Ekspor dan Impor Perdagangan Internasional

Mengekspor berarti menjual barang produksi dalam negeri ke luar negeri. Hal ini berarti produsen dalam negeri menyediakan kebutuhan konsumen luar negeri. Ekspor dalam jumlah besar membutuhkan pemeriksaan dokumen oleh bea cukai. Pemeriksaan ini dilakukan baik di negara asal maupun negara tujuan. Transaksi jual beli kecil-kecilan tidak melalui prosedur ini. Namun kegiatan ini tetap diwaspadai untuk menghindari masuknya barang-barang terlarang. Sumber: google image dan Wikipedia Gambar No.29. Kiri Suasana bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok; Kanan Tanker pengangkut gas alam sedang memuat gas alam dari tangki raksasa. Impor adalah kebalikan dari ekspor. Impor berarti membeli barang dari negara lain. Impor barang dengan jumlah besar juga harus melalui pemeriksaan dokumen oleh bea cukai. Banyaknya impor dipengaruhi dua hal. Pertama, besar kecilnya kebutuhan dalam negeri. Semakin kebutuhannya tinggi, volume impor akan meningkat. Kedua, nilai tukar mata uang dalam negeri. Jika nilai tukar naik, maka harga barang impor akan lebih murah. Hal ini menyebabkan volume impor naik. Proses sebaliknya terjadi pada ekspor. Bila kebutuhan dan nilai tukar luar negeri naik, ekspor akan naik. Indonesia mempunyai sumber daya alam yang besar. Diantaranya minyak, gas alam, timah, tembaga dan emas. Hasil pertanian yang utama kita termasuk kelapa sawit, beras, teh, kopi, rempah-rempah dan karet. Indonesia memiliki cadangan gas alam no.9 dunia, yaitu 76 miliar m 3 . Berbagai komoditas tersebut yang produksinya melebihi kebutuhan dalam negeri kita ekspor. Pasar utama ekspor produk Indonesia adalah Jepang, AS, China, dan Singapura. Indonesia memang penghasil minyak mentah. Namun sekaligus Indonesia juga pengimpor minyak yang sudah diolah. Hal ini disebabkan fasilitas pengolahan minyak kita masih kurang. Padahal konsumsinya dalam negeri sangat besar. Konsumsinya lebih besar dibandingkan produksinya. Untuk menutup kekurangannya, dilakukan impor. Di samping mengimpor minyak, kita juga mengimpor komoditas lain yang belum bisa dipenuhi oleh produsen dalam negeri. Komoditas impor tersebut diantaranya mesin-mesin, sarana transportasi, elektronika, dan bahan baku industri kimia. Pemasok kebutuhan utama impor Indonesia adalah Jepang, China, dan Singapura.

4. Instrumen Mengendalikan Harga

Perdagangan internasional yang dilakukan Indonesia adalah untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Untuk kepentingan ini harga-harga barang kebutuhan harus terjangkau oleh seluruh rakyat. Di samping itu, daya beli masyarakat harus ditingkatkan. Harga murah belum tentu bisa dijangkau oleh rakyat yang daya belinya rendah. Di era globalisasi kita tidak bisa lepas dari kondisi global. Situasi perekonomian global, sangat mempengaruhi situasi perekonomian Indonesia. Misalnya harga minyak goreng. Bila harganya di pasar internasional naik, maka harga dalam negeri pun naik. Mengapa? Minyak goreng berbahan mentah kelapa sawit. Untuk menjadi bahan baku, buah kelapa sawit dibuat crude palm oil CPO. Caranya, buah kelapa sawit diperas dengan menggunakan mesin. Minyak yang keluar dari hasil perasan inilah yang disebut CPO. Indonesia adalah penghasil kelapa sawit yang besar. Namun pengusaha CPO dan petani kelapa sawit lebih senang mengekspornya. Harganya lebih tinggi dibandingkan dengan bila dijual di dalam negeri. Karena persediaan dalam negeri menipis, maka harganya pun ikut tinggi. Dalam situasi seperti ini peran pemerintah diperlukan untuk mengendalikan harga. Ada beberapa cara untuk mengendalikan harga barang kebutuhan konsumsi dalam negeri. Namun kadang-kadang cara tersebut kurang efektif. Cara tersebut antara lain tarif, subsidi, operasi pasar, dan mengubah pola konsumsi.

a. Tarif

Tarif adalah pajak ekspor atau impor. Tarif merupakan pajak yang dikenakan terhadap barang tertentu yang diekspor atau diimpor. Pajak ekspor dan pajak impor diberlakukan dengan tujuan yang berbeda. Pajak ekspor biasanya dikenakan terhadap produksi dalam negeri yang harganya di pasar internasional tinggi. Contohnya adalah seperti kasus di atas, yaitu minyak goreng.. Apabila dikenakan pajak, keuntungan mengekspor CPO akan berkurang. Para pengusaha akan menjual minyak gorengnya di dalam negeri. Selisih harga ekspor dan impor tidak seberapa. Pajak impor diberlakukan ketika komoditas dalam negeri harganya jatuh. Misalnya pada suatu ketika panen padi di Indonesia melimpah. Karena masa panennya bersamaan, maka harga gabah turun. Meskipun panen melimpah, kebutuhan dalam negeri belum tercukupi. Untuk mencukupi kekurangan itu, Indonesia harus mengimpor beras. Pada saat itu, harga beras di pasaran internasional rendah. Jika impor beras ini tidak dikenakan tarif, maka harga beras dalam negeri akan semakin jatuh. Jika harga beras rendah, maka para petani tidak mau menanam padi karena akan mengalami kerugian. Penentuan besarnya tarif harus optimal. Jika terlalu tinggi, harga jual dalam negeri akan meningkat. Rakyat yang miskin tidak akan mampu membeli beras.

b. Subsidi

Cara lain untuk mengendalikan harga dalam negeri adalah dengan subsidi. Subsidi bisa bersifat langsung atau tidak langsung. Contoh subsidi langsung adalah untuk bahan bakar minyak BBM. Contoh Subsidi tidak langsung adalah untuk mengendalikan harga komoditas pertanian. Berikut ini contoh pertama. Harga BBM di pasaran dunia sangat tinggi. Harganya di dalam negeri pun seharusnya ikut naik, karena kita mengimpor BBM. Jika demikian yang terjadi, akan muncul akibat berantai. Harga kebutuhan pokok naik karena dalam produksi maupun distribusinya membutuhkan BBM. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah memberikan subsidi BBM. Misalnya, harga bensin di pasar dunia 10.000 rupiah per liter. Berdasarkan perhitungan, kemampuan rakyat Indonesia untuk membeli bensin 6.000 rupiah per liter. Harga dalam negeri ini ditentukan oleh pemerintah sebagai patokan bagi stasiun pompa bensin dalam melayani konsumen. Sisanya yang 4.000 rupiah per liter ditanggung oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Misalnya kebutuhan masyarakat Indonesia untuk bensin 5 milyar liter setahun. Maka pemerintah memasukkan subsidi bensin ke pos pengeluaran sebesar 5 milyar kali 4.000 rupiah atau 20 triliun rupiah dalam APBN.