Sosialisasi Uji Penerapan HAPPY KURNIA
24. INFO 9 | Edisi 35 | 2017
Rendahnya produksi dan produkivitas gula nasional saat ini menyebabkan idak pernah terwujudnya usaha swasembada
gula. Pelaksanaan budidaya tanaman tebu yang kurang opimal dan terus menerus hingga saat ini menjadi salah satu penyebab
menurunnya produkivitas. Dari permasalahan tersebut ditun- tut untuk melakukan perubahan dalam melakukan budidaya
tebu untuk mendukung swasembada gula. Dengan semakin rendahnya produksi, produkivitas serta luas
areal milik petani, berdampak pada pengelolaan kebun menjadi berkurang, dimana sebagian besar merupakan tanaman Ratoon
yang terus menerus. Ketergantungan ini yang berdampak lang- sung terhadap kerugian yang oleh PTPN IX Divisi Tanaman Se-
musim dalam kurun waktu 10 tahun ini. Perlu adanya perencanaan yang matang dan berkesinambun-
gan untuk mewujudkan kebangkitan perusahaan serta mening- katkan produksi dan produkivitas yang berorientasi pada laba
perusahaan.
Dari data tersebut diatas dapat diketahui bahwa selama kurun waktu tahun 2010 – 2015, tebu yang digiling di PT. Perkebunan
Nusantara IX berkisar antara 1.130.552 – 2.312.966 Ha dengan total tebu teringgi sebesar 2.312.966 Ton dan produkivitas
67,7 TonHa. Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa rencana luas areal perkebunan tebu PT. Perkebunan Nusan-
tara IX DTS pada tahun 2019 sebesar 40.417 Ha dengan total tebu digiling 2.975.574 Ton, produkivitas tebu 73,7 Tonha dan
rendemen sebesar 8,50. Beberapa aspek on farm yang harus diperhaikan dalam budi-
daya tebu 7 Gatra Pengelolaan Kebun adalah : 1. Masa Tanam Opimal, yaitu pada bulan Mei, Juni, atau Juli
2. Persiapan Lahan 3. Pengelolaan Lahan Manual Traktor, dapat menggunakan
beberapa pola yaitu Pola Reynoso, Pola Mekanisasi maupun Pola Kombinasi
4.Bibit Macam dan Varietas, kesesuaian varietasjenis tebu terhadap ipologi wilayah harus diperhaikan untuk menda-
patkan produksi dan produkivitas tebu yang lebih baik. 5. Pengairan Pemupukan, drainase yang baik serta pemupu
kan 5 tepat tepat dosis, tepat cara, tepat waktu, tepat tem- pat, dan tepat eisien
6. Pemeliharaan, beberapa hal yang perlu di perhai kan dalam pemeliharaan tebu adalah :
a.Pengendalian hama ikus pengerek b.Pengendalian gulma rumput
c.Pengendalian penyakit d.Bumbun I, II, III
e.Pendalaman got setelah bumbun III pada saat Tabel Kesesuaian Varietas terhadap Tipologi Wilayah
turun hujan lebat banjir f.Kletek minimal 2x kletek I = 8-10 ruas, kletek II
= 14 -16 ruas g.Ikat tebu roboh
7. Tebang Angkut, penebangan tebu haruslah bersih yaitu bersih dari kotoran seperi :
a.Daun tebu kering b.Pucuk tanaman tebu
c.Tebu tunas d.Tanah dan lainnya idak boleh lebih besar dari 5
e.Tebu terbakar
Upaya atau strategi operasional Tahun 2017 a.Perluasan areal tanaman tebu
1.Pengembangan areal TS melalui sewa lahan dan konversi lahan tanaman karet
2.Mengembangkan areal tebu di wilayah pengemba- ngan Jawa Barat, Purbalingga, Rembang, Blora, Sema-
rang, Wonogiri, Boyolali dan Sukoharjo 3.Kerjasama dengan Perum Perhutani untuk pemanfatan la-
han Wilayah Tegal, Pemalang, Banyumas, Blora, Cepu dan Surakarta
4.Pengembangan areal kerjasama dengan investor 5.Mendorong petani untuk menanam tebu tunas I PC
6.Menjalin komunikasi dan koordinasi yang intensif serta pelayanan yang tebaik kepada PTR
7.Mapping areal secara digital dan terintegrasi untuk semua kebun
b.Pembangunan Bibit 1.Penyediaan Bibit Berkualitas, tepat jumlah dan waktu mela
lui penjenjangan kebun bibit yang benar 2.Kebun bibit hamparan untuk lahan perhutani.
c. Peningkatan produkivitas tebu 1.Program full mekanisasi lahan konversi tanaman ka
ret 2.Gerakan kepras dan putus akar menggunakan traktor
3.Pemberian bahan organik 4.Penyediaan pupuk tepat waktu
5.Penyediaan bibit berjenjang sesuai pola tanam awal, tengah, lambat
6.Mengakikan program bongkar ratoon dan rawat ra toon
7.Membentuk kelompok tani hamparan KTH dan Kelompok Kerja Tebang Angkut KKTA
8.Kredit terjamin tepat waktu KUR
25. INFO 9 | Edisi 35 | 2017
ARTIKEL
tentang kepuasan konsumen sulit untuk menciptakan pembentukan loyalitas kon-
sumen. Pemahaman tentang kepuasan berbeda untuk masing-masing perusa-
haan. Program total quality difokuskan pada pemahaman harapan konsumen
dan pengembangan program untuk mewujudkannya.
Sehingga dalam hal ini, diperlukan suatu sistem manajemen mutu yang merupa-
kan suatu metode untuk meningkatkan kemampuan dan moivasi tenaga kerja
sehingga akan mengubah mental agar memiliki kesadaran untuk mengetahui
peningnya mutu produk atau jasa dan mampu memecahkan masalah secara
terpadu. Hermawan Kartajaya 2000:218 me-
nyatakan bahwa manajemen mutu yang dikembangkan dalam Malcolm Bald-
rige diarahkan untuk mencapai tujuan total quality. Dalam rangka mewujud-
kan standar quality excellence tersebut, diperlukan adanya kesesuaian dengan se-
mua sektor produk dan jasa pada semua skala organisasi dan penyederhanaan
dalam penggunaan, serta kemampuan untuk menghubungkan sistem manaje-
men mutu pada semua proses di organ- isasi. Selain itu juga, orientasi yang lebih
besar terhadap coninuous improvement dan
customer saisfacion kepuasan pe- langgan serta kompabilitas dengan sis-
tem manajemen yang lain. Menurut peneliian yang pernah dilaku-
kan oleh The Naional Insitute of Stan- dard and Technology NIST di Amerika
Serikat pada tahun 1990 ditemukan fakta bahwa perolehan Malcolm Baldrige
telah memicu terjadinya beberapa doku- mentasi, peningkatan proses, hubungan
kerja yang lebih baik, fokus terhadap konsumen, mengurangi scrap product,
peningkatan produkivitas, peningkatan kepuasan pelanggan dan peningkatan
penjualan serta peningkatan pangsa pasar.
Kementerian BUMN menangkap peluang ini dan menciptakan serta menetapkan
KPKU yang mengadop bisnis ekselen dari Malcolm Baldrige, guna diimplementa-
sikan pada semua BUMN di Indonesia sampai sekarang ini.
Sekian semoga bermanfaat dan salam ekselen.
Dalam menganisipasi perkembangan ekonomi dalam persaingan, dimana per-
saingan kini telah bergeser dari produk atau jasa yang murah dengan mutu yang
rendah akan diinggalkan konsumen. Produk yang bisa menerobos pangsa
pasar adalah produk atau jasa yang mem- punyai mutu fungsi dengan harga yang
opimal sehingga output yang dihasilkan akan mempunyai keunggulan komparaif
dengan para pesaing dan akan memuas- kan konsumen. Akan tetapi pada ke-
nyataannya idak mudah untuk mencapai keunggulan komparaif ini apabila idak
didukung oleh tenaga kerja yang memiliki kemauan untuk bekerja dan didukung ke-
mampuan dalam bekerjanya. Pembaca Info9, sampai saat ini tenaga
kerjalah yang lazim dijadikan faktor pe ngukur produkivitas itu. Hal ini disebab-
kan, pertama, besarnya biaya yang dikor- bankan untuk tenaga kerja bagian dari
biaya yang terbesar untuk pengadaan produk atau jasa. Kedua, masukan pada
sumber daya manusia lebih mudah dihi- tung daripada masukan
Untuk itu, standar kualitas harus dikem- bangkan guna memberi ari bagi pe
ngukuran kualitas dan produkivitasnya. Sehingga banyak perusahaan yang me-
nerapkan program total quality, namun ternyata idak seluruhnya berhasil, dalam
ari idak dapat meningkatkan keuntu ngan perusahaan.
Permasalahan utamanya bukan terletak pada keidakefekifan program, namun
lebih terbentur pada pengaplikasian prinsip-prinsip total quality yang kurang
tepat. Pendekatan total quality merupa- kan suatu sistem yang terstruktur, satu
set peralatan, tehnik dan ilosoi yang didesain untuk menciptakan budaya or-
ganisasi yang terfokus pada konsumen, parisipasi karyawan dan perbaikan se-
cara terus menerus untuk mempertemu- kan dan memenuhi harapan konsumen.
Perbaikan kualitas untuk meningkatkan keuntungan dilakukan dengan mengu-
rangi cost dan meningkatkan pendapa- tan, sehingga biaya-biaya yang idak per-
lu harus diminimalisasi. Pada saat yang sama produk atau jasa dengan kualitas
yang inggi akan meningkatkan loyalitas dan antusiasme konsumen. Kegagalan
program total quality dapat dikelompok- kan dalam iga aspek, yaitu:
Kegagalan Strategis
Aspek strategis yang memandang keingi- nan jangka panjang atau mencapai target
perusahaan yang dianjurkan. Realisasi visi perusahaan sangat dipengaruhi oleh
kemauan perusahaan dalam merubah paradigma lama menuju paradigma baru.
Visi perusahaan idak dapat disamakan dengan mimpi atau khayalan, namun
harus dapat dipraktekkan, direalisasi dan direleksikan untuk mencapai keunggu-
lan dimasa datang. Suatu visi akan mem- beri petunjuk kemana perusahaan akan
diarahkan dan rencana-rencana aksinya serta struktur organisasi dan sistem yang
dibutuhkan untuk mewujudkan aksi. Kurangnya memahami visi dan gagalnya
menerapkan kualitas sebagai bagian dari perencanaan strategik menyebabkan
tujuan dan berbagai prioritas kegiatan sering idak dipahami. Untuk mencapai
sukses total quality, perusahaan mem- butuhkan perubahan dalam cara pikir
dan menciptakan budaya coninuous im- provement.
Kegagalan Manajerial dan Organisasi
Sebagian besar program total quality ga- gal, idak disebabkan oleh aspek teknis,
namun lebih disebabkan oleh aspek manajerial. Kurangnya komitmen mana-
jemen puncak merupakan hal yang ber- pengaruh terhadap kegagalan program.
Manajemen kurang mengkomunikasikan ilosoi perusahaan kepada karyawan
melalui indakan dan metode yang me- nekankan bahwa semua karyawan dan
akivitas difokuskan pada perbaikan terus menerus
coninuous improvement.
Kegagalan Program
Program total quality dimaksudkan un- tuk mencapai kepuasan konsumen mela-
lui perbaikan terus menerus coninuous improvement. Kurangnya pemahaman
MANAJEMEN MUTU DALAM
BINGKAI MALCOLM
BALDRIGE