Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk Susulan dan Umur Panen Pada Vigor Benih Kedelai (Glycine max [L.] Merill) Varietas Dering 1 Pascasimpan 3 Bulan

(1)

ABSTRAK

Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk Susulan dan Umur Panen Pada Vigor Benih Kedelai (Glycine max [L.] Merill) Varietas Dering 1 Pascasimpan 3 Bulan

Oleh

Diago Fajar Saputra

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan NPK majemuk susulan dan umur panen terbaik pada vigor benih kedelai (Glycine max [L.] Merill) pascasimpan 3 bulan. Penelitian ini dilaksanakan pada November 2013 sampai April 2014 di lahan tegalan Perumahaan Puri Sejahtera, Desa Haji Mena Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Percobaan menggunakan rancangan faktorial petak terbagi (split plot) (2x5) dengan 3 blok sebagai ulangan dalam kelompok teracak sempurna (RKTS). Faktor pertama adalah tanpa diberi pupuk NPK susulan (A0) dan diberi pupuk NPK susulan (A1). Faktor kedua adalah umur panen (B) yang terdiri dari 5 taraf, yaitu umur panen 75 hari, 78 hari, 81 hari, 84 hari, dan 87 hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pemberian pupuk NPK majemuk susulan mampu menghasilkan persentase kecambah normal kuat lebih tinggi 15,08% dan persentase kecambah normal lemah lebih rendah 25,00% dibandingkan dengan


(2)

tanpa pemupukan NPK susulan yang mengindikasikan tingkat vigor yang lebih tinggi; (2) penundaan umur panen sampai 87 hari setelah tanam masih mampu meningkatkan vigor benih kedelai yang ditunjukkan oleh seluruh variabel vigor benih; (3) vigor benih kedelai yang dipanen dari tanaman kedelai yang diberi pupuk NPK majemuk susulan lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemupukan NPK majemuk susulan yang juga dipengaruhi umur panennya. Tanaman kedelai yang dipupuk NPK majemuk susulan 100 kg/ha, vigor benih yang tinggi diperoleh mulai umur panen 78, 81, 84, dan 87 HST, sedangkan tanpa pemupukan NPK majemuk vigor benih masih tinggi hanya yang dipanen umur 84 dan 87 HST. Hal ini ditunjukkan oleh variabel kecepatan perkecambahan, bobot kering per benih, dan daya hantar listrik benihnya.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Chandra Kencana, Tulang Bawang pada tanggal 17 Mei 1992 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari Bapak Banten Sukis Winarso dan Ibu Sri Purwani.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Satya Dharma Sudjana Lampung Tengah pada tahun 1998, Sekolah Dasar Negri 04 Mataram Udik pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Satya Dharma

Sudjana Lampung Tengah pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Terusan Nunyai Lampung Tengah pada tahun 2010.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten Dosen untuk mata kuliah Produksi Tanaman Perkebunan (2013), Produksi Tanaman Tebu (2014), dan melaksanakan Praktik Umum di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha

Way Berulu, Kabupaten Pesawaran pada tahun 2013 dengan judul “Teknik

Penyadapan Pada Tanaman Karet (Hevea brassiliensis) di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Desa Kebagusan Kecamatan Gedong

Tataan Kabupaten Pesawaran”. Dalam Bidang Keorganisasian, Penulis Aktif


(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas limpahan berkat dan rahmat-Nya skripsi ini dapat terselesaikan.

Kupersembahkan karya sederhana penuh perjuangan dan kesabaran ini sebagai ungkapan rasa sayangku dan baktiku kepada:

Papa dan Mama tersayang yang selalu mencurahkan rasa sayang tanpa henti yang selalu mengajariku begaimana menjadi manusia yang terbaik; serta dalam doa dan

sujud beliau selalu menantikan keberhasilanku dengan penuh kesabaran dan pengertian.

Semua keluarga besarku atas rasa sayang, doa, perhatian, pengertian, dan motivasi yang tulus, serta persaudaraan yang tidak dapat tergantikan.


(9)

Kesuksesan yang besar itu terbangun dari sukses-sukses yang kecil (Diago Fajar Saputra)

Jadikan kepandaian sebagai kebahagiaan bersama, sehingga mampu meningkatkan rasa ikhlas tuk bersyukur atas kesuksesan

(Mario Teguh)

Lebih mudah melakukan hal yang benar daripada mencari alasan untuk suatu perbuatan yang salah


(10)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk Suuslan dan Umur

Panen Pada Vigor Benih Kedelai (Glycine max [L]. Merill) Varietas Dering 1 Pascasimpan 3 Bulan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S., selaku Ketua Tim Penguji dan Pembimbing Pertama sekaligus selaku Pembimbing Akademik atas saran, pengarahan, motivasi, dan kesabaran dalam membimbing penulis selama penelitian hingga penyelesaian skripsi, memberi bantuan biaya penelitian sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah), serta memberi nasihat demi kebaikan penulis selama

menjadi mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Lampung;

2. Bapak Ir. Eko Pramono, M.S., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya memberikan bimbingan, pengarahan, pikiran, semangat, motivasi, waktu, kesabaran, saran, dan bantuan selama penulis menyelesaikan skripsi; 3. Ibu Ir. Ermawati, M.S., selaku Penguji bukan Pembimbing yang telah


(11)

sangat berharga untuk perbaikan penulisan skripsi;

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran, koreksi, dan persetujuan dalam menyelesaikan skripsi ini;

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran, koreksi, dan persetujuan pencetakan skripsi ini;

6. Bapak Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah mengesahkan skripsi ini;

7. Bapak Sungkono dan ibu yang telah bersedia memberikan fasilitas yang dibutuhkan selama penelitian ini berjalan hingga selesai;

8. Cahyadi Prayuda, Debby Kuncoro Wibowo, dan Dendy Fauzie (tim penelitian) yang telah bersama-sama berjuang, memberikan semangat, dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar lampung, 12 Januari 2015 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.3 Kerangka Pemikiran ... 6

1.4 Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih ... 11

2.1.1 Viabilitas benih ... 11

2.1.2 Vigor benih ... 12

2.1.3 Pengujian vigor benih ... 12

2.2 Peran Pupuk NPK Dalam Meningkatkan Vigor Benih ... 13

2.3 Pengaruh Stadia Kemasakan pada Vigor Benih ... 15

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.2 Bahan dan Alat ... 17

3.3 Metode Penelitian ... 17

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 18

3.4.1 Persiapan lahan ... 18


(13)

3.4.3 Penanaman ... 19

3.4.4 Pemeliharaan ... 19

3.4.5 Pemanenan ... 21

3.46 Pengujian vigor benih ... 21

3.5 Peubah Pengamatan ... 22

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 28

4.1.1 Kecepatan perkecambahan ... 30

4.1.2 Kecambah normal total ... 30

4.1.3 Kecambah abnormal ... 33

4.1.4 Kecambah normal kuat ... 35

4.1.5 Kecambah normal lemah ... 35

4.1.6 Panjang hipokotil ... 38

4.1.7 Panjang akar primer ... 38

4.1.8 Panjang kecambah normal ... 40

4.1.9 Bobot kering kecambah normal ... 41

4.1.10 Bobot 100 butir benih ... 43

4.1.11 Kadar air benih saat panen ... 44

4.1.12 Bobot kering per benih ... 46

4.1.13 Daya hantar listrik ... 48

4.2. Pembahasan ... 53

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 60

PUSTAKA ACUAN ... 61

LAMPIRAN ... 64

Tabel 16 - 19 ... 65-66 Gambar 18 ... 67 Tabel 20 - 75 ... 68-99


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rekapitulasi analisis ortogonal kontras dan polinomial pada variabel vigor benih kedelai hasil pemupukan NPK majemuk

susulan dan umur panen yang berbeda. ... 29 2. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada

kecepatan perkecambahan. ... 31 3. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada

persen kecambah normal total. ... 32 4. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada

persen kecambah abnormal. ... 34 5. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada

persen kecambah normal kuat. ... 36 6. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada

persen kecambah normal lemah. ... 37 7. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada

panjang hipokotil. ... 38 8. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada

panjang akar primer. ... 39 9. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada

panjang kecambah normal. ... 40 10. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada

bobot kering kecambah normal. ... 42 11. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada

bobot 100 butir benih. ... 43 12. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada


(15)

13. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada

bobot kering per benih. ... 47

14. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada daya hantar listrik (DHL) prasimpan. ... 50

15. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada daya hantar listrik (DHL) pascasimpan tiga bulan. ... 51

16. Data hasil analisis tanah sebelum tanam. ... 65

17. Data curah hujan. ... 65

18. Koefisien perandingan orthogonal. ... 65

19. Deskripsi kedelai Varietas Dering 1. ... 66

20. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecepatan perkecambahan. ... 68

21. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecepatan perkecambahan. ... 68

22. Analisi ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecepatan perkecambahan. ... 69

23. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecepatan perkecambahan. ... 70

24. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecambah normal total. ... 71

25. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecambah normal total. ... 71

26. Analisi ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecambah normal total. ... 72

27. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecambah normal total. ... 72

28. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecambah abnormal. ... 73

29. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecambah abnormal. ... 73


(16)

30. Analisi ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada kecambah abnormal. ... 74 31. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh

pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecambah

abnormal. ... 74 32. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada kecambah normal kuat. ... 75 33. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan

umur panen pada kecambah normal kuat. ... 75 34. Analisi ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada kecambah normal kuat. ... 76 35. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh

pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecambah

normal kuat. ... 76 36. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada kecambah normal lemah. ... 77 37. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan

umur panen pada kecambah normal lemah. ... 77 38. Analisi ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada kecambah normal lemah. ... 78 39. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh

pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecambah

normal lemah. ... 78 40. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada panjang hipokotil. ... 79 41. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan

umur panen pada panjang hipokotil. ... 79 42. Analisi ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada panjang hipokotil. ... 80 43. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh

pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada panjang

hipokotil. ... 80 44. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur


(17)

45. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan

umur panen pada panjang akar. ... 81 46. Analisi ragam pengruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada panjang akar. ... 82 47. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh

pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada panjang

akar. ... 82 48. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada panjang kecambah. ... 83 49. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan

umur panen pada panjang kecambah normal. ... 83 50. Analisi ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada panjang kecambah normal. ... 84 51. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh

pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada panjang

kecambah. ... 84 52. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada bobot kering kecambah normal. ... 85 53. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan

umur panen pada bobot kering kecambah normal. ... 85 54. Analisi ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada bobot kering kecambah normal. ... 86 55. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh

pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada bobot kering

kecambah normal. ... 86 56. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada bobot 100 butir benih. ... 87 57. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan

umur panen pada bobot 100 butir benih. ... 87 58. Analisi ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada bobot 100 butir benih. ... 88 59. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh

pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada bobot 100 butir


(18)

60. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada kadar air saat panen. ... 89 61. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan

umur panen pada kadar air saat panen. ... 89 62. Analisi ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada kadar air saat panen. ... 90 63. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh

pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kadar air saat

panen. ... 90 64. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada bobot kering per benih. ... 91 65. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan

umur panen pada bobot kering per benih. ... 91 66. Analisi ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada bobot kering per benih. ... 92 67. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh

pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada bobot kering

benih. ... 93 68. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada Daya Hantar Listrik prasimpan. ... 94 69. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan

umur panen pada Daya Hantar Listrik pra simpan. ... 94 70. Analisi ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada Daya Hantar Listrik pra simpan. ... 95 71. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh

pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada Daya Hantar

Listrik pra simpan. ... 96 72. Data pengamatan pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur

panen pada Daya Hantar listrik pascasimpan tiga bulan. ... 97 73. Uji kesamaan ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan

umur panen pada Daya Hantar listrik pascasimpan tiga bulan. ... 97 74. Analisi ragam pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur


(19)

75. Hasil analisis polinomial ortogonal dan perbedaan kelas pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada Daya Hantar


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kriteria kecambah normal. ... 23

2. Kriteria kecambah abnormal. ... 23

3. Kriteria kecambah normal kuat. ... 24

4. Kriteria kecambah normal lemah. ... 25

5. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecepatan perkecambahan. ... 32

6. Pengaruh umur panen pada kecambah normal total. ... 33

7. Pengaruh umur panen pada kecambah abnormal. ... 34

8. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecambah normal kuat. ... 36

9. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kecambah normal lemah. ... 37

10. Pengaruh umur panen pada panjang hipokotil. ... 39

11. Pengaruh umur panen pada panjang kecambah normal. ... 41

12. Pengaruh umur panen pada bobot kering kecambah normal. ... 42

13. Pengaruh umur panen pada bobot 100 butir benih. ... 44

14. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada kadar air saat panen. ... 45

15. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada Bobot kering per benih. ... 48


(21)

16. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada

Daya hantar listrik prasimpan. ... 52 17. Pengaruh pupuk NPK majemuk susulan dan umur panen pada

Daya hantar listrik pascasimpan tiga bulan. ... 52 18. Tata letak petak percobaan. ... 67


(22)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi yang dikenal sebagai sumber utama protein nabati yang dapat

dimanfaatkan untuk berbagai industri pangan dan nonpangan. Industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat, beragam makanan hasil olahan kedelai sangat disukai oleh masyarakat Indonesia.

Kedelai memiliki peranan penting sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 843,15 ribu ton biji kering (BPS, 2012); pada tahun 2013 sebesar 780,16 ribu ton biji kering (BPS, 2013). Produksi tersebut cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Produksi kedelai dapat ditingkatkan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi. Program ekstensifikasi dilakukan dengan perluasan areal kedelai sedangkan program intensifikasi yaitu menerapkan panca usaha tani seperti penggunaan benih bermutu dari varietas unggul serta budidaya yang baik.

Menurut Mugnisjah dan Setiawan (2004), benih bermutu dari varietas unggul jika ingin diperbanyak perlu dilakukan penerapan prinsip genetis dan agronomis. Prinsip genetis dalam meproduksi benih meliputi kegiatan pengendalian mutu internal benih sehingga tidak terjadi kemunduran genetis benih dan kemurnian


(23)

2 genetiknya tetap tinggi. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi penggunaan lahan yang diketahui sejarah lapangnya, sumber benih yang tepat kelas, isolasi,

melakukan rouging, pencegahan kontaminasi mekanis, dan wilayah adaptasi yang sesuai bagi pertanaman. Selain itu, mutu benih yang dihasilkan juga sangat ditunjang dengan keberhasilan budidaya di lapang produksi. Sehingga penerapan prinsip agronomis juga perlu dilakukan dalam kegiatan produksi benih bermutu.

Prinsip agronomis dalam memproduksi benih meliputi pemilihan dan penyiapan lahan, pemeliharaan tanaman, pemanenan tanaman, dan penanganan benih siap salur. Dalam prinsip agronomis, teknik budidaya tanaman diarahkan untuk menghasilkan benih yang bermutu fisik dan fisiologis yang tinggi

(Mugnisjah dan Setiawan, 2004).

Benih yang bermutu secara fisiologis adalah benih yang memiliki vigor tinggi yang dapat diukur antara lain dari kecepatan perkecambahanya dan vigor benih yang juga dihubungkan dengan kemampuan simpan benihnya. Menurut Nurmiaty dan Nurmauli (2010), upaya agronomis yang dapat dilakukan untuk mendapatkan vigor benih yang tinggi adalah dengan melakukan pemupukan susulan pada saat awal berbunga.

Pupuk susulan adalah pupuk tambahan bagi tanaman yang diaplikasikan pada waktu tanaman memasuki stadia pembungaan atau pada saat tanaman kedelai memasuki fase generatifnya (R1). Menurut Bewley dan Black (1987),

Pemupukan susulan bertujuan untuk menyuplai hara bagi tanaman selama fase generatifnya yang membutuhkan asupan hara yang cukup selama proses pembentukan benih, sehingga benih yang dihasilkan bernas.


(24)

3 Hasil penelitian Rusdi (2008) menunjukkan bahwa benih kedelai varietas

Anjasmoro yang diberi pupuk NPK susulan sampai dosis 100 kg/ha pada periode tanaman berbunga menghasilkan vigor awal yang tinggi. Pupuk NPK

mengandung unsur nitrogen, fosfor, dan kalium yang berperan dalam

pembentukan protein yang menghasilkan vigor benih, cadangan energi untuk perkecambahan, meningkatkan bobot benih dan menurunkan asam lemak bebas dalam benih sehingga daya simpan benih akan lebih lama

(Bewley dan Black, 1987).

Pemberian pupuk NPK majemuk susulan pada saat periode tanaman berbunga akan meningkatkan laju kecepatan perkecambahn serta mampu memaksimalkan bobot benih, bobot kering benih, serta peningkatan bobot kering kecambah normalnya. Hasil penelitian Nurmiaty (2010) menunjukkan bahwa penambahan dosis pupuk NPK sebagai pupuk susulan mampu meningkatkan laju

perkecambahan atau kecepatan perkecambahan pada benih kedelai. Kemudian, penelitian Rachman (2008) pada tanaman jagung pemberian pupuk NPK sampai dosis 200 kg/ha mampu meningkatkan bobot kering benih jagunngya.

Selain dengan memberikan pupuk susulan, upaya melakukan panen pada umur yang tepat juga perlu dilakukan untuk mendapatkan vigor benih yang maksimum. Menurut Sadjad (1993), vigor maksimum benih diperoleh pada benih yang telah mencapai masak fisiologis. Justice dan Bass (2002), menyatakan bahwa salah satu faktor yang juga mempengaruhi vigor benih adalah stadia kemasakan. Benih yang terlalu tua ataupun terlalu muda mempunyai vigor yang rendah.


(25)

4 meliputi perubahan-perubahan pada kadar air benih, ukuran benih, bobot kering benih dan viabilitas (daya berkecambah dan vigor) benih. Pengurangan kadar air benih, peningkatan bobot kering, dan peningkatan perkecambahan dan vigor (sampai maksimum) merupakan tanda-tanda yang diminati produsen benih untuk menetapkan waktu panen benih yang tepat.

Berdasarkan penelitian Darmawan (2014) pada cabai merah menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kemasakan benih maka bobot benihnya terus meningkat. Kemudian, penelitian Syarovy (2013) pada benih rosela bobot kering kecambah meningkat seiiring meningkatnya umur pemanenan benih dan akan mencapai maksimum pada umur teretentu pada saat benih masak optimum (masak

fisologis). Peningkatan variabel-variabel tersebut mengindikasikan peningkatan vigor benihnya.

Di Indonesia, budidaya kedelai sering terhalang oleh faktor lingkungan yang ekstrim, terutama kekeringan yang sering terjadi dan memungkinkan terjadinya gagal panen pada kedelai yang dibudidayakan di lahan kering. Oleh sebab itu kedelai varietas unggul tahan kekeringan juga diperlukan dalam budidaya kedelai di lahan kering untuk mempertahankan kualitas hasil benih pada budidaya kedelai ketika musim kering. Varietas kedelai Dering 1 yang memiliki keunggulan tahan kekeringan dan toleran terhadap pemupukan merupakan salah satu varietas yang cocok dibudidayakan di lahan kering (Balitkabi, 2012).

Pada penelitian ini, kedelai varietas Dering 1 yang telah diaplikasikan pupuk NPK majemuk (15:15:15) susulan disertai dengan melakukan pemanenan pada umur yang berbeda ingin diketahui pengaruhnya pada vigor benih yang dihasilkan


(26)

5 setelah disimpan tiga bulan. Jika dilakukan pemupukan susulan dan dipanen pada umur panen yang tepat akan diperoleh benih yang tetap bervigor tinggi meskipun benih telah melalui proses penyimpanan.

Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pemupukan NPK majemuk susulan dapat menghasilkan vigor benih kedelai yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemupukan NPK

majemuk susulan?

2. Apakah pada umur panen yang berbeda akan menghasilkan vigor benih kedelai yang berbeda?

3. Apakah pemupukan NPK majemuk susulan menghasilkan perbedaan vigor pada masing-masing umur panen, demikian juga tanpa pemupukan NPK majemuk susulan menghasilkan vigor berbeda pada masing-masing umur panennya?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini adalah

1. Mengetahui pengaruh pemupukan NPK majemuk susulan dapat

menghasilkan vigor benih lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemupukan NPK majemuk susulan.

2. Mengetahui perbedaan umur panen tanaman kedelai dapat menghasilkan vigor benih kedelai yang berbeda.


(27)

6 3. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk NPK majemuk susulan dan tanpa

pemberian pupuk NPK majemuk susulan pada vigor benih kedelai yang dipanen pada umur berbeda.

1.3 Kerangka Pemikiran

Keberhasilan pengembangan tanaman kedelai dapat didukung dengan tersedianya benih bermutu dengan vigor yang tinggi serta benih memiliki masa simpan yang lama. Vigor benih adalah kemampuan benih menghasilkan tanaman normal pada lingkungan yang kurang memadai (suboptimum) (Sadjad, 1993). Dengan

demikian, vigor merupakan indikator yang menunjukkan kualitas benih.

Kualitas dan hasil benih kedelai dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama pada periode generatif tanaman kedelai, yaitu dimulai saat proses pembungaan (R1), pembentukan polong (R3), pengisian biji (R5) sampai pemasakan benih. Tanaman kedelai saat memasuki periode pembungaan, pertumbuhan akar

mencapai pertumbuhan maksimum seiring dengan pertumbuhan pucuk yang juga mencapai maksimum. Pada periode tersebut dibutuhkan lebih banyak

ketersediaan unsur hara untuk pembentukan polong dan pengisian biji.

Kekurangan ketersediaan hara pada fase tersebut sangat dimungkinkan terjadi karena unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) yang diberikan melalui pupuk NPK pada saat awal tanam sudah mulai berkurang akibat proses pencucian, karena unsur-unsur tersebut yang bersifat mobile dalam tanah. Penambahan pupuk NPK majemuk susulan merupakan salah satu upaya berdasarkan prinsip agronomis untuk memenuhi kembali ketersedian hara pada fase tersebut.


(28)

7 Pemupukan NPK yang tepat dosis, tepat cara, tepat jenis dan tepat waktu dapat membantu pertumbuhan tanaman, sehingga dapat meningkatkan kualitas benih. Penambahan unsur N, P, dan K sebagai unsur yang dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak oleh tanaman terutama saat tanaman memasuki stadia pembentukan benih akan dapat memaksimalkan proses pembetukan benih yang nantinya akan berpengaruh terhadap vigor benih, terutama dalam meningkatkan vigor benihnya.

Peningkatan serapan unsur N oleh tanaman berkaitan dengan peningkatan protein benih. Protein didalam benih berperan penting dalam menunjang vigor benih. Protein berfungsi sebagai enzim dalam proses perkecambahan dan komponen penyusun membran sel bersama dengan asam lemak dan gliserol. Proses

pembentukan protein dalam benih ditentukan oleh proses penyerapan unsur N dari tanah dan asimilat tanaman (Bawley and Black, 1987).

Kalium diserap tanaman dalam bentuk K+. Unsur ini meningkatkan sintesis dan translokasi karbohidrat sehingga meningkatkan ketebalan dinding sel benih. Kalium berperan dalam proses pembentukan dan pengisian benih bersama dengan fosfor (Sutejo, 1999). Sedangkan fungsi utama unsur P dalam pertumbuhan tanaman adalah memacu terbentuknya bunga, meningkatkan bobot biji, memperbaiki kualitas hasil serta mempercepat masa pematangan (Roper, Davenport, dan Marchand, 2004).

Menurut Rusdi (2008), pemberian pupuk NPK majemuk susulan mencapai dosis 100 kg/ha pada saat periode tanaman berbunga akan mampu memaksimalkan bobot benih, bobot kering benih, serta peningkatan bobot kering kecambah


(29)

8 normalnya dan juga benih kedelai yang dihasilkan akan lebih bernas yang

mengindikasikan vigornya lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemberian pupuk NPK majemuk susulan, sebaliknya tanaman kurang mampu menghasilkan benih secara maksimum akibat kurangnya asupan hara bagi tanaman pada periode pembangunan benih.

Benih berkualitas yang bervigor memerlukan waktu pemanenan yang tepat untuk mendapatkan vigor maksimum dari benih yang diproduksi. Menurut Sadjad (1993), vigor maksimum benih diperoleh pada benih yang telah mencapai masak fisiologis. Kemudian menurut Justice dan Bass (2002), salah satu faktor yang juga mempengaruhi vigor benih adalah stadia kemasakan. Benih yang terlalu tua dan terlalu muda mempunyai vigor yang rendah. Selanjutnya ditambahkan oleh Sutopo (2002) bahwa benih yang telah mencapai masak fisiologis mempunyai cadangan makanan yang lengkap dan embrionya telah terbentuk sempurna.

Konsep viabilitas pada Konsepsi Steinbauer-Sadjad (1993), vigor benih terus meningkat seiring peningkatan umur tanaman, vigor benih mencapai titik maksimum ketika masak fisiologis. Bobot kering maksimum benih terjadi pada saat masak fisiologis. Selanjutnya jika benih yang dipanen setelah lewat masak fisiologis maka akan menghasilkan bobot kering dan viabilitas yang lebih rendah daripada masak fisiologisnya. Hal ini disebabkan cadangan makanan yang dimiliki telah mulai berkurang akibat proses katabolisme yang terus berlangsung, sementara suplai makanan dari tanaman telah terhenti pada saat masak fisiologis (Marliah, 2009). Dengan demikian, selain melakuakan pemupukan NPK susulan,


(30)

9 pemanenan yang tepat waktu juga sangat perlu dilakukan guna memperoleh vigor benih yang maksimum.

Penentuan umur panen sangat menentukan hasil dan kualitas benihnya, karena dengan pemanenan pada waktu yang tepat akan didapat benih pada kondisi bobot kering benih maksimum, kadar air yang rendah, serta didapat kondisi benih pada vigor maksimumnya. Namun apabila pemanenan dilakukan terlalu awal maka benih yang diperoleh belum pada kondisi yang maksimum dengan bobot kering benih yang rendah, cadangan makanan yang belum lengkap, dan kadar air benih yang tinggi. Sebaliknya, bila dipanen jauh setelah masak fisiologisnya kualitas benih akan menurun akibat pengaruh lingkungan atau deraan lapang.

Pemberian pupuk NPK susulan saat berbunga dapat dimanfaatkan tanaman dalam memaksimalkan proses pembentukan benih dan pemanenan di umur yang tepat akan menempatkan benih pada vigor maksimumnya. Pada penelitian ini

diharapkan pemberian pupuk NPK susulan dan pemanenan pada umur yang tepat menghasilkan vigor pascasimpan yang baik. Vigor benih yang baik ditunjukkan dengan tolok ukur yaitu peningkatan kecepatan perkecambahan, kecambah normal total, panjang akar primer, panjang hipokotil, panjang epikotil, panjang tajuk, panjang kecambah normal, persentase kecambah normal kuat, dan bobot kering kecambah normal serta penurunan kecambah normal lemah, kecambah abnormal dan daya hantar listrik pasca benih disimpan.


(31)

10 1.4 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan disusun hipotesis sebagai berikut:

1. Tanaman kedelai yang diberi pupuk NPK majemuk susulan memiliki vigor benih yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa diberi pupuk NPK majemuk susulan.

2. Umur panen kedelai yang berbeda akan menghasilkan benih kedelai dengan vigor yang berbeda.

3. Pemberian pupuk NPK majemuk susulan akan menghasilkan vigor benih kedelai yang berbeda pada masing-masing umur panennya, demikian juga tanpa pemupukan NPK majemuk susulan.


(32)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Viabilitas Benih

2.1.1 Viabilitas benih

Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah benih atau daya tumbuh benih. Viabilitas benih merupakan daya kecambah benih yang dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme atau gejala pertumbuhan, selain itu daya kecambah juga merupakan tolok ukur parameter viabilitas potensial benih (Sadjad, 1993). Perkecambahan benih mempunyai hubungan erat dengan viabilitas benih dan jumlah benih yang berkecambah dari sekumpulan benih yang merupakan indeks viabilitas benih.

Pada umumnya parameter untuk viabilitas benih yang digunakan adalah persentase perkecambahan yang cepat dan pertumbuhan perkecambahan kuat. Dalam hal ini mencerminkan kekuatan tumbuh yang dinyatakan sebagai laju perkecambahan. Perbedaan laju perkecambahan dan kemampuan benih

berkecambah secara normal menunjukkan perbedaan tingkat viabilitas benih yang dihasilkan. Penilaian dilakukan dengan membandingkan antara kecambah satu dan kecambah lainnya berdasarkan kriteria kecambah normal, abnormal, dan mati (Sutopo, 2002).


(33)

12 2.1.2 Vigor benih

Vigor benih adalah kemampuan benih menghasilkan tanaman normal pada lingkungan yang kurang memadai (suboptimum) dan mampu disimpan pada kondisi simpan yang suboptimum (Sadjad, 1993).

Cakupan vigor benih meliputi aspek-aspek fisiologis selama proses

perkecambahan dan perkembangan kecambah. Vigor benih bukan merupakan pengukuran sifat tunggal, tetapi merupakan sejumlah sifat yang menggambarkan beberapa karakteristik yang berhubugan dengan penampilan suatu lot benih (Sutopo, 2002).

2.1.3 Pengujan vigor benih

Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit, karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamatai seluruh lingkaran hidup tanaman. Kaidah korelasi biasanya digunakan untuk mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dan tinggi rendahnya produksi tanaman. Benih yang cepat berkecambah lebih mampu melewati kondisi cekaman lapang di lapang produksi (Sutopo, 2002).

Variabel pengujian vigor benih antara lain, benih yang sudah tumbuh normal sesuai ukuran yang sudah dibakukan diambil dan dihitung. Umumnya

kenormalannya ditentukan berdasar ketegaran struktur tumbuh yang terdiri dari akar primer, akar seminal sekunder, hipokotil, kotiledon, dan daun pertama yang tumbuh dalam kotiledon, atau koleoptil dan daun pertama yang tumbuh di


(34)

13 yang ditanam dan menjadi gambaran persentase tanaman yang mampu tumbuh secara normal di lapang yang berkondisi optimum. Dalam media ada juga yang tumbuh abnormal menurut ukuran standar dicatat jumlahnya, demikian juga yang mati untuk menghitung jumlah total benih yang diuji. Benih yang abnormal dianggap tidak berpotensi untuk hidup di lapangan dan sama nilainya dengan yang mati (Sadjad, 1993).

2.2 Peranan Pupuk NPK dalam Meningkatkan Vigor Benih

Nitrogen juga berperan dalam proses fotosintesis yang berguna dalam

pembentukan klorofil. Pemupukan N pada akhir fase perkembangan tanaman dapat meningkatkan hasil benih kedelai melalui peningkatan jumlah polong per cabang (Mugnisjah dan Setiawan, 2004).

Menurut Andayani (1999) dalam Sulastri (2005), kenaikan kandungan N dalam benih sangat berperan dalam pembentukan protein benih. Kandungan protein terlarut pada benih yang cepat berkecambah lebih tinggi dibandingkan yang lambat berkecambah. Protein terlarut tersebut diduga sebagai enzim protein yang sangat dibutuhkan untuk awal perkecamabahan. Hara N berperan penting dalam pembentukan protein terutama untuk enzim protein. Ditambahkan pula bahwa asam amino dalam benih yang cepat berkecambah ternyata ada 3 jenis asam amino yang terdeferensiasi secara jelas sampai hari keteiga, dan diduga sebagai asparagin, glutamin, dan provilin. Ketiga asam amino tersebut berperan dalam pembentukan klorofil daun yaitu awal pembentukan plumula kecambah. Peningkatan unsur N berkaitan dengan peningkatan protein benih. Protein di dalam benih berperan penting dalam menunjang viabilitas benih. Proses


(35)

14 pembentukan protein dalam benih ditentukan oleh proses penyerapan N dari tanah dan asimilat tanaman. Menurut Bewley dan Black (1987), protein berfungsi sebagai enzim protein dalam proses perkecambahan dan komponen penyusun membran sel bersama dengan asam lemak dan gliserol.

Roper, Davenport, dan Marchand (2004) menjelaskan bahwa unsur P sangat penting sejak pertumbuhan awal dibandingkan pertumbuhan berikutnya. Fungsi utama P dalam pertumbuhan tanaman adalah memacu terbentuknya bunga, meningkatkan hasil, bobot kering tanaman, bobot biji, memperbaiki kualitas hasil serta mempercepat masa pematangan. Menurut Novizan (2003), penggunaan P terbesar dimulai pada masa pembentukan polong yang berfungsi untuk

mempercepat masak panen dan menambah kandungan nutrisi benih kedelai.

Menurut Syafrudin et al. (1996) dalam Akil (2009), unsur P meningkatkan bobot biji yang selanjutnya dapat meningkatkan vigor dan ketahanan simpan benih. Kadar P dalam tanah berkorelasi positif dengan kandungan P-total dalam biji, makin tinggi kadar P dalam biji, vigor benih semakin tinggi. Kandungan P total dalam biji yang tinggi dapat meningkatkan fitin. Fitin merupakan bentuk simpanan P dalam benih yang berperanan dalam pemeliharaan energi, dimana P apabila bergabung dengan ADP akan menjadi ATP yang berenergi tinggi. Kandungan ATP dalam benih berkaitan dengan vigor benih, apabila kandungan ATP menurun, maka vigor juga semakin menurun. Pemberian P menurunkan kadar asam lemak bebas dalam biji, menurunnnya kadar asam lemak bebas menyebabkan daya simpan benih meningkat sehingga benih mampu disimpan lebih lama dan mampu mempertahankan vigor benihnya.


(36)

15 Kalium diserap tanaman dalam bentuk K+. Unsur ini meningkatkan sintesis dan translokasi karbohidrat sehingga meningkatkan ketebalan dinding sel. Kalium berperan dalam proses pembentukan dan pengisian benih bersama dengan fosfor (Sutejo,1999).

Menurut Syafrudin et al. (1996) dalam Akil (2009), unsur K selain diperlukan untuk mempertinggi vigor tanaman di lapang, juga berperan dalam meningkatkan mineral dalam fitin, memperbaiki integritas membran dan kulit biji, sehingga daya simpannya meningkat. Kalium dalam biji yang tinggi dapat menurunkan

kapasitas absorbsi air dan kelarutan gula dalam benih, sehingga benih yang dihasilkan mempunyai viabilitas tinggi. Kalium yang cukup akan menekan serapan Ca yang berlebihan karena Ca yang berlebih dalam biji dapat menurunkan integritas membran dan biji mudah pecah.

2.3 Pengaruh Stadia Kemasakan Pada Vigor Benih

Menurut Robert (2002), salah satu faktor yang mempengaruhi viabilitas benih adalah stadia kemasakan. Benih yang berasal dari benih yang terlalu tua atau terlalu muda mempunyai viabilitas yang rendah. Daya kecambah benih pada saat awal pembentukan biji sangat rendah, akan tetapi semakin bertambahnya umur benih yang berhubungan dengan akumulasi bahan-bahan cadangan makanan, kemampuan benih untuk berkecambah meningkat. Makin tua umur benih kandungan bahan kering di dalamnya akan semakin tinggi. Kandungan bahan kering merupakan akumulasi bahan cadangan makanan yang terbentuk melalui proses fotosistesis.


(37)

16 Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa vigor benih tertinggi tercapai saat benih masak secara fisiologis, setelah itu benih akan kehilangan vigor secara perlahan-lahan. Moore (1955) dalam Justice dan Bass (2002) menyimpulkan bahwa suatu benih mencapai puncak vigor pada saat benih masak, setelah itu vigor akan berkurang karena benih mengalami proses penuaan. Salah satu penyebab berkurangnya vigor benih setelah masak fisiologis karena adanya deraan cuaca di lapang akibat keterlambatan panen.

Menurut Shellavantar et al. (1998) dalam Marliah (2009), akumulasi bahan kering maksimum pada benih terjadi pada saat masak fisiologis. Selanjutnya benih yang dipanen setelah lewat masak fisiologis menghasilkan benih dengan berat kering dan viabilitas yang menurun. Hal ini disebabkan oleh cadangan makanan yang dimiliki telah mulai berkurang akibat proses katabolisme yang terus berlangsung, sementara suplai makanan dari tanaman telah terhenti pada saat masak fisiologis.

Menurut Sadjad (1993), benih mencapai viabilitas maksimum dan vigor maksimum diperoleh pada saat telah mencapai masak fisiologis. Selanjutnya ditambahkan oleh Sutopo (2002) bahwa benih yang telah mencapai masak fisiologis mempunyai cadangan makanan yang lengkap dan embrionya telah terbentuk sempurna.

Suseno (1974) menyatakan bahwa cadangan makanan yang terkandung dalam biji berbeda berdasarkan ukuran dan bobot biji serta tingkat kemasakan biji. Dengan demikian pada kondisi benih yang berada pada masak fisiologis akan memenuhi berbagai kriteria yang dibutuhkan untuk mendapatkan viabilitas maupun vigor bernih yang tinggi.


(38)

17

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada November 2013 sampai Januari 2014 di lahan tegalan Perumahan Puri Sejahtera, Haji Mena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pengujian terhadap vigor benih hasil pertanaman tersebut dilakukan pada April 2014 di Laboratorium Benih, Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah benih kedelai varietas Dering 1, Pupuk NPK Ponska, Furadan 3G, Regent 50 EC. Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah cangkul, koret, gembor, ember, meteran, sprayer, penggaris, nampan, plastik, gunting, germinator, cutter, kertas merang, timbangan tipe Ohaus, oven dan konduktometer WTW Tetracon 325.

3.3 Metode Penelitian

Untuk mendapatkan bukti empiris dan untuk menguji hipotesis, perlakuan disusun secara faktorial (2 x 5). Faktor pertama adalah tanpa diberi pupuk NPK susulan (A0) dan diberi pupuk NPK susulan dosis 100 kg/ha (A1). Faktor kedua adalah umur panen (B) yang terdiri dari 5 taraf, yaitu umur panen 75 hari, 78 hari, 81 hari, 84 hari, dan 87 hari.


(39)

18 Perlakuan umur panen didasarkan pada deskripsi umur panen kedelai varietas Dering 1 yaitu 81 hari sehingga perlakuan ditentukan 6 hari sebelumnya dan setelah umur tersebut.

Perlakuan diterapkan pada rancangan petak terbagi (split plot) dalam kelompok teracak sempurna (RKTS). Petak utama adalah pupuk NPK susulan dan anak petak adalah umur panen. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Keragaman data diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tukey sebagai asumsi analisis ragam. Bila asumsi analisis ragam terpenuhi maka rata-rata nilai pengaruh perlakuan diuji dengan perbandingan kelas dan polinomial ortogonal pada taraf nyata 0,05 atau 0,01.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan lahan

Lahan terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dengan cara disemprot dengan herbisida berbahan aktif glifosat dosis 250 ml/ha. Pembajakan lahan digunakan bajak sapi dan dicangkul sebanyak dua kali sampai tanah gembur. Pembuatan plot percobaan sebanyak 6 petak utama berukuran masing-masing 3 meter x 2 meter dan jarak antar petak 1 meter. Petak utama dibagi menjadi 5 anak petak berukuran 0,4 meter x 3 meter.

3.4.2 Persiapan benih

Benih yang digunakan adalah benih varietas Dering 1 kelas Breader seed (BS) berasal dari Balitkabi dikeluarkan tahun 2012 dengan daya berkecambah 95%.


(40)

19 Kebutuhan benih 210 butir per petak tanam.

3.4.3 Penanaman

Penanaman dilakukan dengan dibuat lubang tanam sedalam ± 3 cm dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm dan pada setiap lubang berisi 3 butir benih kedelai, nantinya dilakukan penjarangan ketika benih tumbuh dan disisakan 2 tanaman pada saat kedelai berumur 2 minggu. Waktu penanaman dilakukan sore hari untuk menghindari sinar matahari yang terlalu terik yang dapat menyebabkan tanah cepat kering. Kemudian, penyiraman dilakukan menggunakan gembor bervolume 10 liter sebanyak 3 gembor perpetak.

3.4.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, pengairan atau penyiraman, penyiangan gulma, dan pengendalian hama penyakit.

A. Pemupukan

Pemupukan terdiri dari: 1. Pemupukan dasar

Pemupukan dasar digunakan pupuk NPK Ponska dosis 200 kg/ha atau 120 gram per petak (3 m x 2 m), diberikan pada saat awal tanam benih kedelai dengan cara larikan.

2. Pemupukan susulan

Pemupukan susulan diberikan ketika tanaman kedelai mencapai pembungaan 50% atau ketika setengah dari petakan tanaman kedelai sudah berbunga.


(41)

20 Pemupukan NPK susulan dosis 100 kg/ha atau 60 gram per petak (3 m x 2 m) (Rusdi, 2008). Pupuk digerus kemudian dilarutkan dengan air sebanyak 30 liter dan disiramkam pada petakan. Pemberian pupuk pada petakan

digunakan gembor bervolume 10 liter.

B. Penyiraman tanaman

Tanaman disiram secara teratur setiap hari pada sore hari. Penyiraman tanaman digunakan selang air dengan lama penyiraman yang sama di setiap petakan (5 menit setiap petak).

C. Pengendalian gulma

Kegiatan penyiangan sebagai pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan cara diacabut sehingga harus berhati-hati agar akar tanaman tidak terganggu. Penyiangan gulma dilakukan seminggu sekali tergantung kondisi gulma di lapang.

D. Pengendalian hama dan penyakit

Untuk memaksimalkan hasil tanaman maka perlu dilakukan pengendalian yang bersifat pencegahan terhadap hama dan penyakit tanaman. Tindakan

pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida Regent 50 EC dengan dosis 2 ml/liter air dan disemprotkan ke tanaman secara merata .

Penyemprotan digunakan sprayer dengan waktu aplikasi setiap 3 minggu sekali. Aplikasi penyemprotan insektisda dilakukan pada pagi hari ketika hari cerah atau ketika tidak turun hujan.


(42)

21 3.4.5 Pemanenan

Perlakuan pemanenan dibuat lima kali pemanenan yaitu pada umur 75, 78, 81, 84 dan 87 hari. Benih yang telah dipanen kemudian dikeringkan dengan cara

dijemur sampai kadar air benih mencapai ± 11 %. Benih kemudian dikemas dalam kantung plastik, lalu disimpan pada kotak penyimpanan benih dengan suhu 270 C. Benih disimpan selama tiga bulan untuk kemudian diuji vigornya.

3.4.6 Pengujian vigor benih

Pengujian benih dilakukan di Laboratorum Benih Fakulta Pertanian Universitas Lampung. Pengujian vigor benih dilakukan dengan uji kecepatan perkecambahan (UKP) dan uji keserempakan perkecambahan (UKsP). Uji kecepatan

perkecambahan dan uji keserempakan perkecambahan dibuat dengan metode uji kertas digulung kemudian dilapisi didalam plastik (UKDdp). Pada setiap

gulungan untuk setiap satuan percobaan ditanam 25 butir benih kedelai yang disusun secara zigzag. Uji kecepatan perkecambahan diukur dengan kecepatan perkecambahan (% KP), persentase kecambah normal (% KNT), dan kecambah abnormal. Uji keserempakan perkecambahan diukur dengan panjang akar primer, panjang hipokotil, panjang tajuk, panjang kecambah normal, kecambah normal kuat (% KNK), kecambah normal lemah (% KNL), dan bobot kering kecambah normal (BKKN). Bahan uji UKP diletakkan dalam Germinator tipe IPB 73-2A. Pengamatan kecambah pada UKP dilakukan setiap hari setelah 2 HST sampai dengan 5 HST. Pengamatan kecambah pada UKsP dilakukan pada 4 HST.


(43)

22 3.5 Peubah Pengamatan

Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis dilakukan pengamatan terhadap peubah berikut:

1. Kecepatan perkecambahan

Kecepatan perkecambahan adalah suatu peubah sebagai tolok ukur vigor kekuatan tumbuh benih. Kecepatan perkecambahan diukur melalui Uji Kecepatan

Perkecambahan (UKP) menggunakan metode uji kertas digulung dilapisi plastik (UKDdp). Benih yang dikecambahkan sebanyak 25 butir setiap satuan percobaan. Pengukuran kecepatan perkecambahan benih dilakukan dari hari kedua sampai hari kelima. Dihitung setiap benih yang telah berkecambah normal.

Kecepatan berkecambah dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan: KP = kecepatan perkecambahan benih

Pi = pertambahan kecambah normal dari hari i-1 ke hari i Ti = jumlah hari setelah tanam pada pengamatan hari ke i

2. Persen kecambah normal total

Kecambah normal dihitung melalui UKP menggunakan metode UKDdp. Benih yang dikecambahkan sebanyak 25 butir setiap satuan percobaan. Penghitungan kecambah normal dilakukan pada hari kedua sampai kelima. Nilai persentase kecambah normal total merupakan jumlah kecambah yang tumbuh normal per jumlah benih yang dikecambahkan dikalikan 100%. Kecambah normal kedelai memiliki bagian-bagian kecambah yang tumbuh lengkap. Kriteria kecambah


(44)

23 kedelai normal adalah menampilkan semua struktur penting kecambah meliputi akar primer, hipokotil, dan kotiledon (Gambar 1).

Gambar 1. Kriteria kecambah normal

3. Persen kecambah abnormal

Kecambah abnormal dihitung melalui UKP menggunakan metode UKDdp. Benih yang dikecambahkan sebanyak 25 butir setiap satuan percobaan. Penghitungan kecambah abnormal dilakukan pada hari kelima. Persen kecambah abnormal merupakan jumlah kecambah yang tumbuh tidak normal per jumlah benih yang dikecambahkan dikalikan 100%. Kriteria kecambah abnormal adalah tidak menampilkan semua struktur penting kecambah meliputi akar primer, hipokotil, dan kotiledon secara sempurna (abnormal) (Gambar 2).


(45)

24 4. Persen kecambah normal kuat

Kecambah normal kuat dihitung melalui Uji Keserempakan Perkecambahan (UKsP) dilakukan dengan metode UKDdp, pengamatan dilakukan setelah benih dikecambahkan selama 4 x 24 jam. Benih yang dikecambahkan sebanyak 25 butir per satuan percobaan. Persen kecambah normal kuat merupakan jumlah

kecambah yang tumbuh normal kuat per jumlah benih yang dikecambahkan dikalikan 100%. Kriteria kecambah normal kuat adalah kecambah yang

menunjukkan kinerja visual lebih vigor daripada kecambah normal lainnya yang kurang vigor sehingga kriterianya dapat dintentukan pada saat pengamatan. Dalam penelitian ini kriteria kecambah normal kuat apabila panjang hipokotil sudah ≥ 4 cm (Gambar. 3). Kriteria tersebut ditentukan setelah uji pendahuluan.

Gambar 3. Kriteria kecambah normal kuat

5. Persen kecambah normal lemah

Kecambah normal lemah dihitung melalui UKsP dilakukan dengan metode UKDdp, pengamatan dilakukan setelah benih dikecambahkan selama 4 x 24 jam. Benih yang dikecambahkan sebanyak 25 butir per satuan percobaan. Persen kecambah normal lemah merupakan jumlah kecambah yang tumbuh normal


(46)

25 lemah per jumlah benih yang dikecambahkan dikalikan 100%. Dalam penelitian ini kriteria kecambah normal lemah apabila panjang kecambah normal < 4 cm (Gambar 4). Kriteria tersebut ditentukan setelah uji pendahuluan.

Gambar 4. Kriteria kecambah normal lemah

6. Panjang hipokotil

Panjang hipokotil diukur mulai dari pangkal kotiledon hingga pangkal akar dengan satuan centimeter (cm) pada pengamatan hari terakhir terhadap kecambah normal. Panjang hipokotil dihitung melalui UKsP dilakukan dengan metode UKDdp.

7. Panjang akar primer

Panjang akar primer diukur dari pangkal akar atau batas antara hipokotil dengan akar hingga ujung akar utama. Satuan panjang akar adalah centimeter (cm). Panjang akar primer dihitung melalui UKsP dilakukan dengan metode UKDdp.

8. Panjang kecambah normal


(47)

26 panjang hipikotil. Panjang kecambah normal adalah rata-rata panjang kecambah normal dari semua kecambah normal dari masing-masing ulangan.

9. Bobot kering kecambah normal

Bobot kering kecambah normal diperoleh dari mengeringkan kecambah normal sebanyak 5 kecambah setiap ulangan pada UKsP. Kecambah dioven pada suhu 85o C selama tiga hari lalu ditimbang bobot kecambah yang telah dioven digunakan timbangan digital. Bobot kering kecambah normal adalah nilai rata-rata 5 bobot kering kecambah normal, diukur dalam satuan miligram/kecambah.

10. Bobot 100 butir

Bobot 100 butir diperoleh dari menimbang bobot 100 butir benih hasil panen tiap masing-masing perlakuan. Perhitungan bobot 100 butir benih dilakuan sebanyak 3 kali ulangan.

11. Kadar air benih saat panen

Kadar air benih secara langsung diperoleh dengan cara diimbang 10 benih

sebelum dan sesudah dimasukkan dalam oven dengan suhu 85o C selama tiga hari. Rumus menghitung kadar air benih:

(%) KA =

x 100 %

Keterangan: KA = Kadar air

BB = Bobot basah benih BK = Bobot kering benih


(48)

27 12. Bobot kering per benih

Bobot kering per benih diukur dengan cara ditimbang 10 benih sampel setiap perlakuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama tiga hari pada sushu 85o C. Benih hasil pengovenan ditimbang menggunakan timbangan digital tipe ohaus. Bobot kering per benih adalah bobot benih setelah di oven per jumlah benih yang dioven, dihitung dalam satuan gram/benih.

13. Daya Hantar Listrik

Uji daya hantar listrik dilakukan pada benih kedelai yang telah ditimbang sebanyak 10 gram dari setiap perlakun, kemudian benih direndam di dalam 100 ml air bebas ion selama 24 jam. Selanjutnya pengukuran nilai daya hantar listrik dengan konduktometer WTW tetracon 325 dengan satuan µS/cm/g. Satuan pengamatan daya hantar listrik adalah µS/cm/g. Perhitungan konduktivitas per gram benih untuk masing-masing ulangan digunakan rumus sebagai berikut:


(49)

59

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Pemberian pupuk NPK majemuk susulan mampu menghasilkan persentase kecambah normal kuat lebih tinggi 15,0% dan persentase kecambah normal lemah lebih rendah 25,0% dibandingkan dengan tanpa pemupukan NPK susulan yang mengindikasikan tingkat vigor yang lebih tinggi.

2. Penundaan umur panen sampai 87 hari setelah tanam masih mampu meningkatkan vigor benih kedelai yang ditunjukkan oleh seluruh variabel vigor benih.

3. Vigor benih kedelai yang dipanen dari tanaman kedelai yang diberi pupuk NPK majemuk susulan lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemupukan NPK majemuk susulan yang juga dipengaruhi umur panennya, terutama yang dipanen mulai umur 78 hari setelah tanam yang ditunjukkan oleh variabel kecepatan perkecambahan pada umur panen 78, 81 dan 84 hari lebih besar 23,60%, 8,9%, dan 20,5%, bobot kering per benih pada umur panen 84 dan 87 hari lebih besar 13,9% dan 18,3%, serta nilai daya hantar listrik


(50)

60 5.2 Saran

Dari hasil penelitian penulis menyarankan agar pemberian pupuk NPK majemuk susulan menggunakan berbagai dosis dan rentan umur panen diperpanjang lebih dari 1 minggu, sehingga diperoleh dosis pupuk NPK majemuk susulan yang kombinasinya dengan umur panen dapat menghasilkan vigor terbaik.


(51)

61

PUSTAKA ACUAN

Akil, M. 2009. Peningkatan Kualitas Benih Melalui Pengelolaan Hara yang Optimal. Prosiding Seminar Nasional Serealia. ISBN. Hlm 206 - 217. Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi padi, jagung, dan kedelai.

http://www.bps.go.id/brs_file/. Diakses pada 5 November 2013. Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi padi, jagung, dan kedelai.

http://www.bps.go.id/brs_file/. Diakses pada 20 September 2014. Balitkabi. 2012. Varietas unggul baru kedelai toleran kekeringan.

http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/info-teknologi/965-dering-1-varietas-unggul-baru-kedelai-toleran-kekeringan.html. Diakses pada tanggal 10 November 2013 pukul 22.10 WIB.

Bewley, J.D. and M. Black. 1987. Seed physiology of Development and Germination. Plenum Press. New York. 137 p.

Copeland, L.O. dan M.B. Mc. Donald. 1985. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. New York. 369 p.

Darmawan, A.C., Respatijarti dan L. Soetopo. 2014. Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap pertumbuhan dan produksi cabai rawit (Capsicum frutescent) varietas comexio. J. produksi tanaman. 2(1) : 339-346.

ISTA (International Seed Testing Association). 2007. International Rules of Seed Testing. Zurich. Switzerland. 125 p.

Justice, O.L. dan L.N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli, R. (Terjemahan). Cetakan Ketiga. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 446 hlm.

Komalasari, O. dan F. Koes. 2009. Pengaruh Kualitas Biji Pada Berbagai Taraf Pempukan Nitrogen Terhadap Vigor Benih Jagung. Prosiding Seminar Nasional Serealia. ISBN. Hlm. 290 – 296.


(52)

62 ke-1. ANDI. Yogyakarta. 190 hlm.

Marliah, A., S. Imran dan Alkausar. 2009. Viabilitas benih nangka (Artacarpus heterophyllus Lmk.) pada berbagai stadia kemasakan dan letak biji. J. Floratek. 4(2) : 65-72.

Mugnisyah, W.Q dan A. Setiawan. 2004. Produksi Benih. Bumi Aksara. Jakarta. 129 hlm.

Novizan. 2003. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. 114 hlm.

Nurmiaty, Y dan N. Nurmauli. 2010. Pengaruh hidrasi dehidrasi dan dosis NPK pada benih kedelai. J. Agrotropika. 15(1) : 1- 8.

Nurmiaty, Y dan N. Nurmauli. 2010. Pengendalian anorganik melalui NPK susulan dan waktu panen dalam menghasilkan vigor benih kedelai. J. Penelitian Pertanian Terapan. 10(1) : 29-37.

Rachman, I.A., S. Djuniwati dan K. Idris. 2008. Pengaruh bahan organik dan pupuk NPK terhadap serapan hara dan produksi jaging di inceptisol ternate. J. Tanah dan Lingkungan. 10(1) : 7-13.

Robert. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. PT Raja Grafindo. Jakarta. 150 hlm.

Roper, T.J. Davenport, dan S, Marchand. 2004. Phosporus for bearing cranbaries in North America. The Board Regrents of University Wisconsisn. 256 p.

Rusdi. 2008. Pengaruh Pupuk NPK (16:16:16) Susulan Saat Berbunga Pada Produksi Benih Kedelai (Glycine max L. Merr.) Varietas Anjasmoro. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 69 hlm.

Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT Gramedia. Jakarta. 144 hlm Sutedjo, M.M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

177 hlm.

Suseno, H. 1974. Fisiologi Tumbuhan Metabolisme Dasar. Departemen Botani, Fakultas Pertanian. Bogor.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Sulastri, Y.S. 2005. Rekayasa fisiologo tanaman untuk meningkatkan kualitas benih melalui pengaturan nutrisi. J. Penelitian bidang ilmu pertanian. 3(1)


(53)

63 : 18-24.

Syarovy, M, Haryati dan F.E.T. Sitepu. 2013. Pengaruh beberapa tingkat kemasakan terhadap viabilitas benih tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L). J. online agroteknologi. 1(1) : 1-12.


(1)

perlakuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama tiga hari pada sushu 85 C. Benih hasil pengovenan ditimbang menggunakan timbangan digital tipe ohaus. Bobot kering per benih adalah bobot benih setelah di oven per jumlah benih yang dioven, dihitung dalam satuan gram/benih.

13. Daya Hantar Listrik

Uji daya hantar listrik dilakukan pada benih kedelai yang telah ditimbang sebanyak 10 gram dari setiap perlakun, kemudian benih direndam di dalam 100 ml air bebas ion selama 24 jam. Selanjutnya pengukuran nilai daya hantar listrik dengan konduktometer WTW tetracon 325 dengan satuan µS/cm/g. Satuan pengamatan daya hantar listrik adalah µS/cm/g. Perhitungan konduktivitas per gram benih untuk masing-masing ulangan digunakan rumus sebagai berikut:


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Pemberian pupuk NPK majemuk susulan mampu menghasilkan persentase kecambah normal kuat lebih tinggi 15,0% dan persentase kecambah normal lemah lebih rendah 25,0% dibandingkan dengan tanpa pemupukan NPK susulan yang mengindikasikan tingkat vigor yang lebih tinggi.

2. Penundaan umur panen sampai 87 hari setelah tanam masih mampu meningkatkan vigor benih kedelai yang ditunjukkan oleh seluruh variabel vigor benih.

3. Vigor benih kedelai yang dipanen dari tanaman kedelai yang diberi pupuk NPK majemuk susulan lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemupukan NPK majemuk susulan yang juga dipengaruhi umur panennya, terutama yang dipanen mulai umur 78 hari setelah tanam yang ditunjukkan oleh variabel kecepatan perkecambahan pada umur panen 78, 81 dan 84 hari lebih besar 23,60%, 8,9%, dan 20,5%, bobot kering per benih pada umur panen 84 dan 87 hari lebih besar 13,9% dan 18,3%, serta nilai daya hantar listrik


(3)

susulan menggunakan berbagai dosis dan rentan umur panen diperpanjang lebih dari 1 minggu, sehingga diperoleh dosis pupuk NPK majemuk susulan yang kombinasinya dengan umur panen dapat menghasilkan vigor terbaik.


(4)

PUSTAKA ACUAN

Akil, M. 2009. Peningkatan Kualitas Benih Melalui Pengelolaan Hara yang Optimal. Prosiding Seminar Nasional Serealia. ISBN. Hlm 206 - 217. Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi padi, jagung, dan kedelai.

http://www.bps.go.id/brs_file/. Diakses pada 5 November 2013. Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi padi, jagung, dan kedelai.

http://www.bps.go.id/brs_file/. Diakses pada 20 September 2014. Balitkabi. 2012. Varietas unggul baru kedelai toleran kekeringan.

http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/info-teknologi/965-dering-1-varietas-unggul-baru-kedelai-toleran-kekeringan.html. Diakses pada tanggal 10 November 2013 pukul 22.10 WIB.

Bewley, J.D. and M. Black. 1987. Seed physiology of Development and Germination. Plenum Press. New York. 137 p.

Copeland, L.O. dan M.B. Mc. Donald. 1985. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. New York. 369 p.

Darmawan, A.C., Respatijarti dan L. Soetopo. 2014. Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap pertumbuhan dan produksi cabai rawit (Capsicum frutescent) varietas comexio. J. produksi tanaman. 2(1) : 339-346.

ISTA (International Seed Testing Association). 2007. International Rules of Seed Testing. Zurich. Switzerland. 125 p.

Justice, O.L. dan L.N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli, R. (Terjemahan). Cetakan Ketiga. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 446 hlm.

Komalasari, O. dan F. Koes. 2009. Pengaruh Kualitas Biji Pada Berbagai Taraf Pempukan Nitrogen Terhadap Vigor Benih Jagung. Prosiding Seminar Nasional Serealia. ISBN. Hlm. 290 – 296.


(5)

Mugnisyah, W.Q dan A. Setiawan. 2004. Produksi Benih. Bumi Aksara. Jakarta. 129 hlm.

Novizan. 2003. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. 114 hlm.

Nurmiaty, Y dan N. Nurmauli. 2010. Pengaruh hidrasi dehidrasi dan dosis NPK pada benih kedelai. J. Agrotropika. 15(1) : 1- 8.

Nurmiaty, Y dan N. Nurmauli. 2010. Pengendalian anorganik melalui NPK susulan dan waktu panen dalam menghasilkan vigor benih kedelai. J. Penelitian Pertanian Terapan. 10(1) : 29-37.

Rachman, I.A., S. Djuniwati dan K. Idris. 2008. Pengaruh bahan organik dan pupuk NPK terhadap serapan hara dan produksi jaging di inceptisol ternate. J. Tanah dan Lingkungan. 10(1) : 7-13.

Robert. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. PT Raja Grafindo. Jakarta. 150 hlm.

Roper, T.J. Davenport, dan S, Marchand. 2004. Phosporus for bearing cranbaries in North America. The Board Regrents of University Wisconsisn. 256 p.

Rusdi. 2008. Pengaruh Pupuk NPK (16:16:16) Susulan Saat Berbunga Pada Produksi Benih Kedelai (Glycine max L. Merr.) Varietas Anjasmoro. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 69 hlm.

Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT Gramedia. Jakarta. 144 hlm Sutedjo, M.M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

177 hlm.

Suseno, H. 1974. Fisiologi Tumbuhan Metabolisme Dasar. Departemen Botani, Fakultas Pertanian. Bogor.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Sulastri, Y.S. 2005. Rekayasa fisiologo tanaman untuk meningkatkan kualitas benih melalui pengaturan nutrisi. J. Penelitian bidang ilmu pertanian. 3(1)


(6)

: 18-24.

Syarovy, M, Haryati dan F.E.T. Sitepu. 2013. Pengaruh beberapa tingkat kemasakan terhadap viabilitas benih tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L). J. online agroteknologi. 1(1) : 1-12.