Kedudukan Pusat Investasi Pemerintah

52 MIMBAR HUKUM Volume 27, Nomor 1, Februari 2015, Halaman 43-56 NNT perusahaan tertutup tahun 2010. KMK ini cacat hukum karena ditetapkan pada saat berlakunya PMK Nomor 181PMK.052008 yang hanya memperbolehkan pembelian saham yang diterbitkan perusahaan terbuka, sedangkan PT NNT merupakan perusahaan tertutup. Sebagai solusi terhadap permasalahan tersebut kemudian Menkeu mengubah PMK Nomor 181PMK.052008 menjadi PMK Nomor 44PMK.052011, dengan perubahan klausul dalam Pasal 6 ayat 1 sebagai berikut: “Investasi dengan cara pembelian saham dilakukan atas saham yang diterbitkan oleh perusahaan”. Sesuai PMK Nomor 181PMK.052008, Pemerintah hanya bisa melakukan investasi pada perusahaan terbuka, sedangkan PMK Nomor 44PMK.052011 tanggal 9 Maret 2011, Pemerintah bisa melakukan investasi baik pada perusahaan terbuka maupun tertutup”. Akhirnya, pada tanggal 6 Mei 2011 Kepala PIP untuk dan atas nama Pemerintah RI dan Nusa Tenggara Partnership BV NTP BV melakukan penandatanganan Perjanjian Jual Beli Saham Divestasi 2010 senilai US 246.80 juta. Namun berdasarkan kajian berdasarkan peraturan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Menkeu bahwa ternyata Perjanjian Jual Beli Saham divestasi tahun 2010 cacat hukum karena didasarkan pada KMK Nomor 43KMK.062011 yang juga cacat hukum karena bertentangan dengan PMK Nomor 181PMK.052008 yang hanya memperbolehkan pembelian saham yang diterbitkan perusahaan terbuka, sedangkan PT NNT merupakan perusahaan tertutup.

5. Kedudukan Pusat Investasi Pemerintah

PIP dan Sengketa antar Kewenangan Lembaga Negara Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara 24 , disebutkan bahwa: Pertama, dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan. Kedua yakni dalam rangka membahas permintaan, saran, dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat 1, BPK atau lembaga perwakilan mengadakan pertemuan konsultasi. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang BPK 25 Pasal 6 ayat 1 dinyatakan BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Dari ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, bahwa BPK memiliki kewenangan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang lingkupnya sangat luas yaitu mencakup pemerintah dan lembaga-lembaga negara, termasuk dalam hal ini adalah pemeriksaan terhadap Pusat Investasi Pemerintah PIP. PIP adalah lembaga yang didirikan sebagai pelaksanaan kesepakatan Pemerintah dan Panitia Anggaran DPR dalam Rapat Kerja tanggal 12 Juli sampai dengan 7 September 2006 dengan tujuan untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur. PIP ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum pada Kementerian Keuangan berdasarkan KMK Nomor 1005KMK.052006 yang diubah terakhir dengan KMK Nomor 91KMK.052009 tanggal 27 Maret 2009. Dalam Pasal 1 ayat 2 PMK 52PMK.012007 tentang Organisasi dan Tata Kerja PIP, menyatakan PIP merupakan instansi pemerintah yang berperan sebagai operator investasi pemerintah yang menerapkan pola pengeluaran keuangan Badan Layanan Umum BLU. Secara organisasi, PIP berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. Berdasarkan KMK Nomor 24 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400. 25 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400. 53 Pria, Sinkronisasi Kebijakan Kerjasama Antar Daerah dalam Divestasi Saham PT Newmont Nusa Tenggara 1005KMK.052006 yang diubah terakhir dengan KMK Nomor 91KMK.052009 tanggal 27 Maret 2009 dan PMK 52PMK.012007, secara eksplisit dinyatakan bahwa PIP adalah Badan Layanan Umum BLU. Peraturan yang mengatur tentang BLU terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pada Ketentuan Umum angka 23 disebutkan bahwa Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang danatau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip eisiensi dan produktivitas. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum 26 , Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa Badan Layanan Umum yang selanjutnya disebut BLU adalah Instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang danatau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip eisiensi dan produktivitas”. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, KMK Nomor 1005KMK.052006 yang diubah terakhir dengan KMK Nomor 91 KMK.052009 tanggal 27 Maret 2009 dan PMK 52PMK.012007, dapat disimpulkan bahwa PIP adalah BLU, yang merupakan instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa mengutamakan mencari keuntungan, sedangkan kekayaannya adalah kekayaan negaradaerah yang tidak dipisahkan, yang dikonsolidasikan dalam rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara LembagaPemerintah Daerah yang bersangkutan. Dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 diatur bahwa Pemerintah dapat memberikan pinjamanhibahpenyertaan modal kepada dan menerima pinjamanhibah dari perusahaan negaradaerah, yang ditetapkan dalam APBNAPBD. Pada ayat 7 disebutkan bahwa dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman danatau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR. Di samping itu juga berdasarkan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 yang merupakan amanat Pasal 29 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003, PIP dalam hal ini Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial danatau manfaat lainnya. Investasi dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan investasi langsung yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan penyertaan modal Pemerintah Pusat pada perusahaan negaradaerahswasta ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, dan penyertaan modal pemerintah daerah pada perusahaan negara daerahswasta ditetapkan dengan peraturan daerah. Kedudukan PIP sebagai bagian dari Pemerintah inilah yang merupakan salah satu sebab sengketa antara Pemerintah dengan DPR dalam transaksi divestasi PT NNT. Karena PIP adalah bagian dari kementrian atau bukan merupakan lembaga yang terpisah dari Pemerintah sehingga penganggarannya dimasukkan dalam anggaran Kementerian yang direncanakan pada APBN yang mengharuskan adanya persetujuan DPR. Perdebatan tentang ini yang menjadi objek sengketa dalam kompetensi Mahkamah Konstitusi berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sehingga PIP sebagai BLU harus menuangkan secara rinci dan mendapat persetujuan DPR. Pembelian 7 saham divestasi PT NNT belum terdapat di dalam APBN TA 2009, TA 2010, dan TA 2011. Oleh karena itu, 26 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4654. 54 MIMBAR HUKUM Volume 27, Nomor 1, Februari 2015, Halaman 43-56 pendapat Pemerintah yang menyatakan bahwa telah mendapat persetujuan DPR RI melalui persetujuan terhadap RUU APBN adalah tidak tepat. Terkait dengan divestasi 7 tahun 2010 sampai sekarang belum dilaksanakan, hal ini menimbulkan permasalahan baik secara ekonomi, hukum, sosial dan keamanan. Dari aspek ekonomi dengan terlambatnya atau tidak terealisasinya divestasi sebagaimana dalam kontrak karya maka akan menimbulkan kerugian bagi Negara dan khususnya Pemerintah Daerah, sebab Negara dan Pemerintah Daerah akan kehilangan keuntungan yang seharusnya diterima, dan hal tersebut akan berdampak terhadap pelaksanaan dan pengembangan program-program pemberdayaan masyarakat. Secara hukum, dengan adanya keterlambatan ini akan memberi kesan bahwa investasi di Indonesia tidak memberikan kepastian hukum, karena dalam proses investasi sering timbul permasalahan karena tidak dilaksanakannya komitmen dan peraturan-peraturan yang telah dibentuk dalam bidang investasi. Dari aspek sosial dengan belum dilaksanakannya divestasi telah menimbulkan gejolak pada masyarakat, sebab masyarakat merasa berkepentingan dengan adanya perusahaan tambang tersebut sehingga menjadi sorotan banyak pihak, apalagi PT NNT adalah perusahaan besar yang termasuk perusahaan transnasional sehingga akan mudah diekspose ke media. Gejolak yang terjadi tidak saja antara masyarakat yang sifatnya horizontal, tapi juga antar Pemerintah Daerah yaitu terjadinya konlik antara Provinsi NTB dengan Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa. Konlik tersebut tidak saja antar Pemerintah Daerah tapi juga antara pemerintah daerah dengan Pemerintah Pusat, sebab keinginan Pemerintah Pusat mengambil saham 7 tahun 2010 telah membuat pemerintah daerah bingung dengan motivasi dari Pemerintah Pusat, karena keinginan tersebut tidak tampak dari divestasi yang 24 sebelumnya. Namun saham 24 yang dikatakan milik Pemerintah Daerah ternyata menyisakan beberapa permasalahan, diantaranya yaitu bahwa PT MDB yang merupakan konsorsium dari PT DMB dan PT MC telah memberitahukan kepada PT NNT bahwa 24 saham yang mereka miliki telah digadaikan kepada PT Credit Suisse Singapore, sehingga hasil dividen langsung dibayarkan kepada PT Credit Suisse Singapore. Saham tersebut diagunkan karena PT MDB telah meminjam kepada Credit Suisse Singapore sebesar US300 juta. Konsekuensinya, seluruh income yang dihasilkan MDB, termasuk dividen Newmont, digunakan untuk membayar kewajiban pinjaman dengan porsi tanggung jawab pemerintah daerah sebesar 25. Dengan 24 saham, maka PT MDB akan memperoleh dividen US187.751.655,00 yang disetorkan kepada PT MDB di rekening Credit Suisse Singapore sebagai kreditor PT MDB. Mengenai dana US72.000.000,- yang dikatakan Gubernur NTB telah diterima Pemda, sebenarnya US38.000.000,- adalah bantuan langsung PT NNT kepada Pemda NTB yang tidak terkait dengan dividen. Saat ini kepemilikan saham PT NNT adalah: PT Pukuafu Indah sebesar 17,8; PT Multi Daerah Bersaing sebesar 24; PT Indonesia Masbaga 2,2; dan pemegang saham asing sebesar 56. Persepsi awal masyarakat adalah PT DMB mendapat Golden Share sebesar 25 dari pembelian saham divestasi PT NNT. Namun pernyataan tersebut berbeda dengan pasal 7.1 a,b perjanjian kerjasama, dimana semua adalah utang. Untuk itu, sinkronisasi terkait hal tersebut sangat mendesak dilakukan. Divestasi saham PT NNT tahun 2006 dan 2007 jika ditambah dengan saham 2008 dan 2009 telah mencapai 24. Namun, saham 24 tersebut tidak semua dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Hal ini disebabkan karena untuk pembelian saham, Pemerintah Daerah menggandeng MC anak perusahaan Bumi Resources dengan komposisi pembagian 75:25. Artinya, Pemerintah Daerah hanya memiliki 6 dan harus dibagi 3 Provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa dengan porsi pembagian 4:4:2 2,4 Provinsi NTB, 2,4 Kabupaten Sumbawa Barat dan 55 Pria, Sinkronisasi Kebijakan Kerjasama Antar Daerah dalam Divestasi Saham PT Newmont Nusa Tenggara 1,2 Kabupaten Sumbawa. Konsekuensi logis dari kepemilikan saham yang sangat kecil ini adalah kontrol Pemda terhadap kebijakan yang ada di Perusahaan PT NNT akan sangat lemah. Kondisi ini diperparah oleh hubungan antara daerah yang tidak solid.

D. Kesimpulan