2.4. Analytic Hierarchy Process AHP
Metode Analytic Hierarchy Process AHP dikembangkan oleh Thomas L.Saaty
sekitar tahun 1970 ketika di Warston school. Metode AHP memproses masalah
multikriteria yang kompleks menjadi suatu model hirarki. hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur
multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir yaitu level alternatif. Dengan hirarki,
suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. Adapun tahapan – tahapan proses dalam metode AHP
adalah: a.
Mendefinisikan masalah dan menentukan tujuan yang diinginkan. b.
Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria – criteria dan alternatif – alternatif pilihan.
c. Membentuk matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh
setiap elemen terhadap masing – masing kriteria. d.
Menguji konsistensi hirarki. Jika nilai konsistensi rasio yang dihasilkan tidak memenuhi standar yang ditetapkan yaitu Consistency Ratio CR 0,1 maka
penilaian harus diulang kembali. Misalkan O
i
dan O
j
adalah tujuan. Tingkat kepentingan relatif tujuan – tujuan ini dapat dinilai dalam 9 poin Reenoij, 2005 seperti pada tabel 2.1 dibawah:
Tabel 2.1 Tingkat kepentingan Sumber: Reenoij, 2005
Nilai Interpretasi
1 O
i
dan O
j
sama penting 3
O
i
sedikit lebih penting dari O
j
5 O
i
kuat tingkat kepentingannya dari pada O
j
7 O
i
sangat kuat tingkat kepentingannya dari pada O
j
9 O
i
mutlak lebih penting dari pada O
j
2,4,6,8 Nilai – nilai intermediate
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan mengenai matriks perbandingan berpasangan adalah matriks – matriks berukuran n x n dengan elemen a
ij
merupakan nilai relatif tujuan ke – i terhadap tujuan ke – j. matriks perbandingan berpasangan dikatakan konsisten jika dan hanya jika
untuk setiap �, �, � ≠ � ∈ {1, … , �}
�
��
= 1 2.2
�
��
=
1 �
��
2.3 �
��
= ��
��
��
��
2.4 Matriks perbandingan berpasangan hanya dapat dibangun n – 1 perbandingan, yaitu:
�
�
⋮ �
�
� �
��
⋮ �
��
� 2.5
Andaikan kita memilikin n tujuan dalam AHP. Matriks A adalah matriks perbandingan berpasangan yang konsisten, maka A dapat berupa matriks:
�
1
�
2
⋮ �
�
⎣ ⎢
⎢ ⎢
⎢ ⎢
⎡ �
1
�
2
…
�
1
�
1
�
1
�
2
…
�
2
�
2
⋮
�
�
�
2
⋮ ⋮
�
�
�
2
⋮ ⋮
⋯ �
� �
1
�
�
⋮ ⋮
�
�
�
�
⎦ ⎥
⎥ ⎥
⎥ ⎥
⎤ 2.6
Dimana w
i
0,i = 1,…… n adalah bobot tujuan ke – i. Secara umum vektor bobot w=[w
1
, w
2
,….w
n
] untuk n tujuan dapat dikomodasi matriks A dengan mencari solusi non – trivial dari himpunan n persamaan dengan n variabel yang tidak diketahui
sebagai berikut : AW
T
= VW
T
2.7 Jika A
konsisten, maka v = n memberi suatu solusi non – trivial yang unik. AW
T
= nW
T
jumlah semua bobot sama dengan satu. Jika A adalah matriks perbandingan berpasangan berukuran n x n yang konsisten,
maka:
��
�
= �
�
1
�
1
� �
1
+ ⋮
�
�
�
�
�
� �
1
�
�
1
�
2
� �
2
+ ⋮
�
�
2
�
1
� �
2
… ⋮
… +
�
�
1
�
�
� �
�
⋮ +
�
�
�
�
1
� �
�
2.8
Universitas Sumatera Utara
= �
� �
1
� �
2
⋮ � �
�
� = � � �
1
�
2
⋮ �
�
� = ��
�
2.9
Apabila A adalah matriks perbandingan berpasangan yang tidak konsisten, maka vektor bobot yang berbentuk:
��
�
= ��
�
2.10 Dapat didekati dengan cara :
∑ �
�� �
= 1 ����� ������� �
′
2.11 Untuk setiap baris dalam A’, hitunglah nilai rata – ratanya:
�
�
=
1 �
∑ �
��
2.12 Dengan W
i
adalah bobot tujuan ke- i dari vektor bobot. Misalkan ada n tujuan dan m alternatif pada AHP, maka proses perankingan alternatif
dapat dilakukan melalui langkah – langkah sebagai berikut : a
Untuk setiap tujuan I, tetapkan matriks perbandingan berpasangan A, untuk m alternatif
b Tentukan fektor bobot untuk setiap A
i
yang merepresentasikan bobot relatif dari setiap alternatif ke – j pada tujuan ke – i S
ij
c Hitung total skor
�
�
= ∑ ��
��
��
� �
2.13 d
Pilih alternatif dengan skort tertinggi 2.4.1 Prinsip dasar analytic hierarchy process
Metode Analytic hierarchy process AHP dalam menyelesaikan permasalahan, membutuhkan beberapa prinsip dasar yaitu:
a. Decomposition Decomposition adalah langkah memecahkan atau membagi masalah yang utuh
menjadi elemen – elemen ke bentuk hirarki, dimana setiap elemen saling berhubungan. Adapun bentuk struktur dekomposisi yaitu:
a Tingkat 1 : Tujuan keputusan Goal
b Tingkat 2 : Kriteria
c Tingkat 3 : Alernatif
Universitas Sumatera Utara
Adapun bentuk rangkaian dari dekomposisi masalah dapat dilihat pada gambar dibawah:
Gambar 2.6 Struktur hirarki Sumber: Yusuf Anshori, 2012
b. Comparative judgement Comparative judgement dilakukan dengan memberikan penilaian tentang
kepentingan relatif antar kriteria. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan atau matriks keputusan.
c. Synthesis of Priority Dari matriks keputusan yang terbentuk dapat ditentukan nilai bobot untuk masing
– masing kriteria sehingga bisa didapatkan prioritas antar kriteria. 2.5. Riset Riset Terkait
Adapun permasalahan – permasalahan yang berkaitan dalam penelitian ini, setelah penulis mengkaji dalam beberapa jurnal berbeda yang berkenaan dengan fuzzy dan
juga Analytic Hierarchy Process AHP dapat memberikan sebuah konstribusi yang baik.
Dalam jurnal ilmiah foristek, “Pendekatan Triangular Fuzzy Number dalam metode Analytic Hierarchy Process” Anshori, Y. 2012. Adapun langkah – langkah
yang digunakan yaitu: Metode Analytic Hierarchy Process :
a. Penyusunan prioritas
b. Membuat matrik keputusan
c. Uji konsistensi dan indeks rasio
Alternatif I Alternatif II
Alternatif N Tujuan
Kriteria I Kriteria II
Kriteria III Kriteria N
Universitas Sumatera Utara
Transformasi Triangular fuzzy number terhadap sakala AHP: a.
Menentukan fuzzyfikasi perbandingan skala 1 – 9 kepentingan antara 2 kriteria b.
Analisa fuzzy synthetic dipakai untuk perlasan suatu objek dalam memenuhi tujuan.
Sedangkan pada jurnal ilmu komputer, “Pemodelan sistem pendukung keputusan kelompok untuk diagnosa penyakit pneumonia dengan Fuzzy Linguistik Kuantifier
dan AHP” Syaukani, M Hartati, S. 2012. Adapun langkah – langkah yang digunakan yaitu:
a. Membuat tabel keputusan
b. Menentukan nilai variabel linguistik gejala
c. Nilai linguistik dipresentasikan dengan bilangan fuzzy segitiga.
d. Membentuk matrik keputusan
e. Agregasi preferensi
f. Melakukan tahap perankingan dengan metode Analytic Hierarchy Process
AHP. Dari penjelasan kedua jurnal diatas yang berkenaan dengan Fuzzy dan Analytic
Hierarchy Process AHP, memberikan output yang berbeda. Dalam jurnal ilmiah foristek, “Pendekatan Triangular Fuzzy Number dalam metode Analytic Hierarchy
Process” Anshori, Y. 2012. Dari hasil penelitiannya, menyatakan bahwa hasil perankingan yang diberikan oleh metode fuzzy AHP yaitu berbeda dengan hasil yang
dilakukan cara manual, dimana hasil yang diberikan jauh lebih baik dari sebelumnya, khususnya dalam penentuan beasiswa.
Sedangkan dalam jurnal ilmu komputer, “Pemodelan sistem pendukung keputusan kelompok untuk diagnosa penyakit pneumonia dengan Fuzzy Linguistik Quantifier
dan AHP” Syaukani, M Hartati, S. 2012. Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh yaitu mampu menetapkan penyakit dan jenis antibiotik sebagai hasil
dianogsis penyakit pneumonia.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Perbedaan dengan Riset yang lain