ANALISIS KEKERASAN VERBAL MAHASISWA SENIOR TERHADAP MAHASISWA JUNIOR DALAM PERGAULAN MAHASISWA (STUDI DESKRIPTIF PADA MAHASISWA TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS LAMPUNG)

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF VERBAL ABUSE SENIOR TOWARD JUNIOR IN LAMPUNG UNIVERSITY STUDENTS (DESCRIPTIVE STUDY OF CIVIL ENGINEERING

STUDENTS AT LAMPUNG UNIVERSITY) By

FADHILAH SYAKIRAH

Program Orientasi Perguruan Tinggi (Propti) is a medium for new students to have an adaptation of their new environment and culture. However, mass media showed up that there’s a case appeared on a process of this activity which committed by seniors toward juniors. One of those cases is verbal abuse that happened in Department of Civil Engineering, Lampung University. This research anylize how the verbal abuse happened, what the underlying factors and its impact on the department of Civil Engineering students, Lampung University. This research used a qualitative approach and described in descriptive with observation and interview methods. The basis theory of this research are the symbolic convergence, Ernest Bormann and the concept of the banality of evil, Hannah Arendt. The result of this research indicated verbal abuse that occurred by seniors toward juniors at Propti / Makrab due to several factors, there are: self-motivation and experience, to develop a strong mental character, a spirit of solidarity, leadership and achievements. Then the impact of verbal abuse is going to acceptance by juniors because they think there is a good purpose of that. This then led to verbal abuse as something banal in the Department of Civil Engineering, Lampung University.

Keywords: Verbal abuse, Students, The Banality of Evil, Symbolic Convergence Theory.


(2)

ABSTRAK

ANALISIS KEKERASAN VERBAL MAHASISWA SENIOR TERHADAP MAHASISWA JUNIOR DALAM PERGAULAN MAHASISWA (STUDI

DESKRIPTIF PADA MAHASISWA TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS LAMPUNG)

Oleh

FADHILAH SYAKIRAH

Kegiatan Program Orientasi Perguruan Tinggi (Propti) merupakan wahana bagi mahasiswa baru untuk beradaptasi mengenal lingkungan dan budaya baru. Namun, pada pelaksanaannya muncul kasus kekerasan seperti kekerasan verbal yang dilakukan oleh senior terhadap juniornya di Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Penelitian ini menganalisis bagaimana kekerasan khususnya kekerasan verbal terjadi antara senior terhadap junior, faktor apa yang melatarbelakangi dan bagaimana dampaknya di jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan dijelaskan secara deskriptif dengan metode observasi dan wawancara. Teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah konvergensi simbolik Ernest Bormann dan konsep The banality of evil Hannah Arendt. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya kekerasan verbal senior terhadap junior pada saat Propti dan Makrab karena beberapa faktor, yaitu: motivasi diri & pengalaman, pembentukan karakter mental, jiwa solidaritas, kepemimpinan dan cinta kampus (prestasi). Kemudian dampak yang ditimbulkan adalah keberterimaan oleh junior akan kekerasan verbal yang dilakukan oleh seniornya karena menganggap ada tujuan baik. Inilah yang kemudian memunculkan kekerasan sebagai sesuatu yang banal pada jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

Kata kunci: Kekerasan verbal, Mahasiswa, The Banality of Evil, Teori Konvergensi simbolik.


(3)

Analisis Kekerasan Verbal Mahasiswa Senior terhadap Mahasiswa Junior dalam Pergaulan Mahasiswa

(Studi deskriptif pada Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Lampung)

Oleh

Fadhilah Syakirah Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU KOMUNIKASI

Pada

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(4)

DESKRIPTIF PADA MAHASISWA TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS LAMPUNG) (Skripsi)

Oleh: Fadhilah Syakirah

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(5)

i

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 1. Proses Komunikasi Verbal dalam Baryadi (2012:13)

Adaptasi dari Brooks (1964:4) ... 16 Bagan 2. Kerangka Pikir ... 36 Bagan 3. Faktor yang Melatarbelakangi Terjadinya Kekerasan Verbal

Mahasiswa Senior terhadap Junior pada Propti dan Makrab ... 84 Bagan 4. Dampak Kekerasan Verbal Mahasiswa Senior terhadap


(6)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR BAGAN ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu ... 7

B. Teoritik ... 10

1. Komunikasi ... 10

1.1 Bentuk Komunikasi ... 13

2. Komunikasi Verbal ... 14

3. Kekerasan Komunikasi Verbal ... 17

3.1 Faktor Kekerasan Verbal ... 20

3.2 Dampak Kekerasan Verbal ... 20

3.3 Kekerasan sebagai Budaya ... 21

4. Landasan Teori ... 22

4.1 Teori Konvergensi Simbolik ... 22

4.2 Konsep The Banality of Evil Hannah Arendt ... 27

5. Tinjauan tentang Mahasiswa ... 31

5.1 Definisi Mahasiswa ... 31

5.2 Karakteristik Mahasiswa ... 33

5.3 Peran dan Fungsi Mahasiswa ... 34

6. Kerangka Pemikiran ... 35


(7)

ii BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian ... 37

B. Pendekatan Penelitian ... 38

C. Metode Penelitian ... 41

D. Fokus Penelitian ... 42

E. Penentuan Informan ... 43

F. Jenis Data ... 44

G. Teknik Pengumpulan Data ... 45

H. Teknik Analisis Data ... 47

I. Teknik Keabsahan Data ... 49

BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Program Orientasi Perguruan Tinggi ... 52

1. Dasar Kegiatan ... 52

2. Tujuan dan Manfaat Kegiatan ... 52

2.1Tujuan Umum ... 52

2.2Tujuan Khusus ... 53

3. Azas Pelaksanaan ... 53

4. Hasil yang Diharapkan ... 54

B. Pelaksanaan Kegiatan ... 55

1. Nama Kegiatan ... 55

2. Tema Kegiatan ... 55

3. Status Kegiatan ... 55

4. Kelembagaan Pelaksanaan Kegiatan ... 55

C. Peraturan dan Tata Tertib ... 56

1. Ketentuan Umum ... 56

1.1 Pasal 1 ... 56

1.2Pasal 2 ... 57

2. Waktu dan Tempat Kegiatan ... 57

D. Jumlah Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung ... 58

E. Pemberitaan mengenai Kekerasan Verbal Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung ... 58

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 66

1. Identitas Informan ... 66

2. Kekerasan Verbal Mahasiswa Senior terhadap Junior ... 68

3. Faktor Penyebab Kekerasan Verbal pada Masa Propti dan Makrab ... 76


(8)

iii

Makrab ... 97 3. Dampak Kekerasan Verbal ... 102 4. Kekerasan Verbal merupakan Hal yang Wajar ... 108

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 111 B. Saran ... 112 DAFTAR PUSTAKA


(9)

i

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 8 Tabel 2. Daftar Informan Mahasiswa Teknik Sipil Universitas

Lampung ... 67 Tabel 3. Hasil Terjadinya Kekerasan Verbal ... 74 Tabel 4. Hasil Wawancara dengan Informan Senior mengenai

Kekerasan yang terjadi di jurusan Teknik Sipil Universitas

Lampung ... 75 Tabel 5. Hasil Wawancara dengan Informan Junior mengenai

Kekerasan yang terjadi di jurusan Teknik Sipil Universitas

Lampung ... 76 Tabel 6. Hasil Wawancara dengan Informan Senior mengenai Faktor

Penyebab Kekerasan Verbal pada masa Propti dan Makrab ... 85 Tabel 7. Hasil Wawancara dengan Informan Junior mengenai Dampak dari Kekerasan Verbal yang terjadi pada Propti dan Makrab ... 91


(10)

MOTO

Allah has a purpose for your pain

a reason for your struggles

and a reward for your faithfulness


(11)

(12)

(13)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim.

Dengan penuh rasa bangga & haru, ku persembahkan karya tulis pertamaku untukmu: Mama, Mama, Mama, Ayah.

Fadhli, Wina, Safa.

Serta saudara dan sahabat tercinta.

Regards,

Dhila.


(14)

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Fadhilah Syakirah. Dilahirkan di Palembang, pada tanggal 27 Juli 1994. Merupakan anak pertama dari 4 bersaudara pasangan Ir. Sabirin, M.Si. dan Chalimatussakdiah. Menempuh pendidikan di TK Melati Tulang Bawang, SDN 2 Rajabasa Bandar Lampung, SMPN 22 Bandar Lampung, SMA Al-Kautsar Bandar Lampung. Menjadi mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lampung pada tahun 2011.

Selama kuliah aktif sebagai anggota HMJ Ilmu Komunikasi dan pernah menjadi Ketua Bidang Broadcasting periode kepengurusan 2013-2014. Serta aktif dalam UKM English-Society Unila dan menjadi PIC of Newscasting pada kepengurusan periode 2012-2013. Dilanjutkan pada periode 2013-2014 sebagai Deputy of Education. Semasa kuliah penulis sempat meraih beberapa penghargaan, salah satunya dalam bidang Newscasting sebagai The 1st Winner of Newscasting Competition in EIA XII 2013. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Bumi Asih, Palas, Lampung Selatan pada Januari 2014 dan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Lampung pada bulan Agustus 2014.


(16)

SANWACANA

Alhamdulillahhirobbil’alamin. Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh kesabaran dan asa. Penyelesaian skripsi ini tidak semata hanya berbekal pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Tanpa adanya bantuan, dukungan, motivasi dan semangat dari berbagai pihak tidak mungkin skripsi ini bisa terselesaikan. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis mengungkapkan rasa hormat dan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si, Selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si selaku ketua jurusan Ilmu Komunikasi. 3. Bapak A. Rudy Fardiyan, S.Sos., M.Si. selaku dosen pembimbing, yang senantiasa meluangkan waktunya untuk sabar membimbing saya, bertukar pikiran, berbagi banyak ilmu yang bermanfaat. Pak Rudi, saya sangat berterima kasih.

4. Ibu Dra. Ida Nurhaida, M.Si. selaku dosen pembahas dan pembimbing akademik penulis. Ibu, terimakasih untuk waktunya, berbagi saran dan masukan yang membangun guna perbaikan skripsi saya.


(17)

5. Kedua orang tuaku, Sabirin Abubakar & Chalimatussakdiah. serta ketiga adikku Fadhli Munadi Iman, Farihatush Shalwina Jannah, Faiza Saufa Chairia. Terimakasih tak henti-hentinya untuk selalu mendoakan keberhasilan dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 6. Yoga Setiawan. Mas, Thankyou for your kindness, understanding, support,

love and everything you give to me unconditionally.

7. Sahabat SMA & SMP (Ica, Lilia, Ais, Adlin, Nani, Dian, Aluh, Uworina, Viza, Vonda, Sangkut, Elia, Ayu Melati). Terimakasih untuk ketulusan menemani dikala sedih maupun senang, memberikan semangat dan motivasi yang tiada henti.

8. Fajriati Meutia, Hesti Dhamayanti, Laksita Mayangsari, Nastria Fitrianasari, Lidya Novita, Ida Putri Mulya, Ade Saputra, Fikri Aditya, Syahid, Reza Tantowi. Thank you for the nice support guys.

9. Keluarga KKN Desa Bumi Asih. Dina, Audi, Dian, Fellicia, Epi, Eka, Kak Edi, Kak Ekin, Kak Egi. Terimakasih atas segala tegur sapa yang hangat, senyum tulus di bibir dan canda tawa yang mengakrabkan, semoga tali silaturahmi ini tetap terjaga sampai kapanpun.

10.Untuk Cita Adelia, Teresia, Yessi, Hamdana, Hana, Apin, Bangjay, Bayu, Risky, Fajri. Kalian orang-orang hebat dan kuat. Semoga kita bisa menjadi sarjana yang sukses dan berguna ya. Amin.

11.Teman-Teman Komunikasi 2011. Alifiah, Okta, Mifta, Prita, Rizka, Amel, Arum, Mizaany, Bowo, Riksa, Aji, Ricky, Diki, Novian, Dimas, Manda, Rizal, Imam, Yoga, Meta, Hilda, Aprika, Inka, Uwi, Adel, Vio, Uti, Imel,


(18)

12. Adik-Adik Komunikasi 2012, 2013, 2014, 2015 dst. Terimakasih untuk dukungan semangatnya selama ini. Ingatlah bahwa bidang sarjana adalah berfikir dan mencipta, jadi selamat berkarya & berprestasi di bangku kuliah. 13.Kakak-kakak Komunikasi, terutama untuk mba Fitri Amalia, kak Indra

Julianta, Kak Putra Gumilang dan Kak Ardika Dewantara. Maaf sudah direpotkan, ditanya-tanyai mulu untuk berbagi pengalaman saran dan informasi. Penulis sangat berterima kasih.

14.Eso Troops. Aulia, Fadlan, Zakiyah, Vianna, Uti, Melati, Firma, Nivia, Etenk, Dwi, Andre, Kak Anwar, mba Ria, kak Opin, Tati, Upi, Cinda, Rizal, Erika, Nana, Rafika, Nabilla, Arif dan semuanya. Terimakasih untuk pengalaman beroraganisasi yang luarbiasa. Jangan berhenti untuk selalu menginspirasi. 15.Untuk seluruh orang-orang baik di sekeliling penulis yang telah mendukung

dan memotivasi dan tak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terimakasih, semoga Allah membalas segala ketulusan dan kebaikan kalian.

Bandarlampung, 25 Oktober 2015


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Universitas Lampung adalah salah satu perguruan tinggi, dimana hakikatnya sebagai lembaga pendidikan yang mengemban amanah untuk mendidik masyarakat dengan seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang dapat diterapkan pada lingkungannya. Masyarakat yang dimaksudkan adalah mahasiswa sebagai kelanjutan dari jenjang pendidikan SMA/SMK. Dengan demikian hakikat tugasnya adalah mempersiapkan insan akademis yang dapat menjadi agen perubahan sosial. Pedidikan di perguruan tinggi secara formal merupakan kelanjutan pendidikan menengah atas yang mempunyai perbedaan cukup mendasar. Perbedaan proses pembelajaran ini sejak awal harus diperkenalkan kepada mahasiswa baru yang memerlukan adaptasi terhadap lingkungan dan budaya yang ditempatinya.

Mahasiswa merupakan salah satu bagian dari sumber daya manusia Indonesia dan sekaligus merupakan aset bangsa yang kelak akan menjadi generasi penerus dalam pembangun bangsa. Di sisi lain, mahasiswa merupakan insan yang


(20)

memiliki berbagai dimensi yaitu sebagai bagian dari civitas akademika dan bagian dari generasi muda yang terlatih sebagai pelaku sejarah yang ikut berperan dan menentukan sejarah perkembangan bangsa Indonesia. Wahana untuk memperkenalkan lingkungan baru tersebut di Indonesia dikenal dengan istilah Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) atau istilah di Universitas Lampung dikenal dengan PROPTI (Program Orientasi Perguruan Tinggi).

Kegiatan propti di Universitas Lampung wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa baru, dimana seperti yang tertera dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 38/DIKTI/KEP/2000, tentang Pengaturan Kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi bahwa tujuan propti adalah untuk membimbing dan membina para mahasiswa untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan tata nilai, etika serta norma yang berlaku, memperkenalkan kegiatan – kegiatan akademik, administrasi dan kemahasiswaan yang berlaku dan menjalin kebersamaan dan persaudaraan sebagai anggota keluarga besar Universitas Lampung.

Pelaksanaan kegiatan propti pertama kali dilakukan pada tingkat universitas dalam waktu tiga hari dimana jadwal dan acara kegiatan yang direncanakan berlaku untuk seluruh jurusan yang ada di Universitas Lampung. Kemudian dilanjutkan pada tingkat fakultas dimana kepanitiaannya dan program kegiatan yang akan dilaksanakan diserahkan kepada masing–masing fakultas. Kegiatan propti ditingkat fakultas dilakukan oleh para anggota kemahasiswaan yang ada di setiap fakultas salah satunya BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas,


(21)

3

dimana tujuannya mengenalkan kepada mahasiswa secara umum mengenai fakultas khususnya jurusan yang akan menjadi tempat mereka menuntut ilmu selama masa perkuliahan.

Pada proses pelaksanaan kegiatan propti terdapat sebuah proses komunikasi yang terjalin, hal ini terlihat pada interaksi antara sesama mahasiswa baru, mahasiswa baru dengan mahasiswa lama, mahasiswa dengan dosen, dan lain sebagainya. Salah satu cara untuk mencapai tujuan propti adalah dengan menciptakan komunikasi yang efektif, namun pada proses komunikasi yang berlangsung dalam kegiatan tersebut muncul kasus seperti pemberitaan dari berbagai macam media massa.Bahwa terdapat tindak kekerasan dalam proses kegiatan propti yang dilakukan oleh mahasiswa senior terhadap juniornya.

Contoh kasus kekerasan yang dilakukan oleh mahasiswa senior terhadap juniornya salah satunya terjadi di jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung pada masa propti tahun 2014 lalu1. Kasus ini terungkap setelah beberapa mahasiswa baru terpaksa dirawat di rumah sakit, dan mengalami trauma psikis dengan perlakuan seniornya dalam propti dan malam keakraban. Kasus kekerasan terhadap mahasiswa baru oleh seniornya sudah berlangsung setiap tahun. Tindak kekerasan yang terjadi dalam bentuk verbal maupun non verbal seperti, membentak, menghina, dan lain sebagainya memberikan dampak negatif khususnya secara psikis kepada para mahasiswa baru tersebut.

1

http://www.republika.co.id/berita/koran/didaktika/14/09/12/nbs94i5-mahasiswa-alami-kekerasan-ospek


(22)

Salah satu dampak negatif dari kekerasan verbal adalah munculnya sifat

delinquency yang merupakan sikap perlawanan terhadap kondisi yang membuat frustasi pemenuhan kebutuhan atau keinginannya, yang kemudian memunculkan karakter delinquency yaitu upaya memperoleh kepuasaan ego, melalui pernyataan sikap balas dendam secara langsung, baik disadari maupun tidak, sebagai ekspresi dari keinginannya yang tersembunyi untuk menghukum orang lain dengan melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan kesulitan hidup bagi dirinya.

Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi bahwa kekerasan komunikasi verbal akan selalu ada dan menjadi sebuah tradisi apabila dipengaruhi oleh karakter

delinquency, Alasan membangun keakraban dengan mahasiswa baru tak sepantasnya dilakukan dengan tindakan berbau kekerasan dan kegiatan yang tidak mendidik yang diistilahkan dengan perpeloncoan. Justru aksi perpeloncoan itu menimbulkan dampak berantai. Para senior yang sebelumnya mengalami kekerasan seakan melampiaskan dendam terhadap junior. Akibatnya, perpeloncoan pun membudaya di setiap penerimaan mahasiswa baru dan mungkin saja terbawa ke dalam pergaulan kampus sehari–hari. Kampus bukan area kekerasan, kampus seharusnya menjadi tempat persemaian calon intelektual yang mengutamakan tradisi berpikir.

Keberhasilan belajar di perguruan tinggi juga dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan kampus mahasiswa, jika kita bergaul pada lingkungan yang kondusif, kita tidak akan mengalami hambatan dalam belajar. Tetapi jika kita berada dalam pergaulan yang tidak kondusif, kita akan mengalami hambatan dalam belajar.


(23)

5

Tidak sedikit mahasiswa yang mengalami drop out karena pengaruh lingkungan pergaulan.

Dengan memahami uraian di atas, maka penelitian ini penting dilakukan terkait dengan “Analisis Kekerasan Verbal Mahasiswa Senior terhadap Mahasiswa Junior dalam Pergaulan Mahasiswa”. Pada penelitian ini, peneliti memilih lokasi di jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Lampung berdasarkan beberapa kasus yang kerap terjadi di setiap tahunnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah terjadi kekerasan verbal antara mahasiswa senior terhadap junior dalam lingkungan pergaulan kampus ?

2. Faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan komunikasi verbal mahasiswa senior terhadap junior ?

3. Bagaimanakah dampak yang timbul akibat kekerasan komunikasi verbal tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk kekerasan komunikasi verbal yang terjadi dalam pergaulan mahasiswa senior terhadap junior.

2. Untuk mengetahui faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan komunikasi verbal mahasiswa senior terhadap junior.


(24)

3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari bentuk kekerasan komunikasi verbal.

D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan studi dalam rangka mengetahui dan menyadarkan serta mengklarifikasi bentuk kekerasan komunikasi verbal mahasiswa senior terhadap mahasiswa junior dalam pergaulan perkuliahan mahasiswa Teknik Sipil Universitas Lampung.

2. Secara Praktis

a. Penelitian ini diharapakan menjadi sumber bahan masukan bagi mahasiswa Unila pada umumnya mengenai bentuk kekerasan komunikasi verbal mahasiswa senior terhadap junior dan bagaimana dampaknya pada mahasiswa Teknik Sipil Universitas Lampung.

b. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk melengkapi dan memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi pada program studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lampung.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini dicantumkan penelitian - penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian yang dilakukan oleh Ariesta Yuan Iswahyudhi, 2012 dengan judul Analisis Kekerasan Komunikasi Verbal Orang Tua terhadap Anak dalam Keluarga Miskin. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan hasil yang menjelaskan kekerasan komunikasi verbal orang tua terhadap anaknya, yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: frustasi orang tua dan faktor belajar sosial.

Penelitian kedua yang dilakukan oleh Siti Ratna Dewi 2013 dengan judul Kekerasan Verbal dalam Film Catatan Harian Si Boy. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan hasil yang menerangkan bahwa kekerasan verbal yang terjadi pada film catatan harian si Boy berupa hinaan, membentak lawan bicara, pelecehan terhadap agama, humor berbalut kekerasan, dan bentuk diskriminatif terhadap lawan bicara. Kekerasan verbal akan menyebabkan konsekuensi ketidak sukaan terhadap lawan bicara, balas dendam atau membalas dengan kata–kata kekerasan juga.


(26)

Berikut tabel mengenai penelitian terdahulu dan bagaimana perbedaannya dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.

Tabel 1. Tinjauan Penelitian Terdahulu

No Tinjauan Ariesta Yuan Iswahyudhi /

Universitas Lampung / 2012

Siti Ratna Dewi / Universitas Mercu

Buana / 2013

1 Judul Analisis Kekerasan Komunikasi

Verbal Orang Tua terhadap Anak dalam Keluarga Miskin

Kekerasan Verbal dalam Film Catatan Harian Si Boy

2 Fokus Faktor yang mempengaruhi

kekerasan komunikasi verbal,

bentuk–bentuk kekerasan

komunikasi verbal yang dilakukan orang tua terhadap anak, persepsi orang tua terhadap kekerasan komunikasi verbal.

Bentuk kekerasan verbal di dalam film catatan harian si Boy dengan menggunakan analisis

framing.

4 Metode Kualitatif Kualitatif

5 Teori Teori Agresi dan Belajar Sosial Model Gamson &

Modisliani

6 Simpulan Kekerasan komunikasi verbal

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: frustasi orang tua dan faktor belajar sosial. Faktor frustasi yang dialami orang tua akibat tingkah laku anak – anak mereka yang tidak

mau menuruti apa yang

diperintahkan, serta keinginan orang tua yang tidak tercapai membuat para hampir senua orang tua melampiaskan kekesalan dan kekecewaan mereka, terutama kepada anak mereka. Faktor belajar sosial lebih ditekankan pada proses pengamatan suatu model. Dilihat terjadinya proses pengulangan sejarah dimasa muda para orang tua, faktor psikis orang tua yang belum matang, kondisi lingkungan sosial yang buruk serta nilai – nilai sosial yang berlaku juga menjadi

Film merupakan mesin uang yang sering kali demi uang keluar dari kaidah artistik film. Film bisa

menjadi sarana

komunikasi kekerasan verbal, banyak kekerasan verbal yang terjadi dan dilakukan dalam bentuk percakapan atau humor yang dilakukan oleh para pemain film tersebut. Dalam film Catatan Harian Si Boy, kekerasan verbal yang terjadi berupa hinaan, membentak lawan bicara, pelecehan terhadap agama, humor berbalut kekerasan, dan bentuk diskriminatif terhadap lawan bicara. Kekerasan verbal akan


(27)

9

penyebab terjadinya kekerasan komunikasi verbal terhadap anak.

menyababkan konsekuensi ketidaksukaan terhadap lawan bicara, balas dendam, atau membalas dengan kata – kata kekerasan juga.

7 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Perbedaan penelitian terletak pada teori yang digunakan, objek penelitian dan fokus penelitian. Fokus pada penelitian ini meliputi penyebab terjadinya kekerasan komunikasi verbal dari orang tua terhadap anak, persepsi orang tua terhadap kekerasan komunikasi verbal, bentuk bentuk kekerasan komunikasi verbal dan faktor yang

mempengaruhi kekerasan

komunikasi verbal. Sedangkan fokus penelitian yang peneliti lakukan ini adalah untuk mengetahui faktor dan bentuk – bentuk kekerasan komunikasi verbal yang dilakukan senior terhadap juniornya pada pergaulan

mahasiswa dan efek yang

ditimbulkan.

Perbedaan penelitian terletak pada teori yang

digunakan, objek

penelitian dan fokus penelitian. Penelitian ini

dilakukan dengan

menganalisis sebuah produk media massa yaitu film dan menganalisis bentuk – bentuk kekerasan komunikasi verbal dalam film, sedangakan dalam penelitian ini, objek penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung dengan fokus penelitian yang peneliti lakukan ini adalah untuk mengetahui faktor dan bentuk – bentuk kekerasan komunikasi verbal yang dilakukan senior terhadap juniornya pada pergaulan mahasiswa

dan efek yang

ditimbulkan. 8 Kontribusi

Penelitian

Berdasarkan penelitian inilah peneliti mendapatkan informasi mengenai bentuk kekerasan komunikasi verbal dan faktor – faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan komunikasi verbal.

Berdasarkan penelitian

inilah peneliti

mendapatkan informasi

mengenai bentuk

kekerasan komunikasi verbal.


(28)

B. Teoritik

1. Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia, bahkan komunikasi telah menjadi suatu fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang terintegrasi oleh informasi, di mana masing–masing individu dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi untuk mencapai tujuan bersama.

Terdapat banyak sekali definisi tentang penekanan dan arti yang berbeda oleh para ahli. Masing – masing memiliki penekanan dan arti yang berbeda satu sama lainnya. Pada dasarnya pengertian komunikasi memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan ilmu sosial lainnya, hanya saja dalam ilmu komunikasi objeknya ditujukan kepada peristiwa – peristiwa komunikasi antar manusia.

Faktor -faktor yang mempengaruhi komunikasi menurut Effendy (2008:11) adalah sebagai berikut:

1. Hubungan sosio-antro-psikologis

Proses komunikasi berlangsung dalam konteks situasional (situational context). Ini berarti bahwa komunikator harus memperhatikan situasi ketika komunikasi dilangsungkan, sebab situasi yang berhubungan dengan faktor-faktor sosiologis-antropologis-psikologis.


(29)

11

1.1Hambatan sosiologis

Masyarakat terdiri dari berbagai golongan dan lapisan, yang menimbulkan perbedaan dalam status sosial, agama, ideology, tingkat pendidikan, tingkat kekayaan, dan sebagainya, yang kesemuanya dapat menjadi hambatan bagi kelancaran komunikasi.

Seorang sosiolog Jerman bernama Ferdinand Tonnies mengklasifikasikan kehidupan manusia dalam masyarakat menjadi dua jenis pergaulan yang ia namakan

gemeinschaft dan gesellschaft. Gemeinschaft adalah pergaulan hidup yang bersifat pribadi, statis, dan tak rasional, seperti dalam kehidupan rumah tangga, sedangkan

gesellschaft adalah pergaulan hidup yang bersifat tak pribadi, dinamis dan rasional, seperti pergaulan instansi atau organisasi. Seperti dalam penelitian ini, pergaulan antara mahasiswa senior dan mahasiswa junior dapat digolongkan menjadi pergaulan

gesellschaft.

1.2Hambatan antropologis

Manusia, meskipun satu sama lain dalam jenisnya sebagai makhluk “homo sapiens”,

tetapi ditakdirkan berbeda dalam banyak hal. Berbeda dalam postur, warna kulit, dan kebudayaan, yang pada kelanjutannya berbeda dalam gaya hidup, norma, kebiasaan, dan bahasa. Komunikasi akan berjalan lancar jika suatu pesan yang disampaikan komunikator diterima oleh komunikan secara tuntas, yaitu diterima dalam pengertian


(30)

1.3Hambatan psikologis

Faktor psikologis sering kali menjadi hambatan dalam komunikasi. Komunikasi sulit untuk berhasil apabila komunikan sedang sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa iri hati, dan kondisi psikologis lainnya.

2. Hambatan semantis

Kalau hambatan sosiologis-antropologis-psikologis terdapat pada pihak komunikan, maka hambatan semantis terdapat pada diri komunikator. Faktor semantis menyangkut bahasa yang digunakan komunikator sebagai “alat” untuk menyalurkan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Salah komunikasi ada kalanya disebabkan oleh pemilihan kata yang tidak tepat, kata-kata yang sifatnya konotatif. Dalam komunikasi bahasa yang digunakan sebaiknya adalah kata-kata yang denotatif. Kalau terpaksa juga menggunakan kata-kata yang konotatif, seyogyanya dijelaskan apa yang dimaksudkan sebenarnya, sehingga tidak terjadi salah tafsir.

3. Hambatan ekologis

Hambatan ekologis terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap proses berlangsungnya komunikasi, jadi datangnya dari lingkungan. Contoh hambatan ekologis adalah suara riuh, keadaan lalu lintas, suara hujan, dan lain-lain. Situasi komunikasi yang tidak kondusif seperti itu dapat diatasi oleh komunikator dengan menghindarkannya jauh sebelum atau dengan mengatasinya pada saat ia sedang berkomunikasi, seperti mengusahakan tempat komunikasi yang bebas dari gangguan atau kebisingan.


(31)

13

4. Hambatan mekanis

Hambatan mekanis dijumpai pada media yang digunakan dalam melancarkan komunikasi. Contohnya seperti surat kabar yang sulit dicari sambungan kolomnya, huruf yang buram pada surat, dan lain-lain.

1.1Bentuk Komunikasi

Pada dasarnya, Komunikasi terbagi menjadi 2 Jenis, yaitu, komunikasi verbal dan nonverbal. Rahmat Hidayat dalam jurnalnya menjelaskannya sebagai berikut :

1. Komunikasi Verbal

Komunikasi Verbal (verbal communication) merupakan bentuk komunikasi yang disampaikan kepada pihak lain melalui lisan (oral) dan tulisan (written). Berbincang dengan orang, menelepon, berkirim surat, membacakan buku, melakukan presentasi diskusi, atau menonton televisi merupakan contoh komunikasi verbal.

2. Komunikasi Non verbal

Komunikasi non verbal (nonverbal communication) merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan bahasa isyarat atau body language sebagai sarana berkomunikasi dengan orang lain. Contoh perilaku non verbal adalah mengepalkan tinju, menggigit jari sendiri, membuang muka, tersenyum, menjabat tangan atau menggelengkan kepala saat ingin menyampaikan sesuatu.


(32)

2. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan (oral) maupun tulisan (written). Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal itu bahasa memegang peranan penting.

Ada beberapa unsur penting dalam komunikasi verbal, yaitu: 1.Bahasa

Dalam Baryadi (2012:7), bahasa dapat dipahami dari tiga sudut pandang, yaitu dari sudut pandang semiotika, fungsi dan pragmatik.

2.Kata

Kata merupakan unit lambang terkecil dalam bahasa. Kata adalah lambang yang melambangkan atau mewakili sesuatu hal, baik orang, barang, kejadian, atau keadaan. Jadi, kata itu bukan orang, barang, kejadian, atau keadaan sendiri. Makna kata tidak ada pada pikiran orang. Tidak ada hubungan langsung antara kata dan hal. Yang berhubungan langsung hanyalah kata dan pikiran orang.


(33)

15

Komunikasi verbal mencakup aspek – aspek berupa:

a. Vocabulary (Perbendaharaan kata – kata). Komunikasi tidak akan efektif nila pesan disampaikan dengan kata – kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi penting dalam berkomunikasi.

b. Fluency (Kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan bicara dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.

c. Intonasi suara. Mempengaruhi arti pesan secara dramatic sehingga pesan akan menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.

d. Humor. Humor dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress dan nyeri, tertawa mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor merupakan satu – satunya selingan dalam berkomunikasi.

e. Singkat dan jelas. Komunikasi akan berjalan efektif dan efisien jika disampaikan secara singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahannya, sehingga lebih mudah dimengerti oleh penerima pesan.

f. Timing. Waktu yang tepat adalah hal kritis yang perlu diperhatikan. Berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk menjalin hubungan. Arti kata, seseorang dapat menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.


(34)

Beberapa aspek komunikasi verbal ini dapat menjadi rujukan bagi peneliti untuk membuat daftar pertanyaan wawancara atau pada saat observasi saat melakukan penelitian di lapangan. Proses komunikasi verbal dapat dijelaskan dengan gambar yang diadaptasi dari Brooks (1964:4) dalam Baryadi (2012:13) sebagai berikut:

Bagan 1. Proses Komunikasi Verbal dalam Baryadi (2012:13) adaptasi dari Brooks (1964:4).

Pada gambar tersebut tampak bahwa dalam komunikasi verbal terlibat dua pihak, yaitu penutur atau pembicara (speaker) dan mitra tutur atau penyimak (listener). Dua pihak yang terlibat dalam komunikasi itu disebut pula partisipan komunikasi. Proses komunikasi verbal bermula dari penutur memiliki maksud (preverbal), kemudian

PENUTUR/PEMBICARA

(Speaker)

Maksud (preverbal)

Penyandian (encoding)

Pengucapan (phonation)

MITRATUR/PENYIMAK

(Listener)

Pemahaman (postverbal)

Penafsiran tuturan (decoding)

Penyimakan (audition)


(35)

17

maksud dilambangkan (encoding) dan diucapkan (phonation) sehingga menghasilkan tuturan (utterance) yang menjadi transisi hubungan penutur dengan mitra tutur. Tuturan didengar (audition) dan ditafsirkan (decoding) oleh mitra tutur sehingga menghasilkan pemahaman maksud (postverbal).

3. Kekerasan Komunikasi Verbal

Menurut Murniati (2004:222) kekerasan adalah perilaku atau perbuatan yang terjadi dalam relasi antar manusia, baik individu maupun kelompok, yang di rasa salah satu pihak sebagai satu situasi yang membebani, membuat berat, tidak menyenangkan, tidak bebas. Situasi yang disebabkan oleh tindak kekerasan ini membuat pihak lain sakit baik secara fisik maupun psikis serta rohani. Menurut Hayati (2000:28) kekerasan adalah semua bentuk perilaku, baik verbal maupun non verbal yang dilakukan oleh seseorang sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik, emosional dan psikologis terhadap orang yang menjadi sasaran.

Kekerasan verbal adalah kekerasan yang menggunakan bahasa, yaitu kekerasan yang menggunakan kata-kata, kalimat, dan unsur-unsur bahasa yang lain. Djawanai (2001:68-69) dan Baryadi (2012:36) menyatakan, “….. tindakan berbahasa adalah bagian dari tingkah laku manusiawi dan dalam tingkah laku itu sangat mungkin orang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai serangan secara verbal, artinya serangan menggunakan kata-kata (verbal attack) kepada orang lain yang tak lain merupakan suatu tindakan kekerasan.”


(36)

Kekerasan verbal selain diucapkan dengan nada yang tinggi, juga ditandai dengan kelugasan pengungkapan serta kata-kata yang menyakitkan hati (kata-kata jorok atau kata-kata makian yang merendahkan pihak lain). Contoh kekerasan verbal adalah pada mahasiswa senior yang membentak mahasiswa juniornya, seorang atasan memarahi bawahannya, seorang dosen meremehkan mahasiswanya, dan sebagainya.

Jenis-jenis Kekerasan Verbal:

Galtung (2002: 183-190) dan Salmi (2003: 29-42) dalam Baryadi (2012:37) mengemukakan jenis-jenis kekerasan verbal menjadi empat jenis, yaitu:

1. Kekerasan verbal tidak langsung,

Kekerasan verbal tidak langsung adalah kekerasan verbal yang seketika itu juga mengenai korban, tetapi melalui media atau proses berantai. Kekerasan verbal tidak langsung misalnya terwujud dalam fitnah, stigmatisasi, dan penstereotipan (stereotyping). Fitnah adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang). Stigmasi adalah penciptaan stigma atau cap pada individu arau kelompok, yaitu pemberian cirri negatif pada pribadi seorang atau kelompok. Penstereotipan adalah penciptaan sereotip, yaitu konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat.


(37)

19

2. Kekerasan verbal langsung.

Kekerasan verbal langsung adalah kekerasan yang langsung mengena pada korban pada saat komunikasi verbal berlangsung. Yang termasuk ke dalam kekerasan verbal langsung adalah membentak, memaki, mencerca, mengancam, mengejek, menuduh, menghina, meremehkan, mengusir, menolak, menuntut, menghardik, memaksa, menantang, membentak, meneror, mengungkit-ungkit, mengusik, mempermalukan, menjebak, memarahi, menentang, mendiamkan, menjelek-jelekkan, mengolok-olok, mengata-ngatai, dan menyalahkan.

3. Kekerasan verbal represif

Kekerasan verbal represif merupakan kekerasan verbal yang menekan atau mengintimidasi korban. Perwujudan kekerasan verbal antara lain adalah memaksa, menginstruksikan, memerintah, mengancam, menakut-nakuti, membentak, memarahi, mengata-ngatai, meneror, memprovokasi, dan sebagainya.

4. Kekerasan verbal alienatif

Kekerasan verbal alienatif adalah kekerasan yang bermaksud menjauhkan, mengasingkan, atau bahkan melenyapkan korban dari komunitas atau masyarakatnya. Yang termasuk kekerasan verbal alienatif adalah mendiamkan, mengucilkan, mendiskreditkan, menjelek-jelekkan, mempermalukan, dan sebagainya. Kekerasan verbal tidak langsung seperti memfitnah, stigmatisasi, penstereotipan, dan


(38)

3.1Faktor Kekerasan Verbal

Mengutip berita dari Kompas, sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Soeprapto menjelaskan faktor terjadinya kekerasan verbal sebagai berikut;

1. Kekerasan terjadi karena pemahaman yang salah dalam mendefinisikan konsep kedisiplinan sehingga kasus-kasus kekerasan di lembaga pendidikan terus-menerus berulang.

2. Rasa balas dendam. Para mahasiswa yang setiap tahun mendapat perlakuan keras dari para senior akhirnya mewariskan Dampak kekerasan verbal.

3.2Dampak Kekerasan Verbal

Menurut Baryadi (2012:39) kekerasan verbal tidak berdampak pada kerusakan fisik, tetapi berakibat pada luka psikis bagi korbannya. Oleh sebab itu, kekerasan verbal ini sering digolongkan juga pada kekerasan psikologis (psychological violence). Kekerasan verbal dapat menyebabkan ketidakstabilan suasana psikologis bagi penerimanya, seperti takut, kecewa, rendah diri, minder, patah hati, frustasi, tertekan, sakit hati, murung, apatis, tidak peduli, bingung, malu, benci, dendam, ekstrim, radikal, agresif, marah, depresi, gila, dan sebagainya. “Kata-kata adalah sesuatu yang berbahaya, kata-kata itu bertuah dan ia memiliki kekuasaan dan kekuatan yang dapat digunakan untuk melakukan kekerasan yang mungkin membawa akibat yang menyakitkan atau menimbulkan derita”.


(39)

21

Dampak psikologis tersebut hanya dirasakan oleh korbannya, sedangkan pelakunya mungkin malah merasa “lega” bahkan nikmat karena beban emosinya sudah diungkapkan. Selain menimbulkan dampak psikologis, kekerasan verbal yang berhadapan dengan kekerasan verbal akan menimbulkan pertengkaran, “perang mulut”, cekcok, atau konflik. Lebih jauh, pertengkaran dapat mengakibatkan renggang atau retaknya kohesi sosial. Kecenderungan umum yang menjadi korban kekerasan verbal adalah kelompok tidak dominan. Seperti siswa menjadi korban kekerasan verbal gurunya atau kakak kelasnya, mahasiswa junior yang menjadi korban kekerasan seniornya. Hal ini tidak berarti bahwa yang sebaliknya, bila yang sebaliknya terjadi, mungkin kekerasan verbal tersebut merupakan “perlawanan” kelompok tidak dominan terhadap kelompok dominan.

3.3Kekerasan Verbal sebagai Budaya

Perkembangan zaman dengan lahirnya istilah-istilah baru seperti globalisasi, modernisasi, dan istilah-istilah lainnya tidak mampu menggeser kekerasan dari ranah kehidupan sosial manusia. Kekerasan intelektual, kekerasan psikologi, kekerasan fisik, dan kekerasan-kekerasan lainnya seakan-akan memiliki “hak paten” untuk hidup dan berkembang bersama manusia. Beberapa fenomena kekerasan yang terjadi seperti pada saat Propti / Makrab menunjukkan bahwa kekerasan seakan-akan “memproklamirkan” diri sebagai salah satu unsur yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan mahasiswa.


(40)

Disadari atau tidak, kehidupan memang selalu berkaitan dengan hal-hal yang kontradiktif, dan kekerasan termasuk di dalamnya.Kekerasan seakan telah membudaya dalam rantai kegiatan yang melibatkan senior dan junior. Propti / Makrab yang sarat aksi kekerasan terus diwariskan secara turun-temurun dan diterima sebagai sebuah tradisi oleh para mahasiswa.

4. Landasan Teori

4.1Teori Konvergensi Simbolik

Teori Konvergensi Simbolik pertama kali disampaikan oleh Ernest Bormann dalam tulisannya yang berjudul “Fantasies and Rethorical Vision: The Rethorical Critism of

Social Reality”yang diterbitkan dalam Quarterly Journal of Speech 1972. Titik awal teori ini adalah bahwa gambaran individu tentang realitas dituntun oleh cerita-cerita yang menggambarkan bagaimana segala sesuatu diyakini ada. Cerita-cerita atau tema-tema fantasi ini diciptakan dalam interaksi simbolis dalam kelompok-kelompok lain untuk berbagi sebuah pandangan tentang dunia.

Teori ini menjelaskan bahwa solidaritas dan kohesifitas kelompok dapat tercapai melalui kecakapan bersama dalam membaca dan menafsirkan berbagai macam tanda, kode, dan teks budaya yang dapat mengarahkan pada terbentuknya realitas bersama

(shared reality). Teori konvergensi simbolik merupakan teori umum (general theory)

yang membahas fenomena pertukaran pesan yang akan memunculkan kesadaran kelompok hingga berimplikasi pada hadirnnya makna, motif, dan perasaan bersama. Boorman dalam Payumi (2014;5) menyimpulkan bahwa teori ini menjelaskan


(41)

23

bagaimana orang-orang secara kolektif membangun kesadaran simbolik bersama melalui pertukaran pesan.

Dalam teori ini, Borman dalam Payumi (2014;5) mengartikan istilah konvergensi

(convergence) sebagai suatu cara dimana dunia simbolik pribadi dari dua atau lebih individu saling bertemu, saling mendekati satu sama lain, atau kemudian saling berhimpitan. Sedangkan istilah simbolik itu terkait dengan kecenderungan manusia untuk untuk menafsirkan dan memaknai berbagai lambang, tanda, kejadian yang sedang dialami, atau tindakan yang dilakukan manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, Bormann juga menyatakan bahwa manusia adalah symbol users yang berarti manusia menggunakan simbol dalam komunikasi secara umum maupun dalam bercerita.

Pada saat kelompok berbagi simbol bersama akan mengakibatkan terjadinya meeting of mind dimana orang-orang mulai bergerak kearah penggunaan sistem simbol yang sama. Rasa saling pengertian yang terjadi di dalam kelompok akan menjadi dasar terciptanya kesadaran bersama, kesamaan pikiran, perasaan tentang hal-hal yang sedang diperbincangkan Payumi (2014;5)

Bormann Payumi (2014;5) menggunakan Fantasy Theme Analysis (FTA) sebagai metode untuk mengaplikasikan teori ini. Konsep “fantasi” dijadikan sebagai kata kunci dalam teori ini. Ada beberapa istilah yang perlu dipahami untuk memahami teori ini, yaitu:


(42)

1. Fantasy Theme (Tema Fantasi)

Borman dalam Payumi (2014;6) megartikan tema fantasi sebagai sebagai isi pesan yang di dramatisasi hingga menciptakan rantai fantasi. Sedangkan menurut Miller(2002) dalam Payumi (2014;6) menjelaskan tema fantasi sebagai dramatisasi pesan yang berupa lelucon, analogi, permainan kata, cerita, dan sebagainya yang memompa semangat beinteraksi.

Dramatisasi pesan tidak terjadi dalam konteks tugas atau pekerjaan yang tengah dihadapi atau peristiwa yang berorientasi pada “saat ini dan di sini”. Dramatisasi pesan terjadi bila kelompok memperbincangkan peristiwa yang terjadi di luar kelompok atau membicarakan peristiwa yang sama yang dialami anggota kelompok pada masa lalu. Dramatisasi pesan juga terjadi ketika anggota kelompok berbicara tentang hal-hal yang terkait dengan masa depan.

2. Fantasy Chain (Rantai Fantasi)

Rantai fantasi terbentuk ketika pesan yang didramatisasi oleh anggota kelompok berhasil mendapat tanggapan dari anggota kelompok yang lainnya sehingga meningkatkan intensitas dan kegairahan dari para partisipan dalam berbagi fantasi. Rantai fantasi yang sudah terbentuk akan menciptakan konvergensi simbolik dan landasan penyatuan makna bersama.

3. Fantasy Type (Tipe Fantasi)

Bormann mengartikan tipe fantasi sebagi tema-tema fantasi yang berulang dan dibicarakan pada situasi yang lain, dengan karakter yang lain, dan latar belakang


(43)

25

yang lain, namun dalam alur cerita yang sama. Jika kerangka narasi sama, tetapi tokoh, karakter, atau settingnya berbeda, maka tema tersebut dapat dikelompokkan dalam satu jenis fantasi yang sama. Sedangkan, jika terdapat beberapa tema fantasi atau kerangka narasi yang berbeda, maka terdapat beberapa tipe fantasi.

Menurut Trenholm (1986 dalam Venus, 2007) dalam Payumi (2014;7) tipe fantasi adalah kerangka narasi yang bersifat umum yang terkait dengan pertanyaan atau masalah tertentu. Mereka yang telah berinteraksi lama akan mengembangkan semacam symbolic cue atau petunjuk simbolis yang biasanya telah dipahami bersama oleh suatu anggota kelompok yang pada akhirnya akan menjadi inside joke di dalam kelompok tersebut.

4. Rhetorical Visions (Visi Retoris)

Tema-tema fantasi yang telah berkembang dan melebar keluar dari kelompok yang mengembangkan fantasi tersebut pada awalnya akan berkembang menjadi visi retosis. Perkembangan fantasi tersebut akan menjadi fantasi masyarakat luas dan membentuk rhetorical community (komunitas retoris).

Dalam setiap analisis fantasi atau visi retoris yang lebih luas, selalu terdapat empat elemen pokok, yaitu: (1) tokoh-tokoh yang terlibat (dramatic personae atau character); (2) Alur cerita (plot line); (3) latar (scene); dan (4) agen penentu kebenaran cerita (sanctioning agents).


(44)

Borman dalam (Payumi 2014; 8) menyebutkan dua asumsi pokok yang mendasari teori konvergensi simbolik. Pertama adalah realitas diciptakan melalui komunikasi. Dalam hal ini komunikasi-komunikasi dapat menciptakan realitas melalui pengaitan kata-kata yang digunakan dengan pengalaman hidup atau pengetahuan yang diperoleh. Kedua adalah makna individual terhadap simbol dapat mengalami penyatuan (konvergensi) sehingga menjadi realitas bersama. Realitas menurut teori ini dipandang sebagai susunan narasi atau cerita yang menerangkan bagaimana sesuatu harus dipercayai oleh orang-orang yang terlibat didalamnya. Cerita tersebut awalnya dibincangkan dalam kelompok dan kemudian disebarkan ke dalam kelompok yang lebih luas atau masyarakat.

Tujuan dari teori konvergensi simbolik ini adalah berusaha menerangkan bagaimana orang–orang secara kolektif membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses pertukaran pesan. Kesadaran simbolik yang terbangun dalam proses tersebut kemudian menyediakan semacam makna, emosi dan motif untuk bertindak bagi orang-orang yang terlibat didalamnya. Adapun fungsi dari teori ini adalah untuk mengurangi ketegangan di dalam suatu kelompok, menguatkan ikatan emosional antara orang-orang yang terlibat di dalam suatu kelompok, dan menbentuk rantai fantasi yang kohesif.

Asumsi dasar dari teori konvergensi simbolik ini dapat menjadi landasan dalam membahas mengenai faktor dan dampak dari kekerasan verbal yang terjadi di lingkungan pergaulan kampus mahasiswa teknik sipil universitas lampung. Dimana


(45)

27

realitas diciptakan melalui komunikasi, komunikasi dapat menciptakan realitas yang melalui pengaitan kata-kata yang digunakan dengan pengalaman hidup atau pengetahuan yang diperoleh. Peneliti berasumsi bahwa kekerasan verbal yang terjadi merupakan sebuah kebiasaan yang menjadi budaya karena dilakukan secara terus menerus dengan memberikan sebuah contoh pengalaman yang lalu secara persuasif.

4.2 Konsep The Banality of Evil Hannah Arendt.

Dalam Stanford Encyclopedia of Philosophy menerangkan, Hannah Arendt adalah seorang filsuf politik ternama di abad keduapuluh. Ia lahir pada 1906 di Hanover, Jerman, dan meninggal di New York pada 1975. Pada 1924 ia belajar di Universitas Marburg, Jerman, dan berjumpa dengan Martin Heidegger. Pada masa itu Heidegger sudah dikenal sebagai salah satu filsuf besar di dalam Sejarah Filsafat. Pemikirannya tentang fenomenologi ada (phenomenology of being) memicu diskusi filosofis di berbagai universitas di Eropa dan Amerika. Walaupun sebentar perjumpaan Arendt dengan Heidegger amat mempengaruhi pemikiran filsafat Arendt. Kisah cinta mereka pun menjadi legendaris di kalangan para filsuf, sampai sekarang ini. Ia belajar di Marburg selama setahun, lalu pindah ke Freiburg. Di Freiburg Arendt belajar di bawah Edmund Husserl. Pada 1926 ia pindah ke Universitas Heidelberg untuk belajar di bawah Karl Jaspers, seorang filsuf Jerman ternama. Arendt dan Jaspers menjalin persahabatan yang amat dekat dan panjang. Pada 1933 karena Hitler memperoleh kekuasaan politik tertinggi di Jerman, Arendt terpaksa meninggalkan Jerman, lalu


(46)

pergi ke Polandia, Swiss, dan kemudian Paris, Prancis. Di sana ia tinggal selama 6 tahun, dan bekerja sebagai pendamping para pengungsi.

Pada 1941 Arendt dipaksa untuk keluar dari Paris, dan pindah ke New York, Amerika Serikat bersama keluarganya. Di New York Arendt langsung terlibat di dalam dunia intelektual di sana, dan berpartisipasi di dalam pembuatan jurnal ilmu-ilmu sosial yang amat berpengaruh pada masa itu, yakni Partisan Review. Setelah perang dunia kedua berakhir, ia menjadi dosen, dan mengajar di beberapa universitas di Amerika. Diantaranya adalah Princeton, Berkeley, dan Chicago. Namun Arendt sendiri lebih dikenal sebagai salah satu pemikir New School of Social Research. Ia menjadi professor filsafat politik di sana sampai pada 1975. Ia juga menghasilkan buku-buku filsafat yang amat inspiratif, mulai dari The Origins of Totalitarianism, Eichmann in Jerusalem, dan The Human Condition.

Eichmann in Jerusalem “A Report on the Banality of Evil” akan menjadi landasan dalam fokus peneliti membahas mengenai Banalitas Kejahatan (the banality of evil), yang didasarkan pada persidangan Adolf Eichmann di Jerusalem. Seorang tentara Nazi yang melarikan diri di Argentina. Ia dibawa ke Israel untuk diadili atas kejahatannya selama perang dunia kedua terkait dengan pembunuhan orang-orang Yahudi di kamp-kamp konsentrasi Jerman. Tugas utamanya sebagai prajurit adalah mengatur transportasi jutaan orang Yahudi dari seluruh Eropa ke dalam kamp-kamp konsentrasi buatan Nazi. Dan dalam hal ini, ia menjalankan tugasnya dengan amat baik. Setelah perang usai ia pergi ke Argentina, dan hidup sebagai orang biasa dengan identitas palsu. Konon pemerintah setempat mengetahui hal ini, dan tetap bersikap


(47)

29

diam. Pemerintah Israel tidak berhasil melakukan perundingan terkait dengan extradisi tahanan dari Argentina. Intel mereka pun bermain. Setelah Eichmann sampai Israel, pemerintah Israel membuka sebuah sidang publik yang bersifat terbuka.

Hannah Arendt mendengar berita itu. Ia pun mengajukan diri sebagai reporter atas pengadilan itu kepada editor kepalanya di The New Yorker, William Shawn. Shawn menyetujuinya. Arendt pun pergi ke Yerusalem untuk meliput sidang Eichmann tersebut mulai dari 11 April 1961 sampai 14 Agustus 1961.

Setelah mengikuti siding tersebut sampai selesai, Hannah Arendt menilai bahwa orang-orang biasa, dengan wajah dan pikiran yang seringkali amat lurus, mampu melakukan kejahatan brutal terhadap manusia lainnya, tanpa merasa benci ataupun merasa bersalah. Pandangannya ini ditulis di dalam publikasi hasil laporan terhadap siding tersebut yang diterbitkan pada 1963 dengan judul Eichmann in Jerusalam, A Report on the Banality of Evil”.

Argument Hannah Arendt dalam bukunya mengenai banalitas kejahatan yaitu suatu kondisi dimana kekerasan tidak lagi dianggap sebagai kekerasan, melainkan sebagai sesuatu yang wajar dan biasa saja. Bahwa apa yang tertanam dalam orang-orang yang menjadi pelaku kekerasan ini hanyalah pengertian untuk terlibat ke dalam suatu yang


(48)

bersejarah. Inilah apa yang dilihat dan ditangkap Arendt melahirkan suatu gagasan tentang kekerasan yang banal atau kekerasan yang wajar.1

Hasil pengamatan Arendt mengenai Eichmann bahwa ia bukanlah orang yang bodoh, yang menjadi penyakit adalah ketidak berpikiran. Tidak berpikir berbeda sama sekali dengan bodoh. Orang bisa saja amat cerdas, namun tidak menggunakan kecerdasannya itu secara maksimal untuk berpikir secara menyeluruh. Dan karena tidak berpikir, ia seringkali tidak sadar bahwa tindakannya itu merupakan suatu kejahatan. Maka salah satu hal yang mendasar yang dibutuhkan untuk menjadi penjahat adalah ketidakberpikiran. Ketidakberpikiran membuat suatu tindakan menjadi terasa wajar, termasuk tindakan yang mengerikan.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Arendt dalam Stanford encyclopedia of philosophy. Hal yang dapat menjadi pelajaran dari pengadilan Eichmann di Yerusalem, ketidakberpikiran adalah sisi gelap manusia yang menjadi sumber dari lahirnya kejahatan. Arendt yakin banyak orang seperti Eichmann. Mereka bukan orang gila, bukan orang kejam. Mereka hanyalah orang-orang yang amat normal, dan karena normalitasnya, mereka menjadi menakutkan. Mereka adalah orang-orang yang tidak berpikir.2

1….Einchmann was ambitious and eager to rise in the ranks,…. It was his “banality” that predisposed

him to become one of the greatest criminals of his time, Arendt Claims. (Arrendt,Hannah.2006.

Eichmann in Jerusalam, A Report on the Banality of Evil. USA:Penguin Group. Hal15)

2

He was not stupid. It was sheer thoughtlessness – something by no means identical with stupidity –

that predisposed him to become one of the greatest criminals of that period.”


(49)

31

Konsep the banality of evil peneliti gunakan untuk menganalisis kekerasan verbal yang dilakukan oleh senior terhadap junior pada mahasiswa Teknik Sipil Universitas Lampung. Mereka adalah mahasiswa berpendidikan, cerdas tapi tindakan kekerasan yang dilakukan pada masa Propti dan Makrab tidak menunjukkan mereka adalah mahasiswa terdidik. Mereka menganggap kekerasan yang mereka lakukan adalah hal yang wajar, karena alasan satu dan lain hal yang menjadi latarbelakang mereka melakukan kekerasan verbal terhadap mahasiswa baru. Bagaimanapun, kekerasan adalah hal yang tidak baik.

Konsep ini menerangkan seseorang melakukan kekerasan adalah bukan karena mereka bodoh atau tidak cerdas, melainkan mereka yang malas berfikir kritis cenderung irasional. Peneliti berasumsi bahwa kekerasan verbal yang terjadi pada masa Propti atau Makrab di jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bukan karena mereka tidak cerdas, hanya saja mereka malas berfikir, ikut terlibat langsung dalam tindak kekerasan verbal karena ingin berkontribusi terhadap sebuah kegiatan yang menjadi tradisi dan akan menjadi sejarah di jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung

.

5. Tinjauan tentang Mahasiswa 5.1Definisi Mahasiswa

Mahasiswa atau Mahasiswi adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas atau perguruan tinggi. Mahasiswa secara harfiah adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau


(50)

akademi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah mereka yang sedang belajar di perguruan tinggi. Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan keerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi.

Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi otomatis dapat disebut sebagai mahasiswa. Mahasiswa dalam sebuah perguruan tinggi di klasifikasikan menjadi 2. Mahasiswa senior dan mahasiswa senior, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian mahasiswa senior adalah individu yang lebih matang dalam pengalaman dan kemampuan serta usia, sedangkan mahasiswa junior adalah individu yang lebih muda dalam kedudukan, keanggotaannya, serta usia. Tetapi pada dasarnya makna mahasiswa tidak sesempit itu. Terdaftar sebagai pelajar di sebuah perguruan tinggi hanyalah syarat administratif menjadi mahasiswa. Menjadi mahasiswa mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar masalah administratif. Kualitas berikutnya yang harus dimiliki mahasiswa adalah kreativitas.

Definisi dari kreativitas atau kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk membuat produk atau kombinasi baru berdasarkan data atau informasi yang tersedia, dilakukan melalui kegiatan menemukan berbagai kemungkinan solusi serta didasarkan pada kriteria kelancaran, keaslian, keluwesan, kemampuan mengelaborasi,


(51)

33

dan mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan kombinasi baru yang dihasilkan. Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Pengertian mahasiswa tidak bisa diartikan kata per kata, Mahasiswa adalah Seorang agen pembawa perubahan. Menjadi seorang yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh suatu masyarakat bangsa di berbagai belahan dunia.

5.2Karakteristik Mahasiswa

Karakteristik mahasiswa secara umum yaitu stabilitas dalam kepribadian yang mulai meningkat, karena berkurangnya gejolak - gejolak yang ada didalam perasaan. Mereka cenderung memantapkan dan berpikir dengan matang terhadap sesuatu yang akan diraihnya, sehingga mereka memiliki pandangan yang realistik tentang diri sendiri dan lingkungannya.

Selain itu, para mahasiswa akan cenderung lebih dekat dengan teman sebaya untuk saling bertukar pikiran dan saling memberikan dukungan, karena dapat kita ketahui bahwa sebagian besar mahasiswa berada jauh dari orang tua maupun keluarga. Karakteristik mahasiswa yang paling menonjol adalah mereka mandiri, dan memiliki prakiraan di masa depan, baik dalam hal karir maupun hubungan percintaan. Mereka akan memperdalam keahlian dibidangnya masing-masing untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja yang membutuhkan mental tinggi.


(52)

5.3Peran dan Fungsi Mahasiswa

Sebagai mahasiswa berbagai macam labelpun disandang, ada beberapa macam label yang melekat pada diri mahasiswa, misalnya:

1. Direct Of Change, mahasiswa bisa melakukan perubahan langsung karena sumber daya manusianya yang banyak.

2. Agent Of Change, mahasiswa agen perubahan, maksudnya sumber daya manusia untuk melakukan perubahan.

3. Iron Stock, sumber daya manusia dari mahasiswa itu tidak akan pernah habis. 4. Moral Force, mahasiswa itu kumpulan orang yang memiliki moral yang baik. 5. Social Control, mahasiswa itu pengontrol kehidupan sosial,contoh mengontrol kehidupan sosial yang dilakukan masyarakat.

Namun secara garis besar, setidaknya ada 3 peran dan fungsi yang sangat penting bagi mahasiwa, yaitu :

Pertama, peranan moral, dunia kampus merupakan dunia di mana setiap mahasiswa dengan bebas memilih kehidupan yang mereka mau.

Disinilah dituntut suatu tanggung jawab moral terhadap diri masing-masing sebagai indidu untuk dapat menjalankan kehidupan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan moral yang hidup dalam masyarakat.

Kedua, adalah peranan sosial. Selain tanggung jawab individu, mahasiswa juga memiliki peranan sosial, yaitu bahwa keberadaan dan segala perbuatannya tidak


(53)

35

hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri tetapi juga harus membawa manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Ketiga, adalah peranan intelektual. Mahasiswa sebagai orang yang disebut-sebut sebagai insan intelek haruslah dapat mewujudkan status tersebut dalam ranah kehidupan nyata. Dalam arti menyadasri betul bahwa fungsi dasar mahasiswa adalah bergelut dengan ilmu pengetahuan dan memberikan perubahan yang lebih baik dengan intelektualitas yang ia miliki selama menjalani pendidikan.

6. Kerangka Pemikiran

Mahasiswa merupakan aset bangsa yang kelak akan menjadi generasi penerus dalam pembangunan bangsa, sedangkan perguruan tinggi menjadi wahana bagi mahasiswa untuk berkembang dan belajar. Lingkungan perkuliahan dan interaksi antar mahasiswa, menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan mahasiswa di Perguruan Tinggi. Dari beberapa kasus yang terjadi di kalangan mahasiswa seperti pada saat propti, kekerasan tersebut terbawa sampai ke dalam kegiatan sehari–hari di kampus. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati interaksi antar mahasiswa senior dengan mahasiswa junior, dan bentuk kekerasan verbal yang di lakukan oleh mahasiswa senior terhadap junior, serta faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan verbal dan dampaknya bagi mahasiswa junior.

Teori konvergensi simbolik dan konsep The banality of evil, menjadi landasan teori dalam penelitian ini, teori konvergensi simbolik untuk menerangkan bagaimana sebuah kekerasan verbal terjadi dalam lingkungan pergaulan kampus dan bagaimana


(54)

dampaknya. Dan konsep the banality of evil adalah untuk menguraikan kekerasan yang dianggap wajar oleh pelakunya. Dari uraian kerangka pikir di atas, peneliti merumuskan bagan kerangka pikir sebagai berikut:

6.1Bagan Kerangka Pikir Bagan 2. Kerangka Pikir

MAHASISWA SENIOR MAHASISWA JUNIOR

KEKERASAN KOMUNIKASI VERBAL

1. Kekerasan verbal Senior terhadap Junior pada masa Propti dan Makrab.

2. Faktor penyebab kekerasan verbal pada masa Propti dan Makrab

3. Dampak yang ditimbulkan dari kekerasan komunikasi verbal.

4. Kekerasan dianggap hal yang wajar.

Konsep The Banality of

Evil

TEORI KONVERGENSI


(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian

Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang.

Paradigma yang digunakan di dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis adalah paradigma yang hampir merupakan antithesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara / mengelola dunia sosial mereka.

Para peneliti konstruktivis mempelajari berbagai realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi kehidupan mereka dengan yang


(56)

lain. Dalam konstruktivis, setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, penelitian dengan strategi ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan tersebut.

Paradigma konstruktivis memiliki beberapa kriteria yang membedakannya dengan paradigma lainnya, yaitu ontologi, epistemologi, dan metodologi. Dalam level ontologi, Paradigma konstruktivis melihat kenyataan sebagai hal yang ada tetapi realitas bersifat majemuk, dan maknanya berbeda bagi tiap orang. Dalam epistemologi, Peneliti menggunakan pendekatan subjektif karena dengan cara itu bisa menjabarkan pengkonstruksian makna oleh individu. Serta dalam metodologi, paradigma ini menggunakan berbagai macam jenis pengkonstruksian dan menggabungkannya dalam sebuah konsensus. Proses ini melibatkan aspek dialektik, dimana dialektik merupakan penggunaan dialog sebagai pendekatan agar subjek yang diteliti dapat ditelaah pemikirannya dan membandingkannya dengan cara berfikir peneliti. Dengan begitu, harmonitas komunikasi dan interaksi dapat dicapai dengan maksimal.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivis untuk mengetahui pengalaman dan perasaan yang didapatkan oleh junior dari seniornya dalam interaksi pergaulan di perkuliahan dunia kampus sehari – hari.

B. Pendekatan Penelitian


(57)

39

seorang peneliti untuk menginterpretasikan dan menjelaskan suatu fenomena secara holistik dengan menggunakan kata-kata, tanpa harus bergantung pada sebuah angka. Penelitian kualitatif dapat didefinisikan sebagai metodologi kualitatif yang mengacu pada strategi penelitian, seperti observasi partisipan, wawancara mendalam, partisipasi ke dalam aktifitas mereka yang diselidiki, kerja lapangan dan sebagainya, yang memungkinkan peneliti memperoleh informasi mengenai masalah sosial empiris yang hendak dipecahkan.

Pendekatan kualitatif berusaha untuk memahami makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kegiatan subyek di lapangan secara utuh, penelitian ini juga memahami secara langsung obyek yang diteliti di lapangan secara ilmiah dalam rangka memperoleh data-data penelitian.

Dalam hal ini peneliti sebagai key instrument, kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif yakni ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpul data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitian. Pencari tahu alamiah dalam pengumpulan data lebih banyak bergantung pada dirinya sebagai alat pengumpul data.

Pendekatan kualitatif digunakan dengan beberapa pertimbangan:

Pertama, menyesuaikan pendekatan kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda.

Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden.


(58)

Ketiga, pendekatan ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola – pola nilai yang dihadapi. Penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus menerus

disesuaikan dengan kenyataan di lapangan; tidak harus menggunakan desain yang telah disusun secara ketat atau kaku, sehingga tidak dapat diubah lagi.

Ciri – ciri penelitian kualitatif:

a) Latar alamiah berada pada suatu keutuhan, yang tidak dapat dipahami apabila dipilah – pilah dari konteksnya. Konteks sangat menentukan di dalam menetapkan suatu penemuan hasil penelitian memiliki arti bagi konteks yang lainnya; struktur nilai yang muncul pada konteks bersifat determinasi terhadap apa yang hendak dicari dari hasil penelitian.

b) Instrument penelitian kualitatif menekankan pada “manusia” karena hanya manusia yang memahami keterhubungan antara kenyataan – kenyataan empiris di “lapangan” di dalam posisi ini peneliti mengambil peran untuk terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan dari objek yang ditelitinya.

c) Terdapat hubungan yang intern dan intim antara peneliti dengan informan di dalam upaya memperoleh pemahaman yang utuh tentang sesuatu permasalahan yang sedang di kaji. Menempatkan informan sebagai makhluk yang dinamis di dalam pemikiran dan perasaan pada perilaku, cara pandang dan sikap terhadap keadaan yang dihadapi.

d) Analisis kualitatif bersifat induktif, yaitu lebih mengedepankan pada penemuan – penemuan yang bersifat multi dari lapangan penelitian atau yang terdapat di dalam data.


(59)

41

e) Khasanah teori yang dibangun didasari pada pemikiran – pemikiran terbuka pada kenyataan – kenyataan ganda yang dipertimbangkan serba mungkin dihadapi dan ditemui di lapangan penelitian.

f) Data – data yang dikumpulkan dan diolah berupa kata – kata, gambar, dan bukan angka – angka sebagai suatu kepastian bagi sebuah penyimpulan keadaan.

g) Penelitian kualitatif lebih mengutamakan segi proses daripada output dan dimungkinkan bahwa dengan proses akan terlihat hubungan – hubungan yang jelas dari objek yang sedang diteliti dan dapat memberikan gambaran pemaknaan yang utuh.

h) Penelitian kualitatif mendefinisikan validitas, realibilitas, objektivitas dalam versi lain dibandingkan penelitian klasik, desainnya pun bersifat sementara, artinya pembuatan desain bersifat terus menerus yang disesuaikan dengan kenyataan di lapangan.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung atau observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga berkehendak mengadakan akumulasi data dasar.


(60)

yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab -sebab dari suatu gejala tertentu. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan studi deskriptif dan dengan melakukan studi observasi terlebih dahulu.

Dalam studi observasi, para peneliti mengamati, mengukur, dan merekam perilaku serta mengusahakan agar orang yang sedang diamati tidak terganggu. Studi observasi biasanya melibatkan banyak subjek. Studi observasi dilakukan sebagai langkah pertama dalam sebuah rangkaian penelitian. Dalam studi observasi, peneliti menghitung, membuat rata-rata, atau mengukur perilaku secara sistematis.

D. Fokus Penelitian

Fokus Penelitian dalam penelitian kualitatif adalah pokok soal yang hendak di teliti, mengandung penjelasan mengenai dimensi – dimensi apa yang menjadi pusat penelitian dalam hal yang kelak di bahas secara mendalam dan tuntas.

Penentuan fokus memiliki 2 tujuan, yaitu:

1. Membatasi studi dengan menentukan fokus memudahkan penentuan tempat penelitian.

2. Secara efektif menetapkan kriteria inklusi atau memasukkan / mengeluarkan informasi yang ada diperoleh di lapangan untuk menyaring informasi yang masuk.


(61)

43

1. Mengetahui apakah terdapat kekerasan verbal dalam lingkungan pergaulan kampus.

2. Mengetahui dan menjelaskan faktor apakah yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan verbal.

3. Mengetahui dan menjelaskan dampak dari kekerasan verbal yang dilakukan mahasiswa senior terhadap mahasiswa junior dalam lingkungan pergaulan kampus.

E. Penentuan Informan

Teknik pemilihan informan adalah teknik snowball atau dilakukan secara berantai dengan meminta informasi pada orang yang telah diwawancarai atau dihubungi sebelumnya, demikian seterusnya. Melalui teknik snowball subjek aau sampel dipilih berdasarkan rekomendasi orang ke orang yang sesuai dengan penelitian.

Menurut Moleong (2011;132), informan harus memiliki beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan, yaitu:

1. Subjek yang telah lama intensif menyatu dengan suatu kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian peneltian dan ini biasanya ditandai oleh kemampuan memberikan informasi diluar kepala tentang sesuatu yang ditanyakan.


(62)

2. Subjek masih terikat penuh serta aktif pada lingkungan dan kegiatan yang menjadi sasaran penelitian.

3. Subjek mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan untuk dimintain informasi.

4. Subjek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu dan mereka relatif masih lugu dalam memberikan informasi.

Informan dalam penelitian ini adalah mahasiswa junior dengan kriteria masa tempuh kuliah kurang dari 2 tahun atau antara semester 1-4, sedangkan mahasiswa senior dengan kriteria masa tempuh kuliah lebih dari 2 tahun atau dari semester 5 ke atas. Jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang terdiri dari 3 senior dan 3 junior.

Alasan pemilihan informan dalam penelitian ini adalah:

1. Informan mempunyai cukup informasi terkait dengan permasalahan.

2. Informan cukup mewakili mahasiswa senior dan mahasiswa junior teknik sipil Universitas Lampung.

F. Jenis Data

Berdasarkan sumbernya, data penelitian dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.


(63)

45

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi yang didapat dengan melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian, wawancara dengan subjek atau informan penelitian yaitu mahasiswa Teknik Sipil Universitas Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada. Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti laporan, kepustakaan, serta bahan dari internet dan lain – lain.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis pengumpulan data, yaitu:

1. Data Primer a. Observasi

Observasi menurut Herdiansyah (2010;131) adalah sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati serta memotret perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu. Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis. Adapun jenis-jenis observasi


(64)

tersebut diantaranya yaitu observasi terstruktur, observasi tak terstruktur, observasi partisipan, dan observasi nonpartisipan. Dalam penelitian ini, sesuai dengan objek penelitian maka, peneliti memilih observasi partisipan. Observasi partisipan yaitu suatu teknik pengamatan dimana peneliti ikut ambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diselidiki. Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan mencatat langsung terhadap objek penelitian, yaitu dengan mengamati pergaulan antara mahasiswa senior dan junior pada mahasiswa Teknik Sipil Universitas Lampung.

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan untuk lebih mendalami responden secara spesifik yang dapat dilakukan dengan tatap muka ataupun komunikasi menggunakan alat bantu komunikasi. Wawancara itu sendiri dibagi menjadi 3 kelompok yaitu wawancara terstruktur, wawancara semi-terstruktur, dan wawancara mendalam (in-depth interview). Namun dalam penelitian ini, peneliti memilih melakukan wawancara mendalam yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara tersebut mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain.

Alasan menggunakan metode pengambilan data ini adalah karena peneliti ingin memperoleh informasi dan pemahaman dari aktivitas, kejadian, serta pengalaman


(1)

112

yang biasa, normal, dan lumrah. Karena tindakan itu sudah sesuai dengan apa yang menjadi tradisi, dan secara turun-menurun telah diwariskan oleh senior-senior mereka sebelumnya.

3. Banalitas kekerasan tersebut dapat dilihat dari konsep Hannah Arendt The Banality of Evil bahwa akar kekerasan tidak melulu kebencian, dendam, sataupun pikiran kejam. Melainkan sikap patuh buta pada sistem dan aturan yang tidak disertai dengan sikap kritis cenderung irasional.

B. Saran

Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1. Kampus adalah tempat pendidikan ilmiah yang semestinya menghasilkan masyarakat ilmiah dimana setiap tingkah laku dan pola pemikiran menggunakan dasar pemikiran logis baik tidaknya keputusan atas tindakan yang akan diambil. Penggunaan kekerasan sebagai perkenalan siswa baru di lingkungan pendidikan. Menurut peneliti, membentuk sikap disiplin, solidaritas, kepemimpinan, bertanggung jawab, dan tangguh dalam mental bisa dilatih tanpa harus melalui aksi kekerasan dengen membentak atau memaki.

Mahasiswa jurusan Teknik Sipil perlu menerapkan paradigma baru bahwa para mahasiswa bisa menjadi tegar, percaya diri, kreatif, cerdas, dan tidak ”lembek” dengan cara-cara yang manusiawi, misalnya dengan mengajak mereka berdiskusi penuh wawasan baru, mengenalkan kreativitas dan


(2)

113

pengabdian masyarakat kepada mereka, menerapkan suatu kegiatan out bond, untuk menyambut mahasiswa baru di kampus mereka sehingga pada akhirnya Propti akan menjadi sebuah kegiatan yang dirindukan bagi peserta, dan menjadi suatu tantangan bagi penyelenggara, untuk membuat Propti yang berkesan dan jauh dari kekerasan.

2. Penelitian yang saya lakukan hanya berfokus pada kekerasan verbal, faktor yang melatarbelakangi dan dampaknya seputar pelaksanaan kegiatan Propti dan Makrab. Diharapkan kedepannya bisa dilakukan penelitian mengenai komunikasi kelompok diantara mahasiswa Teknik Sipil senior dan junior, karena merupakan suatu bahasan yang menarik untuk diteliti mengenai kohesivitas kelompok dalam interakasi mahasiswa senior dan junior.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arrendt,Hannah.2006. Eichmann in Jerusalam, A Report on the Banality of Evil. USA:Penguin Group.

Arianto. 2012. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.10 Tema-Tema Fantasi dalam Komunikasi Kelompok Muslim-Tionghoa. Sulawesi Tengah : Universitas Tadulako.

Basuki, Sulistyo. 2006. Metode Penelitian. Jakarta:Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Baryadi, Praptomo I.2012.Bahasa, Kekuasaan, dan Kekerasan. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.

Bungin, Burhan. 2008.Sosiologi Komunikasi (Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Departemen Pendidikan Nasional.2011.Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-4.Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Malang : UMM Press.

Hidayat, Dedy N. 2003.Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik Klasik, Jakarta :Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia.

Hikmat, Mahi M,DR. 2011. Metode Penelitian; Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra-Edisi Pertama.Yogyakarta: Graha Ilmu


(4)

Herdiansyah,Haris.2013.Wawancara, Observasi, dan Focus Group. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Kementerian Pendidikan Universitas Lampung.2011.Buku Panduan Program Orientasi Akademik dan Ekstrakurikuler.

Littlejohn, Stephen W, 2009 . Teori Komunikasi Theories of Human Communication edisi 9. Jakarta. Salemba Humanika.

Mulyana, D. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Murniati,2004.Getar Gender Buku Kedua. Magelang : Indonesiatera

Moleong, Lexy. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Nasution. 2003. Metode Research.Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sarwono, Wirawan Sarlito.2011.Teori – teori Psikologi Sosial.Jakarta; PT Rajagrafindo Persada

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.

Suyanto, Bagong & Sutinah. 2011. Metode Penelitian Sosial Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Rohim, Syaiful. 2009. Teori Komunikasi : perspektif, ragam dan aplikasi . Jakarta; Rineka Cipta.

Utomo,Prambudi. 2006. Ospek dan Pengembangan Budaya Akademik. Departemen Pendidikan Nasional UNY.


(5)

Internet:

Dewi, Ratna Siti. 2013. Kekerasan Verbal dalam Film Catatan Harian Si Boy.http://digilib.mercubuana.ac.id_828211529118.pdf

Fakhruddin.2005.OSPEK.http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/1976081720 05011AGUS_FAKHRUDDIN/OSPEK.pdf di akses pada hari Rabu, 25 Februari 2015 Pukul 20.10

Markus M Ningmabin, Mengenali Hakikat Gelar Mahasiswa, http://komapo.org/index.php?option=com_content&view=article&id=77:men genali-hakekat- gelar-mahasiswa&catid=30:komapo-news-edisi-ii&Itemid=53, diakses pada hari Rabu, 18 Februari 2015.

Payumi.2014.Teori Konvergensi Simbolik.

https://www.academia.edu/9357820/konvergensi_simbolik. Diakases pada hari Selasa, 23 Juni 2015.

Totokmaryono.Komunikasi Verbal. http://skp.unair.ac.id/repository/GuruIndonesia/ KomunikasiVerbal_10992.pdf

http://bagustakwin.multiply.com/journal/item/18/Menjadi_Mahasiswa di akses pada hari Senin,12 Januari 2015, Pukul 20.06 wib.

__________.http://cai.elearning.gunadarma.ac.id/webbasedmedia/download.php?fil =teori%20komunikasi%20verbal%20dan%20non%20verbal.pdf.

http://issuu.com/lampungpost/docs/kamis__30_oktober_2014/1 di akses pada hari Jumat, 13Februari 2015, Pukul 17.10 wib.

____________.http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/15/jhptump-a-grizfidias-721-2-babii.pdf di akses pada hariRabu, 18 Februari 2015

____________. http://www.academia.edu/4631795/Peran_dan_Fungsi_Mahasiswa di akses pada hari Senin, 12Januari 2015 Pukul 19.45

__________. Definisi pengertian.com/2012/pengertian-definisi-mahasiswa-menurut-para-ahli diakses pada Senin 12 Januari 2015 Pukul 19.46


(6)

Nurcahyono,Arinto. KEKERASAN SEBAGAI FENOMENA BUDAYA:

SUATU PELACAKAN TERHADAP AKAR KEKERASAN DI

INDONESIA.https://archive.org/stream/KekerasanSebagaiFenomenaBudayaS uatuPelacakanTerhadapAkarKekerasanDi/KekerasanLkti_djvu.txt

http://megapolitan.kompas.com/read/2014/05/05/2027568/Potong.Akar.Budaya.Kek rasn.di akses pada Sabtu 11 April 2015

(http://www.tempo.co/read/news/2013/12/19/063538601/Ini-Alasan-Korban Pelonco-ala-ITN-Akan-Terus-Jatuh) di akses pada Sabtu 11 April 2015