PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TWO STAY TWO STRAY DENGAN MEDIA GRAFIS PADA SISWA KELAS IV A SDN 2 LANGKAPURA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TWO STAY

TWO STRAY DENGAN MEDIA GRAFIS PADA SISWA KELAS IV A SDN 2 LANGKAPURA

TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Oleh

SHELLA DYAH WULAN SARI

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, menunjukkan masih rendahnya aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas IV A SDN 2 Langkapura. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika dengan menggunakan model cooperative learning tipe TSTS dan media grafis siswa kelas IV A SDN 2 Langkapura.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas yang meliputi 4 tahap yaitu tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Alat pengumpul data dalam penelitian berupa lembar observasi dan tes hasil belajar. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif dan kuantitatif.

Pembelajaran melalui model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis menunjukkan peningkatan aktivitas belajar siswa. Persentase rata-rata aktivitas siswa pada siklus I 43,28% dengan kategori kurang aktif, siklus II 56,93% dengan kategori cukup aktif, dan siklus III 76,61% dengan kategori aktif. Sementara ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I 58,33% dengan nilai rata-rata 68,33, siklus II 75% dengan nilai rata-rata-rata-rata 73,75 dan siklus III 83,33% dengan nilai rata-rata 79,67. Analisis hipotesis terhadap peningkatan siklus I, II dan III secara berurutan yaitu t-tes didapatkan hasil thitung 1 = 5,04, thitung 2 = 4,46 lebih besar dari ttabel = 2,069 maka hipotesis penelitian diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV A SDN 2 Langkapura tahun pelajaran 2012/2013.


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal terpenting sebagai bekal sesorang menempuh kehidupan. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan memiliki fungsi untuk mengembangkan kemampuan dan dapat membentuk watak serta bermartabat dihadapan bangsa lain. Hal ini dituangkan pada tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menumbuhkan potensi peserta didik supaya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada sang pencipta yaitu Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pengertian yang sederhana dan umum tentang makna pendidikan adalah sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan budaya (Ihsan, 2005: 2).

Seiring berjalannya waktu perkembangan pendidikan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini merupakan perbaikan dari proses pembelajaran dan tentunya harus menunju pada tujuan pendidikan itu


(3)

sendiri. Tujuan pendidikan nasional tersebut dapat terwujud melalui pengelolaan proses pembelajaran. Dalam hal ini guru memiliki peranan yang sangat penting. Guru dituntut untuk melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran, karena guru merupakan salah satu komponen yang dominan atas jalannya pembelajaran.

Pembelajaran akan lebih bermakna apabila dalam kegiatan pembelajaran melibatkan siswa. Artinya pembelajaran harus mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran di sekolah dasar terdiri dari beberapa mata pelajaran, salah satunya adalah matematika. Siswa telah mengenal mata pelajaran matematika sejak kelas rendah. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak (Diyah, 2007: 2).

Tujuan mata pelajaran matematika yang tertuang dalam Permendiknas tahun 2006, agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan mata pelajaran matematika di atas, jelas terlihat bahwa guru hendaknya membimbing siswa untuk memahami konsep matematika dan mengarah pada pembentukan sikap serta menghargai


(4)

kegunaan matematika. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menciptaan pembelajaran yang bervariasi dan bermakna.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dan guru kelas, ditemukan bahwa mata pelajaran matematika memang sulit untuk dipahami oleh siswa. Terlihat dari nilai mid semester siswa pada mata pelajaran matematika kelas IV A SDN 2 Langkapura rata-rata 67,5 dengan nilai KKM 70. Siswa yang baru mencapai KKM sebanyak 9 siswa (38%) dari 24 siswa. Pembelajaran di kelas IV A SDN 2 Langkapura masih didominasi oleh guru. Kurangnya aktivitas siswa ditandai dengan siswa kurang berani bertanya dan mengungkapkan pendapat. Hal ini terlihat ketika guru memberi tugas untuk dikerjakan, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, guru sudah menggunakan media pembelajaran, namun belum optimal, sehingga materi pada mata pelajaran matematika yang bersifat abstrak, tersebut kurang dapat dipahami siswa.

Berdasarkan permasalahan di atas bukan hanya guru yang menjadi sorotan terhadap kurangnya aktivitas dan rendahnya hasil belajar siswa, tetapi juga siswa sebagai titik fokus tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah-masalah di atas, diperlukan adanya suatu inovasi dalam pembelajaran, salah satunya melalui penerapan model cooperative learning dan media pembelajaran guna meningkatkan aktivitas dan hasil belajar.

Cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa. Salah satu model cooperative learning yang dapat


(5)

digunakan untuk memperbaiki pembelajaran adalah two stay two stray atau yang sering disebut TSTS. Menurut Lie (2010: 61) model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Model cooperative learning tipe TSTS ini memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi kepada kelompok lain. Sedangkan media pembelajaran yang dapat digunakan salah satunya yaitu media grafis. Pengertian media grafis menurut Angkowo dan Kosasih (2007: 13) adalah pesan yang akan disampaikan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual (menyangkut indera pengelihatan). Media grafis ini meliputi gambar,/foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, peta/globe, papan panel, papan buletin. Peneliti menggunkan media grafis berupa garis bilangan, gambar lingkaran dan kertas bergambar.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperlukan perbaikan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan judul ”Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Cooperative Learning Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Media Grafis pada Siswa kelas IV A SDN 2 Langkapura Tahun Pelajaran 2012/2013

.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah adalah sebagai berikut:

1. Mata pelajaran matematika sulit untuk dipahami sehingga berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa kelas IV A SDN 2 Langkapura tahun pelajaran 2012/2013.


(6)

2. Pembelajaran matematika masih didominasi oleh guru, sehingga siswa lebih banyak diam dan hanya mendengarkan penjelasan guru.

3. Siswa kurang berani untuk bertanya dan mengemukakan pendapat saat pembelajaran.

4. Penggunaan media pembelajaran kurang optimal.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dalam penelitian ini dibatasi masalah yang akan diteliti, sehingga perlu pemecahan masalahnya. Adapun permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pembelajaran matematika melalui model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV A SDN 2 Langkapura Tahun Pelajaran 2012/2013?

2. Bagaimanakah pembelajaran matematika melalui model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV A SDN 2 Langkapura Tahun Pelajaran 2012/2013?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV A SDN 2 Langkapura tahun pelajaran 2012/2013 pada mata pelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS dengan menggunakan media grafis.


(7)

2. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV A SDN 2 Langkapura tahun pelajaran 2012/2013 pada mata pelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning TSTS dengan menggunakan media grafis. E. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Siswa

Meningkatkan aktivitas belajar siswa seperti berani bertanya dan mengungkapkan pendapat, dapat bekerja sama saat diskusi kelompok. Selain itu meningkatkan hasil belajar dalam proses pembelajaran matematika di kelas IV A SDN 2 Langkapura tahun pelajaran 2012/2013. 2. Guru

Memperluas wawasan dan pengetahuan guru mengenai penggunaan model Cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis serta sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kinerja guru dan kualitas pembelajaran matematika di kelasnya.

3. Sekolah

Memberikan kontribusi dan masukan yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui penggunaan model cooperative learning tipe TSTS dengan media sebagai inovasi model pembelajaran di SDN 2 Langkapura.

4. Peneliti

Menambah pengetahuan tentang penelitian tindakan kelas dan dapat meningkatkan pengetahuan dan penguasaan menggunakan model


(8)

cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis pada pembelajaran matematika, guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.


(9)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Cooperative Learning Tipe TSTS 1. Pengertian Model Pembelajaran

Salah satu keberhasilan dari tercapainya tujuan pembelajaran yaitu tepat dalam memilih model pembelajaran. Model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan guru dalam menyampaikan materi. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran (Komalasari, 2010: 57).

Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar (Suprijono, 2009: 46).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rancangan yang disusun secara


(10)

sistematis dengan tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan antara guru dan siswa agar tercapainya tujuan yang akan dicapai.

2. Pengertian Model Cooperative Learning

Terdapat berbagai macam model pembelajaran. Menurut Komalasari (2010: 58) macam-macam model tersebut antara lain yaitu Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Pembelajaran Kooperatif, Pembelajaran Berbasis Proyek, Pembelajaran Pelayanan, Pembelajaran Berbasis Kerja, Pembelajaran Konsep, Pembelajaran Nilai. Peneliti memilih model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini.

Model cooperative learning merupakan salah satu model yang banyak digunakan dalam pembelajaran. Menurut Suprijono (2009: 61), model cooperative learning ini dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model cooperative learning menuntut kerjasama dan interdependensi siswa dalam struktur tugas, struktur tujuan, struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan bagaiman tugas diorganisir. Struktur tugas dan reward mengacu pada derajat kerjasama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.

Menurut Stahl (dalam Isjoni, 2007: 23) dengan melaksanakan model cooperative learning siswa memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, di samping itu juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berfikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial (social skill), seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari


(11)

orang lain, bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya prilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang merujuk pada berbagai metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran (Slavin, 2010: 4). Beberapa para ahli menyatakan bahwa model kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerjasama, dan membantu teman (Isjoni, 2007: 13).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang menuntut adanya kerjasama serta saling membantu dan adanya pembagian tugas yang jelas agar tercapainya tujuan pembelajaran. Selain itu model cooperative learning diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan suatu pembelajaran serta meningkatkan keterampilan-keterampilan yang diinginkan

3. Model-model Cooperative Learning

Semua model cooperative learning tentu baik untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Guru berhak memilih model yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan dari proses pembelajaran tersebut. Terdapat berbagai macam model cooperative learning. Menurut Komalasari (2010: 62) model-model cooperative learning meliputi Number Heads Together (NHT), Cooperative Script, Student Teams


(12)

Achievement Divisions (STAD), Think Pair and Share (TPS), Jigsaw, Snowball Throwing, Team Games Tournament (TGT), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan Two Stay Two Stray (TSTS). Dalam penelitian ini peneliti memilih model cooperative learning tipe Two Stay Two Stray (TSTS).

4. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe TSTS

TSTS merupakan salah satu tipe dari model cooperative learning. Menurut Lie (2010: 62) TSTS merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lainnya.

Sejalan dengan itu Huda (2011: 120) berpendapat sama yaitu model cooperative learning tipe TSTS ini dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan umur, serta memungkinkan setiap kelompok untuk saling berbagai informasi dengan kelompok-kelompok lain. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi atau bertamu antar kelompok untuk membagi informasi. TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Selain itu TSTS bisa juga digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Selain itu menurut Ma‟rif (2012) TSTS adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegitan belajar mengajar yang yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Dengan tujuan mengarahkan siswa untuk aktif, baik berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa model cooperative learning tipe TSTS merupakan model yang memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagi informasi kepada kelompok lain. Selain itu dalam pelaksanaanya dua dari anggota


(13)

kelompok mencari informasi ke kelompok lain, sedangkan dua anggota kelompok yang tinggal memberikan informasi kepada tamu yang datang.

5. Tujuan Model Cooperative Learning Tipe TSTS

Setiap model dari cooperative learning pasti memiliki tujuan yang baik untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Model cooperative learning tipe TSTS ini memiliki tujuan yaitu siswa diajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model cooperative learning tipe TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, model coopertive learning tipe TSTS terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.

6. Langkah-Langkah Model Cooperative Learning Tipe TSTS

Setiap model pembelajaran pasti memiliki langkah-langkah, agar sistematis dan tepat dalam pelaksanaannya. Adapun langkah-langkah model

cooperative learning tipe TSTS menurut Komalasari, (2010: 69) adalah sebagai

berikut.

a.Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.

b.Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain.

c.Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagi hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.

d.Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.


(14)

7. Tahapan-tahapan Model Cooperative Learning Tipe TSTS

Tahapan model cooperatve learning tipe TSTS menurut Widyatun (2012) terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut.

a. Persiapan

Tahap persiapan guru membuat perangkat pembelajaran yang akan digunakan, seperti pemetaan, silabus, RPP dan LKS untuk tugas kelompok. Serta membentuk kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa dan suku.

b. Presentasi Guru

Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan menjelaskan materi secara singkat.

c. Kegiatan Kelompok

Siswa berdiskusi secara berkelompok untuk mengerjakan LKS. Setelah selesai mengerjakan LKS secara berkelompok, dua anggota kelompok pergi bertamu untuk mencari informasi ke kelompok lain. Sedangkan dua anggota kelompok yang tinggal membagi informasi yang dimiliki kepada anggota kelompok lain yang datang. Anggota kelompok yang bertamu kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mencocokkan hasil informasi yang didapat dari kelompok lain. d. Formalisasi

Setelah selesai berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing, guru menunjuk salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan


(15)

kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.

e. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan

Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model cooperative learning tipe TSTS. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi.

8. Kelebihan dan Kelemahan Model Cooperative Learning Tipe TSTS Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan saat diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran. Adapun kelebihan dan kelemahan dari model TSTS menurut Widyatun (2012) adalah sebagai berikut.

a. Kelebihan model cooperative learning tipe TSTS 1) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan.

2) Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna. 3) Lebih berorientasi pada keaktifan.

4) Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya. 5) Menambah kekompakkan dan rasa percaya diri siswa. 6) Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan. 7) Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. b. Kekurangan dari model cooperative learning tipe TSTS

1) Membutuhkan waktu yang lama.

2) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok.

3) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga).

4) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

Selain kekurangan-kekurangan di atas, dalam proses pembelajaran apabila jumlah siswa ganjil atau ada siswa yang tidak hadir, maka siswa yang tidak memiliki pasangan menjadi tamu atau menjadi tuan rumah


(16)

dikelompoknya. Selain itu kekurangan model cooperative learning tipe TSTS ini membutuhkan persiapan yang matang karena proses belajar mengajar dengan tipe TSTS membutuhkan waktu yang lama dan pengelolaan kelas yang optimal. Sedangkan dalam menerapkan model cooperative learning tipe TSTS hendaknya disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan oleh guru.

B. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran adalah media pembelajaran. Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berati „perantara‟ atau „pengantar‟. Kata kunci media adalah “perantara”.

Pengertian media dalam arti luas menurut Sharon (dalam Musfiqon, 2012: 26) adalah alat komunikasi dan sumber informasi. Sedangkan menurut Gagne (dalam Sadiman, 2006: 6) mengartikan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa media adalah suatu alat bantu yang digunakan untuk menyampaikan informasi. Dalam hal ini alat bantu tersebut berupa benda yang dapat dijadikan penyalur untuk menyampaikan pesan. Jika benda tersebut dapat dijadikan sumber informasi dalam pembelajaran maka disebut media pembelajaran. Ruang lingkup media pembelajaran


(17)

meliputi segala alat, bahan, peraga, serta sarana dan prasarana di sekolah yang digunakan dalam proses pembelajaran.

Media pembelajaran menurut Musfiqon (2012: 28) merupakan alat bantu yang berfungsi untuk menjelaskan sebagian dari keseluruhan program pembelajaran yang sulit dijelaskan secara verbal. Materi pembelajaran akan lebih mudah dan jelas jika dalam pembelajaran menggunakan media pembelajaran. Maka media pembelajaran tidak untuk menjelaskan keseluruhan materi pelajaran, tetapi sebagian yang belum jelas saja.

2. Ciri-ciri Media Pembelajaran

Media pembelajaran telah menjadi bagian terpenting dalam pembelajaran. Bahkan media merupakan salah satu cara agar tercapainya tujuan pembelajaran. Menurut Musfiqon (2012: 30) ciri-ciri media pembelajaran adalah sebagai berikut: (a) semua jenis alat yang dimanfaatkan sebagai alat bantu pembelajaran, (b) menumbuhkan minat belajar siswa, (c) meningkatkan kualitas pembelajaran, dan (d) memudahkan komunikasi antara guru dan siswa dalam pembelajaran. Sedangkan menurut Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 2011: 12) mengemukakan tiga ciri-ciri media yaitu fiksatif, manipulatif, dan distributif.

Ciri fiksatif yaitu menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan dan merekontruksi suatu peristiwa atau objek. Dengan ciri fiksatif, media dapat merekam suatu peristiwa yang sedang terjadi dan dapat disimpan serta dapat dilihat kembali pada waktu yang


(18)

akan datang tanpa ada batas waktu. Ciri manipulatif ini maksudnya adalah menampilkan media yang dapat dipercepat atau diperlambat serta diedit oleh guru yang menggunakan media tersebut sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Sedangkan ciri distributif yaitu mentransportasikan suatu peristiwa kepada sejumlah besar siswa, tidak hanya terbatas pada satu kelas saja atau beberapa kelas pada sekolah-sekolah di dalam suatu wilayah tertentu. Dapat disebarkan ke seluruh penjuru tempat yang dinginkan kapan saja.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa ciri-ciri media pembelajaran yaitu alat yang dapat membantu proses tranfer ilmu yang dapat membantu guru dalam pembelajaran. Selain itu ciri-ciri media pembelajaran memiliki kemampuan untuk dapat digunakan dimana saja, kapan saja dan mudah dibawa kemana saja.

3. Peranan Media Pembelajaran

Setiap media pembelajaran memiliki peranan-peranan tertentu saat proses pembelajaran. Peranan media pembelajaran menurut Rohani (dalam Musfiqon, 2012: 31) adalah dapat mengatasi perbedaan pengalaman pribadi siswa. Dengan adanya media dapat menyetarakan perbedaan pengalaman pribadi masing-masing siswa. Dapat mengatasi apabila suatu benda secara langsung tidak dapat diamati karena terlalu kecil. Misalnya, sel bakteri, atom dapat digunakan media gambar, slide, film dan sebagainya. Dapat mengatasi gerak benda secara cepat atau terlalu lambat, sedangkan proses gerakan itu menjadi pusat perhatian


(19)

siswa. Dapat mengatasi hal-hal yang terlalu kompleks dapat dipisahkan bagian demi bagian untuk diamati secara terpisah. Dapat mengatasi peristiwa-peristiwa alam. Misalnya terjadinya letusan gunung berapi dapat digunakan media gambar, film dan sebagainya. Dapat membangkitkan minat belajar yang baru dan membangkitkan motivasi kegiatan siswa.

4. Manfaat Media Pembelajaran

Proses belajar mengajar selalu mengaitkan media pembelajaran yang digunakan guru yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Maka dari itu fungsi media yang paling utama yaitu sebagai alat bantu mengajar yang dapat mempengaruhi suasana dan lingkungan belajar. Hamalik (dalam Azhar Arsyad, 2011: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar.

Manfaat media pembelajaran menurut Hermawan, dkk. (2007: 12) yaitu:

a. Memungkinkan siswa berinteraksi secara langsung dengan lingkungan.

b. Memungkinkan adanya keseragaman pengamatan atau persepsi belajar pada masing-masing siswa, karena melihat bersama-sama.

c. Membangkitkan motivasi siswa, karena siswa tertarik dengan media yang dibawa oleh guru.

d. Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.

e. Mengatasi keterbatasan waktu dan ruang serta mengontrol arah dan kecepatan belajar siswa.


(20)

5. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Setiap media pembelajaran memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Jenis media yang akan digunakan harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan oleh guru. Jenis media pembelajaran menurut Heinich (dalam Angkowo dan Kosasih, 2007: 12) yang lazim digunakan dalam pembelajaran antara lain: media nonproyeksi, media proyeksi, media audio, media gerak media komputer, komputer multimedia, hipermedia dan media jarak jauh. Sedangkan menurut Angkoro dan Kosasih sendiri jenis media dalam pembelajaran yaitu

a. Media grafis seperti gambar/foto, grafik, bagan, diagram poster, kartun dan komik. Media ini disebut media dua dimensi.

b. Media tiga dimensi yaitu media media dalam bentuk model padat, model penampang, model susun, model kerja dan diorama.

c. Media proyeksi seperti slide, film strips, film OHP dan lingkungan sebagai media pembelajaran.

Berdasarkan jenis-jenis media pembelajaran yang telah diuraikan di atas, peneliti memilih media grafis untuk penelitian tindakan kelas ini. Karena jika dalam pembelajaran siswa melihat langsung media yang digunakan guru, maka pembelajaran akan lebih bermakna, terlebih pada mata pelajaran matematika.

6. Pengertian Media Grafis

Media grafis merupakan salah satu jenis dari media pembelajaran. Pengertian media grafis menurut Hero (2011) adalah media visual yang menyajikan fakta, ide atau gagasan melalui penyajian kata-kata, kalimat,


(21)

angka-angka, dan simbol/gambar. Grafis biasanya digunakan untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, dan mengilustrasikan fakta-fakta sehingga menarik dan diingat orang.

Sedangkan menurut Angkowo dan Kosasih (2007: 12) media grafis terdiri dari gambar, foto, grafik, bagan, diagram, poster, kartun, dan komik. Media grafik sering juga disebut media dua dimensi, yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar.

Jenis media grafis menurut Musfiqon (2012: 73) yaitu: gambar/foto, sketsa, diagram, bagan/chart grafik, kartun, poster, peta dan globe, papan flanel, serta papan buletin. Jenis-jenis media grafis tersebut dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaannya pun harus disesuaikan dengan konteks materi ajar sehingga tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Disimpulkan oleh peneliti bahwa media grafis merupakan salah satu jenis media yang dapat digunakan untuk mempermudah guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Jenis-jenis media grafis menurut peneliti terdiri dari gambar, foto, sketsa kartun, dan poster. Berbagai macam peralatan dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa. Alat bantu visual yang digunakan guru dalam mengajar dapat menghindari verbalisme. Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu ini Edgar Dale mengadakan klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama kerucut pengalaman (cone of experience) dari Edgar Dale dan pada saat itu dianut secara luas dalam menentukan alat bantu apa yang paling sesuai untuk pengalaman belajar tertentu.


(22)

Berdasarkan kerucut pengalaman menurut Edgar Dale, (dalam Sadiman, 2006: 8) tingkatannya dimulai dari tingkatan verbal sampai pengalaman langsung, dari yang abstrak sampai pada tahap konkret.

Verbal Simbol visual

Visual Radio Film

TV Wisata Demonstrasi

Partisipasi Observasi Pengalaman langsung

Gambar 1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Sadiman, 2006:8)

Mata pelajaran matematika memiliki karakteristik yaitu objek yang bersifat abstrak. Sedangkan siswa khususnya anak sekolah dasar masih berada pada tahap usia perkembangan operasional konkret Piaget (dalam Trianto, 2009: 16). Jika saat pembelajaran guru mengajar hanya mengutamakan verbalisme saja, anak sulit memahami pesan yang disampaikan guru pada siswa karena masih bersifat abstrak. Tetapi berdasarkan kerucut pengalaman Edgar Dale semakin ke bawah siswa mengalami secara langsung pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Jika guru membawa benda-benda yang dapat menunjang pembelajaran seperti membawa media pembelajaran, anak akan tertarik dan termotivasi untuk belajar. Peranan media grafis menjadi sangat penting ketika dapat menunjang pembelajaran dan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Abstrak


(23)

C. Pengertian Aktivitas dan Hasil Belajar 1. Pengertian Aktivitas

Aktivitas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Reber (dalam Syah, 2003: 109) mengemukakan bahwa aktivitas adalah proses yang berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengan beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu. Aktivitas merupakan perilaku berbuat melakukan sesuatu.

Aktivitas merupakan hal yang harus ada saat kegiatan pembelajaran, karena jika tidak ada aktivitas, maka tidak akan berlangsung kegiatan pembelajaran. Aktivitas yang diharuskan ada yaitu aktivitas siswa dan guru yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan pengetahuan siswa menjadi lebih baik. Kunandar (2010:277) berpendapat bahwa pengertian aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Aktivitas belajar juga dikemukakan oleh Sardiman (2006: 100) bahwa aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


(24)

antara guru dan siswa yang dapat menyebakan perubahan tingkah laku siswa secara bertahap. Perubahan tersebut tentunya ke arah yang lebih baik serta dapat menambah ilmu pengetahuan.

2. Pengertian Belajar

Belajar merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan oleh setiap orang. Belajar tidak hanya didapat di sekolah saja secara formal, tetapi juga didapat dari keluarga tempat ia tinggal dan di lingkungan dia hidup bermasyarakat.

Robbins (dalam Trianto, 2009: 15) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dari definisi ini dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu : (a) penciptaan hubungan, (b) sesuatu hal (pengetahuan)yang sudah dipahami, dan (c) sesuatu (pengetahuan) yang baru. Jadi dalam makna belajar, disini bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui (nol), tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru.

Bell Gredler (dalam Winataputra, 2008: 1.5) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan angka ragam competencies, skills, dan attitudes. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.

Budiningsih (2008: 58), menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si pembelajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Sedangkan menurut Gagne (dalam


(25)

Winataputra, 2008: 3.30) mendefinisikan bahwa belajar merupakan suatu proses yang terorganisasi sehingga terjadi perubahan perilaku akibat dari pengalaman.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses dimana seseorang menambahkan pengetahuan, keterampilan dan sikap di dalam dirinya sendiri dari sesuatu yang belum ia ketahui. Pengetahuan, keterampilan dan sikap tersebut didapat melalui pengalaman baik di rumah, sekolah dan lingkungan.

3. Pengertian Hasil Belajar

Berlangsungnya kegiatan pembelajaran diharapkan mendapat hasil dari belajar tersebut yang berupa bertambahnya ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap menjadi lebih baik. Hasil belajar menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009: 6) adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.

Bloom (dalam Suprijono, 2009: 6-7) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah pengetahuan, ingatan, pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh, menerapkan, menguraikan, menentukan hubungan, mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru, dan menilai. Domain afektif adalah sikap menerima, memberikan respon, nilai, organisasi, karakterisasi. Domain psikomotor meliputi initiotory, pre-routine, rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.


(26)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan buah dari proses belajar berupa adanya peningkatan perilaku menjadi lebih baik, sikap, pengetahuan serta keterampilan. Peningkatan tersebut dapat membentuk kecakapan hidup di dalam masing-masing individu.

D. Pembelajaran Matematika di SD 1. Pengertian Matematika

Mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Mata pelajaran matematika juga merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan saat ujian nasional. Suwangsih (2006: 3) matematika berasal dari bahasa Latin “Mathematika” yang mulanya diambil dari bahasa Yunani “Mathematika” yang berarti mempelajari. Sedangkan Sumantri (dalam Adjie, 2006: 34) menyatakan bahwa matematika adalah salah satu alat berpikir, selain bahasa, logika, dan statistik.

Soedjadi (dalam Adjie, 2006: 34) memberikan enam pengertian tentang matematika yaitu: (a) matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir dengan baik, (b) matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, (c) matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan, (d) matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kualitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, (e) matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik, dan (f) matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji bidang abstrak. Matematika juga merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan bilangan, ruang, bentuk, logika dan penalaran.


(27)

2. Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran merupakan proses transfer ilmu dari guru kepada siswa. Proses ini membutuhkan aktivitas guru dan siswa. Tidak hanya itu, belajar juga merupakan hal terpenting di dalam pembelajaran. Jadi terlaksanannya pembelajaran disebabkan oleh adanya aktivitas dan belajar siswa yang difasilitasi guru, sehingga terciptanya hasil belajar.

Corey (dalam Miarso dkk, 1986: 47) berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Pembelajaran menempatkan siswa sebagai pelaku untuk mencapai hasil belajar. Sejalan dengan itu mata pelajaran matematika mengharuskan siswa untuk menggali dan mencari informasi serta mempelajari konsep-konsep matematika. Matematika merupakan mata pelajaran dengan objek abstrak yang sulit dan tidak mudah dipahami siswa di sekolah dasar yang masih berpikir operasional konkret. Alasan tersebut tidak mengakibatkan mata pelajaran matematika tidak diajarkan di sekolah dasar, bahkan pada hakekatnya mata pelajaran matematika lebih baik diajarkan pada usia dini. Karena setiap jenjang pendidikan ada tingkatan kesulitannya sendiri-sendiri.

Pembelajaran matematika di SD dalam penanaman konsep yang baik, akan membuat siswa mudah memahami konsep-konsep matematika. Maka dari itu dalam mengajarkan matematika di sekolah dasar diurutkan dari yang konkret sampai pada urutan abstrak.


(28)

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

1. Apabila dalam pembelajaran matematika menerapkan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis serta memperhatikan langkah-langkah secara tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV A SDN 2 Langkapura tahun pelajaran 2012/2013.

2. Apabila dalam pembelajaran matematika menerapkan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis serta memperhatikan langkah-langkah secara tepat, maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV A SDN 2 Langkapura tahun pelajaran 2012/2013.


(29)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian mengenai pembelajaran matematika di kelas IV A SDN 2 Langkapura ini menggunakan model cooperative learning Tipe TSTS dengan media grafis. Melalui penelitian tindakan kelas (classroom action research), yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat (Wardhani, 2007: 1.4). Menurut Arikunto, dkk (2006: 16) dalam pelaksanaan penelitian ini mengikuti tahap-tahap penelitian tindakan kelas yang pelaksanaan tindakannya terdiri atas beberapa siklus. Setiap siklus terdiri atas tahap perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).

1. Perencanaan (planning) adalah merencanakan program tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika.

2. Pelaksanaan (acting) adalah pembelajaran yang dilakukan peneliti sebagai upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pembelajaran matematika.

3. Pengamatan (observing) adalah pengamatan siswa selama pembelajaran berlangsung.

4. Refleksi (reflection) adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan hasil yang diperoleh dari pengamatan sehingga dapat dilakukan revisi terhadap proses belajar selanjutnya (Wardhani 2007 : 2.4).


(30)

Siklus tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Siklus PTK

Modifikasi dari Wardhani (2007: 2.4)

SIKLUS I

Perencanaan I

Refleksi I

Pengamatan I

Pelaksanaan I

SIKLUS II

Perencanaan II

Refleksi II

Pengamatan II

Pelaksanaan II

SIKLUS III

Perencanaan III

Refleksi III

Pengamatan III


(31)

A. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian tindakan kelas ini adalah SDN 2 Langkapura kelas IV A, jalan Imam Bonjol, Kelurahan Langkapura, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 5 bulan.

3. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV A SDN 2 Langkapura yang terdiri dari 1 orang guru, 24 orang siswa dengan komposisi 14 orang siswa perempuan dan 10 orang siswa laki-laki. 4. Sumber Data

Sumber data penelitian ini berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi, sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil tes yang diberikan pada setiap siklus dan berbentuk skor (angka).

B. Teknik Pengumpulan Data 1. Non Tes

Observasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang kinerja guru saat melaksanakan pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis di kelas IV A SDN 2 Langkapura.


(32)

2. Tes

Tes digunakan untuk mengumpulkan data yang berupa nilai-nilai siswa, untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah digunakannya model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis pada kelas IV A SDN 2 Langkapura.

C. Alat Pengumpulan Data 1. Lembar observasi

Instrumen ini dirancang peneliti berkolaborasi dengan guru kelas. Lembar observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang kinerja guru dan aktivitas belajar siswa selama penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis.

2. Tes Hasil Belajar

Instrumen ini digunakan untuk menjaring data hasil belajar siswa dan mengetahui ada tidaknya peningkatan pada setiap siklusnya, khususnya mengenai penguasaan terhadap materi yang dibelajarkan melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis.

D. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data secara kuantitatif dan kualitatif. Annurahman, dkk (2009: 9-10), mengemukakan bahwa, analisis data adalah suatu kegiatan untuk mencermati setiap langkah yang dibuat, mulai dari tahap persiapan, proses sampai hasil pekerjaan atau


(33)

pembelajaran, dalam arti apakah kegiatan dan langkah-langkahnya sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai atau belum. Analisis data dalam proses pembelajaran dilakukan untuk memperkirakan apakah semua aspek pembelajaran yang terlibat di dalamnya sudah sesuai dengan kapasitasnya. 1. Analisis kualitatif

Digunakan untuk menganalisis data aktivitas belajar siswa dan kinerja guru dalam pola interaksi pembelajaran.

a. Rumus analisis aktivitas belajar siswa

Keterangan

NA = Nilai akitivitas

JS = Jumlah skor yang diperoleh siswa

SM = Total skor maksimum dari aspek yang diamati (sumber Aqib, 2009: 41)

Berdasarkan presentase pencapaian indikator dalam aktivitas, akan diketahui tingkat aktivitas siswa sesuai kriteria berikut ini.

Tabel 1. Kategori Peningkatan Aktivitas Siswa Berdasarkan Ketercapaian Indikator

Tingkat pencapaian indikator %

Kategori

P >75 Aktif

50<P≤75 Cukup aktif

25<P≤50 Kurang aktif

P≤25 Pasif

(sumber modifikasi Poerwanti, 2008: 7.8)


(34)

b. Rumus analisis kinerja guru selama proses pembelajaran

Keterangan:

NK = nilai kerja

TS = total skor yang diperoleh

SM = total skor maksimum ideal dari aspek yang diamati (sumber Aqib, 2009: 41)

2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan hasil belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang diajarkan guru. a. Untuk menghitung presentase ketuntasan belajar siswa secara

individual digunakan rumus:

Keterangan:

S = nilai yang diharapkan

R = jumlah skor/item yang dijawab benar N = skor maksimum dari tes

100 = bilangan tetap

(sumber adaptasi Purwanto, 2008: 112)

b. Nilai rata-rata hasil belajar siswa dihitung dengan menggunakan rumus rata-rata hitung sebagai berikut.

NK = × 100%

= R

N × 100

� =Σx


(35)

Keterangan :

� = nilai rata-rata yang dicari

Σx = jumlah nilai � = banyaknya siswa (diadopsi dari Muncarno (2009: 15) c. Persentase ketuntasan belajar klasikal

P= �� � � x 100%

(sumber adopsi Khotimah (dalam Aqib, 2010: 41))

Tabel 2. Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa dalam % Tingkat Keberhasilan

(%)

Arti

> 80 % Sangat tinggi

60-79 % Tinggi

40-59 % Sedang

20-39 % Rendah

< 20 % Sangat rendah

(sumber Arikunto, 2007: 44)

d. Uji perbedaan peningkatan tes hasil belajar/ tes formatif tiap siklus

Keterangan:

Md = mean dari perbedaan hasil tes formatif tiap siklus (tes formatif siklus II- tes formatif siklus I)

xd = deviasi masing-masing subyek (d-md) 2 = jumlah kuadrat deviasi

d.b = ditentukan denga N-1

Pengambilan keputusan menggunakan angka pembanding t tabel dengan kriteria sbb:

a. Jika t hitung > t tabel H0 ditolak ; H1 diterima

t =


(36)

b. Jika t hitung < t tabel H0 diterima; H1 ditolak (sumber: Muncarno, 2009: 26-32)

E. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan melalui tiga siklus. Materi siklus I adalah mengenal pecahan dan urutannya, siklus II pecahan senilai dan penyederhanaan pecahan dan siklus III penjumlahan pecahan. Masing-masing siklus dilakukan melalui empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.

Siklus I

1. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti membuat rencana pembelajaran yang matang untuk mencapai pembelajaran yang diinginkan. Dalam siklus pertama peneliti mempersiapkan proses pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS dan media grafis. Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Menyusun perangkat pembelajaran berupa pemetaan, silabus dan rencana perbaikan pembelajaran (RPP) sesuai dengan kurikulum yang berlaku di SDN 2 Langkapura serta LKS digunakan saat diskusi kelompok.

b. Kompetensi dasar yaitu “menjelaskan arti pecahan dan urutannya” pada materi pecahan di kelas IV semester 2. Alokasi waktu 2 pertemuan atau 4 jam pelajaran.


(37)

c. Merancang kegiatan belajar mengajar melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS dan media grafis yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.

d. Menyiapkan lembar tes formatif untuk mengukur tes hasil belajar siswa, lembar observasi aktivitas siswa untuk mengamati kegiatan siswa, lembar instrumen penilaian kinerja guru untuk mengamati kinerja guru selama pembelajaran berlangsung.

2. Pelaksanaan a. Kegiatan Awal

1) Pengkondisian siswa, menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.

2) Membagi pin bernomor dan menginformasikan pengelompokan siswa.

3) Guru menyampaikan apersepsi berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.

4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai melalui kegiatan yang akan dilaksanakan.

5) Guru memotivasi siswa serta menginformasikan cara belajar yang akan ditempuh melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS.


(38)

b. Kegiatan Inti Eksplorasi

1) Melibatkan siswa mencari informasi mengenai materi yang akan dicapai.

2) Guru menyampaikan materi menggunakan media grafis.

3) Guru melakukan kegiatan tanya jawab kepada siswa mengenai materi yang dijelaskan.

4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Elaborasi

1) Guru memfasilitasi siswa melaksanakan kegiatan diskusi dengan pemberian LKS yang dirancang oleh guru.

2) Siswa mengerjakan tugas secara berkelompok.

3) Setelah selesai mengerjakan LKS secara berkelompok, dua anggota kelompok pergi bertamu untuk mencari informasi ke kelompok lain. Sedangkan dua anggota kelompok yang tinggal membagi informasi yang dimiliki kepada anggota kelompok lain yang datang.

4) Anggota kelompok yang bertamu kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mencocokkan hasil informasi yang didapat dari kelompok lain.

5) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi, dan memberikan bimbingan serta membantu siswa yang memerlukan bantuan.


(39)

6) Guru menunjuk satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya, kemudian guru membahasnya.

Konfirmasi

1) Guru memberikan tes formatif kepada siswa.

2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami.

3) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan.

4) Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

c. Kegiatan Akhir

1) Bersama siswa membuat kesimpulan pelajaran yang telah dilakukan.

2) Melakukan refleksi dengan menanyakan kepada siswa mengenai materi yang diajarkan kepada siswa secara acak untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.

3) Memberikan pekerjaan rumah sebagai tindak lanjut untuk pendalaman materi.

4) Salam penutup. 3. Observasi

Selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung, observer mengamati aktivitas belajar siswa dengan cara memberikan tanda ceklist pada lembar observasi. Pada lembar observasi kinerja guru memberikan


(40)

skor sesuai dengan lembar panduan observasi. Pelaksanaan observasi dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.

4. Refleksi

Peneliti menganalisis hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. Analisis yang dilakukan pada siklus I adalah untuk mengetahui sejauh mana antusias proses pembelajaran melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis berlangsung. Analisis hasil belajar siswa dilakukan dengan menentukan rata-rata nilai kelas. Hasil analisis digunakan sebagai bahan perencanaan pada siklus ke II.

Siklus II

1. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti membuat rencana pembelajaran yang matang untuk mencapai pembelajaran yang diinginkan. Dalam siklus II peneliti mempersiapkan proses pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS dan media grafis. Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Menyusun perangkat pembelajaran berupa pemetaan, silabus dan rencana perbaikan pembelajaran (RPP) sesuai dengan kurikulum yang berlaku di SDN 2 Langkapura serta LKS digunakan saat diskusi kelompok.


(41)

b. Kompetensi dasar yaitu “menyederhanakan berbagai bentuk

pecahan” pada materi pecahan di kelas IV semester 2. Alokasi waktu

2 pertemuan atau 4 jam pelajaran.

c. Merancang kegiatan belajar mengajar melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS dan media grafis yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.

d. Menyiapkan lembar tes formatif untuk mengukur tes hasil belajar siswa, lembar observasi aktivitas siswa untuk mengamati kegiatan siswa, lembar instrumen penilaian kinerja guru untuk mengamati kinerja guru selama pembelajaran berlangsung.

2. Pelaksanaan a. Kegiatan Awal

1) Pengkondisian siswa, menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.

2) Membagi pin bernomor dan menginformasikan pengelompokan siswa.

3) Guru menyampaikan apersepsi berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.

4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui kegiatan yang akan dilaksanakan.

5) Guru memotivasi siswa serta menginformasikan cara belajar yang akan ditempuh melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS.


(42)

b. Kegiatan Inti Eksplorasi

1) Melibatkan siswa mencari informasi mengenai materi yang akan dicapai.

2) Guru menyampaikan materi menggunakan media grafis.

3) Guru melakukan kegiatan tanya jawab kepada siswa mengenai materi yang dijelaskan.

4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Elaborasi

1) Guru memfasilitasi siswa melaksanakan kegiatan diskusi dengan pemberian LKS yang dirancang oleh guru.

2) Siswa mengerjakan tugas secara berkelompok.

3) Setelah selesai mengerjakan LKS secara berkelompok, dua anggota kelompok pergi bertamu untuk mencari informasi ke kelompok lain. Sedanggan dua anggota kelompok yang tinggal membagi informasi yang dimiliki kepada anggota kelompok lain yang datang.

4) Anggota kelompok yang bertamu kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mencocokkan hasil informasi yang didapat dari kelompok lain.

5) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi, dan memberikan bimbingan serta membantu siswa yang memerlukan bantuan.


(43)

6) Guru menunjuk satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya, kemudian guru membahasnya.

Konfirmasi

1) Guru memberikan tes formatif kepada siswa.

2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami.

3) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan.

4) Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

c. Kegiatan Akhir

1) Bersama siswa membuat kesimpulan pelajaran yang telah dilakukan.

2) Melakukan refleksi dengan menanyakan kepada siswa mengenai materi yang diajarkan kepada siswa secara acak untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.

3) Memberikan pekerjaan rumah sebagai tindak lanjut untuk pendalaman materi.

4) Salam penutup. 3. Observasi

Selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung, observer mengamati aktivitas belajar siswa dengan cara memberikan tanda ceklist pada lembar observasi. Pada lembar observasi kinerja guru memberikan


(44)

skor sesuai dengan lembar panduan observasi. Pelaksanaan observasi dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.

4. Refleksi

Peneliti menganalisis hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. Analisis yang dilakukan pada siklus II adalah untuk mengetahui sejauh mana antusias proses pembelajaran melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis berlangsung. Analisis hasil belajar siswa dilakukan dengan menentukan rata-rata nilai kelas. Hasil analisis digunakan sebagai bahan perencanaan pada siklus ke III.

Siklus III 1. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti membuat rencana pembelajaran yang matang untuk mencapai pembelajaran yang diinginkan. Dalam siklus III peneliti mempersiapkan proses pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS dan media grafis. Adapun langkah-langkah perencanaannya adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Menyusun perangkat pembelajaran berupa pemetaan, silabus dan rencana perbaikan pembelajaran (RPP) sesuai dengan kurikulum yang berlaku di SDN 2 Langkapura serta LKS digunakan saat diskusi kelompok.


(45)

b. Kompetensi dasar yaitu “menjumlahkan pecahan” pada materi pecahan di kelas IV semester 2. Alokasi waktu 2 pertemuan atau 4 jam pelajaran.

c. Merancang kegiatan belajar mengajar melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS dan media grafis yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.

d. Menyiapkan lembar tes formatif untuk mengukur tes hasil belajar siswa, lembar observasi aktivitas siswa untuk mengamati kegiatan siswa, lembar instrumen penilaian kinerja guru untuk mengamati kinerja guru selama pembelajaran berlangsung.

2. Pelaksanaan a. Kegiatan Awal

1) Pengkondisian siswa, menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.

2) Membagi pin bernomor dan menginformasikan pengelompokan siswa.

3) Guru menyampaikan apersepsi berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.

4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui kegiatan yang akan dilaksanakan.

5) Guru memotivasi siswa serta menginformasikan cara belajar yang akan ditempuh melalui penerapan model cooperative learning tipe TSTS.


(46)

b. Kegiatan Inti Eksplorasi

1) Melibatkan siswa mencari informasi mengenai materi yang akan dicapai.

2) Guru menyampaikan materi menggunakan media grafis.

3) Guru melakukan kegiatan tanya jawab kepada siswa mengenai materi yang dijelaskan.

4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Elaborasi

1) Guru memfasilitasi siswa melaksanakan kegiatan diskusi dengan pemberian LKS yang dirancang oleh guru.

2) Siswa mengerjakan tugas secara berkelompok.

3) Setelah selesai mengerjakan LKS secara berkelompok, dua anggota kelompok pergi bertamu untuk mencari informasi ke kelompok lain. Sedanggan dua anggota kelompok yang tinggal membagi informasi yang dimiliki kepada anggota kelompok lain yang datang.

4) Anggota kelompok yang bertamu kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mencocokkan hasil informasi yang didapat dari kelompok lain.

5) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi, dan memberikan bimbingan serta membantu siswa yang memerlukan bantuan.


(47)

6) Guru menunjuk satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya, kemudian guru membahasnya.

Konfirmasi

1) Guru memberikan tes formatif kepada siswa.

2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami.

3) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan.

4) Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

c. Kegiatan Akhir

1) Bersama siswa membuat kesimpulan pelajaran yang telah dilakukan.

2) Melakukan refleksi dengan menanyakan kepada siswa mengenai materi yang diajarkan kepada siswa secara acak untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.

3) Memberikan pekerjaan rumah sebagai tindak lanjut untuk pendalaman materi.

4) Salam penutup. 3. Observasi

Selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung, observer mengamati aktivitas belajar siswa dengan cara memberikan tanda ceklist pada lembar observasi. Pada lembar observasi kinerja guru memberikan


(48)

skor sesuai dengan lembar panduan observasi. Pelaksanaan observasi dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.

4. Refleksi

Kegiatan refleksi untuk membahas sesuatu yang terjadi dalam siklus III yang dilakukan oleh peneliti baik itu kelebihan atau kelemahan selama proses pembelajaran berlangsung. Jika pada siklus III pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan telah terjadi peningkatan dibanding dengan siklus-siklus sebelumnya, maka penelitian dianggap cukup. Namun apabila masih terdapat kekurangan, penelitian akan dilanjutkan pada siklus selanjutnya.

F. Indikator Keberhasilan

Keberhasilan dalam penerapan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis antara lain:

a. Presentase keaktifan siswa secara klasikal meningkat hingga mencapai

≥75%.

b. Adanya peningkatan hasil belajar setiap siklusnya, jumlah siswa yang mencapai KKM ≥75% dari jumlah siswa pada kelas tersebut.

c. Adanya peningkatan hasil belajar siswa yang dirujuk dari nilai rata-rata hasil belajar siswa.


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil tindakan dan pembahasan yang telah diuraikan pada BAB IV, maka dapat dirumuskan kesimpulan hasil perbaikan pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dengan media grafis sebagai berikut.

1. Pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis dapat meningkatkan aktivitas siswa SDN 2 Langkapura kelas IV A. Secara berurutan rata-rata persentase aktivitas siswa tiap siklusnya adalah pada siklus I mencapai 43,28% dengan kategori kurang aktif, pada siklus II mencapai 56,93% dengan kategori cukup aktif dan pada siklus III mencapai 76,61% dengan kategori aktif. 2. Pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe TSTS

dengan media grafis dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Secara berurutan rata-rata hasil belajar siswa tiap siklusnya adalah pada siklus I adalah 68,33 pada siklus II adalah 71,25 dan pada siklus III adalah 79,6.


(50)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dipaparkan di atas, berikut disampaikan saran-saran dalam menggunakan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis yakni:

1. Bagi siswa

Siswa harus mempersiapkan bahan materi yang akan dipelajari terlebih dahulu. Selain itu, siswa juga harus berani berberan aktif dalam pelaksanaan model cooperative learning tipe TSTS.

2. Bagi guru

Diperlukan persiapan yang matang untuk menggunakan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis yaitu perangkat pembelajaran berupa pemetaan, silabus, RPP serta LKS. Selain itu guru juga harus memiliki kemampuan untuk mengkondisikan siswa, karena dalam pelaksanaanya model ini menuntut guru dapat menguasai kelas agar lebih efektif dalam pelaksanaannya. Disamping itu guru tidak melupakan dalam memberi penguatan kepada siswa agar termotivasi untuk giat belajar serta guru harus memperhatikan alokasi waktu dalam pembelajaran.

3. Bagi sekolah

Banyak cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satunya dengan pembaharuan dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan variasi model pembelajaran, media pembelajaran dan LKS. Selain itu mengikutsertakan guru-guru menghadiri workshop untuk menambah wawasan dan pengetahuan guru.


(51)

Hal-hal tersebut dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Sarana dan prasarana yang dapat menunjang peningkatan kualitan pendidikan perlu ditingkatkan.

4. Bagi peneliti berikutnya

Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian penulis menyarankan, peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian dengan menerapkan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis pada materi dan mata pelajaran yang berbeda. Disamping itu model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis dapat diterapkan secara terpisah, seperti model cooperative learning tipe TSTS dengan media yang berbeda ataupun sebaliknya.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, Nahrowi, dan Maulana. 2006. Pemecahan Masalah Matematika. UPI Press. Bandung. 364 hlm.

Andayani. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta. 288 hlm.

Angkowo dan Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Grasindo. Jakarta. 70 hlm.

Anurrahman, dkk. 2009. Penelitian Pendidikan SD. Ditjen Dikti Depdiknas. Jakarta. 285 hlm.

Aqib, Zainal dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, & TK. Yrama Widya. Bandung. 152 hlm.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta. 151 hlm.

Arsad Azhar. 2011. Media Pembelajaran. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 192 hlm.

Budiningsih, Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta.Jakarta. 128 hlm.

Depdiknas. 2000. Penilaian Kinerja Guru. http://www.sdn-cisarua.sch.id/penilaian-kinerja-guru.html/261112/08.30

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Citra. Jakarta. 298 hlm.

Diyah. 2007. Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik pada Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP. (Skripsi). Universitas Negeri Semarang. Semarang. 200 hlm.

Hermawan, Asep H., Zaman Badru dan Riyana. Cepi. 2007. Media Pembelajaran Sekolah Dasar. UPI Press. Bandung. 239 hlm.


(53)

Hero. 2011. http://tekpen07b.blogspot.com/2011/01/pengertian-macam-macam-media-grafis_30.html) diakses pada tanggal 28 November 2012. Pukul 13.00

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 430 hlm.

Ihsan, Fuad. 2005. Dasar-dasar Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta. 254 hlm. Isjoni. 2007. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Alfabeta.

Pekanbaru. 151 hlm.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung. 321 hlm.

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. Rajawali. Jakarta. 311 hlm.

Lie, Anita. 2010. Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Grasindo. Jakarta. 93 hlm.

Ma’rif, Samsul. 2012. Metode Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray. http://sam-edogawa.blogspot.com/2012/11/metode-pembelajaran-tsts-two-stay-two.html?=1. Diakeses pada tanggal 14 Juli 2013. Pukul 10.00

Miarso, dkk. (1986). Definisi Teknologi Pendidikan Satuan Tugas Definisi dan Terminologi AECT. Rajawali. Jakarta. 214 hlm.

Muncarno. 2009. Bahan Ajar Stastistik Pendidikan. Metro. PGSD. 95 hlm.

Musfiqon. 2012. Media dan Sumber Pembelajaran. PT Prestasi Pustakaraya. Jakarta. 206 hlm.

Permendiknas. 2006 Tentang SI dan SKL. 2006. Sinar Grafika. Jakarta. 14 Pp Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip- prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.

Remaja Rosdakarya. Bandung. 165 hlm.

Sadiman. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. 246 hlm.

S. Sadiman, Arief, dkk. 2006. Media Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 332 hlm.

Slavin, Robert, E. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Nusa Media. Jakarta. 348 hlm.


(54)

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Surabaya. 428 hlm.

Suwangsih, Erna dan Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Bandung. 231 hlm.

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. PT Raja Grasindo Persada. Jakarta. 267 hlm.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana Prenada Media Group. Surabaya. 299 hlm. Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas

Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 60 hlm.

Tim Penyusun. UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Rineka Cipta. Jakarta. 227 hlm.

Wardani, IGAK, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta. 296 hlm.

Widyatun, Diah. 2012. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS). http://jurnalbidandiah.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 27 November 2012. Pukul 08.00 WIB

Winataputra, Udin, S, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Terbuka. Jakarta. 288 hlm.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil tindakan dan pembahasan yang telah diuraikan pada BAB IV, maka dapat dirumuskan kesimpulan hasil perbaikan pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dengan media grafis sebagai berikut.

1. Pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis dapat meningkatkan aktivitas siswa SDN 2 Langkapura kelas IV A. Secara berurutan rata-rata persentase aktivitas siswa tiap siklusnya adalah pada siklus I mencapai 43,28% dengan kategori kurang aktif, pada siklus II mencapai 56,93% dengan kategori cukup aktif dan pada siklus III mencapai 76,61% dengan kategori aktif. 2. Pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe TSTS

dengan media grafis dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Secara berurutan rata-rata hasil belajar siswa tiap siklusnya adalah pada siklus I adalah 68,33 pada siklus II adalah 71,25 dan pada siklus III adalah 79,6.


(2)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dipaparkan di atas, berikut disampaikan saran-saran dalam menggunakan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis yakni:

1. Bagi siswa

Siswa harus mempersiapkan bahan materi yang akan dipelajari terlebih dahulu. Selain itu, siswa juga harus berani berberan aktif dalam pelaksanaan model cooperative learning tipe TSTS.

2. Bagi guru

Diperlukan persiapan yang matang untuk menggunakan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis yaitu perangkat pembelajaran berupa pemetaan, silabus, RPP serta LKS. Selain itu guru juga harus memiliki kemampuan untuk mengkondisikan siswa, karena dalam pelaksanaanya model ini menuntut guru dapat menguasai kelas agar lebih efektif dalam pelaksanaannya. Disamping itu guru tidak melupakan dalam memberi penguatan kepada siswa agar termotivasi untuk giat belajar serta guru harus memperhatikan alokasi waktu dalam pembelajaran.

3. Bagi sekolah

Banyak cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satunya dengan pembaharuan dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan variasi model pembelajaran, media pembelajaran dan LKS. Selain itu mengikutsertakan guru-guru menghadiri workshop untuk menambah wawasan dan pengetahuan guru.


(3)

Hal-hal tersebut dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Sarana dan prasarana yang dapat menunjang peningkatan kualitan pendidikan perlu ditingkatkan.

4. Bagi peneliti berikutnya

Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian penulis menyarankan, peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian dengan menerapkan model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis pada materi dan mata pelajaran yang berbeda. Disamping itu model cooperative learning tipe TSTS dengan media grafis dapat diterapkan secara terpisah, seperti model cooperative learning tipe TSTS dengan media yang berbeda ataupun sebaliknya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, Nahrowi, dan Maulana. 2006. Pemecahan Masalah Matematika. UPI Press. Bandung. 364 hlm.

Andayani. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta. 288 hlm.

Angkowo dan Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Grasindo. Jakarta. 70 hlm.

Anurrahman, dkk. 2009. Penelitian Pendidikan SD. Ditjen Dikti Depdiknas. Jakarta. 285 hlm.

Aqib, Zainal dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, & TK. Yrama Widya. Bandung. 152 hlm.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta. 151 hlm.

Arsad Azhar. 2011. Media Pembelajaran. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 192 hlm.

Budiningsih, Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta.Jakarta. 128 hlm.

Depdiknas. 2000. Penilaian Kinerja Guru. http://www.sdn-cisarua.sch.id/penilaian-kinerja-guru.html/261112/08.30

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Citra. Jakarta. 298 hlm.

Diyah. 2007. Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik pada Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP. (Skripsi). Universitas Negeri Semarang. Semarang. 200 hlm.

Hermawan, Asep H., Zaman Badru dan Riyana. Cepi. 2007. Media Pembelajaran Sekolah Dasar. UPI Press. Bandung. 239 hlm.


(5)

Hero. 2011. http://tekpen07b.blogspot.com/2011/01/pengertian-macam-macam-media-grafis_30.html) diakses pada tanggal 28 November 2012. Pukul 13.00

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 430 hlm.

Ihsan, Fuad. 2005. Dasar-dasar Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta. 254 hlm. Isjoni. 2007. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Alfabeta.

Pekanbaru. 151 hlm.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung. 321 hlm.

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. Rajawali. Jakarta. 311 hlm.

Lie, Anita. 2010. Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Grasindo. Jakarta. 93 hlm.

Ma’rif, Samsul. 2012. Metode Pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray. http://sam-edogawa.blogspot.com/2012/11/metode-pembelajaran-tsts-two-stay-two.html?=1. Diakeses pada tanggal 14 Juli 2013. Pukul 10.00

Miarso, dkk. (1986). Definisi Teknologi Pendidikan Satuan Tugas Definisi dan Terminologi AECT. Rajawali. Jakarta. 214 hlm.

Muncarno. 2009. Bahan Ajar Stastistik Pendidikan. Metro. PGSD. 95 hlm.

Musfiqon. 2012. Media dan Sumber Pembelajaran. PT Prestasi Pustakaraya. Jakarta. 206 hlm.

Permendiknas. 2006 Tentang SI dan SKL. 2006. Sinar Grafika. Jakarta. 14 Pp Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip- prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.

Remaja Rosdakarya. Bandung. 165 hlm.

Sadiman. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. 246 hlm.

S. Sadiman, Arief, dkk. 2006. Media Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 332 hlm.

Slavin, Robert, E. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Nusa Media. Jakarta. 348 hlm.


(6)

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Surabaya. 428 hlm.

Suwangsih, Erna dan Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Bandung. 231 hlm.

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. PT Raja Grasindo Persada. Jakarta. 267 hlm.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana Prenada Media Group. Surabaya. 299 hlm. Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas

Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 60 hlm.

Tim Penyusun. UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Rineka Cipta. Jakarta. 227 hlm.

Wardani, IGAK, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta. 296 hlm.

Widyatun, Diah. 2012. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS). http://jurnalbidandiah.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 27 November 2012. Pukul 08.00 WIB

Winataputra, Udin, S, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Terbuka. Jakarta. 288 hlm.


Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TYPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS IV SD NEGERI 4 SUKADAMAI LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 13 63

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK TWO STAY TWO STRAY PADA SISWA KELAS IV SDN 2 JATIAGUNG KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN PRINGSEWU

0 6 78

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 TEMPURAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 10 64

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TWO STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS VB SD NEGERI 1 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 8 40

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH SISWA KELAS IV SD NEGERI 02 SINDANG AGUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 5 47

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TWO STAY TWO STRAY DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV SDN 04 METRO TIMUR T.P. 2013/2014

1 6 79

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TWO STAY TWO STRAY DENGAN MEDIA GRAFIS PADA SISWA KELAS IV A SDN 2 LANGKAPURA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 24 54

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP RESUME PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VA SDN 2 METRO UTARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

24 216 38

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TWO STAY TWO STRAY DENGAN MEDIA GRAFIS PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV B SD NEGERI 4 METRO PUSAT

0 4 77

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS IV SDN 27 PONTIANAK TENGGARA

0 0 11