KEANEKARAGAMAN JENIS REPTIL DARAT DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN PESISIR BARAT (STUDI KASUS PLOT PERMANEN UNIVERSITAS LAMPUNG)
KEANEKARAGAMAN JENIS REPTIL DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN PESISIR BARAT
(STUDI KASUS PLOT PERMANEN UNIVERSITAS LAMPUNG)
(Skripsi)
Oleh
ARI WINATA FINDUA
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2015
(2)
KEANEKARAGAMAN JENIS REPTIL DARAT DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN PESISIR BARAT
(STUDI KASUS PLOT PERMANEN UNIVERSITAS LAMPUNG) Oleh
Ari Winata Findua ABSTRAK
Repong Damar di Pekon Pahmungan kecamatan Krui, Kabupaten Pesisir Barat merupakan penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), sehingga memiliki peran penting terhadap kawasan konservasi tersebut. Reptil merupakan salah satu fauna yang terdapat di Pahmungan, penelitian ini menjadi penting dilakukan karena belum tersedianya data mengenai spesies reptil. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2015 yang bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Pesisir Barat (Studi Kasus Plot Permanen Universitas Lampung). Penelitian ini menggunakan metode Visual Encounter Survey (VES). Hasil penelitian keanekaragaman reptil ditemukan 15 spesies reptil dengan jumlah individu 323 yang berasal dari 7 famili dan diperoleh nilai indeks keanekaragaman H’=2,0008 yang termasuk dalam kategori sedang dan indeks kesamarataan J’= 0,927 yang termasuk dalam kategori stabil. Spesies reptil yang sering dijumpai adalah kadal pari (Tachydromus sexlineatus), kadal kebun (Eutropis multifasciata), Kadal Pohon Hijau (Dasia olivacea), Kadal Terbang (Draco obscurus), Cicak Terbang (Draco volans), Tokek (Gecko gecko) dan Cicak Kayu (Hemidactylus frenatus) (n=72, 54, 42, 38, 28, 28,27).
(3)
THE BIODIVERSITY OF REPTILE SPECIES IN REPONG DAMAR PAHMUNGAN VILLAGE WEST COAST
(UNIVERSITY OF LAMPUNG PERMANENT PLOT CASE OF STUDY) By
Ari Winata Findua ABSTRACT
Repong Damar in Pahmungan village, West Coast Regency is a Bukit Barisan Selatan National Park buffers, plays an important role a national preservation zone. Reptile is one of fauna in Pahmungan, the research had to be done
because there wasn’t available data abaut reptiles. The research was conducted on June 2015, the aim of this study was to know the Biodiversity of Reptile Species in Repong Damar, Pahmungan village West Coast (University of Lampung permanent plot case study), The method in this research was used Visual Encounter Survey (VES) method. The result showed, there are 15 reptile species from 7 families (N=323) and biodiversity index H’= 2,008 which included as average category and Index of evenness J’= 0,927 which included as stable. Reptile species often encountered was Tachydromus sexlineatus,
Eutropis multifasciata, Dasia olivacea, Draco obscurus, Draco volans, Gecko gecko and Hemidactylus frenatus (n=72, 54, 42, 38, 28, 28,27).
(4)
KEANEKARAGAMAN JENIS REPTIL DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN PESISIR BARAT
(STUDI KASUS PLOT PERMANEN UNIVERSITAS LAMPUNG)
Oleh
ARI WINATA FINDUA Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA KEHUTANAN
Pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2015
(5)
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Keanekaragaman Jenis Reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui
Kabupaten Pesisir Barat... ... 6
2. Peta Lokasi Penelitian Keanekaragaman Jenis Reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat... ... 16
3. Ptyas korros (Schlegel, 1837) ... 32
4. Ahaetulla prasina (Shaw, 1802) ... 33
5. Bungarus fasciatus (Schneider,1801) ... 34
6. Bungarus flaviceps (Reinhardt, 1843) ... 35
7. Bungarus candidus (Linnaeus, 1758) ... 36
8. Xenochrophis vittatus (Linnaeus, 1758) ... 37
9. Dasia olivacea (Gray, 1839) ... 38
10. Lygosoma quadrupes (Linnaeus, 1766) ... 39
11. Eutropis multifasciata (Kuhl, 1820) ... 40
12. Takydromus sexlineatus (Daudin, 1802) ... 41
13. Draco obscurus (Boulenger, 1887) ... 42
14. Draco volans (Linnaeus, 1758) ... 43
15 Bronchocela jubata ... 44
16. Hemidactylus frenatus (Duméril & Bibron, 1836) ... 45
17. Gekko gecko ... 46
18. Histogram indeks keanekaragaman (H’) reptilper hari di Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat (Plot Permanen Universitas Lampung) bulan Juni 2015 ... 47
(6)
v
19. Histogram indeks kesamarataan (J’) reptil per hari di Desa Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat (Plot
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Kerangka Pemikiran ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Keanekaragaman Hayati ... 7
B. Reptil ... 8
C. Habitat ………. ... 10
D. Repong Damar ... 11
E. Ciri-Ciri Reptil ... 12
F. Persebaran Reptil ... 13
(8)
ii
III. METODE PENELITIAN ... 16
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 16
B. Alat dan Bahan ... 16
C. Batasan Penelitian ... 17
D. Jenis Data ... 17
E. Metode Pengumpulan Data ... 19
F. Analisis Data ... 20
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 22
A. Kecamatan Pesisir Tengah ... 22
B. Pekon Pahmungan ... 23
C. Repong Damar di Pekon Pahmungan ... 24
a. Proses Pembentukan Repong Damar ... 25
b. Alur Penjualan Hasil Repong Damar ... 27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
A. Hasil Penelitian ... 28
1. Keanekaragaman Spesies Repti ... 28
2. Tingkat Keanekaragaman Spesies ... 29
B. Pembahasan ... 31
1. Keanekaragaman Spesies Reptil ... 31
2. Tingkat Keanekaragaman Spesies ... 46
(9)
iii
4. Pemanfaatan Reptil dan Ancaman Konservasinya... 52
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN
(10)
iv
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Sebaran penggunaan lahan masyarakat di Pekon Pahmungan... 23 2. Spesies-spesies reptil yang terdapat di Repong Damar Pekon
Pahmungan Kabupaten Pesisir Barat... ... 28 3. Spesies reptil yang terinventarisir selama 12 hari pengamatan di Repong
Damar Pekon Pahmungan Kabupaten Pesisir Barat (Plot Permanen
Universitas Lampung)... ... 29 4. Indeks struktur komunitas reptil di Pekon Pahmungan Kabupaten
Pesisir Barat (Plot Permanen Universitas Lampung) ... 30 5. Jenis vegetasi di Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah
(11)
(12)
(13)
MOTO
Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan
memudahkan baginya jalan ke surga
(HR Muslim)
Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keringanan. Karena itu bila kau
sudah selesai (mengerjakan yang lain). Dan berharaplah kepada Tuhanmu
(Q.S Al Insyirah : 6-8)
Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya; hidup di tepi jalan dan
dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah
(Abu Bakar sibli)
Jadilah pribadi yang menyenangkan, Agar engkau menjadi orang yang
selalu diingat semua orang
(14)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, dalam kerendahan hati ini ku dedikasikan karya sederhanaku ini kepada Ayahanda (Zainal Arifin A) dan Ibundaku (Laura Herawati) tercinta yang tak pernah lelah memberikan do’a, kasih sayang, segala dukungan dan semangat yang luar biasa serta cinta kasih yang tiada terhingga. Semoga ini dapat menjadi langkah awal untuk dapat membuat kalian bahagia dan bangga kepadaku.
Ayukku tercinta Sefri Mandasari, sosok luar biasa dalam hidup yang selalu memberiku motivasi, semangat dan mengajarkanku kerasnya hidup dan keluarga besarku yang senantiasa menantikan keberhasilanku, serta Sartika terima kasih atas nasehat, semangat, doa, dan dukungan selama ini.
Sahabat-sahabatku yang tak kenal lelah berjuang bersama dan membantu dalam pembuatan skripsi ini Reinhart Christian N.P, Andry Setiyawan Aryanto, Anggih Pararinarno, Roby Angger Kesuma, Dea Andhari Resphaty, Erna Mayasari. Serta keluarga besar se-angkatan 2011 “FOREVER”, rekan di Himasylva, abang/mbak dan adik tingkat terima kasih atas bantuan dan motivasinya selama ini mulai dari awal kita berjumpa satu sama lain sampai dengan sekarang.
(15)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 26 Mei 1993, merupakan anak ke dua dari dua bersaudara pasangan Zainal Arifin dan Ibu Laura Herawati. Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Permata Biru Sukarame dan selesai pada tahun 1999, selanjutnya penulis menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Sukarame diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 10 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 10 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011. Penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Selama kuliah penulis melaksanakan Praktek Umum (PU) di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah pada bulan Juni hingga Agustus 2014. Selanjutnya, pada bulan Januari hingga Maret tahun 2015 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Eka Mulya Kecamatan Mesuji Timur Kabupaten Mesuji. Pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 penulis dipercayai menjadi asisten dosen mata kuliah Analisis Keanekaragaman Hayati. Selain menjalani perkuliahan sebagai peningkatan hardskill penulis juga aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan sebagai wadah pembelajaran dan peningkatan kapasistas softskill. Pada tahun
(16)
2011 penulis terdaftar sebagai anggota muda Himpunan Mahasiswa Jurusan Kehutanan (Himasylva) dan tahun 2012 hingga 2015 terdaftar menjadi anggota utama. Pada periode tahun 2013-2014 penulis terpilih menjadi anggota pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Kehutanan (Himasylva) sebagai anggota bidang pengkaderan dan penguatan organisasi.
(17)
(18)
(19)
SANWACANA
Asslamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat teriring salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Alhamdulillah, atas izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul ” Keanekaragaman Jenis Reptil Di Repong Damar Pekon Pahmungan Pesisir
Barat (Studi Kasus Plot Permanen Universitas Lampung)" skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang ada pada penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna langkah penulis berikutnya yang lebih baik. Namun terlepas dari keterbatasan tersebut, penulis mengharapkan skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan kemurahan hati dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. Rektor Universitas Lampung
sekaligus sebagai pembimbing pertama yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.
2. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, motivasi dan petunjuk kepada penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.
(20)
3. Ibu Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut, M.P. Sekertaris Jurus Kehutanan Fakultas Pertanian sekaligus sebagai dosen penguji atas saran dan kritik yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
5. Tim Penelitian (Reinhart, Andry, Anggih, Roby, Erna, Maya, Rio).
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung, 31 Oktober 2015
Ari Winata Findua
(21)
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung di hutan Indonesia meliputi 12% spesies mamalia dunia, 7,3% spesies reptil dan amfibi, serta 17% spesies burung dari seluruh dunia. Tingginya keanekaragaman hayati tersebut sangat dipengaruhi oleh posisi Indonesia yang berada di wilayah tropis serta terletak di antara dua wilayah biogeografi yaitu Indo Malaya dan Australian. Keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang dimiliki merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Lebih dari 6.000 jenis tumbuhan dan satwa yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia baik yang berasal dari alam maupun hasil budidaya (Bappenas, 1993). Jumlah dan persebaran spesies satwa liar dapat menjadi ukuran kealamian hidupan liar. Satwaliar menjadi refleksi kondisi ekologi dan perubahan-perubahan yang terjadi sepanjang waktu (Wiratno, Sasmitawidjaya, Kushardanto dan Lubis 2004). Spesies kelompok herpetofauna (reptil dan amfibi) telah digunakan sebagai indikator suatu ekosistem dari waktu ke waktu, dikarenakan kelompok satwa ini menempati posisi penting dalam ekosistem, baik sebagai pemangsa maupun mangsa.
(22)
2
Repong Damar adalah salah satu contoh keberhasilan masyarakat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan melalui kearifan lokal yang terus terjaga hingga saat ini. Repong Damar merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat lokal dalam menyebut kebun damar. Repong Damar tidak hanya terdiri dari jenis damar saja melainkan terdapat jenis tumbuhan lain seperti durian, duku, manggis, jenis kayu-kayuan, semak belukar dan tanaman obat (Winarti, 2013). Salah satu contoh Repong Damar yaitu terdapat di Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, Propinsi Lampung. Secara geografis letak Pekon Pahmungan berada di tepi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), sehingga memiliki peran penting sebagai penyangga kawasan pelestarian alam tersebut. Keanekaragaman jenis satwa di Repong Damar terdiri dari jenis aves 16 jenis (Firdaus, Setiawan dan Rustiati, 2014), mamalia, primata, reptil dan amphibi. Setiap jenis mempunyai peluang yang sama dalam setiap perjumpaannya. Selain mengetahui kebiasaan hidupnya, penting juga memprediksikan jenis yang dijumpai berdasarkan makro habitatnya yaitu akuatik, teresterial, fossorial atau arboreal (Mistar, 2003; Amri, Nurdjali dan Siahaan, 2015).
Reptil merupakan salah satu fauna yang terdapat di wilayah Indonesia, menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki kekayaan jenis reptil paling tinggi di dunia, lebih dari 600 jenis reptil terdapat di Indonesia (Bappenas, 1993), pulau Sumatera memiliki 300 jenis reptil dan amfibi dan 23% diantaranya merupakan jenis endemik (Conservation International, 2001). Menurut Jasin (1984), nama reptil diambil dari cara hewan berjalan (latin: reptum = melata atau merayap) dan studi tentang reptil disebut Herpetology
(23)
3
(Yunani: creptes = reptil). Reptil merupakan sekelompok vertebrata yang menyesuaikan diri di tanah yang kering. Penandukan atau cornificatio kulit dan squama atau carpace untuk menjaga banyak hilangnya cairan dari tubuh pada
tempat yang kasar. Penyebaran reptil di dunia dipengaruhi jumlah cahaya
matahari pada daerah tersebut. Jenis reptil yang terdapat di Indonesia berasal dari Ordo Testudinata, Squamata (kadal dan ular), dan Crocodylia. Phyton
misalnya terdapat di daerah-daerah tropis, hanya terdapat di rawa-rawa, sungai atau sepanjang pantai. Penyu terbesar terdapat di laut dan kura-kura darat raksasa terdapat di kepulauan. Kadal dan ular umumnya terrestrial, tetapi ada yang menempati karang-karang atau pohon (Halliday dan Adler, 2000).
Perubahan kondisi habitat seperti konversi lahan akan berpengaruh terhadap keanekaragaman satwaliar yang terdapat di dalamnya. Selama ini penelitian reptil telah dilakukan di berbagai lokasi di Indonesia, namun penelitian mengenai keanekaragaman jenis reptil di wilayah Sumatera khususnya Lampung belum banyak dilakukan. Menurut Das (1997), kelengkapan informasi merupakan faktor esensial dalam menyusun rencana konservasi dan strategi pengelolaan sumber daya alam hayati. Perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman jenis reptil di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah Krui, Kabupaten Pesisir Barat yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi.
(24)
4
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana keanekaragaman jenis reptil di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah Krui, Kabupaten Pesisir Barat.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi keanekaragaman jenis reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Pesisir Barat (Plot Permanen Universitas Lampung).
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi mengenai keanekaragaman jenis reptil sebagai bahan pertimbangan dalam ekologi reptil.
2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah bagi pelestarian dan perlindungan reptil untuk dinas instansi terkait dan untuk dasar penelitian lanjutan.
E. Kerangka Pemikiran
Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Pesisir Barat dengan luas hamparan hijau yang dominan berupa repong damar itu ditaksir telah melampaui 10.000 ha. Pengelolaan Repong Damar di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) adalah salah satu contoh pengelolaan lahan hutan yang perlu mendapat perhatian. Hal ini karena,
(25)
5
Repong Damar merupakan salah satu contoh keberhasilan agroforestri yang dikelola oleh masyarakat lokal yang pada umumnya masih sangat tradisonal.
Data mengenai keanekaragaman reptil di kawasan hutan rakyat Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Pesisir Barat belum ada, sehingga perlu dilakukan penelitian dasar untuk mengetahui keanekaragaman reptil di dalam ekosistem tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Visual Encounter Survey
(VES) atau Survei Perjumpaan Visual (Heyer, Donnelly, McDiarmid, Hayek dan Foster, 1994). Metode ini dikombinasikan dengan metode Line Transek
(transek sampling) (Kusrini, Endarwin, Ul-Hasanah dan Yazid, 2007). Pelaksanaan pengamatan dilakukan sepanjang jalur transek yaitu satu km yang dibagi ke dalam 10 titik sampling (100 meter/titik) yang sudah ditentukan, yaitu plot permanenUniversitas Lampung.
Penelitian dilakukan dengan mencari reptil yang di atas vegetasi dan juga yang bersembunyi di balik kayu rebah, batu atau serasah, untuk periode waktu tertentu, dan untuk mencari satwa yang disurvei. Metode Visual Encounter Survey (VES) dilakukan pada titik sampling yang telah ditentukan untuk pengamatan, kemudian mencatat perjumpaan dengan reptil, parameter yang diukur yaitu jenis, jumlah, waktu, dan aktivitas reptil (Agoes, 2013). Pengamatan dilakukan selama + 66 menit, 60 menit untuk pengamatan di setiap titik dan enam menit waktu untuk berjalan ke titik pengamatan selanjutnya. Setiap jenis reptil yang dijumpai dicatat dengan segala bentuk aktivitasnya. Pengamatan dilakukan pagi hari pukul 06.00-17.00 WIB.
(26)
6
Diagram alir kerangka pemikiran keanekaragaman jenis reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Kabupaten Pesisir Barat disajikan pada (Gambar 1).
Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran keanekaragaman jenis reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Kabupaten Pesisir Barat Juni 2015.
Repong Damar
Satwa Liar
Perlu Penelitian Reptil
Metode Desa Pahmungan
Visual Encounter Survey dan line transect
Studi Pustaka Rapid assessment
Identifikasi Jenis Reptil Jumlah dan Jenis Spesies
(Selama Pengamatan) -Indeks Keanekaragaman
-Indeks Kesamarataan -Indeks Kesamaan Antar
Habitat
Keanekaragaman Reptil Komposisi Penyusun Vegetasi
(27)
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies, antara spesies dengan ekosistem (Konvensi Persatuan Bangsa Bangsa, 1994).
Menurut Indrawan, Primack, dan Supriatna (2007), keanekaragaman hayati dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan:
1. Keanekaragaman spesies. Semua spesies di bumi, termasuk bakteri dan protisia serta spesies dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur, hewan, yang bersel banyak atau multiseluler).
2. Keanekaragaman genetik. Variasi genetik dalam satu spesies, baik diantara populasi-populasi yang terpisah secara geografis, maupun di antara individu-individu dalam satu populasi.
3. Keanekaragaman komunitas. Komunitas biologi yang berbeda serta asosiasinya dengan lingkungan fisik (ekosistem) masing-masing.
(28)
8
Keanekaragaman spesies atau jenis dapat digunakan untuk menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakan secara numerik sebagai indeks keragaman. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas semakin stabil. Gangguan yang parah menyebabkan penurunan yang nyata dalam keragaman (Michael, 1994: Firdaus dkk, 2014).
B. Reptil
Reptil merupakan sekelompok vertebrata yang menyesuaikan diri di tempat yang kering. Penandukan atau cornificatio kulit dan squama atau carpace untuk menjaga banyak hilangnya cairan dari tubuh pada tempat yang kasar (Jasin, 1984).
Menurut Savage (1998), reptil memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Animalia
Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas : Reptilia Sub Kelas : Eureptilia
Super Ordo : Lepidosauria, Testudines, Archosauria
Ordo :Testudines, yaitu kura-kura; Squamata, yaitu kadal, ular, dan amphisbaenia; Rhynchocephalia, yaitu Tuatara dan Crocodylia, yaitu buaya.
(29)
9
Reptil memiliki sejumlah ciri khusus, misalnya: tubuh mereka yang tertutupi oleh struktur yang disebut “sisik”. Reptil merupakan hewan berdarah dingin, yang berarti tidak dapat menghasilkan panas pada tubuh sendiri, sehingga membutuhkan sinar matahari langsung untuk menghangatkan tubuh, serta berkembang biak dengan cara bertelur (Hikmah, 2011).
Reptil merupakan kelompok hewan ectothermic, yaitu hewan yang suhu tubuhnya sangat tergantung pada suhu lingkungan di sekitarnya. Reptil membutuhkan sumber panas dari luar tubuhnya untuk meningkatkan suhu tubuh agar dapat beraktivitas secara normal. Untuk meningkatkan suhu tubuh hingga mencapai suhu yang sesuai, biasanya reptil berjemur di bawah sinar matahari atau menyerap panas dari permukaan batu atau tanah yang hangat. Sebaliknya untuk menurunkan suhu tubuhnya atau mengatur suhu tubuhnya agar tetap optimum, reptil biasanya berlindung di bawah naungan atau mengubah bentuk tubuhnya untuk mengurangi penguapan. Regulasi suhu tubuh tersebut sangat ideal bagi reptil yang hidup di daerah tropik namun sangat tidak menguntungkan bagi reptil di daerah dingin (Ario, 2010).
Menurut Bauer (1998), ordo Squamata dibagi lebih lanjut menjadi tiga sub ordo, yaitu: Sauria/Lacertilia atau kadal; Amphisbaenia; dan Serpentes/Ophidia atau ular. Kadal merupakan kelompok terbesar dalam reptil. Kadal terdiri dari 3.751 jenis dalam 383 genus dan 16 famili, atau 51% dari seluruh jenis reptil (Halliday dan Adler, 2000). Amphisbaenia terdiri dari empat famili dan dibagi menjadi 21 genus dan 140 jenis, atau sekitar 2% dari seluruh reptil. Ular atau Serpentes terdiri dari
(30)
10
2,389 jenis, 471 genus, 11 famili atau sekitar 42% dari seluruh jenis reptil (Halliday dan Adler, 2000).
Herpetofauna di Indonesia tidak banyak dikenal, baik dari segi taksonomi, ciri-ciri biologi, maupun ekologinya. Informasi tentang daerah penyebaran suatu jenis sangat sedikit. Iskandar dan Erdelen (2006), menyatakan informasi terbaru dari hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan memperlihatkan jumlah tersebut masih jauh di bawah keadaan yang sebenarnya. Kemungkinan besar Indonesia merupakan negara dengan jumlah amfibi dan reptil terbesar di dunia namun penelitian amfibi dan reptil di Indonesia jauh lebih lambat bila dibandingkan dengan negara tetangga.
C. Habitat
Habitat merupakan suatu lingkungan tertentu dengan kondisi tertentu dimana suatu spesies atau komunitas hidup. Habitat yang baik akan mendukung perkembangbiakan organisme yang hidup di dalamnya secara normal. Habitat memiliki kapasitas tertentu untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu organisme. Kapasitas untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu organisme disebut daya dukung habitat (Irwanto, 2006).
Satwa liar membutuhkan pakan, air, dan tempat berlindung dalam hidupnya dari panas matahari dan pemangsa serta tempat untuk bersarang, beristirahat dan memelihara anaknya. Seluruh kebutuhan tersebut diperolehnya dari lingkungan atau habitat di mana satwa liar hidup dan berkembangbiak. Suatu habitat yang baik akan
(31)
11
menyediakan seluruh kebutuhan satwa liar untuk hidup dan berkembangbiak secara normal, sehingga menjamin kelestarian satwa liar tersebut dalam jangka panjang. Reptil dapat hidup di dalam dan di permukaan tanah, celah-celah batu, di bawah puing-puing, tajuk pohon, padang rumput, gurun pasir, rawa, danau, sungai dan laut (Duellman dan Heatwole, 1998).
Menurut Margareta, Rahayuningsih, dan Abdullah (2012), gangguan manusia secara tidak langsung dapat terjadi pada habitatnya. Makin meningkatnya aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam, mengakibatkan berubahnya komposisi organisme di dalam ekosistem, yang pada gilirannya menjadi ancaman bagi kehidupan fauna. Pada umumnya hewan akan meninggalkan habitatnya yang telah berubah, bahkan dapat mati karena tidak dapat menemukan makanan yang cocok.
D. Repong Damar
Pengelolaan Repong Damar di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) adalah salah satu contoh pengelolaan lahan hutan yang perlu mendapat perhatian. Hal ini karena, Repong Damar merupakan salah satu contoh keberhasilan agroforestri yang dikelola oleh masyarakat lokal yang pada umumnya masih sangat tradisional. Pekon Pahmungan terletak di tepi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan merupakan hutan lindung yang sudah dimanfaatkan untuk wisata ekologi. Repong damar merupakan istilah yang digunakan masyarakat lokal dalam menyebut kebun damar. Alasan masyarakat menggunakan istilah repong
(32)
12
adalah karena indentik dengan monokultur, sedangkan Repong Damar tidak hanya terdiri dari damar saja melainkan terdapat jenis tanaman lainya seperti durian, duku, manggis, semak belukar, kayu-kayuan, obat-obatan dan lain sebagainya (Winarti, 2013). Repong Damar menggunakan sistem pengelolaan tanaman perkebunan yang dibudidayakan dan dikelola oleh masyarakat Lampung Krui (Mulyani, 2008). Luas hamparan hijau yang dominan berupa repong damar itu ditaksir telah melampaui 10.000 ha dan menghasilkan resin damar sekitar 10.000 ton pada tahun 1994 (Michon & de Foresta, 1994).
E. Ciri-Ciri Reptil
Reptil memiliki ciri-ciri khusus (Hikmah, 2011):
1. Tubuh dibungkus oleh kulit kering yang menanduk (tidak licin) biasanya dengan sisik beberapa ada yang memiliki kelenjar di permukaan kulit.
2. Mempunyai dua pasang anggota yang masing-masing mempunyai lima jari dengan kuku-kuku yang cocok untuk lari, mencengkram, dan naik pohon.
3. Skeleton mengalami penulangan secara sempurna tempurung kepala mempunyai satu occipital condyl.
4. Jantung tidak sempurna, terdiri atas empat ruangan.
5. Pernafasan selalu dengan paru-paru pada penyu bernafas dengan kloaka. 6. Suhu tubuh tergantung pada lingkungan.
(33)
13
7. Fertilisasi terjadi dalam tubuh, biasanya memiliki alat kopulasi, berselaput kulit lunak atau bercangkok tipis.
Reptil adalah hewan bertulang belakang yang bersisik dan bernapas dengan paru-paru. Ciri utama reptil adalah tubuhnya yang ditutupi dengan sisik-sisik rata atau berduri yang berfungsi untuk mengatur sirkulasi air melalui kulitnya. Berbeda dengan ikan, sisik reptil tidak saling terpisah. Sisik-sisik tersebut tersusun dari protein yang disebut keratin. Keratin pada manusia merupakan protein penyusun kuku jari tangan dan kaki (McLaren dan Rotundo, 1985), serta tidak terdapat rambut atau bulu pada reptil (Grzimek, 1975).
F. Persebaran Reptil
Penyebaran reptil di dunia dipengaruhi jumlah cahaya matahari pada daerah tersebut. Jenis reptil yang terdapat di Indonesia berasal dari Ordo Testudinata, Squamata
(kadal dan ular), dan Crocodylia (Halliday dan Adler, 2000). Testudinata tersebar di seluruh dunia di daerah tropis dan sub tropis. Kura-kura terdapat di semua wilayah perairan laut (Halliday dan Adler, 2000). Indonesia terdapat sekitar 39 jenis kura-kura, yang terdiri dari enam jenis penyu, enam jenis labi-labi, dua jenis baning atau kura-kura darat, dan 25 jenis kura-kura air tawar (Iskandar dan Colijn, 2000). Ordo
Sauria tersebar di Kanada Selatan sampai Tierra del Fuego, dari Norwegia Utara sampai Selandia Baru, dan juga kepulauan di Laut Atlantik, Pasifik dan Indian (Halliday dan Adler, 2000).
(34)
14
Ular tersebar di seluruh dunia kecuali daerah kutub, Islandia, Irlandia, dan Selandia Baru. Ular tersebar di seluruh Indonesia, karena Indonesia termasuk daerah lautan (Halliday dan Adler, 2000). Ular laut tersebar pada bagian tropis laut Pasific, laut India, Indonesia sampai Australia Utara, dan Amerika Selatan (Mattison, 2005). Buaya tersebar di benua Asia, Australia, Amerika dan Afrika, di Asia mencakup Indonesia sampai Cina, India dan di bagian Utara Australia. Buaya di Afrika terdapat di bagian Tengah dan Selatan, serta Amerika Selatan, Tengah, dan bagian Tenggara Amerika Serikat (Halliday dan Adler, 2000). Jenis buaya di Indonesia ditemukan dua genus yaitu Crocodylus dan Tomistoma (Iskandar, 2000).
Amfibi dan reptil mempunyai daerah persebaran yang sangat luas di dunia, menempati semua benua kecuali Antartika, dapat dijumpai dari laut, sungai, darat, tepi pantai, hutan dataran rendah sampai pegunungan, namun demikian bukan berarti setiap jenis amfibi dan reptil dapat dijumpai di semua tempat. Beberapa jenis amfibi dan reptil memiliki daerah sebaran yang sempit dan terbatas, kadang hanya dijumpai pada tipe habitat spesifik, sehingga jenis-jenis yang mempunyai habitat spesifik sangat baik digunakan sebagai jenis indikator terjadinya perubahan lingkungan. Satu dari banyak komponen yang menjadi aspek pengelolaan adalah herpetofauna (kelompok spesies dari reptil dan amfibi) yang ada di dalam kawasan konservasi. Sebagaimana telah diketahui, keberadaan herpetofauna di dalam sebuah kawasan berfungsi sebagai penyeimbang ekosistem dan penanda indikator perubahannya, dengan peranannya di alam antara lain, pengendali hama (jenis-jenis pemakan tikus
(35)
15
dan juga serangga) dan tentunya sebagai sumber plasma nutfah. Herpetofauna juga merupakan kelompok satwa yang dapat menarik perhatian (atraktif) (Setiawan, 2013).
(36)
17
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Pesisir Barat (Gambar 2).
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Keanekaragaman Jenis Reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Pesisir Barat Skala 1: 60.000 (Winata, 2015).
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat dan bahan untuk pembuatan plot pengamatan, pengambilan data biologi reptil, dan dokumentasi serta pencatatan.
(37)
17
1. Alat pembuatan plot pengamatan diantaranya: GPS, kompas, meteran (50 m) pita, dan tali rapia. 2. Alat dalam pengambilan data reptil diantaranya: Buku panduan lapang, jam digital dan tongkat kayu.
3. Alat yang digunakan dalam dokumentasi, pencatatan, pengolahan data, dan pembahasan menggunakan alat-alat seperti: kamera digital/kamera SLR, alat tulis, tally sheet, dan seperangkat komputer.
C. Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini meliputi:
1. Penelitian ini dilakukan selama 12 hari waktu efektif.
2. Penelitian ini hanya dilakukan pada jenis reptil darat diurnal dan diidentifikasi secara visual.
D.Jenis Data 1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari observasi langsung di lapangan berupa data mengenai spesies-spesies reptil yang dijumpai di lokasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Visual Encounter Survey (VES) atau Survei Perjumpaan Visual (Heyer dkk, 1994). Metode ini dikombinasikan dengan metode Line Transek (transek sampling) (Kusrini dkk, 2007). Pelaksanaan pengamatan dilakukan sepanjang jalur transek yaitu satu km yang dibagi ke dalam 10 titik sampling (100 meter/titik) yang sudah ditentukan, yaitu plot permanen Universitas Lampung.
(38)
18
Penelitian dilakukan dengan mencari reptil yang berada di atas vegetasi dan bersembunyi di balik kayu rebah, batu atau serasah, untuk periode waktu tertentu, dan untuk mencari satwa yang disurvei. Metode Visual Encounter Survey (VES)
dilakukan pada titik sampling yang telah ditentukan untuk pengamatan, kemudian mencatat perjumpaan dengan reptil, parameter yang diukur yaitu jenis, jumlah, waktu, dan aktivitas reptil (Agoes, 2013). Pengamatan dilakukan selama + 60 menit pada setiap titik pengamatan. Setiap jenis reptil yang dijumpai pada setiap titiknya dan dicatat segala bentuk aktivitasnya.
Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-17.00 WIB selama 12 hari waktu efektif. Perhitungan populasi dilakukan dengan menghitung langsung jumlah reptil yang diamati dengan data populasi tertinggi yang digunakan sebagai perhitungan indeks keanekaragaman, serta berdasarkan informasi masyarakat sekitar Pekon Pahmungan untuk mendukung data yang diperoleh di lapangan.
2. Data Sekunder
Data sekunder meliputi data penunjang yang berkaitan dengan penelitian ini untuk mencari, mengumpulkan, dan menganalisis data penunjang berupa keadaan fisik lokasi penelitian, iklim, vegetasi, jenis pakan reptil serta jenis-jenis reptil menggunakan studi literatur.
(39)
19
E.Metode Pengumpulan Data 1. Orientasi Lapangan
Orientasi lapangan dilakukan satu hari sebelum pengamatan, ini bertujuan untuk mengenal areal penelitian, kondisi lapangan, dan titik pengamatan untuk memudahkan pengamatan.
2. Pengamatan Reptil
Pengamatan reptil dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan secara langsung yaitu menggunakan metode Line Transek dan Visual Encounter Survey (VES) dengan cara mencari reptil yang di atas vegetasi dan juga yang bersembunyi di balik kayu rebah, batu atau serasah, untuk periode waktu tertentu, dan untuk mencari satwa (Agoes, 2013).
3. Kondisi Habitat Secara Umum
Pengumpulan data vegetasi dilakukan melalui survei menggunakan metode rapid assessment untuk mendapatkan gambaran secara umum komposisi vegetasi pada setiap plot pengamatan. Menurut IUCN (2007) prinsip umum rapid assessment
adalah berbasis lapangan yang fokus pada suatu lokasi untuk mengumpulkan data dan mencatat data secara cepat dan akurat untuk mendapatkan gambaran secara umum tipe vegetasi ditemukannya keberadaan reptil.
(40)
20
F. Analisis Data
1. Analisis Keanekaragaman Reptil
2. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wienner (Odum, 1993; Soegianto, 1994; Indriyanto, 2006), dengan rumus sebagai berikut:
Rumus: H’= -∑ Pi ln (Pi), dimana Pi = (ni/N)
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner,
ni = Jumlah individu jenis ke-i,
N = Jumlah individu seluruh jenis,
Pi = Proporsi individu spesies ke-i.
Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’): H ≤ 1 : keanekaragaman rendah,
1 < H < 3 : keanekaragaman sedang, H ≥ 3 : keanekaragaman tinggi.
2. Analisis Indeks Kesamarataan
Indeks kesamarataan digunakan untuk mengetahui kemerataan setiap spesies dalam setiap komunitas yang dijumpai dengan menggunakan rumus (Daget, 1976):
J = H’/ H max atau J = -∑Pi ln (Pi)/ ln(S)
Keterangan:
(41)
21
.Kriteria indeks kesamarataan (J):
0 < J≤ 0,5 : komunitas tertekan, 0,5 < J ≤ 0,75 : komunitas labil, 0,75 < J≤ 1 : komunitas stabil.
3. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan dalam penggunaan habitat dan vegetasi oleh reptil, ditabulasikan dan diuraikan secara deskriptif berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan.
(42)
23
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kecamatan Pesisir Tengah
Kecamatan Pesisir Tengah dimekarkan pada kwartal satu tahun 1949 berdasarkan ketetapan Gubernur/Kepala Daerah Sumatera Selatan, Palembang dengan ibukota Pasar Krui (sampai sekarang). Secara geografis Kecamatan Pesisir Tengah Krui terletak antara 103°-104° Bujur Timur dan 5°-6° Lintang Selatan. Luas wilayah seluruhnya 110,01Km2 dengan tofografi 25% adalah daratan pantai Samudera Indonesia dan 75% adalah pegunungan pada daerah Bukit Barisan Selatan yang tersebar pada 19 pekon dan satu kelurahan. Pesisir Tengah Krui mempunyai pembagian tanah yaitu terbagi atas tanah sawah seluas 1.472 ha, tanah kering seluas 15,613 ha, tanah basah/rawa seluas 105 ha, kawasan hutan seluas 9.814 ha, tanah perkebunan seluas 1.700 ha, tanah fasilitas umum seluas 170 ha, tanah fasilitas sosial seluas 80 ha, dan tanah tandus/pasir seluas 11.096 ha. Kecamatan Pesisir Krui Tengah berjarak 297 Km menuju Ibukota Propinsi, 34 Km dari pusat pemerintahan Kabupaten, dan 11 dari Pekon atau Kelurahan terjauh (Mayasari, 2015; Profil Pekon Pahmungan).
(43)
23
B. Pekon Pahmungan
Pekon Pahmungan merupakan salah satu Pekon di Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat yang memiliki luas 2.600 ha disajikan pada Tabel 1. Pekon Pahmungan terletak pada 5°LS dan 103°BT dan berjarak empat Km dari pusat pemerintahan kecamatan, 32 Km dari ibukota kabupaten, dan 287 Km ke ibukota propinsi. Jenis tanah di Pekon Pahmungan umumnya Podsolik Merah Kuning (PMK) dengan curah hujan berkisar 3000-3500 mm pertahun, termasuk dalam zona agroklimat A dengan suhu maksimum rata-rata berkisar 28,6 °C dan suhu minimum berkisar 22,7°C. Kondisi topografi Pekon Pahmungan adalah dataran tinggi, dengan ketinggian tanah dari permukaan laut dengan rata-rata 1000-1500 m. Tabel 1. Sebaran penggunaan lahan masyarakat di Pekon Pahmungan
No Penggunaan lahan Luas (ha) Persentase (%)
1. Permukiman penduduk 25 0,960
2. Hutan lindung 500 19,23
3. Perkebunan 900 34,62
4. Sawah semi teknis 40 1,540
5. Perbukitan /pegunungan 800 30,77
6. Lain-lain 335 12,88
Jumlah 2600 100,00
Sumber: Profi l Pekon Pahmungan, 2015.
Berdasarkan dari data di atas dapat dilihat bahwa penggunaan lahan sebagian besar untuk pertanian khususnya perkebunan damar (34,62 %), hutan lindung (19,23%), lain-lain (12,88%), dan berupa pegunungan (30,77%), sedangkan sebagian kecil digunakan untuk sawah (1,54%) dan permukiman (0,96%).
(44)
24
C. Repong Damar di Pekon Pahmungan
Masyarakat Pekon Pahmungan adalah masyarakat pendatang yang berasal dari marga haji Muara Dua Sumatera Selatan. Awal dilakukannya pengelolaan Repong Damar di Pekon Pahmungan pada tahun 1870. Masyarakat Pekon Pahmungan untuk menunjang hidupnya dengan cara membuka lahan untuk berkebun ladang dan menanam padi (sawah). Masyarakat menanam padi diselingi dengan tanaman damar dan buah-buahan seperti durian (Durio zibethinus), jengkol (Pithecelobium lobatum), duku (Lancium domestica), dan petai (Parkia speciosa). Masyarakat Pahmungan ada yang menjadi pedagang besar yang menjual hasil bumi hingga ke Singapura pada tahun 1900-an. Pedagang tersebut melihat bahwa getah damar yang selama ini ditanam dan dibudidayakan oleh masyarakat Pekon Pahmungan berharga dapat menghasilkan uang. Sekembalinya ke Pekon Pahmungan, pedagang tersebut memberitahukan kepada masyarakat bahwa getah damar ada harganya. Atas informasi tersebut masyarakat Pekon Pahmungan mulai tertarik dan membuka lahan lalu melakukan penyemaian bibit damar, hingga tahun 1930 banyak masyarakat yang menyemai bibit damar dan membudidayakannya. Masyarakat Pekon Pahmungan sudah dapat merasakan hasil dari penanaman damar dan buah-buahan pada tahun 1950-an. Pemerintah pada tahun 1993-1997 telah melakukan pemasangan patok di Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung (HL) di kawasan Repong Damar milik rakyat.
(45)
25
Patok HPT dan HL yang dipasang secara mendadak tanpa adanya asosiasi kepada masyarakat tersebut telah membuka masyarakat Pekon Pahmungan menjadi resah dan mempertanyakan maksud dari pemasangan patok tersebut. Menteri Kehutanan RI pada tanggal 23 Januari 1998 menetapkan Surat Keputusan (SK) yang menunjuk sebagian wilayah Pesisir Krui yang merupakan repong damar dan diusahakan oleh masyarakat setempat ditetapkan sebagai Kawasan Dengan Tujuan Istimewa (KDTI).
a. Proses Pembentukan Repong Damar
Kebun damar sering disebut oleh masyarakat Lampung Krui dengan istilah Repong Damar yang adalah suatu sistem pengelolaan tanaman perkebunan yang ekosistemnya merupakan hamparan tanaman yang membentuk suatu hutan yang dibudidayakan dan dikelola oleh masyarakat. Proses awal pembentukan Repong Damar, dimulai dengan pembentukan lahan yang dilakukan masyarakat dengan membuka suatu areal lahan semak ataupun suatu hutan marga dengan menebangnya kemudian dibakar untuk membersihkan lahannya, setelah lahan ini siap untuk ditanami atau sudah bersih dari rerumputan atau semak-semak dan yang tinggal adalah pohon-pohon atau tanaman kayu-kayuan terutama dari jenis buah-buahan seperti durian, petai, duku atau aren lalu ditanami dengan jenis tanaman padi ladang untuk dipanen hasilnya setelah sekitar enam bulan atau lebih.
Repong juga ditanami padi, sayur-sayuran, jenis kacang-kacangan atau cabai untuk dipanen hasilnya sebagai kebutuhan keluarga ataupun dijual. Padi yang telah di panen akan ditanami kembali tiga atau empat kali tanam sehingga diperkirakan proses ini berlangsung empat tahun. Proses budidaya padi sering kali juga dibarengi langsung
(46)
26
dengan penanaman bibit tanaman kopi yang ditanam pada sela-sela tanaman padi. Tahun ketiga atau keempat tanaman kopi ini mulai berbunga dan bahkan ada yang mulai dapat dipanen.
Usaha tanaman padi biasanya dihentikan pada saat tanaman kopi mulai panen dan hanya menanam tanaman sayuran saja serta pada masa ini mulailah masyarakat menanam tanaman dari jenis damar (Shorea javanica) dan jenis tanaman lain seperti durian, duku, manggis, dan jenis tanaman tahunan yang lain seperti cengkeh dan sebagainya sesuai dengan keingginan dan jarak tanam kopi ataupun damar yang ada serta kemampuan dan ketersediaan bibit masing-masing petani, setelah 18-20 tahun berikutnya dimulai dari saat pertama penanaman damar, maka damar mata kucing (Shorea javanica) dapat dipanen sehingga biasanya keluarga petani akan menanam damar pertama kali tidak dapat menikmati hasil dari budidaya tanaman damar karena tanaman ini mempunyai jangka waktu mulai dari tanam sampai panen yang cukup lama. Tanaman ini biasanya ditanam oleh masyarakat sebagai warisan kepada anak atau cucunya kelak kemudian hari.
b. Alur Penjualan Hasil Repong Damar
Repong damar yang dimiliki oleh masyarakat Pekon Pahmungan tidak hanya ditanami oleh damar, tetapi juga ditanami dengan tanaman-tanaman lain seperti durian, duku, jengkol, petai, cempedak, cengkeh, dan sebagainya. Hasil repong tersebut dijual ke pasar atau padagang pengumpul atau dikomsumsi sendiri. Alur penjualan menunjukkan bahwa rumah tangga petani mempunyai tenaga kerja untuk mengelola dan menggarap Repong Damar dan sawah. Waktu panen tiba, Repong
(47)
27
Damar menghasilkan getah damar, duku, durian, petai, jengkol, dan lain-laindan sawah menghasilkan beras. Hasil panen dari repong dan sawah tersebut ada yang dijual oleh petani ke pasar atau ke penampung (pedagang pengumpul) bahkan ada pula yang dikonsumsi sendiri. Penjualan panen dari Repong Damar dan sawah tersebut menghasilkan uang, yang kemudian oleh rumah tangga petani digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dengan membelinya dari pasar.
(48)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Pekon Pahmungan Repong Damar Kabupaten Pesisir Barat (Plot Permanen Universitas Lampung) pada bulan Juni 2015 keanekaragaman reptil ditemukan 15 spesies reptil dengan jumlah individu 323 yang berasal dari tujuh famili dan diperoleh nilai indeks keanekaragaman H’=2,0008 yang termasuk dalam kategori sedang dan indeks kesamarataan J’= 0,927 yang termasuk dalam kategori stabil. Spesies reptil yang sering dijumpai adalah kadal pari (Tachydromus sexlineatus), kadal kebun (Eutropis multifasciata), kadal pohon hijau (Dasia olivacea), kadal terbang (Draco obscurus), cicak terbang (Draco volans), tokek (Gecko gecko) dan cicak kayu
(Hemidactylus frenatus) (n=72, 54, 42, 38, 28, 28,27).
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan pengelolaan dan perlindungan terhadap jenis reptil ordo Squamata untuk tetap menjaga kelestariannya. Studi lanjutan mengenai keanekaragaman jenis reptil nocturnal di Repong Damar dikarenakan ditemukan beberapa reptil nocturnal dalam penelitian ini, kemungkinan masih banyak lagi reptil-reptil nocturnal yang berada di Repong Damar.
(49)
55
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S. 2013. Perencanaan dan Perancangan Survey Keanekaragaman Hayati.
Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation. Bandung. Alikodra, H.S. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas
Kehutanan.
Amri, S., B. Nurdjali, dan S. Siahaan. 2015. Keanekaragaman Jenis Reptil Ordo Squamata di kawasan Hutan Lindung Gunung Semahung Desa Sebatih Kecamatan Sengah Temilakabupaten Landak. Jurnal Hutan Lestari 3 (1) : 30 – 34
Ario, A. 2010. Mengenal Satwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Conservation International Indonesia. Jakarta.
Bappenas. 1993. Biodiversity Action Plan for Indonesia. Ministry of Development Planning/ National Development Planning Agency. Jakarta.
Bauer, A.M. 1998. Di dalam: Cogger H.G. Zweifel R.G., editor. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. San Fransisco: Fog City Press.
Conservation International. 2001. Ecosystem Profile Sumatera Sundaland. http://www.conservationinternational.com. Diakses pada 07 April 2015. Cox M, P. Dijk, J. Nabhitabhata, K. Thirakhupt. 1998. A Photographic Guide
to Snakes and Other Reptiles of Peninsular Malaysia, Singapore and Thailand. London, Sidney, Singapore: New Holland Publishers Ltd.
Daget. 1976. Kriteria Kesamarataan. http;//www.elib.pdii.lipi.go.id/katalog/ index. Diakses pada 24 Maret 2015.
.
Das, I. 1997. Conservation problem of tropical Asia’s most threatened turtle. In: Van Abbema J (ed.). Proceedings: Conservation, restoration, and management of tortoises and turtles. New York Turtle and Tortoise Society and WCS Turtle Recovery Program, New York.
(50)
56
Das, I. 2010. Reptiles of South-East Asia. New Holland Publishers. UK.
Danny, 2015. Sumber Foto. Instagram.com/p/1ncbdxqp7T. Diakses pada 20 April 2015.
Djatmiko. 2007. Sumber Foto. wikipedia.org/wiki/Berkas:Lygos_quad. Diakses pada 20 April 2015.
Djatmiko. 2008. Sumber Foto. www.wikipedia.org/wiki/Berkas:Taky_Sexlin. Diakses pada 20 April 2015.
Duellman, W.E. and H. Heatwole 1998. Di dalam: Cogger HG, RG Zweifel, editor. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. San Fransisco: Fog City Press.
Erwan, 2014. Sumber Foto. https://www.flickr.com/photos./28245984@N02/ 4217827174/sizes/o/. Diakses pada 20 April 2015
Firdaus, A. B., A. Setiawan, E.L. Rustiati., 2014. Keanekaragaman Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Sylva Lestari.2(2): 1-6.
Gibbons, J., D. Scott , T. Ryan , K. Buhlmann, T. Tuberville, B. Metts, J. Greene, T. Mills, Y. Leiden, S. Poppy, T. Winne. 2000. The Global Decline of Reptiles Déjà vu Amphibians. Bioscience. (50) 8: 653-666.
Goin C.J., O.B. Goin. 1971. Introduction to Herpetology. San Francisco: WH Freeman and Company.
Grzimek, B. 1975. Encyclopedia of Ecology. Melbourne: Van Nostrand Reinhold Company.
Halliday, T. and K. Adler. 2000. The Encyclopedia of Reptiles and Amphibians.
New York: Facts on File Inc.
Heyer, W.R, M.A,. Donnelly, McDiarmid, Hayek & M.S., Foster. (eds). 1994.
Measuring and Monitoring Biological Diversity. Standar Methods for Amphibians. Smithsonian Institution Press, Washington DC.
(51)
57
IUCN. 2007. IUCN Red List of Threatened Species. IUCN, Gland, Switzerland. Http://www.iucnredlist.org. Diakses pada 20 April 2015.
Indrawan, M., B.R.,Primack, J. Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Edisi Revisi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.
Irwanto, 2006. Perencanaan Perbaikan Satwa Liar Burung Pasca Bencana Alam Gunung Meletus. http://www.Geocities.com/irwantoforester/habitat_ burung.doc. Diakses pada 20 Maret 2015.
Iskandar D. T. and Erdelen. 2006. Conservation of Amphibians and Reptiles in Indonesian : Issue and Problems. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Iskandar, D.T. dan E. Colijn. 2000. Premilinary Checklist of Southeast Asian and
New Guinean Herpetofauna. Treubia: A Journal on Zoology of the Indo-Australian Archipelago. 31( 3) (Suplement), pp. 1-133.
Iskandar, D. T. 2000. Kura-Kura & Buaya Indonesia & Papua Nugini, dengan catatan mengenai jenis-jenis di Asia Tenggara. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Jasin. 1984, Sistematik Hewan (Invertebrata dan Vertebrata), Sinar Jaya, Surabaya.
Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa. 1994. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati. Jakarta.
Kusrini MD, W., Endarwin,. A.,UI-Hasanah,. M., Yazid 2007. Metode Pengamatan Herpetofauna di Taman Nasional Batimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan. Modul Pelatihan. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.Jurnal. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Mardiastuti A., T. Soehartono. 2003. dalam: Kusrini MD, Mardiastuti A, Fitri A, editor. Konservasi Amfibi dan Reptil di Indonesia. 131-144 (Jurnal). Bogor: Indonesian Reptile and Amphibian Trade Association (IRATA) Margareta, Rahayuningsih, dan M. Abdullah. 2012. Persebaran dan
Keanekaragaman Herpetofauna dalam Mendukung Konservasi Keanekaragaman Hayati di Kampus Sekaran Universitas Negeri Semarang. Indonesian Journal of Conservation 1 (1) [ISSN: 2252-9195] Hlm. 1—10 (Jurnal).
(52)
58
Mattison, C. 2005. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. The Brown Reference Group plc. Singapore.
Mayasari, E. 2015. Studi Kelompok Siamang (Hylobates Syndactylus) di Repong Damar Pahmungan Pesisir Barat. Profil Pahmungan. Skripsi. Universitas Lampung.
McLaren, J.E., L., Rotundo. 1985. Health Biology. Massachusetss: D.C Heath and Company.
Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Universitas Indonesia (UI- Press). Jakarta.
Michon, & de Foresta. 1994. Damar Agroforest in the Pesisir, Sumatera. Paper, tidak diterbitkan.
Mistar. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Perpustakaan Nasional. Jakarta.
Mulyani, D. 2008. Studi pemanfaatan berbagai spesies tumbuhan berkhasiat obat oleh masyarakat di Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. Tidak dipublikasikan.
Odum, E. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku Fundamentals of Ecology. Universitas Gadja Mada. Yogyakarta. Santosa Y. 1995. Teknik Pengukuran Keanekaragaman Satwaliar. Bogor:
Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.Tidak dipublikasikan.
Savage, J.M. 1998. Di dalam: Cogger HG, Zweifel RG, editor. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. San Fransisco: Fog City Press.
Setiawan, I. 2013. Panduan Praktis Pelatihan Inventarisasi dan Monitoring Herpetofauna. Citarum Watershed Management And Biodiversity Conservation (CWMBC).
Sevick, J. 2015. Sumber Foto. Http://www.sevcikfoto.com. Diakses pada 20 April 2015.
Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Usaha Nasional. Jakarta.
(53)
59
TRAFFIC Southeast Asia. 2001. An Overview of the Trade in live South-east Asian Freshwater Turtles. AC17 Inf 7.
Tweedie, M.W.F. 1983. The Snakes of Malaya. The Singapore National Printers. Singapore.
Winarti, A. 2013. Kearifan Lokal Masyarakat Pekon Pahmungan dalam Pelestarian Repong Damar di Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Universitas Pendidikan Indonesia.
Winata, A.F. 2015. Foto Penelitian. Keanekaragaman Jenis Reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Pesisir Barat (Studi Kasus Plot Permanen Universitas Lampung). Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. Tidak dipublikasikan.
Winata, A.F., Aryanto, A., Pararinarno. A., Angger. R., Pakpahan., R. 2015. Foto Penelitian. Keanekaragaman Jenis Reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Pesisir Barat (Studi Kasus Plot Permanen Universitas Lampung). Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.Tidak dipublikasikan. Wiratno, Sasmitawidjaya, Kushardanto, Lubis. 2004. Valuation of MT Gede Pangrango National Park. Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.
WWF Indonesia. 2007. Kehutanan. (On-line) http://www.wwf.or.id/ tentang_wwf/upaya_kami/forest_spesies/tentang_forest_spesies/kehutanan / diakses 11 agustus 2015.
Yusuf, L.R. 2008. Studi Keanekaragaman Jenis Reptil Pada Beberapa Tipe Habitat di Eks-Hph Pt Rki Kabupaten Bungo Propinsi Jambi (Skripsi). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Yuwono F.B. 1998. Di dalam: Erdelen W, editor. Conservation Trade and Sustainable Use of Lizards and Snakes in Indonesia-Mertensiella 7:9-15. Germany: Reinbach.
(1)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Pekon Pahmungan Repong Damar Kabupaten Pesisir Barat (Plot Permanen Universitas Lampung) pada bulan Juni 2015 keanekaragaman reptil ditemukan 15 spesies reptil dengan jumlah individu 323 yang berasal dari tujuh famili dan diperoleh nilai indeks keanekaragaman H’=2,0008 yang termasuk dalam kategori sedang dan indeks kesamarataan J’= 0,927 yang termasuk dalam kategori stabil. Spesies reptil yang sering dijumpai adalah kadal pari (Tachydromus sexlineatus), kadal kebun (Eutropis multifasciata), kadal pohon hijau (Dasia olivacea), kadal terbang (Draco obscurus), cicak terbang (Draco volans), tokek (Gecko gecko) dan cicak kayu (Hemidactylus frenatus) (n=72, 54, 42, 38, 28, 28,27).
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan pengelolaan dan perlindungan terhadap jenis reptil ordo Squamata untuk tetap menjaga kelestariannya. Studi lanjutan mengenai keanekaragaman jenis reptil nocturnal di Repong Damar dikarenakan ditemukan beberapa reptil nocturnal dalam penelitian ini, kemungkinan masih banyak lagi reptil-reptil nocturnal yang berada di Repong Damar.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S. 2013. Perencanaan dan Perancangan Survey Keanekaragaman Hayati. Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation. Bandung. Alikodra, H.S. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas
Kehutanan.
Amri, S., B. Nurdjali, dan S. Siahaan. 2015. Keanekaragaman Jenis Reptil Ordo Squamata di kawasan Hutan Lindung Gunung Semahung Desa Sebatih Kecamatan Sengah Temilakabupaten Landak. Jurnal Hutan Lestari 3 (1) : 30 – 34
Ario, A. 2010. Mengenal Satwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Conservation International Indonesia. Jakarta.
Bappenas. 1993. Biodiversity Action Plan for Indonesia. Ministry of Development Planning/ National Development Planning Agency. Jakarta.
Bauer, A.M. 1998. Di dalam: Cogger H.G. Zweifel R.G., editor. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. San Fransisco: Fog City Press.
Conservation International. 2001. Ecosystem Profile Sumatera Sundaland. http://www.conservationinternational.com. Diakses pada 07 April 2015. Cox M, P. Dijk, J. Nabhitabhata, K. Thirakhupt. 1998. A Photographic Guide
to Snakes and Other Reptiles of Peninsular Malaysia, Singapore and Thailand. London, Sidney, Singapore: New Holland Publishers Ltd.
Daget. 1976. Kriteria Kesamarataan. http;//www.elib.pdii.lipi.go.id/katalog/ index. Diakses pada 24 Maret 2015.
.
Das, I. 1997. Conservation problem of tropical Asia’s most threatened turtle. In: Van Abbema J (ed.). Proceedings: Conservation, restoration, and management of tortoises and turtles. New York Turtle and Tortoise Society and WCS Turtle Recovery Program, New York.
(3)
Das, I. 2010. Reptiles of South-East Asia. New Holland Publishers. UK.
Danny, 2015. Sumber Foto. Instagram.com/p/1ncbdxqp7T. Diakses pada 20 April 2015.
Djatmiko. 2007. Sumber Foto. wikipedia.org/wiki/Berkas:Lygos_quad. Diakses pada 20 April 2015.
Djatmiko. 2008. Sumber Foto. www.wikipedia.org/wiki/Berkas:Taky_Sexlin. Diakses pada 20 April 2015.
Duellman, W.E. and H. Heatwole 1998. Di dalam: Cogger HG, RG Zweifel, editor. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. San Fransisco: Fog City Press.
Erwan, 2014. Sumber Foto. https://www.flickr.com/photos./28245984@N02/ 4217827174/sizes/o/. Diakses pada 20 April 2015
Firdaus, A. B., A. Setiawan, E.L. Rustiati., 2014. Keanekaragaman Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Sylva Lestari.2(2): 1-6.
Gibbons, J., D. Scott , T. Ryan , K. Buhlmann, T. Tuberville, B. Metts, J. Greene, T. Mills, Y. Leiden, S. Poppy, T. Winne. 2000. The Global Decline of Reptiles Déjà vu Amphibians. Bioscience. (50) 8: 653-666.
Goin C.J., O.B. Goin. 1971. Introduction to Herpetology. San Francisco: WH Freeman and Company.
Grzimek, B. 1975. Encyclopedia of Ecology. Melbourne: Van Nostrand Reinhold Company.
Halliday, T. and K. Adler. 2000. The Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. New York: Facts on File Inc.
Heyer, W.R, M.A,. Donnelly, McDiarmid, Hayek & M.S., Foster. (eds). 1994. Measuring and Monitoring Biological Diversity. Standar Methods for Amphibians. Smithsonian Institution Press, Washington DC.
(4)
IUCN. 2007. IUCN Red List of Threatened Species. IUCN, Gland, Switzerland. Http://www.iucnredlist.org. Diakses pada 20 April 2015.
Indrawan, M., B.R.,Primack, J. Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Edisi Revisi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.
Irwanto, 2006. Perencanaan Perbaikan Satwa Liar Burung Pasca Bencana Alam Gunung Meletus. http://www.Geocities.com/irwantoforester/habitat_ burung.doc. Diakses pada 20 Maret 2015.
Iskandar D. T. and Erdelen. 2006. Conservation of Amphibians and Reptiles in Indonesian : Issue and Problems. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Iskandar, D.T. dan E. Colijn. 2000. Premilinary Checklist of Southeast Asian and
New Guinean Herpetofauna. Treubia: A Journal on Zoology of the Indo-Australian Archipelago. 31( 3) (Suplement), pp. 1-133.
Iskandar, D. T. 2000. Kura-Kura & Buaya Indonesia & Papua Nugini, dengan catatan mengenai jenis-jenis di Asia Tenggara. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Jasin. 1984, Sistematik Hewan (Invertebrata dan Vertebrata), Sinar Jaya, Surabaya.
Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa. 1994. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati. Jakarta.
Kusrini MD, W., Endarwin,. A.,UI-Hasanah,. M., Yazid 2007. Metode Pengamatan Herpetofauna di Taman Nasional Batimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan. Modul Pelatihan. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Jurnal. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Mardiastuti A., T. Soehartono. 2003. dalam: Kusrini MD, Mardiastuti A, Fitri A, editor. Konservasi Amfibi dan Reptil di Indonesia. 131-144 (Jurnal). Bogor: Indonesian Reptile and Amphibian Trade Association (IRATA) Margareta, Rahayuningsih, dan M. Abdullah. 2012. Persebaran dan
Keanekaragaman Herpetofauna dalam Mendukung Konservasi Keanekaragaman Hayati di Kampus Sekaran Universitas Negeri Semarang. Indonesian Journal of Conservation 1 (1) [ISSN: 2252-9195] Hlm. 1—10 (Jurnal).
(5)
Mattison, C. 2005. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. The Brown Reference Group plc. Singapore.
Mayasari, E. 2015. Studi Kelompok Siamang (Hylobates Syndactylus) di Repong Damar Pahmungan Pesisir Barat. Profil Pahmungan. Skripsi. Universitas Lampung.
McLaren, J.E., L., Rotundo. 1985. Health Biology. Massachusetss: D.C Heath and Company.
Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Universitas Indonesia (UI- Press). Jakarta.
Michon, & de Foresta. 1994. Damar Agroforest in the Pesisir, Sumatera. Paper, tidak diterbitkan.
Mistar. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Perpustakaan Nasional. Jakarta.
Mulyani, D. 2008. Studi pemanfaatan berbagai spesies tumbuhan berkhasiat obat oleh masyarakat di Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. Tidak dipublikasikan.
Odum, E. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku Fundamentals of Ecology. Universitas Gadja Mada. Yogyakarta. Santosa Y. 1995. Teknik Pengukuran Keanekaragaman Satwaliar. Bogor:
Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.Tidak dipublikasikan.
Savage, J.M. 1998. Di dalam: Cogger HG, Zweifel RG, editor. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. San Fransisco: Fog City Press.
Setiawan, I. 2013. Panduan Praktis Pelatihan Inventarisasi dan Monitoring Herpetofauna. Citarum Watershed Management And Biodiversity Conservation (CWMBC).
Sevick, J. 2015. Sumber Foto. Http://www.sevcikfoto.com. Diakses pada 20 April 2015.
Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Usaha Nasional. Jakarta.
(6)
TRAFFIC Southeast Asia. 2001. An Overview of the Trade in live South-east Asian Freshwater Turtles. AC17 Inf 7.
Tweedie, M.W.F. 1983. The Snakes of Malaya. The Singapore National Printers. Singapore.
Winarti, A. 2013. Kearifan Lokal Masyarakat Pekon Pahmungan dalam Pelestarian Repong Damar di Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Universitas Pendidikan Indonesia.
Winata, A.F. 2015. Foto Penelitian. Keanekaragaman Jenis Reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Pesisir Barat (Studi Kasus Plot Permanen Universitas Lampung). Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. Tidak dipublikasikan.
Winata, A.F., Aryanto, A., Pararinarno. A., Angger. R., Pakpahan., R. 2015. Foto Penelitian. Keanekaragaman Jenis Reptil di Repong Damar Pekon Pahmungan Pesisir Barat (Studi Kasus Plot Permanen Universitas Lampung). Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. Tidak dipublikasikan. Wiratno, Sasmitawidjaya, Kushardanto, Lubis. 2004. Valuation of MT Gede Pangrango National Park. Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.
WWF Indonesia. 2007. Kehutanan. (On-line) http://www.wwf.or.id/ tentang_wwf/upaya_kami/forest_spesies/tentang_forest_spesies/kehutanan / diakses 11 agustus 2015.
Yusuf, L.R. 2008. Studi Keanekaragaman Jenis Reptil Pada Beberapa Tipe Habitat di Eks-Hph Pt Rki Kabupaten Bungo Propinsi Jambi (Skripsi). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Yuwono F.B. 1998. Di dalam: Erdelen W, editor. Conservation Trade and Sustainable Use of Lizards and Snakes in Indonesia-Mertensiella 7:9-15. Germany: Reinbach.