Pengaruh psychological capital dan kepuasan kerja terhadap psychological well-being pada petugas pemadam kebakaran

PENGARUH PSYCHOLOGICAL CAPITAL DAN KEPUASAN KERJA
TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA PETUGAS
PEMADAM KEBAKARAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar
Sarjana Psikologi

Disusun oleh
Raina Fatia Karima
1110070000006

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015

MOTTO :

Success is not the key to happiness. Happiness is the key to success. If
you love what you are doing, you will be successful.
― B ob Dylan

Kemenangan yang seindah – indahnya dan sesukar – sukarnya yang
boleh direbut oleh manusia ialah menundukan diri sendiri.
― Ibu Kartini
Happiness always looks small while you hold it in your hands, but let it go,
and you learn at once how big and precious it is.

― Maxim Gorky

v

Persembahan:
Kupersembahkan karya ini untuk kedua orang tuaku, mamah, bapak,
kakakku dan sahabatku, yang selalu mencurahkan doa serta
dukungannya kepadaku. Terimakasih untuk semuanya.

vi

ABSTRAK
A)
B)

C)
D)

Fakultas Psikologi
Desember 2014
Raina Fatia Karima
Pengaruh Psychological Capital dan Kepuasan Kerja terhadap Psychological
Well-Being pada Petugas Pemadam Kebakaran
E) xvi + 130 Halaman
F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari setiap variabel yang
dianalisis (independent variable) terhadap psychological well-being
(dependent variable) pada petugas pemadam kebakaran. Independent
variabel yang diteliti dalam penelitian ini antara lain psychological capital
(self-efficacy, hope, resiliency, optimism) dan kepuasan kerja (pay,
promotion, supervision, fringe benefit, contingen reward, operating
condition, coworker, communication) serta variabel mana yang paling
mempengruhi psychological well-being.
Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
analisis regresi berganda, serta pengujian validitas konstruk menggunakan
teknik Analisa Faktor Konfirmatori (CFA). Sampel berjumlah 200 petugas

pemadam kebakaran. Sampel penelitian di tentukan dengan menggunakan
teknik non probability sampling. Instrument pengumpulan data menggunakan
Ryff Scale of Psychological Well-being (RSPWB), Psychological Capital
Questionnaire (PCQ-24) yang dikembangkan oleh Luthans, Avolio, et al.,
2007dan Satisfaction Scales (JSS).
G) Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan
dari psychological capital dan kepuasan kerja terhadap psychological wellbeing pada petugas pemadam kebakaran. Hasil uji hipotesis minor yang
menguji self-efficacy, hope, resiliency, optimism,
pay, promotion,
supervision, fringe benefit, contingen reward, operating condition, coworker
dan communication, hanya optimisme saja yang memiliki pengaruh terhadap
psychological well-being, sedangkan sisanya tidak berpengaruh terhadap
psychological well-being.
H) Bahan bacaan: 36; buku: 2 + jurnal: 26 + tesis: 2 + artikel: 6

vii

ABSTRACT
I)
J)

K)
L)

Faculty of Psychology
Desember 2014
Raina Fatia Karima
The influence of psychological capital and job satisfaction on Psychological
well-being in fire fighter
M) xvi + 130 Pages
N) This study was done to see the extent of the influence of each variable were
analyzed (independeny variable) on psychological well-being (dependent
variable) in fire fighter. Independent variables examined in this study include
psychological capital (self-efficacy, hope, resiliency, optimism) and job
satisfaction (pay, promotion, supervision, fringe benefit, contingen reward,
operating condition, coworker, communication), which variable most affect
psychological well-being.
The approach used in this study is a quantitative method, analysis with
multiple regression (SPSS 17.0), and testing construct validity using
Confirmatory Factor Analysis (CFA). Sample are 200 fire fighte. The
technique sampling is determined by using the non-probability sampling

technique. Data collection instrument using a Likert scale, Ryff Scale of
Psychological Well-being (RSPWB), Satisfaction Scales (JSS), and
Psychological Capital Questionnaire (PCQ-24), scale was developed by
Luthans, Avolio, et al., 2007.
Based on the results, that there are significant effect of job satisfaction and
psychological capital on psychological well-being of fire fighter. The results
of the minor hypothesis test that self-efficacy, hope, resiliency, optimism,
pay, promotion, supervision, fringe benefit, contingen reward, operating
condition, coworker and communication, only optimism which has an
influence on psychological well-being, while the rest had no effect on
psychological well-being.
O) The literature: 36; book: 2 + journal: 26 + thesis: 2 + article: 6

viii

KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Syukur Allhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, hidayah, dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Psychological Capital dan

Kepuasan Kerja terhadap Psychological Well-Being pada Petugas Pemadam
Kebakaran”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, pemimpin dan tauladan kaum yang beriman, kepada keluarga,
sahabat, dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Selama pengerjaan skripsi ini peneliti dihadapkan dengan beragam cobaan,
kesulitan, rintangan dan penuh perjuangan serta kesabaran yang telah memberikan
pelajaran hidup yang berarti bagi peneliti.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh wakil dekanat dan jajaran dekanat
lainnya yang telah memfasilitasi pendidikan mahasiswa dalam rangka
menciptakan lulusan berkualitas.

ix

2. Ibu Neneng Tati Sumiyati, M.Si, Psi pembimbing akademik yang telah

memberikan dukungan penuh dan do’a kepada seluruh mahasiswa.
3. Bapak Drs. Akhmad Baidun, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi
dengan penuh kesabaran dan kesungguhan telah memberikan banyak saran
dan kritik kepada peneliti selama masa penyusunan skripsi ini. Terima
kasih atas waktu yang berharga dan tenaganya untuk membimbing dan
memberikan masukan kepada peneliti.
4. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan limpahan ilmu yang tidak ternilai dan
banyak membantu peneliti.
5. Kepada kedua orang tua dan saudara-saudaraku, saya mengucapkan
banyak terima kasih atas doa pada setiap sujudnya, mamah dan bapak
yang tak pernah putus memberikan semangat, selalu penuh rasa cinta,
kasih dan sayang, dan dukungan baik moril maupun materil. Teteh yang
selalu siap membantuku saat kesulitan serta bersedia mendengarkan keluh
kesah peneliti saat proses penyusunan skripsi ini
6. Sahabat-sahabat saya emmeku Dina, Okta, Ditta, Hanna, Ira, dan Rias
khusunya Ira dan Rias yang selalu mendukung peneliti, selalu siap
mendengarkan keluh kesah peneliti, tselalu dapat membuat peneliti
memiliki energi yang lebih untuk dapat menyelesaikan penelitian ini.
7. Terima kasih kepada petugas pemadam kebakaran yang telah mau

menajadi responden dalam penelitian ini dan terimakasih pada Dinas

x

Peamadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana yang sudah
mengijinkan saya untuk melakukan penelitian.
8. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat Peneliti sebutkan satu per satu,
terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan
untuk membantu Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap semoga amal baik serta jasa mereka senantiasa di terima
Allah SWT. Selain itu mengingat kekeurangan dan keterbatasan Peneliti, maka
segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan Peneliti
sebagai bahan penyempurnaan. Serta semoga pembaca dapat memanfaatkan karya
sederhana ini. Amin.

Jakarta, Desember 2014

Raina Fatia Karima

xi


DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Persetujuan ........................................................................................ ii
Halaman Pengesahan ......................................................................................... iii
Halaman Pernyataan ......................................................................................... iv
Motto ................................................................................................................... v
Persembahan ...................................................................................................... vi
Abstrak ................................................................................................................ vii
Kata Pengantar .................................................................................................. ix
Daftar Isi ............................................................................................................. xii
Daftar Tabel ........................................................................................................ xv
Daftar Gambar ................................................................................................... xvi
Daftar Lampiran ................................................................................................ xvii

BAB I

PENDAHULUAN
1.1
1.2


Latar Belakang ...........................................................................
Pembatasan dan Perumusan Masalah .........................................
1.2.1 Pembatasan Masalah ..........................................................
1.2.2 Rumusan Masalah ..............................................................
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................
1.3.1 Tujuan Penelitian ............................................................
1.3.2 Manfaat Teoritis .............................................................
1.3.2 Manfaat Praktis ..............................................................
1.4 Sistematika Penulisan ................................................................
BAB II

1
8
8
9
11

11
11

11
12

LANDASAN TEORI
2.1

Psychological Well-Being ..........................................................
2.1.1 Definisi Psychological Well-Being .................................
2.1.2 Dimensi Psychological Well-Being .................................
2.1.3 Faktor-faktor Psychological Well-Being ...................... ..
2.1.3.1 Faktor Demografis .....................................................
2.1.3.2 Kepuasan Kerja ..........................................................
2.1.3.3 Dukungan Sosial ..........................................................

xii

14
14
15
20
20
22
23

2.2

2.3

2.4
2.5

2.1.4 Pengukuran Psychological Well-Being ...................... ...
Psychological Capital .................................................................
2.2.1 Definisi Psychological Capital........................................
2.2.2 Dimensi Psychological Capital.......................................
2.2.3 Pengukuran Psychological Capital....... ..........................
Kepuasan Kerja ..........................................................................
2.3.1 Definisi Kepuasan Kerja ................................................
2.3.2 Aspek Kepuasan Kerja ....................................................
2.3.3 Teori Kepuasan Kerja......................................................
2.3.3.1 Teori Proses Bertentangan ...........................................
2.3.3.2 Teori Ketidaksesuaian ..................................................
2.3.3.3 Model dari Kepuasan Bidang .......................................
2.3.3.4 Teori Dua Faktor dari Herzberg ...................................
2.3.4 Pengukuran Kepuasan Kerja ...........................................
Kerangka Berpikir ......................................................................
Hipotesis Penelitian.....................................................................
2.5.1 Hipotesis Mayor ....... ......................................................
2.7.2 Hipotesis Minor ..............................................................

24
24
24
28
32
33
33
35
36
36
37
38
40
40
42
50
50
50

BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ..................
3.2 Variabel dan Definisi Operasional .............................................
3.2. 1 Variabel Penelitian ...............................................................
3.2. 2 Definisi Operasional Variabel .............................................
3.2.2.1 Psychological Well-Being...............................................
3.2.2.2 Psychological Capital.....................................................
3.2.2.3 Kepuasan Kerja...............................................................
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ....................................................
3.3.1 Alat Ukur Psychological Well-Being ..............................
3.3.2 Alat Ukur Psychological Capital ...................................
3.3.3 Alat Ukur Kepuasan Kerja .............................................
3.4 Pengujian Validitas Konstruk ....................................................
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Psychological Well-Being .........
3.4.1.1 Uji Validitas Dimensi Otonomi ..............................
3.4.1.2 Uji Validitas Dimensi environmental mastery ........
3.4.1.3 Uji Validitas Dimensi personal growth ..................
3.4.1.4 Uji Validitas Dimensi positive relations .................
3.4.1.5 Uji Validitas Dimensi purpose in life......................
3.4.1.6 Uji Validitas Dimensi self-acceptance ....................

xiii

52
52
52
53
53
54
54
55
56
57
58
60
62
62
63
63
64
65
66

3.5
3.6

3.4.2 Uji Validitas PWB dengan Model Second Order ..........
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Psychological Capital .............
3.4.4 Uji Validitas Konstruk Kepuasan Kerja .........................
Moetode Analisis Data ...............................................................
Prosedur Penelitian .....................................................................

66
67
72
82
84

BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1
4.2

BAB V

Deskripsi Hasil Penelitian ..........................................................
4.1.1 Ketegorisasi Skor Variabel Penelitian ............................
Uji Hipotesis Penelitian .............................................................
4.2.1 Pengujian Hipotesis Mayor ............................................
4.2.2 Pengujian Hipotesis Minor .............................................
4.2.3 Pengujian Proporsi Varians .............................................

86
88
90
90
92
95

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1
5.2
5.3

Kesimpulan ................................................................................
Diskusi .......................................................................................
Saran ...........................................................................................
5.3.1 Saran Metodologis ..........................................................
5.3.2 Saran Praktis ...................................................................

99
99
105
106
106

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 107
LAMPIRAN ........................................................................................................ 111

xiv

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1

Format Skoring Skala Likert ............................................................ 55

Tabel 3.2

Blueprint Skala Psychological Well-Being ...................................... 57

Tabel 3.3

Blueprint Skala Psychological Capital ........................................... 58

Tabel 3.4

Blueprint Skala Kepuasan Kerja ....................................................... 59

Tabel 4.1

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ............................................ 87

Tabel 4.2

Norma Skor Variabel ....................................................................... 88

Tabel 4.3

Kategorisasi Skor Variabel Penelitian …………………................. 89

Tabel 4.4

Model Summary …………………….............................................. 91

Tabel 4.5

Anova ………………..................................................................... 92

Tabel 4.6

Koefisien Regresi ……………………........................................... 92

Tabel 4.7

Proporsi Varians Independent Variabel .......................................... 96

xv

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ............................................................................ 49

xvi

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1

Kuesioner

Lampiran 2

Analisis Konfirmatorik PWB (otonomi)

Lampiran 3

Analisis Konfirmatorik PWB (environmentl mastery)

Lampiran 4

Analisis Konfirmatorik PWB (personal growth)

Lampiran 5

Analisis Konfirmatorik PWB (positive relations with others)

Lampiran 6

Analisis Konfirmatorik PWB (purpose in life)

Lampiran 7

Analisis Kon firmatorik Psychological Well-Being (self-acceptance)

Lampiran 8

Analisis Konfirmatori Psychological Well-Being (second order)

Lampiran 9

Analisis Konfirmatorik Psychological Capital (self-efficacy)

Lampiran 10 Analisis Konfirmatorik Psychological Capital (Hope)
Lampiran 11 Analisis Konfirmatorik Psychological Capital (Resiliency)
Lampiran 12 Analisis Konfirmatorik Psychological Capital (Optimisme)
Lampiran 13 Analisis Konfirmatorik Kepuasan Kerja (Pay)
Lampiran 14 Analisis Konfirmatorik Kepuasan Kerja (Promotion)
Lampiran 15 Analisis Konfirmatorik Kepuasan Kerja (Supervision)
Lampiran 16 Analisis Konfirmatorik Kepuasan Kerja (Fringe Benefit)
Lampiran 17 Analisis Konfirmatorik Kepuasan Kerja (Contingen Reward)
Lampiran 18 Analisis Konfirmatorik Kepuasan Kerja (Operating Condition)
Lampiran 19 Analisis Konfirmatorik Kepuasan Kerja (Coworker)
Lampiran 20 Analisis Konfirmatorik Kepuasan Kerja (Nature of Work)
Lampiran 21 Analisis Konfirmatorik Kepuasan Kerja (Cmmunication)
Lampiran 22 Proporsi Varians Masing-Masing IV

xvii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemadam kebakaran merupakan petugas atau karyawan yang dilatih dan bertugas
untuk memadamkan kebakaran dan penyelamatan. Petugas pemadam kebakaran
selain terlatih untuk menyelamatkan korban dari kebakaran, juga dilatih untuk
menyelamatkan korban kecelakaan lalu lintas, gedung runtuh, dan lain-lain
(Gadis, 2013). Pemadam kebakaran sangat penting peranannya di Indonesia
karena kondisi wilayah Indonesia yang sering mengalami bencana alam dan
kebakaran, baik di pemukiman, perkantoran maupun tempat lainnya. Kebakaran
di wilayah DKI Jakarta sepanjang tahun 2011 tercatat sekitar 963 kasus, tahun
2012 tercatat 1.008 kasus, tahun 2013 tercatat 486 kasus, dan sepanjang tahun
2014 (Januari sampai dengan April 2014) tercatat 280 kasus (Lenny, 2014).
Kebakaran yang terjadi di wilayah DKI Jakarta setiap tahun semakin
meningkat, sehingga dibutuhkan lebih banyak personel pemadam kebakaran.
Berdasarkan analisis jabatan oleh Dinas Kebakaran di DKI Jakarta pada akhir
tahun 2013, kebutuhan personel pemadam kebakaran untuk DKI mencapai 4.001
personel, dan saat ini terdapat 2.606 personel. Sedangkan jumlah personel
pemadam kebakaran di Jakarta masih sangat sedikit, sehingga beban kerja petugas
pemadam kebakaran lebih berat. Beban berlebih menyebabkan petugas pemadam
kebakaran sering mengalami kecelakaan di saat bertugas. Kepala Pemadam
Kebakaran

Sektor

VI,

Makasar,

Jakarta

Timur,

Bambang

Mujianto

mengungkapkan, beban berat yang harus ditanggung petugas pemadam kebakaran

1

2

bisa menjadi salah satu pemicu terjadinya kecelakaan kerja di kalangan pemadam
kebakaran. Peristiwa kecelakaaan petugas pemadam kebakaran saat melakukan
operasi pemadaman seringkali terjadi, seperti luka-luka bahkan meninggal dunia.
Berdasarkan data Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta (Januari 2012 sampai
dengan Desember 2012) terdapat 23 personel pemadam kebakaran yang
mengalami kecelakaan. Jumlah kecelakaan kerja yang paling banyak terjadi pada
September 2012, terdapat 7 petugas pemadam yang terluka saat bertugas oleh
karena itu pemadam kebakaran membutuhkan asuransi jiwa untuk menunjang
kesehatannya (Kompas, 2014).
Pemberian asuransi jiwa kepada petugas pemadam kebakaran menjadi hal
yang mendasar dan menjadi perhatian utama. Bambang Mujianto mengatakan
"Kalau sudah menyangkut korban manusia tidak boleh ditempatkan lebih rendah
dari prioritas lain. Jika kebakaran menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi, ada
korban jiwa dan kerugian material maka itu harus menjadi prioritas (Fauzan,
2009). Petugas pemadam kebakaran memanfaatkan askes (Asuransi Kesehatan)
untuk membayar perawatan, tetapi askes tidak dapat digunakan untuk menangani
luka bakar. Sehingga untuk membayar biaya perawatan, para personel kebakaran
menyisihkan uangnya untuk membantu personel lain yang terkena luka bakar.
Petugas pemadam kebakaran tidak jarang mendapatkan cemoohan dan
cacian warga apabila mobil pemadam kebakaran terlambat datang saat peristiwa
kebakaran terjadi. Petugas kebakaran mempertaruhkan nyawanya untuk
menerobos api, asap, dengan resiko terperangkap dan berbagai bahaya lainnya
dalam menyelesaikan pekerjaannya. Salah seorang petugas pemadam kebakaran

3

yang ditemui indosiar di kantor Pusat Suku Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta
Selatan, Jalan Baru Pasar Jumat, adalah Suroto (50 tahun) yang merupakan satu
dari 100 pasukan pemadam kebakaran yang telah bekerja lebih dari 27 tahun.
“Menurut Suroto, menjadi petugas pemadam kebakaran harus siap fisik dan
mental” (Suprihatin, 2014).
Berdasarkan hasil survey di Amerika oleh Dow Jones (1997) mengenai
jenis pekerjaan yang banyak menimbulkan stress. Pekerjaan sebagai petugas
pemadam kebakaran menduduki peringkat kedua sebagai pekerjaan yang
stressfull, karena tuntutan yang beresiko dan penuh dengan tantangan dalam
menjalankan tugasnya, pemadam kebakaran rentan terhadap stress yang cukup
tinggi. Pemadam kebakaran harus memadamkan api dengan cepat agar dapat
menolong korban, tempat atau barang yang terbakar. Selain itu pemadam
kebakaran harus memikirkan keselamatannya sendiri.
Menjadi seorang pemadam kebakaran harus siap fisik dan mental,
pekerjaan menjadi petugas pemadam kebakaran dan penyelamatan merupakan
pekerjaan yang sangat menantang dan beresiko tinggi. Menurut Leigh (dalam
Malek, 2010) pemadam kebakaran merupakan pekerjaan yang dapat membuat
individu stressful dan berbahaya, dan menempati peringkat lima sebagai pekerjaan
yang memiliki tingkat kematian tinggi di Amerika Serikat. Bukti menunjukkan
bahwa secara langsung atau tidak langsung sifat pekerjaannya dapat menyebabkan
stress. Selain itu, Moran (dalam Malek, 2010) menemukan bahwa bekerja sebagai
pelayanan darurat seperti pemadam kebakaran, ambulan dll tidak hanya
mengalami stress sehari-hari tetapi pemadam kebakaran mengalami stress pada

4

saat terjadi kejadian darurat dan dapat menyebabkan trauma. Beaton dan Murphy
(dalam Malek, 2010) mengemukakan bahwa stress kerja sebagai pemadam
kebakaran rumit dan beragam.
Profesi sebagai petugas pemadam kebakaran memiliki jam kerja tidak
teratur dan harus tetap siaga 24 jam. Akibatnya, petugas cenderung tidak
bersemangat, tidak benergi, sulit berkonsentrasi, sakit kepala dan mengalami
insomnia. Sehingga petugas kebakaran melakukan kesalahan dalam pekerjaannya,
rentan kecelakaan (karena mengantuk), perubahan mood dan sering ijin karena
sakit (Tryana, 2012). Dari fenomena di atas bahwa seorang petugas kebakaran
memiliki tingkat stress yang cukup tinggi dan mungkin akan mempengaruhi
psychologycal well-being para petugas pemadam kebakaran.
Psychological well-being merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan
apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, serta
mengarah pada pengungkapan perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh
individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya (Ryff, 1989). Petugas pemadam
kebakaran harus memiliki psychological well-being yang baik, karena dalam
menjalankan tugasnya dibutuhkan fisik dan juga psikis yang sehat sehingga dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Psychological well-being dapat dipengaruhi oleh psychological capital.
Penelitian yang berfokus pada PsyCap yaitu penelitian Avey, Luthans, Smiths,
dan Palmer (2010) serta penelitian Peterson, Balthazard, Waldman, dan Thatcher
(2008) yang menyatakan bahwa psychological capital dapat meningkatkan well-

5

being pada karyawan. PsyCap memiliki empat dimensi yaitu Self-Efficacy, Hope,
Optimism, dan Resiliency.
Penelitian yang dilakukan oleh Sandeep Singh dan Mansi (2009) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara well-being dan self-efficacy.
Individu yang memiliki self- efficacy tinggi akan memiliki psychological well
being yang tinggi, akan lebih percaya diri, tegas, memiliki aspirasi yang tinggi
dan komitmen yang kuat terhadap apa yang ingin di capai. Individu yang
memiliki self-efficacy yang tinggi dapat mengelola dan mengatasi pengalaman
buruk yang pernah dialami. Seorang petugas pemadam kebakaran harus memiliki
self-efficacy yang tinggi, dimana petugas harus yakin terhadap kemampuannya
dalam mengatasi kebakaran.
Individu yang memiliki harapan yang tinggi terhadap kehidupannya dan
memiliki keinginan untuk mencapai suatu tujuan maka akan memiliki
psychological well-being yang tinggi pula. Seorang petugas harus memiliki
harapan terhadap pekerjaan yang dilakukan sehingga akan mendapatkan hasil
yang maksimal. Peneliti melakukan wawancara bahwa harapan seorang petugas
pemadam kebakaran pada saat proses pemadaman masih sangat rendah, dimana
terkadang petugas merasa putus asa pada saat proses pemadaman karena api yang
tidak kunjung padam sehingga akan mempengaruhi psychological well-being
petugas karena tidak berhasil memadamkan api.
Penelitian yang dilakukan oleh Sandeep Singh dan Mansi (2009)
menunjukkan bahwa optimisme dapat meningkatkan psychological well-being
dan dapat memiliki penyesuaian yang lebih baik terhadap peristiwa kehidupan

6

yang penuh stres. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi terhadap optimisme
maka memiliki tingkat kepuasan yang tinggi, rendahnya tingkat stress, anxiety dan
gejala depresi. Power (dalam Sandeep Singh dan Mansi 2009) menyatakan bahwa
optimisme lebih berorientasi terhadap pencapaian pada setiap tugas dalam hidup,
pengambilan keputusan dengan cepat, dan memilih solusi yang terbaik dalam
menangani masalah. Individu yang optimis memiliki kualitas hidup yang tinggi
dan memiliki resiko yang lebih rendah dari semua penyebab kematian. Pekerjaan
sebagai petugas pemadam kebakaran dapat menyebabkan stress, cemas dan gejala
depresi sehingga dengan memiliki optimisme terhadap pekeraannya maka seorang
petugas akan memiliki tingkat stress yang rendah dan akan mempengaruhi
psychological well-beingnya.
Kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan sebagai petugas pemadam
kebakaran sering kali terjadi dan kecelakaan dapat menyebabkan individu trauma
dan sulit untuk bangkit kembali dan menyesuaikan dengan lingkungan. Sehingga
seorang petugas pemadam kebakaran harus memiliki resiliensi, dimana resiliensi
yaitu dapat bangkit kembali dari pengalaman yang buruk dan juga dapat
menyesuaikan dengan lingkungannya. Seorang petugas harus memiliki resiliensi
yang tinggi, sehingga akan cepat bangkit kembali dari pengalaman buruknya dan
juga akan mempengaruhi psychological well-beingnya.
Psychological capital yang dimiliki karyawan dapat meningkatkan nilainilai potensial karyawan dalam berbagai hal, seperti dalam mengambil sudut
pandang yang berbeda, mengambil kesempatan, mampu beradaptasi atau
menyesuaikan diri dan mampu meningkatkan well-being (Avey, Luthans, Smiths,

7

& Palmer, 2010). Individu dengan psychological capital yang tinggi akan lebih
fleksibel dan mudah beradaptasi untuk melakukan beberapa hal dalam memenuhi
tuntutan pekerjaan. Dimana di saat yang bersamaan psychological capital yang
dimiliki akan membantu mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta
well-being yang dimiliki (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007).
Psychological well-being juga dapat di pengaruhi oleh kepuasan kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh C Bravo-Yanez, dan A Jimenez-Figueroa (2011)
terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan psychological well-being. Individu
yang merasa puas dengan pekerjaannya cenderung merasa baik secara psikologis.
Perilaku ini dapat dengan jelas terlihat dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh
C Bravo-Yanez, dan A Jimenez-Figueroa (2011), bahwa apabila terdapat
perbedaan yang ditemukan dalam sampel tentang kepuasan kerja juga ditemukan
perbedaan dalam psychological well-being. Terdapat penelitian lain juga yang
menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan terhadap psychological
well-being. Individu yang merasa senang akan pekerjaannya maka akan puas
secara pekerjaan dan juga psychological well-beingnya (Luthans dkk, 2010).
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada 15 petugas pemadam
kebakaran, sebagian petugas pemadam mengatakan bahwa mereka puas terhadap
pekerjaannya saat ini, sebagiannya lagi mengatakan bahwa mereka merasa tidak
puas terhadap pekerjaanya. Hasil wawancara yang dilakukan yaitu petugas
memiliki keluhan mengenai tunjangan yang diberikan. Petugas merasa kurang
terhadap tunjangan yang diberikan, karena tidak sesuai dengan pekerjaan yang
dilakukannya. Selain itu, kurangnya penghargaan terhadap pekerjaan yang

8

dilakukan oleh petugas pemadam kebakaran oleh pemerintah. Ketka terjadi
kecelakaan kereta di bintaro, yang pertama kali datang ke TKP yaitu petugas
pemadam kebakaran tetapi yang diberikan penghargaan hanya polisi dan tentara
dan yang di sorot oleh media hanya tentara dan polisi. Sehingga petugas pemadam
kebakaran merasa kurang dihargai dan diperhatikan. Selain itu, sebagai petugas
pemadam kebakaran harus memiliki komunikasi dan rekan kerja yang baik
sehingga dapat meningkatkan kepuasan terhadap pekerjaannya, tetapi petugas
merasa kurang puas terhadap komunikasi antar petugas maupun rekan kerjanya.
Sehingga pekerjaan yang petugas pemadam kebakaran lakukan kurang maksimal,
dan akan merasa tidak puas terhadap pekerjaannya sehingga akan mempengaruhi
psychological well-being ptugas.
Berdasarkan penelitian dan fenomena diatas peneliti tertarik untuk
melakukan riset mengenai “Pengaruh Psychological Capital dan Kepuasan
Kerja Terhadap Psychological Well-Being Petugas Pemadam Kebakaran”.
1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Untuk terarahnya pembahasan, maka peneliti membatasi masalah yang akan
diteliti sebagai berikut:
1. Psychological well-being yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan
sebagai sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap
diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur
tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang

9

kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup
mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan
dirinya.
2. Psychological capital yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan kondisi
perkembangan psychological state positif dari seseorang dengan karakteristik
(1) memiliki keyakinan terhadap kemampuan diri dalam mengambil dan
mengerahkan usaha yang cukup agar berhasil dalam melakukan tugas-tugas
yang menantang (self-efficacy); (2) membuat atribusi yang positif tentang
kesuksesan di masa kini dan masa depan (optimisme); (3) memiliki harapan
dalam mencapai tujuan dan bila perlu mengalihkan jalan atau mencari jalan
lain untuk mencapai tujuan (hope); dan (4) ketika dihadaptkan pada masalah
dan halangan dapat bertahan dan bangkit kembali, bahkan melebihi untuk
mencapai kesuksesan (resiliency).
3. Job satisfaction (kepuasan kerja) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
individu yang merasakan puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya
1.2.2
1.

RUMUSAN MASALAH

Apakah

terdapat

pengaruh

yang

signifikan

self-efficacy

terhadap

psychological well-being?
2.

Apakah terdapat pengaruh yang signifikan hope terhadap psychological wellbeing?

3.

Apakah terdapat pengaruh yang signifikan optimism terhadap psychological
well-being?

10

4.

Apakah terdapat pengaruh yang signifikan resiliency terhadap psychological
well-being?

5. Apakah

terdapat

pengaruh

yang

signifikan

kepuasan

gaji

terhadap

psychological well-being?
6.

Apakah terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan promosi terhadap
psychological well-being?

7.

Apakah terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan kepemimpinan terhadap
psychological well-being?

8.

Apakah terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan tunjangan terhadap
psychological well-being?

9.

Apakah terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan penghargaan terhadap
psychological well-being?

10. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan prosedur kerja terhadap
psychological well-being?
11. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan rekan kerja terhadap
psychological well-being?
12. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan sifat pekerjaan terhadap
psychological well-being?
13. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan komunikasi terhadap
psychological well-being?

11

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Psychological
capital dan kepuasan kerja terhadap psychological well-being pada petugas
pemadam kebakaran.
1.3.2. Manfaat Teoritis
Manfaat Teoriris dari penelitian ini yaitu:
Mengembangkan penerapan ilmu psikologi khususnya psikologi industri dan
organisasi, sehingga dapat menjadi referensi bagi akademisi, praktisi, dan
masyarakat yang berminat untuk melakukan penelitian tentang psychological
well-being, psychological capital dan kepuasan kerja di bidang psikologi industri
dan organisasi.
1.3.3. Manfaat Praktis
1. Psychological well-being bisa meningkatkan kepuasan kerja setiap petugas.
Petugas yang puas terhadap pekerjaannya akan memiliki Psychological wellbeing yang baik.
2. Memberikan

masukan

terhadap

instansi

agar

lebih

memperhatikan

psychological well-being para petugasnya.
3. Menjadi acuan dalam melihat psychological well-being dan psychological
capital dari petugas, sehingga dapat diaplikasikan sebagai evaluasi bagi
instansi untuk mencapai tujuan.

12

1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan mengenai psychological well-being,
psychological capial dan kepuasan kerja.
Bab II Landasan Teori
Landasan teori berisi uraian mengenai teori-teori yang terkait dalam menjawab
masalah penelitian yang telah diajukan, dalam hal ini adalah teori psychological
well-being, psychological capial dan kepuasan kerja.
Bab III Metode Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan metode penelitian, yang meliputi permasalahan
penelitian, hipotesis penelitian variabel penelitian, tipe dan desain penelitian,
partisipasi penelitian, metode pengambilan data, instrumen penelitian, prosedur
penelitian, dan teknik statistika yang digunakan dalam penelitian mengenai
psychological well-being, psychological capial dan kepuasan kerja.
Bab IV Hasil dan Interpretasi Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian dan interpretasi hasil
penelitian, meliputi gambaran umum penelitian, analisis utama penelitian, serta

13

analisis tambahan penelitian mengenai psychological well-being, psychological
capial dan kepuasan kerja.
Bab V Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Pada bagian kesimpulan berisi jawaban terhadap permasalahan penelitian.
Kesimpulan dibuat berdasarkan analisis dan interpretasi data yang telah
dijabarkan pada bab sebelumnya. Pada bagian diskusi, akan dibahas hasil
penelitian. Selain itu, juga akan diberikan pembahasan mengapa suatu hipotesis
penelitian ditolak atau diterima, serta keterbatasan-keterbatasan penelitian.
Bagaimana saran berisi saran-saran metodelogis untuk keperluann penelitian
selanjutnya serta saran-saran praktis sesuai dengan permasalahan dan hasil
penelitian.

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Psychological Well-Being
2.1.1 Definisi Psychological Well-Being
Istilah psychological well-being dipopulerkan oleh Ryff dengan konsep
yang berawal dari adanya keyakinan bahwa kesehatan yang positif tidak sekedar
tidak adanya penyakit fisik saja, tetapi juga berkaitan dengan kebutuhan untuk
merasa baik secara psikologis (psychologically well-being). Menurut Ryff (1989)
manusia dapat dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis yang baik bukan
sekedar bebas dari indikator kesehatan mental negatif, seperti terbebas dari
kecemasan, tercapainya kebahagiaan dan lain-lain. Ryff (1989) merumuskan
konsep psychological well-being yang merupakan integrasi dari beberapa teori
perkembangan manusia, teori psikologi klinis, dan konsepsi mengenai kesehatan
mental (Ryff, 1989). Berdasarkan teori tersebut, Ryff (1989) mendefinisikan
psychological well-being sebagai sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap
yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri
dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur
lingkungan yang kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan
membuat

hidup

lebih

bermakna,

serta

berusaha

mengeksplorasi

dan

mengembangkan dirinya.
Ryff (1989) menambahkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan
suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai
aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada pengungkapan
14

15

perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari
pengalaman hidupnya. Menurut Ryff (1989) gambaran tentang karakteristik orang
yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers tentang
(fully-functioning person), pandangan Maslow tentang aktualisasi diri (selfactualization), pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang
kematangan, juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan individu
yang mencapai integrasi. Kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan
diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya tanda depresi (Ryff,
1995). Bradburn menyatakan bahwa happiness (kebahagiaan) merupakan hasil
dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai
oleh setiap individu (Ryff dan Singer, 1998). Berdasarkan uraian diatas, pada
penelitian ini, peneliti menggunakan definisi psychological well being menurut
Ryff (1998). Hal ini menjelaskan bahwa psychological well-being merupakan
sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri
dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya
sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang kompatibel dengan
kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih
bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya
2.1.2 Dimensi Psychological Well-Being
Ryff (1989) mendefinisikan konsep kesejahteraan psikologis dalam enam
dimensi, yakni dimensi penerimaan diri, hubungan yang positif dengan orang lain,
otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.

16

1. Penerimaan diri (self-acceptance) merupakan bagian utama dari kesehatan
mental. Ryff (1989) menyimpulkan bahwa penerimaan diri mengandung arti
sebagai sikap yang positif terhadap diri sendiri. Sikap positif ini adalah
mengenali dan menerima berbagai aspek dalam dirinya, baik yang positif
maupun negatif, serta memiliki perasaan positif terhadap kehidupan masa
lalunya. Sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat penerimaan diri yang
kurang baik dan memunculkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri,
merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu, dan memiliki pengharapan
untuk menjadi pribadi yang bukan dirinya. Dengan kata lain tidak menjadi
dirinya sendiri.
2. Hubungan yang positif dengan orang lain (positive relationship with others)
merupakan dimensi yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk menjalin
hubungan hangat, saling mempercayai, dan saling peduli akan kebutuhan serta
kesejahteraan pihak lain. Kemampuan untuk mencintai dipandang sebagai
komponen utama dari kondisi mental yang sehat. Selain itu, teori selfactualization mengemukakan konsep hubungan positif dengan orang lain
sebagai perasaan empati dan afeksi serta kemampuan untuk membina
hubungan yang mendalam. Membina hubungan yang hangat dengan orang lain
merupakan salah satu dari criterion of maturity. Teori perkembangan manusia
juga menekankan intimacy dan generativity sebagai tugas utama yang harus
dicapai manusia dalam tahap perkembangan tertentu.
Dimensi ini juga menekankan adanya kemampuan yang merupakan salah
satu komponen kesehatan mental yaitu kemampuan untuk mencintai orang lain.

17

Dalam dimensi ini, individu yang dikatakan tinggi atau baik ditandai dengan
adanya hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang
lain, dan juga memiliki rasa afeksi dan empati yang kuat terhadap orang lain.
Sementara itu, individu yang dikatakan rendah atau kurang baik dalam dimensi
ini ditandai dengan memiliki sedikit hubungan dengan orang lain, sulit
bersikap hangat dan enggan memiliki ikatan dengan orang lain (Ryff & Keyes,
1995).
3. Otonomi (autonomy) adalah pribadi mandiri, dapat menentukan yang terbaik
untuk dirinya sendiri. Individu memiliki internal locus of evaluation, yakni
tidak mencari persetujuan orang lain melainkan mengevaluasi dirinya dengan
standar yang telah ditetapkan sendiri. Oleh karena itu, individu tidak
memikirkan harapan dan penilaian orang lain terhadap dirinya. Individu yang
otonom juga tidak menggantungkan diri pada penilaian orang lain untuk
membuat keputusan. Individu tidak menyesuaikan diri terhadap tekanan sosial
untuk berpikir dan bertindak dalam bentuk tertentu.
Pada dimensi ini menjelaskan tentang kemandirian, kemampuan untuk
menentukan diri sendiri, dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku.
Individu yang mampu menolak tekanan sosial untuk berfikir dan bertingkah
laku dengan cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan standar
personal. Hal ini menandakan bahwa baik dalam dimensi ini. Sementara
individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan memperhatikan harapan dan
evaluasi dari orang lain, individu akan membuat keputusan berdasarkan
penilaian orang lain dan cenderung bersikap konformis. Dengan kata lain

18

individu yang tidak terpengaruh dengan persepsi orang lain dan tidak
bergantung dengan orang lain adalah individu yang memiliki autonomy yang
baik, sedangkan individu yang mudah terpengaruh serta bergantung pada orang
lain adalah individu yang memiliki autonomy yang rendah (Ryff & Keyes
1995).
4. Penguasaan lingkungan (environmental mastery) menggambarkan adanya
suatu perasaan kompeten dan penguasaan dalam mengatur lingkungan,
memiliki minat yang kuat terhadap hal-hal di luar dirinya, dan berpartisipasi
dalam berbagai aktivitas serta mampu mengendalikannya. Menurut Ryff
(1989), individu yang memiliki penguasaan lingkungan adalah orang yang
memiliki kemampuan dan kompetensi untuk mengatur lingkungannya.
Individu seperti mampu mengendalikan kegiatannya yang kompleks sekalipun,
juga dapat menggunakan kesempatan yang ada secara efektif, dan mampu
memilih, atau bahkan menciptakan lingkungan yang selaras dengan kondisi
jiwanya.
Individu yang mampu memanipulasi keadaan sehingga sesuai dengan
kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya dan mampu untuk
mengembangkan diri secara kreatif melalui aktifitas fisik maupun mental.
Individu dengan kesejahteraan psikologis yang baik memiliki kemampuan
untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi
fisiknya. Dengan kata lain, individu memiliki kemampuan dalam menghadapi
kejadian di luar dirinya (lingkungan eksternal). Sementara itu, Individu yang
kurang baik dalam dimensi ini akan menunjukkan ketidakmampuan untuk

19

mengatur kehidupan sehari-hari, dan kurang memiliki kontrol terhadap
lingkungan luar (Ryff & Keyes 1995).
5. Tujuan hidup (purpose in life) adalah kondisi mental sehat sehingga
memungkinkan individu untuk menyadari bahwa seseorang memiliki tujuan
tertentu dalam hidup yang dijalaninya, serta mampu memberikan makna pada
hidup yang pernah dilakukan. Teori perkembangan juga menekankan pada
berbagai perubahan tujuan hidup sesuai dengan tugas perkembangan dalam
tahap perkembangan tertentu. Definisi kematangan juga menekankan
pemahaman yang jelas tentang tujuan hidup dan rasa. teori life span
development mengacu pada berbagai perubahan tujuan atau tujuan dalam
hidup, seperti menjadi produktif dan kreatif. Dengan demikian, orang yang
berfungsi secara positif memiliki tujuan, niat, dan rasa keterarahan, yang
semuanya berkontribusi terhadap perasaan bahwa hidup itu bermakna.
6. Pertumbuhan pribadi (personal growth) merupakan optimal psychological
functioning tidak hanya bermakna pada pencapaian terhadap karakteristik
tertentu, tetapi pada bagaimana individu terus mengembangkan potensi yang
ada dalam dirinya, bertumbuh, dan meningkatkan kualitas pada dirinya (Ryff,
1989). Kebutuhan akan aktualisasi diri dan menyadari potensi diri merupakan
perspektif utama dari dimensi pertumbuhan diri. Keterbukaan akan
pengalaman baru merupakan salah satu karakteristik dari fully functioning
person (Ryff, 1989). Teori perkembangan juga menekankan pada pentingnya
manusia untuk bertumbuh dan menghadapi tantangan baru dalam setiap
periode pada tahap perkembangannya.

20

Individu yang memiliki pertumbuhan pribadi yang baik ditandai dengan
adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam
dirinya, memandang diri sendiri sebagai individu yang selalu tumbuh dan
berkembang, terbuka terhadap pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam
menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang
terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu, serta dapat berubah menjadi
pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan luas (Ryff, 1995).
Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi yang kurang baik
akan merasa dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat peningkatan dan
pengembangan

diri,

merasa

bosan

dan

kehilangan

minat

terhadap

kehidupannya, serta merasa tidak mampu mengembangkan sikap dan tingkah
laku yang lebih baik (Ryff, 1995).
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being
Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being seseorang adalah
faktor demografi, dukungan sosial, dan religiusitas antara lain:
2.1.3.1 Faktor Demografis
Beberapa faktor demografis yang mempengaruhi psychological well-being antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Usia. Ryff dan Keyes (1995) mengemukakan bahwa perbedaan usia
mempengaruhi perbedaan dalam dimensi psychological well-being. Dalam
penelitiannya, Ryff dan Keyes (1995) menemukan bahwa dimensi penguasaan
lingkungan

dan

dimensi

otonomi

mengalami

peningkatan

seiring

bertambahnya usia, terutama dari dewasa muda hingga dewasa madya.

21

Dimensi hubungan positif dengan orang lain juga mengalami peningkatan
seiring bertambahnya usia. Sebaliknya, dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan
pribadi memperlihatkan penurunan siring bertambahnya usia, penurunan ini
terutama terjadi pada dewasa madya hingga dewasa akhir. Dari penelitian
tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam dimensi
penerimaan diri selama usia dewasa muda hingga dewasa akhir.
2. Jenis Kelamin. Penelitian Ryff (dalam Ryff & Keyes, 1995) menemukan
bahwa dibandingkan pria, wanita memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi
hubungan yang positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi.
Psychological well-being memiliki empat aspek, keempat aspeknya konsisten
tida memiliki pengaruh yang signifikan antara laki-laki maupun wanita.
3. Status Sosial Ekonomi. Menurut Ryff dan Singer (2008) mengatakan bahwa
perbedaan kelas sosial ekonomi memiliki hubungan dengan kesejahteraan
psikologis individu. Ryff (Ryan & Deci, 2001) juga menjelaskan bahwa status
sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup,
penguasaan lingkungan dan pertumbuhan pribadi. Banyak dampak negatif dari
rendahnya status ekonomi, tampak dari proses hasil perbandingan sosial,
dimana individu yang lebih rendah membandingkan dirinya kurang beruntung
dari pada orang lain dan tidak mampu mendapatkan sumber daya yang dapat
menyesuaikan

kesenjangan

yang

dirasakan.

Ditemukan

kesejahteraan

psikologis yang tinggi pada individu yang memiliki status pekerjaan yang
tinggi.

22

4. Budaya. Penelitian mengenai psychological well-being yang dilakukan di
Amerika dan Korea Selatan menunjukkan bahwa responden di Korea Selatan
memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang
lain dan skor yang rendah pada dimensi penerimaan diri. Hal ini dapat
disebabkan oleh orientasi budaya yang lebih bersifat kolektif saling
ketergantungan. Sebaliknya, responden Amerika memiliki skor yang tinggi
dalam dimensi pertumbuhan pribadi (untuk responden wanita) dan dimensi
tujun hidup (untuk responden pria), serta memiliki skor yang rendah dalam
dimensi otonomi, baik pria maupun wanita.
2.1.3.2 Kepuasan Kerja
Psychological well-being secara konsisten memiliki hubungan yang positif
terhadap kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh C Bravo-Yanez dan
Jimenez-Figueroa (2011) yang berjudul ”Psychological well-being, perceived
organizational support and job satisfaction amongs Chilean prison employees”
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan psychological
well-being, yang artinya bahwa individu yang merasa puas terhadap pekerjaannya
cenderung akan merasa baik secara psikologisnya. Perilaku dapat dengan jelas
terlihat dalam penelitian yang dilakukan oleh C Bravo-Yanez dan JimenezFigueroa (2011) adalah ketika terdapat perubahaan pada kepuasan kerja, maka
ditemukan juga perubahan pada psychological well-beingnya.
Selain penelitian yang dilakukan oleh C Brav