Pengetahuan Mahasiswa Non-Klinik Pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat Tentang Prosedur Pemanfaatan Radiografi Kedokteran Gigi

(1)

PENGETAHUAN MAHASISWA NON-KLINIK PADA

SALAH SATU FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI DI

SUMATERA BARAT TERHADAP PROSEDUR

PEMANFAATAN RADIOGRAFI

KEDOKTERAN GIGI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

V KUMARAN VEALAM NIM : 090600163

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Radiologi Dental Tahun 2013

V Kumaran Vealam

Pengetahuan mahasiswa non-klinik pada salah satu fakultas kedokteran gigi di Sumatera Barat tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi.

xi +49 halaman

Penggunaan sinar Roentgen telah lama dikenal sebagai suatu alat dalam bidang kedokteran umum dan kedokteran gigi yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosa dan untuk menentukan rencana perawatan. Hasil penelitian terdahulu memperlihatkan persentase yang cukup bervariasi terhadap pengetahuan prosedur pemanfaatan radiografi pada mahasiswa kepaniteraan klinik dari berbagai Fakultas Kedokteran Gigi baik di dalam negeri maupun luar negeri. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.

Rancangan penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional Study. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa non-klinik pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat berjumlah 46 orang.

Hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi secara individu di kategori baik sebesar 52,17% atau sebanyak 24 orang, kategori sedang sebesar 45,65% atau sebanyak 21 orang dan kategori kurang sebesar 2,17% atau 1 orang.

Kesimpulan penelitian ini adalah pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat dapat dikategorikan baik.


(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 23 Juli 2013

Pembimbing Tanda tangan

1. H. Amrin Thahir, drg.

NIP : 19510421 198403 1 001

2. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) NIP : 19650214 199203 2 004


(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi pada tanggal 23 Juli 2013

TIM PENGUJI

KETUA : H. Amrin Thahir, drg. ……….

ANGGOTA : 1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K). ………. 2. Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG. ……….


(5)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi (SKG) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih terdalam orang tua penulis Ibu SarasPathy Munusamy, kakak, Poovai Vealam, dan abang ipar, Ramesh Thangavelu yang telah memberikan dorongan dan doa restu, baik moral maupun material selama penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Selain itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp. Ort., atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. H. Amrin Thahir, drg selaku dosen senior di Departemen Radiologi dan selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K)., selaku Ketua Unit Radiologi Dental Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberi masukan dan pikiran untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG., Dewi Kartika, drg., dan Maria H Sitanggang, drg., selaku staf pengajar di Unit Radiologi Dental Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Pegawai di lingkungan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya di Unit Radiologi Dental, atas kebaikan yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.


(6)

6. Dekan dan staf pegawai pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat yang telah memberi izin selama penelitian berlangsung.

7. Teman-teman stambuk 2009, terutama Wanda, Laina yang telah banyak memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat menjadi sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi, pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat. Demikian dan terima kasih.

Medan, 23 Juli 2013.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiologi dan Radiologi Kedokteran Gigi ... 4

2.2 Prosedur Penggunaan Radiografi Kedokteran Gigi ... 6

2.2.1 Permintan Tertulis Untuk Melakukan Radiografi ... 7

2.2.2 Proteksi Radiasi ... 7

2.2.3 Perlindungan Pasien ... 9

2.2.4 Perlindungan Operator ... 10

2.2.5 Perlindungan Pihak Lain ... 10

2.3 Jenis-jenis Foto Roentgen Gigi ... 11

2.3.1 Teknik Roentgen Intra Oral ... 11

2.3.2 Teknik Roentgen Ekstra Oral ... 14

2.4 Penyebab Terjadinya Kesalahan Radiografi ... 19

2.5 Kerangka Teori ... 31

2.5 Kerangka Konsep ... 32

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 33


(8)

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

3.3.1 Populasi Penelitian ... 33

3.3.2 Sampel Penelitian... 33

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 35

3.5 Metode Pengumpulan Data dan Pelaksanaan Penelitian.... 35

3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 36

3.7 Etika Penelitian ... 37

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 38

BAB 5 PEMBAHASAN ... 42

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Dosis efektif pada pemeriksaan rutin gigi ... 8 2. Batasan dosis yang berdasarkan Ionising Radiations Regulations

(IRR) 1999 ... 9 3. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang melakukan

pemeriksaan klinis dahulu sebelum melakukan pemeriksaan

radiografi... 38 4. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang perlunya

surat izin dari dokter jaga untuk merujuk melakukan radiografi ... 38 5. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang menulis

jenis foto roentgen dan elemen gigi pada order foto ... 39

6. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang indikasi

setiap foto roentgen ... 39

7. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang menulis

diagnosa sementara pada order foto ... 39 8. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang langsung

melakukan radiografi ulang tanpa persetujuan dokter jaga

yang merujuk ... 40 9. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang radiografer

melakukan radiografi kepada pasien tanpa didampingi

dokter jaga yang merujuk ... 40 10.Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang melakukan

pengulangan radiografi pada satu pasien yang sama ... 41 11.Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Wilhelm Conrad Roentgen ... 4

2. Gambar x-ray pertama ... 4

3. Radiografi dental pertama... 6

4. Skema diagramatik Zone of Maximum Safety ... 10

5. Penggunaan teknik pemotretan bisektris pada gigi anterior mandibula ... 12

6. Penggunaan teknik pemotretan paralel pada daerah gigi bikuspid maksila ... 12

7. Teknik Bite Wing pada gigi posterior ... 13

8. Radiografi oklusal pada gigi anterior maksila rahang atas ... 13

9. Foto Panoramik ... 14

10.Foto Posteroanterior ... 15

11.Proyeksi Standard Occipitomental(0° OM) ... 15

12.Proyeksi Modified Occipitomental(30° OM) ... 16

13.Foto Sefalometri ... 16

14.Proyeksi Water’s ... 17

15.Proyeksi Bregma Menton ... 17

16.Proyeksi Reverse-Towne... 18

17.Foto Lateral ... 18

18.Proyeksi Submentovertex ... 19


(11)

20.Over-developed film ... 21

21.Reticulated film ... 21

22.Stain berwarna kuning kecoklatan ... 22

23.Film dengan spot larutan developer ... 23

24.Film dengan spot larutan fixer ... 23

25.Film Developer Cut-off ... 24

26.Film Fixer Cut-off ... 25

27.Film Overlap ... 25

28.Film fingernail artifact ... 26

29.Film fingerprint artifact... 26

30.Film dengan Static Electricity ... 27

31.Film tergores ... 28

32.Film berkabut ... 28

33.Over-exposed film ... 29


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Persetujuan Komisi Etik 2. Curriculum Vitae (CV) 3. Rincian Biaya Penelitian 4. Kuisioner


(13)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Radiologi Dental Tahun 2013

V Kumaran Vealam

Pengetahuan mahasiswa non-klinik pada salah satu fakultas kedokteran gigi di Sumatera Barat tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi.

xi +49 halaman

Penggunaan sinar Roentgen telah lama dikenal sebagai suatu alat dalam bidang kedokteran umum dan kedokteran gigi yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosa dan untuk menentukan rencana perawatan. Hasil penelitian terdahulu memperlihatkan persentase yang cukup bervariasi terhadap pengetahuan prosedur pemanfaatan radiografi pada mahasiswa kepaniteraan klinik dari berbagai Fakultas Kedokteran Gigi baik di dalam negeri maupun luar negeri. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.

Rancangan penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional Study. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa non-klinik pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat berjumlah 46 orang.

Hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi secara individu di kategori baik sebesar 52,17% atau sebanyak 24 orang, kategori sedang sebesar 45,65% atau sebanyak 21 orang dan kategori kurang sebesar 2,17% atau 1 orang.

Kesimpulan penelitian ini adalah pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat dapat dikategorikan baik.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan sinar roentgen telah lama dikenal sebagai suatu alat dalam bidang kedokteran umum dan kedokteran gigi yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan untuk menentukan rencana perawatan. Penggunaan kalimat sinar

roentgen akhir-akhir ini sering dipakai penggunaan sinar-x. Sinar-x yang dipakai di kedokteran gigi, memberikan hasil radiograf yang dapat memberi informasi diagnostik yang penting untuk digunakan dalam rencana perawatan. Radiografi kedokteran gigi sangat membantu dalam melihat keadaan struktur pendukung gigi baik normal maupun patologis.1-2

Apabila terjadi kesalahan radiografi, akan menyebabkan pengulangan pembuatan radiografi tersebut. Hal ini bertentangan dengan azas justification dimana radiasi harus seminimal mungkin dan keuntungan harus lebih besar dari kerugian yang timbul terhadap pasien. Konsekuensi meningkatnya paparan radiasi, dan efek akumulasi dari beberapa sumber radiasi harus dipertimbangkan selaras dengan prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) untuk meminimalkan paparan radiasi serta mendapatkan hasil yang maksimal.1-2

Beberapa aspek penting harus diperhatikan seiring dengan prinsip tersebut, misalnya teknik atau cara pengambilan foto roentgen, teknik processing film, dan juga menginterpretasi hasil radiograf. Faktor-faktor lain seperti jarak target film, ukuran jumlah dari energy listrik yang melewati x-ray tube dalam miliampere (mA), kualitas dari energy listrik yang melewati x-ray tube dalam kilovolt (kV), posisi kepala serta tingkat kesehatan pasien, posisi film, sudut penyinaran, waktu penyinaran, dan juga

processing film harus diberikan perhatian untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan efektif.3

Gambaran radiografi sangat membantu dalam penatalaksanaan berbagai kasus, terutama membantu dalam menegakkan diagnosis, perencanaan perawatan, maupun


(15)

evaluasi hasil perawatan yang dilakukan. Namun perlu diingat bahwa selain nilai diagnostik yang diperoleh, pemeriksaan radiografi dapat mengakibatkan bahaya radiasi. Pada saat sinar-x mengenai jaringan tubuh, akan terjadi ionisasi pada jaringan yang dilaluinya sehingga terjadi kerusakan pada jaringan tersebut. Karena itu, perlu dilakukan proteksi yang baik pada saat melakukan pemeriksaan radiologi agar efek radiasi yang diterima oleh penderita, operator maupun lingkungan di sekitar ruang radiografi dapat sekecil mungkin. Pemilihan proyeksi pemotretan yang tepat adalah salah satu upaya yang harus dilakukan untuk menghindari paparan radiasi yang tidak diperlukan.1-3

Penelitian Emilia Mestika (2012), pada 80 mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara didapatkan sebesar 63,8% mahasiswa kepaniteraan klinik melakukan radiografi kedokteran gigi tanpa melakukan pemeriksaan klinis, 33,3% merasa tidak perlu izin dari dokter jaga dan 13,8% pernah melakukan radiografi gigi tanpa izin dokter jaga. Hasil penelitian Mahdila Ayurian (2013), pada 163 mahasiswa kepaniteraan klinik salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Malaysia, didapatkan sebesar 98,77% mengetahui tentang prosedur radiografi kedokteran gigi, 88,34% mengetahui kalau radiografi dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis, 7,98% merasa tidak perlu izin dokter jaga sebelum melakukan radiografi kedokteran gigi, 12,88% pernah melakukan radiografi tanpa izin dari dokter jaga, dan 74,23% merasa boleh melakukan radiografi yang berulang pada seorang pasien.4-5

Hasil penelitian Emilia Mestika (2012) dan Mahdila Ayurian (2013) tersebut memperlihatkan persentase yang cukup bervariasi terhadap pengetahuan prosedur pemanfaatan radiografi pada mahasiswa kepaniteraan klinik dari berbagai Fakultas Kedokteran Gigi baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui pengetahuan mahasiswa non-klinik terhadap prosedur pemanfaatan radiografi yang hanya diterima melalui perkuliahan di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.


(16)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan, Bagaimana tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran tentang tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi titik tolak penguasaan ilmu radiologi dental dalam hal teknis dan prosedur radiografi dental bagi mahasiswa non-klinik.

Secara aplikatif diharapkan kepada mahasiswa kepaniteraan klinik mempelajari prosedur-prosedur radiografi yang baik dan benar untuk diaplikasi di kepaniteraan klinik. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi suatu landasan teori kepada radiografer tentang prosedur radiografi dental bagi mengelakkan terjadinya kesalahan teknik radiografi atau kesalahan dalam processing.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiografi dan Radiografi Kedokteran Gigi

Radiografi pertama dilakukan pada tahun 1895 dengan penemuan X-ray oleh Profesor Wilhelm Conrad Roentgen. Ahli fisika Jerman ini adalah merupakan Penerima Penghargaan Nobel pertama untuk Fisika, pada tahun 1901, untuk penemuan sinar-x, yang menandakan zaman fisika modern dan merevolusi kedokteran diagnostik.2,6

Gambar 1. Wilhelm Conrad Roentgen Gambar 2. Gambar X-ray yang (1845-1923) pertama

Dalam bidang kedokteran, radiografi terdiri dari penggunaan radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan gambar organ dan jaringan tubuh untuk tujuan diagnostik dan pengobatan. Para profesional medis menggunakan perlengkapan khusus untuk menghasilkan gambaran radiografi secara komputerisasi terhadap anatomi pasien. Hasil gambaran radiografi ini dapat mendeteksi masalah dalam tubuh pasien seperti patah tulang, tumor, atau penyumbatan pembuluh darah. Selain itu,


(18)

penggunaan terapi radiasi dalam bidang medis dapat mengobati beberapa masalah kesehatan antara lain penyakit jantung dan kanker.6

Radiografi memiliki peran penting dalam bidang kedokteran gigi karena radiografi dibutuhkan sebagai pemeriksaan penunjang untuk melihat keadaan yang tidak terlihat saat dilakukan pemeriksaan klinis yang tujuannya untuk menegakkan diagnosis, membuat perencanaan perawatan dan prognosis pada pasien. Radiografi juga penting dalam pemeriksaan rutin karies gigi, evaluasi terhadap penyakit periodontal, identifikasi patologi yang berhubung dengan tulang (seperti kista dan tumor), evaluasi traumatis yang melibatkan rahang dan tulang wajah serta dalam evaluasi pertumbuhan dan perkembangan.7

Suatu gambaran radiografi dihasilkan dengan melewatkan sinar-x melalui jaringan untuk diperiksa dan ini akan menghasilkan emulsi fotografi pada film. Jumlah sinar-x yang mencapai film akan menentukan keseluruhan paparan atau menghitamkan emulsi. Struktur mineral dan jaringan keras akan mengabsorpsi sejumlah besar radiasi, sedangkan jaringan lunak akan memungkinkan perjalanan sinar-x melewatinya. Gambar radiografi yang dihasilkan oleh suatu proses radiografi adalah gambar dua dimensi dari struktur tiga dimensi.7

Jumlah radiasi yang diabsorpsi oleh struktur akan menentukan radiodensitas dari bayangan.

 Daerah putih atau radiopak merupakan struktur padat

 Daerah hitam atau radiolusen merupakan struktur yang diizinkan berlalunya sinar x untuk menampilkan gambar.

 Bayangan kelabu merupakan struktur yang bervariasi menyerap sinar-x.7

Meskipun kualitas gambar radiografi berada di bawah pengaruh berbagai parameter yang bertindak secara tunggal maupun dalam kombinasi, berbagai faktor yang memiliki pengaruh dalam pembentukan gambar dapat diringkas sebagai berikut:

 Jumlah foton sinar-x melewati struktur

 Energi atau intensitas foton sinar-x

 Waktu paparan atau periode di mana sinar-x dihasilkan


(19)

 Ketebalan atau kepadatan objek

 Posisi objek dan film

 Sensitivitas dari film x-ray7

Gambar 3. Radiografi dental pertama pada 12 Januari 1896 oleh Dr. Otto Walkoff, dokter gigi asal Jerman; waktu paparan; 25 menit.

2.2 Prosedur Penggunaan Radiografi Kedokteran Gigi

Tahapan yang harus dilalui sebelum melakukan radiografi di bidang kedokteran gigi adalah dengan membuat permintaan tertulis untuk dilakukan radiografi oleh dokter gigi, adanya izin dari bagian radiologi kedokteran gigi untuk melakukan radiografi dan persiapan proteksi radiasi.8-10


(20)

Sebelum melakukan satu radiografi, mahasiswa harus meminta izin dari dokter gigi untuk mendapat surat permintaan/order/rujukan agar radiografi tersebut dapat dilakukan. Surat permintaan radiografi di kedokteran gigi hanya dapat dikeluarkan oleh dokter gigi bertugas pada suatu waktu tersebut. Surat ini menjelaskan jenis radiografi yang akan dilakukan, elemen gigi dan rahang yang akan dilakukan radiografi, diagnosis sementara dari dokter gigi dan hasil pemeriksaan klinis.8-10

2.2.2 Proteksi Radiasi

Tampak jelas bahwa langkah-langkah perlindungan yang tepat harus diterapkan untuk melindungi individu dari efek bahaya radiasi. Meskipun tidak ada jumlah radiasi yang aman, karena hampir semua individu yang terpapar radiasi dari pemeriksaan radiografi diagnostik atau paparan tidak disengaja. Satu dosis maksimum yang diizinkan, Maximum Permissible Dose (MPD) atau Nilai Batas Dosis (NBD) telah dirumuskan. Radiasi dikaitkan dengan cedera jaringan meskipun pada tingkat yang sangat rendah. NBD menetapkan batas untuk paparan radiasi.7,11

NBD didefinisikan sebagai dosis maksimum radiasi yang dimana dalam pengetahuan ini tidak akan diharapkan untuk menghasilkan efek radiasi yang signifikan di dalam kehidupan seseorang individu (satuan Sievert). NBD berbeda bagi mereka yang bukan pekerja radiasi dan pekerja radiasi. Effective dose menunjukkan berapa besar dosis paparan radiasi dari sumber radioaktif yang diserap oleh tubuh per satuan massa (berat), yang mengakibatkan kerusakan secara biologis pada sel/jaringan. Untuk pekerja radiasi, NBD dihitung dengan menggunakan rumus:7,11

NBD : Dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima oleh seorang pekerja radiasi selama masa kerjanya

N : Usia pekerja radiasi yang bersangkuatan dinyatakan dalam tahun NBD = (Usia - 18) x 5 rem


(21)

18 : Usia minimum seseorang yang diizinkan bekerja dalam medan radiasi dinyatakan dalam tahun

1 Sv = 100 rem

Dari rumus, jelas bahwa orang di bawah usia 18 tahun tidak boleh bekerja di bidang radiologi atau pekerjaan lain yang menggunakan radiasi. Jika wanita hamil yang di tempat kerjanya terkena radiasi, diterapkan batas radiasi yang lebih ketat. Dosis radiasi paling tinggi yang diizinkan selama kehamilan adalah 2 mSv. 7,11

Batas dosis menurut Ionising Radiations Regulations (IRR) tahun 1999 adalah batasan dosis radiasi yang dibedakan atas pekerja radiasi, bukan pekerja radiasi dan masyarakat umum (Tabel 2.).13

Tabel 1. Dosis efektif pada pemeriksaan rutin gigi13

Jenis Foto Dosis Efektif (mSv)

Skull/Kepala/Posteroanterior 0,03

Lateral 0,01

Bitewing/Periapikal 0,001 – 0,008

Oklusal 0,008

Panoramik 0,004 – 0,03

Lateral Sefalometri 0,002 – 0,003

CT mandibula 0,36 – 1,2

CT maksila 0,1 – 3,3

Tabel 2. Batasan dosis yang berdasarkan Ionising Radiations Regulations (IRR) 1999 Batas Dosis Lama Batas Dosis Baru

(IRR 1999)

Pekerja Radiasi 50 mSv 20 mSv

Bukan Pekerja Radiasi 15mSv 6 mSv

Masyarakat Umum 5 mSv 1 mSv

2.2.3 Perlindungan Pasien.


(22)

 Menggunaan alat radiografi yang baik, yang diproduksi oleh manufaktur perusahaan.

 Radiografi diambil hanya jika perlu dan sangat penting untuk mencapai suatu diagnosis.

 Pemaparan radiasi harus seminimal mungkin sesuai dengan prinsip ALARA atau

As Low As Reasonably Achievable.

 Menggunakan film yang mempunyai kualitas yang baik dan sensitivitas tinggi.

 Teknik yang tepat harus digunakan untuk menghindari pengulangan paparan radiasi.

 Teknik pemrosesan yang benar juga membantu dalam mencegah pengulangan yang tidak perlu.

 Menggunakan cone silindris panjang dan terbuka.

 Alat radiografi harus diperiksa secara berkala untuk kebocoran.

 Pasien harus mengenakan apron.

 Pasien harus menggunakan thyroid collar

 Sebaiknya menggunakan film holder

 Penggunaan layar-film (intensifying screen dengan film) dikombinasi selama pemeriksaan radiografi ekstraoral sangat mengurangi paparan radiasi. 6-7

2.2.4 Perlindungan Operator

 Operator tidak boleh memegang film dalam mulut pasien selama paparan

 Operator tidak boleh menstablisasi alat radiografi selama paparan

 Operator sebaiknya berdiri di belakang tabir berlapis Pb memiliki 0,5 mm setara kandungan timah selama paparan.

 Jika penghalang kandungan Pb tidak tersedia, operator harus berdiri 6 meter dari sinar x-ray utama di daerah yang disebut zona keamanan maksimum yang berkisar antara 90 ° sampai 135 °

 Paparan radiasi terhadap operator harus dipantau secara berkala dengan menggunakan alat monitoring personil atau film badge.


(23)

 Lakukan rotasi tugas operator sehingga paparan accidental secara terus menerus dapat dihindari. 6-7

Gambar 4. Skema diagramatik Zone of Maximum Safety

2.2.5 Perlindungan pihak lain

Perlindungan untuk pihak lain mengacu pada perlindungan bagi mereka yang tidak terlibat langsung dalam prosedur radiografi. Kelompok ini meliputi bahkan mereka yang menggunakan ruangan kantor atau kamar yang berdekatan serta mereka yang menemani pasien.

 Hanya mereka yang kehadirannya diperlukan untuk prosedur radiografi harus tetap berada di dalam ruangan.

 Sebuah tabung sinar-x tidak boleh diarahkan ke arah pintu atau ambang pintu untuk menghindari paparan accidental.

 Tanda-tanda perhatian atau peringatan harus ditampilkan.

 Dinding ruangan harus diperkuat dengan plaster barium atau ketebalan dinding harus ditambah dengan menggunakan lapisan tambahan batu bata.

 Sinar merah harus menyala ketika alat radiografi sedang dioperasikan, ianya bertindak sebagai sinyal peringatan agar tidak ada yang berjalan ke ruangan x-ray.


(24)

 Paparan radiasi ke lokasi kantor yang berdekatan harus dipantau. 6-7

2.3 Jenis-jenis Foto Roentgen Gigi

Secara garis besar foto roentgen gigi, berdasarkan teknik pemotretan dan penempatan film, dibagi menjadi dua: foto Roentgen Intra oral dan foto Roentgen

Ekstra oral.

2.3.1 Teknik Roentgen Intra oral

Teknik radiografi intra oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secara radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien. Untuk mendapatkan gambaran lengkap rongga mulut yang terdiri dari 32 gigi diperlukan kurang lebih 14 sampai 19 foto. Ada tiga pemeriksaan radiografi intra oral yaitu: pemeriksaan proyeksi periapikal, interproksimal, dan oklusal.6,12

a) Radiografi Periapikal

Jenis radiografi ini digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota serta akar gigi dan tulang pendukungnya. Ada dua teknik pemotretan yang digunakan untuk memperoleh foto periapikal, yaitu teknik paralel dan bisektris. 6,12

Gambar 5. Penggunaan teknik pemotretan bisektris pada gigi anterior mandibula


(25)

Gambar 6. Penggunaan teknik pemotretan paralel pada daerah gigi bikuspid maksila

b) Radiografi Bite Wing

Jenis radiografi ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah daerah anterior dan posterior sehingga dapat digunakan untuk melihat permukaan gigi yang berdekatan dan puncak tulang alveolar. Teknik pemotretannya yaitu pasien dapat menggigit sayap dari film untuk stabilisasi film di dalam mulut. 6,12


(26)

c) Radiografi Oklusal

Jenis radiografi ini digunakan untuk melihat area yang luas baik pada rahang atas maupun rahang bawah dalam satu film. Film yang digunakan adalah film oklusal. Teknik pemotretannya yaitu pasien diinstruksikan untuk mengoklusikan atau menggigit bagian dari film tersebut. 6,12

(a) (b)

Gambar 8. (a) Teknik radiografi oklusal pada gigi anterior maksila rahang atas;

(b) Hasil radiografi oklusal

2.3.2 Teknik Roentgen Ekstra Oral

Foto roentgen ekstra oral digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut. Foto roentgen ekstra oral yang paling umum dan paling sering digunakan adalah foto roentgen panoramik, sedangkan contoh foto roentgen ekstra oral lainnya adalah foto lateral, foto

Posteroanterior, proyeksi Standard Occipitomental, foto sefalometri, proyeksi Waters, proyeksi Bregma Menton, proyeksi Reverse-Towne, proyeksi Submentovertex.

a) Foto Panoramik

Foto panoramik merupakan foto roentgen ekstra oral yang menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur fasial termasuk mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Foto roentgen ini digunakan untuk mengevaluasi gigi


(27)

impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma.6,12

(a) (b) Gambar 9. (a) Posisi proyeksi foto panoramik;

(b) Hasil gambaran panoramik yang normal

b) Foto Posteroanterior

Foto roentgen ini digunakan untuk melihat keadaan penyakit, trauma, atau kelainan pertumbuhan dan perkembangan tengkorak. Foto roentgen ini juga dapat memberikan gambaran struktur wajah, antara lain sinus frontalis dan ethmoidalis, fossanasalis, dan orbita. 6,12

(a) (b) Gambar 11. (a) Posisi proyeksi foto Posteroanterior;


(28)

c) Proyeksi Standard Occipitomental(0° OM)

Proyeksi ini menunjukkan kerangka wajah dan kavitas anatomis tulang maksila, serta menghindari superimposisi tulang padat basis kranii. Ini sangat berguna untuk mendeteksi fraktur tulang (Le Fort I, II, III, kompleks zygomatikus, kompleks nasoethmoidal, tulang orbital) dan fraktur tulang koronoideus. 6,12

(a) (b)

Gambar 12. (a) Posisi proyeksi radiografi Standard Occipitomental(0° OM); (b) Hasil foto Standard Occipitomental(0° OM)

d) Proyeksi Modified Occipitomental(30° OM)

Proyeksi ini menunjukkan kerangka wajah, dari sudut yang berbeda dan ini memungkinkan pemindahan tulang tertentu dapat dideteksi. Ini sangat berguna untuk mendeteksi fraktur tulang (Le Fort I, II, III) dan fraktur prosessus koronoideus. 6,12


(29)

Gambar 13. (a) Posisi proyeksi radiografi Standard Occipitomental (30° OM); (b) Hasil foto Standard Occipitomental(30° OM)

e) Foto Sefalometri

Foto roentgen ini digunakan untuk melihat tengkorak tulang wajah akibat trauma penyakit dan kelainan pertumbuhan perkembangan. Foto ini juga dapat digunakan untuk melihat jaringan lunak nasofaringeal, sinus paranasal dan palatum keras. 6,12

(a) (b) Gambar 14. (a) Posisi proyeksi sefalometri;

(b) Hasil foto sefalometri f) Proyeksi Water’s

Foto roentgen ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus frontalis, sinus orbita, sutura zigomatikus frontalis, dan rongga nasal. 6,12

(a) (b) Gambar 15. (a) Posisi proyeksi Water’s; (b) Hasil foto proyeksi Water’s


(30)

g) Proyeksi Bregma Menton

Proyeksi ini digunakan terutama untuk menunjukkan dinding dari sinus maksilaris (terutama di daerah posterior), orbit, lengkungan zygomatikus dan septum hidung/nasal. Selain itu, proyeksi ini juga digunakan untuk menunjukkan deviasi medial atau lateral dari setiap bagian dari mandibula. 6,12

(a) (b) Gambar 16. (a) Posisi proyeksi Bregma Menton;

(b) Hasil foto Bregma Menton

h) Proyeksi Reverse-Towne

Foto roentgen ini digunakan untuk pasien yang kondilusnya mengalami perpindahan tempat dan juga dapat digunakan untuk melihat dinding postero-lateral pada maksila. 6,12

(a) (b) Gambar 17. (a) Posisi proyeksi Reverse-Towne; (b) Hasil foto proyeksi Reverse-Towne


(31)

i) Foto Lateral

Foto roentgen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang muka, diagnosa fraktur dan keadaan patologis tulang tengkorak dan muka.6,12

(a) (b) Gambar 10. (a) Posisi proyeksi foto Lateral;

(b) Hasil foto Lateral j) Proyeksi Submentovertex

Foto ini bisa digunakan untuk melihat dasar tengkorak, posisi kondilus, sinus sphenoidalis, lengkung mandibular, dinding lateral sinus maksila, dan arcus zigomatikus.6,12

(a) (b) Gambar 18. (a) Posisi proyeksi Submentovertex; (b) Hasil foto proyeksi Submentovertex


(32)

2.4 Penyebab Terjadinya Kesalahan Radiografi

Sebuah radiograf yang baik adalah yang menyediakan banyak informasi, memiliki densitas serta kontras yang tepat, memiliki outline yang tajam, dan memiliki bentuk struktur dan ukuran yang sama dengan objek yang diradiografi.8,10,12

Masalah yang sering ditemukan dalam radiografi adalah karena kesalahan teknik radiografi atau kesalahan dalam processing. Kesalahan yang sering timbul adalah seperti gambar yang terang, gelap, gambar pecah-pecah, spot hitam dan putih, gambar kuning-kecoklatan dan berkabut, pinggiran hitam dan putih, atau ada tergores emulsi atau sidik jari.11,13-15

1. Under-developed film

Gambar yang terlihat terang, mungkin disebabkan oleh:

 Waktu developer yang tidak tepat, terlalu cepat.

 Larutan developer yang terkontaminasi.

 Kesalahan dalam penyinaran, miliampere dan voltase yang rendah.

 Penggunaan larutan developer yang terlalu dingin. Solusinya :

 Perhatikan temperatur larutan developer dan juga lama waktu film harus berada dalam larutan developer.

 Gunakan larutan developer yang tidak terkontaminasi atau lama.

 Jika perlu, tambah waktu film berada dalam larutan developer. 11,13-15


(33)

2. Over-developed film

Gambar yang terlalu gelap, mungkin disebabkan oleh:

 Konsentrasi larutan developer yang terlalu pekat .

 Terlalu lama waktu developer.

 Kesalahan dalam penyinaran, miliamper dan voltase tinggi

 Penggunaan larutan developer yang terlalu hangat. Solusinya:

 Perhatikan temperatur larutan developer dan juga lama waktu film harus berada dalam larutan developer.

 Kurangi waktu film berada dalam larutan developer sebaik perlu.11,13-15

Gambar 20. Over-developed film

3. Gambar pecah-pecah (Reticulated/Cracked)

Gambar ini memiliki penampilan berupa jaringan atau mengerut, disebabkan oleh perubahan suhu yang mendadak secara tiba-tiba selama processing.

Solusinya adalah dengan mengelakkan perbedaan temperatur yang drastis.


(34)

Gambar 21. Reticulated Film

4. Stain berwarna kuning kecoklatan

Film kelihatan kuning kecoklatan, disebabkan oleh:

 Waktu fixer yang tidak tepat

 Larutan developer atau fixer yang tidak efektif

Rinsing yang tidak efektif Solusinya:

 Menggantikan larutan developer dan larutan fixer yang lama dengan yang baru

 Pastikan waktu fiksasi dan rinsing yang adekuat

 Cuci film yang telah diproses dengan air dingin yang mengalir selama minimum 20 menit. 11,13-15

Gambar 22. Gambar panoramik dengan stain berwarna kuning kecoklatan


(35)

5. Spot larutan developer

Kelihatan spot hitam pada film, karena terjadi kontak antara larutan developer

dan film sebelum film diproses. Solusinya:

 Gunakan area kerja yang bersih di ruang gelap

 Untuk permukaan meja kerja yang bersih, lapisi dengan paper towel

sebelum membuka film. 11,13-15

Gambar 23. Film dengan spot larutan developer

6. Spot larutan fixer

Kelihatan spot putih pada film, karena terjadi kontak antara larutan fixer dan film sebelum diproses.

Solusinya:

 Gunakan area kerja yang bersih di ruang gelap

 Untuk permukaan meja kerja yang bersih, lapisi dengan paper towel


(36)

Gambar 24. Film dengan spot larutan fixer

7. Developer cut-off

Gambar yang kelihatan putih di bagian pinggir film, karena sewaktu

processing sebagian film tidak masuk ke dalam larutan developer. Solusinya:

 Periksa tahap larutan developer sebelum melakukan prosessing film.

 Pastikan semua film dalam rak film terendam penuh dalam larutan

developer. 11,13-15


(37)

8. Fixer cut-off

Gambar yang kelihatan hitam di bagian pinggir film, karena sewaktu

processing sebagian film tidak masuk ke dalam larutan fixer. Solusinya:

 Periksa tahap larutan fixer sebelum melakukan processing film.

 Pastikan semua film dalam rak film terendam penuh dalam larutan

fixer. 11,13-15

Gambar 26. Film fixer cut-off

9. Film Overlap

Gambar kelihatan hitam atau putih pada daerah overlap, karena:

 Kontak antara dua film sebelum selama processing.

 Film yang overlap di larutan developer akan kelihatan putih pada daerah overlap.

 Film yang overlap di larutan fixer akan kelihatan hitam pada daerah

overlap.

Solusinya adalah dengan memastikan tidak ada kontak antara satu film dengan yang lain selama processing. 11,13-15


(38)

Gambar 27. Film overlap

10.Fingernail artifact

Kelihatan bentuk crescent hitam pada film, karena rusaknya emulsi film oleh kuku jari operator selama pengerjaannya.

Solusinya adalah memastikan pengerjaan film secara hati-hati dari sisi film saja. 11,13-15

Gambar 28. Film fingernail artifact

11.Fingerprint artifact

Kelihatan gambar bekas jari pada film, karena film bersentuhan dengan jari yang terkontaminasi fluoride atau larutan developer dan larutan fixer.

Solusinya:


(39)

 Pegang film dari bagian sisi 11,13-15

Gambar 29. Film fingerprint artifact

12.Film garis bercabang (Static Electricity)

Kelihatan garis bercabang hitam pada film, karena:

 Mengeluarkan film dari bungkusnya secara kasar.

 Mengeluarkan film dari bungkusnya sebelum menyentuh barang lain, sekiranya berada di ruangan dimana lantainya berkarpet.

Solusinya :

 Membuka film secara lembut dan berhati-hati.

 Sekiranya berada di ruangan dimana lantainya berkarpet, sentuh dulu objek yang bersifat konduktif sebelum mengeluarkan film dari bungkusnya. 11,13-15


(40)

13.Film tergores (Scratched Film)

Kelihatan garis putih pada film, karena lepasnya soft emulsi film dari film oleh benda yang tajam seperti klip film atau film hanger.

Solusinya:

 Berhati-hati semasa menempatkan rak film ke dalam larutan

processing.

 Elakkan kontak dengan klip film atau film hanger yang lain. 11,13-15

Gambar 31. Film tergores

14.Fogged film

Gambar pada film kelihatan berkabut, karena:

 Film yang telah luput

 Larutan processing yang terkontaminasi

 Temperatur larutan developer yang tinggi

 Paparan film terhadap cahaya selama penyimpanan Solusinya:

 Periksa tanggal luput film pada bungkusannya

 Menyimpan film di tempat yang kering.

 Periksa kebocoran cahaya di kamar gelap

 Selalu periksa temperatur larutan developer sebelum processing film. 11,13


(41)

Gambar 32. Film berkabut

15.Over-exposed film

Film kelihatan gelap, disebabkan oleh:

 Waktu eksposur terlalu lama

 miliamper dan voltase tinggi; atau

 kombinasi faktor-faktor penyebab di atas Solusinya adalah:

 Mengelakkan waktu eksposur terlalu lama,

 Perhatikan miliamper dan voltase sebelum processing. 11,13

Gambar 33. Over-exposed film

16.Under-exposed film

Film kelihatan terang, disebabkan oleh:


(42)

 miliamper dan voltase inadekuat; atau

 kombinasi faktor-faktor penyebab di atas Solusinya adalah:

 Perhatikan waktu eksposur, miliamper dan voltase sebelum melakukan radiografi

 Naikkan waktu eksposur, miliamper dan voltase jika perlu. 11,13


(43)

(44)

(45)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan rancangan Cross Sectional Study dimana pengambilan data hanya dilakukan sekali pada setiap subjek. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel dari suatu populasi tertentu dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 2 hingga 6 Mei 2013 di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah mahasiswa non-klinik pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.

3.3.2 Sampel

Metode pemilihan sampel adalah secara Simple Random Sampling yaitu proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Oleh karena itu yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa non-klinik pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi:

a) Kriteria inklusi adalah mahasiswa non-klinik bersedia mengisi kuisioner. b) Kriteria ekslusi adalah mahasiswa non-klinik yang tidak hadir pada saat


(46)

Untuk mendapatkan besar sampel minimal digunakan persentase berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Mahdila Ayurian (2013) yaitu 98,77%. Penggunaan rumus dibawah dilakukan karena jumlah besar populasi tidak diketahui.

n = Zα2.P.Q d2

= (1,96)2. (0,9877) (0,0123) (0,05)2

= 0,04667 0,0025

= 18,668 = 19

Dengan ketentuan:

n : jumlah sampel minimal yang diperlukan

Zα2

: deviat baku alfa = 1,96

P : proporsi kategori variabel yang diteliti = 98,77% Q : 1-P = 1 - 0,9877 = 0,0123

d : presisi (0,05)

Jumlah sampel minimal adalah sebanyak 19 orang. Pada penelitian ini menggunakan seluruh sampel yaitu sebanyak 46 orang.


(47)

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.

3.4.2 Definisi Operasional

Pengetahuan mahasiswa non-klinik terhadap prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi adalah pemikiran mahasiswa non-klinik terhadap tahapan prosedur dalam radiografi kedokteran gigi. Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner, cara pengukurannya berdasarkan skor kuisioner dimana hasil ukurnya merupakan data numerik dan persentase.

3.5 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian

Tahap 1:

a) Pengurusan izin dari Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara;

b) Pengurusan izin melakukan penelitian di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat;

Tahap 2:

a) Pembagian kuisioner kepada mahasiswa non-klinik di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat;

b) Pengumpulan data;


(48)

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengetahuan

Untuk mengukur pengetahuan mahasiswa mengenai prosedur penggunaan radiografi kedokteran gigi dengan memberikan total skor terhadap kuisioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan delapan, dimana dimana setiap pertanyaan memiliki dua pilihan jawaban yaitu “YA” (bobot 1), dan “TIDAK TAHU” (NOL).

Pengukuran pengetahuan berdasarkan jawaban responden (mahasiswa non-klinik) dari seluruh pertanyaan yang diberikan dengan total skor maksimal adalah 8, maka tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu:

a. Tingkat pengetahuan baik, apabila total skor berada diantara 7 – 8 ( >80% dari total skor maksimal)

b. Tingkat pengetahuan sedang, apabila total skor berada diantara 4 – 6 ( 50% - 80% dari total skor maksimal)

c. Tingkat pengetahuan kurang, apabila total skor berada diantara <3 ( <50% dari total skor maksimal)

2. Pengolahan data dilakukan secara manual, melalui proses: a. Penyuntingan Data (Editing)

Dilakukan periksaan kembali apakah data yang terkumpul sudah lengkap, terbaca dengan jelas dan tidak meragukan serta apakah ada kesalahan dan sebagainya. b. Membuat Lembaran Kode (Coding Sheet)

Membuat kode pada lembaran kuisioner yang tujuannya untuk memberi nomor responden, memberi bobot kepada setiap jawaban yang diberikan responden untuk lebih mudah dalam pengolahan dan penghitungan total skor dari semua pertanyaan. c. Memasukan Data (Data entry)

Memasukkan data ke dalam kolom-kolom yang telah disesuaikan dengan jawaban masing-masing pertanyaan dan bobot dari masing-masing jawaban.


(49)

Membuat tabel- tabel data sesuai dengan tujuan penelitian.

3.7 Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari komisi etik (Health Research

Ethical Committee of North Sumatera) dengan nomor surat 313/KOMET/FK

USU/2013 dengan judul „Pengetahuan Mahasiswa Non-Klinik pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat Terhadap Prosedur Pemanfaatan

Radiografi Kedokteran Gigi‟. Sebelum penelitian berjalan, responden telah diberikan penjelasan mengenai manfaat dan resiko dari penelitian ini.


(50)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan terhadap 46 orang mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat. Hasil penelitian yang diperoleh melalui kuisioner, dapat diketahui sebagai berikut:

Tabel 3. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang melakukan dahulu pemeriksaan klinis sebelum melakukan pemeriksaan radiografi

Frekuensi Persentase

Ya Tidak Tahu 44 2 95,65% 4,35%

Total 46 100%

Dari Tabel 3., responden yang menjawab tahu harus melakukan pemeriksaan klinis dahulu sebelum melakukan pemeriksaan radiografi sebanyak 44 orang. Sedangkan yang menjawab tidak tahu sebanyak 2 orang.

Tabel 4. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang perlunya Surat Izin dari dokter jaga untuk merujuk melakukan radiografi

Frekuensi Persentase

Ya Tidak Tahu 33 13 71,74% 28,26%

Total 46 100%

Dari Tabel 4., responden yang menjawab tahu perlunya surat izin dari dokter jaga untuk merujuk melakukan radiografi sebanyak 33 orang. Sedangkan yang menjawab tidak tahu sebanyak 13 orang.


(51)

Tabel 5. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang menulis jenis foto roentgen dan elemen gigi yang diinginkan pada order foto

Frekuensi Persentase

Ya Tidak Tahu 45 1 97,83% 2,17%

Total 46 100%

Dari tabel 5., sebanyak 45 reponden menjawab ya untuk menulis jenis foto

roentgen dan elemen gigi yang diinginkan pada order foto. Sedangkan 1 responden menjawab tidak tahu.

Tabel 6. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang mengetahui indikasi setiap foto roentgen

Frekuensi Persentase

Ya Tidak Tahu 46 0 100% 0%

Total 46 100%

Dari Tabel 6., seluruh 46 responden menjawab ya, yaitu untuk mengetahui indikasi setiap foto roentgen yang dirujuk.

Tabel 7. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang menulis diagnosis sementara pada order foto

Frekuensi Persentase

Ya Tidak Tahu 34 12 73,91% 26,09%

Total 46 100%

Dari Tabel 7., seramai 34 responden menjawab ya, yaitu harus menuliskan diagnosis sementara pada order foto. Sedangkan yang menjawab tidak tahu sebanyak 12 orang.


(52)

Tabel 8. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang langsung melakukan radiografi ulang tanpa persetujuan dokter jaga yang merujuk

Frekuensi Persentase

Ya Tidak Tahu 16 30 34,78% 65,22%

Total 46 100%

Dari Tabel 8., responden yang menjawab tidak tahu langsung melakukan radiografi ulang tanpa persetujuan dokter jaga yang merujuk sebanyak 30 orang. Sedangkan yang menjawab ya sebanyak 16 orang.

Tabel 9. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang radiografer melakukan radiografi kepada pasien tanpa didampingi dokter jaga yang merujuk

Frekuensi Persentase

Ya Tidak Tahu 42 4 91,3% 8,7%

Total 46 100%

Dari Tabel 9., sebanyak 42 responden menjawab ya, yaitu radiografer dapat melakukan radiografi kepada pasien tanpa didampingi dokter jaga yang merujuk. Tabel 10. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang melakukan

pengulangan radiografi pada satu pasien yang sama

Frekuensi Persentase

Ya Tidak Tahu 40 6 86,96% 13,04%

Total 46 100%

Dari Tabel 10., responden yang menjawab ya, boleh melakukan pengulangan radiografi pada satu pasien yang sama, sebanyak 40 orang. Sedangkan yang menjawab tidak tahu sebanyak 6 orang.


(53)

Tabel 11. Frekuensi Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Non-Klinik tentang Prosedur Pemanfaatan Radiografi Secara Individu

No. Kategori Tingkat Pengetahuan

Skor Mahasiswa

Nilai Total Persentase Jumlah Persentase

1 Baik 7-8 > 80% 24 52,17%

2 Sedang 4-6 50 – 80% 21 45,65%

3 Kurang < 3 < 50% 1 2,17%

Total 46 100%

Dari Tabel 11., tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat dikategorikan berdasarkan nilai total persentase. Secara individu dikategorikan tingkat pengetahuan baik dengan persentase sebesar 52,17%, tingkat pengetahuan sedang dengan persentase sebesar 45,65%, dan tingkat pengetahuan kurang dengan persentase sebesar 2,17%.


(54)

BAB 5 PEMBAHASAN

Pelaksanaan prosedur pemeriksaan dalam kedokteran gigi ditunjang dengan pemeriksaan radiografis. Pemeriksaan radiografis dapat membantu menegakkan diagnosis suatu penyakit dan membantu menentukan rencana perawatannya. Penggunaan radiografis ini sendiri tidak hanya terfokus pada dokter gigi dalam praktek klinik saja, namun juga memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan di tingkat fakultas kedokteran gigi, keperluan forensik, survei kesehatan gigi dan mulut, serta kegiatan riset kedokteran gigi.6

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel pada mahasiswa non-klinik pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi Di Sumatera Barat. Untuk memperoleh data responden dilakukan pembagian dan pengisian kuisioner. Jumlah responden yang didapat sebanyak 46 orang mahasiswa non-klinik.

Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang apakah harus melakukan pemeriksaan klinis dahulu sebelum melakukan pemeriksaan radiografi, diperoleh hasil hanya 4,35% mahasiswa non-klinik menjawab tidak tahu (Tabel 3). Dibanding dengan penelitian sebelumnya oleh Mahdila Ayurian (2013) pada 163 mahasiswa kepaniteraan klinik di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Malaysia, 11,66% responden tidak mengetahui bahwa radiografi dental dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan klinis harus dilakukan sebelum pemeriksaan radiografi karena pemeriksaan radiografi adalah merupakan suatu pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis dan bersifat mendukung pemeriksaan klinis. Pemeriksaan klinis dalam bidang kedokteran gigi dilakukan melalui 2 tahap, yaitu anamnesis atau pemeriksaan subjektif, dan pemeriksaan objektif. Anamnesis atau anamnesa adalah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan dokter kepada pasien melalui wawancara, anamnesa untuk mengetahui penyakit apa yang dialami pasien, pengambilan data oleh dokter melalui wawancara. Pemeriksaan objektif yang terbagi kepada pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra oral. Pemeriksaan ekstra oral, adalah pemeriksaan


(55)

dari bagian tubuh penderita di luar mulut (muka, kepala, leher). Pemeriksaan intra oral adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang akurat tentang status kesehatan gigi dan mulut pasien serta penentuan jenis penyakit yang diderita pasien di rongga mulut. 6,8

Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang perlunya meminta izin kepada dokter jaga untuk merujuk radiografi kepada pasien didapatkan hasil sebesar 28,26% mahasiswa menyebut tidak tahu (Tabel 4). Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang apakah boleh langsung melakukan radiografi ulang tanpa persetujuan dari dokter jaga yang merujuk apabila terjadi kesalahan radiografi didapat hasil 34,78% menjawab ya (Tabel 8). Hasil dari penelitian Emilia Mestika (2012), pada 80 mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara mendapat respon yaitu 33,75% merasa tidak perlu izin dari dokter jaga dan 13,8% pernah melakukan radiografi gigi tanpa izin dokter jaga. Order izin untuk melakukan radiografi harus berasal dan ditandatangani oleh dokter, dokter gigi atau dokter gigi spesialis. Standard Operational Procedure (SOP) akan menciptakan keteraturan pelaksanaan kegiatan dimanapun kegiatan tersebut dilakukan. Pola yang teratur ini selain menaikkan kualitas hasil kegiatan pelayanan juga akan meningkatkan moral petugas untuk melaksanaan setiap kegiatan secara bersungguh-sungguh. Dengan demikian, SOP merupakan suatu keharusan yang perlu dimiliki oleh setiap instansi pengelola radiasi, karena tidak saja akan meningkatkan kualitas pengelolaan radiasi tetapi juga akan meningkatkan manfaat radiasi itu sendiri guna kebutuhan kesehatan masyarakat juga akan meningkatkan derajat keselamatan dan kesehatan pekerja yang mengelola radiasi serta lingkungan dimana sumber radiasi itu manfaatkan.8-10

Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang perlunya menuliskan jenis foto

roentgen dan elemen gigi yang diinginkan pada order foto roentgen diperoleh hasil hanya 2,17% menjawab tidak tahu (Tabel 5). Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang perlunya mengetahui indikasi setiap jenis foto roentgen yang dirujuk pula didapatkan hasil 0% menjawab tidak tahu (Tabel 6). Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang apakah harus menuliskan diagnosa sementara pada order foto, didapatkan hasil sebesar 26,09% mahasiswa non-klinik menjawab tidak tahu (Tabel


(56)

7). Dibanding dengan penelitian sebelumnya oleh Mahdila Ayurian (2013), pada 163 mahasiswa kepaniteraan klinik salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Malaysia didapatkan hasil hanya 1,23% tidak mengetahui tentang prosedur radiografi kedokteran gigi. Pemilihan suatu jenis radiografi haruslah sesuai indikasi. Indikasi adalah berbeda bergantung kasus dimana indikasi setiap jenis foto roentgen perlu agar tindakan lanjutan untuk mendapatkan gambaran dari kasus pasien yang dirujuk untuk foto roentgen dapat diketahui. Sebagai contoh, indikasi radiografi panoramik adalah apabila kelainan yang mencakup daerah yang lebih luas, lebih dari 4 gigi seperti Osteomyelitis, abses yang mengenai gigi, fase gigi campuran yang memerlukan evaluasi gigi susu dan pertumbuhan gigi permanen secara keseluruhan dan lain-lain. Selain itu, indikasi radiografi panoramik turut digunakan pada kasus pasien sulit membuka mulut, kurang koperatif atau untuk perawatan orthodonsi. Pengetahuan tentang prosedur radiografi kedokteran gigi dapat mempermudah tahapan kerja radiografi dalam rangka mengatur jenis foto roentgen, mempermudah pembacaan foto

roentgen tersebut, serta demi rekam medis yang lengkap, diagnosa sementara dapat membantu membandingkan gambaran-gambaran lain pada foto roentgen serta menjadi bahan pertimbangan untuk menyimpulkan diagnosa pasti setelah mendapatkan hasil foto roentgen.8

Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang apakah radiografer dapat melakukan radiografi sendiri kepada pasien tanpa didampingi dokter jaga didapatkan hasil 8,7% mahasiswa non-klinik menjawab tidak tahu, dengan mayoritas responden berpendapat radiografer adalah seorang yang ahli dalam bidangnya dan sudah kompeten dalam melakukan radiografi (Tabel 9). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 375/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Radiografer, radiografer adalah tenaga kesehatan yang diberi tugas, wewenang dan tanggungjawab oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan radiografi dan imaging di unit Pelayanan Kesehatan. Tanggung jawab seorang radiografer secara umum adalah menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bidang radiologi/radiografi dengan tingkat keakurasian dan keamanan yang memadai. Dalam menjalankan tugasnya baik secara mandiri maupun dalam satu tim dengan tenaga


(57)

kesehatan lainnya (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Spesialis Radiologi, Dokter Kedokteran Nuklir, dll) memberikan pelayanan kesehatan bidang radiasi kepada masyarakat umum maupun ilmiah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebatas kewenanganyang di landasi oleh etika Profesi.16

Secara umum tugas dan tanggung jawab Radiografer, adalah:

1. Melakukan pemeriksaan pasien secara radiografi meliputi pemeriksaan untuk radiodiagnostik dan imejing termasuk kedokteran nuklir dan ultra sonografi (USG); 2. Melakukan teknik penyinaran radiasi pada radioterapi;

3. Menjamin terlaksananya penyelenggaraan pelayanan kesehatan bidang radiologi/radiografi sebatas kewenangan dan tanggung jawabnya;

4. Menjamin akurasi dan keamanan tindakan profesi radiasi dalam mengoperasikan peralatan radiologi atau sumber radiasi;

5. Melakukan tindakan Jaminan Mutu peralatan radiografi.

Tanggung jawab dan tugas tersebut meliputi semua sarana pelayanan kesehatan bidang radiologi mulai dari Puskesmas sampai dengan Rumah Sakit yang menyelenggarakan pelayanan Radiodiagnostik, Radioterapi dan Kedokteran Nuklir.16

Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang apakah boleh melakukan pengulangan radiografi pada satu pasien yang sama, diperoleh hasil 13,04% mahasiswa menjawab tidak tahu (Tabel 10). Dibanding dengan penelitian sebelumnya oleh Mahdila Ayurian (2013) pada mahasiswa kepaniteraan klinik di salah satu fakultas kedokteran gigi di Malaysia didapati bahwa 25,77% merasa tidak boleh melakukan radiografi yang berulang pada seorang pasien. Suatu pengulangan radiografi biasanya dilakukan apabila radiografi yang diperoleh tidak jelas, tidak dapat diinterpretasi yang disebabkan oleh beberapa kesalahan radiografi. adanya kesalahan foto dan radiografinya elongasi. Dari sudut pandang yang lain, pengulangan radiografi dibutuhkan apabila untuk kelanjutan perawatan dan evaluasi perawatan. Radiografi sebagai evaluasi dapat memperlihatkan status pasien yang terkini. Sebagai contoh, pada kasus dimana kondisi pasien memburuk, tetap tidak berubah, atau telah menunjukkan kesembuhan, seperti dalam perkembangan karies atau penyakit periodontal. Pengulangan radiografi seharusnya tidak melewati


(58)

batas paparan radiasi pada seseorang pasien tersebut dan tergantung jenis foto

roentgen yang dilakukan.17

Secara keseluruhan, terdapat perbedaan yang menonjol di antara penelitian ini terhadap pengetahuan mahasiswa non-klinik dengan penelitian sebelumnya pada pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik. Selain itu, terdapat juga perbedaan dari segi jumlah responden. Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik adalah lebih baik dibandingkan mahasiswa non-klinik karena mahasiswa kepaniteraan klinik bukan saja telah mempelajari ilmu radiografi kedokteran gigi secara teoritis, bahkan telah dan sedang menjalaninya secara praktikal selama kepaniteraan klinik.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi secara individu di kategori baik sebesar 52,17% atau sebanyak 24 orang, kategori sedang sebesar 45,65% atau sebanyak 21 orang dan kategori kurang sebesar 2,17% atau 1 orang.


(59)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Dengan jumlah sampel sebanyak 46 orang, hasil penelitian didapatkan gambaran tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi mayoritas berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 24 orang (52,17%), kategori sedang diperoleh sebanyak 21 orang (45,65%), dan kategori kurang diperoleh sebanyak 1 orang (2,17%).

6.2 SARAN

1. Perlunya mahasiswa non-klinik mempelajari prosedur-prosedur radiografi yang lebih baik dan benar untuk diaplikasi di kepaniteraan klinik.

2. Perlunya dilakukan pengawasan terhadap mahasiswa agar Standard Operational Procedure (SOP) pada kedokteran gigi diikuti secara efektif.

3. Perlunya ditingkatkan pengetahuan mengenai prosedur pemanfaatan radiografi pada mahasiswa, karena hal ini penting sebagai fungsi pengendalian dalam mencegah timbulnya bahaya radiasi.

4. Perlunya penempelan poster mengenai keamanan saat foto roentgen, dipasang di ruang pemotretan bagian radiologi agar masyarakat umum sebagai pasien juga dapat melihat dan mengetahui pentingnya proteksi radiasi, sehingga pasien dapat merasa aman saat dilakukannya pemotretan.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

1. J Am Dent Assoc. Oral and maxillofacial radiology: Then and now. Agustus. 2008. http://jada.ada.org. (24/04/2013)

2. Assmus A. Early History of X-Rays. http://www. slac.stanford.edu/ pubs /beamline 25/2/25-2-assmus.pdf (22/04/2013)

3. Dental Radiology. http://medical.tpub.com/14275/css/14275 11.htm (21/04/ 2013)

4. Mestika E. Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Terhadap Kegunaan Radiografi, Bahaya Radiasi, Dan Prosedur Penggunaan Radiografi. Tahun 2012. Skripsi. Medan: Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi FKG USU, 2012: 17-22

5. Ayurian M. Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi Di Malaysia Terhadap Penggunaan Radiografi Kedokteran Gigi Tahun 2013. Skripsi. Medan: Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi FKG USU, 2013: 26-8

6. Karjodkar FR. Textbook of Dental and Maxillofacial Radiology. 1 st ed., New Dehli: Jaypee Brothers Medical Pub. (P) Ltd., 2008: 1-4, 54-9, 182-202

7. John PR. Textbook of Dental Radiology. 2 nd ed., New Dehli: Jaypee Brothers Medical Pub. (P) Ltd., 2011: 1-2, 52-7

8. Guidelines for Prescribing Dental Radiographs. New York: Eastmen Kodak Company., 2004: 3-4

9. White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology Principles and Interpretation., 5 th edition., St.Louis: Mosby Ins.: 2007: 265, 271-6

10.Café-radiologi. Standard Operational Procedure; Keselamatan Kerja Radiologi.

http://www.radiologi.blogspot.com (21/6/2013)

11.Iannucci JM, Howerton LJ. Dental Radiography Principles and Techniques. 3 rd ed., Missouri: Elsevier Saunders Co., 2006: 61, 116-8, 163, 328


(61)

12.Chestnut IG, Gibson J. Churchill‟s Pocketbooks Clinical Dentistry. 3 rd ed., Edinburgh: Churchill Livingstone Elsevier., 2007: 43-7

13.Boel T. Dental Radiografi: Prinsip dan Teknik. Medan: USU Press, 2010: 13-4, 49-55

14.Moore WS. Successful IntraOral Radiography. USA: Eastmen Kodak Company., 2002: 5-10,12

15.Moore WS. Successful Panoramic Radiography. USA: Eastmen Kodak Company., 2002: 2-3

16.Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 375/MENKES/SK/III/2007

17.Radiology Information Center. Jaminan Kualitas Radiografi. http://www.ss-radiology.blogspot.com (21/6/2013)


(1)

7). Dibanding dengan penelitian sebelumnya oleh Mahdila Ayurian (2013), pada 163 mahasiswa kepaniteraan klinik salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Malaysia didapatkan hasil hanya 1,23% tidak mengetahui tentang prosedur radiografi kedokteran gigi. Pemilihan suatu jenis radiografi haruslah sesuai indikasi. Indikasi adalah berbeda bergantung kasus dimana indikasi setiap jenis foto roentgen perlu agar tindakan lanjutan untuk mendapatkan gambaran dari kasus pasien yang dirujuk untuk foto roentgen dapat diketahui. Sebagai contoh, indikasi radiografi panoramik adalah apabila kelainan yang mencakup daerah yang lebih luas, lebih dari 4 gigi seperti Osteomyelitis, abses yang mengenai gigi, fase gigi campuran yang memerlukan evaluasi gigi susu dan pertumbuhan gigi permanen secara keseluruhan dan lain-lain. Selain itu, indikasi radiografi panoramik turut digunakan pada kasus pasien sulit membuka mulut, kurang koperatif atau untuk perawatan orthodonsi. Pengetahuan tentang prosedur radiografi kedokteran gigi dapat mempermudah tahapan kerja radiografi dalam rangka mengatur jenis foto roentgen, mempermudah pembacaan foto

roentgen tersebut, serta demi rekam medis yang lengkap, diagnosa sementara dapat membantu membandingkan gambaran-gambaran lain pada foto roentgen serta menjadi bahan pertimbangan untuk menyimpulkan diagnosa pasti setelah mendapatkan hasil foto roentgen.8

Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang apakah radiografer dapat melakukan radiografi sendiri kepada pasien tanpa didampingi dokter jaga didapatkan hasil 8,7% mahasiswa non-klinik menjawab tidak tahu, dengan mayoritas responden berpendapat radiografer adalah seorang yang ahli dalam bidangnya dan sudah kompeten dalam melakukan radiografi (Tabel 9). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 375/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Radiografer, radiografer adalah tenaga kesehatan yang diberi tugas, wewenang dan tanggungjawab oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan radiografi dan imaging di unit Pelayanan Kesehatan. Tanggung jawab seorang radiografer secara umum adalah menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bidang radiologi/radiografi dengan tingkat keakurasian dan keamanan yang memadai. Dalam menjalankan tugasnya baik secara mandiri maupun dalam satu tim dengan tenaga


(2)

kesehatan lainnya (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Spesialis Radiologi, Dokter Kedokteran Nuklir, dll) memberikan pelayanan kesehatan bidang radiasi kepada masyarakat umum maupun ilmiah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebatas kewenanganyang di landasi oleh etika Profesi.16

Secara umum tugas dan tanggung jawab Radiografer, adalah:

1. Melakukan pemeriksaan pasien secara radiografi meliputi pemeriksaan untuk radiodiagnostik dan imejing termasuk kedokteran nuklir dan ultra sonografi (USG); 2. Melakukan teknik penyinaran radiasi pada radioterapi;

3. Menjamin terlaksananya penyelenggaraan pelayanan kesehatan bidang radiologi/radiografi sebatas kewenangan dan tanggung jawabnya;

4. Menjamin akurasi dan keamanan tindakan profesi radiasi dalam mengoperasikan peralatan radiologi atau sumber radiasi;

5. Melakukan tindakan Jaminan Mutu peralatan radiografi.

Tanggung jawab dan tugas tersebut meliputi semua sarana pelayanan kesehatan bidang radiologi mulai dari Puskesmas sampai dengan Rumah Sakit yang menyelenggarakan pelayanan Radiodiagnostik, Radioterapi dan Kedokteran Nuklir.16

Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang apakah boleh melakukan pengulangan radiografi pada satu pasien yang sama, diperoleh hasil 13,04% mahasiswa menjawab tidak tahu (Tabel 10). Dibanding dengan penelitian sebelumnya oleh Mahdila Ayurian (2013) pada mahasiswa kepaniteraan klinik di salah satu fakultas kedokteran gigi di Malaysia didapati bahwa 25,77% merasa tidak boleh melakukan radiografi yang berulang pada seorang pasien. Suatu pengulangan radiografi biasanya dilakukan apabila radiografi yang diperoleh tidak jelas, tidak dapat diinterpretasi yang disebabkan oleh beberapa kesalahan radiografi. adanya kesalahan foto dan radiografinya elongasi. Dari sudut pandang yang lain, pengulangan radiografi dibutuhkan apabila untuk kelanjutan perawatan dan evaluasi perawatan. Radiografi sebagai evaluasi dapat memperlihatkan status pasien yang terkini. Sebagai contoh,


(3)

batas paparan radiasi pada seseorang pasien tersebut dan tergantung jenis foto

roentgen yang dilakukan.17

Secara keseluruhan, terdapat perbedaan yang menonjol di antara penelitian ini terhadap pengetahuan mahasiswa non-klinik dengan penelitian sebelumnya pada pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik. Selain itu, terdapat juga perbedaan dari segi jumlah responden. Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik adalah lebih baik dibandingkan mahasiswa non-klinik karena mahasiswa kepaniteraan klinik bukan saja telah mempelajari ilmu radiografi kedokteran gigi secara teoritis, bahkan telah dan sedang menjalaninya secara praktikal selama kepaniteraan klinik.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi secara individu di kategori baik sebesar 52,17% atau sebanyak 24 orang, kategori sedang sebesar 45,65% atau sebanyak 21 orang dan kategori kurang sebesar 2,17% atau 1 orang.


(4)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Dengan jumlah sampel sebanyak 46 orang, hasil penelitian didapatkan gambaran tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi mayoritas berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 24 orang (52,17%), kategori sedang diperoleh sebanyak 21 orang (45,65%), dan kategori kurang diperoleh sebanyak 1 orang (2,17%).

6.2 SARAN

1. Perlunya mahasiswa non-klinik mempelajari prosedur-prosedur radiografi yang lebih baik dan benar untuk diaplikasi di kepaniteraan klinik.

2. Perlunya dilakukan pengawasan terhadap mahasiswa agar Standard Operational Procedure (SOP) pada kedokteran gigi diikuti secara efektif.

3. Perlunya ditingkatkan pengetahuan mengenai prosedur pemanfaatan radiografi pada mahasiswa, karena hal ini penting sebagai fungsi pengendalian dalam mencegah timbulnya bahaya radiasi.

4. Perlunya penempelan poster mengenai keamanan saat foto roentgen, dipasang di ruang pemotretan bagian radiologi agar masyarakat umum sebagai pasien juga dapat melihat dan mengetahui pentingnya proteksi radiasi, sehingga pasien dapat merasa aman saat dilakukannya pemotretan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. J Am Dent Assoc. Oral and maxillofacial radiology: Then and now. Agustus. 2008. http://jada.ada.org. (24/04/2013)

2. Assmus A. Early History of X-Rays. http://www. slac.stanford.edu/ pubs /beamline 25/2/25-2-assmus.pdf (22/04/2013)

3. Dental Radiology. http://medical.tpub.com/14275/css/14275 11.htm (21/04/ 2013)

4. Mestika E. Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Terhadap Kegunaan Radiografi, Bahaya Radiasi, Dan Prosedur Penggunaan Radiografi. Tahun 2012. Skripsi. Medan: Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi FKG USU, 2012: 17-22

5. Ayurian M. Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi Di Malaysia Terhadap Penggunaan Radiografi Kedokteran Gigi Tahun 2013. Skripsi. Medan: Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi FKG USU, 2013: 26-8

6. Karjodkar FR. Textbook of Dental and Maxillofacial Radiology. 1 st ed., New Dehli: Jaypee Brothers Medical Pub. (P) Ltd., 2008: 1-4, 54-9, 182-202

7. John PR. Textbook of Dental Radiology. 2 nd ed., New Dehli: Jaypee Brothers Medical Pub. (P) Ltd., 2011: 1-2, 52-7

8. Guidelines for Prescribing Dental Radiographs. New York: Eastmen Kodak Company., 2004: 3-4

9. White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology Principles and Interpretation., 5 th edition., St.Louis: Mosby Ins.: 2007: 265, 271-6

10.Café-radiologi. Standard Operational Procedure; Keselamatan Kerja Radiologi. http://www.radiologi.blogspot.com (21/6/2013)

11.Iannucci JM, Howerton LJ. Dental Radiography Principles and Techniques. 3 rd ed., Missouri: Elsevier Saunders Co., 2006: 61, 116-8, 163, 328


(6)

12. Chestnut IG, Gibson J. Churchill‟s Pocketbooks Clinical Dentistry. 3 rd ed., Edinburgh: Churchill Livingstone Elsevier., 2007: 43-7

13.Boel T. Dental Radiografi: Prinsip dan Teknik. Medan: USU Press, 2010: 13-4, 49-55

14.Moore WS. Successful IntraOral Radiography. USA: Eastmen Kodak Company., 2002: 5-10,12

15.Moore WS. Successful Panoramic Radiography. USA: Eastmen Kodak Company., 2002: 2-3

16.Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 375/MENKES/SK/III/2007

17.Radiology Information Center. Jaminan Kualitas Radiografi. http://www.ss-radiology.blogspot.com (21/6/2013)


Dokumen yang terkait

Pengetahuan Mahasiwa Kepaniteraan Klinik tentang Prosedur Pemanfaatan Radiografi Kedokteran Gigi pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat

3 8 46

Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi Di Malaysia Terhadap Penggunaan Radiografi Kedokteran Gigi

3 25 47

Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi Di Malaysia Terhadap Penggunaan Radiografi Kedokteran Gigi

0 0 1

Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi Di Malaysia Terhadap Penggunaan Radiografi Kedokteran Gigi

0 0 1

Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi Di Malaysia Terhadap Penggunaan Radiografi Kedokteran Gigi

0 1 2

Pengetahuan Mahasiwa Kepaniteraan Klinik tentang Prosedur Pemanfaatan Radiografi Kedokteran Gigi pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat

0 0 12

Pengetahuan Mahasiwa Kepaniteraan Klinik tentang Prosedur Pemanfaatan Radiografi Kedokteran Gigi pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat

0 0 1

Pengetahuan Mahasiwa Kepaniteraan Klinik tentang Prosedur Pemanfaatan Radiografi Kedokteran Gigi pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat

0 0 3

Pengetahuan Mahasiwa Kepaniteraan Klinik tentang Prosedur Pemanfaatan Radiografi Kedokteran Gigi pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat

0 1 11

Pengetahuan Mahasiwa Kepaniteraan Klinik tentang Prosedur Pemanfaatan Radiografi Kedokteran Gigi pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat

0 0 1