Analisis Proses Paduan Transformasi Bainitik Baja Mangan

(1)

ANALISIS PROSES PADUAN TRANSFORMASI

BAINITIK BAJA MANGAN

TESIS

Oleh

SAPTA ROSNARDI

067026018/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISIS PROSES PADUAN TRANSFORMASI

BAINITIK BAJA MANGAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SAPTA ROSNARDI

067026018/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis :

ANALISIS PROSES PADUAN

TRANSFORMASI BAINITIK BAJA MANGAN Nama mahasiswa : Sapta Rosnardi

Nomor Pokok : 067026018

Program studi : Ilmu Fisika

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) Ketua

(Dra. Justinon, M.Si) (Ir. Reza Fadhillah, M.I.M) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 20 Desember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Anggota : 1. Dra. Justinon, MSi

2. Ir. Reza Fadhillah, M.I.M

3. Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS 4. Drs. H. Muhammad Syukur, MS 5. Drs. Nasruddin M.N, M.Eng.Sc


(5)

ABSTRAK

Sifat-sifat mekanik baja mangan austenit bervariasi sesuai dengan kandungan karbon dan mangannya. Apabila karbon meningkat akan menyebabkan penurunan kekerasan dan kekenyalan. Guna meningkatkan kemampukerasan, meningkatkan sifat mekanik pada temperature tinggi dan rendah, meningkatkan ketangguhan pada nilai kekerasan atau ketangguhan minimum serta meningkatkan ketahanan terhadap keausan korosi dibutuhkan adanya perlakuan variasi pemanasan dan waktu tahan sehingga terjadi perubahan.

Bila fasa austenit murni dipanaskan kembali pada rentang temperatur 3000C sampai 5000C maka terbentuk fasa bainit. Pemanasan kembali dilakukan pada temperatur 450-600 0C interval suhu 50 oC dengan waktu tahan tetap 60 menit. Pada temperatur 4500C kekerasan fasa ferrit 163,83 MPa, temperatur 5000C kekerasan fasa bainitnya 288,98 MPa, temperatur 5500C kekerasan fasa pearlite 222,02 MPa dan temperatur 6000C kekerasan fasa pearlite 222,02 MPa dan kekerasan fasa austenitnya pada tiap temperatur sama 195,75 MPa.

Kata kunci : Baja mangan, fasa austenit, fasa ferrit, fasa bainit, fasa pearlit, perlakuan panas, pemanasan kembali, waktu tahan.


(6)

ABSTRACT

The mechanical properties of austenit manganese steel is various according to a certain amount of carbon and manganese in solid solution. When amount of carbon added continuosly in solid solution will decrease the hardness of steel both of fatigue failure. To rising the mechanical properties and exhibits good resistance of corrosion needed a various heating with holding time to make the changes.

When pure austenit phase undergo of reheat-tratment at temperature of 300-500 oC, bainit phase is formed. Heating by reheat-treatment at temperature of 450oC with holding time 60 minutes is gained 163.83 MPa of ferrit phase hardness and 195.75 MPa of austenit phase hardness. At 500oC is gained 288,98 MPa of bainit phase hardness. At 550oC and 600oC are gained 222.02 MPa of pearlit phase hardness and 195.75 MPa of austenit phase hardness.

Key words : Manganese steel, austenite phase, ferrite phase, bainite phase, pearlite phase, heat-treatment, reheat-treatment, holding time.


(7)

KATA PENGANTAR

Pertama dan yang paling utama penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, karunia dan ridho yang diberikanNya kepada penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Chairuddin P.Lubis,DTM&H,Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Studi Magister Ilmu Fisika di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan

2. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Ketua Komisi Pembimbing dan Dra Justinon,M.Si dan Ir. Reza Fadhillah, M.Sc.Eng selaku anggota pembimbing lapangan, yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis selama melakukan penelitian sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

3. Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc. selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu seluruh staf pengajar Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana USU atas ilmu yang dibekalkan kepada penulis.

5. Seluruh staf administrasi Sekolah Pascasarjana USU, yang dengan penuh kesabaran memberikan pelayanan terbaik di Sekolah Pascasarjana USU.

6. Rekan–rekan seperjuangan, khususnya saudara Bobbin Nainggolan, Muhd.Amin, Sukmawati dan Sundari yang telah membantu penulis dan rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana USU atas kerja sama dan kebersamaan dalam mengatasi berbagai masalah selama perkuliahan dan dalam penulisan tesis ini.

7. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih dan sayang yang mendalam kepada orang tua penulis, Soewarso Resohatmojo dan Almh. Ibunda Hj Rosna Piliang dan kedua mertua Alm. T. Azhar dan Ermina Caniago dan istri tersayang T. Fitri Suzi Yanti serta ananda Nanda Prasetya, Ryan Ageng Maulana, Puspa Sari, Ega Widyadhana dan Putri Aditya Lestari yang senantiasa memberi dorongan dengan penuh kesabaran dan pengorbanan serta selalu mendoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan , Desember 2008

Penulis,


(8)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : SAPTA ROSNARDI, SPd

Tempat/Tanggal lahir : Kisaran, 5 Januari 1965

Alamat Rumah : Jln. Prasaja Barat K.281 As.Kodam Medan Telepon/Hp : (061)8471802 / 081263148900

e-mail : sapta_rosnardi18@yahoo.co.id Instansi Tempat Bekerja : SMA NEGERI 18 MEDAN

Alamat Kantor : Jln. Wahidin No 15 A Medam Telepon : (061) 4570342

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 12 P.Sidempuan Tamat : 1977 SMP : SMP Negeri I P.Sidempuan Tamat : 1981 SMA : SMA Swasta UISU Medan Tamat : 1984 D-3 : Universitas Sumatera Utara Medan Tamat : 1988 Strata-1 : IKIP Negeri Medan Tamat : 1996 Strata-2 : Universitas Sumatera Utara Medan Tamat : 2008


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan masalah ... 3

1.3.1 Sampel ... 3

1.3.2 Karakterisasi sampel ... 3

1.3.3 Pengujian Sampel ... 4

1.4 Manfaat penelitian ... 4

1.5 Tempat Penelitian ... 4

1.6 Tujuan Penelitian ... 5

1.7 Hipotesis Masalah ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Baja ... 7

2.2 Diagram Fasa Fe-Mn ... 9


(10)

2.3.1 Unsur Mangan (Mn) ... 10

2.3.2 Unsur Karbon (C) ... 11

2.3.3 Unsur Nikel (Ni) ... 11

2.3.4 Unsur Silikon (Si) ... 12

2.3.5 Unsur Kromium (Cr) ... 12

2.4 Proses Perlakuan Panas ... 13

2.4.1 Proses Anil ... 14

2.4.2 Waktu Penahanan (Holding Time) ... 14

2.4.3 Pemanasan Kembali (Re-heat treatment) ... 15

2.4.4 Pendinginan ... 15

2.5 Kristalisasi ... 19

2.5.1 Pemulihan (Recovery) ... 20

2.5.2 Rekristalisasi (Recrystalization) ... 20

2.5.3 Pertumbuhan Butir ( Grain Growth ) ... 22

2.6 Kekerasan (Hardenability) ... 24

2.6.1 Kekerasan Brinell (Brinell Hardness) ... 25

2.6.2 Kekerasan Vickers ... 26

2.7 Mikrostruktur ... 28

2.8 Struktur Mikro Logam ... 30

2.8.1 Metode Planimetric ( Metode Jeffries ) ... 31

2.9 Analisa Struktur Mikro ... 33

2.9.1 Mikroskop Optik ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 36

3.2 Bahan ... 37

3.3 Alat... 37

3.4 Variabel Penelitian ... 37


(11)

3.4.2. Variabel Berubah ... 38

3.5 Prosedur Penelitian ... 38

3.5.1 Preparasi Sampel ... 38

3.5.2 Perlakuan Panas ... 38

3.5.3 Pengujian Mikrostruktur ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 42

4.1 Uji Komposisi ... 42

4.2 Transformasi fasa ... 43

4.3 Analisa Gambar ... 44

4.3.1 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 12000 C yang diikuti dengan Pendinginan Air ... 44

4.3.2 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 4500 C ... 45

4.3.3 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 5000C ... 46

4.3.4 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 5500 C... 47

4.3.5 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 6000 C ... 48

4.4 Analisa Ukuran Butir ... 48

4.5 Pengaruh Temperatur Terhadap Diameter Butir... 53

4.6 Persentase Fasa Austenit dan Fasa Bainit ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 59


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Nomor Judul

3.1 Jenis Larutan dengan Komposisi ... 41 4.1 Komposisi Baja Mangan Hadfield (AISI 3401)

dalam % wt ... 42 4.2 Aturan Pemanasan (Heat Treatment) untuk Sampel Baja

Mangan Fe-Mn ... 43 4.3 Diameter Butir Baja Mangan Fe-Mn AISI 3401 ... 50 4.4 Nilai Hasil Perhitungan Diameter Butir Rata-rata pada


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Diagram Fasa Fe-Mn ... 9

2.2 Diagram Continous Cooling Transformation (CCT) Variasi Media Pendinginan Terhadap Mikro Struktur yang Dihasilkan ... 17

2.3 Diagram Time Transformation Temperature (TTT) pada Baja Mangan Fe-Mn ... 18

2.4 Proses Rekristalisasi ... 21

2.5 Pergerakan Pertumbuhan Butir ... 23

2.6 Batas Butir ... 23

2.7 Uji Kekerasan Brinell... 25

2.8 Skema Alat Uji Vickers ... 27

2.9 Perubahan Mikrostruktur Baja Karbon Selama Pendinginan Lambat ... 29

2.10 Struktur Butir Baja (Ferrit/α) yang Telah Dietsa ... 30

2.11 Mikrostruktur Metode Jeffries ... 32

2.12 Skema Mikroskop Optik ... 35

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 37

3.2 Bentuk dan Ukuran Benda Uji ... 38

3.3 Proses Heat Treatment Pendinginan Cepat (Water Quenching)... 39

3.4 Proses Reheat Treatment Pendinginan Lambat (Air Cooling)... 40

4.1 Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 12000C Perbesaran 100 x ... 44

4.2 Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 4500C Penahanan 60 Menit, Perbesaran 100x ... 45

4.3 Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 5000 C Penahanan 60 Menit Perbesaran 100 x ... 46

4.4 Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 5500 C Penahanan 60 Menit. Perbesaran 100 x ... 47


(14)

4.5 Mikrostrukur pada Daerah Pemanasan 6000C

Penahanan 60 Menit, Perbesaran100 x ... 48 4.6 Grafik Diameter Butir Vs Temperatur ... 53


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

A Pengujian Kekerasan Macrohardness ... 62

B Pengujian Kekerasan Microhardness ... 63

C Kekerasan Makro ... 64

D Tabel Konversi ... 68

E Standar Baja Mangan Hadfield 3401 ... 69

F Material Balance Analyses ... 70

G Diameter Butir ... 71


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Baja mangan austenit awal, yang mengandung sekitar 1,2% C dan 12% Mn ditemukan oleh Sir Robert Hadfield pada tahun 1882. Baja Hadfield memang unik di mana baja ini mengkombinasikan kekerasan dan kekenyalan tinggi dengan kapasitas kerja yang tinggi (pengerasan) dan biasanya, resistansi yang baik terhadap air. Oleh karenanya, baja mangan cepat diterima sebagai bahan teknik yang sangat berguna. Baja mangan austenit hadfield tetap banyak digunakan, dengan sedikit modifikasi dalam komposisi dan pengolahan panas, terutama di bidang pengerasan jalan, pertambangan, pengeboran sumur minyak,pembuatan baja, pembangunan jalan kereta api, pengerekan, industri kayu dan dalam produksi semen dan produk tanah liat.

Sifat-sifat mekanik baja mangan austenit bervariasi sesuai dengan kandungan karbon dan mangannya. Apabila karbon meningkat akan semakin sulit menahan semua karbon dalam larutan padat dan dapat menyebabkan penurunan kekerasan dan kekenyalan. Guna meningkatkan kemampuakerasan, meningkatkan sifat mekanik pada temperatur tinggi dan rendah, meningkatkan ketangguhan pada nilai kekerasan atau ketangguhan minimum serta meningkatkan ketahanan terhadap keausan dan korosidibutuhkan adanya perlakuan variasi temperatur dan waktu sehingga terjadi perubahan.


(17)

Dalam perubahan fasa terjadi pembentukan embrio, nuclei, difusi dan butir bermigrasi dari satu kisi ke kisi menuju batas butir dengan proses pemanasan. Seiring dengan hal ini maka perubahan mikrostruktur baja mangan dapat terjadi dan akibat proses dari daerah suhu austenit sampai ke suhu kamar dengan pendinginan udara, maka dengan sendirinya sifat fisis dan sifat mekanik juga berubah. Proses transformasi akan menghasilkan fasa baru dengan selang waktu tertentu, disebabkan terjadinya proses pengintian (nukleasi) butir-butir baru yang tumbuh sepanjang daerah slip yang terdeformasi dan pada umumnya terjadi di batas butir. Secara teoritik, bila temperature meningkat, maka jumlah butiran dari suatu material akan bermigrasi akibat dari kenaikan temperatur.

Secara umum fasa austenit dapat bertransformasi dikarenakan pengaruh temperatur, komposisi material, waktu dan laju pendingin dari baja mangan tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang diambil adalah menganalisa proses alloying transformasi bainitik pada baja mangan..Pada material Fe Mn selalu dipengaruhi suatu fasa harus mengacu pada diagram fasa Fe Mn dengan cara baja mangan dipanaskan mencapai fasa austenit Pada material Fe Mn selalu dipengaruhi temperatur,komposisi, materi perlakuan panas , waktu penahanan dan laju pendinginan sampai fasa austenit. Untuk memperoleh suatu fasa harus mengacu pada diagram fasa Fe Mn , apa bila baja mangan dipanaskan pada rentang temperatur antara 800 0C sampai dengan 1300 0C


(18)

perlakuan panas didinginkan secara cepat kemudian dipanaskan 450 0C sampai dengan 600 0C dengan masa penahanan 60 menit yang diikuti dengan pendinginan udara..Pada rentang temperatur tersebut terbentuk struktur mikro fasa bainit. Dimana bainit merupakan transformasi proeutektoid dari pada ferrit dan karbida, dengan kata lain : Bainit = +

Reaksi bainit memiliki berbagai ciri yang mirip dengan reaksi perlit dan reaksi martensit. Transformasi bainit mencakup perubahan struktur.kekerasan produk juga berubah secara kontinu dengan turunnya temperature bainit bawah lebih keras dari pada bainit atas. Sedangkan bainit atas lebih keras daripada perlit.

1.3 Batasan Masalah

Batasan-batasan dalam penelitian ini adalah : 1.3.1 Sampel

Sampel yang digunakan adalah baja mangan hadfield Fe- Mn pabrikasi. Dengan perbandingan komposisi % berat paduan mangan dan karbon 10 : 1. Baja mangan tersebut termasuk kedalam golongan baja paduan.

1.3.2 Karakterisasi Sampel

Karakterisasi sampel yang dilakukan adalah pengujian mikrostrukturnya. Pengujian mikrostruktur dari sampel dilakukan setelah proses penyajian sampel. Untuk mendapatkan mikrostruktur , dihaluskan permukaannya dengan mesin polis, di etsa dengan bantuan larutan kimia, yang nantinya akan memberikan gambaran


(19)

mikrostruktur fasa yang diinginkan , mikrostuktur tersebut selanjutnya dapat dianalisa perkembangannya melalui suatu program selektor.

1.3.3 Pengujian sampel

Proses pemanasan yang diberikan adalah annelisasi pada temperatur 1200°C lalu didinginkan secara tiba-tiba (quenching) pada media air, kemudian di re-heat treatment kembali pada temperatur 450°C sampai 600°C, dengan kenaikan temperatur 50°C dan waktu penahanan 60 menit.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Pengaruh anilisasi yang mengakibatkan perubahan diameter butir dan sifat fisisnya.

2. Meningkatkan kualitas produksi baja mangan serta pemakaian pada trasportasi umum dan generator dalam pemakaian sehari-hari

1.5 Tempat Penelitian

1. Politeknik USU- Medan,

2. Lab Uji Material Center Material Processing And Failure Analyis UI Dept. Tehnik Metalurgi dan material Kampus Baru UI – Depok 16424. 3. Proses perlakuan panas ( heat treatment ) dan pengujian struktur mikro


(20)

1.6 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah :

1. Memahami dan mengamati proses terjadinya fasa bainit yang telah diberikan perlakuan panas didiringi dengan pendinginan udara ( air Cooling)

2. Memahami proses terjadinya fasa austenit pada suhu 1200 0C yang diikuti dengan proses pendinginan cepat pada media air dan juga yang dire-heat treatment pada temperatur 450 0C sampai dengan 600 0C kenaikan suhu 50 0C waktu penahanan 60 menit.yang diiringi dengan pendinginan udara sampai temperatur kamar.

I.7 Hipotesis Masalah

Mempresentasikan perkembangan mikrostruktural baja mangan austenit AISI 3401 disebabkan perlakuan panas yang berbeda-beda diikuti dengan proses pendinginan cepat. Bahan dipanaskan hingga 1200°C Hadfield yang diikuti dengan proses pendinginan cepat yang menyebabkan larutan padat karbida mengendap pada butir fase austenit murni. Dengan fase austenit ini, akan terjadi dispersi parsial austenit. Waktu dan temperatur pemanasan akan mempengaruhi luas dispersi pada fase austenit. Temperatur despersitas ditetapkan antara 450°C sampai 600°C dengan tahapan peningkatan 50°C. Kajian mikrostruktur sampel menunjukkan bahwa pengendapan pada batas butir fasa austenit dimulai dengan pengendapan besi dan mangan karbida, kemudian secara progresif diikuti oleh kemunculan unsur baru yang


(21)

kemudian paduan menuju interior batas-batas butirnya. Pendinginan cepat biasanya menyebabkan karbida yang mengendap pada batas-batas butir terdispersi kembali pada butir-butir. Pembentukan fase baru ini meningkat seiring dengan adanya peningkatan temperatur.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja

Baja merupakan campuran besi dan karbon, dimana unsur karbon (C) menjadi dasar campurannya. Disamping itu, baja mengandung unsur campuran lain yang disebut paduan, misalnya Sulfur (S), Posfor(P), Silikon (Si) dan Mangan (Mn) yang jumlahnya dibatasi berdasarkan kegunaanya atau kepentingan fabrikasi, dan disesuaikan berdasarkan standard American Society for Testing and Material

(ASTM). (Amanto, 1999).

Baja karbon terdiri dari besi dan karbon , ditambah dengan unsur-unsur lainnya. Baja karbon ini digolongkan menjadi 3 bagian yaitu:

1. Baja karbon rendah (<0.30% wt C).

2. Baja karbon menengah (0.30 < C<0.7% wt). 3. Baja karbon tinggi (0.70<C<1.40% wt).

Baja karbon terdiri dari paduan (alloy). Baja paduan yang dapat diklasifikasikan menurut kadar karbonnya dibagi menjadi :

1. Baja paduan rendah (low-alloy steel), elemen paduannya ≤ 2.5% wt unsur Cr, Mn, S,Si, P, dan lain-lain.

2. Baja paduan menengah (médium - alloy steel), elemen paduannya 2.5-10% wt unsur Cr, Mn, Ni, S, Si,P dan lain-lain.


(23)

3. Baja paduan tinggi (high-alloy steel), elemen paduannya > 10% wt unsur Cr, Mn, Ni, S, Si,P, dan lain-lain.

Baja paduan dihasilkan dengan biaya lebih mahal dari baja karbon lainnya, karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerjaan khusus yang dilakukan dalam industri atau pabrik. Baja paduan dapat didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molibden, vanadium, mangan dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti sifat kuat, kekerasan, dan keliatannya (Amanto, 1999).

Paduan dari beberapa unsur yang berbeda memberikan sifat khas dari baja. Misalnya baja yang dipadu dengan unsur Ni dan Cr akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan kenyal. Ni dan Cr bersifat katodik terhadap baja dan bertindak sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja sehingga baja tahan terhadap karat atau korosi. Bila baja ditambah dengan paduan Cr dan Mo maka menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan kenyal yang lebih baik serta tahan terhadap panas (Amanto, 1999). Pada umumnya baja paduan memiliki sifat yang unggul dibandingkan dengan baja karbon biasa, diantaranya (Amstead, 1993) :

1. Keuletan yang tinggi tanpa pengurangan kekuatan tarik.

2. Kemampukerasan sewaktu dicelup dalam minyak maupun didinginkan di udara, dan dengan demikian kemungkinan retak atau distorsinya berkurang.


(24)

4. Tahan terhadap perubahan suhu, ini berarti bahwa sifat fisisnya tidak banyak berubah.

5. Memiliki butiran yang halus dan homogen.

Baja paduan dengan sifat khusus dikelompokkan menjadi 2 bagian : baja tahan karat (Stainless Stell), baja paduan rendah berkekuatan tinggi (High Strenght-Low Alloy Steel), dan baja perkakas (Tool Steel).

2. 2 Diagram Fasa Fe - Mn

Pada tahun 1882, Robert Hadfield menemukan Baja manggan austenit yang mengandung 1.2% berat C dan 12% berat Mn. Menurut V.Lipin (1885) baja mangan austenit harus mengandung kadar Mangan 10 persen dibandingkan dengan kadar karbon 1 persen.


(25)

Pada Gambar (2.2) Diagram fasa Fe Mn, andaikan fasa baja mangan (Fe Mn) 8 % wt Mn di heat treatment sampai 1200 0C. Fasa yang terjadi fasa austenit dengan struktur kristal Face Center Cubic (FCC) dan kemudian diturunkan temperaturnya menjadi 769 0C sampai titik kritis sebagian fasa γFe dan sebagian menjadi fasa αFe,

kondisi fasa austenit lebih dominan, dan juga merupakan fasa magnetik dengan kandungan mangan yang lebih kecil 10 % wt Mn, jika temperatur turun menjadi 600

0

C fasa lebih banyak dari fasa α dan jika temperatur menjadi 400 0C maka fasa α akan jauh lebih dominan dengan struktur kristal Body Centre Cubic (BCC).

2.3 Unsur-unsur Paduan (Alloy)

Unsur paduan yang terkandung didalam besi antara lain (Amanto, 1999) : 2.3.1 Unsur Mangan (Mn)

Semua baja mengandung mangan karena sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan baja. Kandungan mangan lebih kurang 0.6% masih belum dapat sebagai paduan dan tidak mempengaruhi sifat baja, dengan kata lain mangan tidak memberikan pengaruh yang besar pada strutkur baja dalam jumlah rendah. Dengan bertambahnya kandungan mangan maka temperatur kritis menurun secara seimbang. Mangan membuat butiran lebih halus. Penambahan unsur mangan dalam baja dapat menaikkan kuat tarik tanpa mengurangi atau sedikit mengurangi regang, sehingga baja dengan penambahan mangan memiliki sifat kuat dan kenyal.


(26)

2.3.2 Unsur Karbon (C)

Karbon merupakan salah satu unsur terpenting yang dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,1-1,7%, sedangkan unsur lainnya dibatasi persentasinya sesuai dengan kegunaan baja. Unsur paduan yang bercampur di dalam lapisan baja adalah untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas dan menghasilkan sifat-sifat yang khusus. Karbon dalam besi dapat berupa jenis larutan padat intertisi, dengan atom yang kecil dikelilingi oleh atom-atom yang lebih besar. Pada temperatur di bawah 9120C, besi murni mempunyai struktur BCC. Diatas temperatur 9120C terdapat daerah temperatur tertentu dimana besi mempunyai struktur FCC. Pada kisi FCC terdapat ruang sisipan atau “porositas” yang lebih besar pada pusat sel satuan. Karbon sebagai atom yang sangat kecil (jari-jari austenit karbon sebesar 0.0075 nm) dapat menduduki porositas tersebut dan membentuk besi karbon yaitu Fe C, dengan jari-jari besi austenit adalah 0,129 nm.

2.3.3 Unsur Nikel (Ni)

Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu menurunkan temperatur kritis dan kecepatan pendinginan kritis, memperbaiki kekuatan tarik atau menaikkan sifat kenyal, tahan panas, jika pada baja paduan terdapat unsur nikel sekitar 25% maka baja dapat tahan terhadap korosi. Unsur yang mempunyai bentuk kisi FCC larut dengan baik dalam austenit dan unsur yang mempunyai bentuk kisi BCC larut dengan baik dalam ferit. Nikel adalah salah satu unsur yang mempunyai bentuk kisi FCC, yang larut lebih baik dalam austenit dari pada dalam ferit, sehingga


(27)

mempengaruhi penurunan kecepatan transformasi dan meningkatkan mampu kerasnya. Unsur nikel yang bertindak sebagai tahan karat (korosi) disebabkan nikel bertindak sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja.

2.3.4 Unsur Silikon (Si)

Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setiap baja dengan jumlah kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh untuk menaikkan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis. Unsur silikon menyebabkan sementit tidak stabil, sehingga memisahkan dan membentuk grafit. Unsur silikon juga merupakan pembentuk ferit, tetapi bukan pembentuk karbida, silikon juga cenderung membentuk partikel oksida sehingga memperbanyak pengintian kristal dan mengurangi pertumbuhan akibatnya struktur butir semakin halus.

2.3.5 Unsur Kromium (Cr)

Sifat unsur kromuim (Cr) dapat menurunkan kecepatan pendinginan kritis (Cr sejumlah 1,5% cukup meningkatkan kekerasan dalam minyak). Penambahan kromium pada baja menghasilkan struktur yang lebih halus dan membuat sifat baja dapat dikeraskan (hardenability) lebih baik karena kromium dan karbon dapat membentuk karbida. Kromium dapat menambah kekuatan tarik dan keplastisan serta berguna juga dalam membentuk lapisan pasif untuk melindungi baja dari korosi serta tahan terhadap temperatur tinggi. Kromium mempunyai bentuk kisi BCC yang lebih baik larut dalam ferit.


(28)

2.4 Proses Perlakuan Panas

Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan pada logam padat untuk memperoleh sifat-sifat tertentu dari logam dalam batas-batas tertentu. Baja dapat diberikan perlakuan panas untuk meningkatkan atau mengurangi kekerasan dan kekuatan tarik dari baja. Untuk meningkatkan kekerasan dari baja dilakukan proses pengerasan (hardening) dan untuk meningkatkan elastisitas dari baja dilakukan proses tempering. Perlakuan panas merupakan kombinasi proses pemberian panas pada logam atau paduan pada keadaan padat sampai temperatur dan waktu penahanan (holding time) tertentu, kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan yang sesuai, sehingga diperoleh sifat fisis dan sifat mekanis dari baja. Perlakuaan panas baja yang tepat memiliki peranan penting pada proses pengecoran baja, pembentukan / penempaan baja ataupun pengerolan baja sebelum digunakan pada aplikasi sesungguhnya pada peralatan.

Baja yang telah diberi perlakuan panas akan bermanfaat sebagai berikut : 1. Kekerasan dan kekuatan baja bertambah.

2. Sifat fisis dan sifat mekanis yang teratur seperti keuletan, ketahanan korosi. 3. Memunculkan sifat magnetik dan listrik pada baja.


(29)

2.4.1 Proses Anil

Anilisasi merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk mendapatkan butir yang seragam. Proses anil dilakukan pada temperatur austenit 1000oC – 1400oC, selanjutnya didinginkan dengan cara dicelupkan kedalam air (water quenching) sampai temperatur kamar.

2.4.2 Waktu Penahanan (Holding Time)

Pedoman untuk menentukan waktu penahanan dari berbagai jenis baja (Iqbal, 2007) :

a. Baja konstruksi dari baja karbon dan baja paduan rendah mengandung karbida mudah larut, diperlukan waktu penahanan yang singkat, 5 - 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap sudah memadai.

b. Baja kontruksi dari baja paduan menengah dianjurkan menggunakan waktu penahanan 15 - 25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja. c. Baja perkakas paduan rendah (Low Alloy Tool Steel) memerlukan waktu

penahanan yang tepat, agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0.5 menit per milimeter tebal benda, atau 10 sampai 30 menit.

d. Baja paduan tinggi krom (High Alloy Chrome Steel), membutuhkan waktu penahanan yang paling panjang diantara semua baja perkakas, tergantung pada temperatur pemanasannya. Juga diperlukan kombinasi temperatur


(30)

dan waktu penahanan yang tepat, dianjurkan menggunakan 0.5 menit permilimeter tebal benda dengan minimum 10 menit, maksimum 1 jam. e. Baja perkakas pengerjaan panas (Hot–Work Tool Steel). Mengandung

karbida yang sulit larut, larut pada 10.000oC. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir sangat besar, karena itu waktu penahanan harus dibatasi 15-30 menit.

2.4.3 Pemanasan Kembali (Re-heat treatment)

Pemanasan kembali atau re-heattreatment adalah proses pemberian panas kembali pada baja yang telah dianelisasi dengan temperatur yang lebih rendah dari temperatur anelisasi. Bertujuan untuk menghasilkan fasa baru yang mempengaruhi mikro struktur dari baja. Selama proses re-heattreatment berlangsung dengan waktu tahan yang diberikan bervariasi akan menghasilkan mikro struktur yang bervariasi seiring dengan terbentuknya fasa baru.

2.4.4 Pendinginan

Untuk proses pengerasan (hardening) kita melakukan pendinginan secara cepat. Pada umumnya pendinginan dengan menggunakan media air bertujuan untuk mendapatkan struktur martensite. Semakin banyak unsur karbon, maka struktur

martensite yang terbentuk juga akan semakin banyak. Karena martensite terbentuk dari fasa austenite yang didinginkan dengan cepat. Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur tetragonal yang ruang kosong antar atomnya kecil, sehingga kekerasannya meningkat. Pada umumnya mikro struktur baja tergantung dari


(31)

kecepatan pendinginannya dari temperatur daerah austenit sampai ke temperatur kamar. Karena perubahan struktur ini, maka dengan sendirinya sifat-sifat mekanik yang dimiliki juga berubah. Proses pendinginan dilakukan setelah perlakuan panas diberikan pada logam atau paduan baja. Pendinginan cepat dan pendinginan lambat dengan berbagai media pendinginan yang digunakan antara lain :

1. Pencelupan (quenching) dengan media ; air, minyak, dan es. 2. Pendinginan di udara atau dikenal dengan air cooling.

3. Pendinginan di dalam tungku atau dapur dikenal dengan furnace cooling. Pendinginan cepat bertujuan agar terbentuk mikro struktur yang berubah dari keadaan panas yang tinggi, sehingga dihasilkan baja dengan kekerasan yang mudah getas, sedangkan pendingian lambat bertujuan agar didapat mikro struktur yang lebih stabil dikarenakan perubahan bentuk butir terjadi secara perlahan, sehingga menghasilkan baja yang lunak dan ulet.

Hubungan antar kecepatan pendinginan dan mikro struktur yang terbentuk biasanya di Gambarkan dalam diagram yang menghubungkan waktu, temperatur dan transformasi (Continous Cooling Transformation atau CCT). Gambar 2.2 merupakan diagram CTT dari baja AISI 4340.


(32)

Gambar 2.2 menunjukkan bila kecepatan pendinginan menurun berarti waktu pendinginan dari temperatur austenit juga menurun, sehingga mikro struktur yang terbentuk adalah dari gabungan ferit-pearlit ke ferit-pearlit-bainit-martensit,

kemudian ke bainit-martensit dan akhirnya pada kecepatan yang tinggi sekali mikrostruktur akhirnya martensit. Pembentukan martensit, terjadi dekomposisi austenit dalam ferit + karbida ( + C). Hal ini berarti bahwa ada waktu untuk karbon untuk berdifusi dan berkonsentrasi dalam fasa karbida sehingga ferit kekurangan karbon. Bila austenit didinginkan dengan sangat cepat .

Cara lain membentuk ( + C) juga menyangkut pembentukan fasa transisi martensit (M). Fasa polimorf baja tidak stabil karena bila ada kesempatan martensit akan berubah menjadi ( + C). Oleh karena itu tidak terdapat martensit. Meskipun begitu martensit adalah suatu fasa yang sangat penting.

Gambar. 2.2 Diagram Continous Cooling Transformation (CCT) Variasi Media Pendinginan Terhadap Mikro Struktur yang Dihasilkan


(33)

Gambar 2.3 Diagram Time Transformation Temperature (TTT) pada Baja Mangan Fe-Mn ( Shackelford, 1996)

Martensit terjadi pada temperatur dibawah temperatur eutektoid (namun masih diatas temperatur ruang) karena struktur austenit tidak stabil sehingga berubah menjadi struktur pemusatan ruang secara serentak. Pada reaksi ini tidak terjadi difusi akan tetapi suatu pergeseran. Semua atom bergeser serentak tanpa ada atom yang bergerak melebihi fraksi manometer. Karena berlangsung tanpa difusi, perubahan ini sangat cepat. Semua karbon yang tertinggal tetap dalam larutan padat. Struktur pemusatan ruang yang terjadi berbentuk tetragonal dan berbeda sekali dengan ferit.

Karena martensit mempunyai struktur bukan publik, karbon terperangkap dalam kisi dan slip sulit terjadi, oleh karena itu martensit keras, kuat dan rapuh.


(34)

Kekerasan yang meningkat ini sangat penting karena dapat diciptakan baja yang keras yang tahan gesekan dan deformasi.

Martensit sebagai fasa yang meta stabil yang mengandung karbon sebagai larutan padat dalam struktur pemusatan ruang tidak merubah diagram fasa besi-karbida. Pada temperatur dibawah temperatur eutekhoid dalam waktu cukup lama, larutan karbon yang lewat jenuh ini terus berubah menjadi bentuk ferit dan karbida yang lebih stabil. Proses ini dikenal dengan nama temper (tempering)

M → + karbida

(martensit) (martensit temper)

Mikro struktur ( + C) yang terjadi tidak berbentuk lamel seperti pearlit, yang telah kita lihat. Struktur ini mengandung banyak sekali partikel karbida tersebar, karena dalam baja martensitik terdapat banyak sekali letak pengintian (nukliasi). Martensit temper ini lebih tangguh dari pada martensit metastabil sehingga merupakan bahan yang banyak digunakan meskipun agak lunak.

2.5 Kristalisasi

Akibat dari pengerjaan dingin (Cold working) kekerasan, kuat tarik dan tahanan listrik akan naik tetapi keuletan menurun, dan juga terjadi peningkatan jumlah dislokasi yang besar dan bidang kristalografi tertentu akan mengalami distorsi yang hebat.

Sebagian dari energi yang diberikan untuk mendeformasi logam tersebut dikeluarkan lagi sebagai panas, dan sebagian lagi tetap tersimpan dalam struktur


(35)

kristal sebagai energi dalam yang dikaitkan dengan cacat kristal yang terjadi sebagai akibat dari deformasi.

Bila logam yang telah mengalami pengerjaan dingin dipanaskan kembali maka atom-atom akan menerima sejumlah energi, dan membentuknya menjadi energi panas yang dapat dipakai untuk bergerak dan membentuk sejumlah kristal yang bebas cacat, bebas tegangan dalam. Peristiwa perubahan yang terjadi selama proses pemanasan kembali dibagi menjadi tiga tahap:

1. Pemulihan (Recovery).

2. Rekristalisasi (Recrystalization).

3. Pertumbuhan butir (Grain growth). 2.5.1 Pemulihan (Recovery)

Pemulihan terjadi pada awal pemanasan kembali dengan temperatur rendah, dan perubahan tidak diikuti dengan perubahan struktur, serta perubahan sifat mekanik. Perubahan yang terjadi hanyalah berkurangnya tegangan dalam.

Perlunya pengurangan tegangan dalam ini untuk dapat mencegah terjadinya distorsi pada bahan yang mengalami pengerjaan dingin akibat tegangan sisa.

2.5.2 Rekristalisasi (Recrystalization)

Pemanasan kembali hingga temperatur yang lebih tinggi akan menyebabkan munculnya kristal yang baru dari kristal yang terdistorsi, dengan struktur kristal dan komposisi kimia yang sama pada saat sebelum pengerjaan dingin, kecuali kristal yang


(36)

batang kristal yang mengalami distorsi paling hebat yang terjadi pada batas butir dan bidang slip. Kelompok-kelompok atom (cluster of atom) disekitarnya menjadi inti. Sehingga inti bertumbuh menjadi kristal baru, yang lebih besar dan akhirnya kristal lama yang terdeformasi akan habis.

Rekristalisasi terjadi melalui pergantian dan pertumbuhan. Untuk memperoleh suatu proses rekristalisasi diperlukan masa inkubasi. Maka inkubasi diperlukan sebagai waktu untuk mengumpulkan sejumlah energi yang cukup memulai rekristalisasi. Mula-mula laju kristalisasi rendah kemudian cepat dan akhirnya melambat lagi menjelang akhir proses (Gambar 2.4).

Temperature Amount of cold work

New grains Ductility

Strength Hardness

Gambar 2.4 Proses Rekristalisasi (Wahid,1987)

Rekristalisasi dapat terjadi pada temperatur tertentu yang dinamakan tenperatur rekristalisasi temperatur dimana logam yang dideformasi dingin akan mengalami rekristalisasi, yang dapat selesai dalam satu jam. Tingginya temperatur rekristalisasi


(37)

ini dipengaruhi oleh besarnya deformasi dingin sebelumnya temperatur rekristalisasi makin rendah bila logam telah mengalami pendinginan.

Logam yang dideformasi pada temperatur diatas temperatur rekristalisasi akan langsung mengalami rekristalisasi dan setelah deformasi selesai akan diperoleh kristal yang sama dengan kristal sebelum mengalami deformasi (pengerjaan panas

2.5.3 Pertumbuhan Butir ( Grain Growth )

Pertumbuhan butir merupakan gejala anil yang berlangsung dengan baik, batas butir menjadi lurus, butir yang kecil menyusut dan yang lebih besar tumbuh. Pertumbuhan butir adalah faktor terpenting yang mengendalikan proses pada tegangan batas butir. Besar butir rata-rata dalam baja mangan lama kelamaan akan bertambah besar bila temperatur menghasilkan pergerakan atom yang cukup berarti. Gaya pendorong untuk pertumbuhan kristal ialah energi yang dilepaskan sewaktu atom bergerak melintasi batas butir dari arah butir dengan permukaan cembung kepermukaan butir cekung. Atom rata-rata terkoordinir dengan sejumlah atom tetangga yang lebih banyak pada jarak atom antar keseimbangan, hasilnya batas butir akan bergerak ke pusat garis lengkung.

Laju pertumbuhan tergantung sekali pada temperatur. Kenaikan temperatur berakibat meningkatnya energi getaran termal dan butiran yang kecil menuju butiran besar lebih cepat. Penurunan temperatur akan menghambat pergerakan batas butir, dapat dilihat dari Gambar .2.5


(38)

Bentuk butir dalam bahan yang padat biasanya diatur oleh adanya butiran-butiran lain disekitarnya. Dalam setiap butir, semua sel satuan teratur dalam satu arah dan satu pola tertentu.

Gambar 2.5 Pergerakan Pertumbuhan Butir (Van Vlack,1985)

Pada batas butir, antara dua butir yang berdekatan terdapat daerah transisi yang tidak searah dengan pola dalam kedua butiran tadi sebagaimana yang terlihat pada Gambar 2.6


(39)

Ketidakseragaman orientasi antara butiran yang berdekatan menghasilkan tumbukan atom yang sepanjang batas butir (Gambar.2.6) memiliki energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat didalam butir. Karena batas butir berpengaruh atas bahan dalam berbagai hal, diketahui besar daerah batas butir persatuan volume adalah Sv. Besarnya dapat dihitung dengan mudah dengan menarik

suatu garis melingkar pada Gambar mikro struktur. Bahan dengan butiran yang lebih halus lebih kuat dari pada baja dengan butiran yang kasar.

2.6 Kekerasan (Hardenability)

Kekerasan suatu logam didefenisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi, memberikan indikasi sifat-sifat deformasinya. Kekerasan merupakan suatu sifat dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh unsur-unsur paduannya.

Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan panas antara lain ; komposisi kimia, langkah perlakuan panas, cairan pendinginan, temperatur pemanasan, dan lain-lain. Proses hardening cukup banyak dipakai di Industri logam. Alat – alat permesinan atau komponen mesin banyak yang harus dikeraskan supaya tahan terhadap tekanan dan gesekan dari logam lain misalnya roda gigi, poros-poros dan lain-lain yang banyak dipakai pada benda bergerak.

Kekerasan juga mempunyai konotasi lain-resistansi terhadap goresan, resistansi terhadap pemotongan, kemampuan memotong bahan yang lebih lunak, kerapuhan, ketiadaan peredaman elastis, resistansi aus, ketiadaan sifat dapat ditempa. Karena


(40)

tersedia, kekerasan tidak didefinisikan dengan cara yang rapi, tepat dan universal yang biasanya diinginkan dalam sains.

2.6.1 Kekerasan Brinell (Brinell Hardness)

Untuk pengujian Brinell digunakan indentor benbentuk bola (berdiameter 10 mm) yang terbuat dari baja (Gambar 2.7). Indentor ditekan ke permukaan spesimen yang rata dan mulus selama 30 detik. Kemudian diamater jejak indentor yang tercetak diukur. Beban penekanan yang diberikan antara 500 kg untuk logam lunak sampai dengan 3000 kg untuk logam yang lebih keras, misalnya baja.

bahan bahan

d D P

INDENTOR

INDENTOR


(41)

Angka kekerasan Brinell (HB) dihitung berdasarkan rata-rata dari dua pengukuran diameter jejak indentor d dan jika D adalah diameter bola indentor maka persamaan yang digunakan adalah :

] ) d -(D -D [ 2 D P = HB 2 / 1 2 2 2.1

dengan : H = kekerasan (kgf/mm2). D = diagonal indentor (mm). d = diagonal jejak (mm). P = gaya (kgf).

1kgf = 9,80 N

1 kgf/mm2 = 9,80x10-6 N/m2

Perbandingan antara beban penekanan terhadap luas indentasi memberikan harga kekerasan Brinell. Pada prakteknya, nilai HB ditentukan dengan melihat tabel yang disertakan dengan jenis mesinnya untuk berbagai diameter dan besar beban.

2.6.2 Kekerasan Vickers

Pada tahun 1925, Smith dan Sandland memperkenalkan penggunaan alat indentor berbentuk piramida (Gambar 2.8) yang terbuat dari intan untuk mengetest logam yang terlalu keras untuk test Brinell.


(42)

Gambar 2.8 Skema Alat Uji Vickers

Dipilih piramida dengan alas bujursangkar dengan sudut 1360 antara sisi-sisi yang berhadapan untuk memperoleh angka kekerasan yang besarnya serupa dengan angka Brinell. Ratio d/D ideal untuk alat indentor bola adalah 0.375. Garis-garis singgung ditarik ke bola pada tepi-tepi cetakan bertemu dibawah titik pusat cetakan pada sudut 1360. Alat indentor piramida dengan alas bujursangkar dengan sudut 1360 antara sisi-sisi yang berhadapan akan menghasilkan nilai kekerasan Vickers (HV) yang kira-kira sama dengan nilai HB atas rentang test Brinell.

Kelebihan yang menonjol dari test kekerasan piramida intan Vickers adalah bahwa digunakan satu skala kontinu untuk mengetest semua bahan terlepas dari kekerasannya. Karena dibentuk cetakan yang serupa secara geometrik,terlepas dari beban yang diberikan, nilai HV cukup konstan atas rentang beban yang biasa diberikan ( kecuali untuk beban yang sangat rendah pada pengujian kekearsan mikro), asalkan beban homogen.


(43)

Dalam melaksanakan test, beban haruslah diberikan secara mulus tanpa tumbukan dan dijaga tetap berkontak selama 10 sampai 15 detik. Beban harus tepat hingga lebih baik dari 1 persen, kedua diagonal cetakan diukur dan nilai rata-rata digunakan unuk menghitung HV dengan persamaan :

HV = 2 2 d

L 8544 . 1 = d

) 2 / sin( L 2

Dimana d = diagonal rata-rata L = beban, kgf α = sudut sisi ( 1360)

2.7 Mikrostruktur

Pemilihan bahan baku baja ditentukan oleh faktor komposisi paduan. Faktor komposisi paduan dapat menunjukan sifat fisis dan sifat mekanis dan mikro struktur. Mikrostruktur dapat menginterprestasikan kekerasan dari bahan tersebut. Analisa mikrostruktur adalah salah satu bagian dari metalurgi fisis yang dapat menganalisa mikrostruktur dari baja akibat perlakuan panas dan perlakuan mekanis yang menghasilkan bentuk butir yang nantinya dapat memperbaiki sifat fisis dan sifat mekanis dari baja. andaikan suatu bahan dipanaskan sampai temperatur 800 – 1200

0

C, dengan komposisi 0,68 % wt C sampai fasa austenit. Kemudian didinginkan sampai 600 0C fasa yang terbentuk adalah fasa pearlit ( alpha + sementit) tetapi


(44)

menjadi fasa alpha, dan bila dilanjutkan pendinginan dibawah sedikit batas kritis ferit akan bergabung didalam pearlit dan austenit akan bertranformasi menjadi karbida (sementit) andaikan didinginkan secara cepat fasa austenit akan bertransfomasi menjadi sementit (Gambar 2.9).

Suhu transisi austenit t ferrit Ferrit pro eutektoid

Austenit

Ferit bergabung di dalam pearlit

Gambar 2.9 Perubahan Mikrostruktur Baja Karbon Selama PendinginanLambat (Adnyana,1997)

Tranformasi sementit tidak terjadi dan produk transformasinya akan berubah menjadi fasa bainit dan martensit. Fasa bainit terbentuk akibat pendinginan dengan cepat mencapai temperatur 200 0C sampai 400 0C.


(45)

2.8 Struktur Mikro Logam

Metalurgi fisik adalah pengetahuan tentang metalografi. Konstitusi dari logam dan strukturnya maupun paduan-paduannya dipelajari dengan dukungan mikroskop optik, dan pada umumnya di pergunakan mikroskop elektron.

Bila atom berbagai jenis unsur logam dicampur, dapat terjadi paduan dan akan terbentuk bermacam-macam struktur mikro. Setelah permukaan logam dipoles dan dietsa dengan bahan kimia khusus, maka dengan penyinaran dibawah mikroskop akan tampak batas butir ( sebagai garis) ,seperti yang nampak pada Gambar 2.10.

Tiap volum yang mempunyai orientasi tertentu disebut butir dan daerah tak teratur antar butir disebut batas butir ( grain boundary ). Makin halus butir, makin kuat bahan dan kekuatan luluh, keuletan dan ketangguhan bahan juga semakin tinggi.

Gambar 2.10 Struktur Butir Baja (Ferrit/α) yang Telah Dietsa

Besar butiran tergantung pada laju pendinginan dan proses pengerjaan pendinginan sewaktu logam dibentuk.


(46)

Struktur mikro dari logam dapat memberikan sebagian imformasi yang mendukung sifat dari logam tersebut. Salah satu yang dapat dianalisa dari struktur mikro adalah ukuran butir dari logam. Dimana ukuran butir mempengaruhi kekerasan logam.

2.8.1 Metode Planimetric ( Metode Jeffries )

Metode Planimetric dikembangkan oleh Jeffries yang telah digunakan cukup lama dan sederhana untuk menentukan jumlah butir persatuan luas pada bagian bidang yang dapat dihubungkan pada standart ukuran butir ASTM E112. Metode Jeffries lebih sederhana penggunaannya jika dibandingkan dengan metode-metode lainnya.(Vander, 1984, hal 445).

Dalam penggunaan metode Jeffries dapat dilakukan dengan menggambar sebuah lingkaran pada gambar struktur mikro yang akan dianalisa. Jumlah butir yang utuh didalam daerah lingkaran disebut dengan n1 dan jumlah butir yang berpotongan

dengan garis lingkaran disebut dengan n2. Struktur mikro yang dianalisa dengan


(47)

Gambar 2.11 Mikrostruktur Metode Jeffries (Vander 1984)

Dari Gambar 2.11 Mikrostruktur Jeffries dapat ditentukan diameter butir rata-rata dengan rumus sebagai berikut :

Jumlah butir per milimeter persegi (Na) dapat dihitung dengan persamaan :

Na = f

(

n1+ ⎟

⎠ ⎞

2 2

n

(2.1)

Dimana f adalah faktor Jeffries

F =

A M2

(2.2)

A adalah luas lingkaran yang terbentuk pada Gambar 2.12 Mikro

struktur : A(mm2) = (A) = ) (

1

Na (2.3)

Diameter butir rata-rata dapat ditentukan dengan persamaan (2-4)

d(mm) = (A)1/2 = 2 1 ) (

1


(48)

Ukuran butir (G) berdasarkan standard ASTM E112 sebagai berikut :

Sebagai pembanding diameter butir dari mikro struktur dapat dilihat berdasarkan standar ASTM no.112 E pada lampiran E, dengan terlebih dahulu menghitung ukuran butir (G) dengan persamaan 2.5

G = 2 log

N log A

- 2.95

G =

[

3.322log(NA)

]

- 2.95

Hasil diameter butir perhitungan dibandingkan dengan Tabel data grain size

berdasarkan standar ASTM E 112, Lampiran E.

(2.5)

2.9 Analisis Struktur Mikro

Pemilihan bahan baku baja ditentukan oleh faktor komposisi unsur, sifat mekanik yang diinginkan, sifat fisis, dan struktur mikro dari baja sebagai penentu ketahanan baja.. Penganalisaan struktur mikro yang dilakukan pada benda uji berguna untuk mengetahui struktur mikro dari baja mangan yaitu : pengujian mikroskop optik.

2.9.1 Mikroskop Optik

Mikroskop optik Gambar 2.12 merupakan salah satu alat yang digunanakan untuk mengamati struktur mikro dari suatu bahan. Pada prinsipnya mikroskop optik atau mikroskop cahaya terdiri dari tiga bagian, yaitu :

a. Cermin, untuk memantulkan permukaan logam. b. Lensa objektif, yang mempunyai daya pisah.


(49)

Berkas horizontal cahaya dari sumber cahaya dipantulkan dengan memakai reflektor kemudian melalui lensa objektif sinar diterusksn ke atas permukaan sampel. Beberapa cahaya yang dipantulkan dari permukaan sampel akan diperbesar melalui lensa objektif , dan kembali melalui bidang reflektor. Banyangan benda uji akan diperbesar oleh lensa okuler.

Kekuatan pembesaran awal dari lensa objektif dan okuler biasanya digambarkan pada puncak lensa yang terhubung dengan komputer ketika mengambil foto struktur mikro didapat hasil yang presisi. Namun sebelum dilakukan pengamatan mikrokop, pada benda uji dilakukan proses pemolesan etsa sehingga didapat gambaran ukuran butir, keteraturan dan ketidak teraturan butir sehingga didapat hasil yang maksimal.


(50)

(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian

SAMPEL (Fe Mn)

ANALISIS KOMPOSISI

XRF,SPEKTROMETER

PERLAKUAN PANAS 1200 0C

Analisis struktur fasa

KESIMPULAN Metallographic , Tanpa perlakuan

Pendinginan air (water quenching)

PERLAKUAN PANAS KEMBALI

450 0C

60 menit

500 0C

60 menit

550 0C

60 menit

600 0C

60 menit

Pendinginan udara (Air cooling)


(52)

3.2 Bahan

1. Baja Mangan Hadfield AISI 3401. 2 Larutan Alumina.

3. Larutan Etsa ( HNO3 + Ethanol ).

4. Alkohol 96 %.

5. Kertas Pasir ( 100, 350, 600, 800, 1000, 1500, 2000 ) mesh. 6. Kain Beludru.

7. Air ( Aquades ). 3.3 Alat

1. Mesin potong sampel.

2. Tungku pemanas ( Furnace ) Vectar VHT – 3.

3. Optical microscopy ( Epiplan Hdlenz, Carl Zeiss, 220 V – 60 Hz, 80 VA). 4. Mesin Poles ( polisher ).

5. Scanning Electron Microscopy. 6. Penjepit sampel.

7. Specimen dryer (pengering).

3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel Tetap

1. Baja Mangan.

2. Komposisi (Fe-Mn). 3. Media pendingin.


(53)

3.4.2 Variabel Berubah

1. Waktu tahan ( Holding Time ). 2. Temperatur.

3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Preparasi Sampel

Spesimen test untuk penelitian metallografik dipotong dan dipreparasi dari plat-plat di atas, yang mempunyai ukuran 1 × 2 × 2,5 cm dengan mesin pemotong presisi untuk menghindari perubahan transformasi fasa.

2,5 cm 1 cm

2 cm

Gambar 3.2 Bentuk dan Ukuran Benda Uji

3.5.2 Perlakuan Panas

Setelah semua benda uji selesai dipreparasi, kemudian dilakukan perlakuan panas yang terbagi atas 2 tahap :

1. Proses Anelisasi

Benda uji yang telah dipreparasi diolah-panas pada temperatur 12000C selama 1 jam pada tungku listrik PID pengolah-panas jenis Vectar VHT-3, kemudian semua


(54)

benda uji didinginkan dengan cara dicelup cepat (quench) ke dalam air (Gambar 3.3) sehingga benda uji akan menjadi keras dengan struktur mikro yang lebih teratur.

T

em

pe

ra

tu

r ( C

)

Waktu Penahanan

Laju Pendinginan Laju Pemanasan

Waktu (menit)

Gambar 3.3 Proses Heat Treatment Pendinginan Cepat (Water Quenching)

2. Proses Pemanasan Kembali (Re-Heat Treatment).

Sebagai pengolahan kedua, sampel diolah-panas kembali dalam temperatur yang berbeda dengan waktu yang bervariasi. Temperatur yang dipilih untuk pengolahan-panas kembali sampel adalah dari 450°C sampai 600°C dengan tahapan peningkatan 50°C dengan waktu pemanasan yang bervariasi. Temperatur prediksi ini didasarkan pada diagram fase Fe-Mn. Setelah pemanasan dengan waktu penahanan


(55)

60 menit, kemudian pendinginan sampel dibedakan medianya, didinginkan dengan udara (air cooling) Gambar 3.4 .

Laju Pemanasan

Laju Pendinginan Waktu Penahanan

T

em

pe

ra

tu

r ( C

)

Waktu (menit)

Gambar 3.4 Proses Reheat Treatment Pendinginan Lambat (Air Cooling)

3.5.3 Pengujian Mikrostruktur

Proses kerja, sampel digerinda dalam mesin pemoles dengan menggunakan kertas ampelas dari 100, 350, 600, 800, 1000, 1500 hingga 2000 mesh. Untuk sebagian besar operasi, dengan laju rotasi 450 putaran/menit. Setelah penggerindaan selesai pada kertas ampelas 2000 mesh, Sampel dipoles dengan menggunakan pasta alumina 1μm untuk memperoleh permukaan mirip cermin, dan kemudian sampel dibersihkan dengan menggunakan mesin pembersih ultrasonik, Branson 1210, Model B1210E-MT 47 KHz, 230 Volt. Etsaan dengan menggunakan alat etsa adalah seperti yang diperlihatkan pada Tabel dibawah.

Sampel dietsa dengan alat etsa standar dalam urutan larutan A, B, C. dan kemudian dipoles kembali untuk menghilangkan semua berkas alat etsa.


(56)

Tabel 3.1 Jenis Larutan dengan Komposisi (Lampiran D) Jenis larutan Komposisi

Larutan A 100 ml alkohol 3 ml HNO3

Larutan B 90 ml ethanol 10 ml HCl Larutan C 100 ml ethanol 2 ml NH4OH

Penentuan sifat-sifat mikro struktur dilanjutkan dengan alat mikroskop analisator bayangan optik (Epiplan Hdlenz, Carl Zeiss, 220 V – 60 Hz, 80 VA) dengan pembesaran 200X.

Dengan menggunakan software image analyzer yang berbasis program Java ,

software image analyzer ini khususnya dikembangkan sebagai program karakterisasi analisa mikrostruktural pada Gambar-Gambar yang dihasilkan melalui alat alat seperti mikroskop optik.


(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Komposisi

Komposisi kimia dari sampel uji Baja Mangan Hadfield yang digunakan AISI 3401 dengan komposisi kimia seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Komposisi Baja Mangan Hadfield (AISI 3401) dalam %wt Komposisi Standara Modifikasib

% C 1,0-1,2 1,059

% Mn 11-14 11,34

% Si - 0,3694

% Ni - 0,1345

% Cr - 0,1362

a Baja Hadfield standar secara teoritis

b Komposisi analisa aktual dengan Spektrometer

Dari hasil uji komposisi dimana 1,2 wt % karbon dan 11,34 wt 5 mangan menunjukkan material yang diteliti baja mangan Hadfield AISI 3401 dipanaskan sampai sampai dengan temperatur 12000C, dengan waktu penahanan 60 menit, kemudian dilakukan pendinginan air (water quencing) sampai temperatur kamar.


(58)

Tabel 4.2 Aturan Pemanasan (Heat Treatment) untuk Sampel Baja Mangan Fe-Mn

No. Temperatur Homogenisasi

Masa penahanan

(menit)

Temperatur pemanasan

kembali

Masa penahanan

(menit)

1. 1200°C 60 450°C 60

2. 1200°C 60 500°C 60

3. 1200°C 60 550°C 60

4. 1200°C 60 600°C 60

Komposisi kimia dikaji dengan menggunakan spektrometer,

4.2 Transformasi Fasa

Pada umumnya reaksi terbentuknya fasa bainit pada range temperatur antara 3000 C - 5000 C. Sebaliknya pembentukan fasa martensit biasanya terjadi pada suhu yang lebih rendah yaitu antara 2500 C - 5500 C. Pada range temperatur ini juga akan terbentuk fasa – fasa lainnya yang dimulai dengan pembentukan agregat halus yang dapat berbentuk pelat-pelat perit maupun partikel sementit. Fasa yang terbentuk diantaranya biasanya dikatakan sebagai struktur bainit. Dengan kata lain bainit akan muncul selama perlakuan termal pada pendinginan udara dari pearlitsebelum dihasilkan martensit.


(59)

4.3 Analisa Gambar

4.3.1 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 12000 C yang diikuti dengan Pendinginan Air

Mikrostruktur baja mangan austenit Hadfield bila diheat treatment pada temperatur 12000 C dan kemudian diikuti dengan proses pendinginan cepat diperlihatkan pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 menunjukkan butir-butir austenit baja hadfield dengan twin-twin serupa dengan yang telah ditemukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.Warna putih merupakan Austenit dan warna putih kehitaman merupakan Austenit yang diperkaya dengan karbida ( Fe3 C ) maupun elemen penyusun lainnya. Pengaruh pengkayaan elemen-elemen penyusun baja tersebutlah yang menandahkan tingkat kehomogenan didalam bahan baja tersebut.


(60)

4.3.2 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 4500 C

Gambar 4.2 memperlihatkan mikrostruktur baja mangan austenit hadfield setelah perlakuan panas pada 12000 C didinginkan secara cepat kemudian dipanaskan kembali sampai 4500 C dengan masa penahanan 60 menityang diikuti dengan dengan kondisi pendinginan udara. Pada rentang temperatur tersebut terbentuk struktur mikro fasa bainit. Dimana bainit merupakan transformasi proeutektoid dari pada ferrit dan karbida itu sendiri. Dengan kata lain :

Bainit = α + γ

Fe3 C merupakan persipitat yang bergerak kebatas butir, sebagai awal dari kemunculan fasa bainit. Pada gambar dibawah ini terlihat bahwa bainit ditandai dengan terbentuknya pelat-pelat ferrit baik didalam maupun dibatas butir. Jika dibandingkan dengan gambar 4.2 terlihat bahwa terjadi pengkasaran ferrit disebabkan kehadiran Fe3C.

Gambar 4.2. Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 4500C Penahanan 60 Menit, Perbesaran 100x


(61)

4.3.3 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 5000C

Gambar 4.3 memperlihatkan mikrostruktur baja mangan austenit hadfield setelah perlakuan panas pada 12000 C kemudian didinginkan secara cepat, kemudian dipanaskan kembali pada temperatur 5000 C pada penahanan tertentu kemudian diikuti dengan pendinginan udara. Dengan membandingkan hasil pemanasan kembali pada temperatur 4500 C untuk 60 menit dengan pemanasan kembali pada temperatur 5000 C dan untuk 60 menit, dapat ditarik analogi bahwa jika temperatur naik, kemungkinan ferrit yang terbentuk pada batas butir jauh lebih besar terjadi pada temperatur 5000 C. Pada temperatur 5000 C dengan proses pendinginan – udara, ferrit yang terbentuk pada batas butir maupun didalam butir.

Gambar 4.3 Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 5000 C Penahanan 60 Menit Perbesaran 100 x

Mikrostruktur untuk keadaan ini jelas tampak seperti pada gambar 4.3 dari gambar terlihat bahwa warna kebiru-biruan adalah fasa austenit, garis-garis putus-putus menyilang ditandai sebagai fasa ferrit dan bintik hitam fasa simentit (Fe3C).


(62)

4.3.4 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 5500 C

Gambar 4.4 memperlihatkan mikrostruktur baja mangan austenit hadfield

setelah perlakuan pada 12000 C dan dipanaskan kembali pada 5500 C dengan proses pendinginan udara. Dengan menaikkan temperatur pemanasan, lebih banyak endapan akan terbentuk pada batas butir. Pada gambar mikrostruktur terlihat bahwa akan lebih banyak endapan terbentuk pada batas butir hal ini disebabkan ferrit yang terbentuk pada batas butir sudah mencapai batas maksimumnya.

Gambar 4.4. Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 5500 C Penahanan 60 Menit. Perbesaran 100 x

Pada rentang waktu 5500 C sampai 6000 C tersebut terbentuk struktur mikro fasa pearlit. Pearlit adalah campuran khusus terdiri dari dua fasa dan terbentuk sewaktu austenit dengan komposisi eutectoid yang memiliki transformasi fasa stabil yaitu ferrit dan karbida. Kedua fasa baru α + Fe3 C bernukleasi pada batas butir austenit dan tumbuh secara serentak didalam butir. Karbon memisah meninggalkan


(63)

ferrit dan berkonsentrasi dalam karbida. Pada temperatur 5500 C pearlit terlihat belum terbentuk secara sempurna.

4.3.5 Perkembangan Mikrostruktur pada Daerah Pemanasan 6000 C

Gambar 4.5. memperlihatkan mikrostruktur baja mangan austenit hadfield

setelah perlakuan pada 12000 C dan dipanaskan kembali pada 6000 C selama waktu yang telah ditentukan kemudian mengalami pendinginan udara. Selama pendinginan terbentuk sedikit fasa bainit. Seiring dengan peningkatan temperatur dan waktu tahan formasi pembentukan pearlit akan semakin halus.

Gambar 4.5. Mikrostrukur pada Daerah Pemanasan 6000C Penahanan 60 Menit, Perbesaran100 x

4.4 Analisa Ukuran Butir

Besar ukuran butir ( grain size ) dapat dihitung dengan menggunakan metode jefries. Jumlah butir per millimeter dapat dihitung untuk setiap foto mikrostruktur yang terlebih dahulu dibatasi ( dipintas ) dengan lingkaran diameter lebih kurang 50 mm. Untuk butiran yang penuh dinotasikan dengan n1 dan untuk butiran yang


(64)

terpotong ataupun yang terkena pintasan dinotasikan dengan n2 selanjutnya jumlah grain (Na) dapat dihitung.

Sebagai contoh, untuk hasil foto mikrostruktur temperatur 450°C diperoleh n1 =34 dan n2 = 20 dan dengan menggunakan persamaanjefries akan diperoleh :

f =

A M2

, dimana M = 100 dan A = 1962.5 mm2

f =

5 . 1962

1002

= 5.1 / mm2

Jumlah butir persatuan millimeter persegi dapat dihitung dengan persamaan :

Na = f ⎜⎝⎛ + ⎟⎠⎞ 2 2 1

n n

Na = 5.1

(

)

2 20 34+

Na = 224.4 2

mm grain

Diameter butir secara experimen dapat dihitung menurut persamaan (2-4).

Diameter butir d(mm) = (A)1/2 = 2 1 ) ( 1 Na

Dimana :A(mm2) = luas grain rata-rata untuk mikrostruktur temperatur 500°C

d(mm) =

2 1 ) 4 , 224 ( 1

= 0.0668 mm


(65)

Butir rata-rata pada lingkaran pertama dihitung dengan persamaan :

Na

A = 1

= 4 . 224

1

= 4.5x10−3

Pada lingkaran berikutnya dimana lingkaran kedua,ketiga dan keempat hasil foto mikrostruktur baja mangan hadfield untuk temperatur 450 0 C sampai dengan 6000C dengan waktu penahanan 60 menit disajikan pada tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel. 4.3 Diameter Butir Baja Mangan Fe-Mn AISI 3401

No Suhu Waktu n1 n2 M Na A d

1 4500 C 60 menit 21 20 24 23 18 14 22 20 100 100 100 100 153.0 137.7 178.7 168.3

6.5 x 10 -3 7.2 x 10 -3 5.5 x 10 -3 5.9 x 10 -3

80.6 85.4 75.1 77.5 2 5000 C 60 menit 34

33 32 30 20 23 21 18 100 100 100 100 224.4 226.9 216.7 198.9

4,5 x 10 -3 4.4 x 10 -3 4.6 x 10 -3 5.0 x 10 -3

66.6 62.2 68.0 70.9 3 550 60 menit 25

26 23 21 19 20 16 17 100 100 100 100 175.9 183.6 158.1 150,5

5.7 x 10 -3 6.3 x 10 -3 5.4 x 10 -3 6.6.x 10 -3

75.2 74.1 79.3 81.3 4 6000C 60 menit 25

23 21 20 18 19 18 19 100 100 100 100 173.4 165.8 153.0 150.5

5.7 x 10 -3 6.0 x 10 -3 6.5 x 10 -3 6.6 x 10 -3

75.7 77.5 80.6 81.3


(66)

Jumlah butir rata-rata persatuan millimeter persegi baja mangan pada pemanasan kembali dengan waktu penahanan 60 menit diperoleh hasil :

4

4 3

2

1 Na Na Na

Na

Na = + + +

4 5 . 150 153 8 . 165 4 .

173 + + +

= Na = 160.6 grain / mm

Sedangkan luas butir rata-rata diperoleh sebesar :

A =

4

4 3 2

1 A A A

A + + +

4 10 6 . 6 10 5 . 6 10 6 10 7 .

5 −3 + −3 + −3 + −3

= x x x x

A =6.2x10−3

Selanjutnya diameter butir rata-rata mikrostruktur baja mangan hadfield temperatur 6000C dengan waktu penahanan 60 menit diperoleh sebesar :

4

4 3 2

1 d d d

d

d = + + +

4 3 . 81 6 . 80 5 . 77 7 .

75 + + +

=


(67)

Sebagai perbandingan diameter butir dari mikro struktur dapat dilihat berdasarkan standar ASTN No. 112 E pada lampiran C, dengan terlebih dahulu menghitung ukuran butir (G) dengan persamaan 2.5 Untuk mikro struktur baja mangan hadfield akibat pemanasan kembali pada temperatur 6000 C dengan waktu tahan 60 menit diperoleh ukuran butir sebesar :

G = [ 3,322 log (Na)] – 2,95 = [3,322 log (160.6)] – 2,95 G = 4,1

Diameter butir rata-rata mikro struktur baja mangan hadfield akibat pemanasan kembali pada temperatur 6000C dengan waktu penahanan 60 menit tersaji pada tabel 4.4 seperti terlihat dibawah ini :

Tabel 4.4 Nilai Hasil Perhitungan Diameter Butir Rata-rata pada Baja Mangan AISI 3401

No Suhu Waktu Na

grain

/mm

GASTM grain

/mm

dASTM (µm)

dexp (µm)

A (mm2) 1 4500C 60 159.40 4.4 75.00 78.7 6,3x10-3 2 5000C 60 216.70 4.8 70.00 66,9 4,6x10-3 3 5500C 60 167.00 4.4 75.00 77.5 6 x10-3 4 6000C 60 160.60 4.1 90.0 78.7 6,2x10-3


(68)

4.5 Pengaruh Temperatur Terhadap Diameter Butir

Hubungan diameter butir terhadap temperatur anil ditunjukkan pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Grafik Diameter Butir Vs Temperatur

Berdasarkan grafik diameter butir terhadap waktu temperatur (gambar 4.6). Pada temperatur 500 °C dengan waktu penahanan 60 menit diameter hasil experimen adalah 66,9 µm.

Tampak dari tabel terjadinya penurunan pada grafik, hal ini dimungkinkan karena adanya pengaruh alloy. Pada temperatur 600°C dengan waktu tahan 60 menit diameter butir hasil eksperimen 78.7 µm terlihat bahwa grafik kembali naik.

74

450 500 550 600 650 66

78

68 70 72 76 80 82

400

D

ia

m

et

er B

u

ti

r


(69)

4.6 Persentase Fasa Austenit dan Fasa Bainit

Kekerasan untuk baja mangan Hadfield jika dipanaskan temperature 4500 C dengan waktu tahan (holding time) 60 menit, kekerasan rata-rata BHN adalah 194,95 MPa (Lampiran A). Bila kekerasannya diukur dengan alat Brinell diperoleh kekerasan ferritenya sebesar 163,83 MPa, sedangkan austenitnya 195,75 MPa (Lampiran B). Kekerasan fasa austenit dikalikan dengan persentase fasa austenit merupakan kekerasan bagian fasa austenitnya. Demikian juga, kekerasan fasa ferrite dikalikan dengan persentase ferritenya merupakan kekerasan bagian fasa ferritenya. Penjumlahan kekerasan bagian fasa ferrite dengan kekerasan bagian fasa austenitnya merupakan besar kekerasan totalnya.

Dengan memakai teori try and error maka diperoleh besar persentase fasa ferrite sebesar 2,5 % dan fasa austenitnya sebesar 97,5 % (Lampiran C Tabel 1).

Perhitungan dengan memprediksi jumlah persentase fasa ferrite dimulai dari 1 % (0,01 bagian), persentase fasa austenitnya 99 % (0.99 bagian). Dan akhirnya diperoleh besar persentase fasa ferrite sebesar 2,5 % dan fasa austenitnya sebesar 97,5 %.

Perhitungannya adalah sebagai berikut :

Kekerasan bagian ferrite = kekerasan ferritenya x persentase ferritetnya

= 163,83 x 0.025


(70)

Kekerasan bagian austenit = kekerasan austenitnya x persentase austenit

= 195,75 x 0,975

= 1908563 MPa

Kekerasan total = Kekerasan bagian ferrite + Kekerasan bagian austenit = 4,0958 + 190.8563

= 194,9521 MPa

Besar angka ini relatif sama dengan nilai hasil pengujian kekerasan total yaitu 194.95 MPa. Bila diperhatikan gambar 4.2 Mikrostruktur baja mangan Hadfield akibat proses pemanasan kembali pada temperatur 4500C dengan waktu tahan 60 menit. terlihat fasa austenit lebih dominan dari fasa ferrite.

.Kekerasan untuk baja mangan Hadfield jika dipanaskan pada temperatur 5000C dengan waktu tahan 60 menit, kekerasan rata-rata BHN adalah 212,984 MPa fasa bainitnya sebesar 288,98 MPa dan kekerasan rata-rata fasa austenitnya 195.75 MPa (Lampiran C Tabel 2). Kekerasan fasa austenit dikalikan dengan persentase fasa austenit merupakan kekerasan bagian fasa austenitnya. Demikian juga, kekerasan fasa bainit dikalikan dengan persentase bainitnya merupakan kekerasan bagian fasa bainitnya. Penjumlahan kekerasan perbagian fasa austenit dengan kekerasan perbagian fasa bainitnya merupakan besar kekerasan totalnya.

Perhitungan dengan prediksi jumlah persentase fasa bainitnya dimulai dari 18,4574 % (0,184574 bagian), persentase fasa austenitnya 81,5426 % (0.815426 bagian). Dan akhirnya diperoleh besar persentase fasa bainitnya sebesar 18,4864 % (0,184864 bagian) dan fasa austenitnya sebesar 81,5136 % (0.815136 bagian).


(71)

Perhitungannya adalah sebagai berikut :

Kekerasan bagian bainit = kekerasan bainit x persentase bainit

= 288,98 x 0,184864

= 53,4220 MPa

Kekerasan bagian austenit = kekerasan austenit x persentase austenit

= 195,75 x 0,815136

= 159,5629 MPa

Kekerasan total = Kekerasan bagian austenit + Kekerasan bagian bainit = 53,422 0+ 159,5629

= 212,9849 MPa

Besar angka ini relatif sama dengan nilai hasil pengujian kekerasan total yaitu 212.984 MPa. Gambar 4.3 Mikrostruktur baja mangan Hadfield akibat proses pemanasan kembali pada temperature 5000C dengan waktu tahan 60 menit. terlihat fasa bainit lebih dominan terhadap dari fasa austenit.

Kekerasan untuk baja mangan Hadfield jika dipanaskan pada temperatur 5500C dengan waktu tahan 60 menit, kekerasan rata-rata BHN adalah 269,194 MPa fasa austenit sebesar 195,75 MPa dan kekerasan rata-rata pearlite 222,02 MPa (Lampiran C Tabel 3). Kekerasan fasa austenit dikalikan dengan persentase fasa austenit merupakan kekerasan perbagian fasa austenitnya. Demikian juga, kekerasan fasa pearlite dikalikan dengan persentase pearlite merupakan kekerasan bagian fasa pearlite. Penjumlahan kekerasan perbagian fasa austenit dengan kekerasan bagian


(72)

Perhitungan jumlah persentase fasa austenitnya diperoleh sebesar -179,554% (-1,79554 bagian), persentase fasa austenitnya 279,5742% (2,795742 bagian). Tanda negatip menunjukkan bahwa keadaan tidak terbentuknya fasa bainit. Gambar 4.4 Mikrostruktur baja mangan Hadfield akibat proses pemanasan kembali pada temperature 5500C dengan waktu tahan 60 menit.terlihat fasa pearlite lebih dominan terhadap dari fasa austenit.

Kekerasan untuk baja mangan Hadfield jika dipanaskan pada temperatur 6000C dengan waktu tahan 60 menit, kekerasan rata-rata BHN adalah 246,27 MPa, fasa austenit sebesar 195,75 MPa dan kekerasan rata-rata pearlite 222,02 MPa (Lampiran C Tabel 4).

Perhitungan dengan metoda yang sama diperoleh jumlah persentase fasa austenitnya diperoleh sebesar 192,32% (1,9232 bagian), persentase fasa austenitnya 92,32% (-0,9232 bagian). Tanda negatip menunjukkan bahwa keadaan ini tidak terbentuk fasa bainit. Dapat disimpulkan bahwa di atas temperatur 5500C tidak terbentuk fasa bainit. Gambar 4.4 Mikrostruktur baja mangan Hadfield akibat proses pemanasan kembali pada temperature 6000C dengan waktu tahan 60 menit.terlihat fasa pearlite lebih dominan terhadap dari fasa austenit.


(73)

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Gambar mikro struktural dari bainit akan memunculkan parent austenit dan ferrit juga produk karbida yang ada. Kandungan karbon di dalam fasa bainit dari pembentukan fasa ferrit dari awal sampai pada keadaan jenuhnya. Berdasarkan morphologi metallografi terjadi :

1. Pembentukan bainit merupakan pemisahan reaksi dari produk hasilan fasa-fasa eutectoid yaitu ferrit dan pearlit. Pada saat tersebut sub struktur akan berhubungan dengan komposisi dari pembentukan fasa ferrit sehingga pengaruh temperatur akan sangat signifikan. Pembentukan fasa bainit paduan akan selalu berhubungan dengan reaksi interface antar fasa ferrit/austenit.

2. Pertumbuhan rata-rata pada butir akan dikontrol oleh difusi elemen karbon dan mekanisme pergeseran atom. Hal ini terlihat pada struktur pelat-pelat ferrit accicular pada fasa bainit.

3. Pertumbuhan pada fasa bainit dibawah temperatur bainit awal selayaknya seperti konsep-konsep nukleasi yang cepat. Fasa martensit dicapai pada temperatur 450°C. Pada temperatur tersebut kemungkinan-kemungkinan terbentuknya fasa sementit akan merupakan presipitat yang memperbanyak terbentuknya fasa ferrit. 4. Pada temperatur 5500C ke atas tidak terbentuk fasa bainit.


(74)

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk membuktikan waktu tertentu terbentuknya fasa-fasa martensit, ferrit, pearlite dan butir serta penyebeb-penyebab yang cukup mendukungnya.


(75)

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, W,O, 1991. Dasar Metalurgy untuk Rekayasawan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Amanto, Hari, dan Daryanto. 1999. Ilmu Bahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Amstead, B.H, 1993. Teknologi Mekanik. Terjemahan Ir. Sriati Djaprie. Edisi ke-7. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Edgar B.C. 1939. Alloying Element in Steel, Second Edition, American Society for Metals, Metals Park, Ohio.

Beumer, B. J. M. 1980. Pengetahuan Bahan. Terjemahan B. S. Anwil Matondang. Jilid III. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.

Brady, G. S. and Hendry R. Clauser, 1981. Material Hand Book, Mc. GrawHill Book Company New York

Budinski, Kenneth G. 1996. Engineering Materials. Properties and Selection. Fifth Edition. New Jersey Colombus, Ohio: Prentice Hall Upper Saddle Rivers. Clarck D.S and Varney W.R, 1962 Metallurgy for Engineers, 2'd ed.p.205 228, 462 .1 Dieter, G. E. 1996. Metalurgi Mekenik. Edisi ke-3. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Fadhila. R, A.G.Jaharah, M.Z. Omar, C.H. Che Haron, and C.H. Azhari, 2005 A Microstructural Mapping of the Austenitic Manganese Steel-3401 in Rapid Cooling, Journal of Solid State Science and Technology Letters, vol.12, p 143-148.

Herman W. Pollack,1981. Material Science and Metallurgy, Reston Publsh. Coy Virginia.

James. S, 1996. Introduction to Materials Science for Engineers, fourth edition, Prentice Hall International Inc.

Jonh. V, 1984 Testing of Materials, Mc. Millan, New York. Smallman, R.E. 1985. Modern Physical Metallurgy, 4th ed.


(76)

Smith. R.W, A. DeMonte, W. B. F. Mackay, 2004 Development Of High-Manganese Steels For Heavy Duty Cast-To-Shape Applications, Journal of Material Processing Technology 153-154, 589-595.

Suherman. W, 1987. Pengetahuan Bahan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Surdia, Tata. MS. dan Saito, Shinroku. 2005. Pengetahuan Bahan Teknik. Cetakan ke-6. PT. Prandnya Paramita, Jakarta.

Thong J.L.T. 1998. The Environment SEM, Jurnal Mikroskopik Dan Mikro Analisis, Vol.1(2).

Thornton, Peter A. And Colangelo, Viro J. 1985. Fundamentals of Engineering Materials. Inc: Prentice-Hall International.

Van Vlack, LH,1985. Element Of Materials Science and Enginering, 5th ed. Addison-Wesley Publishing Company, USA

Vander Voort G.F, 1984. Metallography Principle and Practice, McGrawHill, p.215,632 .


(77)

Lampiran A Pengujian Kekerasan Macrohardness

N0 Kode d 1

(

2 2

)

d D

D

π 2P/G BHN

rata-rata Keterangan

1 Temperatur 450 0 C Waktu Tahan 60 menit

1.072 1.089 1.091 1.096 1.089 1.87 1.93 1.94 1.95 1.93 200.53 194.30 193.29 192.31 194.30 194.95

2 Temperatur 5000C Waktu Tahan 60 menit

1.038 1.029 1.063 1.052 1.032 1.75 1.71 1.84 1.79 1.72 214.29 218.78 204.14 209.66 218.00 212.98

3. Temperatur 5500C Waktu Tahan 60 menit

0.912 0.930 0.933 0.934 0.945 1.33 1.39 1.40 1.41 1.44 281.95 269.78 267.86 265.96 260.42 269.19

4 Temperatur 600 0 C Waktu Tahan 60 menit

0.977 0.977 0.985 0.976 0.952 1.54 1.54 1.56 1.54 1.44 243.51 243.51 240.38 243.51 260.42 246.27


(78)

Lampiran B Pengujian Kekerasan Microhardness

N0 Kode d 1 d 2 d rata-rata VHN Keterangan HRC

34.5 34.0 34.25 158.048 33.0 33.5 33.25 167.697 34.0 34.0 34.00 160.381 33.0 33.0 33.00 170.248

1 FASA FERRITE

34.0 33.5 33.75 162.765

163.83 83.42

29.5 30.0 29.75 209.477 30.0 30.5 30.25 202.609 31.0 31.0 31.00 192.924 31.5 32.0 31.75 183.917

2 FASA AUSTENITE

31.0 31.5 31.25 189.849

195.75 92.24

28.0 28.5 28.25 232.312 28.5 28.5 28.50 228.255 31.0 31.0 31.00 192.924 29.0 28.5 28.75 224.302

3 FASA PEARLITE

28.5 28.0 28.25 232.312

222.02 96.85

25.0 25.0 25.00 296.640 23.5 23.5 23.50 335.718 26.0 26.0 26.00 274.260 26.5 26.5 26.50 264.009

4 FASA BAINITE

26.0 26.0 26.00 274.260

288.98 33,51

27.0 27.5 27.25 249.676 27.5 27.0 27.25 249.676 28.0 27.5 27.75 240.759 28.5 28.0 28.25 232.313

5 FASA RETAINED

AUSTENITE

27.0 26.5 26.75 259.097


(79)

Lampiaran C Kekerasan Makro

BHN 194.95

Kekerasan Makro Pada Temperatur 4500C Waktu Tahan 60 Menit

Tabel 1

BHN Kekerasan Ferrite kekerasan Austenit Persenta se Ferrite Persentase Austenit Kekerasan Bagian Ferrite Kekerasan Bagian Austenit Kekerasan Total

163,83 195,75 0,01 0,99 1,6383 193,7925 195,4308

163,83 195,75 0,02 0,98 3,2766 191,8350 195,1116

163,83 195,75 0,03 0,97 4,9149 189,8775 194,7924

163,83 195,75 0,04 0,96 6,5532 187,9200 194,4732

163,83 195,75 0,05 0,95 8,1915 185,9625 194,1540

163,83 195,75 0,01 0,99 1,6383 193,7925 195,4308

163,83 195,75 0,02 0,98 3,2766 191,8350 195,1116

163,83 195,75 0,03 0,97 4,9149 189,8775 194,7924

163,83 195,75 0,04 0,96 6,5532 187,9200 194,4732

194.95

163,83 195,75 0,05 0,95 8,1915 185,9625 194,1540

163,83 195,75 0,020 0,980 3,2766 191,8350 195,1116

163,83 195,75 0,021 0,979 3,4404 191,6393 195,0797

163,83 195,75 0,022 0,978 3,6043 191,4435 195,0478

163,83 195,75 0,023 0,977 3,7681 191,2478 195,0158

163,83 195,75 0,024 0,976 3,9319 191,0520 194,9839

163,83 195,75 0,025 0,975 4,0958 190,8563 194,9521

163,83 195,75 0,026 0,974 4,2596 190,6605 194,9201

163,83 195,75 0,027 0,973 4,4234 190,4648 194,8882

163,83 195,75 0,028 0,972 4,5872 190,2690 194,8562

194,95


(80)

BHN 212.984

Kekerasan Makro Pada Temperatur 5000C Waktu Tahan 60 Menit

Tabel 2

BHN Kekerasan Bainit kekerasan Austenit Persentase Bainit Persentase Austenit Kekerasan Bagian Bainit Kekerasan Bagian Austenit Kekerasan Total

288,98 195,75 0,184574 0,815426 53,33819 159,6196 212,9578

288,98 195,75 0,184584 0,815416 53,34108 159,6177 212,9588

288,98 195,75 0,184594 0,815406 53,34397 159,6157 212,9597

288,98 195,75 0,184604 0,815396 53,34686 159,6138 212,9606

288,98 195,75 0,184614 0,815386 53,34975 159,6118 212,9616

288,98 195,75 0,184624 0,815376 53,35264 159,6099 212,9625

288,98 195,75 0,184634 0,815366 53,35553 159,6079 212,9634

288,98 195,75 0,184644 0,815356 53,35842 159,6059 212,9644

288,98 195,75 0,184654 0,815346 53,36131 159,6040 212,9653

288,98 195,75 0,184664 0,815336 53,36420 159,6020 212,9662

288,98 195,75 0,184674 0,815326 53,36709 159,6001 212,9672

288,98 195,75 0,184684 0,815316 53,36998 159,5981 212,9681

288,98 195,75 0,184694 0,815306 53,37287 159,5961 212,9690

288,98 195,75 0,184704 0,815296 53,37576 159,5942 212,9700

288,98 195,75 0,184714 0,815286 53,37865 159,5922 212,9709

288,98 195,75 0,184724 0,815276 53,38154 159,5903 212,9718

288,98 195,75 0,184734 0,815266 53,38443 159,5883 212,9728

288,98 195,75 0,184744 0,815256 53,38732 159,5864 212,9737

288,98 195,75 0,184754 0,815246 53,39021 159,5844 212,9746

288,98 195,75 0,184764 0,815236 53,39310 159,5824 212,9755

288,98 195,75 0,184774 0,815226 53,39599 159,5805 212,9765

288,98 195,75 0,184784 0,815216 53,39888 159,5785 212,9774

288,98 195,75 0,184794 0,815206 53,40177 159,5766 212,9783

288,98 195,75 0,184804 0,815196 53,40466 159,5746 212,9793

288,98 195,75 0,184814 0,815186 53,40755 159,5727 212,9802

288,98 195,75 0,184824 0,815176 53,41044 159,5707 212,9811

288,98 195,75 0,184834 0,815166 53,41333 159,5687 212,9821

288,98 195,75 0,184844 0,815156 53,41622 159,5668 212,9830

288,98 195,75 0,184854 0,815146 53,41911 159,5648 212,9839

288,98 195,75 0,184864 0,815136 53,422 159,5629 212,9849

288,98 195,75 0,184874 0,815126 53,42489 159,5609 212,9858

288,98 195,75 0,184884 0,815116 53,42778 159,5590 212,9867

288,98 195,75 0,184894 0,815106 53,43067 159,5570 212,9877

288,98 195,75 0,184904 0,815096 53,43356 159,5550 212,9886

212,984


(81)

BHN 269.194

Kekerasan Makro Pada Temperatur 550 0C Waktu Tahan 60 menit

Tabel 3

BHN Kekerasan Austenit kekerasan Pearlite Persentase Austenit Persentase Pearlite Kekerasan Bagian Austenit Kekerasan Bagian Pearlite Kekerasan Total

195,75 222,02 -1,79554 2,795540 -351,477 620,6658 269,1888

195,75 222,02 -1,79556 2,795557 -351,480 620,6695 269,1893

195,75 222,02 -1,79557 2,795574 -351,484 620,6733 269,1897

195,75 222,02 -1,79559 2,79559 -351,487 620,6770 269,1902

195,75 222,02 -1,79561 2,795607 -351,490 620,6807 269,1906

195,75 222,02 -1,79562 2,795624 -351,493 620,6844 269,1910

195,75 222,02 -1,79564 2,795641 -351,497 620,6882 269,1915

195,75 222,02 -1,79566 2,795658 -351,500 620,6919 269,1919

195,75 222,02 -1,79567 2,795674 -351,503 620,6956 269,1924

195,75 222,02 -1,79569 2,795691 -351,507 620,6994 269,1928

195,75 222,02 -1,79571 2,795708 -351,510 620,7031 269,1932

195,75 222,02 -1,79572 2,795725 -351,513 620,7068 269,1937

195,75 222,02 -1,79574 2,795742 -351,516 620,7106 269,1941

195,75 222,02 -1,79576 2,795758 -351,520 620,7143 269,1946

195,75 222,02 -1,79578 2,795775 -351,523 620,7180 269,1950

195,75 222,02 -1,79579 2,795792 -351,526 620,7217 269,1955

195,75 222,02 -1,79581 2,795809 -351,530 620,7255 269,1959

195,75 222,02 -1,79583 2,795826 -351,533 620,7292 269,1963

195,75 222,02 -1,79584 2,795842 -351,536 620,7329 269,1968

195,75 222,02 -1,79586 2,795859 -351,539 620,7367 269,1972

195,75 222,02 -1,79588 2,795876 -351,543 620,7404 269,1977

195,75 222,02 -1,79589 2,795893 -351,546 620,7441 269,1981

195,75 222,02 -1,79591 2,795910 -351,549 620,7478 269,1985

269,194


(1)

BHN 246.27

Kekerasan Makro Pada Temperatur 600

0

C

Waktu Tahan 60 menit

Tabel 4

BHN Kekerasan Pearlite kekerasan Austenit Persentase Pearlite Persentase Austenit

Kekerasan Bagian Pearlite Kekerasan Bagian Austenit Kekerasan Total 222,02 195,75 1,8999 -0,8999 421,8158 -176,155 245,6604 222,02 195,75 1,9444 -0,9444 431,6957 -184,866 246,8294 222,02 195,75 1,9333 -0,9333 429,2313 -182,693 246,5378 222,02 195,75 1,9222 -0,9222 426,7668 -180,521 246,2465 222,02 195,75 1,9223 -0,9223 426,7890 -180,540 246,2488 222,02 195,75 1,9224 -0,9224 426,8112 -180,560 246,2514 222,02 195,75 1,9225 -0,9225 426,8335 -180,579 246,2541 222,02 195,75 1,9226 -0,9226 426,8557 -180,599 246,2567 222,02 195,75 1,9227 -0,9227 426,8779 -180,619 246,2593 222,02 195,75 1,9228 -0,9228 426,9001 -180,638 246,2620 222,02 195,75 1,9229 -0,9229 426,9223 -180,658 246,2646 222,02 195,75 1,9230 -0,9230 426,9445 -180,677 246,2672 222,02 195,75 1,9231 -0,9231 426,9667 -180,697 246,2698 222,02 195,75 1,9232 -0,9232 426,9889 -180,716 246,2725 222,02 195,75 1,9233 -0,9233 427,0111 -180,736 246,2751 222,02 195,75 1,9234 -0,9234 427,0333 -180,756 246,2777 246,27


(2)

Lampiran D Tabel Konversi

Sapta Rosnardi : Analisis Proses Paduan Transformasi Bainitik Baja Mangan, 2008 USU Repository © 2008


(3)

(4)

Lampiran F Material Balance Analyses

Material balance Analyses

By assuming that Carbon content is nearly to : 1.059 % Wt

Total weight element is 100% - 1.059 % = 98,941 %

Data from spectrometer analyses

No. Elements

1 Fe 86.58

2 Mn 11.34

3 C 1.059

4 Si 0.3694

5 Cr 0.1362

6 Zn

-

7 S 0.0133

Sapta Rosnardi : Analisis Proses Paduan Transformasi Bainitik Baja Mangan, 2008 USU Repository © 2008


(5)

(6)

Lampiran H Larutan Pengetsa

Sapta Rosnardi : Analisis Proses Paduan Transformasi Bainitik Baja Mangan, 2008 USU Repository © 2008