Pengaruh motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen organisasi
i
PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN PSYCHOLOGICAL
WELL-BEING TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh:
Leo Tri Hartantyo NIM: 1110070000097
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
(3)
(4)
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, April 2015
Leo Tri Hartantyo NIM: 1110070000097
(5)
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“MAN SHABARA ZHAFIRA”
“SIAPA YANG SABAR AKAN BERUNTUNG”
“MAN JADDA WA JADDA”
“SIAPA YANG BERSUNGGUH
-
SUNGGUH AKAN BERHASIL”
-Ahmad Fuadi-
Karya ini dipersembahkan untuk kedua orang
tuaku, keluarga besar serta orang-orang yang ku
sayangi.
(6)
vi
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) April 2015
(C) Leo Tri Hartantyo
(D) Pengaruh Motivasi Kerja dan Psychological Well-Being terhadap Komitmen Organisasi.
(E)xvi + 91 halaman + lampiran
(F)Dewasa ini perhatian terbesar psikologi industri dan organisasi sekarang ini ialah komitmen organisasi (Meyer dan Allen, 1990). Hal ini dikarenakan masih terdapat pegawai yang tidak komitmen dengan organisasi. Pegawai yang memiliki komitmen rendah akan terus berpindah dari satu organisasi ke organisasi lain, kondisi ini dapat merugikan organisasi. Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah ada pengaruh dari motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen organisasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Sampel berjumlah 200 orang karyawan PT. Kiriu Indonesia. Skala yang digunakan hasil adaptasi Allen dan Meyer (1991), McClelland dan Carol D. Ryff (1989). Uji validitas penelitian ini menggunakan metode Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan program lisrel. Sedangkan analisis statistik untuyk menguji hipotesis menggunakan metode analisis berganda dengan bantuan program SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh signifikan dari motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen organisasi. Berdasarkan hasil koefisien regresi menunjukkan 3 dimensi dari motivasi kerja dan psychological well-being yaitu need for affiliation, positive relation with others, dan environmental mastery yang pengaruhnhya signifikan terhadap komitmen organisasi.
(7)
vii ABSTRACT
(A) Faculty of Psychology Jakarta Islamic State University (B) April 2015
(C) Leo Tri Hartantyo
(D) Impact of Working Motivation and Psychological Well-Being to Organization Commitment
(E) xvi + 91 page + appendix
(F) Nowdays the biggest attention of industrial psychology and organisation is organization commitment (Meyer & Allen, 1990). Thus because there are several employee not commited to the organisation. Employee with lower commitment will keep move from one to another organisation, this condition can dissereve the organization. This research aim is to examine there any impact from working motivation and psychological well-being to organization commitment
The research is using quantitative approach with double regretion analyst. Samples amount 200 employe of PT. Kiriu Indonesia. Using the scale adapted from Allen and Meyer (1991), McClelland dan Carol D.Ryff. validity testing from this research was using Confirmatory Factor Analysis (CFA) with support from lisrel program. Whereas statistic analysist to examine the hypothesis using double analysis method with support from spss program.
The result of this research showed that there is a significant impact from working motivation and psychological well-being to organizational commitment. According to regretion co-efficient result showed three dimension from working motivation and psychological well-being such as need for affiliation, relationship with others, and environmental mastery that has significant impact to organizational commitment.
(8)
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT atas segala berkah, rahmat, hidayah dan kekuatan yang diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik yang berjudul “pengaruh motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen organisasi”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, pemimpin dan tauladan bagi umat manusia, yang membawa manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Abdul Mujib, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, atas arahan dan bimbingannya kepada seluruh mahasiswa demi terciptanya kemajuan ilmu pengetahuan yang disertai perilaku yang mencerminkan akhlak mulia. Bapak Abdul Rahman Shaleh, Bapak Ikhwan Luthfi, Ibu Diana Muthiah selaku Wakil Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bimbingan kepada seluruh mahasiswa sehingga atas bimbingannya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Bapak Akhmad Baidun, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsiatas kesabaran dan keikhlasannya meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan bimbingan serta atas motivasinya selama penulis mengerjakan skripsi dan selama penulis menjalani pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas segala bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan kepada penulis demi kesuksesan penulis dimasa yang akan datang.
(9)
ix
4. Seluruh Staff bagian Akademik, Umum, Keuangan dan Perpustakaan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dalam proses birokrasi dan kemudahan bagi penulis dalam pembelajaran dikampus ini.
5. Selanjutnya keluarga penulis terutama kedua orang tua penulis Bapak H.Rachmadi Hadi Saputro dan Ibu Hj.Suharti untuk doa, kasih sayang, dukungan baik moril maupun materil, semangat dan kepercayaan yang selalu diberikan selama ini. Terima kasih karena tidak pernah bosan untuk mengingatkan, menasehati, membimbing, mendoakan karena berkat mereka penulis selalu termotivasi untuk menyelesaikan satu tanggung jawab ini dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan kebahagiaan yang berlimpah untuk Ibu dan Bapak. Kakak pertama penulis Agus Joko Susilo dan kakak ipar penulis Khuroturrosyidah serta anaknya Ahmad Fachri Saputro dan Akhmad Zaki Mubarok yang selalu memberikan dukungan dan mendoakan penulis sehingga penulis semakin bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Kakak kedua Penulis yakni Dwi Setiawan dan kakak ipar Penulis Dwi Endarwati yang ikut serta mendukung dalam penulisan skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat penulis IPK 4,1 (Badai, Dwi, dan Ey). Selalu menemani penulis dalam keadaan sesulit apapun terima kasih selalu ada dan tidak pernah meninggalkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sahabat IPK 4,1 merupakan sahabat terbaik yang penulis miliki.
7. Sahabat SMA yang selalu senantiasa meluangkan waktu berkumpul hanya untuk bersenda gurau dan menghabiskan segelas coklat dingin. Terima kasih Lia, Alvia, Arta, Anggita, Rossa, Septi dan Dara karena mereka juga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman IMB (Furqon, Sahit, Alfi, Jamal, Udin, Azhari) yang selalu menemani penulis, serta teman-teman kelas C (Ama, Anti, Ais, Aul, Devi, Dian, Dufia, Faiz, Fidia, Hana, Happy, Hegsa, Icha, Ipeh, Irfan, Isqi, Jejen, Lisa, Marley, Mayang, Mifti, Nadiya, Rachma, Reja, Turfa, Urfi, Vina) terima kasih atas segala kenangan yang tidak akan pernah penulis lupakan, kita sudah lewati banyak hal penuh makna bersama,
(10)
x
semoga kelak kita dapat bertemu kembali dan telah menjadi sesuatu yang telah kita impikan selama ini. Semoga Allah SWT senantiasa bersama kalian 8. Teman-teman klub Basket (Dika, Umam, Jhon, Doreng, Awal) terima kasih
atas kegembiraan selama ini, semoga nanti kita dapat berjumpa lagi dengan keadaan yang sudah lebih baik. Teman-teman Basket Psikologi UIN (Hendra. S, Hendra. K, Hadi, Bagja, Arafat, Bijak, Sukma, Ilham, Reno, Ey, Lingga) yang telah berlatih bersama selama beberapa tahun sehingga penulis memiliki keluarga baru. Teman-teman FORSA UIN (Ilham, Sukma, Reno, Roufan, Toro, Coro, Ey, Gilang, Ismo, Ferico, Garith, Reza, Reza. R, Ricky, kak Zul, kak Uple, kak Mamang, dan kak Acunk) terima kasih karena telah bersama-sama membangun tim Basket UIN dan berjuang berbersama-sama di berbagai ajang turnamen tingkat DKI.
9. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu persatu, Karena dukungan moral, doa dan pengertian mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya kata terima kasih yang sebesar-besarnya penulis dapat ucapkan, semoga mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang mereka berikan.
Hanya asa dan doa yang dapat penulis panjatkan. Semoga semua pihak yang membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata, sangat besar harapan penulis agar skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasi lebih lanjut.
Jakarta, 16 April 2015
(11)
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PERSETUJUAN... ii
LEMBARPENGESAHAN... iii
LEMBARPERNYATAAN... iv
MOTTO DANPERSEMBAHAN... v
ABSTRAK... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7
1.2.1 Pembatasan masalah ... 7
1.2.2 Perumusan masalah ... 8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
1.3.1 Tujuan penelitian ... 9
1.3.2 Manfaat penelitian ... 9
1.3.2.1 Manfaat teoritis…...…. 10
1.3.2.2 Manfaat praktis………... 10
1.4 Sistematika Penulisan ... ... 10
BAB 2 LANDASAN TEORI ... 12
2.1Komitmen Organisasi ... 12
2.1.1 Pengertian komitmen organisasi ... 12
2.1.2 Dimensi komitmen organisasi ... 14
2.1.3 Faktor-faktor yang memengaruhi komitmen organisasi ... 15
2.1.4 Pengukuran komitmen organisasi ... 17
2.2 Motivasi Kerja ... 18
2.2.1 Definisi motivasi kerja ... 18
2.2.2 Dimensi motivasi kerja ... 20
2.2.3 Pengukuran motivasi kerja ... 22
2.3 Psychological well-being... 23
2.3.1 Definisi psychological well-being ... 23
2.3.1.1 Perkembangan pemikiran psychological well-being ... 24
(12)
xii
2.3.3Pengukuran psychological well-being... 29
2.4 Kerangka Berfikir... 29
2.5 Hipotesis Penelitian... 35
BAB 3 METODE PENELITIAN... 36
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel... 36
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 36
3.2.1 Variabel penelitian... 36
3.2.2 Definisi operasional variabel………... 37
3.3 Instrumen Pengumpulan Data……….... ... 39
3.4 Uji Validitas Konstruk……….... 42
3.4.1 Uji validitas konstruk komitmen organisasi ... 44
3.4.2 Uji validitas konstruk motivasi kerja ... 45
3.4.3 Uji validitas konstruk psychological well-being ... 48
3.5 Teknik Analisis Data……….... .. 54
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Deskriptif……….………... . 59
4.1.1. Gambaran umum subjek penelitian….……….…... 59
4.2 Hasil Analisis Deskriptif……….………. . 60
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian……….…………... . 61
4.3.1 Kategorisasi komitmen organisasi ... 62
4.3.2 Kategorisasi need of power ... 62
4.3.3 Kategorisasi need of achievement ... 63
4.3.4 Kategorisasi need of affiliation ... 63
4.3.5 Kategorisasi self-acceptance ... 64
4.3.6 Kategorisasi positive relation with others ... 65
4.3.7 Kategorisasi autonomy ... 65
4.3.8 Kategorisasi environmental mastery... 66
4.3.9 Kategorisasi purpose in life ... 66
4.3.10 Kategorisasi personal growth... 67
4.4 Uji Hipotesis Penelitian……….………... 68
4.5 Proporsi Varian……….………... 73
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN………... . 76
5.1 Kesimpulan……….………... . 76
5.2 Diskusi……….………... 76
5.3 Saran……….……….. ... 81
5.3.1 Saran metodologis……….………... .... 81
5.3.2 Saran praktis……….……….... .... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 84 LAMPIRAN
(13)
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Item Komitmen Organisasi ... 45
Tabel 3.2 Blue Print Item Motivasi Kerja ... 46
Tabel 3.3 Blue Print Item Psychological Well-Being ... 47
Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Komitmen Organisasi ... 50
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Need of Power ... 51
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Need of Achievement ... 52
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Need for affiliation ... 53
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Self Acceptance ... 55
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Positive Relation with Others ... 56
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Autonomy ... 57
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Environmental Mastery ... 58
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Purpose in Life ... 59
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Personal Growth ... 60
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 64
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ... 65
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor ... 66
Tabel 4.4 Kategorisasi Komitmen Organisasi ... 67
Tabel 4.5 Kategorisasi Need of Power ... 67
Tabel 4.6 Kategorisasi Need of Achievement ... 68
Tabel 4.7 Kategorisasi Need of Affiliation ... 68
Tabel 4.8 Kategorisasi Self-Acceptance ... 69
Tabel 4.9 Kategorisasi Positive Relation with Others ... 70
Tabel 4.10 Kategorisasi Autonomy ... 70
Tabel 4.11 Kategorisasi Environmental Mastery ... 71
Tabel 4.12 Kategorisasi Purpose in Life ... 71
Tabel 4.13 Kategorisasi Personal Growth ... 72
Tabel 4.14 Model Summary Analisis Regresi ... 73
Tabel 4.15 Tabel ANOVA Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV ... 74
Tabel 4.16 Koefisien Regresi ... 75
(14)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Motivasi ... 21 Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian ... 37
(15)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Kuesioner Lampiran B Path Diagram
Lampiran C Output CFA Variabel MTL
(16)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
1.1. Latar Belakang Masalah
Komitmen organisasi merupakan salah satu kajian yang penting pada ranah psikologi industri. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Meyer dan Allen (1990) bahwa perhatian terbesar psikologi industri dan organisasi sekarang ini ialah komitmen organisasi. Dijelaskan pada artikel yang ditulis oleh Sersic (1999) bahwa komitmen organisasi telah menjadi fokus utama pada 2 dekade terakhir. Komitmen organisasi sudah menjadi penelitian intensif yang dikaitkan dengan kepuasaan kerja.
Komitmen organisasi harus terus dikaji berdasarkan fenomena yang ada sekarang agar hasil dari kajian itu memberikan dampak positif pada organisasi. Penelitian mengenai komitmen organisasi terus tumbuh dan berkembang setiap tahunnya (Meyer & Allen, 1990). Dikutip dari Sinclair (2005), perkembangan yang terjadi pada komitmen organisasi saat ini akan memberikan dampak pada pegawai dan organisasi dimasa yang akan datang.
Komitmen memiliki peran vital di dalam tubuh sebuah organisasi. Dikatakan oleh Suma (2013) bahwa individu yang memiliki komitmen tinggi pada organisasi akan menjadikan organisasi itu kuat. Komitmen organisasi relatif kuat apabila individu memberikan keterlibatan yang konsisten pada sebuah organisasi
(17)
2
(Moway, Steers, & Porter, 1979). Oleh karena itu, komitmen pegawai amat menentukan arah organisasi.
Komitmen organisasi pada umumnya mencerminkan ikatan psikologis antara karyawan dan organisasi (Allen & Meyer, 1990). Komitmen organisasi merupakan ukuran sejauh mana seorang karyawan memihak pada organisasi, serta cara sebuah organisasi memelihara pegawai agar tetap memiliki komitmen terhadap organisasi (Robbin, 1998). Jadi, jika seorang pegawai tidak merasa puas dengan organisasi yang menaunginya maka komitmen itu akan cenderung menurun dan komitmen pada organisasi pun akan rendah.
Komitmen organisasi dianggap suatu ikatan atau hubungan antara individu dengan organisasi (Martin & Roodt, 2008). Artinya, individu saling terkait dan dapat memberikan kontribusi bagi organisasi. Komitmen melibatkan hubungan aktif dengan organisasi, sehingga individu bersedia mengerahkan tenaganya agar dapat berkontribusi bagi organisasi (Richard, Mowday, & Steers, 1979). Jadi, untuk mempertahankan komitmen dan menilai komitmen ialah dengan menjadi bagian dari organisasi dan memberikan kontribusi bagi organisasi.
Menurut hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 13 Januari 2015 pada salah satu perusahaan swasta di daerah Cikarang, terdapat cukup banyak pegawai yang berkerja dengan giat, serius, dan disiplin dalam melakukan tugasnya. Namun, terdapat pula pegawai yang tidak berkerja sungguh-sungguh di dalam perusahaan tersebut. Contohnya, terdapat pegawai yang merokok di kantin saat jam kerja atau hanya sekedar duduk santai di warung yang terletak di
(18)
3
lingkungan perusahaan. Perilaku kerja yang bertolak belakang tersebut menjadi sebuah masalah.
Seringkali pegawai berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Perilaku ini mencerminkan betapa rendahnya komitmen yang dimiliki pegawai tersebut. Survei yang dilakukan oleh www.jobstreet.com terhadap 24.433 pegawai, 40,1% diantaranya mengatakan dengan berpindah kerja mereka bisa mendapatkan pengalaman yang lebih banyak untuk pengembangan karir ke depannya. Dari jumlah karyawan yang sering berpindah tersebut diketahui 41,9% menyatakan pernah berkerja kurang dari 6 bulan pada 1 perusahaan. Alasan mereka pindah beragam tetapi yang paling dominan merupakan persoalan gaji, yaitu 42,9% mengatakan bahwa gaji yang didapatkan tidak sesuai dengan kemampuan mereka.
Selain masalah gaji, kepuasan kerja juga menjadi penyebab utama pegawai sering berpindah tempat kerja. Kepuasan kerja berkaitan erat dengan organisasi, terlebih lagi pada komitmen organisasi. Williams dan Hazer (dalam Suma & Lesha, 2013) menemukan hubungan langsung antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi, dimana kepuasan kerja merupakan anteseden komitmen organisasi. Proses berpikir ini mengasumsikan bahwa orientasi karyawan terhadap pekerjaan mendahului orientasinya ke seluruh organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa komitmen akan semakin kuat jika kepuasan kerja tercukupi.
Meyer and Allen (dalam Suma & Lesha, 2013) menunjukan bahwa komitmen individu terhadap organisasinya karena berbagai alasan, yakni, nilai organisasi, konsekuensi yang diterima dan tanggung jawab kepada organisasi.
(19)
4
Literatur lain menyebutkan bahwa komitmen individu bukan hanya karena perilaku dan konsekuensi yang akan diterimanya, tetapi juga berdasarkan komponen afektif dan konatif yang terkait dengan kepuasaan kerja dan pikiran tidak ingin berpindah (Martin & Roodt, 2008). Oleh karena itu komitmen organisasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Levy (2009) mengungkapkan konstruk pendukung yang mempengaruhi komitmen organisasi memiliki 3 faktor besar, yaitu mekanisme organisasi, karakteristik individu, dan faktor sosial. Lain hal dengan Allen dan Meyer (1991) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi memiliki 3 komponen utama, yakni
affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan teori dari Mayer dan Allen (1990) karena teori ini sudah seringkali dijadikan landasan teori utama oleh peneliti lain.
Teori Meyer dan Allen telah menjadi teori yang dominan untuk studi komitmen pada dunia kerja (Jaros, 2007). Menurut Sinclair (2005) teori Meyer dan Allen selalu berkembang dan menjadi teori umum yang biasa digunakan. Oleh karena itu, digunakan teori Meyer dan Allen sebagai teori utama pada penelitian kali ini.
Menurut Suma dan Lesha (2013) “Salah satu kontribusi terbesar terhadap literatur tentang komitmen organisasi adalah karya Meyer dan Allen (1990)” dimana dikatakan Meyer dan Allen sudah memperpanjang definisi konstruk dan mempelajarinya lebih mendalam. Eslami dan Gharakhani (2012) menganggap, bahwa dimensi yang telah dipaparkan oleh Meyer dan Allen dapat terus berkembang dan tidak berhenti di satu tempat. Penelitian mengenai komitmen
(20)
5
organisasi perlu terus dilanjutkan, sehingga memberikan masukan positif dan konstruksi bagi ranah psikologi industri dan orgasnisasi.
Teori Allen dan Meyer merupakan teori yang secara jelas menjabarkan apa itu komitmen organisasi dan menjelaskan bagaimana teori komitmen organisasi dapat berimplikasi pada sebuah perusahaan maupun organisasi. Tiga model komponen komitmen yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen (dalam Jaros, 2007) dapat dikatakan mendominasi penelitian komitmen organisasi yang ada pada saat ini.
Motivasi dianggap sebagai salah satu penentu kinerja pegawai. Karena motivasi dapat meningkatkan kualitas kinerja pegawai terhadap organisasi. Motivasi memiliki 2 faktor utama yakni ekstrinsik dan intrinsik (Singh, 2013). Faktor ekstrinsik adalah motivasi berupa penghargaan yang terlihat, seperti gaji, hadiah, atau barang. Faktor intrinsik adalah pemberian motivasi dengan menghargai kinerja pegawai dengan memberikan dukungan berupa pujian.
Penelitian yang telah dilakukan pun telah banyak dan cukup memadai untuk dijadikan alasan mengapa motivasi kerja menjadi salah satu faktor yang signifikan memengaruhi komitmen organisasi. Motjaba et al., (2012) mengungkapkan bahwa pengaruh motivasi terhadap komitmen kerja sangat signifikan. Menurut Idris dan Fauziah (2012) pada artikel yang berjudul ”Does motivational factor influence organizational commitment and effectiveness? A review of literature” mengatakan motivasi kerja pada umumnya memengaruhi hampir semua kultur budaya organisasi, dan motivasi kerja juga berperan aktif dalam memengaruhi komitmen organisasi.
(21)
6
Penelitian sebelumnya juga telah menemukan hubungan positif antara motivasi kerja terhadap komitmen organisasi. Ketika pegawai sudah termotivasi, pegawai akan merasa puas dengan organisasi dan akan menambahkan komitmennya kepada organisasi (Meysam & Jamali, 2013). Menuurut Meyer dan Thomas (2004) komitmen merupakan salah satu komponen dari motivasi, dan dengan mengintegrasikan teori komitmen dan motivasi, kemudian dapat diperoleh pemahaman yang lebih baik dari dua proses itu sendiri dan perilaku di tempat kerja. Berdasarkan penjelasan yang dituturkan oleh Meyer dan Thomas, motivasi dan komitmen organisasi merupakan satu kesatuan yang memiliki integrasi satu dengan yang lain.
Penelitian Meyer dan Thomas (2004) telah mengungkapkan bahwa motivasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen. Lalu Meysam dan Jamali (2013) menerangkan dalam penelitiannya bahwa motivasi memiliki hubungan yang positif terhadap komitmen kerja. Berdasarkan literatur penelitian, motivasi kerja merupakan variabel dominan yang mempengaruhi komitmen organisasi secara signifikan.
Variabel ke 2 yang memengaruhi komitmen kerja psychological well being. Diteliti oleh peneliti sebelumnya yakni Meyer dan Maltin (2010) bahwa, ada pengaruh yang signifikan antara komitmen dengan psychological well-being.
Adapun penelitian mengenai hubungan antara psychological well-being dan komitmen organisasi dilakukan oleh Gupta dkk. (2010). Dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa psychological well-being memiliki hubungan yang
(22)
7
signifikan terhadap dimensi komitmen organisasi yaitu affective commitment dan normative commitment.
Selanjutnya, Rathi (2011) menemukan hubungan yang positif antara
psychological well-being dengan affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. Selain itu ia juga menyebutkan bahwa psychological well-being juga dapat memprediksi ketiga komitmen tersebut dengan mengontrol variabel seperti usia, masa jabatan, dan latar belakang pendidikan. Harter, Schmidt dan Hayes (2002, dalam Robertson & Cooper, 2009) melaporkan bahwa
well-being memiliki hubungan dengan absen kerja, kepuasan pelanggan, produktivitas dan turnover pegawai pada hampir 8000 unit bisnis yang terpisah pada 36 perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, mengkaji komitmen organisasi akan sangat penting bagi perkembangan psikologi industri dan organisasi untuk kedepannya, karena akan membantu menyelesaikan permasalah minimnya komitmen organisasi pada dewasa ini. Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang tengah marak saat ini, maka dari itu peneliti tertarik melakukan riset mengenai
“Pengaruh Motivasi Kerja dan Psychological Well-Being terhadap Komitmen
Organisasi”.
1.2. Pembatasan dan perumusan masalah
1.2.1. Pembatasan masalah
Agar penelitian ini lebih terarah maka objek yang diteliti dibatasi hanya mengenai pengaruh motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen
(23)
8
organisasi. Adapun mengenai batasan konstruk tentang masing-masing variabel penelitian, adalah sebagai berikut.
1. Komitmen organisasi adalah refleksi ikatan emosional terhadap organisasi, kesadararan terhadap biaya yang harus dibayar jika meninggalkan organisasi, dan tanggung jawab moral yang melekat. Ada pun dimensi dari komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer adalah affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment.
2. Motivasi Kerja yaitu suatu stimulus yang diberikan oleh seorang kepada orang lain, entah berupa reward yang terlihat ataupun bentukya intangilbe
atau peghargaan berupa ucapan-ucapan yang membuat seseorang merasa semangat. Ada pun dimensi yang Motivasi kerja menurut McClelland adalah
need for achievement, need for power, dan need for affiliation
3. Psychological well-being adalah kondisi dimana individu memliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang cocok dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya. Ada pun dimensi psychological well-being menurut Ryff adalah self-acceptance, positive relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth.
1.2.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian ini disusun sebagai berikut.
(24)
9
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan motivasi kerja (need for power, need for achievement, dan need for affiliation) dan psychological well-being
(self-acceptance, positive relation with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth) terhadap komitmen organisasi?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan motivasi kerja (need for power, need for achievement, dan need for affiliation) terhadap komitmen organisasi?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan psychological well-being ( self-acceptance, positive relation with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth) terhadap komitmen organisasi?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut di bawah ini.
1. Mengetahui pengaruh motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen organisasi.
2. Penelitian ini ingin membuktikan variabel prediktor yang pengaruhnya paling dominan.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dibedakan menjadi 2, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
(25)
10
1.3.2.1. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini berguna untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam bidang psikologi, khususnya dalam menganalisa hubungan antara motivasi, psychological well-being, dan komitmen organisasi para pegawai.
2. Menambah koleksi dan bahan rujukan dalam penelitian psikologi, terutama dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi.
1.3.2.2. Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan yang berharga bagi individu dan institusi pendidikan untuk dapat lebih meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya komitmen organisasi dan memperkuat keinginan untuk lebih berkomitmen dengan organisasi.
2. Penelitian ini juga dapat memberikan pemahaman yang baik bagi atasan mengenai karakteristik individu yang ada pada setiap karyawan, khususnya mengenai aspek motivasi kerja dan psychological well-being.
1.4. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahakan pembahasan dan penulisan proposal penelitian ini, maka penulis menyusunnya dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I. Pendahuluan
Bab I ini berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
(26)
11
BAB 2. Landasan Teoritis
Bab 2 ini berisi deskripsi teoritik tentang komitmen organisasi, faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, dimensi komitmen organisasi, motivasi kerja dan psychological well-being, dimensi motivasi kerja, dan psychological well-being, pengaruh motivasi kerja dan psychological well-being terhadap komitmen organisasi, kerangka berfikir dan hipotesis penelitian.
BAB 3. Metode Penelitian
Bab 3 ini berisi tentang metodologi penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan data, uji validitas dan reliabilitas instrumen, prosedur penelitian dan teknik analisis data.
BAB 4. Hasil Penelitian
Bab 4 ini berisi tentang gambaran umum responden penelitian, deskripsi data dan uji hipotesis penelitian.
BAB 5. Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Bab 5 ini berisi tentang kesimpulan tentang keseluruhan hasil penelitian, diskusi dan saran untuk penelitian.
(27)
12
BAB 2
LANDASAN TEORITIS
Bab ini terdiri dari 5 subbab, yaitu pembahasan tentang komitmen organisasi sebagai dependent variable. Selanjutnya pembahan motivasi kerja dan
psychological well-being sebagai independent variable. Bab ini juga membahas mengenai instrumen data serta analisis data yang digunakan untuk menemukan jawaban atas hipotesis penelitian.
2.1. Komitmen Organisasi
2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasi
Pada sub bab ini akan dipaparkan penjelasan mengenai definisi dari komitmen organisasi yang disampaikan oleh para ahli. Kebanyakan para ahli mendefinisikan komitmen sebagai keterlibatan maupun loyal terhadap organisasi. Meyer dan Allen (1991) merumuskan definisi mengenai komitmen organisasi adalah sebagai konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Mowday et al., (dalam Meyer & Allen, 1991) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dan individu terlibat dengan kegiatan di dalam organisasi.
Mathieu dan Zajac (dalam Suma & Lesha, 2013) menjelaskan bahwa komitmen organisasi adalah ikatan atau hubungan individu dengan organisasi. Jaros (dalam Suma & Lesha, 2013) mendefinisikan komitmen organisasi adalah terlibatnya pegawai dalam kegiatan organisasi kemudian memberikan kinerja terbaik yang dimiliki oleh pegawai. Mowday et al., (1979), mendefinisikan
(28)
13
komitmen organisasi sebagai konsep multi dimensi yang merangkul keinginan karyawan untuk tetap dalam organisasi. Komitmen melibatkan hubungan aktif dengan organisasi sehingga individu bersedia memberikan sesuatu dari dirinya sendiri untuk berkontribusi pada kesejahteraan organisasi. 3 faktor internal yang terkait pada komitmen organisasi, yaitu:
1. Keyakinan kuat dan penerimaan atas tujuan dan nilai organisasi.
2. Bersedia mengerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki untuk organisasi. 3. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya di dalam
organisasi.
Roodt (dalam Adam Martin & Gert Roodt, 2008) komitmen adalah kecenderungan kognitif terhadap fokus khusus, sejauh fokus ini memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan, menyadari nilai-nilai dan mencapai tujuan. Steven M Jex (2002) beranggapan bahwa, komitmen organisasi dapat dianggap sebagai sejauh mana karyawan berkontribusi untuk organisasi yang memberi pekerjaan dan bersedia untuk bekerja atas organisasi dan sampai kapan pegawai tersebut akan bertahan dan tidak keluar dari organisasi. Menurut Levy (2009) komitmen organisasi adalah kekuatan yang memperlihatkan sejauh mana pegawai akan terlibat dan berkontribusi dengan organisasi. Jadi komitmen organisasi adalah ikatan yang dimiliki oleh pegawai dengan organisasi dan pegawai bersedia mengerahkan seluruh kemampuannya, bersikap loyal terhadap organisasi, dan bertanggung jawab kepada organisasi.
(29)
14
2.1.2. Dimensi Komitmen Organisasi
Teori untuk menjelaskan dimensi daripada komitmen organisasi ini ialah berasal dari teori Meyer dan Allen (1991) yang telah meneliti komitmen organisasi selama beberapa dekade ini. Berikut adalah dimensi dari komitmen organisasi yang dipaparkan Meyer dan Allen:
2.1.2.1. Affective Commitment
Meyer dan Allen (1991) menyatakan bahwa karyawan organisasi yang berkomitmen kepada organisasi yang didasari oleh afektif, akan terus bekerja bagi organisasi karena individu memang menginginkan melakukan hal tersebut. Masih pada artikel yang sama, Meyer dan Allen menambahkan bahwa karyawan harus memiliki ikatan emosional dan adanya ikatan antara pegawai dan organisasi.
Menurut Meyer dan Allen (1997) komitmen afektif adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi. Menurut Levy (2009) komitmen afektif diartikan sebagai kedekatan emosi yang ditandai dengan adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan tujuan dan nilai organisasi, kesediaan mengerahkan usaha atas nama organisasi dan keinginan yang kuat untuk tetap menjadi organisasi.
2.1.2.2. Continuance Commitment
Meyer dan Allen (1991) menjelaskan bahwa continuance commitment mengacu pada biaya yang terkait dengan meninggalkan organisasi. Selain itu karyawan merasa rugi jika meninggalkan organisasi dan mendapat keuntungan jika tetap berada di dalam organisasi. Karyawan yang memilih mengutamakan organisasinya berdasarkan continuance commitment akan tetap tinggal karena
(30)
15
karyawan harus melakukan hal tersebut. Menurut Levy (2009) kedekatan terhadap organisasi sebagai fungsi dari apa yang telah karyawa dapat.
2.1.2.3. Normative Commitment
Meyer dan Allen (1991) menjelaskan normative commitment sebagai sebuah perasaan yang mencerminkan sebuah kewajiban untuk melanjutkan sebuah pekerjaan. Lebih lanjut lagi Meyer dan Allen menambahkan pegawai harus dapat bertanggung jawab terhadap organisasi dan mengikuti peraturan organisasi.
Normative commitment yang dipaparkan oleh Levy hampir serupa dengan yang disampaikan oleh Meyer dan Allen yakni, kedekatan terhadap organisasi yang mencerminkan sebuah kewajiban untuk melanjutkan pekerjaan dengan organisasi.
2.1.3. Faktor-Faktor Komitmen Organisasi
Dalam mengajukan konseptual dari komitmen organisasi, Meyer dan Allen (1991) memberikan penjelasan adanya variabel yang menjadi penyebab dari komitmen organisasi. Levy (2009) memaparkan faktor dari komitmen organisasi. Peneliti akan memaparkan teori yang telah disampaikan oleh Levy karena menurut peneliti, penelitian ini masih baru dibanding dengan teori Meyer dan Allen. Levy (2009) menjelaskan ada 3 ketegori utama yakni organizational mechanism, individual/personal characteristic, dan social factor.
1. Organizational Mechanisms
Pernahkah anda melihat bagaimana sebuah organisasi melakukan seseuatu untuk membuat karyawannya komit dengan organisasi?. Levy (2009) menjelas kan bahwa beberapa struktur organisasi yang baik, yaitu dengan membuat sebuah sistem berupa hadiah yang diberikan kepada pegawai karena memiliki kinerja
(31)
16
positif. Hadiah yang dimaksud Levy ialah menyediakan sertifikat untuk pegawai terbaik bulan ini, membiayai pendidikan pegawai yang ingin melanjutkan sekolah, dan lainnya (Levy, 2009). Meyer dan Allen (1997) melihat bahwa struktur seperti mengarah pada komitmen afeksi, khususnya komunikasi yang mendukung mereka, perlakuan yang cukup, dan meningkatkan perasaan saling memntingkan dan kemampuan orang lain.
2. Individual/Personal Characteristic
Berbicara masalah struktur organisasi belum lengkap rasanya tanpa membahas karakteristik individu. Setiap pegawai membawa banyak kualitas, sikap, kepercayaan, dan kemampuan yang biasa disebut individual differences atau keunikan individu dan perbedaan ini sering berkaitan dengan perilaku kerja seperti komitmen organisasi. Mathieu dan Zajac (dalam Levy, 2009) melihat adanya keterkaitan antara personal characteristic dengan komitmen afeksi dan komitmen berkelanjutan tetapi baik Mathieu maupun Zajac tidak melihat hal yang serupa pada komitmen normatif. Meskipun pengetahuan akan komitmen normatif terbatas dibanding dengan 2 komponen yang lain, beberapa anteseden muncul pada literatur lain. Singkatmya, meski pun tidak ada bukti yang mengarah pada komitmen normatif, ada beberapa bukti yang tidak langsung memperlihatkan bahwa pegawai yang menanamkan kepercayaan penuh pada tanggung jawab sama halnya dengan komitmen normatif kepada organisasi (Allen & Meyer, 1997).
3. Social Factor
Sampailah kita pada teori terakhir mengenai anteseden komitmen organisasi yang dipaparkan oleh Levy (2009) yaitu faktor sosial. Salah satu komitmen organisasi
(32)
17
yang konsisten secara alami dan berkualitas ialah hubungan pegawai dan supervisor. Maksudnya adalah sejauh mana bos memperlakukan dan berkomunikasi secara terbuka dengan pegawai (Mathieu & Zajac dalam Levy, 2009). Peneliti menyimpulkan maka jika perlakuan sosial mendukung dan membuat nyaman pegawai maka dengan sendirinya pegawai akan berkomitmen dengan organisasi.
2.1.4. Pengukuran Komitmen Organisasi
Pada sub bab ini peneliti masih mengacu pada teori daripada Meyer dan Allen (1997). Pengukuran komitmen organisasi menggunakan organizational commitment scale (OCS) yang dikembangkan dengan pengukuran komitmen organisasi berdasarkan konstruk model tiga dimensi (Meyer & Allen, 1997). Meyer dan Allen (1997) menyoroti bahwa skala tersebut dimaksudkan untuk mengukur tiga komponen dari komitmen organsiasi: affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment.
Mowday et all., (1979) juga telah membuat alat ukur komitmen organisasi yang diberi nama organizational commitment questioner (OCQ). Sama halnya dengan OCS milik Meyer dan Allen, OCQ ini juga mengukur komitmen organisasi. Hanya saja disini peneliti akan memaparkan alat ukur yang telah dibuat oleh Meyer dan Allen yakni OCS untuk mengukur komitmen organisasi. OCS adalah kuesioner yang terdiri dari 24 pernyataan yang terstruktur atau item, seluruh tersebut mengukur tiga dimensi dari komitmen organisasi yaitu afektif, berkelanjutan dan normatif (Meyer & Allen, 1997).
(33)
18
2.2. Motivasi Kerja
2.2.1. Pengertian Motivasi Kerja
Motivasi menurut Robbins dan Judge (1988) pengerian motivasi kerja adalah “As the processes that account for an individual’s intensity, direction, and persistance of effort toward attaining goal”. Maksudnya bahwa motivasi kerja adalah proses yang menjelaskan individu baik dalam intensitas, arah, dan juga upaya untuk mencapai tujuannya. Lalu pada bukunya, Robbins dan Judge (1988) juga menambahkan, secara umum motivasi berfokus terhadap upaya dalam meraih tujuan individu, lalu dipersempit fokus itu ke dalam tujuan organisasi dan direfleksikan lewat hubungan kerja. Motivasi dapat didefinisikan sebagai keinginan yang berkembang pada diri seorang karyawan untuk melakukan tugas dengan menggunakan kemampuan terbesarnya nya berdasarkan inisiatif individu itu sendiri (Rudolf & Kleiner dalam Alhaji & Yusof, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan Ryan dan Deci (dalam Meyer et al.,
2004), Motivasi adalah keadaan dimana seseorang yang diberi energi dianggap memiliki motivasi. Menurut Levy (2009) motivasi adalah sebuah paksaan yang mendorong seseorang agar perilakunya bersemangat, langsung, dan menopang dalam pekerjaan mereka. Motivasi adalah satu set kekuatan yang menyebabkan seseorang untuk mendekati tindakan tertentu dengan kemampuan maksimal. Prakteknya, motif termasuk kebutuhan, keinginan, hasrat dan kekuatan batin seseorang yang merangsang dia untuk melakukan aktivitas tertentu. Dan perilaku manusia terbentuk di bawah pengaruh motivasi untuk mencapai tujuan tertentu (Raesi et al., 2012).
(34)
19
Menurut Pinder (dalam Meyer et al., 2004) motivasi kerja adalah seperangkat kekuatan energik yang berasal baik dari dalam maupun dari luar individu, untuk membentuk perilaku yang terkait dengan pekerjaan, dan untuk menentukan bentuk, arah, durasi dan intensitas perilaku. Menurut Meyer et al.,
(2004) terdapat dua fitur penting dari definisi ini. Pertama, motivasi diidentifikasi sebagai kekuatan energi, artinya adalah apa yang menyebabkan karyawan bertindak atau berperilaku. Kedua, gaya ini memiliki implikasi kepada bentuk, arah, intensitas, dan durasi perilaku. Artinya, menjelaskan apa yang membuat karyawan termotivasi untuk mencapai tujuannya, bagaimana mereka akan berusaha untuk mencapainya, seberapa keras mereka akan bekerja untuk melakukannya, dan kapan mereka akan berhenti (Meyer et al., 2004).
Motivasi adalah disposisi internal seseorang untuk peduli dengan pendekatan dan insentif positif dan menghindari insentif negatif (Alimohammadi & Neyshabor, 2013). Kemudian menurut Sarlito (2010) motivasi merupakan istilah yang lebih umum, yang merujuk kepada seluruh proses gerakan, termasuk dorongan yang timbul dari dalam individu, perilaku yang ditimbulkan oleh situasi tertentu dan merupakan sebuah tujuan atau akhir daripada tindakan atau perbuatan. Jadi motivasi kerja adalah munculnya keinginan atau dorongan yang didukung dengan mengerahkan usaha semaksimal mungkin karena individu ingin mencapai tujuan yang ingin diraihnya.
(35)
20
Gambar 2.1 Proses Motivasi
Proses Motivasi. Diambil dari “The Motivation to Work: What We Know” oleh E. A. Locke dalam Meyer et all., 2004.
2.2.2. Dimensi Motivasi
McClelland memaparkan ada 3 kebutuhan penting dalam teori motivasi miliknya. Peneliti akan menjelaskan aspek-aspek need yang telah ditulis oleh McLelland. Berikut adalah 3 aspek yang dituturkan oleh McClelland (dalam Moore et all.,
2010):
1. Need for Power adalah keinginan untuk mengendalikan orang lain (McClelland, 1961, dalam Moore et all., 2010). Moore juga menambahkan bahwa pada need of power adalah keinginan seseorang untuk memimpin orang lain. Lalu Daft (dalam Moore et all., 2010) mendefinisikan kebutuhan akan kekuasaan sebagai keinginan untuk mempengaruhi atau mengendalikan orang lain, bertanggung jawab untuk orang lain, dan memiliki kewenangan atas orang lain. Individu yang menunjukkan kebutuhan akan kekuasaan ini
(36)
21
memiliki keinginan untuk memiliki pengaruh dan ingin membuat dampak yang besar bagi organisasi.
Keinginan untuk memebuat seseorang berperilaku sesuai kehendaknya, memengaruhi orang lain, dan yang memiliki dampak bagi orang lain yang mana mereka dipengaruhi tidak dapat menolak. Orang yang memiliki kebutuhan berkuasa yang besar menyukai pekerjaan dimana mereka menjadi pemimpin, dan mereka berupaya untuk dapat memengaruhi orang lain. Penelitian mengungkapkan eksekutif manajer sebagian besar memiliki kebutuhan ini.
2. Need for Achievement adalah kesuksean yang diraih melalui kompetisi yang mana pada kompetisi itu ada seseorang yang memiliki kemampuan dia atas rata-rata dan dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik di atas standar (McClelland et all., 1958, dalam Moore 2010). Artinya, tujuan beberapa individu dalam materi ini adalah untuk menjadi sukses dalam hal persaingan dengan beberapa standar keunggulan. Individu yang menunjukkan perlunya prestasi atau penghargaan berusaha untuk mencapai tujuan yang realistis tetapi menantang.
Hasrat untuk mencapai, untuk mendapatkan hubungan yang terstandar dan keinginan untuk sukses. Need ini lebih ingin mendapatkan prestasi daripada hanya sekedar imbalan, pegawai akan bergairah dalam melakukan sesuatu lebih baik dan efisien. Lebih lanjut McLelland menemukan bahwa mereka bahwa mereka yang memiliki dorongan prestasi yang tinggi berbeda
(37)
22
dari orang lain dalam keinginan kuat mereka untuk mendapatkan yang lebih baik. Mereka juga yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi lebih menyukai pekerjaan yang memiliki tanggung jawab.
3. Need for Affiliation adalah membangun, memelihara, atau menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Hubungan ini paling memadai dijelaskan oleh kata persahabatan keinginan untuk berteman dan menutup hubungan interpersonal (McClelland, 1961 dalam Moore 2010). Dengan kata lain kebutuhan individu untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
Kebutuhan ini kurang sekali mendapat perhatian dan paling sedikit diteliti. Mereka yang memiliki kebutuhan ini ingin sekali disukai dan diterima oleh orang lain. Mereka lebih menyukai situasi-situasi kooperatif daripada situasi kompetitif, dan sangat menginginkan hubungan-hubungan yang melibatkan emosi dan saling pengertian. Individu akan berusaha menghindari konflik.
2.2.3. Pengukuran Motivasi kerja
Terdapat beberapa jenis alat ukur untuk mengukur motivasi. menurut Sprangler (1992) Alat ukur motivasi yang cukup sering digunakan oleh peneliti ialah
Thematic Apperception Test (TAT). Selama 4 dekade McClelland, Atkinson dan lainnya telah mempelajari dasar motivasi perilaku manusia. Karya McClelland dan tokoh lainnya berkembang melalui laboratorium penelitian yang mengkaji kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan prestasi (Atkinson dan Litwin, 1960, McClelland, 1965, dalam Sprangler, 1992). Karya ini juga menuai banyak kritikan yang dialamatkaan kepada McLelland karena alat ukur ini dinilai hanya mengukur
(38)
23
satu dimensi saja (Sprangler, 1992). Tetapi meskipun begitu TAT tetap menjadi salah satu pilihan yang digunakan oleh banyak peneliti yang hendak mengukur motivasi kerja.
Selain TAT ada skala yang didesain khusus untuk mengukur work motivasion, job satisfaction, and commitment (WMJSC) dikembangkan oleh Tella
et all., (2007). Pada penelitian kali ini peneliti akan mengadaptasi alat ukur yang digunakan oleh Steers dan Braunstein (1976) yakni McClelland’s Needs Asasement, alat ukur ini terdiri dari 15 pertanyaan, dimana setiap 5 item mewakili salah satu dari dimensi McClelland.
2.3. Psychological Well-Being
2.3.1 Definisi Psychological Well-Being
Pada sub bab ini akan memaparkan mengenai definisi dari psychological well-being yang telah dijelaskan oleh tokoh psychological well-being. Ryff (1989) memaparkan gagasan teorinya ialah karena berlandaskan pada teori positive functioning milik Gordon Allport, hierarchical of needs milik Abraham Maslow, dan fully functioning milik Carl Rogers. Ryff mendefinisikan psychological well-being sebagai kondisi dimana individu memliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang cocok dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya (Ryff, 1989).
(39)
24
2.3.1.1 Perkembangan Pemikiran Psychological Well-Being
Penelitian well-being tampak sangat menonjol pada kajian psikologi empiris saat ini (Ryan dan Deci, 2001). Penelitian well-being mencerminkan peningkatan kesadaran well-being sebagai pengaruh positif yang menunjukan tidak adanya penyakit mental dan bukan sebagai pengaruh negatif (Cacioppo & Berntson dalam Ryan & Deci, 2001). Karya Bradburns yang muncul pada tahun 1969 yang
berjudul “The Structure of Psychological Well-Being” dapat membedakan emosi
negatif dan positif. Bradburn berfokus pada kebahagiaan sebagai variabel hasil dan menyatakan bahwa emosi negatif dan positif adalah dua hal yang berbeda, dan keseimbangan pada keduanya merupakan ciri dari kebahagiaan (Ryff, 1989).
Ryff (1989) menerangkan bahwa kebahagiaan merupakan ciri dari keseimbangan antara perasaan positif dan negatif yang pada dasarnya adalah satu empiris. Artinya baik positif dan negatif memiliki fungsi yang sama yakni sebagai indeks dari kebahagiaan. Psychological well-being memiliki dua konsep yakni
hedonic dan eudaimonic (Bowman, Brandenberger, Lapsley, Hill, & Quaranto, 2010; Henderson & Knight, 2012; Ryan & Deci, 2001; Ryff, Singer, & Love, 2004; Waterman, 1993 dalam Molix dan Nichols, 2013). Singkatnya, kesejahteraan hedonis mengacu merasa baik, sedangkan kesejahteraan eudaimonic mengacu pada hidup yang baik (misalnya, bermakna, berbudi luhur, atau otentik) kehidupan (Henderson & Knight dalam Molix dan Nichols, 2013).
Terdapat 2 paradigma yang telah diterangkan oleh Molix dan Nichols (2013), saat ini peneliti akan memaparkan penjelasan hedonis dan eudaimonic
(40)
25
perspektif hedonis umumnya disamakan dengan keadaan emosi positif yang menyertai kepuasan dan juga keinginan, oleh karena itu pengalaman kesenangan, kepedulian, dan kenikmatan dianggap mencerminkan kesejahteraan (Diener dalam Henderson dan Knight, 2012). Filsuf hedonis percaya bahwa manusia pada dasarnya ingin memaksimalkan pengalaman senang dan meminimalkan rasa sakit. Kesenangan dan rasa sakit dipandang sebagai indikator kuat yang baik dan buruk dan karenanya memaksimalkan kesenangan dipandang sebagai cara memaksimalkan baik dalam kehidupan seseorang (Henderson & Knight, 2012). Menurut Ryan dan Deci (2001) hedonic fokus pada pencapaian kepuasan dan menghindari rasa sakit.
Kedua, eudaimonic berorientasi pada hidup yang memiliki makna dan keinginan seseorang dalam memuaskan dirinya sendiri. Hal ini mendefinisikan well-being sebagai tingkat tertentu dimana seseorang menjadi pribadi yang sepenuhnya berfungsi (Ryan & Deci, 2001). Eudaimonic sering kontras dan dianggap filosofis yang menentang, tradisi hedonis (Deci & Ryan dalam Henderson & Knight, 2012). Konsep eudaimonia pertama kali dijelaskan oleh Aristoteles, dan juga telah dikaitkan dengan filsuf kuno lainnya seperti Plato dan Zeno dari Citium (Grinde dalam Henderson dan Knight, 2012). Aristoteles menyatakan bahwa hidup kontemplasi dan kebajikan, sesuai dengan satu sifat yang melekat (yaitu hidup otentik, atau kebenaran seseorang 'daimon') adalah jalan menuju kesejahteraan (Norton dalam Henderson & Knight, 2012).
Lebih lanjut lagi konsepsi Aristoteles tentang eudaimonia telah didominasi dan dianggap sebagai pendekatan obyektif, di mana kehidupan dinilai dari luar,
(41)
26
berdasarkan keunggulan dan kebajikan (McDowell dalam Henderson & Knight, 2012). Pendekatan ini merupakan kekhawatiran bahwa kebahagiaan dan kepuasan hedonis dapat dihasilkan dari perilaku tercela, dan oleh karena itu laporan subjektif kebahagiaan tidak harus dianggap sebagai indikasi yang baik, apakah kehidupan dijalani dengan baik. Sebagai kebahagiaan yang subjektif dapat dialami pada banyak konteks (misalnya melalui penggunaan obat-obatan terlarang), laporan subjektif positif tidak selalu mencerminkan kebaikan. Ini akan menunjukkan bahwa filsuf eudaimonic lebih peduli dengan hal apa yang membuat seseorang bahagia, daripada jika seseorang kebahagiaan (Henderson dan Knight, 2012).
2.3.2. Dimensi Psychological Well-being
Ryff memaparkan bahwa ada 6 aspek psychological well-being yang terdapat pada teorinya. Enam dimensi ini tidak lepas dari penggabungan Ryff dari berbagai teori yang menjadi rumusan dasar dari psychological well-being (dalam Ryff, 1989).
1. Self-acceptance. Penerimaan diri dikatakan sebagai fitur utama dari sehat mental sebagai karakteristik dari aktualisasi diri, fungsi diri yang optimal, dan kedewasaan. Memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri merupakan karakteristik dari positive psychological functioning (Ryff, 1989). Sikap positif ini adalah mengenali dan menerima berbagai aspek dalam dirinya, baik yang positif maupun negatif, serta memiliki perasaan positif terhadap kehidupan masa lalunya. Orang yang memiliki nilai yang tinggi pada aspek ini mengindikasikan bahwa ia memiliki sikap yang positif, yang dapat
(42)
27
mengenali dan menerima berbagai aspek dalam dirinya, termasuk hal-hal yang baik maupun yang buruk, dan dapat melihat pada masa lalu dengan perasaan yang positif (Ryff & Keyes, 1995).
2. Positive relationship with others. Hubungan positif dengan orang lain. Banyak teori-teori sebelumnya menekankan pentingnya kehangatan, percaya, dan hubungan interpersonal. Manusia yang memiliki positive relation with others yang baik akan menjadi pribadi yang ramah pada setiap pegawai, percaya kepada orang lain, dan membuat orang lain senang. Orang yang beraktualisasi diri digambarkan memiliki rasa empati dan afeksi yang kuat terhadap manusia dan dapat memiliki cinta yang mendalam, persahabatan yang kuat, dan memiliki identifikasi yang sempurna terhadap yang lain. Teori tahapan perkembangan juga menekankan pada keberhasilan intimacy
dan juga generativity. Inti dari konsep psychological well-being ini ialah hubungan positif dengan lingkungan sekitar.
3. Autonomy. Individu yang sepenuhnya mandiri digambarkan memiliki locus of control yang baik, dimana orang tersebut tidak selalu membutuhkan pendapat dan persetujuan dari orang lain, namun mengevaluasi dirinya sendiri dengan standar personal. Nilai yang tinggi pada aspek ini menunjukkan indivdidu yang berkemauan kuat dan independen, dapat menahan tekanan sosial dan bertindak dengan pandangan penilaian personal. Individu ini dicirikan dengan mengevaluasi diri dengan menggunakan standar personal (Ryff & Keyes, 1995).
(43)
28
4. Environmental mastery. Penguasaan lingkungan. Individu yang memiliki karakteristik mental yang sehat ialah dengan memiliki kemampuan untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikis nya. Menurut Ryff (1989), individu yang memiliki penguasaan lingkungan adalah orang yang memiliki kemampuan dan kompetensi untuk mengatur lingkungannya. Individu tersebut secara efektif dapat menggunakan peluang yang muncul dan dapat memilih atau menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai personal mereka.
5. Purpose in life. Tujuan hidup. Seseorang yang memiliki sifat mental yang sehat dikatakan memiliki perasaan untuk menyadari bahwa terdapat tujuan dan makna dalam hidup. Definisi dari kedewasaan sendiri juga menekankan tujuan hidup yang menyeluruh, memiliki arah (sense of directedness) dan juga tujuan (intentionality) (Ryff, 1989).
6. Personal Growth. Dimensi ini melihat pentingnya kemampuan seseorang untuk menyadari potensi dan bakat untuk mengembangkan potensi yang lain. Kebutuhan terhadap aktualisasi diri dan menyadari potensi diri merupakan hal yang utama dalam perspektif klinis terhadap pengembangan diri. Terbuka terhadap pengalaman merupakan salah satu ciri dari fully functioning person. Teori perkembangan menambahkan pentingnya individu untuk terus berkembang guna menghadapi tantangan baru dalam setiap periode pada tahap perkembangannya (Ryff, 1989).
(44)
29
2.3.3. Pengukuran Psychological Well-Being
Pengukuran psychological well-being menggunakan alat ukur yang dibuat oleh Ryff, yaitu Psychological Well-Being Scales (PWBS). Skala pengukuran disesuaikan dengan teori milik Ryff mengenai psychological well-being dengan membaginya kedalam 6 dimensi, yaitu self-accpetance, positive relation with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth
(Ryff, 1989). Skala pengukuran milik Ryff ini sendiri dibuat dengan format skala likert dengan 6 kemungkinan jawaban yang disediakan, mulai dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju.
2.4. Kerangka Berpikir Penelitian
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, setiap organisasi harus memiliki skenario yang kuat untuk mempertahankan eksistensinya di dunia industri. Singh dan Gupta (2008) menerangkan bahwa dibutuhkan kedisiplinan sistem dan budaya organisasi yang kuat untuk mempertahankan keberadaan organisasi ditengah persaingan dunia industri pada zaman modern sekarang ini. Maka dari itu peran karyawan sangat penting untuk mempertahankan dan bersaing pada era globalisasi saat ini (Singh & Gupta, 2008).
Untuk bertahan dari ketatnya persaingan industri, setiap perusahaan maupun organisasi harus memiliki cara agar mereka dapat bertahan dari persaingan yang setiap harinya semakin ketat. Singh dan Gupta (2008) menyebutkan agar sebuah organisasi dapat bertahan dari persaingan yang semakin ketat ialah dengan mengembangkan ikatan antara organisasi dan karyawan. Maksudnya adalah dengan mempererat hubungan antara pegawai dan juga
(45)
30
organisasi sehingga muncul rasa komitmen terhadap organisasi yang timbul di dalam hati pegawai. Simo (2010) menambahkan jika komitmen organisasi sudah tumbuh pada setiap pegawai maka akan timbul efisiensi dan produktivitas, dengan ke 2 hal itu perusahaan dapat bertahan dan bersaing di tengah padatnya persaingan industri.
Komitmen organisasi pada individu dibangun oleh tiga faktor besar, yang pertama adalah mekanisme organisasi, kemudian karakteristik individu, dan yang terakhir adalah faktor sosial (Levy, 2009). Penelitian ini memiliki fokus pada karakteristik individu sebagai variabel yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi pada individu. Motivasi kerja dan psychological well-being merupakan variabel dari karakteristik individu yang disebutkan oleh Levy.
Faktor pertama yang akan dibahas oleh peneliti ialah motivasi kerja, pada faktor ini peneliti mengacu pada statement Meyer et al., (2004) yang menurut mereka komitmen merupakan salah satu dari komponen dari motivasi dan akan lebih baik jika kedua teori itu saling dikaitkan. Terkait temuan Ryan dan Deci (dalam Meyer et al., 2004) memaparkan bahwa motivasi berkontribusi terhadap perilaku kerja, komitmen organisasi merupakan salah satunya. Menurut Ryan dan Deci dengan adanya motivasi arah perilaku kerja menjadi jelas, pegawai jadi memiliki alasan dan juga tujuan yang jelas, menurut kedua peneliti di atas hal tersebut sudah menjadi bentuk komitmen.
Motivasi terbagi atas 3 dimensi yakni need for power, need for achievement, dan need for affiliation. Need for power ialah kebutuhan yang didasari keinginan untuk memerintah dan memiliki kekuasaan (McClelland, 1961
(46)
31
dalam Moore, 2010), merupakan kebutuhan yang diperlukan untuk menjadi seorang pemimpin. Ketika seseorang sudah menjadi pemimpin atau menjadi yang paling dominan di organisasi maka tentu individu tersebut akan memiliki tanggung jawab. Karena tanggung jawab ini lah maka individu akan terikat dengan organisasi dan akan memberikan kontribusi bagi organisasi.
Dimensi kedua dari teori motivasi yang digunakan peneliti merupakan
need for achievement. Kebutuhan akan penghargaan ini didasari karena individu ingin menjadi sukses dan berhasil pada kompetisi (McClelland et al., 1958 dalam Moore et al., 2010). Kebutuhan untuk menjadi yang terbaik, menjadi bagian terpenting dari komitmen organisasi karena individu yang memiliki rasa kompetitif yang tinggi maka individu akan berusaha sekuat mungkin untuk mencapai prestasi tertinggi dan menjadi yang terdepan. Ketika prestasi itu sudah berhasil di raih tak pelak akan berimplikasi kepada organisasi, prestasi itulah yang menjadi komitmen individu bagi organisasi.
Need for affiliation menjadi dimensi pelengkap daripada dimensi motivasi kerja. Menurut McClelland (dalam Moore et al., 2010) need for affiliation ini berarti memebangun afiliasi atau kerja sama dan membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Ini berarti ketika seseorang sudah dapat membangun hubungan dengan banyak orang maka kemungkinan individu itu menjadi nyaman sangat tinggi. Hal ini dikarenakan kebanyakan manusia membutuhkan teman untuk bicara dan di dunia ini manusia harus dapat bersosialisasi dengan baik jika ingin bertahan dari kerasnya persaingan organisasi. Individu akan menjadi sangat loyal dan berkomitmen tinggi karena kenyamanan yang didapatinya, oleh sebab
(47)
32
itulah kebutuhan afiliasi ini melengkapi 3 dimensi yang dipaparkan oleh McClelland.
Faktor ke dua yang memengaruhi komitmen organisasi adalah
psychological well-being, kerangka berpikir ini diperkuat dengan adanya beberapa artikel yang telah meneliti mengenai pengaruh psychological well-being terhadap komitmen organisasi. Rathi (2011) menemukan hubungan yang positif antara
psychological well-being dengan affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. Psychological well-being terdiri dari 6 dimensi yang akan diteliti lebih lanjut oleh peneliti.
Dimensi pertama self-acceptance atau penerimaan diri, sebab ketika individu telah berhasil menerima diri apa adanya maka akan mudah baginya untuk terbuka. Dijelaskan oleh Ryff (1989) konsep penerimaan diri ini adalah fungsi utama dari kesehatan mental. Individu ketika sudah berhasil menerima dirinya dengan baik maka sikap yang akan ditunjukan pun akan positif, ketika individu sudah memiliki perasaan yang positif individu akan memiliki berproduktifitas dengan tinggi hal ini lah yang membuat individu dapat berkomitmen dengan organisasi yang menaunginya.
Positif relation with others menjadi dimensi ke 2 pada teori Ryff (1989) yang akan dijelaskan peneliti di dalam sub bab kerangka penelitian kali ini. Hampir sama dengan kebutuhan untuk berafiliasi pada teori McClelland yang sudah dijelaskan di atas. dimensi ini menjelaskan bahwa individu harus memiliki hubungan positif dengan lingkungan sekitar agar perasaaannya menjadi nyaman
(48)
33
dan sejahtera. Hubungan positif ini yang membangun komitmen pada di individu sehingga individu dapat loyal dengan organisasi.
Dimensi ke 3 yang tidak kalah penting ialah autonomy atau kemandirian. Mengacu kepada teori Ryff (1989) aspek ini dipusatkan kepada locus of control,
yang artinya seorang pegawai dapat menahan tekanan sosial dan bertindak dengan pandangan penilaian personal. Pegawai yang memiliki autonomi yang bagus tidak akan goyah oleh godaan perusahaan lain yang mengajaknya bergabung, individu tersebut akan teguh pada organisasi yang sekarang.
Environmental mastery merupakan dimensi ke 4 berdasarkan teori Ryff (1989) yang memengaruhi komitmen organisasi. Seseorang yang mampu menciptakan suasana yang kondusif bagi dirinya tentu akan mudah untuk memberikan kontribusi kepada organisasi. Menurut Ryff individu yang dapat menguasai keadaan seperti ini tidak akan pernah melewatkan kesempatan sekecil apa pun. Individu yang memiliki kemampuan seperti ini tentulah akan mudah baginya untuk melibatkan diri dengan segala kegiatan organisasi dan itulah cara individu itu berkomitmen dengan organisasinya.
Purpose in life tak kalah penting dari ke 4 dimensi di atas, aspek ini penting karena setiap orang harus memiliki tujuan hidup. Seseorang yang memiliki tujuan hidup tentunya akan memiliki arah dan juga pandangan yang cukup luas. Individu seperti ini tidak mudah untuk bimbang karena dia pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai dan jika tujuan hidup ini di dukug oleh organisasi makan komitmen organisasi orang ini pun akan meningkat karena baik individu dan organisasi memiliki tujuan yang sama.
(49)
34
Dimensi terakhir dari psychological well-being yang dikembangkan oleh Ryff (1989) ialah personal growth. Organisasi yang memberikan kesempatan bagi pegawai yang ingin berkembang pastilah akan sangat di hargai. Pegawai yang mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan dirinya pun akan membalas dengan cara berkomitmen penuh terhadap organisasi. Komitmen akan terus berlanjut jika pengembangan itu konsisten dilakukan.
Motivasi Kerja
Psychological well-being
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
2.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis Mayor
Ada pengaruh yang signifikan Motivasi Kerja dan Psychological Well-Being
terhadap komitmen organisasi pada karyawan di organisasi?
Need for Power Need for Achievement Need for Affiliation
Purpose in Life Self-Accepted
Relationship with Other Autonomy
Environmental Mastery
Personal Growth
Komitmen
Organisasi
(50)
35
Hipotesis Minor
H1 : Ada pengaruh yang signifikan need for power terhadap komitmen organisasi.
H2 : Ada pengaruh yang signifikan need for achievement terhadap komitmen organisasi.
H3 : Ada pengaruh yang signifikan need for affiliation terhadap komitmen organisasi.
H4 : Ada pengaruh yang signifikan self-acceptance terhadap komitmen organisasi.
H5 : Ada pengaruh yang signifikan relationship with others terhadap komitmen organisasi.
H6 : Ada pengaruh yang signifikan autonomy terhadap komitmen organisasi. H7 : Ada pengaruh yang signifikan environmental mastery terhadap komitmen
organisasi.
H8 : Ada pengaruh yang signifikan purpose in life terhadap komitmen organisasi.
H9 : Ada pengaruh yang signifikan personal growth terhadap komitmen organisasi.
(51)
36
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab 3 ini memaparkan tentang populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, variabel penelitian serta definisi operasional. Selanjutnya, dibahas mengenai teknik dan instrumen pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, dan pengujian alat ukur yang digunakan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan atau hipotesis penelitian.
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Adapun yang dijadikan populasi oleh peneliti adalah karyawan pabrik PT Kiriu Indonesia yang berlokasi di daerah Cikarang Barat. Jumlah populasi dalam PT Kiriu berdasarkan data yang dimiliki HRD sebanyak 250 pegawai. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik nonprobability sampling yang berarti peluang anggota anggota populasi untuk dijadikan sampel tidak diketahui. Teknik
nonprobability sampling yang peneliti gunakan adalah convenience sampling.
Dengan menggunakan teknik convenience sampling, partisipan dipilih berdasarkan kesediaan pegawai untuk merespon. Peneliti membagikan angket sebanyak 200 lembar kepada pegawai perusahaan tersebut.
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1. Variabel Penelitian
(52)
37 1. Need of power
2. Need of achievement
3. Need of Affiliation
4. Self-acceptance
5. Relation with others
6. Autonomy
7. Environmental mastery
8. Purpose in life
9. Personal growth
Dependent variable penelitian ini yaitu organizational commitment yang terdiri dari affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment.
Sedangkan variabel lainnya merupakan variabel independen.
3.2.2. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel penelitian dijelaskan sebagai berikut di bawah ini.
3.2.2.1.Komitmen organisasi
Komitmen organisasi adalah kondisi psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaan dalam organisasi (Meyer dan Allen, 1991)
3.2.2.2. Motivasi kerja
Motivasi kerja adalah adalah sebuah paksaan yang mendorong seseorang agar perilakunya bersemangat, langsung, dan menopang dalam pekerjaan (Levy, 2009).
(53)
38
1. Need for Power
Need of power adalah keinginan untuk mengendalikan orang lain (McClelland, 1961, dalam Moore et al, 2010). Indikator need of power yaitu, keinginan seseorang untuk memimpin orang lain.
2. Need for Achievement
Need of Achievement adalah keinginan untuk berprestasi dan menjadi yang terbaik. Indikator need of achievement yaitu, melakukan pekerjaan yang lebih baik dari standar yang sudah ada.
3. Need for Affilition
Need of affiliation adalah kebutuhan seseorang memiliki hubungan positif dengan orang lain dan juga lingkungan sekitar. Indikator need of affiliation yakni¸ menjalin hubungan yang baik dengan orang lain.
3.2.2.3. Psychological Well-Being
Ryff mendefinisikan psychological well-being sebagai kondisi dimana individu memliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang cocok dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya (Ryff, 1989).
1. Self-acceptance
Self-acceptance adalah individu yang dapat mengenali dan menerima berbagai aspek dalam dirinya, termasuk hal yang baik maupun yang buruk. Self-acceptance
(54)
39
memiliki indikator yakni, membangun sikap positif yang membangun dirinya dan menerima setiap aspek baik dan buruk yang ada pada dirinya.
2. Relationship with Others
Relationship with others yaitu menjalin hubungan positif dengan orang lain, memiliki persahabatn yang kuat, dan membina hubungan dengan masyarakat. Indikator relationship with other yaitu, ramah pada setiap pegawai, percaya kepada orang lain, dan membuat orang lain senang.
3. Autonomy
Autonomy adalah Individu yang sepenuhnya mandiri digambarkan memiliki locus of control yang baik dimana seseorang dapat memecahkan masalahnya sendiri. Indikator autonomy yaitu, bersikap mandiri dan kesiapan menerima tekanan dari luar.
4. Environmental Mastery
Environmental mastery adalah kemampuan menciptakan lingkungan menjadi sesuai dengan kondisi psikis dan keinginannya. Indikator environmental mastery
yaitu, pegawai memiliki kemampuan mengatur lingkungan dan dapat memaksimalkan kesempatan yang ada.
5. Purpose in Life
Purpose in life adalah individu yang sudah memiliki tujuan dan rencana untuk kehidupannya. Indikator purpose in life yaitu, kemampuan pegawai dalam memiliki tujuan hidup dan memahami arti dari kehidupan sekarang dan masa lalu.
(1)
86
3. Gambaran subjek dalam penelitian ini hanya melihat jenis kelamin, tidak memasukan unsur seperti usia dan lama berkerja. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya perbandingan jumlah sampel dipertimbangkan agar seimbang dari segi jenis kelamin, usia dan lama berkerja agar gambaran yang diperoleh dapat lebih akurat. Serta memasukan elemen lain seperti jabatan pegawai pada PT atau perusahaan yang menaunginya.
4. Variabel yang dipakai dalam penelitian ini yaitu motivasi kerja dan psychological well-being. Untuk Penelitian selanjutnya diusahakan menambahkan variabel lain, karena perilaku komitmen organisasi memiliki faktor lain yang mempengaruhi seperti kepuasan kerja, iklim kerja, psychological attachmet, dan psychology capital. Mungkin bisa juga ditambahkan variabel islam pada penelitian selanjutnya.
5. Literatur dalam penelitian ini cukup terbatas, terlebih lagi artikel mengenai psychological well-being. Disarankan untuk menemukan dan menggunakan artikel psychological well-being lebih banyak lagi agar penelitian selanjutnya dapat lebih baik.
5.3.2. Saran Praktis
1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada pengaruh dari variabel need of affiliation, positive relation with others, dan environmental mastery terhadap komitmen organisasi. Selanjutnya agar dipertimbangkan kepada PT atau perusahaan manapun dalam menumbuhkan komitmen organisasi memperhatikan aspek tersebut diatas.
(2)
87
2. Pada penelitian ini ditemukan bahwa need of affilition signifikan mempengaruhi komitmen organisasi. Diharapkan kedepannya kepada perusahaan agar lebih membuat karyawan lebih dekat satu sama lain dengan mempertimbangkan dibuatnya kelompok kecil untuk menjalankan pekerjaan secara bersama-sama.
3. Pada penelitian ini ditemukan bahwa positive relation with others dan environmental mastery secara signifikan mempengaruhi komitmen organisasi. Maka disarankan agar perusahaan dapat membuat hubungan yang positif dengan karyawan dan dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
(3)
88
DAFTAR PUSTAKA
Alhaji, I.A., & Fauziah, W. (2012). Does motivational factor influence organizational commitment and effectiveness? a review of literature. Journal of Business Management and Economics. 3(1), 001-009.
Alimohammadi, M., & Neyshabor, A.J. (2013). Work motivation and organizational commitment among iranian police. International journal of research in organizational behavior and human resource management. 1(3), 1-12.
Allen, N.J., & Meyer, J.P. (1990). The measurement and antecedents of affective, continuance and normative commitment to the organization. Journal of occupational psychology. 63(1), 1-18.
Allen, N.J., & Meyer, J.P. (1991). Three component conseptualization of organizational commitment. Human resource management review. 1(1), 61-89.
Cohen, A., & Shamai, O. (2009). The relationship between individual values, psychological well-being, and organizational commitment among Israeli police officers. International journal of police strategies and management. 33(1), 30-51. DOI 10.1108/13639511011020584
Eslami, J., & Gharakhani. (2012). Organizational commitment and job satisfaction. ARPN journal of science and technology. 2(2), 85-91.
Gagne, M., & Deci, E.L. (2005). Self-determination theory and work motivation. Journal of organization behavior. 26(1), 331-362.
Gupta, M.A., Vohra, N., & Bhatnagar. (2010). Perceived organizational support and organizational commitment: the mediational influence of psychological well-being. Journal of business and management. 16(2), 105-124.
Henderson, L.W., & Knight, T. (2012). Integrating the hedonic and eudaimonic perspectives to more comprehensively understand wellbeing and pathways to wellbeing. International Journal of Wellbeing. 2(3), 196-221. DOI: 10.5502/ijw.v2i3.3
Jaros, S. (2007). Meyer and Allen model of organizational commitment: measurement issues. The lcfai journal of organizational behavior. 6(4), 7-26.
(4)
89
Jex, S.M. (2002). Organizational psychology: a scientist-practitioner approach. New York. Jhon Wiley & Sons inc.
Levy, Paul E. (2006). Industrial and organizational psychology understanding the workplace, second edition. Boston. Houghton Mifflin Company.
Lunenburg, C.F. (2011). Expectancy theory of motivation: motivating by altering expectations. International journal of management, business, and administration. 15(1), 1-6. DOI: 10.1177/095207670602100105
Martin, A., & Roodt, G. (2008). Perception of organisational commitment, job satisfaction and turnover intention in a post-merger South African tertiary institution. SAjournal of industrial psychology. 34(1), 23-31.
Meyer, J.P., & Maltin, E.R. (2010). Employee commitment and well-being: a critical review, theoretical framework and research agenda. Journal of vocational behavior. 77, 323-337. DOI :10.1016/j.jvb.2010.04.007 Meyer, J.P., Stanley, D.J., Herscovitch, L., & Topolnytsky, L. (2002). of
affective, continuance and normative commitment to the organization: a meta-analysis of antecedents, and consequences. Journal of vocational behavior. 61(1), 20-52. DOI:10.1006/jvbe.2001.1842
Meyer, J.P., Vandenberghe, C., & Becker, T.E. (2004). Employee commitment and motivation: a conceptual analysis and integrative model. Journal of applied psychology. 89(6), 991-1007. DOI: 10.1037/0021-9010.89.6.991 Molix, L.A., & Nichols, C.P. (2013). Satisfaction of basic psychological needs as
a mediator of the relationship between community esteem and wellbeing. International journal of wellbeing. 3(1), 20-34. DOI:10.5502/ijw.v3i1.2 Moore, L.L. (2010). Using achievement motivation theory to explain student
participation in a residential leadership learning community. Journal of leadership education. 9(2), 22-34.
Mowday, R.T., & Steers, R.M. (1979). The measurement of organizational commitment. Journal of vocational behavior. 14(1), 224-247. DOI: OOOI-8791/79/020224-24$02
O’Reilly, C., & Chatman, J. (1986). Organizational commitment and psychological attachment: the effects of compliance, identification, and internalization on prosocial behavior . American Psychological Association. 71(3), 492-499. DOI: 0021-9010/86/$00.75
(5)
90
Raesi, M., Hadadi, N., Faraji, R., & Salehian, M.H. (2012). McClelland’s motivational needs: A case study of physical education teachers in West Azarbaijan. European Journal of Experimental Biology.2(4), 1231-1234. Rathi, N. (2011). Psychological well-being and organizational commitment:
exploration of the relationship. Working paper of Amrita schoolof business.
Robertson, I.T., & Cooper, C.L. (2009). Full engagement: the integration
of employee engagement and psychological well-being. Leadership & Organization development journal. 31(4), 324-336. DOI 10.1108/01437731011043348
Ryan, R.M., & Deci, E.L. (2001). on happiness and human potentials: a review of research on hedonic and eudaimonicwell-being. Annual review of psychology. 52(1), 141-166. DOI: 0066-4308/01/0201-0141$14.00
Ryff, C.D. (1989). Happiness is everything, or is it? explorations on
the meaning of psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology. 57(6), 1069-1081. DOI: 0022-3514/89/SOO. 75 Ryff, C.D., & Keyes, C.L. (1995). The structure of psychological well-being
revisited. Journal of personality and social psychology. 69(4), 719-727. DOI: 0022-3514/95/ SOO. 35
Sadrabadi, G.R.S., Daryabor, A., Eghbali, L., & Allameh, S.M. (2014). Investigating the role of organizational commitment and religius attitudes in psychological well-being of shiraz municipal employee. Journal of social issues and humanities. 2(4), 63-67.
Sarwono, S.W. (2009). Pengantar psikologi umum. Jakarta. PT RajaGrafindo persada.
Sersic, D.M. (1999). An empirical test of Meyer and Allen’s three-component model of organizational commitment in a Croatian context. Review of psychology. 6(1-2), 17-24.
Simo, P., Enache, M., Leyes, J.M.S., & Alarcon, V.R. (2010). Analysis of the relation between subjective career success, organizational commitment and the intention to leave the organization. Transylvanian Review of Administrative Sciences. 29(1), 144-158.
Sinclair, R.R., Tucker, J.S., Cullen, J.C., & Wright, C. (2005). Performance Differences Among Four Organizational Commitment Profiles. Journal
(6)
91
of applied psychology. 90(6), 1280-1287. DOI: 10.1037/0021-9010.90.6.1280
Singh, B., & Gupta, P.K. (2008). Organisational commitment: revisted. Journal of the Indian academy of applied psychology. 34(1), 57-68.
Singh, P. (2012). Increasing productivity with motivation in the workplace. Journal of researching commerce and management. 2(6), 27-32.
Spangler, W.D. (1992). Validity of questionerand TAT measure of need for achievement two meta-analyse. Psychological bulletin. 112(1), 140-154. DOI: 0033-2909/92/S3.00
Suma, S., & Lesha, J. (2013). Job satisfaction and organizational commitment: the case of shkodra municipality. European scientific journal.19(17), 41-51. Tella, A., Ayeni, C.O., & Popoola, S.O. (2007). Work motivation , job
satisfaction, and organisational commitment of library personnel in academic and research libries in Oyo State, Nigeria. Library philosophy and practice. 1-17.
Winter, D.G. (1991). A motivational model of leadership: predicting long-term management succses from TAT measure of power motivation and responsibility. Leadership quarterly. 2(2), 67-80.
http://industri.bisnis.com/read/20130711/12/150146/inilah-alasan-karyawan-tidak-betah-kerja-lama-di-satu-perusahaan