MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dra. Hj. Nelly Astuti, M. Pd.
Sekertaris : Drs. Mugiadi, M. Pd.
Penguji Bukan Pembimbing
: Drs. Muncarno, M. Pd.
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
Dr. Bujang Rahman, M. Si. NIP 19600315 198503 1 003
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 03 Agustus 2012
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: nama mahasiswa
: Renshi Marchelina NPM
: 0813053054 jurusan
: Ilmu Pendidikan program studi
: S 1 PGSD fakultas
: Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univesitas Lampung dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul
Penggunaan Model Cooperative Learning Type Two Stay Two Stray TSTS untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran
Matematika Kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai Lampung Selatan Tahun Pelajaran 20112012 tersebut adalah benar-benar hasil karya saya sendiri. Bukan plagiat
milik orang lain ataupun dibuatkan oleh orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat digunakan seperlunya dan apabila
di kemudian hari ternyata peryataan ini tidak benar, maka saya bersedia dituntut berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Metro, 01 Agustus 2012 Yang membuat pernyataan,
Renshi Marchelina NPM 0813053054
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bumiharjo, Kec. Batanghari, Kab. Lampung Timur, Propinsi Lampung pada tanggal 04 Juli
1990. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Siswanto dan Ibu Marsitin.
Pendidikan penulis diawali di Taman Kanak-Kanak TK Xaverius Dipasena, selesai pada tahun 1996. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di
Sekolah Dasar SD Xaverius Dipasena sampai dengan kelas IV dan pindah di SD Negeri 2 Sumberrejo, Batanghari Lampung Timur hingga selesai yaitu tahun
2002. Tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama SMP di SMP Negeri 1 Metro dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah
Atas SMA di SMA Negeri 1 Metro pada tahun 2008. Setelah menyelesaikan studi SMA, penulis mengikuti tes Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri SNMPTN Universitas Lampung dan lulus dalam tes tersebut. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa
Universitas Lampung pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dengan Program Studi S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
MOTTO
Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin di dunia ini asalkan kita mau berusaha dan berdoa
Impossible is nothing. Because imposibble = i m possible
Sesulit apapun suatu pekerjaan pasti akan terselesaikan asalkan ada niat dan usaha yang maksimal untuk menyelesaikannya
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Siti. 2011. Cooperative Learning. http:siti--amminah.blogspot.com. Diakses tanggal 15 Desember 2011 pukul 11.00 WIB.
Andayani, dkk.. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta.
Apriyah, Nur. 2006. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Kelas III SD Negeri Bulakpacing 02 Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal dalam
Materi Pecahan Melalui Bantuan Alat Peraga Benda Konkret Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Arikunto, Suharsimi, dkk.. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.
Aqib, Zainal, dkk.. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, TK. Yrama Widya. Bandung.
Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Eko. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray. http:ras-
eko.blogspot.com201105model-pembelajaran-kooperatif-tipe-two.html. Diakses tanggal 15 Desember 2011 pukul 11.00 WIB.
Furahasekai. 2011. Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray. http:furahasekai.wordpress.com20110907pembelajaran-kooperatif-tipe-
two-stay-two-stray. Diakses tanggal 15 Desember 2011 pukul 11.00 WIB. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Bandung.
Herrhyanto, Nar, dkk.. 2009. Statistik Dasar. Universitas Terbuka. Jakarta. Heruman. 2008. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. PT Remaja
Rosdakarya. Bandung. Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Isjoni. 2007. Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Alfabeta. Bandung.
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.
Kusumah, Wijaya dan Dedi Dwitagama. 2009. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. PT Indeks. Jakarta.
Lie, Anita. 2004. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Grasindo. Jakarta.
Martati, Badruli. 2010. Metodologi Pembelajaran pendidikan Kewarganegaraan Strategi Penanaman Nilai. Ganesindo. Bandung.
Mursell dan Nasution. 2008. Mengajar dengan Sukses. Bumi Aksara. Jakarta. Poerwadarminta. 2011. Pengertian Aktivitas Belajar. http:id.shvoong.com
social-scienceseducation2241185-pengertian-aktivitas-belajar22 Desember, 2011. Diakses tanggal 27 Desember 2011 pukul 10.00 WIB.
Poerwanti, Endang, dkk.. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. DEPDIKNAS. Jakarta.
Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Rosda Karya. Bandung.
Sanjaya, Ade. 2011. Pengertian Hasil Belajar. http:aadesanjaya. blogspot.com 201103pengertian-definisi-hasil-belajar.html. Diakses tanggal 15 Desember
2011 pukul 11.00 WIB. Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. Solihatin, Etin dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model
Pembelajaran IPS. Bumi Aksara. Jakarta. Sowiyah. 2010. Pengembangan Kompetensi Guru SD. Lembaga Penelitian
Universitas Lampung. Bandar Lampung. Sunyono. 2008. Perancangan PTK dan Penulisan Karya Ilmiah. Universitas
Lampung. Bandar Lampung. Supriatna, Nana, dkk.. 2007. Pendidikan IPS di SD. UPI PRESS. Bandung.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Suwangsih, Erna dan Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Upi Press. Bandung.
Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Wardhani, Igak, dkk.. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta.
ABSTRAK PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TYPE TWO STAY
TWO STRAY TSTS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA KELAS IV SD NEGERI 4 SUKADAMAI LAMPUNG SELATAN
TAHUN PELAJARAN 20112012 Oleh :
Renshi Marchelina
Permasalahan penelitian ini adalah rendahnya aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai. Siswa yang mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimum KKM 60 hanya 10 siswa 31,2 dari jumlah keseluruhan 32 siswa dan nilai rata-rata kelasnya rendah yaitu 51,5.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai dengan
menggunakan model cooperative learning type TSTS. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus yang masing-masing siklus terdiri dari 2 kali pertemuan. Alat pengumpulan data
dalam penelitian ini berupa lembar observasi dan tes. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa dan kinerja guru dalam pembelajaran, sedangkan tes
digunakan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan persentase aktivitas dan hasil belajar siswa. Pada siklus I aktivitas siswa berada pada kualifikasi cukup aktif
dengan rata-rata persentase 59,66 , siklus II kualifikasi aktif dengan rata-rata persentase 72,02 , dan pada siklus III menjadi sangat aktif dengan rata-rata persentase
81,39 . Pada hasil belajar siswa, siswa yang mencapai ketuntasan pada siklus I sebesar 62,5 dengan nilai rata-rata 57,2, siklus II menjadi 71,88 dengan nilai rata-rata 63,4,
dan pada siklus III meningkat menjadi 84,38 dengan nilai rata-rata 76,5.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan model cooperative learning type TSTS pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai Lampung Selatan. Kata kunci: aktivitas dan hasil belajar matematika, cooperative learning type TSTS.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara Supriatna, 2007: 3. Sedangkan pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman. Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa. Melalui pendidikanlah bangsa akan tegak dan mampu menjaga
martabat Kusumah, 2009: 133. Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal atau sekolah dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak
dari rata-rata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran
yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu. Dalam arti yang
lebih substansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk
berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya. Proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Bahkan banyak
penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya peer teaching ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. Model
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai
sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning. Dalam model ini, guru bertindak sebagai fasilitator Lie, 2004: 11-12.
Di Sekolah Dasar SD pembelajaran matematika masih saja dianggap sebagai pelajaran yang menakutkan dan tidak menarik. Hal ini dikarenakan proses
pembelajaran yang dianggap masih kurang dan perlu adanya perbaikan sesuai dengan yang diharapkan dalam KTSP Apriyah, 2006: 2.
Pembelajaran matematika kadang-kadang terasa sulit, banyak hambatan, banyak kegagalan, baik bagi siswa maupun guru. Karena itu diperlukan model
pembelajaran matematika yang memungkinkan siswa untuk belajar matematika lebih baik. Salah satunya adalah model cooperative learning type
TSTS. Model cooperative learning type TSTS ini dapat meningkatkan komunikasi dan hubungan antar siswa di kelas dalam proses pembelajaran
sehingga tujuan pembelajaran cepat tercapai, siswa menjadi lebih memahami materi pembelajaran,
dan membuat suasana menyenangkan dalam
pembelajaran matematika yang biasanya dianggap membosankan dan menakutkan oleh siswa.
Berdasarkan hasil pengamatan dan observasi pada tanggal 12 Desember 2011 tentang data hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai pada hasil
ulangan semester ganjil tahun pelajaran 20112012 pada mata pelajaran matematika, siswa yang mendapat nilai lebih dari 60 hanya 10 siswa 31,2
dari jumlah keseluruhan 32 siswa. Ini berarti jumlah siswa yang mendapat nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimum KKM 60 dengan standar
ketuntasan 75 dari jumlah siswa tidak terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang tidak tuntas dan memiliki nilai rata-rata
rendah yaitu 51,5. Pada saat pembelajaran, guru belum menggunakan model-model pembelajaran
secara bervariasi sehingga menyebabkan kurangnya minat siswa kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai terhadap pelajaran matematika. Hal ini terlihat pada saat
guru memberikan kesempatan untuk bertanya tetapi hampir tidak ada siswa yang bertanya. Ini terjadi karena pembelajaran kurang bervariasi sehingga
terkesan membosankan. Selain siswa kurang aktif mengajukan pertanyaan, kerjasama positif antar siswa dalam kelompok juga sangat kurang. Saat
mengerjakan LKS secara berkelompok hanya siswa yang pintar saja yang aktif mengerjakannya. Siswa juga sering mengobrol sendiri-sendiri selama proses
pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai masih rendah. Karena itu diperlukan suatu
usaha untuk mengoptimalisasikan pembelajaran matematika dengan
menerapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar dan melatih berpikir siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan perbaikan Penggunaan
Model Cooperative Learning Type Two Stay Two Stray TSTS untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran
Matematika Kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai Lampung Selatan Tahun Pelajaran 20112012
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas perlu diidentifikasi permasalahan yang ada, yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaran kurang bervariasi sehingga terkesan membosankan. 2. Kurangnya minat siswa kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai terhadap mata
pelajaran matematika. 3. Siswa tidak berani mengajukan pertanyaan jika belum memahami materi
yang disampaikan guru. 4. Kurangnya kerjasama antar siswa dalam kelompok.
5. Saat mengerjakan LKS secara berkelompok hanya siswa pintar saja yang aktif.
6. Siswa sering mengobrol sendiri-sendiri selama proses pembelajaran. 7. Rendahnya aktivitas belajar siswa kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai pada
proses pembelajaran. 8. Rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai, dari 32
siswa, hanya 10 siswa 31,2 yang sudah mencapai mencapai KKM.
9. Rendahnya nilai rata-rata kelas yang hanya mencapai 51,5. 10. Guru belum menggunakan model-model pembelajaran secara bervariasi.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penggunaan model cooperative learning type TSTS dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran matematika kelas
IV SD Negeri 4 Sukadamai? 2. Bagaimanakah penggunaan model cooperative learning type TSTS dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran matematika kelas
IV SD Negeri 4 Sukadamai dengan menggunaan model cooperative learning type TSTS.
2. Meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai dengan menggunaan model cooperative learning
type TSTS.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Bagi Siswa
Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran matematika khususnya di kelas IV SD Negeri 4 Sukadamai sehingga hasil belajarnya
pun meningkat. 2. Bagi Guru
Dapat memperluas wawasan dan pengetahuan guru khususnya dalam penggunaan model cooperative learning type TSTS sehingga dapat
memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan profesionalisme guru matematika SD Negeri 4 Sukadamai.
3. Bagi SD Negeri 4 Sukadamai Sebagai bahan masukan guna meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan
dengan penggunaan model cooperative learning type TSTS. 4. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengalaman tentang penelitian tindakan kelas dengan penggunaan model cooperative learning type TSTS sehingga dapat menciptakan
pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Model Cooperative Learning Type Two Stay Two Stray TSTS 1. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan kegiatan pembelajaran. Menurut Mills dalam Suprijono,
2009: 45 model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak
berdasarkan model itu. Model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem.
Sedangkan menurut Joice dan Weil dalam Isjoni, 2007: 50 model pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan
sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya.
Dalam penerapannya, model pembelajaran ini harus sesuai dengan kebutuhan siswa.
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap
implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang
digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas Suprijono, 2009: 45-46.
Menurut Arends dalam Trianto, 2010: 22 model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya,
sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
model pembelajaran yaitu pedoman bagi para guru dalam merencanakan aktivitas pembelajaran, melalui model pembelajaran guru dapat membantu
peserta didik mendapatkan informasi, ide, ketrampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide dalam pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
2. Cooperative Learning a. Pengertian Cooperative Learning
Cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran yang kegiatan pembelajarannya dilakukan secara berkelompok. Menurut
Isjoni 2007: 11 cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok
harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam cooperative learning, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Slavin dalam Solihatin dan Raharjo, 2007: 4 cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang dengan struktur kelompoknya
yang bersifat heterogen. Sedangkan Artz dan Newman dalam Trianto, 2010: 56 menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar
bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama, jadi setiap anggota kelompok memiliki
tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya. Sedangkan Bern dan Erickson dalam Komalasari, 2010: 62
mengemukakan bahwa cooperative learning
merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan
kelompok belajar kecil dimana siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut Roger, dkk. dalam Huda,
2011: 29 cooperative learning merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus
didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok- kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung
jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Model pembelajaran
kooperatif akan
dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang
bercirikan: 1 memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan
bagaimana hidup serasi dengan sesama; 2 pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai
Suprijono, 2009: 58.
Menurut Roger dan Johnson dalam Lie, 2004: 31 tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil
yang maksimal, lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: 1 saling ketergantungan
positif, 2 tanggung jawab perseorangan, 3 tatap muka, 4 komunikasi antar anggota, dan 5 evaluasi proses kelompok.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa cooperative learning adalah model pembelajaran yang membagi siswa
dalam kelompok-kelompok kecil untuk bekerja sama mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan pembelajaran.
b. Karakteristik Cooperative Learning
Pada hakekatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok dapat dikatakan cooperative
learning. Bennet dalam Isjoni, 2007: 41-43 menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan cooperative learning dengan kerja
kelompok, yaitu: a Positive Interdepedence, yaitu hubungan timbal balik yang
didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan
keberhasilan yang lainnya juga. b Interaction Face to Face, yaitu interaksi yang langsung terjadi
antar siswa tanpa adanya perantara. c Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran
dalam anggota kelompok sehingga siswa termotivasi untuk membantu temannya.
d Membutuhkan keluwesan, yaitu menciptakan hubungan antar pribadi,
mengembangkan kemampuan
kelompok, dan
memelihara hubungan kerja yang efektif. e Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan
masalah proses kelompok.
Berdasarkan karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model cooperative learning dapat melatih siswa
untuk berinteraksi, bekerjasama, dan bertanggung jawab dengan anggota kelompoknya dalam memecahkan masalah dalam proses
pembelajaran.
c. Tujuan Cooperative Learning
Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok
bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan
gagasannya dengan
menyampaikan pendapat
mereka secara
berkelompok Isjoni, 2007: 21. Menurut Martati 2010: 15 model pembelajaran kooperatif
dikembangkan paling sedikit tiga tujuan penting, yaitu tujuan pertama,
pembelajaran kooperatif
dimaksudkan untuk
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademis yang penting. Tujuan kedua adalah toleransi dan penerimaan yang
lebih luas terhadap orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, atau kemampuannya. Tujuan ketiga kooperatif adalah
mengajarkan katerampilan kerjasama dan berkolaborasi kepada siswa.
Sedangkan menurut Sharan dalam Isjoni, 2007: 23-24, siswa yang belajar menggunakan metode cooperative learning akan
memiliki motivasi yang tinggi karena didorong dan didukung dari rekan sebaya. Cooperative learning juga bertujuan menghasilkan
peningkatan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba
berbagai informasi, belajar menggunakan sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sikap terhadap
sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang
lain.
Pembelajaran cooperative learning bertujuan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis Trianto, 2010: 59.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran cooperative learning bertujuan meningkatkan prestasi
belajar siswa, dapat menumbuhkan sikap toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman, serta dapat mengembangkan keterampilan
sosial.
d. Peranan Guru Dalam Cooperative Learning
Dalam pembelajaran, guru berperan menyediakan sarana pembelajaran untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak
membosankan. Menurut Isjoni 2007: 62 peran guru dalam pelaksanaan
cooperative learning adalah sebagai: a Fasilitator
Sebagai fasilitator guru harus mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, membantu siswa
mengungkapkan keinginan
dan pembicaraan
secara individual maupun kelompok,
membantu menyediakan sumber dan media pembelajaran, membina siswa agar
menjadi sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya, serta menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur
penyebaran dalam bertukar pendapat.
bMediator Sebagai mediator guru berperan sebagai penghubung dalam
menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui cooperative learning dengan permasalahan
yang nyata yang ditemukan di lapangan.
c Director-Motivator Sebagai director guru berperan dalam membimbing serta
mengarahkan jalannya diskusi dan sebagai motivator guru berperan sebagai pemberi semangat pada siswa untuk aktif
berpartisipasi.
d Evaluator Sebagai evaluator guru berperan dalam menilai kegiatan
pembelajaran yang sedang berlangsung.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa peran guru dalam pembelajaran koperatif adalah sebagai fasilitator, mediator,
director-motivator, dan evaluator dalam proses pembelajaran dan mendorong serta memotivasi siswa untuk memperoleh kemajuan yang
baik.
3. Two Stay Two Stray TSTS a. Pengertian TSTS
TSTS adalah salah satu tipe dari cooperative learning. TSTS merupakan salah satu model pembelajaran yang memberi kesempatan
kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi
atau bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi. Menurut Lie 2004: 61 TSTS ini dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun
1992 dan bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Struktur TSTS ini memberikan kesempatan
kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain.
TSTS ini bisa dijadikan sebagai alternatif pembelajaran matematika di sekolah. Terutama untuk bahasan yang terdiri dari beberapa sub pokok
bahasan. Sehingga tujuan pembelajaran cepat tercapai, siswa menjadi lebih mengerti dan membuat suasana menyenangkan dalam
pembelajaran matematika yang biasanya dianggap membosankan oleh siswa. TSTS cocok untuk meningkatkan komunikasi dan hubungan
antar siswa di kelas Furahasekai.wordpress.com, 2011. Sedangkan menurut Suprijono 2009: 93-94 TSTS diawali
dengan pembagian kelompok lalu guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan
jawabannya. Setelah itu dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok
yang lain, dan dua anggota lainnya menerima tamu dari kelompok lain untuk menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu
tersebut. Jika telah selesai, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing untuk membahas hasil kerja mereka.
TSTS merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu
memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi. Model ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik wordpress.com,
2011. Sedangkan menurut Herdian dalam Amminah.blogspot.com, 2011
model pembelajaran ini juga bertujuan agar siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Tahap-tahap pelaksanaannya
adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima tamu dua orang
dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, kemudian laporan kelompok-kelompok.
Menurut Eko blogspot.com, 2011
,
ciri-ciri TSTS yaitu: a Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya, b Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, c
Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,