GAMBARAN PERILAKU ORANGTUA TERHADAP PENYAKIT KONJUNGTIVITIS PADA ANAK DI DUSUN POTROBAYAN SRIHARDONO PUNDONG BANTUL

(1)

KONJUNGTIVITIS PADA ANAK DI DUSUN POTROBAYAN SRIHARDONO PUNDONG BANTUL

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

DESI ANDARU PUSPARINI 20120320107

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

KONJUNGTIVITIS PADA ANAK DI DUSUN POTROBAYAN SRIHARDONO PUNDONG BANTUL

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

DESI ANDARU PUSPARINI 20120320107

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

iii  


(4)

iv   

1. Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya ini kepada Bapak dan Ibu yang telah memberikan kasih sayang, selalu mendoakan, memberikan nasehat serta dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. 2. Untuk adik – adikku, tiada yang paling mengharukan saat berkumpul

bersama, kejahilan, canda tawa yang menjadikan warna dalam kehidupan, terimakasih atas doa kalian hanya karya kecil ini yang dapat mbak persembahkan.

3. Untuk mas Danu yang selalu memberi semangat, doa dan bantuan saat aku menghadapi kerempongan, terimakasih banyak.

4. Untuk teman-teman SMF jeng Isna, mbak Esti dan bro Tutik, teman-teman PSIK UMY jeng denok, jeng elok, jeng zuli dan teman-teman BOLANG. Terimakasih sudah menjadi teman berjuang.


(5)

v

hidayah-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Karya Tulis Ilmiah ini membahas tentang perilaku orangtua terhadap penyakit konjungtivitis pada anak.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang setulus-tulusnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa arahan, dorongan selama penulis melaksanakan studi di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada yang terhormat :

1. Ibu Romdzati, S.Kep., Ns., MNS selaku dosen pembimbing yang telah membantu, mengarahkan, membimbing, dan memberi dorongan sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terwujud.

2. Ibu Shanti Wardaningsih., M.Kep., Ns., Sp.Kep.J, P.hD selaku PJ Blok Karya Tulis Ilmiah yang telah mengarahkan dan memberi dorongan sehingga KTI dapat terselesaikan tepat waktu.

3. Teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan dan berbagai pihak, yang telah membantu baik materil maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan KTI ini.

4. Orangtua dan keluarga serta handai taulan yang telah memberi dorongan dan semangat agar KTI ini selesai.


(6)

vi

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Penelitian Terkait ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Landasan Teori ... 8


(7)

vii

5. Peran Perawat ... 29

B. Kerangka Konsep ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

D. Bahan dan Alat Penelitian ... 34

E. Variabel Penelitian ... 36

F. Definisi Operasional ... 36

G. Instrumen Penelitian ... 37

H. Cara Pengumpulan Data ... 39

I. Jalanya Penelitian ... 39

J. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

K. Pengelolaan dan Metode Analisa Data ... 43

L. Etik Penelitian ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Hasil Penelitian ... 47

B. Pembahasan ... 53

C. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian ... 68


(8)

viii


(9)

ix  

Tabel 3. Definisi Operasional ... 36 Tabel 4. Kisi kisi Kuesioner Penilaian Perilaku Orangtua... 38 Tabel 5. Interpretasi Nilai r Validitas Menurut Arikunto ... 42 Tabel 6. Gambaran Karakteristik Responden Orangtua di Dusun Potrobayan Srihardono Pundong ... 48 Tabel 7. Distribusi Frekuensi Perilaku Orangtua dalam Pencegahan

Konjungtivitis ... 49 Tabel 8. Crosstab perilaku pencegahan konjungtivitis dengan agama ... 50 Tabel 9. Crosstab perilaku pencegahan konjungtivitis dengan pendidikan ... 50 Tabel 10. Crosstab perilaku pencegahan konjungtivitis dengan sumber

informasi ... 51 Tabel 11. Distribusi Frekuensi Perilaku orangtua dalam penanganan

konjungtivitis di Dusun Potrobayan Srihardono ... 51 Tabel 12. Crosstab perilaku penanganan konjungtivitis dengan jenis

Kelamin ... 52 Tabel 13. Crosstab perilaku penanganan konjungtivitis dengan usia ... 52 Tabel 14. Crosstab perilaku penanganan konjungtivitis dengan pendidikan .... 53

                                         


(10)

(11)

xi

Lampiran 4. Kuesioner Penilaian Perilaku Orangtua Terhadap Penyakit Konjungtivitis (Belekan) Pada Anak

Lampiran 5. Hasil Penelitian

Lampiran 6. Hasil Crosstab Penelitian Lampiran 7. Naskah Publikasi


(12)

(13)

xii  

1 Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar Belakang : Konjungtiva dan kornea merupakan bagian mata yang sering berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ini menyebabkan konjugtiva dan kornea lebih beresiko mengalami peradangan atau konjungtivitis. Pada kasus ini, sebagian besar penderita konjungtivitis adalah anak-anak. Oleh karena itu, perilaku orang tua sangat berperan penting karena rendahnya kesadaran serta tanggung jawab anak-anak terhadap kesehatannya sendiri terkait konjungtivitis. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang gambaran perilaku orangtua terhadap penyakit konjungtivitis pada anak.

Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran perilaku orangtua dalam mengatasi penyakit konjungtivitis pada anak dan gambaran perilaku orangtua dalam mencegah penyakit konjungtivitis pada anak.  

Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan desain cross sectional. Subyek penelitian ini adalah orangtua di Dusun Potrobayan Srihardono Pundong Bantul, dengan populasi 246 orang dan sampel 71 orang. Populasi dalam penelitian ini adalah semua orangtua yang tinggal di Dusun Potrobayan Srihardono Pundong Bantul dan sampel penelitian yaitu orangtua yang bersedia menjadi responden dan mempunyai anak yang pernah mengalami konjungtivitis.

Hasil Penelitian : Hasil penelitian disimpulkan bahwa dari 71 orangtua ditemukan 58 orang (81,7%) berperilaku pencegahan baik dan 13 orang (18,3%) berperilaku pencegahan cukup. Sedangkan untuk perilaku penanganan konjungtivitis ditemukan bahwa 53 orang (74,6%) dari 71 orang tua berperilaku penanganan cukup, 14 orang ( 22,5%) berperilaku penanganan baik, dan 2 orang (2,8%) berperilaku penanganan kurang.

Kesimpulan : Tingkat perilaku sebagian besar orangtua dalam mencegah penyakit konjungtivitis pada anaknya di Dusun Potrobayan Srihardono Pundong Bantul adalah baik dan tingkat perilaku orangtua dalam menangani penyakit konjungtivitis pada anak di Dusun Potrobayan Srihardono Pundong Bantul sebagian besar cukup.


(14)

xiii  

The Parents Behavior against Conjunctivitis Disease on Child in Hamlet Potrobayan Srihardono Pundong Bantul

By : Desi Andaru Puparini1, Romdzati2 

1 Student of School of Nursing, Faculty of Medicine & Health Sciences, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2 Lecturer of School Nursing, Faculty of Medicine & Health Sciences, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Conjunctiva and cornea are the part of eyes that often interact with surrounding environment. It cause conjunctiva and cornea more at risk to be trought an inflammation or conjunctivitis. In this case, the most conjunctivitis patients is children. Then parents behavior is very important due to the lack of children awareness and responsibility to his own health related to conjunctivitis. So there is a need to have a research about parents behavior against conjunctivitis disease on child.

The purpose of this research was to know about parents behavior in handling conjunctivitis and their behavior in preventing conjunctivitis on child.

This research uses the quantitative descriptive method by cross sectional design. The subjects of this research is parents in Potrobayan Srihardono Pundong Bantul, with a population of 246 people and 71 people as the sample. The study is done in June 2016. The population of the research is all parents who lives in Potrobayan Srihardono Pundong Bantul and the sample is all parents that are willing to become respondents and have children who experienced conjunctivitis.

The results of the study concluded that there are 58 people (81.7 %)from 71 that have good prevention behavior and 13 people ( 18.3 % ) have enough prevention behavior. As for handling conjuctivitis behavior found that 53 people (74.6 % ) from 71 have enough handling behavior, 14 people ( 22.5 % ) have good handling behavior, and 2 people ( 2.8 % ) have less handling behavior.

The most of the parents behavior in preventing conjunctivitis to their children in Potrobayan Srihardono Pundong Bantul is good and the parents behavior in handling conjunctivitis disease on child in potrobayan srihardono pundong bantul is mainly enough.


(15)

1 A. Latar Belakang

Konjungtiva dan kornea merupakan bagian mata yang sering berhubungan dengan dunia luar, sehingga lebih beresiko terjadi peradangan atau konjungtivitis (Ilyas, 2003). Konjungtivitis merupakan radang yang terjadi di konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang dan bola mata. Penyebab dari konjungtivitis yaitu bakteri, virus, klamidia, alergi toksik, molluscum contagiosum. Konjungtivis akan sembuh dalam waktu 10 hari sampai 4 minggu tergantung dari penyebab, kondisi anak, perawatan orangtua dan lingkungan (Ilyas, 2008).

Prevalensi kejadian konjungtivitis bakteri di Amerika mencapai 135 per 10.000 penderita. Departemen Kesehatan di sana, mengharuskan para siswa yang terserang konjungtivitis untuk mengobati konjungtivitisnya dengan obat tetes mata yang mengandung antibiotik topikal sebelum kembali ke sekolah. Sebagian besar pasien konjungtivitis dirawat oleh dokter umum saja, bukan dokter spesialis mata (Manly dkk, 2014).

Prevaensi penderita konjungtivitis di Inggris yaitu sekitar 6 juta per tahun. Biaya pengobatan konjungtivitis bakteri sendiri diperkirakan dari 377.000.000 dolar menjadi 857 juta dolar per tahun (Manly dkk, 2014).

Survei yang dilakukan oleh dokter spesialis mata dan dokter umum dari 9 kota di Eropa Timur Tengah diketahui bahwa 15% pasien dengan keluhan


(16)

konjungtivitis mengkonsultasikan keluhannya kepada dokter spesialis mata, dan hampir 6% melalui dokter umum (Petricek dkk, 2006).

Kejadian konjungtivitis di Indonesia pada tahun 2009, dari 135.749 kunjungan ke poli mata, total kasus konjungtivitis dan gangguan lain pada konjungtiva didapatkan hasil sebesar 73% (Manly dkk, 2014). Konjungtivitis merupakan 10 penyakit terbesar yang dialami pasien rawat jalan tahun 2009. Prevalensi konjungtivitis bervariasi sesuai dengan penyebabnya. Konjungtivitis yang disebabkan oleh virus adalah penyebab paling umum pertama yang mudah menular. Umumnya, konjungtivitis ini lebih banyak menyerang orang dewasa di musim panas. Konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri adalah penyebab paling umum kedua dan sebesar (50% -75%) kasus terjadi pada anak (Manly dkk, 2014).

Prevalensi penyakit mata di DIY, tepatnya RS DKT Dr.Soetarto terdapat kejadian konjungtivitis alergi sebesar (30,7%), konjungtivitis bakteri (26,7%), glaucoma (22,7%), konjungtivitis virus (14,7%) dan sindroma mata kering (5,3%) (Arif, 2010). Prevalensi konjungtivitis tertinggi di DIY adalah Kabupaten Bantul. Apabila dilihat dari bentang alamnya, wilayah Kabupaten Bantul terdiri dari daerah dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah daerah perbukitan yang terletak pada bagian timur dan barat, serta kawasan pantai sebelah selatan.

Kondisi bentang alam tersebut relative membujur dari utara ke selatan. Hal tersebut yang menjadikan masyarakat daerah bantul rentan terkena konjungtivitis (Hariadi, 2013).


(17)

Studi pendahuluan di Kabupaten Bantul, tepatnya di Dusun Potrobayan Srihardono Pundong terkait pengobatan konjungtivitis dengan mewawancarai 10 ibu dan 6 diantaranya mempunyai anak yang pernah mengalami konjungtivitis serta 2 diantaranya pernah memberikan rebusan air sirih untuk membersihkan mata anaknya, kemudian ada juga yang memberikan ludah untuk mengobati mata anaknya. Sedangkan ibu yang lain memberikan obat tetes mata yang dibeli dari apotek tanpa resep dokter dan tanpa mengetahui kandungan dari obat tersebut.

Berkaitan dengan pengobatan, ada beberapa mitos bahwa konjungtivitis dapat disembuhkan dengan cara menetesi mata dengan menggunakan ASI, urin, dan menggunakan ludah atau saliva sesuai dengan hasil studi pendahuluan. Dalam hal ini, beberapa dokter beranggapan bahwa konjungtivitis memang dapat diobati dengan menggunakan ASI. Namun, ASI hanya dioleskan di ujung mata dekat hidung saja bukan dengan meneteskannya secara langsung (Surjono).

Terdapat penelitian di Poliklinik Cicendo Bandung pada tahun 2010, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya hubungan antara perilaku pasien dengan kejadian konjungtivitis. Penelitian ini didasari karena terjadinya peningkatan kejadian konjungtivitis dari 7.176 orang pasien pada tahun 2008 meningkat menjadi 7.228 pasien pada tahun 2009. Penelitian ini melibatkan 225 pasien sebagai responden. Perilaku pasien yang diteliti meliputi kebiasaan cuci tangan, penggunaan handuk secara bersama-sama, penggunaan sapu tangan secara bergantian dan penggunaan bantal atau sarung bantal secara


(18)

bersama-sama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perilaku pasien dengan kejadian konjungtivitis. Hal ini dapat diartikan bahwa responden yang memiliki perilaku beresiko kemungkinan menderita konjungtivitis lebih tinggi dari responden yang tidak memiliki perilaku beresiko.

Berkaitan dengan hal di atas, perlu upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi makin meluasnya penularan konjungtivitis. Salah satu faktor yang berhubungan dengan penularan dari satu pasien kepada pasien lain adalah faktor perilaku pasien. Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Berkenaan dengan faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyakit konjungtivitis (Notoatmodjo, 2013).

Terkait kasus diatas, sebagian besar penderita konjungtivitis adalah anak-anak. Sumber penularan terbesar yaitu ditularkan melalui teman-temannya sendiri. Mereka umumnya tertular di sekolah, taman bermain, atau tempat bimbingan belajar. Anak-anak tersebut belum menyadari akan pentingnya menjaga kebersihan diri agar terhindar dari agen penyakit (Hapsari dkk, 2014). Menjaga kebersihan diri agar terhindar dari agen penyakit sangatlah penting, seperti firman Allah di surat Al Baqarah ayat 222 yaitu, “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. Oleh sebab itu, anak-anak perlu menerapkan perilaku hidup bersih dan perilaku kesehatan yang baik, karena perilaku yang sehat yang baik dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan


(19)

pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2009).

Perilaku orang tua sangat berperan penting karena terbatasnya kesadaran anak-anak serta rendahnya tanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri. Perilaku kesehatan orangtua yang baik tentang suatu penyakit terutama dalam mencegah dan menangani suatu penyakit akan meminimalkan penularan dan terhindar dari penyakit. Perilaku kesehatan tersebut merupakan suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan maupun lingkungan sekitar (Notoatmodjo, 2013).

Merujuk pada fenomena di atas, serta terbatasnya penilitian tentang perilaku orang tua terhadap anak dengan konjungtivitis, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Gambaran perilaku orang tua terhadap penyakit konjungtivitis pada anak”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat ditarik yaitu : “Bagaimanakah gambaran perilaku orang tua terhadap penyakit konjungtivitis pada anak?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan

a. Mengetahui perilaku orangtua dalam mencegah konjungtivitis pada anak.


(20)

b. Mengetahui perilaku orangtua dalam menangani konjungtivitis pada anak.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi pembaca

Hasil penelitian ini akan memberikan informasi mengenai gambaran perilaku orangtua terhadap konjungtivitis pada anak.

2. Manfaat bagi Tenaga Kesehatan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan tenaga kesehatan untuk mengadakan penyuluhan kesehatan yang dapat meningkatkan perilaku orangtua terhadap konjungtivitis pada anak.

3. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tinjauan pustaka untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait konjungtivitis.

4. Manfaat bagi penulis

Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan peneliti terkait konjungtivitis.

5. Manfaat bagi orangtua dengan anak konjungtivitis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan maupun mempertahankan perilaku dalam mencegah maupun menganani konjungtivitis.

E. Penelitian Terkait

a. Penelitian yang lain terkait konjungtivitis pada anak pernah dilakukan oleh Anindya Hapsari & Isgiantoro pada tahun 2014 yang berjudul “Pengetahuan


(21)

Konjungtivitis pada Guru Kelas dan Pemberian Pendidikan Kesehatan Mencuci Tangan pada Siswa Sekolah Dasar” dengan desain penelitian potong lintang, penarikan sampel dengan purposive sampling. Sampel penelitian adalah seluruh guru kelas sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Trowulan. Penelitian ini menemukan 80 responden (59,7%) berpengetahuan kurang dan berperilaku negatif atau tidak memberikan pendidikan kesehatan terhadap peserta didiknya. Ditemukan hubungan yang bermakna pengetahuan konjungtivitis pada guru kelas sekolah dasar dengan pemberian pendidikan kesehatan tentang mencuci tangan dengan sabun pada peserta didik.

b. Penelitian yang lain terkait konjungtivitis pernah dilakukan oleh Siti Nurhayati & Ali Hamzah pada tahun 2013 yang berjudul “Hubungan antara Perilaku Pasien dengan Kejadian Konjungtivitis di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung” dengan desain penelitian case control. Besar sampel adalah 85 kasus dan 170 control dengan teknik pengambilan sampel purposive non random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, analisis data menggunakan uji chi scquare. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara perilaku: mencuci tangan sebelum/sesudah memegang mata yang sakit, menggunakan handuk secara bersama, mengunakan sapu tangan bergantian, menggunakan bantal/sarung bantal secara bersama dengan derajat hubungan rendah serta nilai odds ratio 3,347.


(22)

8 A. Landasan Teori

1. Konjungtiva a. Anatomi

Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis dan transparan yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus (Vaughan, 2010).

Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pasa formiks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episkera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di formiks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik ( Vaughan, 2010).

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet yang berfungsi membasahi bola mata terutama kornea. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ( Ilyas dkk, 2014).


(23)

Gambar 1. Anatomi konjungtiva (Sumber: Haq dkk) 2. Konjungtivitis

a. Pengertian Konjungtivitis

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan dengan penyakit sistemik. Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat terjadi pula karena asap, angina dan sinar (Ilyas, 2008; 2014).

Tanda dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu mata merah, terdapat kotoran pada mata, mata terasa panas seperti ada benda asing yang masuk, mata berair, kelopak mata lengket, penglihatan terganggu, serta mudah menular mengenai kedua mata (Ilyas, 2008).


(24)

Konjungtivitis lebih sering terjadi pada usia 1-25 tahun. Anak-anak prasekolah dan Anak-anak usia sekolah kejadiannya paling sering karena kurangnya hygiene dan jarang mencuci tangan (Anonim, 2006).

b. Penyebab Konjungtivis

Penyebab dari konjungtivitis bermacam-macam yaitu bisa disebabkan karena bakteri, virus, infeksi klamidia, konjungtivitis alergi. Konjungtivitis bakteri biasanya disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan Haemophillus. Sedangkan, konjungtivitis virus paling sering disebabkan oleh adenovirus dan penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan Pikornavirus namun sangat jarang. Penyebab konjungtivis lainnya yaitu infeksi klamidia, yang disebabkan oleh organisme Chlamydia trachomatis (James dkk, 2005). Konjungtivitis yang disebabkan oleh alergi diperantai oleh IgE terhadap allergen yang umumnya disebabkan oleh bahan kimia (Ilyas, 2008).

c. Klasifikasi konjungtivitis

Berdasarkan penyebabnya konjungtivitis dibagi menjadi empat yaitu konjungtivitis yang diakibatkan karena bakteri, virus, allergen dan jamur ( Ilyas dkk, 2010).

1) Konjungtivitis bakteri

Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan Haemophillus ( James dkk, 2005).


(25)

Gejala konjungtivitis yaitu mukosa purulen, edema kelopak, kemosis konjungtiva, kadang-kadang disertai keratitis dan blefaritis. Konjungtivitis bakteri ini mudah menular dari satu mata ke mata sebelahnya dan dengan mudah menular ke orang lain melalui benda yang dapat menyebarkan kuman ( Ilyas dkk, 2014).

Konjungtivitis bakteri dapat diobati dengan antibiotik tunggal seperti neospirin, basitrasin, gentamisin, kloramfenikol, tobramisin, eritromisin, dan sulfa selama 2-3 hari (Ilyas dkk, 2014). 2) Konjungtivitis Virus

Konjungtivitis virus merupakan penyakit umum yang disebabkan oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri (Vaughan, 2010).

Konjungtivitis virus biasanya diakibatkan karena demam faringokonjungtiva. Biasanya memberikan gejala demam, faringitis, secret berair dan sedikit, folikel pada konjungtiva yang mengenai satu atau kedua mata. Konjungtivitis ini biasanya disebabkan adenovirus tipe 3,4 dan 7 dan penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan Pikornavirus namun sangat jarang (Ilyas dkk, 2014 ; James dkk, 2005). Konjungtivitis ini mudah menular terutama anak-anak yang disebarkan melalui kolam renang. Masa


(26)

inkubasi konjungtivitis virus 5-12 hari, yang menularkan selama 12 hari, dan bersifat epidemic (Ilyas dkk, 2014).

Pengobatan konjungtivitis virus hanya bersifat suportif karena dapat sembuh sendiri. Diberikan kompres, astringen, lubrikasi, dan pada kasus yang berat dapat diberikan antibotik dengan steroid topical ( Ilyas dkk, 2014).

3) Konjungtivitis alergi

Konjungtivitis alergi merupakan bentuk alergi pada mata yang peling sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo dkk, 2009).

Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang ( merah, sakit, bengkak, dan panas), gatal, silau berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya yaitu terdapat papil besar pada konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu penglihatan. Walaupun penyakit alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan (Ilyas dkk, 2014).

Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokoknjungtivitis atopic dan konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan, 2010).


(27)

Pengobatan konjungtivitis alergi yaitu dengan menghindarkan penyebab pencetus penyakit dan memberikan astringen, sodium kromolin, steroid topical dosis rendah kemudian ditambahkan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik (Ilyas dkk, 2014).

4) Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur biasanya disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih yang dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain candida sp, penyakit ini juga bisa disebabkan oleh Sporothtrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang ( Vaughan, 2010).

d. Gejala Konjungtivitis

Tabel 1.Gambaran beberapa jenis konjungtivitis ( Vaughan, 2010)

Virus Bakteri Alergi Klamidia

Gatal Minimal Minimal Berat Minimal

Hiperemia Umum Umum Umum Umum

Sekret Serous mucous Purulen, kuning, krusta Viscus Purulen

Lakrimasi Banyak Sedang Sedang Sedang

Adenopati Preaurikular Lazim Tidak Lazim Tidak Ada Lazim hanya pada konjungtivitis inklusi


(28)

Virus Bakteri Alergi Klamidia Pewarnaan kerokan dan eksudat Monosit Bakteria, PMN

Eosinofil Badan inklusi sel plasma, PMN Radang tenggorok dan demam Kadang-kadang Kadang-kadang Tidak pernah Tidak pernah

e. Penularan Konjungtivitis

Sumber penularan konjungtivitis secara umum adalah cairan yang keluar dari mata yang sakit yang mengandung bakteri atau virus. Salah satu media penularannya yaitu tangan yang terkontaminasi cairan infeksi, misalnya melalui jabatan tangan. Bisa pula melalui cara tidak langsung, misalnya tangan yang terkontaminasi memegang benda yang kemudian terpegang oleh orang lain, penggunaan handuk secara bersama-sama, penggunaan sapu tangan atau tisu secara bergantian, dan penggunaan bantal atau sarung bantal secara bersama-sama (Ilyas, 2008; Chaerani, 2006; Indriana, 2012).

f. Pencegahan Konjungtivitis

Konjungtivitis dapat dicegah yaitu dengan tidak menyentuh mata yang sehat sesudah mengenai mata yang sakit, tidak menggunakan handuk dan lap secara bersama-sama dengan orang lain, serta bagi perawat dapat memberikan edukasi kepada pasien tentang kebersihan kelopak mata (Hapsari & Isgiantoro, 2014).

Selain itu pencegahan konjungtivitis diantaranya sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, pasien konjungtivitis harus mencuci tangannya agar menulari orang lain, menggunakan lensa


(29)

kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya, mengganti sarung bantal dan handuk yang kotor dengan yang bersih setiap hari, menghindari penggunaan bantal, handuk dan sapu tangan bersama, menghindari mengucek-ngucek mata, dan pada pasien yang menderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissu atau sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata (Ramadhanisa, 2014). g. Pengobatan Konjungtivitis Konvensional

1) Menggunakan ASI

Berkaitan dengan pengobatan, ada beberapa mitos bahwa konjungtivitis dapat disembuhkan dengan cara menetesi mata dengan menggunakan ASI. Dalam hal ini, beberapa dokter beranggapan bahwa konjungtivitis memang dapat diobati dengan menggunakan ASI. Namun, ASI hanya dioleskan di ujung mata dekat hidung saja bukan dengan meneteskannya secara langsung (Surjono).

Menurut Hegar (2008) ada banyak manfaat dari ASI yaitu ASI telah terbukti sangat bermanfaat dalam mencegah berbagai penyakit seperti infeksi saluran cerna baik akut maupun kronik, infeksi saluran cerna lainnya, infeksi saluran nafas, mengandung antivirus dan antibakteri, dan faktor antiparasit. Hal tersebut karena ASI mengandung beberapa zat yaitu protein, enzim, calcium, phospor, vitamin D dan vitamin lainnya, besi, zinc, cuprum, dan hormon. Selain itu, ASI juga mengandung faktor kekebalan seperti


(30)

latobacillus bifidus, antistafilokok, sekresi IgA dan Ig lainnya, C3 dan C4, lisozim, laktoperoksidase, sel darah putih (leukosit), dan laktoferin.

Tabel 2. Manfaat Jenis Faktor Kekekebalan dalam ASI Jenis Faktor

Kekebalan

Manfaat

latobacillus bifidus Menghambat pertumbuhan bakteri patogen

Antistafilokok Menghambat pertumbuhan staphylokok sekresi IgA dan Ig

lainnya

Melindungi tubuh terhadap infeksi saluran makanan dan saluran pencernaan Lisozim Menghancurkan sel dinding bakteri

C3 dan C4 C3 mempunyai daya opsonik,

kemotaktik, dan anafilatoksik Laktoperoksidase Membunuh streptokok sel darah putih

(leukosit)

Fagositosis

Laktoferin Membunuh kuman dengan jalan

merubah ion zat besi (Fe)

2) Menggunakan Saliva

Mengobati konjungtivitis dengan saliva dilakukan dengan cara mengoleskan saliva pada mata anak mereka dan membersihkan dari sekret. Peran saliva dalam mulut yaitu sebagai pelumas yang melapisi mukosa dan membantu melindungi jaringan mulut terhadap iritasi mekanis, termal, dan zat kimia. Fungsi lain termasuk dengan kapasitas dapat, bertindak sebagai penyimpan ion yang memfasilitasi remineralisasi gigi, aktivitas antimikroba yang


(31)

melibatkan immunoglobulin A, lisozim, laktoferin dan myeloperoxide (DePaola, 2008). Beberapa orangtua mengobati anaknya menggunakan saliva karena saliva mengandung antimikroba yang efektif dalam mengobati konjungtivitis bekteri. 3) Menggunakan Sirih

Menurut dokter spesialis mata dan Direktur Jakarta Eye Center, Dr. Johan Hutahuruk, MD, bahwa konjungtivitis dapat disembuhkan dengan air perasan daun sirih karena dapat membunuh kuman yang menyebabkan iritasi pada mata. Namun dalam penggunaannya tidak boleh sembarangan dan harus steril. Jika penggunaan tidak tepat, maka akan beresiko menyebabkan mata menjadi jamuran atau bahkan merusak kornea.

Daun sirih mengandung fenol lima kali lebih efektif dibandingkan dengan fenol biasa. Senyawa fenol dan turunannya ini dapat mendenaturasi (menghancurkan) protein sel bakteri. Air rebusan daun sirih dapat digunakan sebagai antiseptik karena mengandung minyak astiri yang mampu melawan bakteri gram positif dan gram negatif (Moeljanto dkk, 2003).

4) Menggunakan Urin

Urin atau air seni sering dijadikan terapi sejak bebrapa tahun silam. Terapi urin tersebut dikenal sebagai terapi auto urin yang berawal dari India sejak 5.000 tahun lalu. Setelah itu beberapa negara mulai menerapkan terapi auto urin ini seperti negara Eropa,


(32)

Cina, dan Jepang. Terapi auto urin ini adalah suatu metode untuk menjaga kesehatan maupun pengoabatan yang menggunakan air seni sendiri sebagai suatu obat. Setelah itu, perkembangan zaman modern mulai memperhatikan dan membuktikan secara ilmiah tentang kandungan dan khasiat dari urin (Gitoyo, 2014).

Pertemuan besar di beberapa negara telah membahas tentang efektivitas urin sebagai obat dari penyakit serius seperti HIV/AIDS. Beberapa orang melaporkan pengalaman mereka dalam terapi auto urin untuk menyembuhkan penyakit HIV/AIDS (Pusat Informasi Pengobatan Medis Holistik untuk HIV/AIDS, 2015). Namun, belum ada penelitian terbaru terkait terapi auto urin. Proses penyembuhan dengan terapi auto urin masih belum dijelaskan secara rinci. Kandungan urin yang dapat menghambat virus atau bakteri juga belum dapat dijelaskan oleh beberapa ilmuwan atau peneliti. Sehingga urin sebagai pengobatan konjungtivitis dengan berbagai penyebab belum dapat dikatakan efektif untuk diberikan.

Menurut pandangan Islam, urin atau air kencing manusia merupakan najis. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas ra. yang diriwayatkan di dalam Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim) tentang dua orang penghuni kubur yang diazab, Rasulullah SAW bersabda, “Adapun salah satu dari keduanya tidak membersihkan dirinya dari kencingnya” (HR. Bukhari no. 216, 218, 1361, 1378 dan Muslim no. 292). Berkaitan dengan hadist tersebut,


(33)

sebaiknya pengobatan dengan menggunakan urin perlu dipertimbangkan karena berdampak pada keyakinan seseorang. Jika pengobatan lain yang lebih baik dapat dilakukan maka pengobatan dengan menggunakan urin dapat dihindari karena urin termasuk ke dalam najis.

h. Komplikasi Konjungtivitis

1) Komplikasi Pengobatan Antibiotik

Rasionalitas dalam penggunaan antibiotik dalam penatalaksanaan konjungtivitis sangat rendah. Sebagaian besar penggunaan antibiotika tidak rasional karena tidak ada indikasi dan tidak tepat jenis. Terdapat 48 catatan medik dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi berjumlah 27 (56,3 %) dan tidak ada indikasi 21 (43,7%). Berdasarkan ketepatan penggunaan antibiotik, ada 1 (3,7%) tepat dan tidak tepat 26 (96,3%). Hal tersebut terjadi karena konjungtivitis memiliki banyak macam berdasarkan penyebabnya tetapi tanda dan gejala banyak yang hampir sama (Tampi, 2011).

Antibiotik dapat ditemukan dalam berbagai sediaan, dan penggunaanya dapat melalui jalur topical, oral, maupun intravena. Banyaknya jenis pembagian, klasifikasi, pola kepekaan kuman, dan penemuan antibiotika baru seringkali menyulitkan klinisi dalam menentukan pilihan antibiotika yang tepat ketika menangani suatu


(34)

kasus penyakit. Hal ini akan menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya resistensi (Utami, 2011).

Bakteri dapat dengan mudah beradaptasi dengan paparan antibiotika, mengingat keberadaan dan perkembanganya telah dimulai sejak kurang lebih 3,8 milyar tahun yang lalu. Resistensi pasti diawali adanya paparan antibiotika, dan meskipun hanya satu atau dua bakteri yang mampu bertahan hidup, mereka punya peluang untuk menciptakan satu galur baru yang resisten. Satu galur baru yang resisten ini bisa menyebar dari satu orang ke orang lain, memperbesar potensinya dalam proporsi epidemik. Penyebaran ini dipermudah oleh lemahnya kontrol infeksi dan penggunaan antibiotika yang luas (Peterson, 2005).

2) Komplikasi Pengobatan Kortikosteroid

a) Resistensi dan Efek Samping pada Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang

Kortikosteroid efektif dalam mengatasi peradangan akut, tetapi efek kortikosteroid sering tidak bertahan lama bahkan menyebabkan resistensi atau rekurensi dalam perjalanan terapi jangka panjang. Selain itu, efek samping kortikosteroid baik topikal maupun sistemik akan membatasi penggunaan jangka panjang.

Penggunaan kortikosteroid dapat memberikan efek yang sangat banyak dan dapat terjadi pada setiap cara pemberian


(35)

(Baschant U & Tuckermann J, 2010). Oleh karena itu, kortikosteroid hanya diberikan apabila manfaat terapi melebihi risiko efek samping yang akan terjadi (risk-benefit ratio). Dosis dan lama terapi dengan kortikosteroid bersifat individual. Pemberian kortikosteroid sebaiknya dimulai dari dosis tinggi kemudian diturunkan secara perlahan menurut tanda klinis inflamasi. Apabila kortikosteroid digunakan selama lebih dari 2-3 minggu, penghentiannya harus dilakukan secara bertahap (tapering off) (American Academy of Ophthalmology, 2007). b) Terjadi Katarak

Corticosteroid-induced subcapsular cataract merupakan efek samping lain yang sering ditemukan pada penggunaan kortikosteroid topikal jangka panjang. Penyebab terjadinya katarak yaitu ikatan kovalen antara steroid dan protein lensa yang menyebabkan oksidasi protein struktural. Risiko terjadinya katarak berbanding lurus dengan lama penggunaan kortikosteroid topikal (Gaudio PA., 2004).

Patofisiologi posterior subcapsular cataract (PSC) akibat kortikosteroid antara lain melalui pembentukan ikatan kovalen antara kortikosteroid dengan residu lisin pada lensa dan penurunan kadar anti-oksidan asam askorbat dalam cairan aqueous. Ikatan kovalen tersebut mengakibatkan terjadinya kekeruhan lensa pada katarak. Selain itu, kortikosteroid


(36)

menghambat pompa Na-K pada lensa sehingga terjadi akumulasi cairan dan koagulasi protein lensa yang menyebabkan kekeruhan lensa (Poetker DM & Reh DD., 2010).

c) Terjadi Glaukoma

Kortikosteroid topikal menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) pada beberapa pasien yang disebut sebagai corticosteroid-induced ocular hypertension. Apabila peningkatan TIO tersebut menetap dan menyebabkan gangguan lapang pandang serta kerusakan saraf penglihatan, maka akan terjadi corticosteroid-induced glaucoma. Corticosteroid-induced ocular hypertension terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah pemberian kortikosteroid potensi kuat atau beberapa bulan setelah pemberian kortikosteroid potensi lemah. Potensi dan konsentrasi sediaan kortikosteroid topikal berbanding lurus dengan “kemampuan” mencetuskan corticosteroid-induced ocular hypertension dan corticosteroid-induced glaucoma (Gaudio PA., 2004).

Kortikosteroid menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia di jaringan trabekular. Kortikosteroid mempengaruhi proliferasi, fagositosis serta bentuk dan ukuran sel pada jaringan trabekular. Selain itu, kortikosteroid menyebabkan penumpukan materi ekstraseluler melalui induksi proliferasi apparatus Golgi, peningkatan jumlah retikulum endoplasma, dan peningkatan


(37)

jumlah vesikel sekretorik. Kortikosteroid juga meningkatkan sintesis fibronektin, laminin, kolagen, dan elastin. Struktur aktin sitoskeleton jaringan trabekular mengalami reorganisasi menjadi cross-linked actin networks (CLANs). Seluruh perubahan morfologi dan biokimia pada jaringan trabekular menyebabkan gangguan aliran cairan aqueous. Gangguan tersebut mengakibatkan peningkatan TIO pada corticosteroid-induced glaucoma (Clark AF dkk., 2010).

3. Perilaku

Menurut Skinner (1988) mengatakan bahwa perilaku pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus. Respon tersebut bersifat aktif yaitu berupa tindakan yang nyata. Sedangkan stimulusnya dapat berupa sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, dan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

Dimensi perilaku kesehatan dibagi menjadi dua menurut Notoatmodjo (2010) yaitu :

a. Healthy Behavior yaitu perilaku orng sehat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan. Disebut juga perilaku preventif (tindakan atau upaya untuk mencegah dari sakit dan masalah kesehatan lain) dan promotif (tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan). Contoh : makan makanan bergizi, olahraga teratur

b. Healthy Seeking Behavior yaitu perilaku orangsakit untuk memperoleh kesembuhan dan pemulihan kesehatan disebut juga perilaku kuratif dan


(38)

rehabilitative yang mencakup kegiatan : 1) mengenali gejala penyakit, 2)Upaya memperoleh kesembuhan dan pemulihan yaitu dengan mengobati sendiri atau mencari pelayanan (professional, tradisional), 3) Patuh terhadap proses penyembuhan atau pemulihan.

Pembentukan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor internal yaitu (umur, pendidikan, jenis kelamin, pengetahuan, sikap dan berbagai faktor lainnya) dan faktor eksternal (lingkungan, sosial, ekonomi, kebudayaan) (Notoatmodjo, 2005;2007).

Selanjutnya perilaku juga terbentuk oleh tiga faktor yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi, yang terwujud dalam sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai.

b. Faktor-faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas sarana kesehatan.

c. Faktor-faktor pendorong, yang terwujud dalam sikap dan perilaku dari petugas kesehatan yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Keyakinan atau kepercayaan atau agama merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Di dalam agama Islam, anak adalah anugerah dan amanah dari Allah SWT yang harus di pertanggung jawabkan oleh setiap orang tua dalam berbagai aspek kehidupannya. Diantaranya bertanggung jawab dalam pendidikan, kesehatan, kasih sayang,


(39)

perlindungan yang baik dan berbagai aspek lainnya. Seperti firman Allah dalam QS At-Tahrim ayat 6 yaitu :

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim: 6).

Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :

“Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia akan ditanya atas kepemimpinannya dan seorang istri adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anaknya, maka ia akan ditanya tentang mereka” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan yang dimiliki mempunyai pengaruh yang kuat pada perilaku. Pendidikan adalah salah satu faktor penentu dari gaya hidup dan status kehidupan seseorang dalam masyarakat. Pekerjaan merupakan suatu aktivitas yang biasanya dilakukan oleh kepala keluarga untuk mendapatkan suatu penghasilan dalam memenuhi kebutuhannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan penghasilan diharapkan seseorang akan memiliki perilaku yang baik pula (Notoatmodjo,2007).

Sumber informasi juga merupakan hal yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang karena akan berpengaruh pada pengetahuan orang tersebut. Sumber informasi bias didapatkan dari keluarga, tetangga ataupun orang lain. Hal itu dikarenakan setiap individu sejak lahir terkait di dalam suatu kelompok, terutama kelompok keluarga. Dalam keterkaitannya dengan kelompok ini membuka kemungkinan untuk dipengaruhi dan


(40)

mempengaruhi anggota-anggota kelompok lain termasuk informasi yang didapat terkait pencegahan konjungtivitis (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Spears dan Kulbok (2001) menemukan bahwa gender adalah faktor utama yang berhubungan dengan tingkat perilaku kesehatan promotif seseorang. Beberapa penelitian mengkaji dan menemukan perempuan lebih mungkin untuk berlatih beberapa perilaku kesehatan (kebiasaan diet, perawatan, dan masalah keamanan) daripada laki-laki, dengan pengecualian aktivitas fisik, dimana laki-laki lebih mungkin untuk terlibat di dalamnya (Saffer-Hudskin, 2010).

Usia juga dapat mempengaruhi perilaku. Pada usia dewasa tengah jarang terjadi perubahan kognitif, bahkan pada usia ini kemampuan belajar seseorang tidak berbeda jauh dengan usia dewasa awal (Bastable & Dart, 2014). Sehingga responden akan lebih mampu dalam hal mengingat dan mempelajari hal baru khususnya meningkatkan pengetahuan mereka dan perilaku penanganan konjungtivitis. Pengetahuan yang baik akan meningkatkan perilaku yang baik pula (Notoatmodjo, 2007).

Selain itu, sistem pelayanan kesehatan dapat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat. Terdapat dua hal yang berkaitan dengan sistem pelayanan kesehatan yaitu mutu dan akses. Mutu pelayanan kesehatan meliputi kepuasan terhadap keramahan dokter, keramahan perawat, kemudahan administratif, waktu tunggu dan pemberian informasi kepada pasien. Mengenai akses pelayanan kesehatan, bagi beberapa masyarakat bukan hanya masalah biaya atau tarif pelayanan yang kurang terjangkau,


(41)

tetapi juga biaya transportasi dan pelayanan rumah sakit yang umumnya terletak jauh dari tempat tinggal.

Sumber biaya kesehatan juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku sehat seseorang, seseorang yang memiliki asuransi kesehatan lebih sering memeriksakan dirinya ke dokter karena merasa kesehatannya telah dijamin oleh pihak asuransi. Sistem asuransi kesehatan telah berkembang seiring dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor formal (Depkes RI, 2009).

Menurut Notoatmodjo (2007) terkait perilaku kesehatan yaitu mencakup :

a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit. Perilaku ini berupa respon orangtua baik secara aktif maupun pasif yang dilakukan sehubungan dengan penyakit konjungtivitis pada anaknya. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini sesuai dengan tingkat pencegahan penyakit, yaitu :

1) Perilaku yang berhubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.

2) Perilaku pencegahan penyakit yaitu respon dalam melakukan pencegahan penyakit, khususnya konjungtivitis.

3) Perilaku yang berhubungan dengan pencarian pengobatan, yaitu perilaku orangtua dalam mencari pengobatan untuk anaknya, misalnya berusaha mengobati sendiri, mencari pengobatan modern ataupun tradisional terkait konjungtivitis.


(42)

4) Perilaku yang berhubungan dengan pemulihan kesehatan, yaitu usaha pemulihan orangtua yang dilakukan untuk anaknya setelah sembuh dari penyakit konjungtivitis.

b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon orangtua terhadap fasilitas kesehatan, petugas kesehatan, obat yang diberikan terkait konjungtivitis, dan lain sebagainya.

c. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan yang mencakup :

1) Perilaku yang berhubungan dengan air bersih dan cuci tangan. 2) Perilaku yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan

khususnya sumber penularan konjungtivitis.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara atau menggunakan daftar pertanyaan berupa kuesioner terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh responden. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi (melihat langsung) kegiatan responden (Notoatmodjo,2007).

4. Perilaku orangtua terhadap anak dengan konjungtivitis

Setiap individu sejak lahir terkait di dalam suatu kelompok, terutama kelompok keluarga. Dalam keterkaitannya dengan kelompok ini membuka kemungkinan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-anggota kelompok lain. Oleh karena pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan atau norma-norma sosial tertentu maka perilaku tiap individu


(43)

anggota kelompok berlangsung didalam suatu jaringan normatif (Notoatmodjo, 2007).

Sikap orang tua terhadap konjungtivitis sangat mempengaruhi perilaku sehat pada anaknya. Sikap positif terhadap konjungtivitis yang dapat ditunjukan orangtua antara lain sikap setuju terhadap definisi dan gejala konjungtivitis, pengobatan yang harus segera dilakukan, serta perlunya tindakan pencegahan.

Perilaku orangtua di samping berpengaruh terhadap kesehatannya sendiri, juga berpengaruh terhadap anak-anaknya. Perilaku orangtua terhadap konjungtivitis dapat dilakukan dengan memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu.

Sikap dan perilaku orangtua yang baik tentang konjungtivitis, akan dapat mencegah anak menngalami konjungtivitis dan pencegahan terhadap komplikasi (Notoatmodjo, 2007; Sirlain, 2005).

5. Peran Perawat

Menurut (Hidayat, 2009), dalam melaksanakan asuhan keperawatan anak, perawat mempunyai peran dan fungsi sebagai perawat anak diantaranya, yaitu :

a. Pemberi perawatan

Peran utama anak yaitu memberikan pelayanan keperawatan anak, sebagai perawat anak, pemberi pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dasar anak seperti kebutuhan asah, asih, dan asuh.


(44)

b. Sebagai advocad keluarga

Selain melakukan tugas utama dalam merawat anak, perawat juga menjadi advocat keluarga sebagai pembela keluarga dalam beberapa hal seperti dalam menentukan haknya sebagai klien.

c. Pencegah penyakit

Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan keperawatan sehingga setiap dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat harus selalu mengutamakan tindakan pencegahan terhdap timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit atau masalah yang diderita.

d. Pendidikan

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak, perawat harus mampu berperan sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara mengubah perilaku pada anak atau keluarga harus dilakukan dengan pendidikan kesehatan khususnya dalam keperawatan. Melalui pendidikan ini diupayakan anak tidak lagi mengalami gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat.

e. Konseling

Merupakan upaya perawat dalam melaksanakan perannya dengan memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah tersebut diharapkan mampu diatasi dengan ccepat dan diahrapkan pula tidak terjadi kesenjangan antara perawat, keluarga, maupun anak itu sendiri.


(45)

Konseling ini dapat memberikan kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan.

f. Kolaborasi

Merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan tindakan yang akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain. Pelayanan keperawatan anak tidak dapat dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus melibatkan tim kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog, dan lain-lain, mengingat anak merupakan individu yang kompleks yang membutuhkan perhatian dalam perkembangan.

g. Pengambil keputusan etik

Dalam mengambil keputusan, perawat mempunyai peran yang sangat penting sebab perawat selalu berhubungan dengan anak kurang lebih 24 jam selalu di samping anak, maka peran sebagai pengambil keputusan etik dapat dilakukan oleh perawat, seperti akan melakukan tindakan pelayanan keperawatan.

h. Peneliti

Peran ini sangat penting yang harus dimiliki oleh smeua perawat anak. Sebagai peneliti perawat harus melakukan kajian-kajian keperawatan anak, yang dapat dikembangkan untuk perkembangan teknologi keperawatan. Peran sebagai peneliti dapat dilakukan dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan anak (Wong, 1995).


(46)

B. Kerangka Konsep

1. Mencegah kejadian

2. Menangani Kejadia

:

Keterangan :

: diteliti

: tidak diteliti

Gambar 2. Kerangka Konsep Faktor Internal :

1. Umur 2. Pendidikan 3. Jenis kelamin 4. Pengetahuan 5. Sikap Faktor Eksternal :

1. Lingkungan 2. Sosial 3. Ekonomi 4. Kebudayaan Predisposisi : 1. Kepercayaan 2. Keyakinan 3. Nilai-nilai Pendorong :

1. Sikap dan Perilaku Tenaga Kesehatan Pendukung : 1. Fasilitas Kesehatan

Perilaku Orang tua

1. Mencegah kejadian konjungtivitis 2. Menangani kejadian konjungtvitis


(47)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Sedangkan desain yang digunakan dalam penilitian ini adalah pendekatan cross sectional

yang merupakan jenis penelitian menekankan waktu pengukuran dengan observasi data yang digunakan satu kali pada satu saat (Nursalam, 2013). Permasalahan yang akan diketahui dalam hal ini yaitu mengenai gambaran perilaku orangtua terhadap penyakit konjungtivitis pada anak di Dusun Potrobayan Srihardono Pundong Bantul.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu orangtua yang memiliki anak di Dusun Potrobayan Srihardono Pundong Bantul dengan jumlah populasi orangtua sebanyak 246 orangtua.

2. Sampel

Cara pengambilan sampel penelitian ini dengan menggunakan

Purposive Sampling atau judgement sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Penentuan jumlah sampel dengan rumus Slovin yaitu:


(48)

n

n , , ,

, 9 (71 responden) Kriteria Inklusi :

i. Orangtua yang bersedia menjadi responden.

ii. Orangtua yang mempunyai anak dan pernah mengalami konjungtivitis (Sekaran, 2006).

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Dusun Potrobayan, Srihardono, Pundong, Bantul. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2016.

D. Bahan dan Alat Penelitian

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Kuisinoner yaitu pengukuran dengan mengumpulkan data secara formal kepada subyek untuk menjawab pertanyaan secara tertulis (Nursalam, 2013). Kuisioner disusun berdasarkan teori dari Notoatmodjo (2007) terkait perilaku kesehatan dalam mencegah dan menangani penyakit mencakup: 1) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit. Perilaku ini berupa respon

orangtua baik secara aktif maupun pasif yang dilakukan sehubungan dengan penyakit konjungtivitis pada anaknya. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini sesuai dengan tingkat pencegahan penyakit, yaitu :


(49)

a) Perilaku yang berhubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.

b) Perilaku pencegahan penyakit yaitu respon dalam melakukan pencegahan penyakit, khususnya konjungtivitis.

c) Perilaku yang berhubungan dengan pencarian pengobatan, yaitu perilaku orangtua dalam mencari pengobatan untuk anaknya, misalnya berusaha mengobati sendiri, mencari pengobatan modern ataupun tradisional terkait konjungtivitis.

d) Perilaku yang berhubungan dengan pemulihan kesehatan, yaitu usaha pemulihan orangtua yang dilakukan untuk anaknya setelah sembuh dari penyakit konjungtivitis.

2) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon orangtua terhadap fasilitas kesehatan, petugas kesehatan, obat yang diberikan terkait konjungtivitis, dan lain sebagainya.

3) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan yang mencakup :

a) Perilaku yang berhubungan dengan air bersih dan cuci tangan.

b) Perilaku yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan khususnya sumber penularan konjungtivitis.

Kuesioner akan disusun dan dilakukan uji validitas serta reabilitas agar tepat dalam pengukuran serta dapat diandalkan.


(50)

E. Variabel Penelitian

Variabel merupakan fokus penelitian untuk diamati. Variabel tunggal yang digunakan dalam penelitian ini adalah perilaku orangtua terhadap penyakit konjungtivitis pada anak di Dusun Potrobayan, Srihardono, Pundong, Bantul.

F. Definisi Operasional

Perilaku orangtua tentang penyakit konjungtivitis mengkaji tentang seberapa jauh perilaku orangtua dalam mengatasi dan mencegah penyakit konjungtivitis yang terjadi pada anak mereka. Hal ini dapat diketahui yaitu dengan pengisian kuesioner yang dibagikan kepada orangtua tersebut.

Tabel 3. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi

Operasional Instrumen Hasil Ukur Skala

1. Perilaku Orangtua terhadap penyakit konjungt ivitis 1. Perilaku pencegahan konjungtivitis a. Perilaku seseorang

terhadap sakit dan penyakit.

b. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan

Kuesioner 4: Sangat Setuju 3: Setuju 2: Tidak Setuju 1: Sangat Tidak

Setuju Ordinal 2. Perilaku penanganan konjungtivitis a. Perilaku terhadap sakit dan penyakit. b.Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan

Kuesioner 4: Sangat Setuju 3: Setuju 2: Tidak Setuju 1: Sangat Tidak

Setuju


(51)

G. Instrumen Penelitian ( Skala Likert )

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner dari modifikasi teori Notoatmodjo yang telah dikembangkan oleh peneliti. Kuesioner meliputi data demografi, kuesioner perilaku orangtua terhadap penyakit konjungtivitis pada anak yang dibagi menjadi 2 sub yaitu perilaku pencegahan konjungtivitis pada anak dan kuesioner perilaku penanganan konjungtivitis pada anak .

1. Kuesioner Data Demografi

Kuesioner yang digunakan untuk melihat demografi orangtua dibuat sendiri oleh peneliti. Bentuk pertanyaan isian dan 3 pertanyaan multiple choice dengan jumlah 9 pertanyaan. Pertanyaan tersebut meliputi nama, jenis kelamin, suku, agama, usia, pendidikan terakhir, anak pernah mengalami konjungtivitis (belekan) atau tidak, pernah mendapat informasi tentang konjungtivitis (belekan) atau tidak, dan sumber informasi tentang konjungtivitis (belekan).

2. Kuesioner Perilaku Orangtua terhadap Penyakit Konjungtivitis pada Anak. Kuesioner perilaku orangtua dibagi menjadi 2 sub yaitu kuesioner perilaku pencegahan konjungtivitis pada anak dan kuesioner perilaku penanganan konjungtivitis pada anak. Kuesioner berisi 10 pertanyaan terkait perilaku pencegahan konjungtivitis dan 15 pertanyaan terkait perilaku penanganan konjungtivitis yang akan dijawab oleh responden dengan memberikan tanda checklist ( V )untuk jawaban SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Setiap kategori pertanyaan diberi skor. Untuk item positif, skor


(52)

terbesar adalah 4, skor terendah adalah 1 dan sebaliknya jika item negatif. Untuk menghitung total skor tiap responden adalah dengan cara menjumlahkan skor-skor item yang diperoleh responden.

Kisi-Kisi Kuesioner Penilaian Perilaku Orangtua :

Tabel 4. Kisi kisi Kuesioner Penilaian Perilaku Orangtua

No. Materi Nomer Item Soal Jumlah

1 Perilaku pencegahan konjungtivitis

a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit.

b. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan

1,2,7,8,9,10 3,4,5,6

6 4 2 Perilaku penanganan

konjungtivitis a. Perilaku terhadap

sakit dan penyakit. b. Perilaku terhadap

sistem pelayanan kesehatan 1,2,3,4,5,6,9,10,11,12,13 7,8,14,15 11 4

Total 15

Skor tertinggi dari pertanyaan perilaku pencegahan yaitu 40, sedangkan terendah adalah 10. Dari 10 pertanyaan terdiri atas 5 pertanyaan

unfavorable dan 5 pertanyaan favorable. Pertanyaan unfavorable ada pada nomor 2,4,6,7,dan 10. Sedangkan pertanyaan favorable terdapat pada nomor 1,3,5,8, dan 9.

Skor tertinggi dari pertanyaan perilaku penanganan yaitu 60, sedangkan terendah adalah 15. Dari 15 pertanyaan terdiri atas 5 pertanyaan


(53)

unfavorable dan 10 pertanyaan favorable. Pertanyaan unfavorable ada pada nomor 4,5,8,12,dan 15. Sedangkan pertanyaan favorable terdapat pada nomor 1,2,3,6,7,9,10,11,13,dan 14.

Interpretasi hasil penilaian perilaku pencegahan dan penanganan dimasukkan ke dalam beberapa kategori, baik jika persentasenya 76-100%, cukup jika persentasenya 56-75%, dan kurang jika persentasenya <55 % (Nursalam, 2013).

H. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh asisten yang berjumlah satu orang. Hal ini dilakukan karena banyaknya populasi responden serta untuk memudahkan penelitian dan mempersingkat waktu.

I. Jalannya Penelitian

Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

a. Peneliti menyiapkan proposal penelitian.

b. Peneliti mengurus etik penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

c. Setelah etik keluar, peneliti mengurus izin penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang ditujukan kepada Badan Pembangunan Daerah (Bapeda) tempat penelitian yaitu Bantul.


(54)

d. Bapeda memberikan rujukan untuk surat ijin ke Bupati Bantul (sebagai laporan), Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bantul, Camat Pundong, Lurah Desa Srihardono Kecamatan Pundong, Dekan FKIK UMY.

e. Peneliti melakukan koordinasi dengan asisten penelitian untuk membantu dalam pembagian kuesioner, pengumpulan kuesioner, dan pendampingan responden.

f. Peneliti memilih responden sesuai kriteria inklusi dengan menanyakan kepada ketua RT tentang acara perkumpulan di RT tersebut.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Penelitian dilaksanakan di Dusun Potrobayan, Srihardono, Pundong, Bantul yang sebelumnya sudah kontrak waktu dengan warga yang rumahnya akan dilakukan perkumpulan untuk melakukan penelitian di acara perkumpulan bapak-bapak dan ibu-ibu. Beberapa kuesioner juga disebar pada waktu-waktu luang warga. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kekurangan dari jumlah responden yang ditentukan.

b. Sebelum memulai penelitian, peneliti menyamakan persepsi dengan satu orang asisten dari ilmu keperawatan 2012 yang melakukan penelitian di tempat yang sama juga yaitu di Dusun Potrobayan, Srihardono, Pundong, Bantul. Persamaan persepsi dilakukan dengan cara briefing selama kurang lebih 15 menit yang meliputi penjelasan penelitian.


(55)

c. Peneliti/asisten peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan kegiatan yang akan dilakukan kepada responden.

d. Peneliti/asisten peneliti memberikan informed consent beserta kuesioner kepada responden di Dusun Potrobayan untuk diisi kemudian dikembalikan kepada peneliti.

e. Peneliti menganalisis dan menyeleksi kuesioner yang didapatkan.

J. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan di Dusun Sragen, Srihardono, Pundong, Bantul dengan menggunakan kuesioner yang dimodifikasi dari teori Notoatmodjo dan dikembangkan oleh peneliti. Peneliti berencana melakukan uji validitas kepada 20 responden sesuai dengan kriteria inklusi dari Dusun tersebut.

Alat analisis penelitian yaitu koefisien korelasi Product Moment Pearson yang diperoleh dengan menggunakan alat bantu program SPSS (Machfoedz, 2010).

Untuk mencari nilai korelasi peneliti menggunakan rumus sebagai berikut:

 



  2 2 2 2 ) ( ) (

(n X X n Y Y Y X XY n r Keterangan :

r = Koefisien korelasi Y= Skor item genap n = Jumlah sampel X = Skor item ganjil


(56)

Tabel 5. Interpretasi Nilai r Validitas Menurut Arikunto

Interpretasi Nilai r Validitas Menurut Arikunto Nilai r Interpretasi

0,81 – 1,00 0,61 – 0,80 0,41 – 0,60 0,21 – 0,40 0,00 – 0,20

Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah

Hasil uji validitas kuesioner perilaku pencegahan didapatkan dari 10 pertanyaan semuanya valid. Hasil uji validitas kuesioner perilaku penanganan didapatkan data dari 20 pertanyaan terdapat 5 pertanyaan yang tidak valid. Pertanyaan yang tidak valid tersebut yaitu pada nomor 2,4,12,13 dan 15 dengan nilai hasil r hitung < r tabel (0,444). Pertanyaan yang tidak valid tersebut mengenai pengobatan konjungtivitis dengan ASI, pengobatan konjungtivitis dengan daun sirih, pengobaan konjungtivitis dengan air kencing. Dari 20 pertanyaan tersebut hanya digunakan 15 pertanyaan yang valid saja, untuk pertanyaan yang tidak valid dihilangkan karena sudah terwakili oleh pertanyaan yang lain. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kedua sub kuesioner yang digunakan adalah valid. 2. Reliabilitas

Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengukuran sekali saja. Program SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (α). Suatu variabel dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha> 0,60 (Suharsimi, 1998).


(57)

Adapun rumus untuk Uji Cronbach Alpha yaitu:

dimana:

k = Mean kuadrat antara subjek

∑ = Mean kuadrat kesalahan = Varians total

Dengan metode Internal Consistency ini, semakin tinggi koefisien

Alpha, maka kuesioner semakin reliabel. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 (Nugroho, 2005).

Hasil uji reliabilitas untuk kuesioner perilaku pencegahan adalah 0.786 dan kuesioner perilaku penanganan didapatkan hasil 0.736. Hal ini menunjukan bahwa kuesioner perilaku pencegahan dan perilaku penanganan masuk dalam kriteria reliabilitas baik. Sehingga kedua kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sudah reliabel.

K. Pengelolaan dan Metode Analisa Data

1. Pengelolaan data

Setelah data terkumpul melalui kuesioner dapat dilakukan pengolahan data melalui beberapa tahap menurut Hidayat (2007) sebagai berikut : a. Seleksi Data (editing)

Editing adalah proses pemeriksaan ulang tentang kebenaran data yang telah dikumpulkan. Editing yang dilakukan yaitu dengan cara


(58)

memeriksa kelengkapan, kesalahan pengisian dan konsistensi dari setiap jawaban dan pertanyaan.

b. Pemberian Skor (scoring)

Pemberian skor perilaku orangtua dalam mencegah dan menangani konjungtivitis pada anak, untuk jawaban SS ( Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Setiap kategori respon, selanjutnya diberi skor. Untuk item positif, skor terbesar adalah 4, skor terendah adalah 1 dan sebaliknya jika item negatif. Untuk menghitung total skor tiap responden adalah dengan cara menjumlahkan skor-skor item yang diperoleh responden.

c. Pemberian Kode (coding)

Pemberian kode untuk memudahkan pengolahan data, misal pada jenis kelamin pasien, kode 1 untuk laki-laki dan 2 untuk perempuan. d. Tabulasi

Setelah dilakukan pengisian data, selanjutnya peneliti mengelompokan data ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki dengan tujuan penelitian dalam mengidentifikasi data.

e. Entry

Entry adalah proses memasukkan data untuk diolah ke dalam

software di komputer sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang terkumpul akan dianalisia dalam bentuk statistik deskriptif yaitu metode yang memaparkan hasil-hasil penelitian bentuk statistik populasi yang


(59)

sederhana, sehingga setiap orang mudah mengerti dan mendapatkan gambaran mengenai hasil penelitian.

2. Analisis Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa univariat. Untuk data numerik dideskripsikan dengan memaparkan data terendah, tertinggi, rata-rata dan standar deviasi. Dengan perhitungan rumus, penentuan besarnya persentase sebagai berikut:

%

P = Persentase

a = Jumlah pertanyaan yang dijawab benar b = Jumlah pertanyaan

100% = Konstanta

L. Etik Penelitian

Prinsip etika sangat penting dalam penelitian yang berhubungan dengan klien yang memiliki hak-hak (otonomi) manusia. Secara umum prinsip etika menurut Nursalam (2013) dibedakan menjadi tiga, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subyek, dan prinsip keadilan.

1. Prinsip Manfaat

Prinsip ini yang perlu diperhatikan yaitu responden harus bebas dari penderitaan, bebas dari eksploitasi, dan mempertimbangkan risiko (benefits ratio). Dalam penelitian ini tidak dilakukan tindakan khusus kepada responden sehingga pasien bebas dari penderitaan. Responden akan diuntungkan dengan adanya penelitian ini karena responden akan


(60)

mengetahui perilaku dan menambah wawasannya dari penelitian ini. Penelitian ini juga memiliki risiko yang sangat minimal karena pasien hanya diminta mengisi kuesioner perilaku.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

Dalam prinsip ini yang perlu diperhatikan yaitu hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination), hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure), informed consent. Penelitian ini akan memberikan hak-hak sebagai responden dan jaminan dalam perlakuan serta sebelum dilakukan penelitian akan diberikan informed consent agar tidak terjadi kesalahpahaman dan terbina hubungan saling percaya.

3. Prinsip keadilan (right to justice)

Prinsip ini memperhatikan hak mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment) dan hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy). Pentingnya ijin etik dalam penelitian ini sehingga peneliti akan membuat surat ijin etik dari fakultas sebelum melakukan penelitian ini.


(61)

47 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pundong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kecamatan Pundong terletak di sebelah selatan Kabupaten Bantul dengan jarak kurang lebih 10 km serta jarak dari Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta kurang lebih 18 km. Letak astronomis berada di 07º 57’ Lintang selatan dan 110º 20’ Bujur timur. Batas geografis Kecamatan Pundong yaitu sebelah Utara dibatasi oleh Jalan Parangtritis dan Kecamatan Jetis, sebelah Timur dibatasi oleh Kali Opak dan Kecamatan Imogiri, sebelah Selatan dibatasi oleh Pegunungan Sewu, Kecamatan Kretek, Kecamatan Panggang dan Kecamatan Purwosari, sedangkan sebelah Barat dibatasi oleh Kali Winongo kecil, Jalan Parangtritis dan Kecamatan Bambanglipuro. Ibukota Kecamatan Pundong berada di Dusun Bodowaluh, Piring, Pundong, Tangkil, Baran, Menang dan Kembangkerep. Letak kantor kecamatan berada di Dusun Piring, Desa Srihardono.

Desa Srihardono terdiri atas 2 dusun yaitu dusun Potrobayan dan dusun Sragen. Dusun Potrobayan terdiri atas 3 RT, dengan jumlah penduduk 740 orang. Layanan kesehatan dan sosial yang ada di Dusun Potrobayan berupa Posyandu Balita yang terletak di rumah Kepala Dukuh.


(62)

Selain itu, terdapat Puskesmas pembantu sekitar 100 meter di dekat Dusun Potrobayan yang sudah tidak difungsikan. Puskesmas terdekat yaitu Puskesmas Pundong yang terletak kurang lebih 500 meter dari dusun tersebut. Terdapat Rumah Sakit Swasta Rahma Husada dan beberapa dokter praktek yang terletak di daerah Pundong yang kurang lebih 500 meter dari Dusun Potrobayan (bantulkab.com).

2. Karakteristik Responden

Karakteristik demografi responden dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6. Gambaran Karakteristik Responden Orangtua di Dusun Potrobayan

Srihardono Pundong (N=71)

No Karakteristik Subyek Penelitian Jumlah (%) 1 Usia

20-40 26 36,6

41-64 41 57,7

65-70 4 5,6

Total 71 100

2 Jenis Kelamin

Laki-Laki 32 45,1

Perempuan 39 54,9

Total 71 100

3 Agama

Islam 71 100

Total 71 100

4 Suku

Jawa 71 100

Total 71 100

5 Pekerjaan Pensiunan PNS Buruh IRT Pedagang Karyawan Tidak bekerja Sopir PRT Wiraswasta 2 5 27 19 9 1 3 1 1 3 2,8 7,0 38,0 26,8 12,7 1,4 4,2 1,4 1,4 4,2


(63)

No Karakteristik Subyek Penelitian Jumlah (%) 6 Pendidikan S1 D3 SMA/SMK SMP SD 6 1 29 25 10 8,5 1,4 40,8 35,2 14,1

Total 71 100

7 Anak pernah mengalami konjungtivitis

Ya 71 100

Total 71 100 8 Sumber Informasi terkait konjungtivitis

Media Cetak 5 7,0

Media Elektronik 2 2,8

Penyuluhan

Keluarga/tetangga/oranglain Tidak mendapat info

3 41 20 4,2 57,7 28,2

Total 71 100

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel, mayoritas usia responden berusia 41-64 tahun (57,7%), berjenis kelamin perempuan (54,9%) dan sebagian besar responden beragama Islam (100%). Pekerjaan paling banyak adalah buruh (38%) dengan pendidikan terakhir SMA/SMK (40,8%).

3. Analisa Deskriptif

a. Perilaku Orangtua dalam Pencegahan Konjungtivitis

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Perilaku Orangtua dalam Pencegahan Konjungtivitis (N=71)

Kategori

N (%)

Baik 58 81,7

Cukup 13 18,3

Kurang 0 0

Jumlah 71 100


(64)

Berdasarkan tabel 7 persentase responden yang memiliki perilaku pencegahan konjungtivitis baik adalah 58 orang (81,7%) dari total responden.

Dengan hasil crosstab sebagai berikut : a) Perilaku pencegahan berdasarkan agama

Tabel 8. Crosstab perilaku pencegahan konjungtivitis berdasarkan agama

Agama Pencegahan Total

Baik (%) Cukup (%) (%)

Islam 58 81,7 13 18,3 71 100

Total 58 13 71 100

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel 8, semua responden beragama Islam dengan pencegahan baik sebanyak 58 responden (81,7 %) dan pencegahan cukup sebanyak 13 responden (18,3%).

b) Perilaku pencegahan berdasarkan pendidikan

Tabel 9. Crosstab perilaku pencegahan konjungtivitis berdasarkan pendidikan

Pendidikan Pencegahan Total

Baik (%) Cukup (%) (%)

S1 5 7,0 1 1,4 6 8,4

D3 1 1,4 0 0 1 1,4

SMA/SMK 22 30,9 7 9,8 29 40,7

SMP 21 29,6 4 5,6 25 34,2

SD 9 12,6 1 11,4 10 24

Total 58 13 71 100

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel 9, mayoritas responden berpendidikan terakhir SMA/SMK dengan perilaku pencegahan baik sebanyak 22 responden (30,9%) dan perilaku pencegahan cukup sebanyak 7 responden (9,8%).


(65)

c) Perilaku pencegahan berdasarkan sumber informasi

Tabel 10. Crosstab perilaku pencegahan konjungtivitis dengan sumber informasi

Sumber Info Pencegahan Total

Baik (%) Cukup (%) (%)

Media Cetak 5 7 0 0 5 7

Media Elektronik 2 2,8 0 0 2 2,8

Penyuluhan 3 4,2 0 0 3 4,2

Keluarga/Tetangga/ Orang lain

34 47,8 7 9,8 41 57,6

Tidak Mendapat Info

14 19,7 6 8,4 20 28,1

Total 58 13 7 100

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel 10, mayoritas responden mendapat sumber informasi dari keluarga/tetangga/oranglain dengan perilaku pencegahan baik 34 responden (47,8%) dan perilaku pencegahan cukup sebanyak 7 (9,8%)

b. Perilaku Orangtua dalam Penanganan Konjungtivitis

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Perilaku orangtua dalam penanganan konjungtivitis di Dusun Potrobayan Srihardono (N=71)

Kategori N (%)

Baik 14 22,5

Cukup 53 74,6

Kurang 2 2,8

Jumlah 71 100

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel 11, persentase responden yang paling banyak adalah berperilaku penanganan cukup sebanyak 53 orang dari total responden atau sekitar 74,6%.


(1)

berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut dapat dihubungkan dengan peran laki-laki yang lebih mendominasi terutama dalam penanganan suatu penyakit didalam keluarganya.

Faktor yang kedua yaitu usia, mayoritas responden berusia 41-64 tahun (57,7%) dan berperilaku penanganan baik paling banyak yaitu sejumlah 9 orang dan berperilaku penanganan cukup 32 orang. Pada usia 40-65 tahun, seseorang mulai mencapai masa keberhasilan dalam hidupnya dan akan mulai memperhatikan kesehatan16. Pada usia dewasa tengah jarang terjadi perubahan kognitif, bahkan pada usia ini kemampuan belajar seseorang tidak berbeda jauh dengan usia dewasa awal17. Sehingga responden akan lebih mampu dalam hal mengingat dan mempelajari hal baru khususnya meningkatkan pengetahuan mereka dan perilaku penanganan konjungtivitis. Pengetahuan yang baik akan meningkatkan perilaku yang baik pula9. Selain itu, Bastable dan Dart (2014)

menyebutkan bahwa pada masa ini seseorang juga akan mulai mengubah gaya hidup serta lebih memperhatikan kesehatan. Hal ini diperlukan dalam perilaku penanganan suatu penyakit yang baik.

Faktor ketiga yaitu pendidikan, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan terakhir mayoritas responden yaitu SMA/SMK yaitu sejumlah 29 atau 40,8 % dengan 8 orang yang berperilaku penanganan baik.

Koentjoroningrat (1997), mengatakan pendidikan adalah

kemahiran menyerap pengetahuan pendidikan seseorang berhubungan dengan

sikap seseorang terhadap pengetahuan yang diserapnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah untuk dapat menyerap pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah untuk menyerap informasi dalam bidang kesehatan. Mudahnya seseorang untuk menyerap informasi akan


(2)

berpengaruh terhadap pembentukan perilaku baru yang

lebih sehat.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan tiga pernyataan dengan nilai tertinggi dari limabelas pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Ketiga pertanyaan tersebut merupakan bentuk perilaku penanganan konjungtivitis yang dilakukan oleh responden terhadap anaknya. Setelah diidentifikasi, ketiga pertanyaan tersebut yaitu terkait pengobatan konjungtivitis dengan menggunakan air kencing, usaha untuk mencari pengobatan dan memeriksakan anaknya ke dokter atau pelayanan kesehatan lain.

Pernyataan pertama yaitu orangtua tidak pernah menggunakan air kencing untuk mengobati konjungtivitis pada anaknya yang memiliki nilai 84,15%. Dalam hal ini responden dikategorikan memiliki perilaku penanganan yang baik dengan tidak menggunakan air kencing untuk pengobatan konjungtivitis.

Air kencing atau urin atau air seni sering dijadikan terapi sejak beberapa tahun silam yang berawal dari India sejak 5.000 tahun lalu. Setelah itu beberapa negara mulai menerapkan terapi auto urin ini seperti negara Eropa, Cina, dan Jepang. Terapi auto urin yaitu suatu metode untuk menjaga kesehatan maupun pengobatan yang menggunakan air seni sendiri sebagai obat. Setelah itu, perkembangan zaman modern mulai memperhatikan dan membuktikan secara ilmiah tentang kandungan dan khasiat dari urin18.

Pertemuan besar di beberapa negara telah membahas tentang efektivitas urin sebagai obat dari penyakit serius seperti HIV/AIDS. Beberapa orang melaporkan pengalaman mereka dalam terapi auto urin untuk menyembuhkan penyakit HIV/AIDS19. Namun, belum ada

penelitian terbaru terkait terapi auto urin. Kandungan urin yang dapat menghambat virus atau bakteri juga belum dapat


(3)

dijelaskan oleh beberapa ilmuan atau peneliti. Sehingga urin

sebagai pengobatan konjungtivitis dengan berbagai

penyebab belum dapat dikatakan efektif.

Menurut pandangan Islam, urin atau air kencing manusia merupakan najis. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas ra. yang diriwayatkan di dalam Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim) tentang dua orang penghuni kubur yang diazab,

Rasulullah SAW bersabda,

Adapun salah satu dari

keduanya tidak membersihkan dirinya dari kencingnya” (HR. Bukhari no. 216, 218, 1361, 1378 dan Muslim no. 292.

Pernyataan yang kedua yaitu usaha untuk mencari pengobatan terkait konjungtivitis pada anaknya dengan nilai 78,52%. Responden sudah memiliki perilaku penanganan yang baik dengan berusaha

mencari pengobatan konjungtivitis pada anaknya.

Di dalam agama Islam, anak adalah anugerah dan amanah dari Allah SWT yang harus dipertanggung jawabkan oleh setiap orang tua dalam berbagai aspek kehidupannya. Diantaranya bertanggung jawab dalam pendidikan, kesehatan, kasih sayang, perlindungan yang baik dan berbagai aspek lainnya. Seperti firman Allah dalam QS At-Tahrim ayat 6 yaitu :

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim: 6).

Oleh sebab itu orangtua perlu mengusahakan kesehatan anaknya terkait penanganan konjungtivitis sesuai dengan perintah Allah SWT.

Pernyataan yang ketiga yaitu orangtua memeriksakan


(4)

anaknya ke dokter dan pelayanan kesehatan lain terkait belekan dengan nilai 77,81%. Responden sudah memmpunyai perilaku penangan yang baik dengan memeriksakan anaknya ke dokter dan pelayanan kesehatan lain agar dapat memperoleh kesembuhan dan mendapatkan pengobatan yang tepat.

Pelayanan kesehatan yang baik merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan sering kali menjadi ukuran dalam keberhasilan pembangunan20. Hal itu perlu dimanfaatkan sebaik mungkin oleh masyarakat.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini yaiu:

1. Tingkat perilaku orangtua dalam

mencegah penyakit konjungtivitis pada anaknya di

Dusun Potrobayan Srihardono Pundong Bantul sebagian besar baik dengan jumlah 58 orang dari 71 responden.

2. Tingkat perilaku orangtua dalam

menangani penyakit konjungtivitis pada anak di

Dusun Potrobayan Srihardono Pundong Bantul sebagian besar cukup yaitu 53 orang dari 71 responden.

SARAN 1. Pembaca

Pembaca dapat menerap-kan perilaku pencegahan dan penanganan konjungtivitis. 2. Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan dapat memberikan pendidikan kesehatan terhadap orangtua terkait perilaku pencegahan dan penanganan konjungtivitis pada anak.

3. Peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat menggunakan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan memperdalam pembahasan penelitian yang dilakukan.

Daftar Pustaka

1. Ilyas, Sidarta. (2003). Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ke-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

2. Ilyas, Sidarta. (2008). Penuntun Ilmu Penyakit Mata.


(5)

Edisi ke-3, cetakan ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 3. Lolowang, M; Porotu’o, J ;

Rares. (2014). Pola Bakteri

Aerob Penyebab Konjungtivitis pada Penderita

Rawat Jalan di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Kota Manado. FK Universitas Sam Ratulangi Manado. Available from:http://ejournal. unsrat.ac.id/index.php/ebiome dik/article/view/ 3760

4. Kurniadi, Arif. (2010). Hubungan Pengaruh Musim Kemarau dan Musim Hujan Terhadap Angka Kejadian Mata Merah di RS dr. Soetarto Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah, UMY.

5. Haryadi, Ratna. (2013). Mata Sehat Keluarga Sejahtera. Available from : www.scribd. com.

6. Nurhayati,Siti ; Hamzah, Ali & Tika, Ade. (2013). Hubungan antara Perilaku Pasien dengan Kejadian Konjungtivitis di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES).

Available from :http://suara forikes.webs.com/volume4% 20nomor2.pdf.

7. Notoatmodjo,Soekidjo.(2013).

Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka

Cipta.

8. Notoatmodjo,Soekidjo.(2010).

Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka

Cipta.

9. Notoatmodjo,Soekidjo.(2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta : Rineka Cipta. 10. Departemen Kesehatan RI.

(2009).Setiap Menit Satu Anak di Dunia Akan Menjadi Buta. Available from : http://www. depkes.go.id.

11. Tao SY, Cheng YL, Lu Y, Hu YH,Chen DF. (2013). Handwashing behaviour among Chinese adults: a cross-sectional study in five provinces. Available from: www.sciencedirect.com

12. Fatonah S. (2005). Hygiene dan sanitasi makanan. Semarang: Universita =s Negeri Semarang.


(6)

13. Arya Wardhana ,W.(2004).

Dampak Pencemaran Lingkungan.Cetakan Ke-4. Yogyakarta: Penerbit Andi.

14. Ilyas, Sidarta ; Yulianti, Sri. (2014). Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta : FKUI. 15. Shaffer-Hudkins, E.J. (2011)

Health Promoting Behavior and Subjective Well-Being Among Early Adolescents. Thesis and Dissertation On Line. (6th ed). Belmont, Wodsworth. CA. Available from http://scholarcommons.usf. edu/etd/3341).

16. Potter,P.A,Perry,A.G.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari, dkk. Jakarta:EGC. 17. Bastable,Susan ; Dart,Michelle. (2014). Developmental Stages

of the Learner. Jones and

Barthlett Publisher.Available from: http://www.jblearning.com/ samples/0763751375/46436_CH0 5_000_000.pdf

18. Gitoyo, Yohanes. (2014). Anda Mau Sehat? Lakukan Terapi Urin (Air Kencing) untuk Kesehatan. Pustaka

Digital Indonesia.Available from : http://putaka digital indonesia.blogspot.co.id/2014/ 04/anda-mau-sehat-lakukan-terapi-urin-air,html

19. Pusat Informasi Pengobatan Medis Holistik untuk HIV/AIDS.Terapi Urin, Air Hidup yang Terpancar dari Tubuh Sendiri. Available from:http://aidsalternative.co m/?gpages=aidsalternative- premium/22-terapi-urin-air- hidup-yang-terpancar-dari-tubuh-sendiri.

20. Rumengan dkk. (2015).

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pada Peserta BPJS Kesehatan di Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan Mapanget Kota Manado.FKM Universitas Sam Ratulangi Manado. Available from http://ejournal.unsrat.ac.

id/index.php/jikmu/article/do wnload/7180/7388.


Dokumen yang terkait

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANGTUA TENTANG KONJUNGTIVITIS PADA ANAK DI DUSUN POTROBAYAN SRIHARDONO PUNDONG BANTUL

4 21 130

Penguatan Lembaga Kemasyarakatan Pasca Program Rehabilitasi Gempa Dalam Kelompok Usaha Pati (Tepung Tapioka) Pada Dusun Klisat, Desa Srihardono, Pundong, Bantul

0 2 8

LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN LOKASI SMK 1 PUNDONG Menang, Srihardono, Pundong, Bantul.

0 4 133

Kenali Lebih dalam Ciri docx

0 0 4

HUBUNGAN USIA PENYAPIHAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DUKUH PUNDONG SRIHARDONO BANTUL YOGYAKARTA TAHUN 2009

0 0 9

PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN TENTANG TOXOPLASMOSIS TERHADAP PERILAKU KESEHATAN PADA WANITA USIA SUBUR DI DUSUN TULUNG SRIHARDONO PUNDONG BANTUL NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Pemberian Penyuluhan tentang Toxoplasmosis terhadap Perilaku Kesehatan pada Wanita

0 0 20

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN WANITA PREMENOPAUSE DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI DUSUN GULON SRIHARDONO PUNDONG BANTUL NASKAH PUBLIKASI - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN WANITA PREMENOPAUSE DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI DUSUN GULON SR

0 2 8

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PERILAKU MEMELIHARA ORGAN GENITAL PADA REMAJA PUTRI DI DUSUN GULON SRIHARDONO BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Penyuluhan Terhadap Perilaku Memelihara Organ Genital Pada Remaja Putri di Dusun Dulon Srihardono Bant

0 0 10

PENGARUH PELATIHAN KADER TERHADAP KEMAMPUAN MELAKUKAN PENGELOLAAN POSYANDU DI DESA SRIHARDONO PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Pelatihan Kader terhadap Kemampuan Melakukan Pengelolaan Posyandu di Desa Srihandono Pundong Bantul Yogyaka

0 0 36

HUBUNGAN PERAN ORANGTUA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL ANAK REMAJA DI DUSUN PASEKAN KIDUL BALECATUR GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN PERAN ORANGTUA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL ANAK REMAJA DI DUSUN PASEKAN KIDUL BALECATUR GAMPING SLEMAN YOGYA

0 0 10