Perbandingan Fraksi Baja Mangan Dengan Beberapa Counting Methods

(1)

PERBANDINGAN FRAKSI BAJA MANGAN DENGAN

BEBERAPA COUNTING METHODS

TESIS

Oleh

SUKMAWATI

067026019/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PERBANDINGAN FRAKSI BAJA MANGAN DENGAN BEBERAPA COUNTING METHODS

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUKMAWATI 067026019/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

Judul Tesis : PERBANDINGAN FRAKSI BAJA MANGAN DENGAN BEBERAPA COUNTING METHODS Nama mahasiswa : Sukmawati

Nomor Pokok : 067026019 Program studi : Ilmu Fisika

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) Ketua

(Dra. Justinon, M.Si) (Ir. Reza Fadhillah, M.I.M) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 20 Desember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Anggota : 1. Dra. Justinon, MSi

2. Ir. Reza Fadhillah, M.I.M

3. Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS 4. Prof. H. Muhammad Syukur, MS 5. Drs. Nasruddin M.N, M.Eng.Sc


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap baja Hadfield dengan proses pemanasan pada temperatur 1000-1200 oC yang kemudian didinginkan dengan cepat (water quenching). Perkembangan mikro struktur didiukur setelah pemanasan kembali pada temperatur 450 oC dengan waktu tahan 15, 30, 45 dan 60 menit. Fasa bainit dan fasa pearlit terbentuk pada baja mangan Hadfield. Ferrit accicular yang terbentuk berada di batas butir maupun di batas butir fasa austenit dimana butir fasa austenit akan semakin tumbuh dan mengendap di batas butir. Fasa-fasa austenit, ferrit maupun lainnya dapat terdistribusi secara simulasi melalui luas perubahan warna dengan menggunakan program Image Analyzer.

Penggunaan metode penghitungan (counting method) yaitu metode Intercept Heyn, metode Snyder-Graff dan metode Planimetric (Jeffries) menunjukkan kesesuaian dengan nilai standar ASTM, dengan metode Jeffries sebagai metode yang paling sesuai.

Kata kunci : Baja Hadfield, pendinginan cepat, pemanasan kembali, fasa, metode penghitungan, standar ASTM.


(6)

ABSTRACT

Hadfield steel was subjected to solution treatment by heating at temperature of 1000-1200 oC and then water quenched. The investigation for the development of microstructure in a re-heattreatment by heating at temperature 450 oC at holding time 15, 30, 45 and 60 minutes. Bainitic phase and pearlitic phase which formed in heat treatment of hadfield steel. The ferrite accicular phase which formed both in grain boundary or grain of the austenit phase should be growth to be presipitated in austenit phase. The attendance of all phase which should be distribute as simulated can be designed by the area different coloured in Image Analyzeir Program.

Using some methods are Intercept Heyn, Snyder-Graff and Planimetric (Jeffries) shown likely to ASTM standard, and Jeffries method is the best.

Key words : Hadfield steel, water quenching, reheattreatmen, phase, counting method, ASTM standard


(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya tesis dapat terselesaikan.

Pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM&H,Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Prof Dr.Ir.T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Studi Magister Ilmu Fisika di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan

2. Prof. Dr.Eddy Marlianto, M.Sc selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan dan Ketua Komisi Pembimbing : Dra. Justinon,M.Si dan Ir. Reza Fadhillah, M.I.M selaku anggota pembimbing lapangan, yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis selama melakukan penelitian sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

3. Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc. selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu seluruh staf tenaga pengajar Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana USU atas ilmu yang diberikan selama perkuliahan.

5. Seluruh staf administrasi Sekolah Pascasarjana USU, yang dengan penuh kesabaran memberikan pelayanan terbaik di Sekolah Pascasarjana USU.

6. Seluruh rekan mahasiswa angkatan 2006 Sekolah Pascasarjana USU, teristimewa Bob Nainggolan, M.Si atas kerja sama selama ini.

7. Dan kepada ayahanda Alm. Drs. H Supono dan Ibunda Alm. Hj. Tukiyem, ananda persembahkan tesis ini meskipun tak lagi dapat kalian saksikan kebahagiaan ini, dan kedua mertua Bapak alm Drs. H. Anas Machmud dan Ibunda Hj. Zulhidjdjah Zen, serta suamiku tercinta Safril, yang selama ini menjadi tempat curahan hati,


(8)

memberi keleluasaan waktu, pengertian dan motivasi kala resah, sungguh engkau suamiku yang tercinta, dan kepada ananda Alm. Sartika Khairunnisa serta Ismanda HS tersayang.

Semua yang penulis terima berupa ilmu, nasehat, pengertian, motivasi, pengorbanan, restu dan doa demi keberhasilan dalam menyelesaikan studi ini, semoga akan dibalaskan Allah SWT berlipat ganda. Amin.

Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2008 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Dra. Sukmawati Tempat/Tanggal lahir : Medan, 9 Mei 1961

Alamat rumah : Jl. Tempirai 3 No. 88 Blok 7 Griya Martubung - Medan Telepon rumah : (061) 6854044

HP : 06177712561 E-mail : sukma@yahoo.com

Instansi tempat bekerja : SMA Negeri 3 Medan

Alamat kantor : Jl. Budi Kemasyarakatan No. 3 Medan Telepon : (061) 6619128

DATA PRIBADI

SD : SD T-P Mardi Lestari Medan Tamat : 1972 SMP : SMP T-P Mardi Lestari Medan Tamat : 1975 SMA : SMA Negeri 4 Medan Tamat : 1979 Starata 1 : IKIP Negeri Medan Tamat : 1984 Starata 2 : Universitas Sumatera Utara Medan Tamat : 2008


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Tempat Penelitian ... 3

1.6 Tujuan Penelitian ... 4

1.7 Hipotesis ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Baja ... 5

2.1.1 Baja Karbon ... 6

2.1.2 Baja Paduan ... 11

2.2 Diagram Fasa ... 11

2.2.1 Diagram Fasa Fe - C ... 12

2.2.2 Diagram Fasa Fe – Mn ... 14

2.3 Baja Mangan Austenit ... 16

2.4 Diagram Time Transformation Temperature (TTT) ... 17

2.5 Pertumbuhan butir (Grain Growth) ... 19

2.6 Proses Perlakuan Panas (Heat Treatment) ... 22

2.6.1 Waktu Penahanan Temperatur ... 22

2.6.2 Re-heat treatment ... 23

2.6.3 Pendinginan ... 23

2.6.4 Proses Pengendapan ... 25

2.7 Struktur Mikro Logam ... ... 25

2.7.1 Metode Intercept Heyn ... 27

2.7.2 Metode Intercept Snyder – Graff ... 29

2.7.3 Metode Planimetric (Metode Jeffries) ... 31

2.8 Analisa Struktur mikro ... 33


(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 35

3.2 Bahan – bahan ... 36

3.3 Alat –alat ... 36

3.4 Prosedur Penelitian ... 36

3.4.1 Preparasi Sampel ... 36

3.4.2 Karakterisasi Sampel ... 37

3.4.3 Pengujian Mikrostruktur ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Uji Komposisi ... 41

4.2 Uji Simulasi Mikrostruktur ... 42

4.3 Perhitungan dan Grafik ... 47

4.3.1 Hasil Perhitungan Diameter Butir dengan Metode InterceptHeyn ... 47

4.3.2 Hasil Perhitungan Diameter Butir dengan Metode Snyder-Graff ... 48

4.3.3 Hasil Perhitungan Diameter Butir dengan Metode Planimetric (Jeffries) ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1 Kesimpulan ... 50

5.2 Saran ... 50


(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Jenis Larutan dengan Komposisinya... 40

4.1 Komposisi Kimia Bahan dalam % Wt ... 41

4.2 Hasil Perhitungan Diameter Butir dengan Metode Intercept Heyn... 47

4.3 Hasil Perhitungan Diameter Butir dengan Metode Snyder-Graff... 48

4.4 Hasil Perhitungan Diameter Butir dengan Metode Planimetric (Jeffries) ... 48


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Diagram Keseimbangan Besi Karbon (Fe-C) ... 13

2.2 Diagram Fasa Fe-Mn ... 15

2.3 Diagram Time Transformation Temperature (TTT) ... 18

2.4 Pergerakan Pertumbuhan Butir ... 20

2.5 Batas Butir ... 21

2.6 Diagram CCT (Continous Cooling Transformation)... 24

2.7 Struktur Butir Baja (ferrit/ ) ... 26

2.8 Menghitung Diameter Butir dengan Metode Intercept Heyn ... 28

2.9 Menghitung Diameter Butir dengan Metode Snyder-Graff ... 29

2.10 Menghitung Diameter Butir dengan Metode Planimetric (Jeffries) ... 31

2.11 Skema Mikroskop Optik ... 34

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 35

3.2 Bentuk dan Ukuran Benda Uji ... 37

3.3 Proses HeatTreatment Pendinginan Cepat (Water Quenching)... 38

3.4 Proses HeatTreatment Pendinginan Lambat (Air Cooling) ... 39

4.1 Mikro Struktur Baja Mangan Hadfield Tanpa Perlakuan, Perbesaran 100 Kali ... 42

4.2 Mikrostruktur Baja Mangan Hadfield AISI 3401 pada Temperatur 450 oC dan Waku Penahanan 15 Menit, Perbesaran 100 Kali ... 43


(14)

4.3 Mikrostruktur Baja Mangan Hadfield AISI 3401 pada Temperatur

450 oC dan Waku Penahanan 30 Menit, Perbesaran 100 Kali ... 44 4.4 Mikrostruktur Baja Mangan Hadfield AISI 3401 pada Temperatur

450 oC dan Waku Penahanan 45 Menit, Perbesaran 100 Kali ... 45 4.5 Mikrostruktur Baja Mangan Hadfield AISI 3401 pada Temperatur

450 oC dan Waku Penahanan 60 Menit, Perbesaran 100 Kali ... 46 4.6 Grafik Diameter Butir Metode Intercept-Heyn, Snyder-Graff, dan


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

A Contoh Perhitungan ... 53

B Standar Baja Mangan Hadfiel 3401 ... 59

C Material Balance Analyses ... 60


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak 1200 tahun sebelum masehi, manusia telah mengenal baja dengan unsur utama penyusunannya adalah : Besi (Fe), karbon (C), Mangan (Mn), Silikon (Si), Sulfur (S), Posfor (P). Persentase unsur-unsur paduan tersebut nantinya akan sangat mempengaruhi sifat dari baja yang diinginkan. Pada abad modern ini, manusia pada umumnya menggunakan baja sebagai bahan pendukung utama untuk peralatan dan sarana kehidupan. Mulai dari peralatan yang sederhana seperti peralatan rumah tangga sampai kepada peralatan berat yang lebih canggih seperti : jembatan, bangunan pencakar langit, dan rel kereta api. Baja mangan merupakan baja paduan dimana mangan sebagai unsur paduan utama dalam komposisi baja tersebut.

Baja mangan memiliki keunikan yaitu kombinasi antara kekerasan dan kekenyalan yang tinggi bilamana dikenakan beban yang semakin besar. Oleh karenanya baja mangan cepat diterima sebagai bahan teknik yang sangat berguna. Aplikasi lain dari baja mangan diantaranya: palu pemecah, alat transportasi, peralatan pada aplikasi militer sebagai alas track tank, mata bor dan lain-lain.

Untuk menghasilkan baja mangan dengan kualitas yang dibutuhkan harus dilakukan beberapa perlakuan untuk menghasilkan suatu fasa baru dengan cara pemanasan (heat treatment) dengan waktu tahan (holding time) tertentu. Baja mangan


(17)

dapat di-reheatreatment sampai fasa pearlit sehingga dapat mempengaruhi struktur mikro yang dihasilkan.

Berdasarkan diagram fasa baja mangan (FeMn), fasa austenit yang dipanaskan (heat treatment) sampai suhu austenitnya, kemudian bila didinginkan secara lambat (air cooling) akan membentuk suatu struktur fasa stabil yaitu fasa ferrit dan fasa austenit.

Bila baja dengan komposisi 10% wt Mn dan 90% wt Fe di-heat treatment sampai dengan rentang 1000 0C – 1200 0C dengan waktu tahan tertentu akan membentuk fasa austenit yang memiliki struktur mikro yang sangat signifikan.

Pengaruh pendinginan yang sangat cepat akan menghasilkant struktur mikro austenit dan pengaruh reheattreatment kembali pada rentang temperatur 450 0C dengan beberapa waktu penahanan tertentu akan menghasilkan berbagai macam variasi fraksi fasa bainit bila didinginkan kembali di udara. Observasi metalografi untuk fasa bainit ini dapat dihitung dengan beberapa metode.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang diambil adalah membandingkan fraksi baja mangan bainit dengan beberapa counting metode yakni :

1. Metode Intercept Heyn.

2. Metode Intercept Snyder-Graff. 3. Metode Planimetric (Jeffries).


(18)

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Menghitung ukuran butir (grand size) fasa bainit dengan beberapa metode penghitungan (counting method) yaitu : Metode Intercept Heyn, Metode Intercept Snyder-Graff dan Metode Planimetric (Metode Jeffries).

2. Mengeksplorasi perbandingan fraksi baja mangan dengan beberapa counting metode akibat heat treatment, quenching dan pendinginan akibat perubahan waktu tahan (holding time).

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah study Fisika Metalurgi bagi para rekayasawan yang berminat dalam bidang material. Juga diharapkan sebagai acuan tambahan untuk meningkatkan kualitas produksi baja mangan.

1.5 Tempat Penelitian

Proses preparasi sampel dan perlakuan panas (heat treatment) di FMIPA USU Medan, dan pengujian sruktur mikro dilakukan di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM).


(19)

1.6 Tujuan Penelitian

1. Menghitung ukuran butir (grand size) fasa bainit dengan beberapa metode. 2. Mengeksplorasi perbandingan fraksi baja mangan dengan beberapa counting metode akibat heat treatment, quenching, pendinginan dari perubahan waktu tahan (holding time).

1.7 Hipotesis

Dengan menyusun komposisi dan memvariasikan proses akan meningkatkan sifat-sifat dasar alloy baja mangan. Baja mangan mempunyai struktur fasa austenit yang bisa bertransformasi membentuk fasa baru yang diperoleh dengan pendinginan udara (air cooling) dalam hal ini direncanakan waktu pemanasan 12000C kemudian di quenching dengan air, setelah itu di-heat treatment dengan waktu tahan (holding time) 15 menit, 30 menit, 45 menit dan sampai 60 menit.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja

Baja adalah bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan baja. Eksploitasi besi baja menduduki peringkat pertama di antara barang tambang logam dan produknya melingkupi hampir 95 % dari produk barang berbahan logam yang dimanfaatkan dalam kehidupan manusia.

Baja adalah paduan logam yang tersusun dari besi sebagai unsur utama dan karbon sebagai unsur penguat. Unsur karbon banyak berperan dalam peningkatan kekerasan. Perlakuan panas dapat mengubah sifat fisis baja dari lunak seperti kawat menjadi keras seperti pisau. Penyebabnya adalah perlakuan panas mengubah struktur mikro baja dan struktur kristal dari bcc ke fcc yang bersifat paduan dan bila didinginkan tiba-tiba, terjadi perubahan struktur kristal dari fcc ke hcp.

Baja hadfield sangat unik sebab baja ini mengkombinasikan kekerasan dan kekenyalan tinggi dengan kapasitas pengerasan-kerja yang tinggi. Pada umumnya resistansi yang baik terhadap air, oleh sebab itu baja ini cepat diterima sebagai bahan teknik yang sangat berguna. Baja mangan austenit hadfield tetap banyak digunakan dengan sedikit modifikasi dalam komposisi dan pengolahan panas, terutama di bidang pengerasan jalan, pertambangan, pengeboran sumur minyak, pembangunan jalan kereta api, pengerekan, industri kayu dan dalam produksi semen dan produk tanah


(21)

liat. Baja mangan austenit digunakan dalam peralatan untuk penanganan dan pengolahan bahan dari tanah (seperti mesin penggiling batu, kilang penggerinda, ember keruk, ember dan gigi sekop, dan pompa untuk penanganan kerikil dan batu).

Aplikasi lain meliputi palu pemecah dan panggangan untuk daur ulang mobil dan aplikasi militer seperti alas track tank. Banyak variasi baja mangan austenit asli diajukan, yang tidak jarang dengan hak paten yang tidak dieksploitasi, tetapi hanya sedikit yang diadopsi sebagai peningkatan yang berarti. Ini biasanya melibatkan variasi karbon dan mangan, dengan atau tanpa alloy tambahan seperti chromium, nikel, molubdenum, vanadium, titanium dan bismuth.

2.1.1 Baja Karbon

Baja karbon terdiri dari besi dan karbon. Karbon merupakan unsur pengeras besi yang efektif dan murah dan oleh karena itu umumnya sebagian besar baja hanya mengandung karbon dengan sedikit unsur paduan lainnya (Smallman, 1991).

Baja karbon ini digolongkan menjadi 3 bagian yaitu :

1. Baja karbon rendah (< 0,30 % wt C). 2. Baja karbon menengah (0,30 < % wt C< 0,7).

3. Baja karbon tinggi (0,70 < % wt C < 1,40 %). 1. Baja Karbon Rendah

Baja karbon rendah ini mengandung 0,008 % - 0,3 % wt C. Baja karbon rendah dibagi menjadi empat bagian menurut kegunaannya yaitu:

a. Baja karbon rendah mengandung 0,04 % wt C digunakan untuk plat strip dan badan kendaraan.


(22)

b. Baja karbon rendah mengandung 0,05 % wt C digunakan untuk keperluan badan kendaraan.

c. Baja karbon rendah mengandung 0,15 % - 0,25 % wt C digunakan untuk konstruksi dan jembatan.

2. Baja Karbon Menengah

Baja karbon menengah ini mengandung 0,03 - 0,6 % wt C. Baja karbon menengah dibagi menjadi empat bagian menurut kegunaannya yaitu :

a. Baja karbon 0,35 -0,45 % wt C digunakan untuk roda gigi dan poros. b. Baja karbon 0,4 % wt C digunakan untuk keperluan industri kendaraan,

mur, poros, engkol, dan batang torak.

c. Baja karbon 0,5 - 0,6 % wt C digunakan untuk roda gigi. d. Baja karbon 0,55 - 0,6 % wt C digunakan untuk pegas. Baja karbon menengah memiliki ciri-ciri:

a. Memiliki sifat mekanik lebih baik dari pada baja karbon rendah.

b. Lebih kuat dan keras dari pada baja karbon rendah dan tidak mudah dibentuk oleh mesin.

c. Dapat dikeraskan dengan mudah (quenching). 3. Baja Karbon Tinggi

Baja karbon tinggi mengandung karbon antara 0,6-1,7 % wt C berdasarkan kegunaannya dibagi menjadi :

a. Baja karbon 0,6 - 0,7 % wt C digunakan untuk pembuatan pegas, perkakas (landasan mesin, martil) dan alat-alat potong.


(23)

b. Baja karbon 0,75 - 1,7 % wt C digunakan untuk pembuatan pisau cukur, mata gergaji, bantalan peluru dan bantalan mesin.

Baja karbon tinggi ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Sangat kuat dan keras serta tahan gesekan. b. Sulit dibentuk oleh mesin.

c. Mengandung unsur sulfur dan fosfor mengakibatkan kurangnya sifat liat.

d. Dapat dilakukan proses heat treatment yang baik.

Pengklasifikasian baja karbon menurut standar American International and Stell Iron (AISI) dan Society for Automotive Engines (SAE) diberi kode dengan empat angka. Dua angka pertama adalah 10 yang menunjukkan nominal 1/100 % sebagai contoh AISI-SAE 1045 menunjukkan kadar karbon 0,45 %.

Di samping unsur-unsur karbon sebagai campuran dasar dalam baja terdapat campuran-campuran paduan yang lain yang jumlah persentasinya disesuaikan dengan kebutuhan bahan yang akan digunakan. Unsur paduan yang terkandung di dalam baja antara lain:

a. Mangan

Semua baja mengandung mangan karena sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan baja. Kandungan mangan lebih kurang 0,6 % masih belum dapat sebagai paduan dan tidak mempengaruhi sifat baja, dengan kata lain mangan tidak memberikan pengaruh yang besar pada struktur baja dalam jumlah rendah. Dengan bertambahnya kandungan mangan maka suhu kritis menurun secara seimbang.


(24)

Mangan membuat butiran lebih halus, penambahan unsur mangan dalam baja dapat meningkatkan kuat tarik tanpa mengurangi regang, sehingga baja dengan penambahan mangan memiliki sifat kuat dan kenyal (Amanto, 1999).

b. Karbon

Karbon merupakan salah satu unsur terpenting yang dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,1-1,7 %, sedangkan unsur lainnya dibatasi persentasinya sesuai dengan kegunaan baja. Unsur paduan yang bercampur di dalam lapisan baja adalah untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas dan menghasilkan sifat-sifat yang khusus.

Karbon dalam besi dapat berupa jenis larutan padat intertisi, dengan atom yang kecil dikelilingi oleh atom-atom yang lebih besar. Pada suhu di bawah 912 0C, besi murni mempunyai struktur kubik pemusatan ruang (bcc). Diatas suhu 912 0C terdapat daerah temperatur tertentu dimana besi mempunyai struktur kubik pemusatan sisi (fcc). Pada kisi kubik pemusatan sisi terdapat ruang sisipan atau porositas yang lebih besar pada pusat sel satuan. Karbon sebagai atom yang sangat kecil (jari-jari austenit karbon sebesar 0,0075 nm) dapat menduduki porositas tersebut dan membentuk besi dan karbon yaitu FeC, dengan jari-jari besi austenit sekitar 0,129 nm (Amanto, 1999).

c. Silikon

Silikon sampai kadar 3,2 % bersifat menurunkan kekerasan besi. Kadar silikon menentukan beberapa bagian dari karbon yang terikat dengan besi, dan beberapa bagian yang berbentuk grifit (karbon bebas) setelah tercapai keadaan yang seimbang.


(25)

Kelebihan silikon akan membentuk ikatan yang keras dengan besi, sehingga dapat dikatakan bahwa silikon diatas 3,2 % akan meningkatkan kekerasan (Iqbal,2007).

d. Nikel (Ni)

Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis, memperbaiki kekuatan tarik atau menaikkan sifat kenyal, tahan panas, jika pada baja paduan terdapat unsur nikel sekitar 25 % maka baja dapat tahan terhadap korosi.

Unsur yang mempunyai bentuk kisi fcc (face centered cubic) larut dengan baik dalam austenit dan unsur yang mempunyai bentuk kisi bcc (body centered cubic) larut dengan baik dalam ferrite. Nikel adalah salah satu unsur yang mempunyai bentuk kisi fcc, yang larut lebih baik dalam austenit daripada dalam ferrit (ferrite), sehingga mempengaruhi penurunan kecepatan transformasi dan meningkatkan mampu kerasnya. Unsur nikel yang bertindak sebagai tahan karat (korosi) disebabkan nikel bertindak sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja (Amanto, 1999).

e. Kromium (Cr)

Sifat unsur kromuim (Cr) dapat menurunkan kecepatan pendinginan kritis (Cr sejumlah 1,5 % cukup meningkatkan kekerasan dalam minyak). Penambahan kromium pada baja menghasilkan struktur yang lebih halus dan membuat sifat baja dapat dikeraskan (hardenability) lebih baik karena kromium dan karbon dapat membentuk karbid. Kromium dapat menambah kekuatan tarik dan keplastisan serta berguna juga dalam membentuk lapisan pasif untuk melindungi baja dari korosi serta


(26)

tahan terhadap suhu tinggi. Kromuim mempunyai bentuk kisi bcc (body centered cubic) yang lebih baik larut dalam ferrit (Amanto,1999).

2.1.2 Baja Paduan

Baja paduan diklasifikasikan menurut kadar paduannya dibagi menjadi :

1. Baja paduan rendah (low-alloy steel), jika elemen paduannya ≤ 2,5 % wt misalnya unsur Cr, Mn, S,Si, P, dan lain-lain.

2. Baja paduan menengah (medium-alloy steel), jika elemen paduannya 2,5-10 % wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si,P dan lain-lain.

3. Baja paduan tinggi (high-alloy steel), jika elemen paduannya > 10 % wt misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si,P, dan lain-lain.

Baja paduan dihasilkan dengan biaya lebih mahal dari baja karbon lainnya, karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerjaan khusus yang dilakukan dalam industri atau pabrik. Baja paduan dapat didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molibden, vanadium, mangan dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki (Amanto, 1999).

2.2 Diagram Fasa

Selain berguna sebagai peta, diagram fasa juga memberikan komposisi kimia fasa yang terdapat pada keadaan seimbang setelah semua reaksi-reaksi berakhir. Informasi ini bersama informasi lainya mengenai jumlah tiap fasa merupakan data yang sangat berguna bagi ilmuwan maupun ahli tehnik yang bertugas dalam


(27)

pengembangan bahan, pemilihan dan pemakaiannya pada desain produk. Selain itu diagram fasa dapat digunakan untuk menentukan kuantitas tiap fasa yang ada dalam keseimbangan. Hal akan sangat berguna pada pembahasan sifat-sifat bahan berfasa ganda.

2.2.1 Diagram Fasa Fe - C

Diagram keseimbangan besi karbon merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui sifat baja. Besi karbon terbagi atas dua bagian yaitu baja (steel) dan besi (iron). Pembagian ini didasarkan atas kandungan karbon yang dimiliki yaitu baja mengandung kurang dari 2 % wt C. Baja dibagi dua bagian yaitu baja yang mengandung kurang dari 0,83 % wt C disebut dengan hypoeutectoid dan baja yang mengandung lebih dari 0,83 % wt C sampai dengan 2 % wt C disebut dengan hypereutectoid.

Pemanasan pada temperatur 723 oC dengan komposisi 0,8 % wt disebut dengan titik eutectoid. Apabila dilakukan pemanasan sebelum mencapai titik eutectoid, pada titik hypoeutectoid terbentuk fasa pearlit dan ferrit. Sedangkan dibawah hypereutectoid mempunyai fasa pearlit dan sementit. Pada pemanasan melewati garis eutectoid, terjadi perubahan fasa pearlit menjadi fasa austenit (Gambar 2.1).


(28)

Gambar 2.1 Diagram Keseimbangan Besi Karbon (Fe-C)(Shackelford1996)

Ketika paduan A (A1) mencapai suhu 727 oC (temperatur eutektoid) sisa

austenit sekitar 0,8 % (meskipun sebenarnya jumlah komposisinya 0,4 %). Oleh karena itu, pada titik eutekoid reaksi yang terjadi adalah perubahan sisa austenit menjadi pearlit ( + Fe3C). Ketika paduan A (A3) mencapai temperatur 1495 oC, ferrit


(29)

dipengaruhi oleh difusi karbon pada austenit. Ferrit yang berisi karbon terbentuk dengan sangat lambat. Keadaan paduan A (Acm), transformasi Fe3C menjadi austenit

secara keseluruhan pada temperatur ini, seperti prediksi pada diagram. Seluruh sistem austenit fcc dengan kadar karbon 0,95 % (Thorton, 1986).

Dari gambar (2.1), andaikan suatu bahan dipanaskan sampai temperatur 800 – 1200 0C, dengan komposisi 0,68 % wt C sampai fasa austenit, kemudian didinginkan sampai 600 0C, fasa yang terbentuk adalah fasa pearlit (alpha + sementit) tetapi bila didinginkan sampai batas kritis 738 0C, fasa gamma sebahagian akan terdistorsi menjadi fasa alpha, dan bila dilanjutkan pendinginan di bawah sedikit batas kritis, ferrit akan bergabung didalam pearlit dan austenit akan bertranformasi menjadi karbida (sementit). Andaikan didinginkan secara cepat, fasa austenit akan bertransformasi menjadi sementit dan pearlit. Dalam hal ini, pengaruh waktu tahan sangat menentukan pada pembentukan perubahan butir. Makin lama ditahan, temperatur akan masuk ke dalam atom sehingga akan mempengaruhi grain size.

2.2.2 Diagram Fasa Fe - Mn

Pada tahun 1882 Robert Hadfield menemukan Baja manggan austenit yang mengandung 1,2 % berat C dan 12% berat Mn. Menurut Lipin (1885) baja mangan austenit harus mengandung kadar mangan (Mn) 10 % dibandingkan dengan karbon.

Diagram fasa baja mangan (Gambar 2.2) secara umum berfungsi sebagai panduan dalam menentukan temperatur kerja pada komposisi unsur yang bervariasi dalam proses perlakuan panas yang diberikan terhadap baja mangan.


(30)

Dari Gambar (2.2), jika fasa baja mangan (Fe-Mn) 8 % wt Mn di-heat treatment sampai 1200 0C, fasa yang terjadi adalah fasa austenit dengan struktur kristal face center cubic (fcc). Jika kemudian diturunkan temperaturnya menjadi 769 0C sampai titik kritis, sebagian fasa γFe terbentuk dan sebagian lagi menjadi fasa αFe. Pada kondisi temperatur 769 oC fasa αFe bersifat transformasi magnetik dengan

kandungan mangan yang lebih kecil 10 % wt Mn. Jika temperatur turun menjadi 600 0C, fasa berobah menjadi fasa α, dan jika temperatur menjadi 400 0C maka seluruh fasanya menjadi fasa α dengan struktur kristal body centre cubic (bcc).


(31)

2.3 Baja Mangan Austenit

Penemuan baja mangan austenit yang mengandung 1,2 % berat C dan 12 % berat Mn dan baja mangan austenit mengandung kadar mangan (Mn) 10 % dibandingkan dengan karbon.

Dari diagram fasa baja mangan (Fe-Mn) dengan perbandingan Fe:Mn = 12:1,2 pada temperatur 1100 0C, struktur yang terbentuk adalah fasa austenit. Untuk mempertahankan fasa austenit ini dilakukan proses pendinginan cepat (quenching). Daerah temperatur antara 4000C hingga 6000C dengan komposisi 12 % wt mangan merupakan fasa ferit + karbida yang dapat bertransformasi menjadi pearlit. Pada temperatur 6000C, austenit lebih dominan dari pada ferit tetapi pada temperatur 4000C ferit lebih dominan dari pada austenit. Pada temperatur 7690C merupakan fasa magnetik transformasi pada kandungan dibawah 10 % wt mangan.

Andaikan baja Fe Mn di-heat treatment sampai temperatur 1200 °C. Mikrostruktur fasa yang terbentuk dari γ atas transformasi tergantung pada komposisi, ukuran butir γ dan terutama temperatur pada mana transformasi terjadi. Karena itu, konsep dasar dari transformasi γ dapat diwujudkan dengan menentukan waktu transformasi dimulai dan selesai pada temperatur sub-kritis isothermal yang berbeda-beda.


(32)

Untuk beberapa spesimen baja berada di daerah γ yang cukup signifikan untuk membentuk austenit homogen. Kemudian setiap spesimen bisa didinginkan sampai ke temperatur sub-kritis yang akan didinginkan di dalam air untuk membekukan mikrostruktur. Kemudian dikaji secara mikroskopik untuk menunjukkan sampai sejauh mana transformasi terjadi sebagai fungsi dari waktu dan temperatur. Ini dapat diulangi untuk temperatur sub-kritis yang berbeda-beda.

2.4 Diagram Time Transformation Temperature (TTT)

Pembentukan martensit, terjadi dekomposisi austenit dalam ferit + karbida ( + C). Hal ini berarti bahwa ada waktu untuk karbon untuk berdifusi dan berkonsentrasi dalam fasa karbida sehingga ferrit kekurangan karbon bila pada fasa austenit didinginkan dengan sangat cepat ( Fadhila, 2005).

Cara lain membentuk ( + karbida) menyangkut pembentukan fasa transisi martensit (M). Fasa polimorf besi ini tidak stabil karena bila ada kesempatan, martensit akan berubah menjadi ( + C). Oleh karena itu tidak terdapat martensit. Meskipun begitu, martensit adalah suatu fasa yang sangat penting.

Pada diagram TTT (Gambar 2.3) martensit terjadi pada suhu dibawah suhu eutektoid (namun masih diatas suhu ruang) karena struktur austenit tidak stabil sehingga berubah menjadi struktur pemusatan ruang secara serentak. Pada reaksi ini tidak terjadi difusi akan tetapi suatu pergeseran. Semua atom bergeser serentak tanpa ada atom yang bergerak melebihi fraksi manometer. Karena berlangsung tanpa difusi,


(33)

perubahan ini sangat cepat. Semua karbon yang tertinggal tetap dalam larutan padat. Struktur pemusatan ruang yang terjadi berbentuk tetragonal dan berbeda sekali dengan ferrit.

Gambar 2.3 Diagram Time Transformation Temperature (TTT) (Shackelford,1996)

Karena martensit mempunyai struktur bukan kubik, karbon terperangkap dalam kisi dan slip sulit terjadi, oleh karena itu martensit keras, kuat tetapi rapuh. Kekerasan yang meningkat ini sangat penting karena dapat diciptakan baja yang keras yang tahan gesekan dan deformasi.


(34)

Martensit sebagai fasa yang meta stabil mengandung karbon sebagai larutan padat dalam struktur tetragonal pemusatan ruang (tpr) tidak merubah diagram fasa besi-karbida. Pada suhu dibawah suhu eutektoid dalam waktu cukup lama, larutan karbon yang lewat jenuh ini terus berubah menjadi bentuk ferit dan karbida yang lebih stabil

Proses ini dikenal dengan nama temper (tempering) M → + karbida (martensit) (martensit temper)

Struktur mikro ( + C) yang terjadi tidak berbentuk lamel seperti pearlit, yang telah kita lihat. Struktur ini mengandung banyak sekali partikel karbida tersebar, karena dalam baja martensit terdapat banyak sekali letak nukleasi. Martensit temper ini lebih tangguh daripada martensit metastabil sehingga merupakan bahan yang banyak digunakan meskipun agak lunak.

2.5 Pertumbuhan Butir (Grain Growth)

Pertumbuhan butir merupakan gejala anil yang berlangsung dengan baik, batas butir menjadi lurus, butir yang kecil menyatu dengan yang lebih besar.

Pertumbuhan butir adalah faktor terpenting yang mengendalikan proses pada tegangan batas butir. Besar butir rata-rata dalam baja mangan lama kelamaan akan bertambah besar bila suhu menghasilkan pergerakan atom yang cukup berarti. Gaya pendorong untuk pertumbuhan kristal ialah energi yang dilepaskan sewaktu atom bergerak melintasi batas butir dari arah butir dengan permukaan cembung


(35)

kepermukaan butir cekung. Atom rata-rata terkoordinir dengan sejumlah atom tetangga yang lebih banyak pada jarak atom antar keseimbangan, akibatnya batas butir akan bergerak kepusat garis lengkung.

Laju pertumbuhan tergantung pada suhu. Kenaikan suhu berakibat meningkatnya energi getaran termal dan butiran yang kecil menuju butiran besar lebih cepat. Penurunan suhu akan menghambat pergerakan batas butir, dapat dilihat dari Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Pergerakan Pertumbuhan Butir (Van Vlack, 1985)

Bentuk butir dalam bahan yang padat biasanya diatur oleh adanya butiran-butiran lain disekitarnya. Dalam setiap butir, semua sel satuan teratur dalam satu arah dan satu pola tertentu. Pada batas butir, antara dua butir yang berdekatan terdapat daerah transisi yang tidak searah dengan pola dalam kedua butiran tadi.


(36)

Gambar 2.5 Batas Butir (Van Vlack, 1985)

Ketidakseragaman orientasi antara butiran yang berdekatan menghasilkan tumbukan atom yang sepanjang batas butir (Gambar 2.5) dan memiliki energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat didalam butir. Bila diketahui besar daerah batas butir persatuan volum adalah Sv. Besarnya energi dapat dihitung dengan

mudah dengan menarik suatu garis melingkar pada gambar struktur mikro. Bahan dengan butiran yang lebih halus lebih kuat dari pada baja dengan butiran yang kasar.

Pergerakan presipitat disesuaikan dengan tanda panah (Gambar 2.5), yang bergerak menuju batas butir. Butir yang besar akan memakan butir yang kecil (cannibal) sehingga butir yang besar akan bertumbuh menjadi lebih besar, sedangkan butir yang lebih kecil akan semakin mengecil dan akhirnya menyatu dengan butiran yang lebih besar akibat pengaruh suhu.


(37)

2.6 Proses Perlakuan Panas ( Heat Treatment )

Proses perlakuan panas merupakan kombinasi proses pemberian panas pada logam atau paduan pada keadaan padat sampai temperatur tertentu demikian juga waktu penahanan (holding time) tertentu, kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan yang sesuai sehingga diperoleh sifat fisis, dan struktur mikro (Thong, 1998).

Perlakuaan panas baja yang tepat memiliki peranan penting pada proses pengecoran baja, pembentukan/penempaan baja ataupun pengerolan baja sebelum digunakan pada aplikasi sesungguhnya pada peralatan yang dihasilkan dari baja.

Baja yang telah diberi perlakuan panas akan menghasilkan manfaat sebagai berikut :

1. Kekerasan dan kekuatan baja bertambah.

2. Sifat fisis dan mekanis yang teratur seperti keuletan, ketahanan korosi. 3. Memunculkan sifat magnetik dan listrik pada baja.

4. Perbaikan ukuran butir di dalam baja.

2.6.1 Waktu Penahanan Temperatur

Pemberian waktu tahan pada proses perlakuan panas bertujuan agar suhu yang diterima pada permukaan baja merata hingga ke dalam baja sehingga didapat keseragaman bentuk buturan dan sifat mekanik yang baik, dalam hal ini kekerasan baja yang diharapkan.


(38)

2.6.2 Re-Heat Treatment

Pemanasan kembali (re-heat treatment) adalah proses pemberian panas kembali pada baja yang telah diannilisasi dengan temperatur yang lebih rendah dari temperatur annilisasi. Bertujuan untuk menghasilkan fasa baru yang mempengaruhi struktur mikro dari baja. Selama proses re-heat treatment berlangsung dengan waktu tahan yang diberikan bervariasi akan menghasilkan struktur mikro yang bervariasi seiring dengan terbentuknya fasa baru.

2.6.3 Pendinginan

Proses pendinginan dilakukan setelah perlakuan panas diberikan pada logam atau paduan baja. Pendinginan cepat dan pendinginan lambat dengan berbagai media pendinginan yang digunakan antara lain :

1. Pencelupan (quenching) dengan media : air, minyak, dan es. 2. Pendinginan di ruangan atau dikenal dengan air cooling.


(39)

Gambar 2.6 Diagram CCT (Continous Cooling Transformation) (Shackelford 1996)

Pendinginan cepat bertujuan agar terbentuk struktur mikro yang berubah dari keadaan annilisasi sehingga dihasilkan baja dengan kekerasan yang mudah getas, sedangkan pendingianan lambat bertujuan agar didapat struktur mikro yang lebih stabil dikarenakan perubahan bentuk butir terjadi secara perlahan sehingga menghasilkan baja yang lunak dan ulet.


(40)

2.6.4 Proses Pengendapan

Pengerasan yang cukup berarti dapat terjadi sewaktu presipitasi pada tahap permulaan dari larutan yang lewat jenuh dan disertai dengan peningkatan pengerasan.

Syarat utama untuk paduan yang mengalami pengerasan sepuh dimana daya pelarutan turun dengan menurunnya temperatur, sehingga dapat diperoleh larutan padat lewat jenuh, dimana berbagai paduan logam mempunyai karakteristik tersebut. Proses pengerasan sepuh menyangkut juga perlaku pelarutan, disusul dengan pencelupan sehinggga terjadi larutan padat lewat jenuh. Biasanya pencelupan dilaksanakan sampai temperatur tertentu dimana laju pengendapan sangat lambat. Setelah pencelupan, paduan dipanaskan kembali sampai temperatur tertentu, dimana presipitasi mulai terjadi sesudah selang waktu tertentu. Paduan yang mengalami pengerasan sepuh akan mengalami peningkatan dalam sifat-sifatnya dibandingkan dengan paduan yang dianil. Kekuatan luluh melebihi kekuatan luluh paduan anil dan disamping itu mempunyai keuletan yang lebih besar. Hasil dengan pengerasan sepuh, kekerasan meningkat secara mencolok. Kekerasan tertinggi dicapai bila hanya ada satu fase saja.

2.7 Struktur Mikro Logam

Metalurgi fisik adalah pengetahuan tentang metalografi. Konstitusi dari logam dan strukturnya maupun paduan-paduannya dipelajari dengan dukungan mikroskop optik, dan pada umumnya dipergunakan mikroskop elektron.


(41)

Bila atom berbagai jenis unsur logam dicampur, dapat terjadi paduan dan akan terbentuk bermacam-macam struktur mikro. Setelah permukaan logam dipoles dan dietsa dengan bahan kimia khusus, maka dengan penyinaran dibawah mikroskop akan tampak batas butir (sebagai garis), seperti yang tampak pada Gambar 2.7.

Tiap volum yang mempunyai orientasi tertentu disebut butir dan daerah tak teratur antar butir disebut batas butir (grain boundary). Makin halus butir, makin kuat bahan dan kekuatan luluh, keuletan dan ketangguhan bahan juga semakin tinggi.


(42)

Besar butiran tergantung pada laju pendinginan dan proses pengerjaan pendinginan sewaktu logam dibentuk.

Struktur mikro dari logam dapat memberikan sebagian imformasi yang mendukung sifat dari logam tersebut. Salah satu yang dapat dianalisa dari struktur mikro adalah ukuran butir dari logam. Ukuran butir ini mempengaruhi kekerasan logam.

Ukuran butir dari logam dapat diketahui dengan menghitung diameter butirnya. Untuk menentukan ukuran butir suatu logam dapat dipergunakan beberapa metode, antara lain adalah :

1. Metode Intercept Heyn.

2. Metode Intercept Snyder-Graff. 3. Metode Planimetric (Metode Jeffries).

2.7.1 Metode Intercept Heyn

Metode Intercept Heyn dapat digunakan untuk skala yang lebih besar dengan keakuratan yang cukup tinggi. Metode Intercept dapat digunakan dalam prediksi ukuran-ukuran butiran dalam fraksi yang lebih akurat.

Metode Intercept sangat ideal dalam mengukur butiran yang non equiaxed (butir yang memiliki potongan tidak sama) dan jumlah potongan yang ada per unit panjang NL berhubungan secara langsung dengan daerah permukaan per unit volume SV dari batas butirnya. SV adalah permukaan atau area dibagi dengan total-total tes panjang garis dimana SV = 2 NL. Metode ini seperti pada gambar 2.8.


(43)

Gambar 2.8 Menghitung Diameter Butir dengan Metode Intercept Heyn (Vander, 1984)

Besar G dihitung dengan rumus :

(2.1) 95

2 3

0, ,

N log = G A dengan : (2.2) A + / n = NA 1 2

dimana : n = butiran yang terpotong. A = luas lingkaran

G = grain size (ukuran butir)

Nilai G dapat juga dapat diketahui dari tabel data grain size berdasarkan standar ASTM E 112 pada lampiran D.


(44)

2.7.2 Metode Intercept Snyder - Graff

Snyder dan Graff (1938) mengembangkan sebuah modifikasi perhitungan. Menghitung ukuran butir fasa utama austenit yang ada dalam bahan baja perkakas dengan batas ASTM antara 9 sampai dengan 12.

Jumlah butir untuk setiap luasan mengalami perubahan lebih kurang sekitar 10 butiran dan panjangnya mengalami pengurangan ukuran antara 14,1 sampai dengan 5

m sebaliknya jumlah butir hanya 3 skala.

Gambar 2.9 Menghitung Diameter Butir dengan Metode Snyder-Graff (Vander, 1984)


(45)

Snyder dan Graff menemukan bahwa dengan menambah konsentrasi etsa kira-kira 10 % HCl dalam konsentrasi 3% akan memberikan gambar mikrostruktur yang lebih baik. Dengan perbesaran yang dilakukan adalah magnifikasi 1000 kali mengunakan Intercept Linier. Butir yang cukup halus akan mudah dihitung dengan metode ini dimana S – 6 merupakan perhitungan jumlah Intercept yangn dilakukan Snyder – Graff.

Untuk mengkonversikan jumlah perhitungan Intercept yang dilakukan Snyder – Graff pada panjang potongan maka dilakukan perkalian dengan faktor 7.874 yang selanjutya akan memberikan nilai NL sebagai jumlah potongan yang ada per

milimeter atau mengalikan dengan faktor 200 yang menghasilkan nilai NL sebagai

jumlah potongan yang ada per inci. Nilai G dapat ditentukan dari L3 dengan

menggunakan persamaan (2.3) dalam satuan millimeter.

(2.3) 928 . 3 } log 6454 . 6

{− 3

= I G dengan : (2.4) n lingkaran Keliling • bainit % = bainit L3

dengan : n = jumlah butir yang terpotong

3

L = intercept linear rata-rata G = grain size (ukuran butir)


(46)

2.7.3 Metode Planimetric ( Metode Jeffries )

Metode Planimetric dikembangkan oleh Jeffries yang telah digunakan cukup lama dan sederhana untuk menentukan jumlah butir persatuan luas pada bagian bidang yang dapat dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E112. Metode Jeffries lebih sederhana penggunaannya jika dibandingkan dengan metode-metode lainnya (Vander, 1984, hal 445).

Dalam penggunaan metode Jeffries dapat dilakukan dengan menggambar sebuah lingkaran pada gambar struktur mikro yang akan dianalisa. Jumlah butir yang utuh didalam daerah lingkaran disebut dengan n1 dan jumlah butir yang berpotongan

dengan garis lingkaran disebut dengan n2. Struktur mikro yang dianalisa dengan

metode Jeffries, dapat dilihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Menghitung Diameter Butir dengan Metode Planimetric (Jeffries) (Vander, 1984)


(47)

Persamaan-persamaan yang berhubungan dalam perhitungan ukuran butir dengan metode Jeffries tersebut sebagai berikut ( Vander, 1984. hal. 445 ).

Jumlah butir per milli meter persegi (Na) dihitung dengan persamaan (2.5):

Na = f

(

n1+ ⎟

⎠ ⎞

2

2

n

Dari persamaan diatas, nilai f (faktor Jeffries) dapat dihitung dengan persamaan: (2.5) (2.6) f = A M2

Luas butir rata-rata A dapat ditentukan dengan persamaan

(2.7) A (mm2) = (A)=

) (

1 Na

Diameter butir rata-rata dapat dihitung dengan mensubsitusi nilai dari persamaan (2.7) kepersamaan berikut :

d(mm) = (A)1/2 =

2 1 ) ( 1 Na

Sebagai pembanding diameter butir dari struktur mikro dapat dilihat berdasarkan standar ASTM pada lampiran D, dengan terlebih dahulu menghitung ukuran butir (G) dengan persamaan (2.9) atau persamaan (2.10).

(2.8) (2.10) (2.9) G = 2 log logNA

- 2.95


(48)

2.8 Analisa Struktur Mikro

Pemilihah bahan baku baja ditentukan oleh faktor komposisi unsur, sifat makanik, sifat fisis, dan struktur mikro dari baja sebagai penentu fungsi dan ketahanan baja tersebut. Penganalisaan struktur mikro yang dilakukan pada benda uji berguna untuk mengetahui struktur mikro dari baja mangan dengan pengujian mikroskop optik.

2.8.1 Mikroskop Optik

Mikroskop optik merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengamati struktur mikro dari suatu bahan. Pada prinsipnya mikroskop optik atau mikroskop cahaya terdiri dari tiga bagian, yaitu :

a . Cermin, untuk memantulkan permukaan logam b. Lensa objektif, yang mempunyai daya pisah

c. Lensa mata, lensa okuler untuk memperbesar bayangan yang terbentuk oleh lensa objektif.

Berkas horizontal cahaya dari sumber cahaya dipantulkan dengan memakai reflektor kemudian melalui lensa objektif sinar diterusksn ke atas permukaan sampel. Beberapa cahaya yang dipantulkan dari permukaan sampel akan diperbesar melalui lensa objektif, dan kembali melalui bidang reflektor. Bayangan benda uji akan diperbesar oleh lensa okuler. Kekuatan pembesaran awal dari lensa objektif dan okuler biasanya digambarkan pada puncak lensa yang terhubung dengan komputer ketika mengambil foto struktur mikro didapat hasil yang presisi.


(49)

Namun sebelum dilakukan pengamatan mikrokop, pada benda uji dilakukan proses pemolesan etsa sehingga didapat gambaran ukuran butir, keteraturan dan ketidakteraturan butir sehingga didapat hasil yang maksimal.


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 `Diagram Alir Penelitian

Tanpa Perlakuan Perlakuan Panas 1200 oC

Perlakuan Panas Kembali 450 oC

Intercept Heyn

Pendinginan Udara (Air Cooling)

15 Menit 30 Menit 45 Menit 60 Menit Pendinginan air

(Water Cooling)

Observasi Metalografi

Intercept Snyder-Graff Intercept Planimetric Analisa Data

Kesimpulan Sampel (Fe Mn)


(51)

3.2 Bahan-Bahan

1. Baja Mangan Hadfield AISI 3401. 2 Larutan Alumina. 3. Larutan Etsa ( HNO3 + Ethanol ). 4. Alkohol 96 %.

5. Kertas Pasir (100, 350, 600, 800, 1000, 1500, 2000) mesh. 6. Kain Beludru. 7. Air ( Aquades ).

3.3 Alat-Alat

1. Mesin potong sampel.

2. Tungku pemanas ( Furnace ) Vectar VHT – 3.

3. Optical microscopy ( Epiplan Hdlenz, Carl Zeiss, 220 V– 60 Hz, 80 VA ). 4. Mesin Poles ( polisher ).

5. Penjepit sampel.

6. Pengering (Specimen dryer). 7. Spektrometer.

8. Software Image Analyzer.

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Preparasi Sampel

Sampel yang digunakan adalah baja mangan Hadfield Fe – Mn pabrikasi. Dengan perrbandingan komposisi % berat panduan mangan dan karbon 10:1. Baja mangan tersebut termasuk dalam golongan baja paduan.


(52)

Spesimen test untuk penelitian metallografik dipotong dan dipreparasi dari plat-plat di atas, yang mempunyai ukuran 1 × 2 × 2,5 cm dengan mesin pemotong presisi untuk menghindari perubahan transformasi fasa.

1 cm

2 cm

2,5 cm

Gambar 3.2 Bentuk dan Ukuran Benda Uji 3.4.2 Karakterisasi Sampel

Karakterisasi sampel yang dilakukan adalah pengujian struktur mikro. Pengujian Mikroskopik dari suatu material dilakukan setelah sampel di heat treatment, queunching, re-heattreatment, heat treatment kemudian material dihaluskan permukaannya dengan mesin polishing dan dietsa dengan bantuan larutan kimia yang dapat menentukan ukuran butir (grain size), difoto dengan foto elektron, struktur mikro dianalisa diameter butirnya. Fasa terbentuk dari alloy yang disebabkan migrasi persifitat kebatas butir.

Setelah semua benda uji selesai dipreparasi, kemudian dilakukan perlakuan panas yang terbagi atas 2 tahap :


(53)

1. Proses Anilisasi

Benda uji yang telah dipreparasi diolah-panas pada temperatur 1050°C selama 1 jam pada tungku listrik PID pengolah-panas jenis Vectar VHT-3, kemudian semua benda uji didinginkan dengan cara dicelup cepat (quench) ke dalam air (Gambar 3.3) sehingga benda uji akan menjadi keras dengan struktur mikro yang lebih teratur.

T

em

pe

ra

tu

r ( C

)

Waktu Penahanan

Laju Pendinginan Laju Pemanasan

Waktu (menit)

Gambar 3.3 Proses Heat Treatment Pendinginan Cepat (Water Quenching)

2. Proses Pemanasan Kembali (Re-Heat Treatment)

Sebagai pengolahan kedua, sampel diolah-panas kembali pada temperatur yang berbeda dengan waktu yang bervariasi. Temperatur yang dipilih untuk pengolahan-panas kembali sampel adalah dari 450°C sampai 600°C dengan tahapan peningkatan 50°C dengan waktu pemanasan yang bervariasi. Temperatur prediksi ini didasarkan pada diagram fase Fe-Mn. Setelah pemanasan dengan waktu penahanan yang bervariasi (30 menit dan 60 menit), kemudian pendinginan sampel dibedakan medianya, didinginkan dengan udara (air cooling). Grafiknya pada gambar 3.4 .


(54)

Laju Pendinginan

T

em

pe

ra

tu

r ( C

)

Waktu Penahanan

Laju Pemanasan

Waktu (menit)

Gambar 3.4 Proses Reheat Treatment Pendinginan Lambat (Air Cooling)

3.4.3 Pengujian Mikrostruktur

Proses kerja, sampel digerinda dalam mesin pemoles dengan menggunakan kertas ampelas dari 100, 350, 600, 800, 1000, 1500 hingga 2000 mesh. Untuk sebagian besar operasi, dengan laju rotasi 450 putaran/menit. Setelah penggerindaan selesai pada kertas ampelas 2000 mesh, Sampel dipoles dengan menggunakan pasta alumina 1 μm untuk memperoleh permukaan mirip cermin, dan kemudian sampel dibersihkan dengan menggunakan mesin pembersih ultrasonik, Branson 1210, Model B1210E-MT 47 KHz, 230 Volt. Etsaan dengan menggunakan alat etsa adalah seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3.1.

Sampel dietsa dengan alat etsa standar dalam urutan larutan A, B, C. dan kemudian dipoles kembali untuk menghilangkan semua berkas alat etsa.


(55)

Tabel 3.1 Jenis Larutan dengan Komposisinya

Jenis larutan Komposi

Larutan A 100 ml alkohol 3 ml HNO3

Larutan B 90 ml ethanol 10 ml HCl Larutan C 100 ml ethanol 2 ml NH4OH

Penentuan sifat-sifat mikro struktur dilanjutkan dengan alat mikroskop analisator bayangan optik (Epiplan Hdlenz, Carl Zeiss, 220 V – 60 Hz, 80 VA) dengan pembesaran 200X.


(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Komposisi

Material dasar yang digunakan dalam penelitian komposisi paduan baja mangan Hadfield yang digunakan dengan alat spektrometer maka diperoleh komposisi kimia.

Tabel 4.1 Komposisi Kimia Bahan dalam % Wt

Komposisi Standara Modifikasib % C 1,0 - 1,2 1,059 % Mn 11,0 - 14,0 11,34

% Si - 0,3694 % Ni - 0,1345 % Cr - 0,1362

a. Baja Hadfield standar secara teoritis (Lampiran B)

b. Komposisi analisa aktual dengan Spektrometer (Lampiran C)

Dari hasil uji komposisi dimana 1,2 wt % karbon dan 11,34 wt % mangan menunjukan material yang diteliti adalah baja mangan Hadfield AISI 3401 dipanaskan sampai dengan temperatur 1200°C, dengan waktu penahanan 60 menit, kemudian dilakukan pendinginan air (water quenching) sampai temperatur kamar, selanjutnya baja mangan Hadfield dipanaskan kembali (re-heat treatment) dari


(57)

temperatur sampai 450 °C dan waktu penahanan panas selama 15, menit, 45 menit, dan 60 menit. Diturunkan temperaturnya dengan proses pendinginan udara (air cooling) dan diperoleh gambar mikrostruktur baja mangan Hadfield.

4.2 Uji Simulasi Mikrostruktur

a. Gambar 4.1 merupakan mikro struktur baja mangan Hadfield tanpa perlakuan tersaji seperti gambar dibawah ini.

Gambar 4.1 Mikro Struktur Baja Mangan Hadfield Tanpa Perlakuan, Perbesaran 100 Kali

Gambar 4.1 memperlihatkan butir-butir fasa austenit baja mangan Hadfiled dengan perbesaran optik, pada mikro struktur tampak beberapa warna, warna putih adalah fasa austenit. Warna hitam adalah fasa ferrit. Bintik-bintik hitam adalah banyaknya endapan yang terbentuk pada afasa austenit dengan pemanasan akan membentuk twin-twin fasa austenit.


(58)

b. Dari Gambar (4.2) mikrostruktur baja mangan Hadfield AISI 3401 untuk temperatur 450 °C dengan waktu penahanan selama 15 menit yang diikuti dengan kondisi pendinginan udara dan diameter butir sebesar 65 μm.

Gambar 4.2 Mikrostruktur Baja Mangan Hadfield AISI3401 pada Temperatur 450 °C dan Waktu Penahanan Selama 15 Menit, Perbesaran 100 Kali


(59)

c. Dari Gambar 4.3 mikrostruktur baja mangan Hadfield AISI 3401 untuk temperatur 450 °C dengan waktu penahanan selama 30 menit yang diikuti dengan kondisi pendinginan udara dan diameter butir sebesar 68 μm.

Gambar 4.3 Mikrostruktur Baja Mangan Hadfield AISI3401 pada Temperatur 450 °C dan Waktu Penahanan 30 Menit, Perbesaran 100 Kali


(60)

d. Dari Gambar 4.4 mikrostruktur baja mangan Hadfield AISI 3401 untuk temperatur 450 °C dengan waktu penahanan selama 45 menit yang diikuti dengan kondisi pendinginan udara dan diameter butir sebesar 75 μm.

Gambar 4.4 Mikrostruktur Baja Mangan Hadfield AISI3401 pada Temperatur 450 °C dan Waktu Penahanan 45 Menit, Perbesaran 100 Kali


(61)

e. Dari hasil Gambar 4.5 mikrostruktur baja mangan Hadfield AISI 3401 untuk temperatur 450 °C dengan waktu penahanan selama 60 menit yang diikuti dengan kondisi pendinginan udara dan diameter butir sebesar 75,5 μm.

Gambar 4.5 Mikrostruktur Baja Mangan Hadfield AISI3401 pada Temperatur 450 °C dan Waktu Penahanan 60 Menit, Perbesaran 100 Kali

Dari Gambar 4.5 kondisi ini dengan pembesaran optik, pada mikrostruktur tampak beberapa warna, warna biru adalah warna yang mendominasi dalam mikrostruktur dan merupakan fasa austenit. Garis warna putih adalah banyaknya endapan terbentuk pada batas butir dan garis putus-putus (fasa ferrit) menunjukkan bahwa akan lebih banyak endapan terbentuk pada batas butir, ditengah warna putih


(62)

ada warna hitam dan merupakan fasa ferit yang diperkaya dengan Karbida (Fe3 C)

dengan selang waktu penahanan yang lebih lama, diprediksi akan terjadi presipitat berimigrasi kebatas butir dan karbida akan berada pada batas butir membentuk accicular.

4.3 Perhitungan dan Grafik

4.3.1 Hasil Perhitungan Diameter Butir dengan Metode Intercept Heyn

Hasil perhitungan diameter butir pada suhu 450 oC dengan metode Intercept Heyn ditabelkan pada tabel 4.2 .

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Diameter Butir dengan Metode Intercept Heyn

No Suhu Waktu (menit) n

A

(mm2) NA Gexp GASTM dexp dASTM 1 15 250 251 5,047 5,043 63,0 65

2 30 230 230,89 4,88 4,88 67.1 65 3 45 187 188,09 4,63 4,58 72,2 75 4

450

60 166 0,0524


(63)

4.3.2 Hasil Perhitungan Diameter Butir dengan Metode Snyder-Graff

Hasil perhitungan diameter butir pada suhu 450 oCdengan metode Snyder-Graff ditabelkan pada tabel 4.3 .

No Suhu (oC)

Waktu

(menit) ( m)

Gexp

( m) GASTM dexp dASTM

1 15 0,056 5,02 5,043 63,2 65

2 30 0,058 4,92 4,88 65,1 65 3 45 187 4,56 4,58 73,3 75 4

450

60 166 4,44 4,44 76,0 75 L3

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Diameter Butir dengan Metode Snyder-Graff

4.3.3 Hasil Perhitungan Diameter Butir dengan Metode Planimetric (Jeffries) Hasil perhitungan diameter butir dengan metode Planimetric (Jeffries) ditabelkan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Diameter Butir dengan Metode Planimetric(Jeffries)

No Suhu Waktu

(menit) n1 n2 M NA GASTM dexp dASTM

1 15 36 27 252,5 5,04 64,3 65 2 30 23 23 229,5 4,88 65,4 65 3 45 19 19 186,2 4,58 74,5 75 4

450

60 18 18 100 kali

168,3 4,44 75,5 75

Dari ketiga tabel, metode Planimetric (Jeffries) relatif lebih baik dibanding dengan menggunakan metode Snyder-Graff dan metode Intercep Heyn.


(64)

Berikut adalah grafik ketiga metode counting (Gambar 4.6).

60

Hasil eksperimen dengan menggunakan metode metode Snyder-Graff relatif mendekati dengan metode Planimetric (Jeffries) (Gambar 4.6), tetapi dengan waktu penahanan sekitar 55 menit, hasil pengukuran menunjukkan adanya kesamaan pengkuran. Pada waktu penahanan yang lebih singkat, hasil pengukuran menunjukkan adanya penyimpangan. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh paduan (alloy) dan masa inkubasinya belum terjadi sehingga diameter butirnya belum terlihat dengan jelas.

Gambar 4.6 Grafik Diameter Butir Metode Intercep Heyn, Snyder-Graff, dan Jeffries terhadap Waktu Penahanan

62 64 66 68 70 72 74 76 78

15 20 25 30 35 40 45 50 55

Diameter Butir (mikrometer)

Wa k tu T a ha n (m en it ) X Intercep Heyn Snyder-Graff X Jeffries


(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu tahan mempengaruhi ukuran butir (grain size).

2. Dari ketiga metode perhitungan (counting method) yaitu Intercept Heyn, Snyder-Graff dan Jeffries ternyata metode Jeffries menunjukkan hasil yang relatif lebih mendekati dengan nilai standar ASTM (Tabel 4.2, Tabel 4.3, Tabel 4.4).

5.2 Saran

1. Penelitian lanjutan dapat dilakukan pada suhu berbeda dengan variasi waktu tahan berbeda pula.

2. Penelitian ini juga dapat dilanjutkan dengan menggunakan metode lainnya, misalnya metode perbandingan dengan bagan standar, metode distribusi ukuran butir ataupun metode ukuran butir fraktur.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, W,O, 1991. Dasar Metalugry untuk Rekayasawan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Amanto, Hari, dan Daryanto. 1999. Ilmu Bahan, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Amstead, B.H, 1993. Teknologi Mekanik. Terjemahan Ir. Sriati Djaprie. Edisi ke 7. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Badesia HKDH, 2001, Bainit in Steel, 10 M Communication Second Edition.

Beumer, B.J. M. 1980. Pengetahuan Bahan. Terjemahan B.S. Anwil Matondang. Jilid III. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.

Brady, G.S. and Henry R. Clauser, 1981. Material Hand Book, Mc. GrawHill Book Company New York.

Budinski, Kenneth G. 1996. Engineering Materials. Properties and Selection. Fifth Edition. New Jersey Colombus, Ohio: Prentice Hall Upper Saddle Rivers. Clark D.S. and Varney W.R, 1962 Metallurgy for Engineers, 2’d ed.p.205 228, 462.1. Dieter, G.e. 1996. Metalurgi Mekanik. Edisi Ke-3. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Fadhila. R, A.G. Jaharah, M.Z. Omar, C.H. Che Haron, and C.H. Azhari, A. 2005, Microstructural Mapping of Austenitic Manganese Steel-3401 in RapidCooling, Journal of Solid State Science and Technology Letters, vol. 12, p 143-148. Herman W. Pollack, 1981. Material Science and Metallurgy, Reston Publish. Coy.

Virginia.

James. S, 1996. Introduction to Materials Science for Engineers, fourth edition, Prentice Hall International Inc.

Jonh. V, 1984 Testing of Materials, Mc. Millan, New York.


(67)

Smith. R.W, A. DeMonte, W.B.F. Mackay, 2004. Development Of High-Manganese Steels For Heavy Duty Cast-To-Shape Applications, Journal of Material Processing Technology 153-154, 589-595.

Suherman. W, 1987. Pengetahuan Bahan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Surdia, Tata. MS. Dan Saito, Shinroku. 2005. Pengetahuan Bahan Tehnik. Cetakan ke-6. PT. Prandnya Paramita, Jakarta.

Thong J.L.T. 1998. The Environment SEM, Jurnal Mikroskopik dan Mikroanalisis, Vol.1(2).

Thorton, P.A., Vito J. Colangelo. 1985. Fundamentals of Enginering Materials. New Jersey, Prentice Hall International, Inc.

Van Vlack, LH, 1985. Element of Materials Science and Engineering, fifth ed. Addison-Wesley Publishing Company, USA.

Vander Voort G.F, 1984. Metallography Principle and Practice, McGrawHill. P.215,632.


(68)

LAMPIRAN A Contoh Perhitungan A1. Metode Intercept Heyn

Contoh perhitungan dengan menggunakan Metode Intercept Heyn. Pada temperatur 450 oC dengan waktu penahanan 60 menit :

Banyaknya n = 166

n adalah banyaknya jumlah graind dalam lingkaran dengan jari-jari r = 0,4 mm. Luas lingkaran = r2

= 3,14 . 0,42 mm2 = 0,5024 mm2 Jumlah butir per mm2

A + / n =

NA 2 1

5024 0 1 2 166 , + / = NA

= 167,2

2,95 -0,3 N log =

Gexp A

2,95 -0,3 167,2 log = Gexp

= 7,410 – 2,95 = 4,46

A exp N = d 1 2 167 1 , = dexp mm , =

dexp 00771


(69)

A2. Metode Planimetric (Jeffries)

Contoh perhitungan dengan menggunakan Metode Planimetric (Jeffries). Pada temperatur 450 oC dengan waktu penahanan 30 menit :

Pertama-tama menentukan n2 yang terpotong (jumlah butir yang berpotongan

dengan garis lingkaran) dan n1 yang penuh (jumlah butir butir yang berisi penuh) dari

daerah lingkaran yang diamati.

A M = f

2

Kemudian menghitung faktor Jeffry dengan persamaan : dimana : f = faktor Jeffry

M = magnifikasi A = luas lingkaran

) N ( = A a 1 Luas butir rata-rata

Maka : A M = f 2 2 2 r M = f 3 1964 1002 , = f = 5,1

NA = f (n1 + )

= 5,1 ( 33 + ) A M2

2 23

= 229,5

A

N = d 1 Lalu menghitung diameter butirnya :

5 229 1 , = d m , = d 654


(70)

A3. Mikro Struktur dengan 4 Lingkaran Pintasan dengan Waktu Tahan 15 menit pada Temperatur 450 oC


(71)

A3. Mikro Struktur dengan 4 Lingkaran Pintasan dengan Waktu Tahan 30 menit pada Temperatur 450 oC


(72)

A3. Mikro Struktur dengan 4 Lingkaran Pintasan dengan Waktu Tahan 45 menit pada Temperatur 450 oC


(73)

A3. Mikro Struktur dengan 4 Lingkaran Pintasan dengan Waktu Tahan 60 menit pada Temperatur 450 oC


(74)

(75)

LAMPIRAN C Material Balance Analyses

Material Balance Analyses

By assuming that Carbon content is nearly to : 1.059 % Wt Total weight element is 100% - 1.059 % = 98,941 %

Data from spectrometer analyses

No. Elements

1 Fe 86.58

2 Mn 11.34

3 C 1.059

4 Si 0.3694

5 Cr 0.1362

6 Zn -


(76)

(1)

A3. Mikro Struktur dengan 4 Lingkaran Pintasan dengan Waktu Tahan 30

menit pada Temperatur 450

o

C

Sukmawati : Perbandingan Fraksi Baja Mangan Dengan Beberapa Counting Methods, 2008 USU Repository © 2008


(2)

A3. Mikro Struktur dengan 4 Lingkaran Pintasan dengan Waktu Tahan 45

menit pada Temperatur 450

o

C


(3)

A3. Mikro Struktur dengan 4 Lingkaran Pintasan dengan Waktu Tahan 60

menit pada Temperatur 450

o

C

Sukmawati : Perbandingan Fraksi Baja Mangan Dengan Beberapa Counting Methods, 2008 USU Repository © 2008


(4)

(5)

LAMPIRAN C Material Balance Analyses

Material Balance Analyses

By assuming that Carbon content is nearly to :

1.059 % Wt

Total weight element is

100% - 1.059 % = 98,941 %

Data from spectrometer analyses

No. Elements

1 Fe

86.58

2 Mn

11.34

3 C

1.059

4 Si

0.3694

5 Cr

0.1362

6 Zn

-

7 S

0.0133

Sukmawati : Perbandingan Fraksi Baja Mangan Dengan Beberapa Counting Methods, 2008 USU Repository © 2008


(6)