2.2 Kerangka Konseptual

Dari landasan teoritis yang sudah digambarkan, maka dapat dijelaskan konsep yang akan dijadikan aplikasi sebagai acuan penelitian oleh peneliti.


(68)

Pada hakikatnya fungsi pembelajaran melalui proses komunikasi yang dilakukan oleh guru dan anggota di Komunitas Aksakun masuk dalam konteks komunikasi kelompok. Fungsi pembelajaran dalam sebuah kelompok akan sesuai dengan yang diharapkan atau tidaknya bergantung pada salah satu faktor yaitu, interaksi, Fungsi dalam pembelajaran Aksara Sunda tersebut akan efektif jika setiap anggota dapat menyampaikan wawasan yang berguna bagi anggota lainnya. Bila guru selaku komunikator tidak mampu memberikan deskripsi yang baik pada anggotanya maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Dalam hal ini peneliti lebih memfokuskan penelitian pada proses komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar dalam konteks komunikasi kelompok.

Interaksi tatap muka merupakan faktor penting pada proses komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar di Komunitas Aksara Sunda Kuna (Aksakun) . Interaksi tatap muka disini yaitu bagaimana cara guru mampu menyampaikan pembelajaran Aksara Sunda kepada Anggota Aksakun, sehingga anggota-anggota dapat memahami pesan yang disampaikan, dimana dalam menyampaikan pesan tersebut guru harus dapat mengatur posisinya didalam ruangan kelas agar dapat melihat ekspresi dari wajah seluruh anggota. Selain itu, sikap seperti apa yang harus dimiliki oleh Anggota Aksakun agar mampu melihat dan mendengarkan pesan yang disampaikan oleh guru baik secara verbal maupun non verbal. Dengan adanya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar maka pesan yang disampaikan oleh


(69)

guru melalui proses komunikasi berjalan secara lancar, dan pesan yang disampaikan dapat efektif pada komunikannya.

Tahap Proses Komunikasi pertama, yaitu Komunikasi primer. Komunikasi primer yang paling sering digunakan dalam sebuah kelompok yaitu bahasa yang digunakan. Komunitas Aksara Sunda Kuna (Aksakun) mempunyai anggota yang bersifat heterogen dari hal latar belakang pendidikan, profesi, gender, suku dan latar belakang kebangsaan. Tentunya pesan verbal (bahasa) yang digunakan oleh guru maupun anggotanya dalam melakukan interaksi harus dapat dimengerti atau mudah dipahami oleh individu lain, sehingga komunikasi dalam pembelajaran aksara tradisi dapat berjalan secara efektif. Selain itu, pesan nonverbal membantu berjalannya proses komunikasi, terutama bila guru memberikan isyarat, gesture yang memudahkan anggota Komunitas Aksakun untuk memahami pesan yang disampaikan oleh guru.

Tahap Proses Komunikasi kedua, yaitu komunikasi sekunder. Dimana komunikasi dapat dilakukan melalui media tertentu agar memudahkan interaksi yang terjadi didalam sebuah kelompok. Dengan adanya latar belakang anggota yang berbeda, diharapkan Komunitas Aksakun menggunakan media tertentu agar memudahkan proses komunikasi didalam kelas, serta memberikan suatu pembelajaran yang efektif untuk menumbuhkan kreatifitas anggotanya.

Dari subfokus diatas dapat diadaptasikan oleh penulis ke gambar untuk lebih jelas mengenai proses komunikasi yang dilakukan antara guru


(70)

dan anggota Komunitas Aksara Sunda Kuna (Aksakun), dimana dalam proses komunikasi komunitas / kelompok ini saling berkaitan satu sama lain, seperti gambar di bawah ini :

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Sumber : Analisa Peneliti, 2012

KOMUNITAS AKSAKUN

PROSES KOMUNIKASI

INTERAKSI PESAN

VERBAL

PESAN NON


(1)

pengecekan dengan wawancara observasi atau teknik lainnya dalam waktu atau situasi yang berbeda.

3. Membercheck : Proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Sehingga informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan (Sugiyono, 2010: 122-129).

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.6.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, secara umum peneliti melakukan penelitian di tempat pembelajaran Aksakun yang berlokasi di Gedung Indonesia Menggugat Jl.Perintis Kemerdekaan No. 5, Bandung 40111, serta karena tempat pembelajaran yang dinamis, peneliti melakukan wawancara dan observasi dibeberapa tempat, sesuai dengan aktifitas dan keinginan informan penelitian, yakni di beberapa tempat selain Gedung Indonesia Menggugat, yaitu di Gedung Museum Asia Afrika, dan di Gedung Balai bahasa Unpad yang berada di jalan Dago.


(2)

3.2.6.2 Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan terhitung mulai bulan Februari sampai Desember 2012.


(3)

153 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka peneliti dapat mengemukakan beberapa kesimpulan dari uraian yang telah dideskripsikan dari bab sebelumnya :

5.1.1 Interaksi

Interaksi terjadi dalam proses komunikasi pembelajaran Aksara Sunda dapat diklasifikasikan berdasarkan dua bentuk interaksi, yaitu melalui diskusi dan metode yang digunakan. Diskusi terbagi lagi menjadi dua yaitu diskusi filosofi dan diskusi pelatihan dan kemampuan menulis. Sedangkan metode yang diterapkan terbagi menjadi tiga, yaitu metode

Discovery Learning, Self Direct Learning dan Cooperative Learning.

Metode Cooperative Learning merupakan metode yang sering

digunakandalam pembelajaran Aksara Sunda. Metode yang digunakan memberikan kemudahan kepada anggota dalam pembelajaran Aksara Sunda.

5.1.2 Pesan Verbal

Pesan verbal merupakan prioritas utama dalam pembelajaran Aksara Sunda. Pesan verbal atau bahasa yang digunakan dalam pembelajaran Aksara Sunda secara dominan yaitu Bahasa Indonesia, kan tetapi disisipkan juga bahasa Sunda. Penggunaan bahasa tersebut merupakan


(4)

sebuah cara yang digunakan sebagai penyalur pesan agar mudah dipahami oleh anggota yang berasal dari latar belakang serta suku yang berbeda (heterogen).

5.1.3 Pesan Non Verbal

Dalam pembelajaran Aksara Sunda di Komunitas Aksakun, pesan non verbal tidak terlalu diperhatikan. Namun, setidaknya ada beberapa pesan non verbal yang terjadi didalam pembelajaran, yaitu gesture guru ketika mengajar yang memperlihatkan gerakan tangan sebagai penegas bahasa verbal. Lalu ekspresi wajah tersenyum, bingung dan tegas ditampilkan oleh guru maupun anggota Komunitas Aksakun, yang mempunyai efek positif bagi pembelajaran. Intonasi suara (nada) disesuaikan dengan kondisi kelas atau tempat belajar dan disesuaikan sebagai penegas dari materi yang disampaikan. Gambar juga menjadi pesan verbal yang digunakan untuk menjelaskan lebih detail mengenai deskripsi materi yang disampaikan guru. Hambatan dalam pesan nonverbal, yakni bahwa tidak semua anggota dapat menggunakan penyampaian pesan secara nonverbal sebagai penegas dari pesan verbal.

5.1.4 Media

Media yang digunakan dalam pembelajaran Aksara Sunda terbagi menjadi tiga bagian yaitu, media visual, media cetak dan media online. Media visual seperti papan tulis, bulletin board, proyektor, foto, dan film. Media cetak seperti modul materi, gambar cetak, dan kertas.


(5)

Media online dilakukan melalui jejaring sosial seperti facebook dan twitter. Hambatan dalam penggunaan media, yaitu saat pembelajaran dilaksanakan diluar kelas. Namun secara umum media yang digunakan dianggap efektif untuk menunjang pembelajaran Aksara Sunda.

5.2 Saran

Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti harus mampu memberikan sesuatu yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, atau komunitas yang berkaitan dengan penelitian ini. Ada pun saran-saran yang peneliti berikan setelah melakukan penelitian ini adalah:

5.2.1 Saran Untuk Masyarakat

Bagi masyarakat agar menyikapi Kegiatan pembelajaran Aksara Tradisi Sunda ini secara positif dan mendukung dengan mempelajari Aksara Tradisi sebaga jati diri bangsa serta menolak segala percobaan penghapusan sejarah bangsa, salah satunya yaitu Aksara Sunda.

5.2.2 Saran Untuk Komunitas Aksakun

Bagi Komunitas Aksara Sunda Kuna (AKSAKUN), diharapkan mempergunakan metode pembelajaran secara teratur dan sistematis, yang kedepannya menjadi agenda rutinan. Lalu memperbanyak intensitas pembelajaran diluar kelas dengan membuat karya yang bisa bermanfaat bagi Masyarakat maupun Anggota Aksakun itu sendiri.

5.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya apabila ingin melakukan kegiatan penelitian dalam bidang komunikasi sebelumnya harus memiliki gambaran


(6)

tentang apa yang ingin diteliti. Selain itu, peneliti yang akan melakukan penelitian diharapkan memiliki referensi buku untuk melakukan penelitian, memahami metode penelitian dan mempersiapkan permasalahan sejak dini.