LATAR BELAKANG Analisis Faktor Ojek

1 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Jasa Ojek dan Becak Motor di Kawasan Pelabuhan Bandar Sri Laksamana Kota Bengkalis November 2011 Oleh : MUHAMMAD FADHLI, S.Sos., M.Si

1. LATAR BELAKANG

Masalah kependudukan yang tumbuh dan berkembang di kawasan perkotaan merupakan salah satu persoalan yang paling problematis dewasa ini. Pemerintah di wilayah perkotaan, apalagi kota yang sedang pesat berkembang seperti Bengkalis, harus berhadapan dengan berbagai macam persoalan yang terus bertambah kompleks dan menumpuk, baik kemampuan sumber daya manusia, daya serap terhadap lowongan pekerjaan dan daya tampung kota yang dimilikinya relatif terbatas. Meningkatnya angka penggangguran, semakin eksesifnya kriminalitas, tidak memadainya sarana pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, transportasi dan lain sebagainya adalah beberapa potret kusam yang merefleksikan ketidakramahan kawasan perkotaan. Kota juga menjadi area perebutan “kue ekonomi” ketika batasan-batasaan etika, moral, dan hukum menjadi semakin kabur. Salah satu permasalahan penting yang terdapat di kawasan perkotaan adalah tumbuh dan berkembangnya sektor informal. Ini merupakan sektor alternatif yang antara lain ditandai oleh 1 mudah untuk dimasuki ataupun untuk keluar, 2 ketergantungan pada sumber daya asli atau endogenous resources, 3 kepemilikan dan pengelolaan bersifat kekeluargaan, 4 usahanya berskala kecil dengan tingkat mobilitas yang sangat tinggi, 5 labor-intensive dengan teknologi tradisional, 6 tidak membutuhkan keahlian tertentu sebagaimana pada sektor formal, dan 7 pasarnya bersifat kompetitif, tetapi tidak disertai regulasi yang jelas Gilbert Gugler, 1984:73 1 . Lebih lanjut, Gugler 1984:83 2 juga mencatat bahwa sektor informal bersifat sangat heterogen, sulit ditarik garis pembeda yang jelas dengan sektor formal, bahkan terdapat kesatuan rangkaian antara usaha berskala kecil dengan yang berskala besar, illegal dan legal, serta yang produktif dengan yang kurang produktif. Aktivitas yang mereka jalankan sangat beragam, mulai dari penjaja makanan, jasa ojek, sampai pada para penjual barang-barang elektronik bajakan. Mereka tidak memiliki cukup modal 2 untuk meningkatkan skala usahanya sehingga bahkan tidak cukup untuk sekedar menghidupi keluarganya. Orientasinya bukan pada pemupukan modal, tetapi lebih pada upaya memperoleh pendapatan cash yang langsung dapat dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga Rakodi, 1993:211 3 . Dengan karakter ini, sektor informal dapat menjadi sarana menuju sektor formal, tetapi dapat menjadi tujuan itu sendiri. Atau ada juga yang melihatnya sebagai proses yang tidak terakomodasi dalam kerangka institusional dan legal suatu masyarakat sebagaimana aktivitas formal lainnya Portes, et.al., 1989:12 4 . Terlepas dari karakterisasi semacam itu, sektor informal telah menjadi permasalahan sendiri. Namun, tidak sedikit kalangan yang melihat bahwa sektor informal juga solusi; jadi tidak sekedar masalah. Perbedaan cara pandang semacam ini sangat menentukan kebijakan apa yang akan diambil pemerintah. Fenemona perbedaan cara pandang tersebut terlihat pada apakah sektor informal dapat menjadi jawaban alternatif terhadap masalah pengangguran dan kemiskinan di kota, sehingga harus dikembangkan ataukah cenderung melihat sektor informal sebagai sektor yang tidak mungkin berkembang. Kehadiran mereka hanya menjadi sasaran empuk eksploitasi sektor formal. Dengan demikian, mengembangkan sektor informal merupakan upaya yang sia-sia. Cara pandang kedua inilah yang nampaknya dominan di tanah air sehingga setiap ada masalah, sektor inilah yang selalu menjadi korban atau minimal kambing hitamnya. Tidak terkecuali dalam upaya penataan kota, seperti bidang transportasi. Untuk konteks Indonesia, kedua pandangan tersebut seolah menyatu. Tidak sedikit kalangan yang menunjukkan antipatinya terhadap kehadiran sektor informal, tetapi lebih banyak lagi yang menaruh empati dan simpati terhadap keberadaan kelompok tersebut. Dengan kata lain, sektor informal merupakan ‘a necessary evil’ yang menawarkan solusi sekaligus mendatangkan masalah. Guna memperjelas topik di atas, penelitian singkat ini akan secara khusus melihat faktor yang mempengaruhi motivasi keberadaan jasa ojek dan becak motor di kawasan kota Bengkalis khususnya di Pelabuhan Bandar Sri Laksamana. Sektor usaha tersebut merupakan salah satu varian sektor informal yang juga tidak terlepas dari beberapa sinyalemen teoritis sebelumnya. Artinya, kehadiran jasa ojek dan becak motor dapat menjadi solusi bagi keperluan transportasi, tetapi dapat juga menjadi 3 masalah itu sendiri. Persaingan jasa ojek dan becak motor juga dapat terlihat di kawasan ini yaitu dengan bajai dan becak tradisional. Penduduk yang memiliki mobilitas tinggi, tetapi mengalami hambatan dalam hal transportasi, yaitu mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi atau terbatas aksesnya terhadap transportasi publik, sehingga kehadiran jasa ojek dan becak motor sangat membantu. Demikian halnya, sektor tersebut dapat menjadi alternatif bagi penciptaan lapangan kerja serta pengurangan angka penggangguran. Nilai-nilai positif di atas juga disertai oleh berbagai gejala yang memperburuk pencitraan jasa ojek dan becak motor. Media massa sering memberitakan tindak kekerasan atau pemerasan yang dilakukan tukang ojek dan becak motor terhadap penumpangnya. Demikian halnya, pada saat-saat dan di kawasan tertentu, operasi ojek dan becak motor sering menimbulkan kemacetan lalu lintas karena parkir yang tidak beraturan di bahu kiri kanan jalan. Beberapa jasa ojek dan becak motor yang tergabung dalam suatu pangkalan, bahkan bersepakat untuk menegakkan aturan sendiri, baik yang berkaitan dengan tarif jasa, zona operasi, maupun mekanisme pengaturan internal. Berdasarkan pertimbangan pemikiran di atas, kajian ini akan melihat berbagai hal yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi keberadaaan jasa ojek dan becak motor, khususnya dalam hal persepsi dan perilaku jasa ojek becak motor. Kajian semacam ini semakin penting sejalan dengan berbagai langkah pemerintah untuk menertibkan ojek yang lebih sering mengalami kegagalan karena kekeliruan dalam menggunakan pendekatan. Salah satu bentuk aktivitas sektor informal di kawasan perkotaan adalah keberadaan jasa ojek dan becak motor yang dapat dijumpai hampir di semua lorong kawasan permukiman, terutama di daerah pinggiran kota. Umumnya jasa usaha ini ditekuni oleh mereka yang tidak memiliki modal usaha yang cukup, bahkan sama sekali tidak memiliki modal usaha, kecuali tenaga, dan dengan tingkat keterampilan yang pas-pasan. Mereka bekerja hampir sepanjang hari dan beberapa di antaranya menggunakan sistem rotasi atau pergantian. Artinya, satu ojek sepeda motor dan becak motor bisa digunakan oleh beberapa orang pada waktu yang telah disepakati bersama. Ada juga yang menggunakan sistem persewaan, sehingga ada setoran dalam 4 jumlah tertentu dan pada waktu tertentu pula biasanya harian yang harus diberikan kepada pemilik ojek maupun becak motor. Dengan karakter tersebut, penghasilan riil yang diterima oleh tukang ojek dan pemilik becak motor juga pas-pasan atau dapat dikatakan relatif rendah. Jumlahnya pun tidak pasti. Hal ini dapat digunakan sebagai penjelas mengapa sektor usaha tersebut memiliki tingkat persaingan yang tinggi, walaupun agak terselubung, yang tidak jarang berakhir dengan tindakan kekerasan, seperti perkelahian atau pembunuhan, baik antarjasa ojek maupun antarjasa becak motor dengan pengguna konsumen atau pelanggan. Tingkat kompetisi tersebut makin terasa untuk kawasan operasi yang tidak memiliki aturan atau kesepakatan bersama tentang pengelolaannya. Dampak negatifnya juga dirasakan oleh pengguna, misalnya kurang terjaminnya kenyamanan dan keselamatan karena perilaku kebut-kebutan guna mengejar setoran ataupun terjadi penipuan terhadap pengguna yang tidak pernah ke Bengkalis, misalnya ada penumpang tujuan ke Kelapapati diputar-putar ke Desa Sungai Alam diminta biaya yang besar. Untuk menghindari kondisi tersebut, beberapa pangkalan menegakkan aturan main sendiri. Misalnya, sistem antrian dan penentuan tarif. Aturan tersebut bersifat mengikat ke dalam maupun ke luar. Artinya, baik tukang ojek yang menjadi anggota maupun tukang ojek dan becak motor dari pangkalan lain, serta pengguna harus mentaati aturan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dalam kajian ini adalah 1 bagaimanakah faktor-faktor yang memengaruhi motivasi jasa ojek dan becak motor di kawasan Pelabuhan Bandar Sri Laksamana Kota Bengkalis?; dan bagaimanakah signifikansi faktor pendapatan, motivasi, dan keterampilan terhadap motivasi jasa ojek becak motor di kawasan Pelabuhan Bandar Sri Laksamana Kota Bengkalis?

2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI