POTENSI DAN ZONASI KAWASAN WISATA MUARA SUNGAI PROGO

(1)

SKRIPSI

Disusun oleh : Oktiana Shinta Herawati

20120210029

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

ii

POTENSI DAN ZONASI KAWASAN WISATA MUARA

SUNGAI PROGO

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai syarat memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Disusun oleh : Oktiana Shinta Herawati

20120210029

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

iii

Skripsi yang berjudul

POTENSI DAN ZONASI KAWASAN WISATA MUARA SUNGAI PROGO Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

Oktiana Shinta Herawati 20120210029

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Pada tanggal 3 September 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai persyaratan yang diperlukan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Pembimbing/Penguji Utama Anggota Penguji

Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P NIP : 196011201989031001

Lis Noer Aini S.P, M.Si

NIK : 19730724200004133051 Pembimbing/Penguji Pendamping

Ir. Nafi Ananda Utama, M.S NIK : 19610831198610133002

Yogyakarta, 3 September 2016 Dekan

Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ir. Sarjiyah, M.S NIP : 196109181991032001


(4)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan :

1. Karya tulis saya, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas MuhammadiyahYogyakarta maupun perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah, maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim Pembimbing. 4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

5. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya yang sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul "Potensi dan Zonasi Kawasan Wisata Muara Sungai

Progo" ini kami susun untuk memenuhi persyaratan kurikulum sarjana strata-1

(S-1) pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini dapat terwujud atas bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. selaku pembimbing utama yang telah dengan sabar memberikan arahan, bimbingan serta masukan dalam menyelesaikan skripsi.

2. Bapak Ir. Nafi Ananda Utama, M.S. selaku pembimbing pendamping yang telah dengan sabar memberikan arahan, bimbingan serta masukan dalam menyelesaikan skripsi.

3. Ibu Lis Noer Aini S.P, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan, dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Innaka Ageng Rineksane, S.P., M.P. selaku Kepala Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan dalam menyelesaikan studi.

5. Ibu Ir. Sarjiyah, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan dalam menyelesaikan studi.

6. Seluruh staf karyawan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam menyelesaikan studi.

7. Keluarga tercinta Bapak Sutaman Bsc, Ibu Noviana Ekastuti, Kresna Murti Dewanto, Ratnakandi Febriyanti, Indry Yulianti, Indra Rianto, Om Gatot dan seluruh keluarga besar Toekiman, keluarga besar Sutadi yang selalu memberikan fasilitas dan motivasi dalam menyelesaikan studi.

8. Bapak Bambang Narmodo dan Bapak Sukijan yang telah mendampingi penelitian dilapangan.

9. Bapak Supriyanto selaku Kepala Desa Poncosari dan Bapak Haryanta selaku Kepala Desa Banaran serta seluruh warga Desa Poncosari dan Desa Banaran yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian di lapangan.

10. Mairiyansyah yang telah membantu penyelesaian penelitian dilapangan dan telah memberi motivasi dalam penyelesaian skripsi.


(6)

vi

Semoga semua bantuan yang telah diberikan menjadi amal baik dan mendapatkan balasan yang lebih besar dari Allah SWT. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran, kritik dan pengembangan penelitian selanjutnya untuk perbaikan di masa mendatang dan kedalaman karya tulis dengan topik ini.

Yogyakarta, 3 September 2016 Penulis


(7)

vii DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Batasan Studi ... 6

F. Kerangka Pikir Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Agrowisata ... 9

B. Zonasi dan Pengembangan Agrowisata ... 16

III. KARAKTERISTIK WILAYAH ... 24

A. Muara Sungai Progo ... 24

1. Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 24

2. Jenis Tanah ... 26

3. Kondisi Geologi ... 28

4. Tingkat Erosi... 30

B. Desa Poncosari ... 31

1. Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 31

2. Iklim, Topografi dan Jenis Tanah ... 34

3. Penggunaan lahan ... 34

4. Kondisi Sosial Masyarakat ... 37

C. Desa Banaran ... 40

1. Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 40

2. Iklim, Topografi dan Jenis Tanah ... 43

3. Penggunaan lahan ... 43

4. Kondisi Sosial Masyarakat ... 44

IV. TATA CARA PENELITIAN ... 49

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 49

B. Metode Penelitian dan Analisis Data... 50

1. Metode Penelitian ... 50

2. Metode Penentuan Lokasi ... 51

3. Metode Pengambilan sampel ... 51

4. Metode Analisis Data... 52

5. Teknik Pengumpulan Data... 53

C. Jenis Data ... 54


(8)

viii

1. Potensi Pertanian... 66

2. Potensi Perikanan ... 70

C. Potensi Wisata Pantai ... 80

1. Pantai Pandansimo Bantul ... 80

2. Pantai Trisik Kulon Progo ... 88

D. Persepsi Masyarakat ... 91

E. Identifikasi Potensi Kawasan Muara Sungai Progo ... 106

F. Zonasi Kawasan Wisata Muara Sungai Progo ... 110

1. Zona Inti ... 112

2. Zona Penyangga (buffer zone) ... 112

3. Zona Pengembangan ... 114

4. Zona Pelayanan Wisata ... 115

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 116

A. Kesimpulan ... 116

B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118


(9)

ix

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Luas wilayah menurut peruntukannya ... 35

Tabel 2. Luas wilayah berdasarkan penggunaannya ... 36

Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah KK di Desa Poncosari ... 38

Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk Desa Poncosari ... 39

Tabel 5. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Pendidikannya ... 40

Tabel 6. Penggunaan Lahan Desa Banaran ... 43

Tabel 7. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah KK Desa Banaran ... 45

Tabel 8. Penduduk Desa Banaran Menurut Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Tahun 2014 ... 46

Tabel 9. Jumlah Angkatan Kerja Menurut Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2014 ... 46

Tabel 10. Jumlah Pengangguran Menurut Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2014 ... 47

Tabel 11. Jumlah penduduk berdasarkan Pekerjaan Tahun 2014 di Desa Banaran ... 48

Tabel 12. Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ... 55

Tabel 14. Pemanfaatan muara sungai Progo ... 59

Tabel 15. Pengetahuan masyarakat tentang agrowisata ... 92

Tabel 16. Dukungan masyarakat terhadap pengembangan agrowisata di kawasan muara sungai Progo ... 93

Tabel 17. Hak pengelolaan wisata di kawasan muara sungai Progo ... 94

Tabel 18. Persepsi masyarakat terhadap pengembangan kawasan muara sungai Progo ... 95

Tabel 19. Persepsi masyarakat tentang manfaat dan harapan ... 97

Tabel 20. Persepsi masyarakat tentang kondisi kawasan muara sungai Progo .... 98

Tabel 21. Persepsi masyarakat tentang daya tarik di kawasan muara sungai Progo ... 99

Tabel 22. Persepsi masyarakat terhadap aksesibiltas kawasan muara sungai Progo ... 100

Tabel 23. Persepsi masyarakat tentang tambak udang . ... 102

Tabel 24.Status pengelolaan tambak ... 104

Tabel 25. Persepsi masyarakat terhadap pengembangan wisata tambak udang . 105 Tabel 26. Tanggapan pemilik tambak udang terhadap pengembangan wisata ... 106


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir ... 7

Gambar 2. Penataan zona pada agrowisata ... 22

Gambar 3 Peta administrasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 25

Gambar 4 Peta jenis tanah di wilayah sungai Progo-Opak-Serang ... 27

Gambar 5. Proses terbentuknya endapan di muara sungai... 28

Gambar 6. Sebaran pasir di sepanjang pantai di DIY ... 29

Gambar 7. Peta erosi lahan wilayah sungai Serayu-Opak tahun 2008 ... 31

Gambar 8. Peta administrasi kabupaten Bantul ... 32

Gambar 9. Peta Administrasi Desa Poncosari ... 33

Gambar 10. Peta sebaran fasilitas umum Desa Poncosari ... 37

Gambar 11. Peta administrasi kabupaten Kulon Progo ... 41

Gambar 12. Peta Administrasi Kecamatan Galur ... 42

Gambar 13. Lokasi penelitian ... 49

Gambar 14. Kawasan muara yang mengalami erosi ... 56

Gambar 15. Kondisi eksiting muara ... 62

Gambar 16. Kondisi eksiting laguna ... 63

Gambar 17. Dampak pencemaran limbah tambak udang di laguna ... 65

Gambar 18. Kondisi eksiting Pantai Pandansimo ... 82

Gambar 19. Fasilitas umum kawasan wisata pantai Pandansimo ... 83

Gambar 20. Tumbuhan Ipomoea pes-caprae (L) atau tapak kuda ... 84

Gambar 21. Kondisi eksiting komplek petilasan Pandansimo ... 86

Gambar 22. Kondisi eksiting komplek petilasan Pandan Payung ... 87

Gambar 23. Fasilitas umum pantai Trisik ... 89

Gambar 24. Kondisi pantai yang terlihat kumuh ... 89

Gambar 25.Papan penanda pantai Trisik sebagai habitat penyu ... 90

Gambar 26.Kondisi lahan pertanian di kawasan muara sungai Progo ... 67

Gambar 27. Komoditas hortikultura di pesisir pantai Trisik ... 68

Gambar 28. Lahan pisang di kawasan pesisir pantai Trisik ... 69

Gambar 29. Aktifitas petani di lahan ... 69

Gambar 30. Aktifitas nelayan di muara sungai Progo dan pesisir pantai Trisik .. 71

Gambar 31.Kondisi eksiting tambak udang di Desa Poncosari ... 74

Gambar 32.Pengelolaan limbah tambak udang ... 75

Gambar 33. Kondisi eksisting kawasan tambak udang Desa Banaran ... 78

Gambar 34..Kondisi jalan kawasan muara sungai Progo Desa Poncosari. ... 101

Gambar 35. Kondisi jalan kawasan muara sungai Progo Desa Banaran ... 102


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Peta Rencana Pola Ruang Pantai Selatan ... 120

Lampiran 2. Peta Kawasan Muara Sungai Progo ... 121

Lampiran 3. Kondisi Muara Sungai Progo ... 122

Lampiran 4. Peta Rencana Pola Ruang Kulon Progo ... 126


(12)

(13)

Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P/ Ir. Nafi Ananda Utama, M.S Agrotechnology Department Faculty of Agriculture

Muhammadiyah University of Yogyakarta ABSTRACT

This research entitled The Potency and Zonation of Tourism Area of Progo River Estuary was conducted at Poncosari, Srandakan District, Bantul Regency and Banaran, Galur District, Kulon Progo Regency from March up to May 2016.

The research was done using survey method with 30 samples from Poncosari and 30 samples from Banaran. Samples were determined using non-probability sampling method based on certain criteria. The research was completed by primary and secondary data collecting which would be analyzed descriptively and spatially to determine the concept of zoning tourism area of Progo river eustary.

The results showed that based on current potencies in the area of the estuary, the region could be developed into agro-tourism area, and tourism zoning Progo river estuary could be divided into four zones i.e : main zone, buffer zone, development zone and tourism service zone.


(14)

1

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata kedua di Indonesia setelah Bali. DIY juga menjadi salah satu propinsi yang menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik wisata propinsi DIY merupakan segmen pasar wisata yang potensial di masa depan dan pengembangannya menuntut flekibilitas penyesuaian produk dengan permintaan pasar. DIY yang relatif aman dan nyaman menjadikan banyaknya wisatawan yang berkunjung sehingga tidak mengherankan jumlah wisatawan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan data statistik pariwisata Dinas Pariwisata DIY tahun 2014, jumlah wisatawan yang berkunjung ke DIY tahun 2013 mencapai 3.346.180 wisatawan yang terdiri dari 254.213 wisatawan asing dan 3.091.967 wisatawan domestik meningkat 17,91% dari tahun 2012 (Dinas Pariwisata DIY, 2015).

Menurut Dinas Pariwisata DIY (2015), jumlah objek wisata DIY sebanyak 132 yang meliputi objek wisata alam, wisata budaya, wisata hutan dan desa/kampung wisata. Keragaman objek wisata di DIY didukung dengan sumber daya dan sosial budaya masyarakat. Kondisi topografi DIY sangat beraneka ragam mulai dari berbentuk daratan, lereng pegunungan dan pantai yang menjadi faktor pendukung beragamnya objek wisata yang dimiliki DIY. Berdasarkan data statistik pariwisata tahun 2014, jumlah wisatawan yang datang di daya tarik wisata per kabupaten/ kota total mencapai 16.774.235 dengan masing-masing


(15)

2

persentase Kota Yogyakarta 31,30%, Sleman 25,18%, Gunung Kidul 21,96 %, Bantul 16,14 % dan Kulon Progo 5,39%.

Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo memiliki jumlah wisatawan yang relatif lebih sedikit dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat kedua kabupaten ini memiliki potensi geografis yang sangat menguntungkan untuk pengembangan dan pembangunan kawasan wisata. Rencana pembangunan bandara di Kulon Progo dan keberadaan jalur lintas selatan (JLS) yang nantinya diprediksi akan memberikan dampak yang besar bagi perekonomian dan pembangunan di Bantul dan Kulon Progo.

Salah satu potensi geografis yang dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata adalah kawasan muara sungai. Muara sungai merupakan tempat bertemunya antara air sungai dengan air laut dan merupakan bagian paling hilir dari sungai. Ekosistem muara biasa juga disebut dengan ekosistem estuari atau perairan estuari dimana, muara merupakan pencampuran air tawar dan air laut. Proses-proses alam yang terjadi diperairan muara mengakibatkan muara sebagai ekosistem produktif alami (Soeyasa, 2011). Menurut Hutabarat (1985) daerah muara merupakan tempat hidup yang baik bagi populasi ikan, jika dibandingkan jenis hewan lainnya. Muara sungai menjadi tempat yang sangat menarik karena memiliki banyak potensi. Tidak hanya sebagai habitat flora fauna tertentu, tetapi juga menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat yng tinggal di kawasan muara. Muara sungai merupakan tempat bertemunya antara air sungai dengan air laut dan merupakan bagian paling hilir dari sungai. Ekosistem muara biasa juga disebut dengan ekosistem estuari atau perairan estuari dimana, muara merupakan


(16)

3

pencampuran air tawar dan air laut. Proses-proses alam yang terjadi diperairan muara mengakibatkan muara sebagai ekosistem produktif alami (Soeyasa, 2011). Menurut Hutabarat (1985) daerah muara merupakan tempat hidup yang baik bagi populasi ikan, jika dibandingkan jenis hewan lainnya. Muara sungai menjadi tempat yang sangat menarik karena memiliki banyak potensi. Tidak hanya sebagai habitat flora fauna tertentu, tetapi juga menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat yng tinggal di kawasan muara.

Kawasan muara selalu menarik bagi setiap orang begitu juga dengan kawasan muara sungai Progo (biasa disebut muara kali Progo atau suwangan) yang terkenal sebagai habitat ikan dan beberapa jenis burung air membuat banyak orang tertarik datang untuk memancing atau sekedar menikmati pemandangan alam yang ada di kawasan tersebut. Masyarakat sekitar menfungsikan kawasan muara sungai Progo secara turun temurun sebagai sumber mata pencaharian dari sektor pertanian dan perikanan. Tambak udang juga mulai dikembangkan oleh penduduk sekitar untuk mengangkat potensi kawasan ini sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat. Akan tetapi, kawasan ini mulai mengalami degradasi akibat kegiatan penambangan pasir dan pengelolaan tambak udang yang kurang tepat.

Salah satu untuk mengurangi degradasi akibat kegiatan tambang pasir dan tambak yaitu dengan menjadikan kawasan muara sungai Progo sebagai kawasan wisata. Bentuk wisata yang dapat dikembangkan di kawasan muara sungai Progo ialah agrowisata. Melalui pengembangan agrowisata diharapkan dapat menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan sekaligus diharapkan dapat


(17)

4

melestarikan sumber daya lahan serta memelihara budaya maupun teknologi lokal yang umumnya sesuai kondisi lingkungan alaminya (I Gede Arya Sanjaya dkk, 2013). Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisata adalah keaslian, keunikan, kenyamanan dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan.

Maka dari itu, perlu adanya identifikasi lebih lanjut tentang potensi kawasan muara sungai Progo dan zonasi kawasan wisata muara sungai Progo. Identifikasi potensi harus dikaji lebih lanjut sehingga perlu memperhatikan aspek sosial ekonomi, aspek sosial budaya dan lingkungan yang harus menguntungkan semua pihak baik wisatawan, pemerintahan maupun masyarakat. Penataan zonasi sangatlah penting sebagaimana dikemukakan oleh Wallace (1995) suatu sitem zonasi yang terencana dengan aik akan memberikan kualitas yang tinggi terhadap pengalaman pengunjung dan memberikan lebih banyak pilihan yang akan mempermudah pengelola untuk beradaptasi terhadap perubahan pasar. Identifikasi potensi dan zonasi kawasan wisata muara sungai Progo menjadi langkah awal dalam pengembangan wisata di kawasan muara sungai Progo. Pengembangan wisata di kawasan muara sungai Progo diharapkan dapat meningkatkan daya tarik wisata di kabupaten Bantul dan kabupaten Kulon Progo.

Perumusan Masalah B.

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah tujuan wisata kedua setelah Bali. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke DIY tahun 2014 mencapai lebih dari 16 juta. Dari keseluruhan jumlah wisatawan yang berkunjung,


(18)

5

kabupaten Bantul hanya mampu menyerap 16,14 % dan Kulon Progo 5,39 %. Hal ini sangat disayangkan mengingat kedua kabupaten ini memiliki potensi geografis yang sangat menguntungkan bagi pengembangan wisata. Potensi geografis yang dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata ialah kawasan muara sungai Progo. Pengembangan kawasan wisata di muaa sungai Progo diharapkan dapat meningkatkan daya tarik dan kunjungan wisata di kabupaten Kulon Progo dan kabupaten Bantul. Namun, kawasan muara sungai Progo merupakan kawasan yang belum dikelola oleh masyarakat sebagai kawasan wisata. Pemanfaatan kawasan muara sungai Progo hanya terbatas pada sektor perikanan dan pertambangan, sehingga fungsi lainnya belum dirasakan secara optimal. Dalam pengembangan wisata suatu kawasan, perlu adanya identifikasi potensi dan zonasi kawasan wisata sebagai langkah awal dalam pengembangan dan pemanfaatan kawasan muara sungai Progo sebagai kawasan wisata. Dengan demikian permasalahan penelitian adalah :

1. Seberapa besarkah potensi agrowisata di kawasan muara Sungai Progo? 2. Bagaimanakah konsep zonasi kawasan wisata muara Sungai Progo?

Tujuan Penelitian C.

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi potensi agrowisata yang ada di kawasan muara Sungai Progo

2. Menyusun konsep zonasi bagi pengembangan wisata yang berkelanjutan di kawasan muara sungai Progo.


(19)

6

Manfaat Penelitian D.

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi dan bahan rekomendasi bagi masyarakat maupun Lembaga Pemerintahan kabupaten Bantul dan Kulon Progo untuk dapat mengembangkan kawasan muara sungai Progo sebagai destinasi wisata guna meningkatkan daya tarik wisata daerah.

Batasan Studi E.

Studi tentang zonasi kawasan wisata muara sungai Progo difokuskan pada wilayah Desa Poncosari, Bantul dan Desa Banaran, Kulon Progo yang secara administrasi berada di kawasan muara sungai Progo.

Kerangka Pikir Penelitian F.

Untuk meningkatkan daya tarik dan jumlah wisatawan yang berkunjung ke kabupaten Bantul dan Kulon Progo, kawasan muara sungai Progo menjadi solusi sebagai salah satu potensi geografis yang bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lebih lanjut potensi yang ada dan melakukan zonasi kawasan wisata muara sungai Progo

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survey yaitu penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah (Nazir, 1983). Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder terkait


(20)

7

kondisi fisik dan kondisi sosial Desa Poncosari, Bantul dan Desa Banaran, Kulon Progo. Berikut adalah skema penelitian ini :

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir

Dalam melakukan penelitian ini muara sungai Progo dilihat sebagai kawasan yang memiliki daya tarik untuk pengembangan kawasan agrowisata. Daya tarik tersebut berupa potensi pertanian, potensi sumber daya alam (SDA) dan potensi wisata pantai sekitar yang kemudian diidentifikasi untuk mengetahui berbagai potensi yang terdapat dikawasan muara sungai Progo. Dari identifikasi potensi kawasan tersebut kemudian dibuat konsep zonasi kawasan wisata muara

Muara Sungai Progo

Potensi Pertanian dan Perikanan Potensi Sumber

Daya Alam (SDA)

Potensi Wisata Pantai

Identifikasi Potensi

Zonasi kawasan wisata muara sungai Progo


(21)

8

sungai Progo. Zonasi kawasan wisata didasarkan pada potensi dan daya dukung kawasan yang kemudian disesuaikan dengan sosial budaya masyarakat, kemampuan dan kebutuhan masyarakat serta tetap mempertimbangkan persepsi masyarakat. Sehingga, produk wisata yang akan dikembangkan dapat menguntungkan semua pihak dengan teetap mempertahankan kelestarian lingkungan kawasan muara sungai Progo.


(22)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

Agrowisata A.

1. Definisi Agrowisata

Agrowisata merupakan rangkaian kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi pertanian sebagai obyek wisata, baik potensial berupa pemandangan alam kawasan pertaniannya maupun kekhasan dan keanekaragaman aktivitas produksi dan teknologi pertanian serta budaya masyarakat petaninya. Kegiatan agrowisata bertujuan untuk memperluas wawasan pengetahuan, pengalaman rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan dan peternakan. Di samping itu yang termasuk dalam agro wisata adalah perhutanan dan sumber daya pertanian. Perpaduan antara keindahan alam, kehidupan masyarakat pedesaan dan potensi pertanian apabila dikelola dengan baik dapat mengembangkan daya tarik wisata. Dengan berkembangnya agrowisata di satu daerah tujuan wisata akan memberikan manfaat untuk peningkatan pendapatan masyarakat dan pemerintahan dengan kata lain bahwa fungsi pariwisata dapat dilakukan dengan fungsi budidaya pertanian dan pemukiman pedesaan dan sekaligus fungsi konservasi (Gumelar S. Sastrayuda, 2010).

Menurut Pusat Data dan Informasi (2005), agrowisata dapat dikelompokan ke dalam wisata ekologi (ecoutourism), yaitu kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari alam dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan (Rima Windasari, 2006).


(23)

2. Prinsip-Prinsip Agrowisata

Ekowisata dan agrowisata pada dasarnya memiliki prinsip yang sama. Menurut Wood (2000) dalam Pitana (2002), ada beberapa aspek yang harus diperhatikan untuk mengembangkan agrowisata, diantaranya sebagai berikut : a. Menekan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan kebudayaan

yang dapat merusak daerah tujuan wisata.

b. Memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu pelestarian.

c. Menekan pentingnya bisnis yang bertanggungjawab yang bekerjasama dengan unsur pemerintahan dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian.

d. Mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan pelestarian, manajemen sumberdaya alam dan kawasan yang dilindungi.

e. Memberikan penekanan pada kebutuhan zona pariwisata regional dan penataan serta pengelolaan tanaman-tanaman untuk tujuan wisata di kawasan-kawasan yang ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut.

f. Memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan dan sosial, dan program-program jangka panjang, untuk mengevaluasi dan menekan serendah-rendahnya dampak pariwisata terhadap lingkungan.

g. Mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk Negara, pebisnis dan masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah kawasan yang dilindungi.


(24)

h. Berusaha untuk menyakini bahwa perkembangan tidak melampaui batas-batas sosial dan lingkungan yang diterima seperti yang ditetapkan para peneliti yang telah bekerjasama dengan penduduk lokal.

i. Mempercayakan pemanfataan sumber energi, melindungi tumbuh-tumbuhan dan binatang liar, dan menyesuaikan dengan lingkungan alam dan budaya.

Pengembangan agrowisata dituntut untuk mengarah pada terwujudnya tahap pengembangan pariwisata berkelanjutan (Suistainable of Tourism

Development) yaitu prinsip pengembangan yang berpijak pada keseimbangan

aspek dan pengembangan serta berorientasi ke depan (jangka panjang), berkenaan kepada nilai manfaat yang besar bagi masyarakat setempat, prinsip pengelolaan aset/sumber daya yang tidak merusak, namun berkelanjutan jangka panjang baik secara sosial, budaya, ekonomi, serta pengembangan pariwisata harus mampu mengembangkan apresiasi yang lebih peka dari masyarakat. Aspek utama dalam pengembangan sebuah agrowisata, memiliki tujuan yaitu dapat meningkatkan jumlah wisatawan sehingga kesejahteraan pengelola, dan masyrakat sekitar dapat terjamin. Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996) agrowisata dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Meningkatkan konservasi lingkungan.

b. Meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam c. Memberikan nilai rekreasi.

d. Meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan. e. Mendapatkan keuntungan ekonomi.


(25)

Pada prinsipnya agrowisata merupakan kegiatan industri yang mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung di tempat wisata yang diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisata adalah keaslian, keunikan, kenyamanan dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada wilayah-wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan. Menyadari pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut, masyarakat/petani setempat perlu diajak untuk menjaga keaslian, kenyaman dan kelestarian lingkungan (Subowo, 2002).

3. Kriteria Agrowisata

Menurut Bappenas (2004) kriteria kawasan agrowisata sebagai berikut : a. Memiliki potensi atau basis kawasan di sektor agro baik pertanian,

hortikultura, perikanan maupun peternakan, misalnya :

(i) Subsistem usaha pertanian primer (on farm) yang diantara lain terdiri dari pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.

(ii) Subsistem industri pertanian yang antara lain terdiri industri pengolahan, kerajinan, pengemasan dan pemasaran baik lokal maupun ekspor.

(iii) Subsistem pelayanan yang menunjang kesinambungan dan daya dukung kawasan baik terhadap industri dan layanan wisata maupun sektor agro, misalnya transportasi dan akomodasi, penelitian dan pengembangan, perbankan dan asuransi, fasilitas telekomunikasi dan infrastruktur.


(26)

b. Adanya kegiatan masyarakat yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan wisata dengan keterkaitan dan ketergantungan yang cukup tinggi, antara lain kegiatan pertanian yang mendorong tumbuhnya industri pariwisata, dan sebaliknya kegiatan pariwisata yang memacu berkembangnya sektor pertanian.

c. Adanya interaksi yang intensif dan saling mendukung bagi kegiatan agro dengan kegiatan pariwisata dalam kesatuan kawasan, antara lain berbagai kegiatan dan produk wisata yang dikembangkan secara berkelanjutan.

4. Ruang Lingkup dan Potensi Agrowisata

Penentuan klasifikasi agrowisata didasari oleh konsepsi dan tujuan pengembangan agrowisata, jenis-jenis obyek agrowisata beserta daya tarik obyek tersebut. Daya tarik agrowisata terdiri dari komoditi usaha agro, sistem sosial ekonomi dan budaya, sistem teknologi dan budidaya usaga agro, peninggalan budaya agro, budaya masyarakat, keadaan alam dan prospek investasi pada usaha agro tersebut. Ruang lingkup dan potensi agrowisata oleh Team Menteeri Rakornas Wistata pada tahun 1992 dalam Betrianis (1996) dijelaskan :

a. Tanaman Pangan

(i) Lingkup komoditas yang ditangani meliputi komoditas tanaman padi, palawija dan komoditas tanaman hortikultura.

(ii) Lingkup kegiatan yang ditangani meliputi kegiatan usaha tani tanaman pangan (padi, palawija, hortikultura) yang terdiri dari berbagai proses kegiatan pra panen, pasca panen/pengelolaan hasil sampai pemasarannya.


(27)

b. Perkebunan

Daya tarik perkebunan sebagai sumberdaya wisata anatara lain sebagai berikut :

(i) Daya tarik histori wisata alam (ii) Lokasi perkebunan

(iii) Cara-cara tradisional dalam pola tanam, pemeliharaan, pengelolaan Ruang lingkup bidang usaha perkebunan meliputi:

(i) Perkebunan tanaman keras dan tanaman lainnya yang dilakukan oleh perusahaan swasta atau BUMN

(ii) Berbagai kegiatan obyek usaha perkebunan dapat berupa praproduksi (pembibitan), produksi dan pasca produksi (pengolahan dan pemasaran) c. Peternakan

Daya tarik peternakan sebagai sumberdaya wisata anatara lain sebagi berikut : (i) Pola peternakan yang ada

(ii) Cara-cara tradisonal dalam peternakan (iii) Tingkat teknik pengelolaan

(iv) Budidaya hewan ternak

Ruang lingkup obyek wisata peternakan meliputi:

(i) Pra produksi : pembibitan ternak, pabrik pakan ternak, pabrik obat-obatan dan lain-lain

(ii) Kegiatan produksi : usaha perternakan ungags, ternak perah, ternak potong dan aneka ternak


(28)

(iv) Kegiatan lain : penggemukan ternak, karapan sapi, adu domba, pacu itik dll.

d. Perikanan

Daya tarik perikanan sebagai sumberdaya wisata antara lain sebagai berikut : (i) Adanya pola perikanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah

(ii) Cara-cara tradisional dalam perikanan (iii) Tingkat teknik pengelolaan

(iv) Budidaya perikanan

Ruang lingkup obyek iwsata perikanan meliputi :

(i) Kegiatan penangkapan ikan, yang merupakan suatu kegiatan usaha untuk memperoleh hasil perikanan melalui usaha penangkapan pada suatu kawasan perairan tertentu di laut atau perairan umum (danau, sungai, rawa, waduk atau genangan air lainnya). Kegiatan ini ditunjang oleh penyediaan prasarana di darat berupa Pusat Pendaratan Ikan atau Pelabuhan Perikanan.

(ii) Kegiatan perikanan budidaya yang merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh hasil perikanan melalui usaha budidaya perikanan yang mencakup usaha pembenihan dan pembesaran. Kegiatan budidaya perikanan meliputi budidaya ikan tawar, budidaya air payau dan budidaya laut.

(iii) Kegiatan pasca panen yang merupakan kegiatan penanganan hasil perikanan yang dilakukan pada peeriode setelah ditangkap dan sebelum


(29)

dikonsumsi. Kegiatan ini merupakan uaya penanganan, pengelohan dan pemasaran hasil perikanan.

Zonasi dan Pengembangan Agrowisata B.

1. Konsep Dasar Pengembangan Agrowisata

Pengembangan Agrowisata disetiap lokasi menurut Betrianis (1996) merupakan pengembangan yang terpadu antara pengembangan masyarakat desa, alam terbuka yang khas, pemukiman desa, budaya dan kegiatan pertaniannya serta sarana pendukung wisata seperti transportasi, akomodasi dan komunikasi. Secara umum, pengembangan agrowisata selalu menunjukan suatu usaha perbaikan kehidupan masyarakat petani dengan memanfaatkan potensi yang ada secara optimal.

Upaya pengembangan agrowisata menurut Deasy (1994) mengelompokkan konsep dasar pengembangan agrowisata menjadi lima kelompok, yaitu :

a. Fungsi agrowisata sebagai obyek wisata merupakan ajang pertemuan antara kelompok masyarakat dengan wisatawan yang mempunyai latar belakang sosial budaya yang erbeda dan yang mempunyai motivasi untuk mengetahui, menghayati serta menikmati hasil budidaya masyarakat pada daerah tertentu. b. Sistem struktural agrowisata, tediri dari sub-sub sistem obyek wisata, sarana

dan prasarana pariwisata, promosi dan penerangan pariwisata dan wisatawan. c. Strategi pengembangan desa agrowisata, dipandang sebagai unsur pengembangan masyarakat yang lebih fundamental karena orientasinya pada


(30)

msyarakat, maka sasarannya bersifat strategis, menyangkut kemampuan mandiri manusia di wilayah pedesaan. Dengan demikian pengembangan agrowisata tidak lagi sekedar proses pembangunan ekonomi tetapi juga proses pembangunan kebudayaan yang mengandung arti pengembangan dan pelestarian.semua program pengembangan agrowisata hendaknya berperan sebagai motivatir, innovator dan dinamisator terhadap pertumbuhan dan perkembangan masyarakat pedesaan menurut proses evolusi desa secara wajar. Selain itu, semua program yang sifatnya pemanfaatan sumber daya alam dan sumber dana harus memberikan dampak positif kepada semua pihak yang terlibat.

d. Lokasi agrowisata memberikan pengaruh bedar terhadap sub-sub sistem obyek wisata, prasarana dan sarana pariwisata, transportasi, promosi dan wisatawan yang datang. Lokasi agrowisata dapat di dalam kota, di pinggir kota atau di luar kota. Lokasi di luar kota/pedesaan merupakan ciri lingkungan yang mempunyai daya tarik yang kuat bagi wisatawan yang sebagian berasal dari kota.

e. Tata ruang suatu kawasan dipengaruhi oleh sistem nilai dan sistem norma yang berlaku ditempat tersebut. oleh karena itu, program pengembangan agrowisata hendaknya memperhatikaan tata ruang yang sesuai dengan keadaan dan keperluan masyarakat setempat.

Menurut Tirtawinata dan Fachrudin (1996) menyatakan bahwa terdapat tiga alternatif model agrowisata yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut :


(31)

a. Alternatif pertama, memilih daerah yang mempunyai potensi agrowisata dengan masyarakat tetap bertahan dalam kehidupan tradisional berdasarkan nilai-nilai kehidupannya. Model alternatif ini dapat ditemui di daerah terpencil dan jauh dari lalu lintas ekonomi luar.

b. Alternatif kedua, memilih salah satu tempat yang dipandang strategis dari segi geografis pariwisata, tetapi tidak mempunyai potensi agrowisata sama sekali. Pada daerah ini akan dibuat agrowisata buatan.

c. Alternatif ketiga, memilih daerah yang masyarakatnya memperlihatkan unsur-unsur tata hidup tradisional dan memiliki pola kehidupan bertani, beternak, berdagang dan sebagainya serta tidak jauh dari lalu lintas wisata yang cukup padat.

Dalam pengelolaan agrowisata, perlu mempertimbangkan secara seksama beberapa aspek yang akan melatarbelakangi keberhasilan pengelolaan agrowisata. Menurut Gumelar S. Sastrayuda (2010), aspek yang dimaksud diantara seperti : a. Aspek Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk pengelolaan agrowisata harus memiliki latar belakang pendidikan dibidangnya dan memiliki pengalaman yang luas dalam mengelola pekerjaannya. Para petani memiliki skill dalam bercocok tanam perlu mendapatkan tambahan pengetahuan tentang ilmu tanaman, tumbuhan untuk pengembangan informasi kepada pengunjung. b. Aspek Fasilitas, Sarana dan Prasarana

Hasil komoditas berbagai usaha pertanian yang dimanfaatkan sebagai obyek kunjungan peerlu ditunjang dengan oleh tersedianya sarana dan prasana


(32)

seperti jalan/akses menuju ke kawasan agrowisata. Sarana yang dibutuhkan untuk menunjang pelayanan kepada wisatawan antara lain seperti fasilitas umum (toilet), restauran, ruang informasi dan sarana transportasi.

c. Aspek Pemilihan Lokasi

Perpaduan antara kekayaan komoditas pertanian dengan keindahan alam dan kehidupan masyarakat dipedesaan pada dasarnya memberikan nuansa kenyamanan dan kenangan dapat mendorong kekayaan daya tarik wisata di berbagai daerah. Untuk lokasi agrowisata perlu adanya identifikasi terhadap wilayah pertanian yang akan dijadikan kawasan agrowisata dengan mempertimbangkan beberapa faktor dominan seperti praasarana dasar, sarana, transportasi dan komunikasi dan yang penting identifikasi trhadap peran serta masyarakat lainnya yang dapat menjadi pendorong berkembangnya agrowisata.

d. Karakteristik Tradisi Para Petani

Masyarakat petani dari sejak turun temurun telah melahirkan berbagai upacara tradisi yang berkembang ditengah-tengah mereka dan diakui oleh masyarakat di luar lingkungannya sebagai tradisi turun temurun yang dapat dipertahankan keberadaanya, misalnya kegiatan membajak sawah atau menggembala bebek di pematang sawah. Banyak nilai-nilai tradisi bertani di Indonesia yang perlu di gali dan dikembangkan sebagai potensi agrowisata.

e. Karakteristik Agro Industri

Agro industri lebih menampilkan berbagai hasil dari komoditi pertanian baik berupa makanan siap saji, maupun kegiatan atau proses dari terbentuknya


(33)

makanan tersebut. Aktivitas lainnya seperti menanam buah, pohon dan lain-lain yang menjadi daya tarik. Kegiatan tersebut telah banyak menarik wisatawan.

2. Model Pengembangan Agrowisata a. Pengembangan lanskap

Pengembangan lanskap agrowisata harus berdasarkana RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang dilakukan di kota, kabupaten, propinsi atau produk perencanaan lainnya yang mendukung dan menjadi dasar pengembangan wilayah. Konsep dasarnya meliputi :

(i) Memanfaatkan dan melestarikan kawasan lindung yang menjamin fungsi hidrologis serta sebagai pengendali pelestarian alam yang meliputi kawasan lindung, kawasan hutan lindung, kawasan suatu alam dn cagar budaya serta kawasan rawan bencana.

(ii) Mengembangkan kawasan budidaya pertanian lahan basah dan lahan kering sebagai mata pencaharian pokok penduduk jangka panjang, sekaligus pembentukan lanskap pertanian yang menunjang keindahan dan keseimbangan alam, pengalihan lahan-lahan non pertanian diarahkan pada lahan-lahan yag tidak atau kurang produktif.

(iii) Mengembangkan kawasan-kawasan wisata baru sesuai dengan potensi alam yang tersedia, selain mengembangkan obyek wisata yang telah ada, perlu dikembangkan/diversifikasi produk lainnya yang menjadi alternatif daya tarik wisata.


(34)

Agrowisata yang dikembangkan hendaknya mendukung terhadap upaya diversifikasi produk wisata yang mendukung fungsi kawasan wisata dan sekaligus memperhatikan budidaya pertanian. Pengembangannya dilakukan berdasarkan potensi pertanian yang dimiliki dan peruntukan ruangnya sesuai dengan RTDR dari masing-masing desa di satu kecamatan sehingga fungsi pariwisata dapat dilakukan sejalan dengan fungsi budidaya pertanian.

Menurut Gumelar S. Sastrayuda (2010) pengembangan zonasi kewilayahan (RTRW) dikategorikan dalam beberapa peletakannya terdiri dari :

(i) Dalam kawasan lindung, peruntukan ruang adalah hutan lindung, hutan suaka margasatwa dan cagar alam, dan hutan konservasi.

(ii) Dalam kawasan penyangga yaitu kawasan antara hutan lindung dan kawasan budidaya pertanian adalah dalam bentuk perkebunan terbatas. (iii) Dalam kawasan budidaya pertanian, ruang diperuntukan tanaman tahunan,

tanaman pangan lahan basah dan tanaman pangan lahan kering.

(iv) Dalam kawasan non pertanian diperuntukan untuk rekreasi fungsi pariwisata, pemukiman dan industri.

Sedangkan dalam peletakan dan penataan zonasi yang berkaitan dengan pengembangan OTDW (Obyek Daya Tarik Wisata) agrowisata, penzonasian perlu dilaksanakan dengan mengkombinasikan keindahan sumberdaya alam sebagai OTDW dengan sumberdaya pertanian sebagai ODTW agro. Untuk memperoleh kesan dan pengalaman wisawatan penataan zonasi sangatlah penting sebagaimana dikemukakan oleh Wallace (1995) dalam Gumelar S. Sastrayuda (2010) suatu sistem zonasi yang terencana dengan baik akan memberikan kualitas yang tinggi


(35)

terhadap pengamalam pengunjung dan memberikan lebih banyak pilihan yang akan mempermudah pengelola untuk beradaptasi terhadap perubahan pasar.

Pembagian zona pada growisata dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 1. Penataan zona pada agrowisata

(i) Dalam zona inti dapat dikembangkan berbagai kegiatan atraksi yang saling berkaitan dengan potensi sumber daya pertanian sebagai daya tarik agrowisata. Area ini memiliki keunikan tersendiri.

(ii) Zona penyangga lebih menitik beratkan atau mefokuskan kepada penyangga yang dapat memperkuat kesan hijau, nyaman, dan memiliki nilai konservasi yang tinggi.

(iii) Zona pelayanan merupakan zona semua kegiatan dan penyediaan fasilitas yang dibutuhkan seperti restauran atau tempat informasi.

(iv) Zona pengembangan menitik beratkan pada kegiatan penelitian pegembangan/budidaya dari masing-masing komoditi.


(36)

Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996), prinsip yang harus dipegang dalam sebuah perencanaan agrowisata, yaitu: (1) sesuai dengan rencana pengembangan wilayah tempat agrowisata itu berada, (2) dibuat secara lengkap, tetapi sesederhana mungkin, (3) mempertimbangkan tata lingkungan dan kondisi sosial masyarakat disekitarnya, (4) selaras dengan sumberdaya alam, sumber tenaga kerja, sumber dana, dan teknik-teknik yang ada, (5) perlu evaluasi sesuai dengan perkembangan yang ada.

Dalam mengidentifikasi suatu wilayah pertanian sebagai wilayah kegiatan agrowisata perlu pertimbangan yang matang. Pertimbangan tersebut meliputi kemudahan aksesibilitas, karakter alam, sentra produksi pertanian, dan adanya kegiatan agroindustri. Perpaduan antara kekayaan komoditas dengan bentuk keindahan alam dan budaya masyarakat merupakan kekayaan obyek wisata yang amat bernilai. Agar lebih banyak menarik wisatawan, objek wisata perlu dilengkapi dengan sarana dan prasarana pariwisata, seperti transportasi, promosi dan penerangan (Tirtawinata dan Fachruddin, 1996).


(37)

24 Letak, Luas dan Batas Wilayah 1.

Muara Sungai Progo secara administrasi berada di dalam wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan merupakan batas wilayah antara Kabupaten Kulon Progo dan Bantul. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah sebesar 3.185,80 km2, dan dilihat dari geografis terletak pada posisi 110°00' - 110°50' BT dan 7°33' - 8°12' LS.

Adapun batas wilayah administrasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu: Utara : Provinsi Jawa Tengah

Timur : Provinsi Jawa Tengah Selatan : Samudera Indonesia Barat : Provinsi Jawa Tengah

Secara administrasi, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 4 kabupaten dan satu kota dengan 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan, dengan perincian sebagai berikut:

a. Kota Yogyakarta terdiri atas 14 kecamatan dan 45 kelurahan/desa. b. Kabupaten Bantul terdiri atas 17 kecamatan dan 75 kelurahan/desa.

c. Kabupaten Kulon Progo terdiri atas 12 kecamatan, 1 kelurahan dan 87desa. d. Kabupaten Sleman terdiri atas 17 kecamatan dan 86 kelurahan/desa.

e. Kabupaten Gunungkidul terdiri atas 18 kecamatan dan 144 kelurahan/desa. Peta administrasi propinsi DIY disajikan pada gambar 3.


(38)

Gambar 3 Peta administrasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, 2012.

Muara Sungai Progo secara administratif berada di dalam wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan merupakan batas wilayah antara Kabupaten Kulon Progo dan Bantul. Dilihat dari peta rupa bumi secara administrasi, muara sungai Progo berada di Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Bantul dan Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kulon Progo.

Secara administratif DAS Progo terletak di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas DAS Progo  2.421 km2, dengan panjang sungai utamanya  138 km. Sungai ini berhulu di empat gunung, yaitu Gunung Sumbing ( 3.240 m), Gunung Sindoro ( 3.136 m), Gunung Merbabu ( 3.142 m) dan Gunung Merapi ( 2.986 m). Pola aliran anak-anak sungainya


(39)

berbentuk radial, dan bermuara di sungai utama (Sungai Progo) yang memanjang dari arah utara ke selatan. Di bagian hilir, alur sungai Progo berbelok-belok (meandering), dan di dekat muara banyak terdapat endapan yang berupa delta sungai (Balai Besar Sungai Serayu-Opak, 2008).

Debit rerata bulanan Sungai Progo tercatat di beberapa tempat yaitu di Kali Bawang 58,50 m3/ detik, di Duwet 44,78 m3/detik, di Badran 17,6 m3/detik dan di Borobudur 30,30 m3/detik. Sedangkan debit maximum yang tercatat di Stasiun Duwet sebesar 213,00 m3/detik dan minimum 1,06 m3/detik, di stasiun Kalibawang tercatat maksimum sebesar 331 m3/detik dan minimum sebesar 12,00 m3/ detik. Stasiun Badran maksimum 103 m3/detik dan minimum 5,76 m3/detik, Stasiun Borobudur maksimum 205 m3/detik dan minimum 6,56 m3/detik (Balai Besar Sungai Serayu-Opak, 2008).

Jenis Tanah 2.

Berdasarkan data Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak tahun 2008, secara garis besar jenis tanah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe tanah , yaitu :

a. Tanah regosol, yang merupakan jenis tanah vulkanis muda; tipe tanah ini berasal dari letusan Gunung Merapi, banyak terdapat di daerah antara Kali Progo dan Kali Opak yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul,

b. Tanah latosol dan margalit, yang terletak di atas batu-batuan kapur yang pada umumnya tidak subur. Tipe tanah ini terutama terdapat di daerah Kabupaten Gunungkidul, di perbukitan Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul,


(40)

c. Tanah alluvial, tipe tanah ini terdapat di sepanjang selatan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo. Daerah dengan tanah tipe tanah regosol dan alluvial merupakan daerah yang subur dan pada umumnya mempunyai pengairan yang baik serta merupakan daerah pertanian yang subur.

Peta jenis tanah pada DAS Progo dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4. Peta jenis tanah di wilayah sungai Progo-Opak-Serang Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, 2008


(41)

Kondisi Geologi 3.

Pantai yang ada di sepanjang selatan wilayah DIY merupakan pantai berpasir yang memiliki bentang alam atau memiliki topografi eolean. Pasir yang ada di pantai tersebut berasal dari gunung-gunung disebelah utaranya. Pasir dari gunung terbawa ke sungai akibat hujan dan dialirkan ke laut dan diendapkan sebagai endapan delta di muara sungai. Delta merupakan tempat penumpukan material-material yang dibawa oleh sungai. Karena di muara sungai arusnya sudah sangat lemah maka seluruh material pasir yang dibawa oleh aliran sungai diendapkan di muara sungai. Proses terbentuknya endapan muara sungai tersaji pada gambar

Gambar 5. Proses terbentuknya endapan di muara sungai Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, 2012.

Sungai Progo merupakan salah satu sungai utama di wilayah DIY yang membawa hasil gerusan batu-batuan volkanik yang berasal dari Gunung Merapi-Merbabu juga hasil penorehan di gunung-gunung Sidoro disebelah barat laut.


(42)

Sehingga Muara Sungai Progo terjadi banyak endapan material pasir yang berupa pulau-pulau di tengah sungai dan muara sungai.

Endapan sedimen yang ada di pantai sepanjang selatan DIY tidak menjadi delta atau dune, hal ini terjadi karena pantai selatan memiliki ombak yang sangat kuat sehingga sedimen pasir yang baru saja diendapkan di pantai akan terkena ombak. Jadi pasir yang sudah sampai di pinggir laut tidak tertumpuk di mulut sungai tetapi disebarkan ke kiri kanan selebar hingga 50 - 60 km. Mulai dari Pantai Parang Tritis di Selatan Jogja, Pantai Samas, hingga pantai Congot di sebelah baratnya. Dengan kondisi tersebut menjadikan pantai selatan DIY kaya dengan material pasir. Sebaran pasir dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 6. Sebaran pasir di sepanjang pantai di DIY Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, 2012.

Tingkat Erosi 4.

Bagian hilir Sungai Progo termasuk muara sungainya terjadi perubahan morfologi sungai akibat arus dan sedimen yang berasal dari bagian hulu sungai


(43)

maupun dari arah laut. Pada saat banjir, kecepatan aliran di Sungai Progo tinggi sehingga menyebabkan erosi pada tebing sungai dan dasar sungai. Pada saat kecepatan aliran rendah, sedimen mengendap di sungai sehingga dasar sungai mengalami agradasi dasar sungai, bahkan sampai membentuk pulau-pulau di badan sungai. Di mulut muara sungai terjadi sedimentasi akibat sedimen yang datang dari hulu sungai dan dari arah laut yang bergerak sejajar pantai yang disebut longshore transport (Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, 2012).

Pola aliran di hulu Muara Sungai Progo mempunyai pola braided dengan aliran yang terpecah-pecah dan terbagi akibat adanya pulau-pulau dari material pasir yang ada di badan sungai. Pulau-pulau tersebut akan bergeser ke arah hilir pada saat Sungai Progo terjadi banjir, dan sedimen yang ada di mulut muara sungai akan terflusing ke laut (Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, 2012).

Berdasarkan data Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak tahun 2008, pada bagian hilir sungai Progo mengalami erosi hingga pada tingkat 180-480 ton/th. Arus sungai progo dan gelombang laut selatan yang tinggi menjadikan daerah ini menjadi daerah yang rawan erosi. Peta erosi lahan wilayah sungai Serayu-Opak tersaji dalam gambar 7.


(44)

Gambar 7. Peta erosi lahan wilayah sungai Serayu-Opak tahun 2008 (Sumber : Balai BesarWilayah Sungai Serayu-Opak, 2008.)

Desa Poncosari B.

Letak, Luas dan Batas Wilayah 1.

Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten yang letaknya berada di selatan wilayah DIY dan memiliki luas wilayah 506,85 km2. Wilayah kabupaten Bantul memiliki 17 kecamatan dan 75 keluarahan/desa. Letak


(45)

geografisnya berada 110°12'34'' - 110°31'08'' BT dan 7°44'04'' - 8°00'27'' LS dengan batas wilayah :

Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman Timur : Kabupaten Gunung Kidul

Selatan : Samudera Indonesia Barat : Kabupaten Kulon Progo

Peta administrasi Kabupaten Bantul tersaji pada gambar 8.

Gambar 8. Peta administrasi kabupaten Bantul Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bantul, 2004.


(46)

Desa Poncosari terletak di wilayah Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis, terletak di 7o59’17,2” Lintang Selatan dan 110o13’17,3” Bujur Timur dengan batas wilayah yaitu :

Utara : Desa Trimurti Selatan : Samudra Hindia Barat : Sungai Progo

Timur : Desa Gadingsari Kecamatan Sanden.

Berikut adalah peta administrasi Desa Poncosari dalam gambar 9.

Gambar 9. Peta Administrasi Desa Poncosari (Sumber : Arsip Desa Poncosari dan YP2SU, 2010)


(47)

Seperti yang digambarkan pada gambar 9. Peta Administrasi, Desa Poncosari terdiri dari 24 padukuhan/dusun yang meliputi Singgelo, Talkondo, Godegan, Polosiyo, Gunturgeni, Wonotongal, Bayuran, Besole, Sambeng I, Sambeng II, Sambeng II, Jragan I. Jragan II, Kukap, Koripan, Jopaten, Bodowaluh, Karang, Bibis, Babakan, Krajan, Ngentak, Kuwaru dan Cangkring. Desa ini menjadi desa dengan jumlah dusun dan jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Srandakan. Desa Poncosari juga menjadi desa yang cukup baik dalam tatanan pemerintahan dan pembangunan.

Iklim, Topografi dan Jenis Tanah 2.

Desa Poncosari berada pada ketinggan 0-2 m.dpl dengan jenis tanah berpasir (regosol pantai). Curah hujan rata rata 2.000-3.000 mm/ tahun dan suhu kawasan rata-rata 30o C.

Penggunaan lahan 3.

Luas wilayah Desa Poncosari 1.233,27 hektar. Berdasarkan data Desa Poncosari tahun 2014, peruntukan penggunaan lahan di Desa Poncosari (tabel 1) dikelompokan menjadi sawah, tegal, pekarangan, sawah dan tegal kas desa, sawah lungguh, makam/kuburan, pasar, masjid, SG (Sultan Ground), pesisir, riilban, pangonan dan irigasi yang.


(48)

Tabel 1. Luas wilayah menurut peruntukannya No Jenis Tanah Luas/Hektar

1 Sawah 364,96

2 Tegal 48,57

3 Pekarangan 337,72

4 Sawah kas desa 38,08 5 Tegal kas desa 24,69 6 Sawah lungguh 81,50

7 Makam/kuburan 4,84

8 Pasar 0,13

9 Masjid 0,11

10 SG/Sultan Ground 148,61

11 OO/Pesisir 131,28

12 Riilban 4,37

13 Pangonan 48,14

14 Irigasi 0,27

Jumlah 1.233,27

Sumber : Poncosari dalam Data, 2014.

Wilayah Desa Poncosari lebih banyak diperuntukan untuk sawah yaitu sebesar 41,37% yang terdiri dari sawah (364,964 hektar), sawah kas desa (38,0815 hektar) dan sawah lungguh (81,5075 hektar). Selain itu, peruntukan wilayah Desa Poncosari 28,83% pekarangan (337,7275%), 6,25% tegal yang terdiri dari tegal (48,575 hektar) dan tegal khas desa (24,6950 hektar), 0,41% makam/kuburan (4,8475 hektar), 0,01% pasar (0,1325 hektar), 0,009% masjid (0,1150 hektar), 12,68% Sultan Ground (SG) (148,6150 hektar), 11,20% pesisir (131,2800 hektar), 0,37% riilban (4,3785 hektar), 4,11% pangonan (48,1450 hektar) dan 0,02% irigasi (0,2750 hektar).

Desa Poncosari merupakan daerah yang memiliki keunggulan dalam sektor perikanan dan pertanian. Hal ini ditunjukan dengan penggunaan lahan yang sebagian besar merupakan lahan produktif pertanian tanah sawah 390,9535 hektar, tegalan 244,0505 hektar, perladangan 2,5317 hektar dan secara rinci dapat dilihat pada tabel 2 berikut.


(49)

Tabel 2. Luas wilayah berdasarkan penggunaannya

No Penggunaan lahan Luas/ hektar

1 Industri 1,3

2 Pertokoan/perdagangan 12,5

3 Perkantoran 1,6

4 Pasar desa 0,1

5 Tanah wakaf 21,4

6 Tanah sawah 390,9

1) Irigasi tehnis 5,01 2) Irigasi setengah tehnis 302 3) Irigasi sederhana 88,05 4) Irigasi tadah hujan 51,05 7 Tanah kering

1) Pekarangan 323,9

2) Perladangan 2,5

3) Tegalan 244,0

4) Perkebunan Negara 1,8 5) Perkebunan swasta 0,7 6) Perkebunan rakyat 0,5 7) Tempat rekreasi 5,5 8 Tanah yang belum dikelola

1) Rawa 0,3

2) Lain-lain 2,5

Jumlah 1.233,27

Sumber : Poncosari dalam Data, 2014.

Letaknya yang berbatasan dengan Samudra Hindia sangat menguntungkan bagi wilayah Desa Poncosari. Desa Poncosari memiliki garis pesisir pantai yang cukup luas hingga yang mencakup tiga kawasan pantai yaitu pantai Pandansimo, Pantai Baru dan Pantai Kwaru yang saat ini dikelola sebagai tempat rekreasi dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Kawasan pantai yang ada di Desa Poncosari menjadi salah satu destinasi wisata Kabupaten Bantul yang cukup ramai dikunjungi oleh wisatawan.


(50)

Gambar 10. Peta sebaran fasilitas umum Desa Poncosari Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bantul, 2015.

Kondisi Sosial Masyarakat 4.

a. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk desa Poncosari pada tahun 2014 yaitu 13.616 jiwa yang terdiri dari 6.642 jiwa laki-laki dan 6.974 jiwa perempuan. Jumlah Kepala Keluarga (KK) desa Poncosari 4.227 KK. Data jumlah penduduk berasal dari data penduduk tahun 2014 Desa Poncosari sebagaimana terdapat pada tabel 3.


(51)

Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah KK di Desa Poncosari

No Padukuhan Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Jiwa Jumlah KK Laki-laki Perempuan

1 Singgelo 332 339 671 207

2 Talkondo 267 284 551 152

3 Godegan 357 403 760 201

4 Polosiyo 355 396 751 235

5 Gunturgeni 347 357 704 285

6 Wonotingal 277 328 605 153

7 Bayuran 168 161 329 146

8 Besole 249 244 493 161

9 Sambeng I 233 238 471 161

10 Sambeng II 364 395 759 179

11 Sambeng III 280 234 514 211

12 Jragan I 268 277 545 199

13 Jragan II 185 182 367 132

14 Kukap 263 147 410 149

15 Koripan 247 249 496 168

16 Jopaten 292 311 603 166

17 Bodowaluh 86 118 204 62

18 Karang 256 243 499 162

19 Bibis 174 219 393 122

20 Babakan 347 361 708 255

21 Krajan 334 338 672 199

22 Ngentak 491 678 1.169 241

23 Kuwaru 307 304 611 178

24 Cangkring 163 168 331 103

Total 6.642 6.974 13.616 4.227

Sumber : Poncosari dalam Data, 2014

b. Mata pencaharian

Mata pencaharian penduduk Desa Poncosari dikategorikan petani dan buruh tani, pertambangan, industri kecil, bangunan, LGA (Listrik, Gas, Air), angkutan, komunikasi, transportasi dan lain-lain seperti pada tabel berikut.


(52)

Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk Desa Poncosari No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang)

1 Petani dan Buruh Tani 2.236

2 Pertambangan 212

3 Industri kecil 465

4 Bangunan 305

5 Litrik, Gas, Air 116

6 Angkutan 84

7 Komunikasi 127

8 Transportasi 129

9 Jasa 636

10 Lain-lain 921

Total 5.231

Sumber : Poncosari dalam Data, 2014

Berdasarkan tabel 4 diatas, jumlah penduduk yang memiliki pekerjaan sebanyak 5.231 yang terbagi dalam beberapa kategori pekerjaan. Adapun, 42,74% dari jumlah penduduk yang bekerja memiliki jenis pekerjaan sebagai petani dan buruh tani. Artinya, mayoritas penduduk Desa Poncosari bekerja sebagai petani dan buruh tani. Hal ini didukung oleh kondisi dan karakteristik wilayah Desa Poncosari yang sebagian besar wilayahnya merupakan lahan pertanian produktif. Selain itu, mayoritas penduduk yang berprofesi sebagai petani atau buruh tani menjadi salah kearifan lokal Desa Poncosari. Hasil pertanian penduduk Desa Poncosari berupa padi, palawija, jagung, semangka dll.

Desa Poncosari juga memiliki beberapa industri kecil yang dikelola oleh penduduk setempat sebagai mata pencaharian. Industri kecil ini meliputi warung makan dikawasan wisata pantai, toko kelontong, dll. Penduduk yang memiliki mata pencaharian pertambangan memiliki tambang pasir di wilayah muara dan sepanjang sempadan sungai Progo.


(53)

c. Pendidikan

Menurut tingkat pendidikannya, jumlah penduduk desa Poncosari 8.803 jiwa atau 64,65 % dari jumlah penduduk secara keseluruhan dan tingkat pendidikannya dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 5. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Pendidikannya No Jenis Pendidikan Jumlah (Orang)

1 SD 2.552

2 SLTP 1.991

3 SLTA 3.359

4 Diploma I 85

5 Diploma II 51

6 Diploma III 268

7 Sarjana S1 458

8 Sarjana S2 35

9 Sarjana S3 4

Total 8.803

Sumber : Poncosari dalam Data, 2014

Dari tabel diatas, tahun 2014 mayoritas penduduk Desa Poncosari memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) dengan jumlah 3.359 orang atau 38,12% dari total jumlah penduduk Desa Poncosari berdasarkan pendidikan yaitu 8.803 orang.

Desa Banaran C.

Letak, Luas dan Batas Wilayah 1.

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang letaknya berada di barat wilayah DIY dan memiliki luas wilayah 586,28 km2. Wilayah Kabupaten Kulon Progo terdiri atas 12 kecamatan, 1 kelurahan dan 87desa. Letak geografisnya berada 110°01'37'' - 110°16'26'' BT dan 7°38'42'' - 7°59'03'' LS dengan batas wilayah :


(54)

Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman Timur : Kabupaten Gunung Kidul

Selatan : Samudera Indonesia Barat : Kabupaten Kulon Progo

Peta administrasi Kabupaten Bantul tersaji dalam gambar 11.

Gambar 11. Peta administrasi kabupaten Kulon Progo Sumber : BAPPEDA Kabupaten Kulon Progo, 2011.

Desa Banaran merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Galur (gambar 13), Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis


(55)

terletak di 7o57’45” Lintang Selatan dan 110o12’53” Bujur Timur dengan batas wilayah yaitu :

Utara : Desa Karanggan Selatan : Samudra Hindia Barat : Desa Karangsewu Timur : Sungai Progo.

Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Galur Sumber : BAPPEDA Kabupaten Kulon Progo, 2011.

Iklim, Topografi dan Jenis Tanah 2.

Secara umum kondisi Desa Banaran berupa daerah datar yang letak ketinggian wilayah dari permukaan laut 2-7 m.dpl. Desa Banaran mempunyai


(56)

rata-rata curah hujan/tahun pada rata-rata 214 mm. pertahun dan hari hujan yang

tertinggi terjadi pada bulan Januari – April dan bulan November – Desember.

Wilayah desa Banaran merupakan wilayah pesisir alluvial dengan material penyusun tanah berupa pasir bercampur dengan tanah regosol serta grumusol. Penyebaran jenis tanah tersebut membuat wilayah desa menjadi cocok untuk budidaya tanaman pertanian Karena tingkat kesuburan yang cukup baik selain juga material tambahan yang merupakan sedimentasi dari vulkan gunung Merapi yang terendapkan lewat aliran sungai Progo.

Penggunaan lahan 3.

Desa Banaran memiliki 13 padukuhan/dusun yang meliputi Jati, Bunder I,

Bunder II, Bunder III, Pundung, Sidakan, Kenyeng, Banaran, Jalan, Janggrangan,

Bleberan, Sawahan dan Sidorejo. Luas wilayah Desa Banaran yaitu 907.251

hektar yang penggunaannya dikelompokkan seperti dalam tabel 6.

Tabel 6. Penggunaan Lahan Desa Banaran

No Penggunaan Lahan Luas (hektar)

1 Sawah 258

2 Pekarangan 125

3 Ladang 15

4 Tanah wakaf 3

5 Tambak 2.625

6 Pemukiman 155.887

7 Kuburan 3.8125

8 Bangunan umum 4

9 Perkantoran 1.5

10 Tambak lele 1.5

11 Tempat rekreasi 100

12 Lain-lain 236.902

Total 907.251

Sumber : Kabag. Pembangunan Desa Banaran, 2015

Berdasarkan tabel di atas, wilayah Desa Banaran lebih banyak digunakan sebagai kawasan pertanian dengan penggunaan sawah 258 hektar (28,43%) dan


(57)

ladang 15 hektar (1.65%) . Penggunaan lahannya lainnya lebih banyak pada pemukiman 155.887 hektar (17,18%), tempat rekreasi 100 hektar (11.02%), pekarangan 125 hektar (13,77%), tanah wakaf 3 hektar (0,33 %), kuburan, tambak 3,8125 hektar (0,42%) , tambak lele 1,5 hektar (0,16%), bangunan umum 4 hektar (0,44%), perkantoran 1,5 hektar (0,16%) dan lain-lain 236,902 hektar (26,11%). Tempat rekreasi seluas 100 hektar merupakan daerah pesisir yang masuk dalam wilayah dusun Sawahan, Sidorejo, Kenyeng dan Sidakan serta tempat wisata Pantai Trisik. Penggunaan wilayah yang dikelompokan dalam kategori lain-lain meliputi sungai Progo dan kawasan sungai lainnya, pulau serta jembatan progo.

Pertanian di desa Banaran tidak hanya meproduksi tanaman padi saja tapi secara bergilir memproduksi tanaman palawija seperti kacang tanah dan kedelai serta sayuran yang meliputi bawang merah, melon, cabai dan semangka. Selain unggul di sektor pertanian, Desa Banaran juga unggul dalam sektor perikanan dan peternakan. Perikanan dibagi menjadi dua kelompok yaitu laut dan darat sehingga di kawasan Pantai Trisik disebut sebagai TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Selain itu, beberapa warga yang tinggal diwilayah bukan pesisir lebih banyak membangun tambak ikan lele dan ikan gurameh.

Kondisi Sosial Masyarakat 4.

a. Jumlah penduduk

Desa Banaran memiliki jumlah penduduk 5.701 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 2.729 jiwa dan perempuan 2.972 jiwa.. Dusun dengan jumlah penuduk paling Jumlah Kepala Keluarga (KK) yaitu 1.813 KK banyak ialah dusun Sidorejo dengan jumlah total penduduk ialah 559 jiwa dan jumlah Kepala


(58)

Keluarga (KK) ialah 162 KK Dusun dengan jumlah penuduk paling sedikit ialah dusun Banaran dengan jumlah total penduduk ialah 342 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga (KK) ialah 136 KK. Secara rinci data jumlah penduduk dalam tabel 7. Tabel 7. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah KK Desa Banaran

No Padukuhan Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Jiwa Jumlah KK Laki-laki Perempuan

1 Jati 153 196 349 149

2 Bunder I 213 256 469 171

3 Bunder II 206 241 447 132

4 Bunder III 243 248 491 161

5 Pundung 217 239 456 155

6 Sidakan 154 252 406 102

7 Kenyeng 239 275 514 151

8 Banaran 160 182 342 136

9 Jalan 195 232 427 124

10 Janggrangan 249 130 379 114

11 Bleberan 210 220 430 128

12 Sawahan 224 208 432 128

13 Sidorejo 266 293 559 162

Total 2.729 2.972 5.701 1.813

Sumber: Kabag. Pemerintahan Desa Banaran, 2014 b. Mata pencaharian

Penduduk Desa Banaran dikelompokan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Dari keseluruhan total jumlah penduduk Desa Banaran, jumlah penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja 4.130 jiwa yang terdiri dari pengangguran murni 1.138 jiwa dan jumlah penduduk yang bekerja 2.992 jiwa. Jumlah penduduk yang termasuk dalam bukan angkatan kerja 941 jiwa yang terdiri dari anak sekolah, ibu rumah tangga dan penerima pendapatan lainnya. Jumlah anak dibawah 15 tahun 385 jiwa dan jumlah penduduk lansia di atas 65 tahun 200 jiwa. Secara rinci julmah penduduk berdasarkan angkatan kerja dan bukan angkatan kerja disajikan dalam tabel 8.


(59)

Tabel 8. Penduduk Desa Banaran Menurut Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Tahun 2014

No Keterangan Laki-laki Perempuan Total

1 Jumlah Penduduk 2.888 2.768 5.656

2 Jumlah Angkatan Kerja 2.135 1.991 4.130

a. Penggangguran Murni 573 565 1.138

b. Jumlah Penduduk Bekerja 1.567 1.425 2.992 1) Bekerja kurang dari 35 jam/minggu 436 421 857 2) Bekerja lebih dari 35 jam/minggu 1.131 1.004 2.135

3 Jumlah Bukan Angkatan Kerja 480 461 941

a. Sekolah 318 147 465

b. Mengurus rumah tangga 211 211

c. Penerima pendapatan dan lainnya 162 103 265 4 Jumlah Anak (usia < 15 tahun) 190 195 385

5 Jumlah Penduduk > 65 tahun 79 121 200

Sumber : Kabag. KESRA Desa Banaran, 2014 c. Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk desa Banaran dikelompokan menjadi beberapa kategori meliputi tidak tamat SD, tamat SD, SLTP, SLTA, diploma dan sarjana. Jumlah angkatan dan jumlah pengangguran penduduk Desa Banaran menurut pendidikannya disajikan dalam tabel 9 dan 10.

Tabel 9. Jumlah Angkatan Kerja Menurut Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2014

No Keterangan Laki-laki Perempuan Total

1 Tidak tamat SD 209 200 409

2 Tamat SD 274 259 533

3 SLTP 499 451 950

4 SLTA 739 714 1.453

5 Diploma (D1 s/d D3) 173 162 335

6 D4 dan Sarjana (S1 s/d S3) 235 215 450

Jumlah 2.129 2.001 4.130

1 15-19 tahun 102 84 186

2 20-24 tahun 212 168 380

3 25-34 tahun 503 457 960

4 35-36 tahun 733 627 1.360

5 57 tahun keatas 575 669 1.244

Jumlah 2.125 2.005 4.130


(60)

Tabel 10. Jumlah Pengangguran Menurut Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2014

No Keterangan Laki-laki Perempuan Total

1 Tidak tamat SD 67 55 122

2 Tamat SD 98 80 178

3 SLTP 202 194 396

4 SLTA 96 82 178

5 Diploma (D1 s/d D3) 81 69 150

6 D4 dan Sarjana (S1 s/d S3) 63 51 114

Jumlah 607 531 1.138

1 15-19 tahun 165 147 312

2 20-24 tahun 102 83 185

3 25-34 tahun 91 81 172

4 35-36 tahun 122 99 221

5 57 tahun keatas 131 116 247

Jumlah 611 527 1.138

Sumber : Kabag. KESRA Desa Banaran, 2014

Penduduk dengan tingkat pendidikan SLTA (Sekolah Lanjut Tingkat Atas) berada diposisi terbanyak yaitu 1.138 jiwa. Hal ini menunjukan tingkat pendidikan Desa Banaran menjadi prioritas utama dan menjadi pertimbangan penting ketika bekerja. Usia produktif penduduk yang bekerja yaitu pada usia 1.360 jiwa dan pada usia 57 tahun keatas 1.244 jiwa. Kelompok angkatan kerja dengan usia di atas 57 tahun merupakan penduduk yang masih mendapatkan pendapatan lainnya seperti tunjangan hari tua (pensiunan), petani maupun pedagang.

Tingkat penggangguran di Desa Banaran cukup tinggi mencapai 20,12% dari jumlah penduduk 5.656 jiwa yang terdata pada bulan Agustus 2014. Jumlah pengangguran terbanyak terdapat pada kelompok usia yang tidak produktif yaitu 15-19 tahun dan 57 tahun keatas. Usia 15-19 tahun merupakan usia yang masih aktif dalam menempuh pendidikan baik pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun tingkat lanjut seperti diploma atau sarjana.


(61)

Berdasarkan pekerjaaannya penduduk Desa Banaran dikelompokan dalam beberapa kelompok dan sektor pertanian yang menjadi keunggulan Desa Banaran didukung dengan jumlah penduduk yang bekerja di bidang pertanian yang mencapai 85,07% (1.910 jiwa) dari jumlah penduduk yang bekerja seperti dalam tabel 11.

Tabel 11. Jumlah penduduk berdasarkan Pekerjaan Tahun 2014 di Desa Banaran

No Keterangan Laki-laki Perempuan Total

1 Pertanian 1.040 870 1.910

2 Pertambangan dan penggalian 125 125

3 Industri 12 64 76

4 Listrik, Gas, Air (LGA) 3 3

5 Bangunan/Konstruksi 54 16 70

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 12 29 41

7 Transportasi, Pengangkutan dan Komunikasi 16 16

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 13 18 31

9 Jasa lainnya (Jasa perserorangan, masyarakat, sosial) 76 75 151

10 Tenaga Kerja Indonesia(TKI) 16 16 32

1.367 1.088 2.455


(62)

49

IV. TATA CARA PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian A.

Penelitian ini telah dilaksanakan di kawasan sungai muara sungai Progo Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Bantul dan Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kulon Progo pada bulan Maret sampai dengan Mei 2016. Berikut adalah peta lokasi penelitian yang tertuang dalam gambar 13.

Gambar 13. Lokasi penelitian Sumber : Google earth, 2016

Poncosari, Srandakan, Bantul Banaran, Galur, Kulon Progo


(1)

lainnya. Selain obyek wisata yang cocok, jenis tanaman sebagai penunjang agrowisata lebih banyak dipilih pada jenis tanaman konservasi.

Pada tabel 18 tentang sarana dan prasana yang perlu diadakan dimaksutkan untuk dapat melihat skala prioritas masyarakat sebagai penyedia jasa dan fasilitas wisata.. Masyarakat menginginkan adanya perbaikan akses jalan serta adnaya area parkir kemudian menyediakan area bermain anak-anak, sarana pendukung, rumah makan, hotel dan lainnya.

Pengembangan kawasan muara sungai Progo sebagai kawasan agrowisata pantai tentunya akan memberikan manfaat dan harapan baru bagi masyarakat. Berikut adalah tabel persepsi masyarakat tentang manfaat yang diperoleh dan harapan masyarakat :

Tabel 6. Persepsi masyarakat tentang manfaat dan harapan

No Pertanyaan Jawaban Persentase

(%) 1 Manfaat yang

diperoleh

Meningkatkan ekonomi Meningkatkan daya tarik Tidak ada manfaaat Lainnya

80,86% 16,52%

0% 2,6% 2 Harapan masyarakat Memberikan lapangan pekerjaan

Meningkatkan ekonomi Mengangkat potensi daerah Tujuan wisata baru

Lainnya

43,33% 55% 33,33% 46,67% 11,67%

Menurut masyarakat Desa Poncosari dan Desa Banaran, manfaat yang paling dirasakan ialah adanya peningkatan ekonomi masyarakat. Peningkatan ekonomi masyarakat tidak hanya sekedar menambah penghasilan petani dan nelayan tetapi membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang mengganggur serta menambah pendapatan daerah.

Harapan masyarakat terhadap pengembangan agrowisata pantai di kawasan muara sungai Progo ialah dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Seperti halnya yang tersaji pada tabel masyarakat berharap dengan adanya penataan kawasan di muara sungai Progo dapat menjadi tujuan wisata baru sehingga membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

Identifikasi Potensi Kawasan Muara Sungai Progo E.


(2)

Gambar 3. Potensi Kawasan Muara Sungai Progo

Dalam pengolahan suatu kawasan wisaya perlu dilakukan identifikasi untuk mendapatkan suatu rencana kawasan yang sesuai dengan potensi dan kondisi lingkungan. Potensi yang ada di kawasan muara sungai Progo dikelompokkan menjadi tiga, yaitu potensi sumber daya alam, potensi pertanian dan perikanan, dan potensi wisata pantai.

Keberagaman potensi di kawasan muara sungai Progo dapat dikombinasikan dan dibentuk konsep agrowisata. Agrowisata merupakan kegiatan wisata yang berorientasi pada pemanfaatan sumber daya pertanian yang meliputi pertanian hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan dan perhutanan. Besarnya potensi di sektor pertanian dan perikanan di kawsan muara sungai Progo dapat dimanfaatkan tidak hanya sebagai mata pencaharaian namun sebagai daya tarik utama wisata. Pada dasarnya, kawasan muara sungai Progo sangat potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata namun perlu pengelolaan yang tepat dan kerjasama dari berbagai pihak. Konsep agrowisata sangat cocok diterapkan di kawasan muara sungai Progo dengan melihat potensi yang besar di sektor pertanian dan perikanan.

Zonasi Kawasan Wisata Muara Sungai Progo F.


(3)

Gambar 4. Zonasi Kawasan Wisata Muara Sungai Progo

1. Zona Inti

Zona inti merupakan area yang dikembangkan untuk berbagai kegiatan atraksi/obyek wisata yang saling berkaitan dengan daya tarik agrowisata. Dalam zona inti, daya tarik utama agrowisata meliputi lahan pertanian komoditas tanaman pangan dan hortikultura, tambak udang, laguna serta muara sungai Progo. Hal ini didasarkan pada potensi suumber daya pertanian sebagai daya tarik agrowisata yang ada pada ketiga hal tersebut. Pada lahan pertanian, potensi sumber daya pertanian terletak pada pemandangan lahan, budidaya dan teknologi yang ada. Selain itu, aktifitas petani juga menjadi salah satu daya tarik tersebut.

Tambak udang dan muara sungai Progo juga menjadi potensi sumber daya pertanian yang menjadi daya tarik agrowisata. Hal ini karena tambak udang dan muara sungai Progo memiliki potensi pada sub sistem udaha pertanian primer (on farm) pada ruang lingkup perikanan. Tambak udang dapat dikembangkan wisata edukasi budidaya udang vaname dan di muara dapat dikembangkan wisata edukasi nelayan muara. Selain itu, dapat dikembangkan pula wisata air dan wisata alam di muara sungai Progo dan laguna. Pemandangan alam dan perairan yang ada dikawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata. Keberagaman potensi yang ada dikawasan muara sungai Progo dapat dikombinasikan dan menjadi produk wisata yang sangat diminati oleh wisatawan

.

2. Zona Penyangga (buffer zone)

Zona penyangga merupakan zona yang lebih menitik beratkan pada area yang dapat memperkuat kesan hijau, nyaman dan memiliki nilai konservasi yang tinggi. Pada gambar 36 dapat dilihat zona dengan warna hijau tua ditetapkan sebagai zona penyangga. Kawasan pantai Trisik pantai Pandansimo hingga pada kawasan muara memiliki kerentanan terhadap abrasi sehingga perlu adanya konservasi yang dilakukan untuk meminimalisir abrasi yang terjadi akibat gelombang laut dan debit air sungai yang cukup besar saat musim hujan.

Perda Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2012 pasal 37 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah menyebutkan bahwa kawasan suaka alam yang dimaksutkan meliputi konservasi penyu dengan luas kurang lebih dua hektar di Trisik Desa Banaran berada di Kecamatan Galur.

Selain sebagai daerah konservasi penyu, pada zona penyangga dapat dilakukan konservasi cemara udang dan mangrove dengan jenis Rhizophora mucronata (bakau) seperti


(4)

yang sudah dilakukan oleh Paguyuban Kismo Muncul. Pada Perda Kabupaten Bantul Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2010-2030 pasal 50 Desa Poncosari, Srandakan ditetapkan sebagai kawasan pantai hutan bakau dengan luas kurang lebih 12 hektar.

3. Zona Pengembangan

Zona pengembangan menitik beratkan pada kegiatan penelitian pengembangan atau budidaya dari masing-masing komoditas. Zona pengembangan dikelompokkan menjadi dua yaitu zona pengembangan tambak udang dan zona pengembangan pertanian. Pada zona pengembangan pertanian di wilayah desa Poncosari, Srandakan, Bnatul dan desa Banaran, Galur, Kulon Progo memiliki perbedaan pada komoditas yang dikembangkan. Zona pengembangan pertanian desa Poncosari pada komoditas tanaman pangan yaitu padi atau palawija. Hal ini tentunya karena kultur masyarakat yang sejak lama membudidayakan tanaman pangan dan palawija dibandingkan hortikultura. Selain itu, kondisi lahan juga sangat cocok untuk pengembangan budidaya tanaman pangan khususnya padi.

Pada zona pengembangan pertanian yang ada di Desa Banaran, Galur, Kulon Progo komoditas yang dibudidayakan ialah hortikultura. Dengan karakterisitik lahan dan tanah yang berpasir serta kultur masyarakat yang sejak lama telah menanam komoditas hortikultura. Komoditas hortikultura yang banyak ditemukan di kawasan muara sungai Progo ialah cabai dan buah naga. Bagi masyarakat pengembangan budidaya buah naga mungkin akan lebih menarik wisatawan. Selain, harga buahnya yang masih terbilang tinggi keunikan buah juga menjadi salah daya tarik.

Zona pengembangan tambak udang didasarkan pada potensi dan penggunaan lahan yang sudah ada, Kegiatan tambak udang sepertinya telah menjadi bagian dari sosial budaya masyarakat meskipun baru dikembangkan selama 3 tahun. Tambak udang juga telah mengangkat potensi lain yang dikawasan pesisir pantai. Meskipun beberapa tambak menimbulkan masalah namun tambak udang ternyata menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak orang.

4. Zona Pelayanan Wisata

Zona pelayanan wisata merupakan zona semua kegiatan dan penyedia fasilitas yang dibutuhkan seperti restaurant atau tempat informasi. Penentuan zona pelayanan wisata didasarkan pada letak area yang dekat dengan akses jalan dan sarana prasana yang telah ada. Dalam zona ini dapat dikembangkan berbagai pelayanan wisata seperti pusat informasi wisata, area parkir, warung makan, kamar mandi dan pusat oleh-oleh. Warung makan menyediakan berbagai olahan masakan ikan, udang dan makanan laut lainnya. Petani juga dapat menjual hasil panennya berupa produk segar atau produk olahan. Dengan begitu, wisatawan akan dapat menemukan suatu ciri khas dari obyek wisata yang dikunjungi .

VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

A.

1. Kawasan muara sungai Progo memiliki potensi yang meliputi muara sungai progo, laguna, potensi pertanian hortikultura dan padi, tambak udang dan wisata pantai. Potensi yang ada di kawasan muara dapat dikembangkan menjadi kawasan agrowisata pada bidang usaha pertanian yang meliputi pertanian hortikultura dan perikanan.

2. Untuk mendapatkan kualitas wisata yang baik penataan zonasi kawasan wisata di muara sungai Progo perlu dilakukan. Zonasi kawasan wisata muara sungai Progo terbagi menjadi 4 zonasi yaitu zona inti, zona penyangga, zona pegembangan pertanian dan perikanan, dan zona pelayanan wisata.


(5)

Saran B.

1. Penanaman mangrove diharapkan tidak hanya dilakukan diwilayah kabupaten Kulon Progo saja tetapi meliputi kawasan muara sungai Progo di wilayah kabupaten Bantul. 2. Perlu adanya tindak lanjut baik dari kelompok tambak udang maupun Pemerintah

mengenai pencemaran yang terjadi di laguna Trisik. Langkah awal yang dapat dilakukan dengan pemberian eceng gondok di perairan laguna.

3. Menerapkan sistem IPAL pada tambak udang yaitu dengan menyediakan satu kolam untuk pengelolaan limbah cair tambak. Sehingga, limbah tidak mencemari lingkungan dan dapat dimanfaatkan untuk yang lainnya.

4. Perlu adanya pengembangan komoditas hortikultura seperti buah naga dipesisir pantai selatan untuk meningkatkan potensi sumber daya pertanian.

5. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai daerah konservasi, pengembangan komoditas buah naga dan penataan wisata di kawasan muara sungai Progo.

DAFTAR PUSTAKA

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2004. Tata cara Perencanaan Pengembangan Kawasan Untuk Percepatan Pembangunan Daerah. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal. Jakarta: Bappenas. http://pu.net Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak. 2012. Laporan Desain Rehab Jetty Progo.

Yogyakarta

Betry Andita E.H. 2008. Perencanaan Lanskap Bagi Pengembangan Agrowisata Di Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu Kabupaten Magelang (Skripsi). Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Effendi P Sitanggang. 2007. Peranan Vegetasi Batata Pantai (Ipomoea pes-caprae) Dalam Mereduksi Erosi Gisik di Sepanjang Pantai Teluk Amurang Sulawesi Utara. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi. Vol. 12 No. (2)

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ijms/article/view/635/503 diakses pada 10 Juni

2016

Gumelar, S Sastrayuda. 2010. Konsep Pengembangan Kawasan Agrowisata (Hand Out Mata

Kuliah Concept Resort and Leisure).

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/LAINNYA/GUMELAR_S/HAND_OUT_MATK UL_KONSEP_RESORT_AND_LEISURE/PENGEMBANGAN_KAWASAN_AGR

O_WISATA.pdf Diakses tanggal 14 Juli 2015

Gunn, C.A., 1997. Vacationscape: Developing Tourist Area. United States of America: Taylor & Francis.

H.Supriyanto. 2015. Poncosari dalam Data. Desa Poncosari Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul. Bantul

I Gede Arya Sanjaya, Cokorda Gede A.S dan I Nyoman, G.D. 2013 Studi Potensi Subak Renon di Denpasar Selatan untuk Pengembangan Agrowisata. E- Jurnal

Agroteknologi Tropika. Vol.2 No.1

http://id.portalgaruda.org/index.php?ref=browse&mod=viewarticle&article=16368 Diakses pada 8 April 2016

Moh. Nazir. 1983. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Perarturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo tahun 2010-2030

Perarturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo tahun 2012-2032


(6)

Pitana. 2002. Prinsip-prinsip ecoturism dan agritourism. PKN. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Risma Windasari.2006. Identifikasi Potensi Lanskap Agrowisata Di Kawasan Pantai Bugel Kabupaten Kulon Progo (Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.Yogyakarta.

Salundik. 1998. Pengolahan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Peraah dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart)Solms.)(Thesis). Magister Sains Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Bogor. 195-196

Sofian Effendi dan Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta

Subowo. 2002. Agrowisata Meningkatkan Pendapatan Petani. http://database.deptan.go.id/agrowisata Diakses tanggal 14 Juli 2015

Sugaepi. 2013. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Point of Reward dan Sikap

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualititaf dan R&D. Alfabeta. Bandung. Tirtawinata, M. R. dan L. Fachrudin. 1996. Daya Tarik dan Pengelolaan Agrowisata. Penebar Swadaya. Bogor.