Tinjauan Hukum Terhadap Mekanisme Pelaksanaan Pengawasan Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia (Study Kejati Sumatera Utara)
TINJAUAN HUKUM TERHADAP MEKANISME PELAKSANAAN PENGAWASAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
( STUDI KEJATI SUMATERA UTARA )
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi syarat-syarat untuk mencapai
Gelar Sarjana Hukum
AULIA SAKTI PASARIBU
NIM : 050200347
Departement : Hukum Administrasi Negara
Program Kekhususan : Hukum Administrasi Negara
Ketua Bagian Departemen
NIP. 195409121984031001
(Dr. PENDASTAREN TARIGAN, SH., MS)
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
(Dr. PENDASTAREN TARIGAN, SH., MS) (
NIP. 195409121984031001 NIP. 196002141987032002
SURIANINGSIH, SH., M.Hum)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
TINJAUAN HUKUM TERHADAP MEKANISME PELAKSANAAN PENGAWASAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
( STUDI KEJATI SUMATERA UTARA )
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi syarat-syarat untuk mencapai
Gelar Sarjana Huku m
AULIA SAKTI PASARIBU
NIM : 050200347
Departement : Hukum Administrasi Negara
Program Kekhususan : Hukum Administrasi Negara
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
* Aulia Sakti Pasaribu
** Dr. Pandastaren Tarigan, SH, MS *** Surianingsih, SH, M.Hum
ABSTRAKSI
Penelitian yang berjudul ”Tinjauan Hukum Terhadap Mekanisme Pelaksanaan
Pengawasan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia (Study KEJATI SUMATERA UTARA) yang bertujuan antara lain pertama, untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk pengawasan dalam lingkungan Kejaksaan. Kedua,
untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengawasan Pegawai Negeri Sipil dan segala
hambatannya dilingkungan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Medan.
Untuk mencapai tujuan tersebut penulis menggunakan metode penelitian dengan
tahapan yang pertama Penelitian Pustaka (Library Research), kedua menggunakan teknik
Penelitian Lapangan (Field Reseach).
Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, diperlukan
adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Apartur Negara, Abdi Negara dan Abdi
Masyarakat yang penuh rasa tanggungjawab dalam melaksanakan tugas pemerintah yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk menciptakan pemerintah
yang baik, bersih dan bebas dari unsur KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), kedisiplinan
Pegawai Negeri Sipil merupakan hal yang penting dan perlu mendapatkan perhatian yang
cukup dalam pelaksanaannya.
---
* Penulis / 050200374 ** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II
(4)
KATA PENGANTAR
Dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati penulis panjatkan puji dan
syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia -Nya, sehingga dengan segala usaha dan kemampuan yang ada penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul “Tinjauan Hukum Terhadap Mekanisme Pelaksanaan Pengawasan
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan R.I (Studi di KEJATI SUMUT)”
.Penulisan ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara.
Dalam pembuatan skripsi ini penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan, tetapi penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang baik dan terarah sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Penulis juga berterima kasih untuk bantuan beberapa pihak sehingga pembuatan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf jajarannya.
2. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum USU dan selaku Dosen
Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan kritik kepada penulis selama menyusun skripsi ini.
3. Ibu SURIANINGSIH, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Dosen Wali Penulis yang telah banyak memberikan bimbingan selama penulis menimba ilmu di Fakultas Hukum USU.
4. Bapak Iskandar Muda Siregar selaku pembimbing dalam melaksanakan reseach di Kejaksaan tinggi Sumatera Utara.
5. Bapak Asnawir Batubara, SH selaku Jaksa Utama Pratama yang telah memberikan persetujuan untuk melaksanakan reseach di kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
(5)
6. Seluruh Staff Dosen Pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang berguna dalam penyusunan Skripsi ini.
7. Kedua Orang Tua tercinta yang telah membimbing dan membesarkan dengan penuh
kasih sayang.
8. Kedua adik saya yang telah memberikan support.
9. Untuk Diah Orang yang telah memberikan warna dalam kehidupan penulis dan memberikan support dan kasihnya.
10.Sahabat senasib dan seperjuangan di Fakultas Hukum USU Khususnya Joe, Kuteng,
Sahat, Hendri, Wira, Yudi, Josef, Adi Wijaya, Dema, Romi, Petruz, Firman, Erico, Rikki, Berhan, Doan, Pokemon, Indra, Ega, Tri, Botol, Gatot, Rendi, Reza, B’Adi, B’Rifki, B’Rahman, B’Chino, B’Iqbal, B’Tema, B’Oki, B’Ismud, B’Muda, B’Madan, Wak Min, K’Yus dan semua teman-teman yang tidak bisa di sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini penuh dengan kekurangan dan kesalahan.
Namun penulis berharap Skripsi ini dapat bermanfaat. Untuk itu penulis dengan senang hati akan menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun dan berguna bagi penulis di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis hanya dapat berharap semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan ampunan serta kasih sayang kepada semuanya, Amien.
Medan, Februari 2010
(6)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN……… i
ABSTRAK... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I: PENDAHULUAN……… 1
A. Latar Belakang……… 4
B. Perumusan Masalah……… 12
C. Tujuan Dan Mamfaat Penulisan………. 12
D. Keaslian Penulisan………. 13
E. Tinjauan Pustaka……… 13
1. Pengertian Hukum……… 16
2. Pengertian pengawasan……… 20
3. Pengertian Pegawai Negeri Sipil……….. 20
4. Pengertian Instansi Kejaksaan R.I. ……… 24
F. Metode Pengumpulan Data……… 26
G. Sistematika Penulisan………. 27
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN……… 29
A. Pengawasan……… 29
B. Maksud Dan Tujuan Pengawasan……….. 35
C. Jenis-Jenis Pengawasan………. 38
D. Landasan Hukum Pengawasan……….. 41
BAB III : TINJAUAN MENGENAI DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL… 45 A. Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil. ……… 45
B. Sanksi-Sanksi dalam Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil….. 55
(7)
BAB IV : MEKANISME PELAKSANAAN PENGAWASAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KEJAKSAAN REPUBLIK
INDONESIA……….. 64
A. Pengawasan dalam Lingkungan Kejaksaan... 64
B. Pelaksanan Pengawasan Terhadap Disiplin Pegawai Negeri di Lingkungan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara... 84
BAB V: PENUTUP……….. 94
A. Kesimpulan………... 94
B. Saran………. 95
(8)
* Aulia Sakti Pasaribu
** Dr. Pandastaren Tarigan, SH, MS *** Surianingsih, SH, M.Hum
ABSTRAKSI
Penelitian yang berjudul ”Tinjauan Hukum Terhadap Mekanisme Pelaksanaan
Pengawasan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia (Study KEJATI SUMATERA UTARA) yang bertujuan antara lain pertama, untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk pengawasan dalam lingkungan Kejaksaan. Kedua,
untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengawasan Pegawai Negeri Sipil dan segala
hambatannya dilingkungan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Medan.
Untuk mencapai tujuan tersebut penulis menggunakan metode penelitian dengan
tahapan yang pertama Penelitian Pustaka (Library Research), kedua menggunakan teknik
Penelitian Lapangan (Field Reseach).
Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, diperlukan
adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Apartur Negara, Abdi Negara dan Abdi
Masyarakat yang penuh rasa tanggungjawab dalam melaksanakan tugas pemerintah yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk menciptakan pemerintah
yang baik, bersih dan bebas dari unsur KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), kedisiplinan
Pegawai Negeri Sipil merupakan hal yang penting dan perlu mendapatkan perhatian yang
cukup dalam pelaksanaannya.
---
* Penulis / 050200374 ** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II
(9)
BAB I PENDAHULUAN
Negara kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan Negara Hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan Bangsa, Negara, dan Masyarakat yang tertib,
bersih, makmur dan berkeadilan, jadi dapat ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan
Negara Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat).1)
Negara dalam menjalankan kekuasaannya mempunyai alat untuk mengatur yang
disebut Pemerintah (Government) atau disebut Administrasi. Sementara itu, konsep dan
ajaran Negara Hukum, tujuan Negara adalah menyelenggarakan ketertiban Hukum, drngan
berdasarkan dan berpedoman pada Hukum. Dalam Negara Hukum segala kekuasaan dari
alat–alat pemerintahannya didasar kan atas hukum. Semua orang tanpa kecuali harus
tunduk dan taat pada hukum, hanya hukumlah yang berkuasa dalam Negara itu.
(Government not by man but by law = the rule of law).2)
Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengatur sesuatu dalam Masyarakat
baik yang mengatur tentang tugas dan wewenang dalam Aparatur Penyelenggara
Pemerintahan di seluruh jajaran Instansi Pemerintahan di Indonesia pada umumnya, tidak
terkecuali di lingkungan institusi kejaksaan Republik Indonesia pada khususnya.
Kejaksaan Republik Indonesia adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang
oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan
---
1) Penjelasan pembukaan UUD Tahun 1945
(10)
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum, wewenang berdasarkan
undang-undang.3) Kelancaran penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan nasional terutama
dari ketertiban aparatur pemerintahan yang pada pokoknya tergantung pada dedikasi
Pegawai Negeri Sipil dengan memiliki jiwa disiplin.
Hal ini diperlukan karena Pegawai Negeri Sipil sebagai penyelenggara tugas
pemerintahan dan pembangunan dalam rangka usaha mencapai tujuan Undang-Undang
Dasar 1945 yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
Melihat betapa pentingnya masalah kedisiplinan ini sehingga perlu diatur secara
tersendiri. Namun pelaksanaan kedisiplianan itu tidak akan mungkin terlaksana secara baik
apabila tidak disokong oleh pengawasan yang baik pula. Pada dasarnya pengawasan ini
adalah alat untuk merangsang, membimbing, dan mengontrol supaya dapat tercapai apa
yang kita inginkan.
Namun Indonesia tidak akan mampu menghasilkan manusia Indonesia seutuhnya
jika proses dilaksanakan dengan tidak baik dan tidak akan mengalami perkembangan yang
memadai dan yang cukup akomodatif.
Suatu kesuksesan bukan hanya terletak pada suatu manusia yang baik, tetapi juga
terletak pada pengawasannya. Karena pada tahap ini akan dikaji dan dinilai, apakah
pengawasan dilaksanakan sesuai dengan prosedurnya yang kemudian akan dirumuskan
kembali apakah pengawasan sudah relevan dengan prosedurnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini di Indonesia belum dapat
(11)
---
3). UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Bab. I Pasal 1 (1).
satunya adalah kurangnya pengawasan dan kesadaran disiplin dalam diri sendiri. Masalah
ini jika dibiarkan begitu saja akan menghantarkan Indonesia kegerbang kehancuran yang
sangat berpengaruh sekali dalam kehidupan setiap masyarakat Indonesia.
Pada dasarnya mekanisme pengawasan pada lingkungan organisasi pemerintahan
maupun non pemerintahan mempunyai kesamaan. Pedoman yang digunakan dalam
mengukur hal ini adalah peraturan perundang-undangan, rencana kerja, program kerja serta
kebijaksanaan dari organisasi tersebut.
Walaupun ada kegiatan inspeksi yang sifatnya terencana berdasarkan program kerja
ternyata sampai saat ini belum mampu memantau dengan seksama kinerja di lapangan.
Pada umumnya hanya dilakukan pemeriksaan surat-surat atau laporan pengawasan secara
tidak langsung.
Sistim pengawasan di Kejaksaan juga sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia
yang tersedia. Tidak dapat dipungkiri bahwa efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
pengawasan terkait erat dengan sumber daya manusia yang ada, baik dari sudut keahlian
maupun integritasnya.
Unsur disiplin yang disebutkan didalam pemaparan di atas adalah ketaatan dan
kepatuhan pada aturan-aturan yang telah di tetapkan ataupun kebiasaan-kebiasaan yang
berlaku yang mempunyai fungsi untuk menyelamatkan manusia itu sendiri dan seluruh
lapisan masyarakat yang terkait di dalamnya.
Dengan demikian untuk mewujudkan tata kehidupan Bangsa, Negara, dan
(12)
pengawasan, dan menjalankan peraturan-peraturan yang telah ada sesuai dengan yang telah
ditetapkan.
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini permasalahan demi permasalahan seakan tidak ada hentinya terjadi di
Negara Republik Indonesia, mulai dari perekonomian yang tidak kunjung stabil sejak paska
krisis moneter tahun 1998, sampai pada Pemerintahan yang boleh dikatakan belum juga
bangkit dari keterpurukan budaya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) yang sudah
mendarah daging di tubuh pemerintahan Indonesia sejak dahulu, hal ini dibuktikan dengan
beberapa persoalan yang baru-baru ini menggemparkan Publik dan jelas membuat Ibu
Pertiwi menangis karena Supremasi Hukum nya yang tercabik-cabik, yang antara lain sebut
saja kasus pertikaian antara POLRI, KEJAGUNG, DAN KPK ditambah lagi kasus aliran
dana Bank Century (sekarang sudah berganti nama menjadi Bank Mutiara) yang merugikan
Negara sebesar 6,7 Triliun Rupiah dan masih banyak kasus-kasus yang tidak enak di
dengar. Belum lagi bencana-bencana alam di berbagai wilayah Indonesia, seakan
menambah penderitaan Rakyat khususnya Rakyat kecil. Hal ini lah yang menyebabkan
lambannya pembangunan di Negara yang di cintai ini dan secara tidak langsung berdampak
buruk bagi kestabilan Ekonomi, Sosial, Politik, dan khusus Hukum di Negara ini.
Fenomena-fenomena yang tertulis di atas sebenarnya tidak perlu terjadi apabila
Aparatur-aparatur Negara ini sadar akan kondisi Negara kita sekarang dan taat pada
peraturan-peraturan yang berlaku serta teguh memegang sumpah jabatan yang di emban
nya. Untuk itu perlu diadakan pembaharuan dan pembenahan di segala bidang baik
(13)
aparatur Negara khususnya di lingkungan kejaksaan Republik Indonesia yang aparat nya
juga terlibat dengan kasus-kasus seperti yang tertulis di atas.
Fungsi pengawasan yang memegang peranan penting dalam pencapaian visi dan
misi dari kejaksaan saat ini dirasakan belum mampu meningkatkan kinerja atau
setidak-tidaknya memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat. Berbagai permasalahan yang
sering dikemukakan masyarakat tentang ketidakefektifan system pengawasan di Kejaksaan
merupakan alasan yang sangat kuat untuk segera dilakukan pembaharuan atas sistem
tersebut. Diperlukan sistem yang lebih lebih efektif, transparan, dan akuntabel yang
disesuaikan dengan karakteristik khusus kejaksaan melalui penjabaran dari ketentuan
undang-undang kejaksaan, visi dan misi kejaksaan, doktrin, kode etik jaksa, sumpah jabatan
dan prinsip-prinsip tata pemerintah yang baik ( good corporate governance ).
Pembaharuan sistem pengawasan di kejaksaan juga sangat tergantung dari
perubahan sikap dan budaya kerja seluruh aparat kejaksaan karena betapapun baiknya
suatu sistem tidak akan mungkin berjalan tanpa komitmen kuat dan semangat yang tinggi
untuk selalu memenuhi harapan masyarakat. Peran serta publik juga menjadi faktor penting
dalam pengawasan di kejaksaan, publik harus selalu berperan aktif memberikan masukan
dan dorongan yang obyektif untuk bersama-sama menciptakan kejaksaan seperti yang
selalu kita cita-citakan. Penulisan ini bertujuan untuk menguraikan beberapa masalah yang
dihadapi kejaksaan dalam menyelenggarakan fungsi pengawasan, yaitu dengan melakukan
pemetaan awal terhadap permasalahan ketidakefektifan pengawasan internal yang ada,
seperti pengaturan yang tidak mengakomodir pengawasan khusus untuk jaksa, permasalahan
sumber daya manusia yang tersedia dalam menjalankan fungsi tersebut hingga permasalahan
(14)
Sebelum penulis membahas lebih jauh, penulis ingin menjelaskan bahwa
kedisiplinan itu harus dimiliki oleh setiap Pegawai Negeri Sipil yang notabene adalah
aparatur negara yang menyelenggarakan pemerintahan, demi untuk terjaminya tata tertib
dan kelancaran tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sebagaimana telah diamanatkan di dalam Garis – Garis Besar Haluan Negara 1999 –
2004 Bab IV huruf ke ( 3 ) tentang Aparatur Negara bahwa, dalam meningkatkan kualitas
aparatur negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta
memberlakukan system karir berdasarkan prestasi kerja dengan prinsip memberikan
penghargaan dan sanksi, maka aparatur negara hendaknya dapat bersikap disiplin dalam
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Kaitannya dengan hal tersebut di atas, maka pendayagunaan aparatur negara terus
ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan kualitas, efisiensi pelayanan dan pengayoman
pada masyarakat serta kemampuan professional dan kesejahteraan aparat sangat di
perhatikan dalam menunjang pelaksanaan tugas.
Undang – Undang Pokok Kepegawaian yaitu Undang – Undang No. 8 Tahun 1974
telah dirubah melalui UU No.43 Tahun 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil, adalah suatu
landasan hukum untuk menjamin pegawai negeri dan dapat di jadikan dasar untuk
mengatur penyusunan aparatur negara yang baik dan benar. Penyusunan aparatur negara
menuju kepada administrasi yang sempurna sangat bergantung kepada kualitas pegawai
negeri dan mutu kerapian organisasi aparatur itu sendiri.
Dapat di ketahui bahwa kedudukan Pegawai Negeri Sipil adalah sangat penting dan
(15)
pegawai negeri merupakan aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dalam
mewujudkan cita-cita pembangunann nasional.
Tujuan pembangunan nasional sebagaimana telah termaktub didalam Pembukaan
Undang – Undang Dasar 1945 ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Tujuan pembangunan tersebut dapat di capai dengan melalui
pembangunan nasional yang direncanakan dengan terarah dan realitas serta dilaksanakan
secara bertahap dan bersungguh – sungguh.
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil
dan makmur, merata dan berkesinambungan antara materiil dan spirituil yang berdasarkan
pada Pancasila di dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional
terutama tergantung pada kesempurnaan pegawai negeri. Dalam rangka usaha mencapai
tujuan nasional tersebut di atas diperlukan adanya pegawai negeri yang penuh kesetiaan dan
ketaatan pada Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah
bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna dan berhasil guna, berkualitas
tinggi, mempunyai kesadaran tinggi akan tanggung jawabnya sebagai aparatur negara, abdi
negara, serta abdi masyarakat. Untuk mewujudkan pegawai negeri sebagaimana tersebut di
atas maka perlu adanya pembinaan dengan sebaik – baiknya atas dasar sistem karier dan
system prestasi kerja.
Sistem karir adalah suatu sistem kepegawaian di mana suatu pengangkatan pertama di
(16)
selanjutnya yang dapat menjadi pertimbangan adalah masa kerja, kesetiaan , pengabdian
serta syarat – syarat objektif lainnya.
Adapun sistem prestasi kerja adalah sistem kepegawaian, dimana pengangkatan
seseorang untuk menduduki suatu jabatan atau untuk kenaikan pangkat di dasarkan atas
kecakapan dan prestasi kerja yang di capai oleh pegawai. Kecakapan tersebut harus
dibuktikan dengan lulus dalam ujian dinas dan prestasi di buktikan secara nyata dan sistem
prestasi kerja ini tidak memberikan penghargaan terhadap masa kerja.
Pegawai negeri bukan saja unsur Aparat Negara tetapi juga merupakan Abdi Negara
dan Abdi Masyarakat yang selalu hidup ditengah masyarakat dan bekerja untuk
kepentingan masyarakat, oleh karena itu dalam pelaksanaan pembinaan pegawai negeri
bukan saja di lihat dan diperlakukan sebagai Aparatur Negara, tetapi juga di lihat dan
diperlakukan sebagai warga negara. Hal ini mengandung pengertian, bahwa dalam
melaksanakan pembinaan hendaknya sejauh mungkin diusahakan adanya keserasian antara
kepentingan dinas dan kepentingan pegawai negeri sebagai perorangan, dengan ketentuan
bahwa apabila ada perbedaan antara kepentingan dinas dan kepentingan pegawai negeri
sebagai perorangan, maka kepentingan dinaslah yang harus di utamakan.
Pengertian negara yang bersih, kuat dan berwibawa yaitu aparatur yang seluruh
tindakannya dapat di petanggung jawabkan, baik di lihat dari segi moral dan nilai – nilai
luhur bangsa maupun dari segi peraturan perundang – undangan serta tidak mengutamakan
orientasi kekuasaan yang ada dalam dirinya untuk melayani kepentingan umum dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
Tetapi kadang kenyataannnya, berdasarkan pada observasi mengenai pembangunan
menunjukan bahwa hambatan pelaksanaan pembangunan terkadang justru muncul dari
(17)
adaalah sebagai berikut :
“ Dalam praktek, Pegawai Negeri Indonesia pada umumnya masih banyak
kekurangan yaitu kurang mematuhi peraturan kedisiplinan pegawai, sehingga dapat
menghambat kelancaran pemerintahan dan pembangunan nasional, antara lain adalah
masih adanya jiwa kepegawaian dengan berfikir mengikuti kebiasaan bagian, bukan
terletak pada kesatuan yang harmonis melainkan kesatuan pada bagian – bagian
tersendiri, mempunyai bentuk dan corak yang berbeda serta kurang menghargai
ketepatan waktu “.4).
jiwa kepegawaian yang mempunyai sifat seperti tersebut di atas akan berakibat
negatif terhadap prestasi kerja pegawai negeri yang bersangkutan karena tidak adanya
pengembangan pola pikir kerja sama dan pemakaian kelengkapan peralatan dalam
mendukung kelancaran tugas.
Berdasarkan pada hal tersebut, Pegawai Negeri Indonesia dipandang masih banyak
kekurangan yaitu kurang adanya menghargai waktu, mengefisienkan tenaga dan
kedisiplinan kerja.
Kaitannya dengan pembinaan pegawai sebagai mana telah ditegaskan didalam Garis
Garis Besar Haluan Negara 1998 didalam bab VI mengenai Pembangunan Lima Tahun
KeTujuh terutama dalam bidang aparatur negara yaitu pada angka (9) huruf c, disebutkan
antara lain pembangunan aparatur pemerintahan diarahkan pada peningkatan kualitas,
efisien, dan efektif dalam seluruh jajaran administrasi pemerintahan.
Sedangkan pembinaan Pegawai Negeri Sipil diatur dalam pasal 12 ayat (2) UU No.
43 tahun 1999 sebagai berikut :
(18)
dan berhasil guna, maka perlu diatur pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara
menyeluruh yaitu suatu pengaturan pembinaan yang berlaku baik Pegawai Negeri
Sipil pusat maupun Pegawai Negeri Sipil yang ada ditingkat daerah. Dengan
demikian peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil
pusat,
---
4. The Liang Gie, Cara Bekerja Efisien, Karya Kencana, Yogyakarta, 1979
dengan sendirinya berlaku pula pada Pegawai Negeri yang ada ditingkat daerah,
kecuali ditentukan lain oleh Undang Undang. Selain dari pada itu perlu dilaksanakan
usaha penertiban dan pembinaan Aparatur Negara yang meliputi baik struktur,
prosedur kerja, kepegawaian maupun sarana dan fasilitas kerja, sehingga keseluruhan
Aparatur Negara baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah benar benar
merupakan Aparatur yang ampuh, berwibawa, kuat, berdayaguna, penuh kesetiaan
dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang Undang 1945, Negara dan Pemerintah”
Terkait dengan pembinaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diamanatkan
dalam Undang Undang No.43 tahun 1999 tersebut, maka salah satu faktor yang dipandang
sangat penting dan prinsipil dalam mewujudkan Aparatur Negara yang bersih dan
berwibawa adalah masalah kedisiplinan para Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan
tugas pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
Dalam meningkatkan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil tersebut, sebenarnya
pemerintah telah memberikan suatu kebijaksanaan dengan di keluarkannya Peraturan
(19)
Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparat pemerintah dan abdi masyarakat diharapkan
selalu siap sedia menjalankan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya dengan baik,
Akan tetapi sering terjadi didalam suatu instansi pemerintahan yang pegawainya melakukan
pelanggaran disiplin bahkan menjurus kepada penyelewengan jabatan seperti datang
terlambat, pulang sebelum waktunya, ketidak hadiran tanpa pemberitahuan, bekerja sambil
ngobrol dan yang tak asing didengar adalah KKN yang singkatan dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Penyimpangan-penyimpangan ini menimbulkan kurang atau tidak efektif dan
efisiennya pegawai negeri tersebut.
Penyimpangan-penyimpangan itu terjadi di sebabkan kurangnya kesejahteraan
terhadap pegawai negeri. Lemahnya sistim atau fungsi pengawasan yang memang berperan
penting dalam pencapaian visi dan misi dari institusi pemerintahan yang bersangkutan.
Dengan demikian maka Pegawai Negeri Sipil yang bukan saja sebagai Aparatur pemerintah
tetapi juga adalah abdi negara dan abdi masyarakat, namanya telah tercoreng dengan
penyimpangan-penyimpangan tingkah laku yang tidak perlu terjadi.
Tidak terkecuali pegawai yang bertugas dilingkungan kejaksaan Republik Indonesia
baik dipusat maupun di daerah. Lewat media massa maupun media elektronik, kerap
diberitakan pemberitaan yang mengulas tentang penyimpangan yang tertangkap tangan
maupun terbukti melakukan penyelewengan jabatan dari Aparat kejaksaan Republik
Indonesia, seperti tertangkap tangan oleh pihak berwajib atau pihak yang berwenang dalam
suatu razia pegawai yang tidak berada dikantor pada jam kerja, terlibat narkoba dan terbukti
oleh pengadilan dalam kasus korupsi, kolusi dan lain-lainnya.
Dengan adanya pelanggaran disiplin sebagaimana tersebut di atas, yang kesemuanya
(20)
pertanyaan yaitu apakah pelanggaran pelanggaran tersebut sudah sedemikian membudaya
sehingga sulit untuk di adakan pembinaaan atau penertiban sebagaimana telah di atur dalam
UU No. 43 Tahun 1999.
Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas , maka untuk mewujudkan aparatur
Pemerintahan yang bersih dan berwibawa, kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil merupakan
salah satu factor yang sangat menentukan, Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparat
Pemerintah, abdi negara dan abdi masyarakat harus bisa menjadi suri tauladan terhadap
masyarakat secara keseluruhan, sehingga masyarakat dapat percaya terhadap peran Pegawai
Negeri Sipil.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas maka Skripsi yang berjudul Tinjauan
Hukum Terhadap Mekanisme Pelaksanaan Pengawasan Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia (Studi di KEJATI SUMUT) akan dibatasi pada
permasalahannya sebagai berikut :
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk pengawasan dalam lingkungan Kejaksaan Republik
Indonesia ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara ?
3. Apa sajakah hambatan pelaksanaan pengawasan di lingkungan Kejaksaan Tinggi
Sumatera Utara ?
C. Tujuan Dan Mamfaaat Penulisan. 1. Tujuan Penelitian.
(21)
menemukan, mengembangkan serta menguji kebenaran ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui bagaimana pelaksanaan pengawasan aparat kejaksaan dalam hal
kedisiplinan.
b. Mengetahuai bagaimana prosedur yang berlaku dalam pelaksanaan pengawasan sebagai
pengontrolan ”controlling” dari pada pembinaan disiplin pegawai negeri sipil,
khususnya dilingkungan Kejaksaan.
c. Penulis juga ingin mengetahui hambatan-hambatan dari pelaksanaan pengawasan
dilingkungan kejaksaan agar dapat mengetahui kelemahan dari peraturan
perundang-undangan, pembinaan, pengawasan serta prosedur pelaksanaanya di lapangan.
2. Kegunaan Penelitian.
Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis
Dalam penelitian ini di harapkan agar hasil penelitian nantinya dapat memberikan
ataupun menambah pengetahuan terutama dalam hukum Administrasi Negara mengenai
masalah – masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pengawasan pegawai negeri sipil.
2. Secara Praktis
Bagi Pegawai Negeri Sipil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau
menambah pengetahuan tentang hal – hal yang berhubungan dengan kedisiplinan Pegawai
(22)
D. Keaslian Penulisan.
Adapun judul penulisan ini adalah Tinjauan Hukum Terhadap Mekanisme
Pelaksanaan Pengawasan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan Republik
Indonesia (Studi di KEJATI SUMUT), judul skripsi ini belum pernah di tulis dan diteliti
dalam bentuk yang sama oleh Mahasiswa di Fakultas Hukum Sumatera Utara. Dengan
demikian keaslian dari skripsi ini dapat di pertanggung-jawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan.
Dari uraian yang telah dibahas sebelumnya maka ada baiknya Penulis ingin
menjelaskan sedikit tentang pengertian judul skripsi ini secara kata perkata menurut
kepustakaan guna menghindari kerancuan dari pembaca skripsi ini, sebagai berikut:
”Tinjauan”, dalam kamus umum berarti pendapat, peninjauan, pandangan pendapat
sesudah menyelidiki, mempelajari dan sebagainya.5).
“Hukum”, menurut Sudikno Martakusumo, “adalah keseluruhan kumpulan
peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan-peraturan
tentang tingkah laku yang berlaku pada dalam suatu kehidupan bersama yang dapat di
paksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.6)
“Terhadap”, adalah kepada, misalnya berkenaan tentang sesuatu.7).
“Mekanisme”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “cara karja suatu
organisasi”, dalam kata ini penulis mengartikannya dengan prosedur pengawasan. 8).
(23)
“Pengawasan”, menurut H.Bohari,SH: “adalah suatu upaya agar apa yang tidak
direncanakan sebelumnya di wujudkan dalam waktu yang ditentukan, serta untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan dan kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan tadi,
sehingga berdasarkan pengamatan-pengamatan tersebut dapat diambil suatu tindakan untuk
memperbaikinya demi tercapainya wujud semula”. 10).
.---
5). ”W.J.S Poerwodarminto, Kamus Besar Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta, hal 750. 6).Sudikno Matakusumo, Prof.Dr.SH. mengenal hukum suatu pengantar, Liberti, Yogyakarta, 1985, hal 37. 7).W.J.S Poerwodarminto, Op.Cit. hal 337.
8).“Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal 728. 9).Ibid. hal 582.
10).H.Bohari, SH, Pengawasan Keuangan Negara. Rajawali Press, Jakarta 199, hal 4.
”Pegawai Negeri Sipil”, biasa disingkat dengan PNS dan menurut Undang-Undang No 8
tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian kepegawaian bahwa pegawai negeri adalah
mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara lainnya yang
ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut
perundang-undangan yang berlaku.
”Di” adalah kata depan untuk menandai atau menunjukkan tempat. 11).
”Lingkungan”, adalah ”daerah wilayah golongan” Maksud penulis disini adalah Instansi.
12).
”Kejaksaan Republik Indonesia” maksud penulis adalah salah satu Institusi Negara
(24)
hukum pidana dalam hal penyidikan, penuntun dan menjalankan eksekusi pengadilan dalam
suatu perkara, serta mewakili negara dan pemerintahan dalam perkara perdata dan tata
usaha negara.
Dari pengertian kata-kata yang dipergunakan tersebut diatas, dapat ditegaskan
bahwa tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan
makmur, merata dan berkesinambungan yang berdasarkan Pancasila dan UUD tahun 1945
dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu diperlukan PNS yang
taat, patuh dan menjiwai pancasila dan UUD tahun 1945, khususnya dilingkungan
kejaksaan. Sebagai salah satu institusi negara yang fungsinya-
11).Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal 260. 12).Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2000, hal 675.
untuk mewujudkan kepastian hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, Aparat kejaksaan haruslah memiliki integritas
moral yang tangguh dan disiplin tinggi untuk turut menegakkan supremasi hukum di
Indonesia.
Sehubungan dengan itu maka penulis coba menyimpulkan bahwa tinjauan hukum
terhadap mekanisme pelaksanaan pengawasan di lingkunan kejaksaan bermaksud meninjau
kembali mekanisme pelaksanaan pengawasan aparatur kejaksaan yang bertujuan untuk
mengetahui bentuk-bentuk pengawasan, pelaksanaan pengawasan dan segala hambatannya,
dimana akan diketahui kelemahan-kelemahan dari suatu sistim pengawasan ditubuh
kejaksaan untuk diperbaiki ataupun disempurnakan demi mewujudkan pemerintahan yang
(25)
Yang dimaksud disini adalah peninjauan peraturan yang berlaku sebagai prosedur
pelaksanaan pemeriksaan atau pengontrolan kinerja aparatur Kejaksaan R.I. Peninjauan ini
bertujuan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan dan kesulitan dalam aturan, sistim
pelaksanaan, pengawasan, kemudian akan diambil suatu tindakan untuk memperbaiki
kelemahan yang ada tersebut.
Untuk lebih memperlengkap bahasan pada bagian ini penulis juga menambahkan
pengertian dasar dari garis-garis besar judul skripsi ini sbagai berikut :
1. Pengertian tentang Hukum
Hampir semua ahli Hukum yang berpendapat atas definisi tentang Hukum, dengan
perbedaan-perbedaan pendapat ini, setidak-tidaknya untuk sebagian, dapat diterangkan oleh
banyaknya segi dan bentuk, serta kebesaran Hukum. Hukum banyak seginya dan demikian
luasnya, sehingga tidak mungkin orang menyatukannya dalam satu rumus secara
memuaskan.
Lagi pula, pada umumnya definisi ada ruginya, yakni ia tidak dapat mengutarakan
keadaan sebenarnya banyak sisinya, berupa-rupa dan anti-berganti, sedangkan definisi,
karena ia menyatakan segala-galanya dalam satu rumus, harus mengabaikan hal yang
berupa-rupa dan yang banyak bentuknya.
Sebagaimana uraian Prof. Mr. Dr. L. J. Van Apeldoorn dapat dipahami mengenai
pandangannya terhadap hukum, yakni: Hukum hingga saat ini belum mempunyai definisi
tunggal dan memuaskan semua displin ilmu; minimal disiplin ilmu hukum dan para
pemikirnya. Akan tetapi dalam kaitan ini para ahli hukum harus memiliki pegangan tentang
(26)
masing-masing. Prof. Mr. Dr. L. J. Van Apelldoorn dalam buku nya juga mengutip
beberapa definisi tersebut yakni : 13)
1). Capitant :
Hukum adalah keseluruhan daripada norma-norma yang secara mengikat hubungan yang
berbelit-belit antara manusia dalam masyarakat.
2). Drs. C. Utrecht, SH :
Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yaitu yang berisi perintah-perintah dan
larangan-larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati
oleh masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
3). Roscoe Pound :
Hukum adalah sekumpulan penuntun yang berwibawa atau dasar-dasar ketetapan yang
dikembangkan dan ditetapkan oleh suatu teknik yang berwenang atas latar belakang-
---
13.Prof. Mr. Dr. L. J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, hal.13.
cita-cita tentang ketertiban masyarakat dan hukum yang sudah diterima.
4). Aristoteles :
“Particular law is that which eachommunity lays down and applies ti its own
members. Universal law is the law of nature“.
5). Grotius :
“Law is a rule of moral action obliging to that which is right”.
6). Hobbes :
“Where as law, properly is the word of him, that by right had command over
others”.
(27)
“Recht is een verschijnsel in rusteloze wisselwerking van stuwen tegenstuw”.
8). Philip S. James, M.A. :
“Law is body of rule for the guidance of human conduct which are imposed
upon, and enforced among the members of a given State”.
Prof. Mr. E. M. Meyers dalam bukunya “De Algemene begrippen van het Burgerlijk
Recht”.
“Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,
ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang
menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa Negara dalam melakukan
tugasnya”.
Bahkan Prof. Claude du Pasquire dalam bukunya yang berjudul “Introduction a ala
theorie generale et a la philosophie du Droit”. Telah pernah mengumpulkan 17 buah
definisi Hukum, yang masing-masing definisi menonjolkan segi tertentu dari Hukum. 14)
Sedangkan menurut Dr. Soedjono Dirdjosisworo, SH., yakni: Melihat gejala seperti
yang dicontohkan di atas dapatlah dirumuskan : “Hukum adalah gejala sosial, ia baru
berkembang didalam kehidupan manusia bersama. Ia tampil dalam menserasikan
pertemuan antar kebutuhan dan kepentingan warga masyarakat, baik yang sesuai ataupun
yang saling bertentangan. Hal ini selalu berlangsung karena manusia senantiasa hidup
bersama dalam suasana saling ketergantungan.15)
Pada prinsipnya hukum merupakan penyaratan yang beraneka ragam untuk
menjamin adanya penyesuaian kebebasan dan kehendak sesesorang dengan orang lain.
(28)
masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip yang beraneka ragam pula. Oleh sebab itu setiap
orang di dalam masyarakat wajib taat.
2. Pengertian tentang Pengawasan.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, administrasi Negara mempunyai beberapa
keleluasaan demi terselenggaranya kesejahteraan masyarakat tanpa meninggalkan azas
legalitas. Hal ini berarti bahwa sikap tindak administrasi Negara tersebut haruslah dapat di
pertanggung-jawabkan, baik secara moral maupun secara hukum.
Lord Acton mengatakan bahwa setiap kekuasaan sekecil apa pun cenderung untuk
disalahgunakan. Oleh sebab itu, dengan adanya keleluasaan bertindak dari administrasi
Negara yang memasuki semua sector kehidupan masyarakat, kadang-kadang dapat
menimbulkan kerugian dari masyarakat tersebut. Maka, wajarlah bila diadakan-
---
14). Drs.C.S.T Kansil, SH,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, hal : 35-36. 15). Dr. Soedjono Dirdjosisworo,SH,Op.Cit,hal : 5-6.
pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, yang merupakan jaminan agar jangan sampai
keadaan Negara menjurus kearah diktator tanpa batas, yang berarti bertentangan dengan
cirinegara hokum. Pada sisi lain, berarti pula ada suatu sistim perlindungan bagi yang di
perintah oleh karena adanya tindakan diskresi (Freies ermessen). Di sisilain juga di
perlukan pula perlindungan terhadap administrasi Negara itu sendiri agar sikap tindakannya
baik dan benar menurut hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini berarti
memberikan perlindungan kepada administrasi Negara dari pebuatan melanggar hukum
(onrechtmatige overheidsdaad)16).
Agar lebih memuaskan pembaca bagian ini akan lebih dibahas di Bab berikut nya
(29)
3. Pengertian Pegawai Negeri Sipil.
Dalam suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, Pemerintah adalah suatu badan yang
memegang dan menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
President adalah sebagai kepala pemerintahan dan disamping itu juga sebagai kepala
Negara.
Tugas Pemerintahan dan pembangunan dilaksananakan oleh badan-badan
pemerintahan yakni mulai dari kelembagaan pemerintahan pusat, pemerintahan daerah,
pemerintahan kota, pemerintahan kabupaten sampai dengan pemerintahan desa/kelurahan.
Disamping itu ada juga terdapat kelembagaan pemerintah yang bertugas dalam pelayanan
jasa-jasa perbankan dan perekonomian.
---
16). Istomo Gatot,SH, Himpunan Lengkap dan Peraturan-Peraturan Kepegawaian Negara, Jilit I, Penerbit Nusantara Cabang Bandung, hal: 4
Kesemua mereka yang menduduki jabatan pada lembaga-lembaga pemerintah,
lembaga keamanan dan ketertiban, lembaga pelayanan jasa perbankan dan perekonomian
disebut dengan Pengawai Negeri.
Sebagaimana diketahui bahwa pengertian Pegawai Negeri telah dijelaskan pada
pasal 1 huruf (a) dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah mereka yang setelah memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan
suatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan peundang-undangan
(30)
Defenisi ini berlaku dalam pelaksanaan semua peraturan-peraturan kepegawaian
dan pada umumnya dalam pelaksanaan semua peraturan perundang-undangan lain kecuali
jika diberikan satu defenisi yang lain. Supaya lebih jelas maka defenisi tersebut dapat
diperinci dalam 4 (empat) pokok sebagai berikut:
a. Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan,
b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang,
c. Diserahi tugas dan sesuatu jabatan negeri, dan
d. Di gaji menerut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pasal 2 (dua) Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 disebutkan bahwa:
(1) Pegawai Negeri terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil, dan
b. Angggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
(2) Pegawai Negeri Sipil terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat,
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah, dan
c. Pegawai Negeri Sipil yang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya di dalam penjelasan pasal 2 diterangkan sebagai berikut:
a. Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah:
1) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang gajinya di bebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara, Instansi Vertikal di
daerah-daerah, dan kepaniteraan Pengadilan.
(31)
3) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang di perbantukan atau dipekerjakan pada daerah
Otonom.
4) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berdasarkan sesuatu peraturan
perundang-undangan di perbantukan atau dipekerjakan pada badan lain, seperti di Perusahaan
Umum, yayasan dan lain-lain.
5) Pegawai Negeri Sipil Pusat menyelenggarakan tugas lainnya, seperti Hakim pada
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan lain-lain.
b. Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil
Daerah Otonom.
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah
tertentu yang berhak, berwenang, berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangga
sendiri, berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang tentang Pokok-pokok
Pemerintah di daerah ( UU No. 5 Tahun 1974 Nomor 38).
Para Pegawai daerah Otonom diatas adalah PNS Daerah dan termasuk golongan
Pegawai Negeri menurut defenisi dalam Pasal 1 huruh (a) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974. Dalam hal ini yang harus di perhatikan adalah:
1. Bahwa kepalanya sendiri dari para PNS tersebut adalah bukan Pegawai Negeri
Daerah dan bukan Pula Pegawai Negeri Pusat, jadi tidak termasuk Pegawai Negeri
menurut defenisi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, melainkan adalah
Pejabat Negara.
2. Bahwa banyak PNS yang bekerja di daerah-daerah otonom, yaitu yang di
perbantukan atau di pekerjakan pada derah – daerah tersebut, para pegawai ini
bekerja dibawah pimpinan Gubernur, Bupati, dan WaliKota, tetapi kedudukannya
(32)
Dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1984, pertanggal 18 Januari 1984 tentang
anggaran dasar KORPRI dalam bab I pasal 1 disebutkan bahwa yang di maksud dengan
Pegawai Negeri Republik Indonesia adalah:
a. Pegawai Negeri Sipil ;
b. Pegawai Bank Milik Negara;
c. Pegawai Bank Milik Daerah;
d. Pegawai Badan Usaha Milik Negara;
e. Pegawai Badan Usaha Milik Daerah;
f. Pejabat dan Petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintah di desa-desa;
g. Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang di pekerjakan pada Instansi
Pemerintah, Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara,
dan Badan Usaha Milik Daerah;
h. Pensiunan Pegawai Republik Indonesia yang menyatakan dirinya tetap menjadi
KORPRI.
Selanjutnya di dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 telah diatur
kedudukan Pegawai Negeri, Dimana Pegawai Negeri adalah unsur Aparatur Negara, Abdi
Negara, dan Abdi Masyarakat yang penuh dengan tanggung jawab dan kesetiaan terhadap
UUD tahun 1945 dan Pemerintah menyelenggarakan tugas Pemerintahan dan
Pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional.
4. Pengertian Instansi Kejaksaan R.I.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara
tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut
(33)
setiap orang dihadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum. Dalam usaha memperkuat prinsip di atas maka
salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 telah membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan
khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut
ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam undang-undang. Ketentuan badan-badan lain tersebut dipertegas
oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
menyatakan bahwa badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman, salah satunya adalah Kejaksaan Republik Indonesia.
Selanjutnya Kejaksaan Republik Indonesia di pertegas dalam penjelasan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I sebagai berikut,
Dalam Undang-Undang ini diatur hal-hal yang disempurnakan, antara lain:
A. Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penuntutan ditegaskan kekuasaan negara tersebut dilaksanakan secara merdeka. Oleh karena itu, Kejaksaan dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lainnya. Selanjutnya ditentukan Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani. Dengan demikian Jaksa Agung selaku pimpinan Kejaksaan dapat sepenuhnya merumuskan dan mengendalikan arah dan kebijakan penanganan perkara untuk keberhasilan penuntutan.
B. Untuk membentuk jaksa yang profesional harus ditempuh berbagai jenjang pendidikan
dan pengalaman dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang. Sesuai dengan profesionalisme dan fungsi Kejaksaan, ditentukan bahwa jaksa merupakan jabatan
(34)
fungsional. Dengan demikian, usia pensiun jaksa yang semula 58 (lima puluh delapan) tahun ditetapkan menjadi 62 (enam puluh dua) tahun.
C. Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu
dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undang-undang yang memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan, misalnya Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
D. Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penegakkan hukum dengan berpegang pada peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demikian Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden serta bertanggung jawab kepada Presiden.
E. Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan mempunyai kewenangan untuk dan
atas nama negara atau pemerintah sebagai penggugat atau tergugat yang dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan atau membela kepentingan negara atau pemerintah, tetapi juga membela dan melindungi kepentingan rakyat.
Dari uraian di atas jelaslah kedudukan Jaksa sebagai penegak Hukum yang
mempunyai dasar Hukum yang jelas dan mempunyai posisi yang penting (Urgent) dalam
penegakan hukum di Negara Republik Indonesia.
F. Metode Pengumpulan Data
Dalam setiap penulisan karya ilmiah diperlukan metode-metode penulisan ilmiah
untuk kesempurnaan tulisan sehingga menjadi tulisan yang benar dan dapat dipertanggung
(35)
1. Penelitian Pustaka (Library Research)
Dalam metode ini penulis melakukan penelitian melalui kepustakaan dengan cara
membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan pokok permasalahan,
peraturan perundang-undangan yang dianggap relevan serta mendukung kesempurnaan
skripsi ini. Data tersebut penulis uji dengan penelitian di lapangan agar mengetahui lebih
mendalam tentang permasalahannya.
2. Penelitian Lapangan (Field Reseach)
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dari kantor kejaksaan Tinggi
Sumatera Utara yang merupakan objek dari pembahasan penulisan ilmiah ini. Penulis
secara langsung terjun kelapangan dan langsung mengadakan wawancara dengan para staf
di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara serta meminta data-data yang diperlukan. Dengan cara
inilah Penulis mengumpulkan data guna melengkapi dan mendukung uraian selanjutnya
dalam penyelesaian skripsi ini.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memberikan gambaran umum tentang tulisan ini dan untuk memudahkan
pembaca untuk memahami pembahasan skripsi ini, maka sistematika penulisan disusun
sebagai berikut:
(36)
Pada bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Umum Tentang Pengawasan
Dalam bab ini penulis menguraikan lebih lugas tentang Pengawasan,
maksud dan tujuan Pengawasan, jenis-jenis Pengawasan, dan landasan
hukum pengawasan.
Bab III : Tinjauan Mengenai Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Pada bab ini penulis mencoba menguraikan disiplin kerja pegawai negeri
sipil, sanksi-sanksi dalam pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil, badan
pertimbangan kepegawaian.
Bab IV : Mekanisme Pelaksanaan Pengawasan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Kejaksaan Republik Indonesia.
Dalam bab ini dibahas mengenai bagaimanakah bentuk-bentuk
pengawasan dalam lingkungan kejaksaan di Negara Republik Indonesia
pada umumnya dan mengenai bagaimanakah pelaksanaan pengawasan
terhadap disiplin PNS dan segala hambatannya dilingkungan Kejaksaan
Tinggi Sumatera Utara.
(37)
Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan-kesimpulan atas
pembahasan tulisan ini, yang merupakan jawaban dari permasalahan yang
ada, selanjutnya penulis akan memberikan saran-saran sebagai sumbangan
penulisan atau pendapat yang mungkin bermamfaat dalam peningkatan
(38)
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN
A. Pengawasan
Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi yang
sangat penting dalam pencapaian tujuan manajemen itu sendiri. Fungsi manajemen lainnya
seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan tidak akan dapat berjalan dengan baik
apabila fungsi pengawasan ini tidak dilakukan dengan baik. Demikian pula halnya dengan
fungsi evaluasi terhadap pencapaian tujuan manajemen akan berhasil baik apabila fungsi
pengawasan telah di lakukan dengan baik. Dalam kehidupan sehari-hari baik kalangan
masyarakat maupun di lingkungan perusahaan swasta maupun pemerintahan makna
pengawasan ini agaknya tidak terlalu sulit untuk di pahami. Akan tetapi untuk memberi
batasan tentang pengawasan ini masih sulit untuk di berikan.
Bagi para ahli manajemen, tidak mudah untuk memberikan defenisi tentang
pengawasan, karena masing-masing memberikan defenisi tersendiri sesuai dengan bidang
yang di pelajari oleh ahli tersebut. Berikut ini Penulis akan mengambil beberapa pendapat
dari beberapa serjana.
Dalam kamus bahasa Indonesia istilah “Pengawasan berasal dari kata awas yang
artinya memperhatikan baik-baik, dalam arti melihat sesuatu dengan cermat dan seksama,
tidak ada lagi kegiatan kecuali memberi laporan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya
dari apa yang di awasi”17)
---
(39)
Menurut Poerwadarminta “Pengawasan adalah salah satu bentuk pemeriksaan atau
pengontrolan dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak di bawahnya”.18)
Kalau kita perhatikan apa yang diuraikan oleh sarjana di atas. Beliau lebih
cenderung mengatakan bahwa pengawasaan itu adalah pengontrolan dari pihak yang lebih
tinggi tingkatan jabatannya kepada bawahannya.
Sedangkan menurut seminar ICW pertanggal 30 Agustus 1970 mendefenisikan
bahwa “ Pengawasan sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah suatu
pelaksaan pekerjaan / kegiatan itu dilaksanakan sesuai dengan rencana, aturan-aturan dan
tujuan yang telah di tetapkan”.19)
Kalau kita memperhatikan lebih jauh, yang menjadi pokok permasalahan dari
pengawasan yang dimaksud adalah, suatu rencana yang telah di gariskan terlebih dahulu
apakah sudah di laksanakan sesuai dengan rencana semula dan apakah tujuannya telah
tercapai.
Sebagai bahan perbandingan Penulis akan mencoba mengambil beberapa pendapat
para sarjana di bawah ini antara lain:
Menurut Prayudi: “Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan
apa yang di jalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki,
direncanakan atau diperhatikan”.20)
Menurut Drs Soekarno : “Pengawasan dapat di artikan sebagai suatu proses yang
menentukan tentang apa yang harus di kerjakan, agar apa yang di selenggarakan sejalan
dengan rencana”.21)
(40)
19. Ibid, hal 4.
20. Prayudi, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hal 80 21. Sujanto, Op.Cit, hal 17.
Selain Sarjana di atas masih ada beberapa pendapat yang akan dikemukakan oleh
Penulis dalam skripsi ini antara lain:
Henry Fayol, mengatakan bahwa: “Pengawasan adalah setiap usaha yang terdiri atas
tindakan meneliti apakah segala sesuatu tercapai atau berjalan sesuai dengan rencana yang
telah di tetapkan berdasarkan instruksi-instruksi yang telah di keluarkan, prinsif-prinsif
yang telah di tetapkan. Pengawasan ini bertujuan menunjukkan atau menemukan
kelemahan-kelemahan dan kesalahan itu. Pengawasan beroperasi terhadap segala hal, baik
terhadap benda, manusia, perbuatan maupun hal-hal lainnya”.22)
Dari beberapa defenisi yang di kemukakan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa:
1. Pengawasan adalah merupakan proses kegiatan yang terus-menerus di laksanakan
untuk mengetahui pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, kemudian di adakan
penilaian serta mengoreksi apakah pelaksanaannya sesuai dengan semestinya atau
tidak.
2. Selain itu Pengawasan adalah suatu penilaian yang merupakan suatu proses
Pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyata telah di capai
dengan hasil-hasil yang seharusnya di capai. Dengan kata lain, hasil pengawasan
harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan atau ketidakcocokan
serta mengevaluasi sebab-sebabnya.
Akan tetapi kalau di terjemahkan begitu saja istilah controlling dari bahasa Inggris,
maka pengertiannya lebih luas dari pengawasan yaitu dapat diartikan sebagai pengendalian,
padahal kedua istilah ini berbeda karena dalam pengendalian terdapat unsur korektif.
(41)
22. H. Ibrahim Lubis, Pengendalian dan Pengawasan Proyek dalam manajemen, Ghalia ,Indonesia, Jakarta, 1985, hal 115.
Istilah pengendalian berasal dari kata kendali yang berarti mengekang atau ada
yang mengendalikan. Jadi berbeda dengan istilah pengawasan, produk langsung kegiatan
pengawasan adalah untuk mengetahui sedangkan kegiatan pengendalian adalah langsung
memberikan arah kepada objek yang di kendalikan.
Dalam pengendalian kewenangan untuk mengadakan tindakan korektif itu sudah
terkandung di dalamnya, sedangkan dalam pengertian pengawasan tindakan korektif itu
merupakan proses lanjutan. Pengendalian adalah pengawasan ditambah tindakan korektif.
Sedangkan pengawasan adalah pengendalian tanpa tindakan korektif. Namun sekarang ini
pengawasan telah mencakup kegiatan pengendalian, pemeriksaan, dan penilaian terhadap
kegiatan.
Menurut Horold dan Cyril O’Donnel yang dikutip oleh Malayu Hasibuan, dalam
mencapai pelaksanaan pengawasan terhadap beberapa asas antara lain :
1. Asas tercapainya tujuan, ditujukan ke arah tercapainya tujuan yaitu dengan
mengadakan perbaikan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan atau
deviasi perencanaan.
2. Asas efisiensi, yaitu sedapat mungkin menghindari deviasi dari perencanaan
sehingga tidak menimbulkan hal-hal lain diluar dugaan.
3. Asas tanggung jawab, asas ini dapat dilaksanakan apabila pelaksana
bertanggung jawab penuh terhadap pelaksana perencanaan.
4. Asas pengawasan terhadap masa depan, maksud dari asas ini adalah pencegahan
penyimpangan perencanaan yang akan terjadi baik di waktu sekarang maupun di
(42)
5. Asas langsung, adalah mengusahakan agar pelaksana juga melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan.
6. Asas refleksi perencanaan, bahwa harus mencerminkan karakter dan susunan
perencanaan.
7. Asas penyesuaian dengan organisasi, bahwa pengawasan dilakukan sesuai
dengan struktur organisasi dan kewenangan masing-masing.
8. Asas individual, bahwa pengawasan harus sesuai kebutuhan dan ditujukan
sesuai dengan tingkat dan tugas pelaksana.
9. Asas standar, bahwa pengawasan yang efektif dan efisien memerlukan standar
yang tepat, yang akan digunakan sebagai tolak ukur pelaksanaan dan tujuan.
10.Asas pengawasan terhadap strategis, bahwa pengawasan yang efektif dan efisien
memerlukan adanya perhatian yang ditujukan terhadap faktor-faktor yang
strategis.
11.Asas kekecualiaan, bahwa efisiensi dalam pengawasan membutuhkan perhatian
yang di tujukan terhadap faktor kekecualian yang dapat terjadi dalam keadaan
tertentu, ketika situasi berubah atau tidak sama.
12.Asas pengendalian fleksibel bahwa pengawasan harus untuk menghindarkan
kegagalan pelaksanaan perencanaan.
13.Asas peninjauan kembali, bahwa pengawasan harus selalu ditinjau, agar sistim
yang digunakan berguna untuk mencapai tujuan.
14.Asas tindakan, bahwa pengawasan dapat dilakukan apabila ada ukuran –ukuran
untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan rencana, organisasi dan
(43)
Oleh karena pengawasan tersebut mempunyai sifat menyeluruh dan luas, maka
dalam pelaksanaanya diperlukan prinsip-prinsip pengawasan yang dapat dipatuhi dan
dijalankan, adapun prinsip-prinsip pengawasan itu adalah sebagai berikut :
1. Objektif dan menghasilkan data.,
Artinya pengawasan harus bersifat objektif dan harus dapat menemukan fakta-fakta
tentang pelaksanaan pekerjaan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
2. Berpangkal tolak dari keputusan pimpinan.,
Artinya untuk dapat mengetahui dan menilai ada tidaknya kesalahan-kesalahan dan
penyimpangan, pengawasan harus bertolak pangkal dari keputusan pimpinan yang
tercermin dalam:
a. Tujuan yang ditetapkan;
b. Rencana kerja yang telah ditentukan;
c. Kebijaksanaan dan pedoman kerja yang telah digariskan;
d. Perintah yang telah diberikan;
e. Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
3. Preventif.,
Artinya bahwa pengawasan tersebut adalah untuk menjamin tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan, yang harus efisien dan efektif, maka pengawasan harus bersifat
mencegah jangan sampai terjadi kesalahan-kesalahan berkembangnya dan terulangnya
kesalahan-kesalahan.
4. Bukan tujuan tetapi sarana.,
Artinya pengawasan tersebut hendaknya tidak dijadikan tujuan tetapi sarana untuk
menjamin dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pencapaian tujuan organisasi.
(44)
Artinya pengawasan haruslah dilakuan secara efisien, bukan justru menghambat
efisiensi pelaksanaan kerja.
6. Apa yang salah,
Artinya pengawasan haruslah dilakukan bukanlah semata-mata mencari siapa yang
salah, tetapi apa yang salah, bagaimana timbulnya dan sifat kesalahan itu.
7. Membimbing dan mendidik
Artinya “pengawasan harus bersifat membimbing dan mendidik agar pelaksana
dapat meningkatkan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang ditetapkan.”.23)
Pengawasan adalah sebagai suatu proses untuk mengetahui pekerjaan yang telah
dilaksanakan kemudian dikoreksi pelaksanaan pekerjaan tersebut agar sesuai dengan yang
semestinya atau yang telah ditetapkan.
Dengan demikian masalah pengawasan ini kita jumpai dalam beberapa kegiatan
pemerintah termasuk dalam lingkungan kejaksaan. Dalam memantau tingkat mutu disiplin
PNS dilingkungan kejaksaan masalah pengawasan ini sangatlah diperlukan. Untuk
melaksanakan tugas ini dilingkungan kejaksaan RI diadakan pengawasan baik secara
pengawasan intern yakni pengawasan melekat dan pengawasan fungsional serta
pengawasan ekstern dari pihak yang berwenang dalam pengawasan PNS dilingkungan
(45)
B. Maksud dan Tujuan Pengawasan
Pengawasan yang dilakukan adalah bermaksud untuk mendukung kelancaran
pelaksanaan kegiatan sehingga dapat terwujud daya guna, hasil guna, dan tepat guna
--- 23. Prayudi, Op.Cit, hal 75
sesuai rencana dan sejalan dengan itu, untuk mencegah secara dini kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan.
Dengan demikian pada prinsipnya pengawasan itu sangat penting dalam
pelaksanaan pekerjaan, sehingga pengawasan itu diadakan dengan maksud:
a. mengetahui lancar atau tidaknya pekerjaan tersebut sesuai dengan yang telah
direncanakan.
b. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat dengan melihat kelemahan-kelemahan,
kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalan dan mengadakan pencegahan agar tidak
terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan baru.
c. Mengetahui apakah penggunaan fasilitas pendukung kegiatan telah sesuai dengan
rencana atau terarah pada pasaran.
d. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam
perencanaan semula.
e. Mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan dapatkah diadakan
(46)
Sedangkan tujuan pengawasan akan tercapai apabila hasil-hasil pengawasan
maupun memperluas dasar untuk pengambilan keputusan setiap pimpinan. Hasil
pengawasan juga dapat digunakan sebagai dasar untuk penyempurnaan rencana kegiatan
rutin dan rencana berikutnya.
Sedangkan tujuan pengawasan yang dikemukakan oleh H.Bohari,SH yang mengatakan
bahwa: “tujuan pengawasan antara lain adalah: mengamati apa yang sebenarnya terjadi dan
membandingkan denga apa yang seharusnya terjadi, dengan maksud untuk secepatnya
melaporkan penyimpangan atau hambatan kepada pimpinan/penanggung jawab
fungsi/kegiatan yang bersangkutan agar dapat diambil tindakan korektif yang perlu”.24)
Sedangkan menurut Sujamto, “pengawasan diadakan dengan tujuan untuk
mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas dan
pekerjaan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak”.25)
Dari uraian di atas dapatlah kita ambil kesimpulam bahwa pada dasarnya
pengawasan bertujuan untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi nantinya dapat
digunakan sebai pedoman untuk mengambil kebijakan guna mencapai sasaran yang
optimal.
Selanjutnya pengawasan itu secara langsung juga bertujuan untuk:
1. Menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijakan dan
peringkat.
2. Menertibkan koordinasi kegiatan-kegiatan.
(47)
4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas jasa yang dihasilkan.
5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi.
--- 24. H,Bohari, SH,Op.Cit, hal 5.
25.Sujamto, Op.Cit, hal 115.
C. Jenis-Jenis Pengawasan
Pengawasan dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis, dengan tinjauan dari beberapa
segi. Antara lain:
1. Pengawasan ditinjau dari segi cara pelaksanaanya dibedakan atas:
a. Pengawasan Langsung
Pengawasan langsung adalah pangawasan yang dilakukan dengan cara
mendatangi atau melakukan pemeriksaan di tempat terhadap objek yang
diawasi. Pemeriksaan setempat ini dapat berupa pemeriksaan administratif
atau pemeriksaan fisik di lapangan.
Kegiatan secara langsung melihat pelaksanaan kegiatan ini bukan saja dilakukan
oleh perangkat pengawas akan tetapi perlu lagi dilakukan oleh pimpinan yang bertanggung
jawab atas pekerjaan tersebut.
Dengan demikian dia dapat melihat bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan dan bila
dianggap perlu dapat memberikan petunjuk-petunjuk dan instruksi maupun
keputusan-keputusan yang secara langsung menyangkut dan mempengaruhi jalannya pekerjaan.
b. Pengawasan tidak langsung
Pengawasan tidak langsung adalah kebalikan dari pengawasan langsung, yang
dilakukan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau objek yang diawasi.
(48)
menyangkut objek yang diawasi yang disampaikan oleh pelaksana atau pun sumber lain.
Dokumen-dokumen tersebut bisa berupa:
(1) Laporan pelaksanaan pekerjaan, baik laporan berkala maupun laporan insidentil.
(2) Laporan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari perangkat pengawas lainnya.
(3) Surat pengaduan dari masyarakat.
(4) Berita atau artikel dari media massa.
(5) Dokumen-dokumen lainnya.
Disamping melalui laporan tertulis tersebut pengawasan ini juga dapat dilakukan
dengan mempergunakan bahan yang berupa laporan lisan.
2. Pengawasan ditinjau dari segi hubungan antara subjek pengawasan dan objek yang
Diawasi.
Ditinjau dari segi pengawasan yang dilakukan oleh subjek pengawas, pengawasan
ini masih dibagi atas beberapa bagian antara lain:
a. Pengawasan intern.
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi
itu sendiri. Artinya bahwa subjek pengawas yaitu pengawas berasal dari dalam susunan
organisasi objek yang diawasi. Pada dasarnya pengawasan ini harus dilakukan oleh setiap
pimpinan akan tetapi dapat saja dibantu oleh setiap pimpinan unit sesuai dengan tugas
(49)
b. Pengawasan ekstern.
Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar
organisasi sendiri, artinya bahan subjek pengawas berasal dari luar susunan organisasi yang
diawasi dan mempunyai sistim tanggung jawab tersendiri.
3. Pengawasan dilihat dari segi kewenangan.
Pengawasan jenis ini juga terbagi atas beberapa bagian yaitu:
a. Pengawasan formal
Pengawasan formal adalah pengawasan yang dilakukan oleh instansi/pejabat yang
berwenang (resmi), baik yang bersifat intern maupun ekstern. Pengawasan jenis ini hanya
dapat dilakukan oleh instansi pemerintah.
b. Pengawasan informal
Pengawasan informal adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat baik
langsung maupun tidak langsung. Pengawasan ini sering juga disebut sosial kontrol (social
control) misalnya pengawasan melalui surat pengaduan masyarakat melalui berita atau
artikel di media massa.
4. Pengawasan ditinjau dari segi waktu pelaksanaan pekerjaan.
Pengawasan yang melihat dari segi pelaksanaan pekerjaan masih dibagi atas
beberapa bahagian yaitu:
(50)
Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pekerjaan mulai
dilaksanakan, misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan rencana kerja,
rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lainnya.
b. Pengawasan refresif
Pengawasan refresif adalah pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau
kegiatan tersebut dilaksanakan, hal ini kita ketahui melalui audit dengan pemerikasaaan
terhadap pelaksanaan pekerjaan di tempat dan meminta laporan pelaksanaan kegiatan.
D. Landasan Hukum Pengawasan.
Landasan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berlaku di Indonesia
pada umumnya dapat dilihat dari cara-cara pengawasan sebagai berikut :
1. Ditinjau dari segi kedudukan badan / organ yang melaksanakan pengawasan :
a.
Secara singkat pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh satu
badan yang secara organisatoris / stuktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan
sendiri.
Pengawasan intern,
Biasanya pengawasan ini dilakukan oleh pejabat atasan terhadap bawahannya secara
hierarkis. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 pasal 2 Ayat (1) menyebutkan bahwa
pengawasan terdiri atas :
a) Pengawasan yang dilakukan oleh pemimpin / atasan langsung, baik ditingkat pusat
maupun ditingkat daerah.
b) Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan.
Pengawasan pada butir (a) diatas lebih lanjut diatur dalam Bab II Instruksi Presiden
(51)
pengawasan yang dimaksud dalam butir (b) lebih lanjut diatur pada Bab III yang berjudul
”Pengawasan Fungsional”.
Mengenai pengawasan atasan langsung (Bab II Pasal 3 Inpres No.15 Tahun 1983)
berbunyi sebagai berikut :
(1) Pimpinan satuan organisasi pemerintahan, termasuk proyek pembangunan dilingkungan
departemen / lembaga instansi lainnya, menciptakan pengawasan melekat dan
meningkatkan mutunya di dalam lingkungan tugasnya masing-masing.
(2) Pengawasan melekat dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan melalui:
a. Melalui penggarisan struktur organisasi yang jelas dengan pembagian tugas dan
fungsi serta uraian yang jelas pula;
b. Melalui perincian kebijaksanaan pelaksanaan yang dituangkan secara tertulis yang
dapat menjadikan pegangan dalam pelaksanaan oleh bawahan yang menerima
pelimpahan wewenang dari atasan;
c. Melalui rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang hurus dilaksanakan,
bentuk hubungan kerja antar kegiatan tersebut, dan hubungan antar berbagai
kegiatan beserta sarannya yang harus dicapainya;
d. Melalui prosedur kerja yang merupakan petunjuk pelaksanaan yang jelas dari
atasannya kepada bawahan;
e. Melalui pencatatan hasil kerja serta pelaporannya yang merupakan alat dari atasan
untuk mendapatkan informasi yang di perlukan bagi pengambilan keputusan serta
penyusunan pertanggung-jawaban, baik mengenai pelaksanaan tugas maupun
mengenai pengelolaan keuangan;
f. Melalui pembinaan personil yang terus-menerus agar para pelaksana menjadi unsur
(52)
dan tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan maksud serta kepentingan
tugasnya.
Sedangkan ”Pengawasan Fungsional” menurut Pasal 4 ayat (4) Bab II Inpres No.
15 Tahun 1983 dilakukan oleh :
a. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
b. Inspektorat Jenderal Departemen, Aparat Pengawasan Lembaga Pemerintahan
nondepartemen / Instansi Pemerintahan lainnya,
c. Inspektorat wilayah provinsi,
d. Inspektorat wilayah kabupaten/kotamadya.
Pengawasan fungsional diatas terbatas pada segi-segi keuangan negara, sekalipun
laporan tentang penyelewengan di segi-segi teknisnya pertama-tama menjadi sebab
diadakannya pemeriksaan untuk kemudian diadakannya pemeriksaan untuk kemudian
diadakan penindakan terhadap pelaku, baik menurut jalur administratif maupun penuntutan
di muka pengadilan, namun tidak mencakup pengawasan terhadap perbuatan-perbuatan
pemerintah dibidang freies ermessen (vrij bestuur)26)
Khusus terhadap perbuatan pemerintahan di bidang freies ermessen, terdapat
pengawasan, baik oleh instansi yang berbuat sendiri atau oleh instansi atasannya. Dalam hal
ini terdapat beberapa kemungkinan sebagai berikut :
a. Kemungkinan pengawasan formal, misalnya keberatan, hak petisi, banding
administratif (wewenang DPR)
b. Kemungkinan pengawasan informal seperti langkah-langkah evaluasi dan
(53)
b.
Dalam arti eksekutif Pengawasan Ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh
organ/lembaga secara organisatoris / struktural berada di luar pemerintahan. Sebagai contoh
:
Pengawasan ekstern.
BPK (Badan Pengawas Keuangan) adalah merupakan perangkat pengawasan
ekstern terhadap pemerintahan (dalam arti eksekutif). Ia tidak dapat mempertanggung
jawabkan pelaksanaan tugasnya kepada kepala pemerintahan (presiden), tetapi kepada
Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 23 UUD 1945).
---
26. Diana Halim Koentjoro,SH.,M.Hum,HUKUM ADMINISTRASI NEGARA,Ghalia Indonesia,2004,hal.72.
2. Ditinjau dari segi saat / waktu di laksanakan :
a. Pengawasan Preventif / Pengawasan Apriori
Yakni pengawasan yang dilakukan sebelum dikeluarkannya suatu keputusan /
ketetapan pemerintah. Pengawasan preventif diatur dalam Pasal 112 Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. ,
b.
Yakni pengawasan yang dilakukan sesudah dikeluarkannya keputusan / ketetapan
pemerintah, sehingga bersifat korektif dan memulihkan suatu tindakan yang keliru.
Pengawasan ini diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Pengawasan Represif / Pengawasan Aposteriori,
(54)
Pengawasan dari segi Hukum terdapat perbuatan pemerintah, merupakan
pengawasan dari segi rechtmatigheid, jadi bukan hanya dari wetmatigheid –nya saja. Hal
ini berarti pengawasan dari segi Hukum merupakan penilaian tentang sah atau tidaknya
suatu perbuatan pemerintah yang menimbulkan akibat hukum. Pengawasan ini biasanya
dilakukan oleh hukum peradilan melalui Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara. Hal ini
diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
(55)
BAB III
TINJAUAN MENGENAI DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL.
A. DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL
1. Pengertian Disiplin Kerja
Pengertian disiplin dapat dikonotasikan sebagai suatu hukuman, meskipun arti yang
sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahasa latin “Disciplina” yang
berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. jadi
sifat disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap yang layak terhadap pekerjaan.27)
Di dalam buku Wawasan Kerja Aparatur Negara disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan disiplin adalah:
“Sikap mental yang tercermin dalam perbuatan, tingkah laku perorangan, kelompok
atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan-peraturan yang
ditetapkan Pemerintah atau etik, norma serta kaidah yang berlaku dalam
masyarakat”28)
Sedangkan menurut Sutopo Yuwono di dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar
Produksi, diungkapkan bahwa:
“Disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok orang yang senantiasa
berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan.”29)
Selanjutnya Alfred R. Lateiner dan I.S. Levine telah memberikan definisi antara
lain, disiplin merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh para pekerja
---
27.I.G. Wursanto, Managemen Kepegawaian.
28. Wawasan Kerja Aparatur Negara, BP-7 Pusat, jakarta, 1993, hal. 24
Kenisisus, Yogyakarta, 1989, hal. 108 29. Nurlita Witarsa, Dasar-Dasar Produksi, Karunika, jakarta, 1988, hal. 10.
(56)
yang membuat mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan. 30)
Di samping beberapa pengertian mengenai disiplin pegawai tersebut di atas, A.S.
Moenir mengemukakan bahwa :
“Disiplin adalah ketaatan yang sikapnya impersonal, tidak memakai perasaan dan
tidak memakai perhitungan pamrih atau kepentingan pribadi. 31)
Kaitannya dengan kedisiplinan, Astrid S. Susanto32) juga mengemukakan sesuai
dengan keadaan di dalam setiap organisasi, maka disiplin dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
macam yaitu :
a. Disiplin yang bersifat positif.
b. Disiplin yang bersifat negatif.
Merupakan tugas seorang pemimpin untuk mengusahakan terwujudnya suatu disiplin
yang mempunyai sifat positif, dengan demikian dapat menghindarkan adanya disiplin yang
bersifat negatif.
Disiplin positif merupakan suatu hasil pendidikan, kebiasaan atau tradisi dimana
seseorang dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan, adapun disiplin negatif sebagai
unsur di dalam sikap patuh yang disebabkan oleh adanya perasaan takut akan hukuman.
Adapun ukuran tingkat disiplin pegawai menurut I.S. Levine,33) adalah sebagai
berikut :
“Apabila pegawai datang dengan teratur dan tepat waktu, apabila mereka berpakaian
serba baik dan tepat pada pekerjaannya, apabila mereka mempergunakan bahan-bahan dan
perlengkapan dengan hati-hati, apabila
---
(1)
profesionalisme.
2. Jaga dan pelihara nama baik Kejaksaan, pegang teguh sumpah jabatan, jangan melakukan perbuatan yang menyimpang, dan jadilah teladan bagi lingkungan.
3. Wujudkan penegakan hukum dengan memperhatikan aspirasi dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, sesuai dengan cita-cita.
Dengan memahami arti pentingnya kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dalam pembangunan, terutama pada lingkungan Kejaksaan, kiranya menjadi kewajiban Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan kedisiplinan yaitu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, dengan demikian kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil akan dapat tercapai.
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara adalah jajaran Kejaksaan RI dengan wilayah tugas yang meliputi provinsi yang bersangkutan. Instansi ini beralamat di Jl. Abdul Haris Nasution No.1C, Medan.
(2)
Struktural nama pejabat Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara adalah : Kepala Kejaksaan Tinggi : SUTIYONO, SH.MH.MBL. Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi : T. SOFYAN OEBIT, SH.MH. Kepala Bagian Tata Usaha : USMAN, SH.MH.
Asisten Pembinaan : ASNAWIR BATUBARA, SH. Asisten Intelijen : T.M.SYAH RIZAL, SH. Asisten Tindak Pidana Umum : AGUS SUTOTO, SH.MH. Asisten Tindak pidana Khusus : ERBINDO SARAGIH, SH. Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara : TARMIZI, SH.
(3)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai “Tinjauan Hukum Terhadap Mekanisme Pelaksanaan Pengawasan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kejaksaan R.I Khususnya di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara”, maka dapatlah penulis simpulkan bahwa yang merupakan hasil akhir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, di perlukan adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat yang penuh rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan Undang –Undang Dasar 1945. Untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari unsur KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil merupakan hal yang penting dan perlu mendapatkan perhatian yang cukup dalam pelaksanaannya. 2. Hambatan – hambatan yang ada dalam pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri
Sipil di lingkungan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara antara lain adalah kurangnya fasilitas serta sarana dan prasarana dalam pelaksanaan tugas, kurangnya sistem pengawasan dalam bekerja, sehingga dapat membuka peluang adanya penyimpangan atau pelanggaran disiplin kerja. Selain itu juga belum adanya perangkat hukum yang jelas dan tegas dalam pelanggaran kedisiplinan pegawai.
3. Untuk meningkatkan pelaksanaan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah dilakukan beberapa pendekatan antara lain:
(4)
secara fungsional dan hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai. Adapun cara – cara tindak lanjut suatu pengawasan dilakukan dengan cara bimbingan atau pembinaan secara struktur organisatoris. Dengan demikian, adanya pengawasan diharapkan dapat mengurangi penyimpangan ataupun keteledoran dalam bekerja yang mungkin terkesan kaku dalam pelayanan masyarakat, banyak birokrasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu diperlukan sifat dan sikap disiplin dalam jiwa pegawai.
B. Saran –Saran
1. Pembangunan aparatur pemerintahan seharusnya diarahkan untuk menciptakan aparatur yang lebih efisien, bersih dan berwibawa serta mampu melaksanakan seluruh tugas umum dan pembangunan dengan sebaik – baiknya. Dalam hubungan ini kemampuan aparatur pemerintah serta sikap disiplin perlu ditingkatkan secara maksimal dan tegas.
2. Hendaknya ada pembinaan khusus dan merata kepada Pegawai Negeri Sipil dalam upaya peningkatan kedisiplinan sebab dengan melakukan pembinaan di harapkan dapat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku pegawai negeri sipil Khususnya di lingkungan kejaksaan Republik Indonesia.
3. Hendaknya ada sanksi peraturan berupa yang tegas dan jelas terhadap setiap pelanggar disiplin Pegawai Negeri Sipil di seluruh jajaran Pemerintahan Republik Indonesia yang nota bene adalah Negara Hukum, agar terciptanya tujuan Negara kesejahteraan ( Wallfare state ).
(5)
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-Buku
Alex S. Niti Semito, Managemen Sumber Daya Manusia, (Sasmito Bross, Jakarta 1980).
Astrid S. Susanto, Komunikasi dan Teori dan Praktek, (Bina Aksara, Jakarta, 1974). Diana Halim Koentjoro, SH., M.Hum, Hukum Administrasi Negara, (Ghalia Indonesia,
2004).
H. Ibrahim Lubis, Pengendalian dan Pengawasan Proyek dalam Manajemen, (Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985).
I. S. Livine, Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja, (Terjemahan oleh Imam Soedjono, Cemerlang, Jakarta, 1980).
I. G. Wursanto, Managemen Kepegawaian, (Kanisius, Yogyakarta, 1989). Murlita Wirsata, Dasar-dasar Produksi, (Karunika, Jakarta, 1988).
Musanef, Sistem Pemerintah di Indonesia,(Haji Mas Agung, Jakarta, 1989). Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survai, (LP3S, Jakarta, 1983). Prayudi, Hukum Administrasi Negara, (Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981).
Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1987).
_______________, Pengantar Penelitian Hukum, (Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1987.
________________, Penelitian Hukum Normatif, (Rajawali Press, Jakarta, 1990). Samidjo, SH., Ilmu Negara, Armico, (Bandung, Januari, 1986).
Sujanto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, (Ghalia Indonesia, 1986).
S. Moenir, Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian, (Gunung Agung, Jakarta, 1983).
Siti Soetami, Hukum Administrasi Negara II, (Fak. Hukum UNDIP, Semarang, 1990). The Liang Gie, Cara Bekerja Efisien, (Karya Kencana, Yogyakarta, 1979).
(6)
Winardi, Asas-asas Manajemen, (Alumni, Bandung, 1986).
2. Peraturan Perundang-undang UUD Tahun 1945 beserta penjelasannya.
Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan
Melekat.
Keputusan Pengurus Pusat Persaja No. Kep-001/Persaja/03/1995 tanggal 31 Maret 1995 tentang Komisi Kode Etik Jaksa.
Keputusan Presiden Nomor 86 Tahun 1999 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksanaan.
Keputusan Jaksa Agung Nomor 115/JA/10/1999 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan.
Keputusan Jaksa Agung Nomor 503/A/JA/12/2000 dan 504/A/JA.12/2000 tentang Ketentuan Penyelenggaraan Pengawasan Kejaksaan.
Peraturahan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara.
Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
3. Artikel, Makalah dan Paper
Abdul Rahman, SH,MH. Pendidikan kewarganegaraan Indonesia Sumatera Utara, Fakultas Hukum, Medan )
.(Universitas
Mirza Nasution, SH., M.Hum. Metode Penelitian Hukum, (Universitas Sumatera Utara, Fakultas Hukum, Medan).
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Balai Pusataka, 2005).