KEANEKARAGAMAN SPESIES DAN PERAN EKOLOGIS BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH LAMPUNG BARAT

(1)

ABSTRAK

KEANEKARAGAMAN SPESIES DAN PERAN EKOLOGIS BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN

KECAMATAN PESISIR TENGAH LAMPUNG BARAT

Oleh

A. BASYIR FIRDAUS

Repong Damar merupakan suatu sistem pengelolaan tanaman perkebunan yang dibudidayakan dan dikelola oleh masyarakat Lampung Krui. Repong Damar me-miliki keanekaragaman flora dan satwa liar serta merupakan salah satu habitat penting bagi burung. Selain bisa menyediakan perlindungan dan pakan, Repong Damar juga menjadi sebagai tempat berkembang biak bagi burung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman spesies dan peran ekologis burung di Repong Damar, dilakukan pada bulan Juni 2012 dengan metode terkonsentrasi pada empat lokasi yaitu: perbatasan antara sawah dan hutan, dekat permukiman, bekas tebangan damar, dan hutan damar, dengan pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali pada setiap titiknya. Keanekaragaman spesies burung di Repong Damar Pekon Pahmungan meliputi 16 spesies burung yang berasal dari 10 famili (N=468), dengan nilai indeks keanekaragaman tertinggi di temukan pada lokasi hutan damar (H’=1,802), sedangkan tingkat keanekaragaman yang terendah adalah hutan bekas tebangan damar (H’=0,502). Secara ekologis Spesies-spesies burung ini mempunyai peran dalam Repong Damar sebagai pemakan serangga, penyerbukan, dan membantu penyebaran biji.


(2)

ABSTRACT

SPECIES DIVERSITY AND ECOLOGICAL ROLE OF BIRD IN REPONGDAMAR PEKON PAHMUNGAN

KECAMATAN PESISIR TENGAH LAMPUNG BARAT

Oleh

A. BASYIR FIRDAUS

Repong Damar is a management system in cultivated area by Krui local people. It has great biodiversity and plays an important role as avian natural habitat for shelter, feeding, and breeding grounds. To understand the ecological role and diversity of bird species in Repong Damar research was done by concentrated method in four different locations: area between padi field and forest, settlement area, opened damar forest, and damar forest. Three replications were done on each location. There are 16 birds species of 10 families (N=468). The highest diversity index was in damar forest (H’= 1.082), and the lowest was in opened damar forest (H’= 0.502). Species ecologically has a role in Repong Damar as insect feeder, pollinators, and seed dispersal.


(3)

KEANEKARAGAMAN SPESIES DAN PERAN EKOLOGIS BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN

KECAMATAN PESISIR TENGAH LAMPUNG BARAT

Oleh A. Basyir Firdaus

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

pada Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

MENGESAHKAN

1.

Tim Penguji

Ketua

: Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si.

...

Sekretaris

: Dra. Elly Lestari Rustiati, M.Sc. ...

Penguji

Bukan Pembimbing

: Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut, M.P. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.

NIP 196108261987021001


(5)

Judul Skripsi : KEANEKARAGAMAN SPESIES DAN PERAN

EKOLOGIS BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON

PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH

LAMPUNG BARAT

Nama Mahasiswa

: A. Basyir Firdaus

NPM

:

0714081024

Jurusan

: Kehutanan

Fakultas

: Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Agus Setiawan. M.Si.

Dra. Elly Lestari Rustiati, M.Sc.

NIP 195908111986031001

NIP 196310141989032001

2. Ketua Jurusan Kehutanan

Dr. Ir. Agus Setiawan. M.Si.

NIP 195908111986031001


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Penggawa V Tengah, Krui pada tanggal 5 Juli 1988, merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak H. Rasyid Achmad dan Hj. Nurlena.

Jenjang pendidikan penulis dimulai pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri Penggawa V Tengah, kemudian pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Al-Kautsar Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi pada Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandar Lampung. Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Pada tahun 2010 penulis melakukan Praktek Umum selama ± 2 bulan di KPH Cianjur BKPH Sukanagara Utara dengan topik Keanekaragaman Jenis Satwa. Penulis mengikuti Latihan Kepemimpinan Mahasiswa Tingkat Dasar (LKM TD) pada tahun 2008. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Inventarisasi Hutan serta mengikuti pelatihan Fasilitator Lingkungan pada Juni 2012. Dalam organisasi, penulis pernah menjadi pengurus Himasylva (Himpunan Mahasiswa Kehutanan) Unila di Bidang III


(7)

pengurus pusat Sylva Indonesia (PP SI) di bidang Advokasi Lingkungan tahun 2009-2010. Penulis terdaftar sebagai anggota Garuda Sylva (Garsy) tahun 2012 sampai saat ini.


(8)

SANWACANA

Asslamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat teriring salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Alhamdulillah, atas izin-Nya penulis dapat menyelesai-kan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul ”Keanekaragaman Spesies dan Peranan Ekologis Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat". Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna langkah penulis berikutnya yang lebih baik. Namun terlepas dari keterbatasan tersebut, penulis mengharapkan skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan ke-murahan hati dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenan-kanlah penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si. sebagai pembimbing pertama sekaligus sebagai ketua jurusan kehutanan dan ibu Dra. Elly Lestari Rustiati, M.Sc.,


(9)

dan petunjuk kepada penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.

2. Ibu Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut, M.P., selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

4. Peratin Pekon Pahmungan, Bapak Andi Komara dan sekeluarga yang mem-berikan arahan saat penelitian dan membantu dalam pengumpulan data skripsi penulis.

5. Datuk Sahyar yang telah mendampingi, memberikan arahan saat penelitian dan membantu dalam pengumpulan data skripsi penulis.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Kerangka Pemikiran ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Burung ... 5

1. Habitat Burung ... 6

2. Pergerakan Burung ... 8

3. Manfaat Burung ... 9

B. Keanekaragaman Spesies ... 9

C. Peran Ekologis Burung ... 10

D. Analisis Data ... 13


(11)

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

B. Alat dan Bahan ... 17

C. Batasan Penelitian ... 17

D. Jenis Data ... 18

E. Metode Pengumpulan Data ... 18

F. Analisis Data ... 20

1. Analisis Keanekaragaman Burung ... 20

2. Analisis Indeks Kesamarataan ... 21

3. Analisis Kesamaan Spesies Antar Habitat ... 21

4. Analisi Deskriptif ... 22

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 23

A. Kecamatan Umum Wilayah Pesisir Tengah ... 23

B. Pekon Pahmungan ... 24

a. Keadaan Umum wilayah ... 25

b. Keadaan Penduduk ... 26

c. Sarana dan Prasarana ... 27

C. Repong Damar di Pekon Pahmungan ... 28

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 31

1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan ... 31

2. Tingkat Keanekaragaman Spesies Burung di Repong Damar .. 49


(12)

A. Kesimpulan ... 56 B. Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN

A. Tabel-tabel ... 61 B. Gambar-gambar ... 65


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sebaran penggunaan lahan masyarakat di Pekon Pahmungan ... ... 26

Tabel 2. Jumlah penduduk Pekon Pahmungan menurut golongan usia ... .. 26

Tabel 3. Sarana dan prasarana di Pekon Pahmungan……….. 27

Tabel 4. Spesies burung yang ditemukan di Repong Damar... ... .. 31

Tabel 5. Keanekaragaman spesies burung di empat lokasi pengamatan... 46

Tabel 6. Nilai indeks kesamaan spesies antar habitat ... ... 49

Tabel 7. Data hasil pengamatan spesies burung pada titik 1 (Perbatasan sawah dan Hutan) di Repong Damar Pahmungan... 61

Tabel 8. Data hasil pengamatan jenis burung pada titik 2 (Dekat pemukiman) di Repong Damar Pahmungan... 61

Tabel 9. Data hasil pengamatan jenis burung pada titik 3 (Bekas tebangan) di Repong Damar Pahmungan... 62

Tabel 10. Data hasil pengamatan jenis burung pada titik 4 (Hutan Damar) di Repong Damar Pahmungan... 62

Tabel 11. Hasil analisis pada titik 1 ( Perbatasan sawah dan Hutan) di Repong Damar Pahmungan ... 63

Tabel 12. Hasil analisi pada titik 2 (Dekat permukiman) di Repong Damar Pahmungan . ... 63

Tabel 13. Hasil analisis pada titik 3 (Bekas tebangan) di Repong Damar Pahmungan ... 64

Tabel 14. Hasil analisis pada titik 4 (Hutan Damar) di Repong Damar Pahmungan... 64


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Morfologi burung (mac.Kinnon, 1998)………... 6

2. Peta Lampung Barat (Google satellite map, 2005)... 16

3. Lokasi titik pengamatan burung di Repong Damar Pahmungan …… 17

4. Bondol Jawa (Lonchura leocogastroides)... 33

5. Bondol haji (Lonchura maja)... 34

6. Bondol Peking (Lonchura punctulata)... 35

7. Gereja Erasia (Passer montanus)... 36

8. Cici padi (Cisticola juncidis)... 37

9. Cekakak sungai (Todirhamphus chloris) ... 38

10. Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster)... 39

11. Cucak kuning (Pycnonotus melanicterus)... 40

12. Elang hitam (Ictinaetus malayensis)... 41

13. Layang-layang api (Hirundo ruticia)... 42

14. Burung takur tutut (Megalaima refflesii)... 43

15. Burung sepah hutan (Pericrolutus flammeus)... 44

16. Srigunting hitam (Dicrurus Macrocercus)... 45

17. Pijantung besar (Acachnothera robusta)... 46


(15)

19. Histogram perbedaan jumlah spesies burung pada

4 lokasi pengamatan di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat,

bulan Juni 2012... 49

20. Histogram indeks keanekaragaman spesies (H’) burung pada 4 lokasi pengamatan di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat………. 50

21. Histogram indeks kesamarataan (J) burung pada 4 lokasi pengamatan di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat………. 52

22. Lokasi titik pengamatan I: Perbatasan Sawah dan Hutan…………... 65

23. Lokasi titik pengamatan II: Dekat Pemukiman………... 65

24. Lokasi Titik Pengamatan III: Bekas Tebangan damar……….... 66

25. Lokasi Titik Pengamatan IV: Hutan Damar……….... 66

26. Kegiatan Pengamatan Burung………. 67

27. Wawancara dengan masyarakat untuk mendapatkan Informasi mengenai burung……… 67


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Repong Damar adalah istilah terhadap kebun damar oleh masyarakat Lampung Krui dan merupakan suatu sistem pengelolaan tanaman perkebunan yang di-budidayakan dan dikelola oleh masyarakat, serta ekosistemnya yang membentuk suatu hutan. Repong Damar ini adalah warisan yang diturunkan secara turun - temurun. Repong Damar termasuk dalam sistem agroforestri kompleks merupa-kan suatu sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman (berbasis pohon) yang ditanam dan dirawat dengan pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan.

Repong Damar memiliki keanekaragaman flora dan satwa liar (Dewi dan Harianto, 2009), dan merupakan salah satu habitat penting bagi burung. Repong Damar dapat membentuk salah satu dari beberapa komponen ekosistem bagi habitat burung yang tinggal di tajuk pohon atau di batang pohon. Indonesia memiliki 1.539 spesies burung (17% dari jumlah seluruh spesies burung di dunia), 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik Indonesia (Kristianto, 2010). Burung mempunyai manfaat yang cukup besar bagi masya-rakat, antara lain membantu mengendalikan serangga hama, membantu proses penyerbukan bunga, mempunyai nilai ekonomi, memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan


(17)

suasana yang menyenangkan. Burung dapat dipergunakan sebagai sumber plasma nuftah, sebagai obyek penelitian, pendidikan dan rekreasi, burung juga mempunyai manfaat yang besar dalam menjaga keseimbangan ekosistem karena perannya di dalam rantai makanan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Spesies burung apa yang terdapat di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat.

2. Bagaimana keanekaragaman spesies burung yang terdapat di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat.

3. Bagaimana peran ekologis burung di dalam ekosistem Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Spesies burung yang terdapat di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat.

2. Keanekaragaman spesies burung yang terdapat di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat.

3. Peran ekologis burung di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat.


(18)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai sumber informasi tentang keanekaragaman spesies burung serta peranan ekologisnya terhadap Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat.

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah bagi peles-tarian dan perlindungan burung yang ada di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat.

E. Kerangka Pemikiran

Repong Damar adalah suatu sistem pengelolaan tanaman perkebunan yang ekosistemnya merupakan hamparan tanaman yang membentuk hamparan lahan hutan yang dibudidayakan dan dikelola oleh masyarakat (Mulyani, 2008). Struktur vegetasi yang kompleks, menjadikan tempat ini sebagai habitat berbagai jenis satwa. Salah satunya adalah habitat burung. Selain bisa menyediakan per-lindungan dan pakan, Repong Damar juga menjadi sebagai tempat berkembang biak bagi burung.

Saat ini data-data mengenai burung di Repong Damar belum ada, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui keanekaragaman spesies burung dan peranan ekologis burung di dalam Repong Damar tersebut. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan langsung (metode terkonsentrasi) yang dibagi menjadi 4 titik pengamatan berdasarkan kondisi lingkungannya dengan 3 kali pengulangan pada masing-masing titik pengamatan. Titik lokasi pengamatan


(19)

tersebut, yaitu titik I: perbatasan sawah dan hutan, titik II: dekat permukiman, titik III: bekas tebangan damar, dan titik IV: hutan damar. Hal ini bertujuan untuk mengetahui populasi burungnya, sedangkan untuk mengetahui jenis burung diidentifikasi menggunakan Buku Panduan Lapangan Indentifikasi Jenis Burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan (MacKinnon, Philipps, and Balen, 1998). Setiap spesies burung yang ditemukan, dikaji peranan ekologisnya di dalam Repong Damar dengan studi literatur. Perhitungan populasi burung menggunakan Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner, Indeks kesamarataan serta indeks kesamaan spesies (untuk membandingkan antar habitat). Hasil penelitian ini didapatkan data mengenai spesies burung dan keanekaragaman burung serta peranan ekologis burung terhadap Repong Damar.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Burung

Burung merupakan salah satu di antara lima kelas hewan bertulang belakang, burung berdarah panas dan berkembang biak dengan bertelur, mempunyai bulu. Tubuhnya tertutup bulu dan memiliki bermacam-macam adaptasi untuk terbang. Rangka burung sangat kokoh tetapi ringan, kebanyakan dari tulang yang besar berongga sehingga rangka itu tidak perlu memiliki beban yang tidak berguna. Tulang tersebut disokong oleh jaringan penopang. Pada tulang dadanya yang berlunas dalam melekat otot-otot terbang yang kokoh yang menggerakkan sayap ke atas dan ke bawah (Ensiklopedia Indonesia Seri Fauna, 1989 dikutip oleh Wibowo, 2005).

Burung memiliki ciri khusus antara lain tubuhnya terbungkus bulu, mempunyai dua pasang anggota gerak (ekstrimitas), anggota anterior mengalami modifikasi sebagai sayap, sedang sepasang anggota posterior disesuaikan untuk hinggap dan berenang, masing-masing kaki berjari empat buah, terbungkus oleh kulit yang menanduk dan bersisik (Gambar 1). Mulutnya memiliki bagian yang terproyeksi sebagai paruh atau sudu (cocor) yang terbungkus oleh lapisan zat tanduk. Burung masa kini tidak memiliki gigi. Ekor mempunyai fungsi yang khusus dalam menjaga keseimbangan dan mengatur kendali saat terbang (Ajie, 2009).


(21)

Gambar 1. Morfologi burung (Mac.Kinnon, 1998)

Klasifikasi ilmiah burung menurut Brotowidjoyo (1989) adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Aves

1. Habitat Burung

Habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi tertentu tempat suatu spesies atau komunitas hidup. Habitat yang baik akan mendukung perkembangbiakan organisme yang hidup di dalamnya secara normal. Habitat memiliki kapasitas tertentu untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu organisme. Kapasitas optimum habitat untuk mendukung populasi suatu organisme disebut daya dukung habitat.


(22)

Dilihat dari komposisinya di alam, habitat satwa liar terdiri dari 3 komponen utama yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu:

a. Komponen biotik, meliputi: vegetasi (masyarakat tumbuhan), satwa liar lain dan organisme mikro.

b. Komponen fisik, meliputi: air, tanah, iklim, topografi dan tata guna lahan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia.

c. Komponen kimia, meliputi seluruh unsur kimia yang terkandung dalam kom-ponen biotik maupun komkom-ponen fisik di atas (Sriyanto dan Haryanto, 1997).

Kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta ber-kembang biaknya satwa liar disebut habitat. Habitat yang sesuai bagi satu spesies belum tentu sesuai untuk spesies lainnya, karena setiap spesies satwa liar meng-hendaki kondisi habitat yang berbeda-beda. Habitat mempunyai fungsi dalam penyediaan makanan, air, dan pelindung (Alikodra, 1990).

Habitat burung terbentang mulai dari tepi pantai hingga ke puncak gunung. Burung yang memiliki habitat khusus di tepi pantai tidak dapat hidup di pegunungan dan sebaliknya. Namun ada pula spesies burung-burung generalis yang dapat dijumpai di beberapa habitat. Misalnya burung kutilang yang dapat dijumpai pada habitat bakau hingga pinggiran hutan dataran rendah (Suryadi, 2008).

Peran suatu habitat terhadap suatu jenis satwa, memerlukan kegiatan pengumpul-an informasi tentpengumpul-ang kondisi habitat ypengumpul-ang spengumpul-angat menentukpengumpul-an bagi kehiduppengumpul-an


(23)

satwa, seperti makan, air, tempat berlindung, luas atau besar ruang, tipe vegetasi, dan formasi fisik lainnya.

2. Pergerakan Burung

Pergerakan adalah suatu strategi dari individu ataupun populasi untuk menyesuai-kan dan memanfaatmenyesuai-kan keadaan lingkungannya agar dapat hidup dan berkembang biak secara normal. Pergerakan individu yang menyebar dari tempat tinggalnya, biasanya secara perlahan-lahan dan mencakup wilayah yang tidak begitu luas disebut dispersal. Pola pergerakan lainnya adalah nomad, yaitu pergerakan individu ataupun populasi yang tidak tetap dan sulit dikenali secara pasti. Mereka bergerak untuk mendapatkan makanan dan tidak harus kembali ke daerah asalnya. Hal ini berbeda dari kegiatan migrasi, dimana migrasi merupakan pergerakan yang dilakukan dengan arah dan rute yang tetap mengiuti kondisi lingkungan dan akan kembali ke wilayah asalnya (Alikodra, 1990).

Salah satu bentuk pergerakan satwa terutama burung adalah migrasi. Menurut Alikodra (1990), migrasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Migrasi musiman, di setiap belahan bumi memiliki musim yang berbeda biasanya pada saat belahan bumi yang lain mengalami musim dingin maka burung-burung akan melakukan migrasi ke daerah yang lebih sesuai untuk mereka bertahan hidup dan beradaptasi.

2. Migrasi harian, seluruh satwa liar termasuk burung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan selalu melakukan pergerakan untuk mencari tempat yang lebih dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu berupa makanan, air, tempat berlindung, dan tempat berkembang biak.


(24)

3. Migrasi perubahan bentuk, satwa-satwa yang melakukan migrasi karena proses perubahan bentuknya atau metamorfosis.

3. Manfaat Burung

Ramdhani (2008) mengatakan bahwa, selain memiliki nilai penting di dalam ekosistem, burung pun bermanfaat bagi manusia, antara lain:

1. Sebagai bahan penelitian, pendidikan lingkungan, dan objek wisata (ekoturism).

2. Telur dan daging burung memiliki kandungan protein yang tinggi.

3. Banyak perlombaan-perlombaan yang diadakan dengan objek utamanya adalah burung, karena burung memiliki nilai estetika baik dari keindahan warna yang ditampilkan, maupun kemerduan suara burung.

4. Manfaat burung dari segi ekonomi. Komoditi burung yang paling dikenal adalah sarang walet, sehingga banyak bermunculan budidaya walet sehingga dapat menambah devisa negara.

B. Keanekaragaman Jenis

Menurut Ewusie (1990), keanekaragaman berarti keadaan berbeda atau mem-punyai berbagai perbedaan dalam bentuk dan sifat. Keanekaragaman jenis di daerah tropis dapat dilihat pada dua tingkatan yaitu jumlah besar spesies dengan bentuk kehidupan serupa dan kehadiran banyak spesies dengan wujud kehidupan sangat berbeda yang tidak ditemukan di bagian negara lain.


(25)

Pulau Sumatera memiliki 397 spesies burung. Sejumlah 22 spesies (6%) diantara-nya merupakan spesies endemik, sisadiantara-nya burung-burung yang tidak hadiantara-nya ter-dapat di Sumatera tetapi juga terter-dapat di kawasan Kepulauan Sunda Besar.

Keanekaragaman spesies burung di Sumatera, sebanyak 306 spesies (77%) mem-punyai kesamaan dengan burung yang terdapat di Kalimantan, sebanyak 345 spesies (87%) mempunyai kesamaan dengan burung yang terdapat di semenanjung Malaya dan sebanyak 211 spesies (53%) mempunyai kesamaan dengan burung yang terdapat di Jawa. Keseluruhan jumlah spesies burung yang ditemukan di kampus Unila mewakili 15,11% untuk wilayah Sumatera (Djausal, Bidayasari, dan Ahmad., 2007).

Keanekaragaman spesies atau jenis dapat digunakan untuk menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakan secara numerik sebagai indeks keragaman. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas semakin stabil. Gangguan yang parah menyebabkan penurunan yang nyata dalam keragaman (Michael, 1994).

C. Peran Ekologi Burung

Odum (1993) menyatakan bahwa ekologi adalah suatu studi tentang struktur dan fungsi ekosisitem atau alam dan manusia sebagai bagiannya. Struktur ekosistem menunjukkan suatu keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu termasuk keadaan densitas organisme, biomasa, penyebaran materi (unsur hara),


(26)

energi, serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya menciptakan keadaan sistem tersebut. Fungsi ekosistem menunjukan hubungan sebab akibat yang terjadi secara keseluruhan antar komponen dalam sistem. Ini jelas membuktikan bahwa ekologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari seluruh pola hubungan timbal balik antara makhluk hidup lainnya, serta dengan semua komponen yang ada di sekitarnya.

Ramdhani (2008) mengatakan bahwa, burung memiliki nilai penting di dalam ekosistem antara lain:

1. Berperan dalam proses ekologi (sebagai penyeimbang rantai makanan dalam ekosistem).

2. Membantu penyerbukan tanaman, khususnya tanaman yang mempunyai perbedaan antara posisi benang sari dan putik.

3. Sebagai predator hama (serangga, tikus, dan sebagainya).

4. Penyebar/agen bagi beberapa jenis tumbuhan dalam mendistribusikan bijinya.

Kehadiran burung merupakan sebagai penyeimbang lingkungan. Jika ditinjau dari banyak jenis burung yang memakan serangga dan besarnya porsi makan burung maka fungsi pengontrol utama serangga di hutan tropika adalah burung. Dalam membantu regerasi hutan tropika terutama pada proses penyebaran biji dan pe-nyerbuan bunga, burung memiliki andil yang cukup besar. Telah dijumpai 12 jenis burung yang secara potensial memiliki kemampuan membantu proses penyerbukan, sehingga kehadiran burung mutlak diperlukan dalam ekosistem hutan tropika (Hernowo, 1989).


(27)

Burung merupakan salah satu komponen ekosistem sebagai peyeimbang karena perannya sebagai satwa pemangsa puncak, satwa pemencar biji, dan satwa penyerbuk. Ketersediaan makanan merupakan faktor penting yang mengendali-kan kelangsungan hidup dan jumlah populasi burung di alam. Sebagai contoh adalah burung elang sebagai burung pemangsa puncak. Populasi burung elang tetap ada bahkan melimpah apabila makanan juga melimpah, sebaliknya populasi elang sebagai satwa akan menurun apabila kekurangan makanan. Peran elang sebagai satwa pemangsa dapat mengendalikan populasi satwa yang dimangsanya. Burung elang dapat mengendalikan hama tikus, sehingga terjadi keseimbangan populasi di alam ekosistem (Djausal dkk., 2007).

Burung pemakan buah mendatangi pohon-pohon yang sedang berbuah atau re-rumputan yang berbiji. Kemammpuan burung untuk terbang dalam jarak yang jauh membantu memencarkan biji tumbuhan dan berarti pula membantu per-kembangbiakan tumbuhan berbiji. Demikian pula dengan burung-burung pe-makan serangga dapat mengendalikan populasi serangga. Ledakan populasi serangga tidak akan terjadi kalau dalam ekosistem tersebut terdapat burung dalam jumlah yang memadai. Burung pemakan madu mendatangi bunga-bunga untuk menghirup nektar bunganya. Secara tidak sengaja kegiatan burung mendatangi bunga-bunga membantu penyerbukan bunga tersebut (Djausal dkk., 2007).


(28)

D. Analisis Data

1. Analisis Keanekaragaman Burung

Untuk mengetahui keanekaragaman jenis dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wienner (Odum, 1971 dikutip oleh Fachrul, 2007), dengan rumus sebagai berikut:

H’= - Pi ln (Pi), dimana Pi = (ni/N) Keterangan:

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner, ni = Jumlah individu jenis ke-i,

N = Jumlah individu seluruh jenis.

Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) adalah sebagai berikut (Odum, 1971 dikutip oleh Fachrul, 2007):

H ≤ 1 : keanekaragaman rendah, 1<H < 3 : keanekaragaman sedang, H ≥ 3 : keanekaragaman tinggi.

2. Analisis Indeks Kesamarataan

Indeks kesamarataan diperoleh dengan mengunakan rumus sebagai berikut : J = H’/ H max atau J = -Pi ln (Pi)/ln(S)

Keterangan:

J = Indeks kesamarataan, S = Jumlah jenis.


(29)

Kriteria indeks kesamarataan (J) menurut Daget (1976) dikutip oleh Solahudin (2003) adalah sebagai berikut:

0 < J ≤ 0,5 : Komunitas tertekan, 0,5 < J ≤ 0,75 : Komunitas labil, 0,75 < J ≤ 1 : Komunitas stabil.

Menurut Odum (1983), jika nilai indeks kesamarataan spesies dapat mencapai 0,80 maka keanekaragaman burung-burung di lokasi penelitian cukup tinggi. Nilai indeks kesamarataan spesies dapat menggambarkan kestabilan suatu komunitas, yaitu bila angka nilai kesamarataan diatas 0,75 maka dikatakan komunitas stabil. Bila semakin kecil nilai indeks kemerataan spesies maka penyebaran tidak merata.

E. Repong Damar

Kebun damar atau masyarakat Lampung Krui menyebutnya Repong Damar adalah suatu sistem pengelolaan tanaman perkebunan yang ekosistemnya merupa-kan hamparan tanaman yang membentuk suatu lahan hutan yang dibudidayamerupa-kan dan dikelola oleh masyarakat (Mulyani, 2008).

Kebun damar sering disebut oleh masyarakat Lampung Krui dengan istilah Repong Damar yang adalah suatu sistem pengelolaan tanaman perkebunan yang ekosistemnya merupakan hamparan tanaman yang membentuk suatu hutan yang dibudidayakan dan dikelola oleh masyarakat. Pada proses awal pembentukan repong damar, dimulai dengan pembentukan lahan yang dilakukan masyarakat dengan membuka suatu areal lahan semak ataupun suatu hutan marga dengan menebangnya kemudian dibakar untuk membersihkan lahannya. Proses selanjut-nya setelah lahan ini siap untuk ditanami atau sudah bersih dari rerumputan atau


(30)

semak-semak dan yang tinggal adalah pohon-pohon atau tanaman kayu-kayuan terutama dari jenis buah-buahan seperti durian, petai, duku atau aren lalu ditanami dengan jenis tanaman padi ladang untuk dipanen hasilnya setelah sekitar 6 bulan atau lebih (Profil Pekon Pahmungan, 2010).

Dari hasil pencacahan pada repong di Kecamatan Pesisir Tengah dan Pesisir Selatan, diketahui terdapat 26 jenis pohon kayu, 33 jenis pohon buah-buahan dan 5 jenis tumbuhan bermanfaat lainnya. Dari 28 jenis pohon kayu (termasuk damar), ternyata sebaran jenis sebanyak 16 jenis yang terdapat di Kecamatan Pesisir Tengah, yaitu bayur, sungkai, kandis, pulai, talas, laban, lahu, waru, suren, haneban, ketapang, salam, kayu manis, rengas, jati, cempaka. Untuk jenis pohon buah-buahan terdapat 29 jenis, terdiri dari duku, durian, petai, menteng, cempedak (lima jenis utama buah-buahan), jengkol, melinjo, manggis, cengkeh, kopi, mangga, kupa, jambu, coklat, nangka, rambutan, jambu bol, sirsak, pinang, aren, kemang, belimbing wuluh, jaling/kapau, jeruk, randu, limus, serengku dan kemiri. Lima jenis tumbuhan bermanfaat lainnya adalah bambu, lada, rotan, cabe dan katuk (Dinas Kehutanan dan PSDA Lampung Barat, 2005).


(31)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni 2012 di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat (Gambar 2).

Gambar 2. Peta Lampung Barat (Google Satellite Map, 2005).

Lokasi Penelitian


(32)

Gambar 3. Lokasi titik pengamatan burung di Repong Damar Pahmungan (Firdaus, 2012)

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan meliputi: kertas kerja (Tally sheet), binokuler 7 x 50 mm, jam tangan Q&Q digital, camera digital Fuji Film 14 MP, GPS (Global Positioning System) Garmin 76CSX, dan Buku Panduan Lapangan Indentifikasi Jenis Burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan oleh (MacKinnon dkk., 1998). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah spesies-spesies burung yang ada di dalam kawasan penelitian.

C. Batasan Penelitian

Batasan dalam penelitian ini meliputi:

1. Penelitian terhadap burung hanya dilakukan pada burung jenis diurnal dan didentifikasi secara audio visual dengan radius sejauh mata memandang.


(33)

2. Penelitian dilakukan sesuai dengan kondisi cuaca yaitu cuaca cerah dan mendung. Apabila hujan maka penelitian tidak dilakukan.

D. Jenis Data

1. Data Primer

Data primer meliputi spesies-spesies burung yang dijumpai di kawasan pe-ngamatan serta berdasarkan infomasi dari masyarakat.

2. Data Sekunder

Data sekunder meliputi karakteristik lokasi penelitian yang berupa keadaan fisik lokasi penelitian, iklim, vegetasi, dan peranan ekologis burung dengan menggunakan studi literatur.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Orientasi Lapangan

Orientasi lapangan dilakukan 3 hari sebelum pengamatan, ini bertujuan untuk mengenal areal penelitian, kondisi lapangan dan titik pengamatan untuk memudahkan pengamatan.

2. Pengamatan Burung

Pengamatan burung dilakukan dengan menggunakan pengamatan secara langsung yaitu menggunakan metode terkonsentrasi dengan cara menetapkan lokasi-lokasi yang sesuai dengan pergerakan dan kondisi lingkungan (Alikodra, 1990).

Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 06.00-08.00 WIB dan pada sore hari pada pukul 16.00-18.00 WIB, pengamatan dilakukan pada empat titik


(34)

pe-ngamatan yang dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali pada setiap titiknya. Titik lokasi pengamatan tersebut, yaitu:

1. Titik I: perbatasan sawah dan hutan

Titik pengamatan ini berada di tengah-tengah antara persawahan dan cover hutan. Pengamatan dilakukan terhadap burung yang terlihat diantara persawahan dan hutan.

2. Titik II: dekat permukiman

Titik pengamatan ini berada di kebun yang dekat dengan permukiman masyarakat. Jenis tanaman yang terdapat di lokasi pengamatan yaitu; damar, cengkeh, pisang, duku, durian, jambu air, dan petai.

3. Titik III: bekas tebangan damar

Titik pengamatan ini berada di tengah-tengah areal kosong bekas tebangan damar dengan luasan sekitar 0,75 Ha. Di areal pengamatan ini hanya terdapat tumbuhan bawah berupa semak-semak yang dikelilingi oleh hutan. 4. Titik IV: hutan damar.

Titik pengamatan yang keempat ini merupakan titik pengamatan yang mewakili kondisi tegakan di Repong damar. Vegetasinya didominasi oleh tegakan pohon damar, yang diselingi oleh tanaman kayu-kayuan dan buah-buahan.

Setiap spesies burung yang dilihat atau didengar langsung dicatat jenis dan jumlahnya. Burung yang tidak dapat dikenali dapat diidentifikasi dengan menggunakan buku panduan lapangan indentifikasi jenis burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan oleh MacKinnon (1998).


(35)

3. Kondisi Habitat Secara Umum

Kondisi umum areal pengamatan diamati dengan metode rapid assessment merupakan modifikasi dari habitat assessment untuk mendapatkan gambaran secara umum tipe vegetasi ditemukannya keberadaan burung. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui jenis tumbuhan penyusun habitat secara umum (Brower, Jerrold, and Von Ende., 1990).

F.Analisis Data

1. Analisis Keanekaragaman Burung

Untuk mengetahui keanekaragaman jenis dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wienner (Odum, 1971 dikutip oleh Fachrul, 2007), dengan rumus sebagai berikut:

Rumus: H’= -∑ Pi ln (Pi), dimana Pi = (ni/N) Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner, ni = Jumlah individu jenis ke-i,

N = Jumlah individu seluruh jenis.

Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) adalah sebagai berikut (Odum, 1971 dikutip oleh Fachrul, 2007):

H ≤ 1 : keanekaragaman rendah, 1 < H < 3 : keanekaragaman sedang, H ≥ 3 : keanekaragaman tinggi.


(36)

2. Analisis Indeks Kesamarataan

Indeks kesamarataan diperoleh dengan mengunakan rumus sebagai berikut: J = H’/ H max atau J = -Pi ln (Pi)/ ln(S)

Keterangan:

J = Indeks kesamarataan, S = Jumlah jenis.

Kriteria indeks kesamarataan (J) menurut Daget (1976) dalam Solahudin (2003) adalah sebagai berikut:

0 < J ≤ 0,5 : Komunitas tertekan, 0,5 < J ≤ 0,75 : Komunitas labil, 0,75 < J ≤ 1 : Komunitas stabil.

Nilai indeks kesamarataan spesies dapat menggambarkan kestabilan suatu komunitas, yaitu bila angka nilai kesamarataan di atas 0,75 maka dikatakan komunitas stabil. Bila semakin kecil nilai indeks kesamarataan spesies maka penyebaran spesies tidak merata, artinya dalam komunitas ini tidak ada spesies yang mendominasi sehingga kemungkinan kurang adanya persaingan dalam mencari kebutuhan untuk hidup.

3. Analisis Kesamaan Spesies Antar Habitat

Indeks kesamaan (Similarity index) dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1993 dalam Indriyanto, 2006). Hal ini untuk mengetahui kesamaan dan ada tidaknya perbedaan komposisi spesies burung berdasarkan kedua lokasi pengamatan yang diteliti.


(37)

Keterangan : C = jumlah spesies yang sama pada kedua komunitas, A = jumlah spesies yang dijumpai pada lokasi 1, B = jumlah spesies yang dijumpai pada lokasi 2.

4. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan dalam penggunaan habitat dan vegetasi oleh burung serta peranan ekologis burung dalam ekosistem ditabulasikan dan diuraikan secara deskriptif berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan.


(38)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa di Repong Damar Pekon Pahmungan terdapat 16 spesies burung yang berasal dari 10 famili dan total individu keseluruhan yang ditemukan sebanyak 468 individu. Spesies-spesies burung tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Spesies-spesies burung yang ditemukan di Repong Damar pekon Pah-mungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat pada bulan Juni 2012.

No Nama Jenis Nama Ilmiah Famili

Habitat

Jumlah

A B C D

1 Layang-layang api Hirundo ruticia Hirundinidae 137 57 55 5 254

2 Layang-layang rumah Delichon dasypus Hirundinidae - 23 - - 23

3 Gereja Erasia Passer montanus Ploceidae 14 34 - - 48

4 Bondol jawa Lonchura leocogastroides Ploceidae 27 - - - 27

5 Bondol Peking Lonchura punctulata Ploceidae 20 - - - 20

6 Bondol haji Lonchura maja Ploceidae 8 - - - 8

7 Cucak kuning Pycnonotus melanicterus Pycnonotidae - 5 5 15 25

8 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae 6 - - 9 15

9 Cici padi Cisticola juncidis Cisticolidae 6 4 4 - 14

10 Patak damar - - - - - 8 8

11 Pijantung besar Acachnothera robusta Nectariniidae - 7 - - 7

12 Sepah hutan Pericrolutus flammeus Campephagidae - - - 6 6

13 Cekakak sungai Todirhamphus chloris Alcedinidae 4 - - - 4

14 Elang hitam Ictinaetus malayensis Accipitridae 2 1 - - 3

15 Takur tutut Megalaima refflesii Megalaimidae - - - 3 3

16 Srigunting hitam Dicrurus macrocercus Decruridae - - - 3 3


(39)

Keterangan:

A= Perbatasan sawah dan hutan B= Dekat permukiman

C= Bekas tebangan D= Hutan damar

Spesies burung yang ditemukan mempunyai ciri-ciri yang berbeda antar spesiesnya. Pengenalan spesies burung ini dengan mengamati ciri-ciri yang dilihat, ukuran tubuh, bentuk paruh, bentuk kaki, ekor, suara yang dikeluarkan serta prilaku burung. Pengindentifikasian spesies dengan mencocokan buku panduan pengamatan burung Mackinnon, sehingga masing-masing spesies bisa dibedakan.

Famili burung yang ditemukan, antara lain berasal dari famili Ploceidae yaitu Bondol Jawa (Lonchura leocogastroides), bondol haji (Lonchura maja), Bondol Peking (Lonchura punctulata), dan Gereja Erasia (Passer montanus), dari famili Cisticolidae yaitu cici padi (Cisticola juncidis), dari famili Alcedinidae yaitu cekakak sungai (Todirhamphus chloris), dari famili Pycnonotidae yaitu cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan cucak kuning (Pycnonotus melanicterus), dari famili Accipitridae yaitu elang hitam (Ictinaetus malayensis), dari famili Hirundinidae yaitu layang-layang api (Hirundo ruticia) dan layang-layang rumah (Delicho dasypus), dari famili Megalaimidae yaitu takur tutut (Megalaima refflesii), dari famili Campephagidae yaitu sepah hutan (Pericrolutus flammeus), dari famili Decruridae yaitu srigunting hitam (Dicrurus macrocercus), dari famili Nectariniidae yaitu pijantung besar (Acachnothera robusta). Selain itu ditemukan burung yang merupakan jenis asli habitat Repong Damar yaitu burung patak damar.


(40)

Bondol Jawa (Lonchura leocogastroides) pada saat penelitian sering mengeluarkan suara seperti “cri-ii, cri-i.. atau ci-ii..; dan pit.. pit”. Burung ini hanya ditemukan di perbatasan sawah dan hutan sebanyak 27 ekor, karena burung tersebut memakan padi dan aneka biji-bijian. Pada saat pengamatan burung ini ditemukan sedang bertengger di rumpun bambu (Gambar 4) dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Spesies burung Bondol Jawa ini paling sering ditemukan pada sore hari. Bondol Jawa umumnya membentuk kelompok selama musim panen padi, tetapi hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil (Mac Kinnon dkk, 1998). Kelompok pada mulanya terdiri dari beberapa ekor saja, akan tetapi pada musim panen padi kelompok ini dapat membesar mencapai ratusan ekor. Burung ini nampak lebih banyak jumlahnya pada sore hari. Kelompok burung yang besar seperti ini dapat menjadi hama yang sangat merugikan bagi petani padi.

Gambar 4 . Burung Bondol Jawa (Lonchura leocogastroides) pada penelitian di Repong Damar Pekon Pahmungan, kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012 (Foto: Firdaus dkk, 2012)


(41)

Bondol haji (Lonchura maja) selama penelitian ditemukan sebanyak 8 ekor. Sama dengan Bondol Jawa, burung ini hanya ditemukan di perbatasan sawah dan hutan perbedaan bondol haji ini dengan bondol lainnya terlihat jelas pada bagian kepalanya berwarna putih (Gambar 5) Biasanya spesies burung bondol haji banyak ditemukan pada saat musim padi. Burung bondol haji memakan padi dan aneka biji-bijian, dan sering memakan padi di sawah sehingga merupakan hama bagi petani.

Gambar 5 . Bondol haji (Lonchura maja) pada penelitian di Repong Damar Pekon Pahmungan, kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012

(Foto: Firdaus dkk, 2012)

Bondol Peking (Lonchura punctulata) selama penelitian ditemukan sebanyak 20 ekor dan teramati sedang bertengger pada tanaman bambu (Gambar 6). Sama dengan Bondol Jawa, burung ini ditemukan di perbatasan sawah dan hutan, karena makanan utama burung ini adalah aneka biji rumput-rumputan termasuk padi. Menurut Mac Kinnon dkk (1998), burung ini hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil dan sering bergabung dengan kelompok bondol lainnya. Bondol


(42)

Peking sering teramati bergerombol memakan bulir biji-bijian di semak rerumputan atau bahkan turun ke tanah. Kelompok yang besar semacam ini dapat menimbulkan kerugian yang besar kepada para petani. Burung ini sering ditemukan di perbatasan sawah dan hutan pada sore hari sedangkan pada pagi hari jumlahnya lebih sedikit. Hal tersebut disebabkan karena pada pagi hari banyak aktivitas manusia di perbatasan sawah dan hutan.

Gambar 6. Bondol Peking (Lonchura punctulata) pada penelitian di Repong Damar Pekon Pahmungan, kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012 (Foto: Firdaus dkk, 2012)

Burung Gereja Erasia (Passer montanus) dijumpai di perbatasan sawah dan hutan serta di dekat permukiman (N= 48 ekor). Pada lokasi perbatasan sawah dan hutan ditemukan sebanyak 14 ekor, sedangkan pada lokasi dekat permukiman di temukan sebanyak 34 ekor. Menurut Mac Kinnon dkk (1998), burung ini berasosiasi dekat dengan manusia, hidup berkelompok di sekitar rumah. Burung ini adalah jenis burung yang terbang secara berkoloni. Burung ini sering mencari


(43)

makan di tanah, lahan pertanian dengan mematuki biji-biji kecil atau keras. Burung gereja sudah terbiasa dengan keberadaan manusia sehingga tidak terlalu terganggu dengan kehadiran manusia (Gambar 7).

Gambar 7. Gereja Erasia (Passer montanus) di Universitas Lampung Februari 2011, burung ini ditemukan saat penelitian di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012 (Foto: Deni, 2011).

Cici padi (Cisticola juncidis) selama penelitian ditemukan sebanyak 14 ekor (Gambar 8). Burung ini hampir ditemukan di setiap lokasi penelitian yaitu berada di perbatasan persawahan dan hutan, di dekat permukiman, dan lokasi bekas tebangan damar. Cici padi lebih sering terlihat pada pagi hari, suaranya terdengar ribut. Perbatasan sawah dan hutan merupakan lokasi yang paling sering ditemukan spesies burung ini. Burung ini memangsa aneka jenis serangga, dan lebih banyak menjelajah di sela-sela kerimbunan batang-batang rumput yang


(44)

tinggi sehingga susah terlihat keberadaannya. Gerakan yang lincah membuat burung ini selalu berpindah dengan kicauan suara yang khas.

Gambar 8. Cici padi (Cisticola juncidis) dijumpai saat penelitian di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012 (Foto: Baskoro, 2009).

Cekakak sungai (Todirhamphus chloris) hanya ditemukan di lokasi perbatasan sawah dan hutan sebanyak 4 ekor. Burung ini biasanya bertengger di tonggak-tonggak bambu atau pepohonan yang ada di perbatasan sawah dan hutan. Burung ini juga sering terlihat terbang dengan cepat dari satu pohon ke pohon lainnya. Saat pengamatan burung ini terlihat terbang sangat ribut dengan mengeluarkan suara yang keras dan dapat didengar sehingga keberadaan burung ini bisa terlihat. Menurut MacKinnon (1998), burung cekakak sungai mempunyai cirri-ciri: kaki dan ekor pendek, kepala besar, paruh panjang kuat, berukuran sedang (24 cm) dengan bulu berwarna biru dan putih. Mahkota, sayap, punggung, dan ekor biru kehijauan berkilau terang dengan ada strip hitam melewati mata serta tubuh bagian bawah putih bersih. Burung ini adalah spesies burung pemakan beberapa


(45)

jenis ikan dan serangga-serangga kecil. Burung cekakak sungai dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini.

Gambar 9. Cekakak sungai (Todirhamphus chloris) di Universitas Lampung Februari 2011, burung ini juga ditemukan saat penelitian di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat pada bulan Juni 2012 (Foto: Deni, 2011).

Spesies burung cucak-cucakan yang sering dijumpai di lokasi penelitian adalah cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan cucak kuning (Pycnonotus melanicterus). Burung-burung ini hampir ditemukan di semua lokasi penelitian. Menurut Holmes dkk (1999) cucak-cucakan adalah penghuni lapisan tengah tengah tajuk yang berukuran sedang, sangat rebut dan sering dijumpai berpasangan atau dalam kelompok kecil.

Berdasarkan penelitian, cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) sering dijumpai di perbatasan sawah dan hutan, serta pada hutan damar sebanyak 15 ekor (Gambar 10). Menurut Mac Kinnon dkk (1998), burung ini lebih menyukai pepohonan


(46)

yang terbuka atau habitat bersemak. Kelompok burung ini terbang dengan suara ribut, berbunyi nyaring dan mengeluarkan suara “cuk, cuk, ..tuit,tuit” berulang-ulang di atas tenggerannya. Burung ini seringkali memakan buah-buahan yang lunak dan berbagai jenis serangga, ulat dan aneka hewan kecil lainnya yang menjadi hama tanaman. Burung ini ditemukan berpasangan atau berkelompok, baik ketika mencari makan maupun bertengger dengan jenisnya sendiri maupun dengan jenis merbah yang lain atau bahkan dengan jenis burung yang lain (Mac Kinnon dkk,1998).

.

Gambar 10. Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) di Taman Nasional Gunung Merapi Yogyakarta tanggal 7 Maret 2010 burung ini juga ditemukan di Repong Damar Pekon Pahmungan,

Kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012 (Foto: Adhy, 2010).

Sama halnya dengan cucak kutilang, cucak kuning (Pycnonotus melanicterus) juga hampir ditemui di lokasi penelitian, yaitu di dekat permukiman, bekas tebangan damar, dan hutan damar sebanyak 25 ekor. Menurut Mac Kinnon dkk (1998) burung ini termasuk burung yang agak pemalu. Burung ini mengunjungi


(47)

pohon-pohon tinggi dan rimbun di tepi hutan dan hutan sekunder, atau tepian sungai di hutan. Burung ini biasanya memburu aneka serangga terutama buah-buahan untuk makanannya (Gambar 11).

Gambar 11. Cucak kuning (Pycnonotus melanicterus) ditemukan di Semarang tahun 2009, burung ini juga ditemukan di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012 (Foto : Baskoro, 2009).

Elang hitam (Ictinaetus malayensis) dijumpai pada lokasi penelitian di perbatasan persawahan dan hutan, dan di dekat permukiman sebanyak 3 ekor. Burung ini pada saat penelitian sering terdengar mengeluarkan suara Ratapan berulang-ulang "klii-ki" atau "hi-liliuw". Menurut Mac Kinnon dkk (1998) burung ini mendiami kawasan hutan, biasanya berputar-putar rendah di atas tajuk pohon. Meluncur dengan indah dan mudah di sisi-sisi bukit berhutan, sering berpasangan. Burung ini suka merampok burung lain. Terbang tanpa lelah mengitari hutan untuk mencari mangsa dan ahli dalam melakukan penyergapan mendadak. Burung ini sering memakan anakan di sarang, kadal, mamalia kecil, katak, kelelawar, dan


(48)

serangga besar. Saat pengamatan, burung elang hitam ini terlihat ketika sedang terbang berputar-putar di lokasi pengamatan. Burung ini biasanya memangsa ayam ataupun bebek penduduk (Gambar 12).

Gambar 12. Elang hitam (Ictinaetus malayensis) berada di Kendal pada tahun 2009, burung ini juga terdapat di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012 (Foto : Baskoro, 2009).

Burung dari famili Hirundinidae yaitu layang-layang api (Hirundo ruticia) dan laying-layang rumah (Delichon dasypus) seringkali ditemui dalam penelitian ini. Layang-layang api (Hirundo ruticia) adalah jenis burung ditemui di semua lokasi penelitian, dan merupakan burung yang paling banyak ditemukan sejumlah 254 ekor (Gambar 13).

Menurut Mac Kinnon dkk (1998) burung ini terbang melayang dan melingkar di udara atau terbang rendah di atas tanah atau air untuk menangkap serangga kecil. Hinggap pada cabang pohon yang mati, tiang, atau kawat telepon. Mencari makan


(49)

sendiri-sendiri tetapi dalam jumlah besar di satu tempat. Kadang-kadang ber-gabung dalam kelompok besar, bahkan ketika berada di dalam kota.

Gambar 13. Layang-layang api (Hirundo ruticia) ditemukan pada penelitian di Repong Damar Pekon Pahmungan, kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012 (Foto: Firdaus dkk, 2012)

Layang-layang rumah (Delichon dasypus) dijumpai di dekat permukiman se-banyak 23 ekor. Spesies burung layang-layang rumah ini terlihat sedang bertengger pada kabel listrik dekat rumah-rumah penduduk. Terlintas seperti walet, tetapi terbang lebih lamban. Melayang dengan sayap setengah tertutup, tidak seperti wallet yang terbang melayang dengan sayap terbentang penuh. Burung ini hidup sendirian, berbaur dengan layang-layang lain atau dengan walet. Lebih banyak di udara dibandingkan layang-layang lain, terbang melingkar di udara dan menangkap serangga. Umumnya terlihat sewaktu terbang melayang (Mac Kinnon dkk, 1998).


(50)

Takur tutut (Megalaima refflesii) dijumpai di hutan damar sebanyak 3 ekor. Burung ini hanya terdapat di lokasi pengamatan hutan damar dan tidak ditemukan pada lokasi pengamatan lainnya. Perjumpaan dengan burung ini sangat jarang sekali, tubuh berwarna hijau menyerupai daun sehingga sulit teramati (Gambar 14). Burung ini biasanya terdapat pada tajuk bagian atas dan memakan jenis buah-buahan, biji, dan bunga. Saat penelitian ditemukan sedang betengger di pohon duku dan mengeluarkan suara yang khas. Suara: ketukan dua nada “tuk” yang dalam, diikuti selang waktu, kemudian disusul sepuluh dua puluh ketukan “tuk” yang cepat sekitar tiga kali per detik. Takur tutut berukuran sedang (25 cm) berwarna hijau. Kepala memiliki campuran warna biru, merah, hitam, dan kuning, seluruh mahkota merah. Ciri khasnya: tenggorokan biru dan bercak kuning pada pipi. Remaja berwarna lebih suram, Iris coklat, paruh hitam, kaki abu-abu (Mac Kinnon dkk, 1998).

Gambar 14. Burung takur tutut (Megalaima refflesii) ditemukan pada penelitian di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012 (Foto: Baskoro dkk, 2009)


(51)

Sepah hutan (Pericrolutus flammeus) dijumpai di hutan damar sebanyak 6 ekor. Burung ini teramati ketika sedang bertengger di atas pohon damar, warna yang terang membuat burung ini mudah terlihat. Keadaan hutan damar yang masih banyak pepohonan, menjadi habitat yang cocok untuk spesies burung ini. Menurut Mac Kinnon dkk (1998) burung ini adalah burung rimba yang membiak kekal dalam hutan dan kawasan semak yang lain seperti taman, terutama di kawasan berbukit. Lebih menyukai hutan primer, berlompatan di antara puncak pohon berdaun halus, berpasangan atau dalam kelompok dan mempunyai siulan yang merdu seperti “ kru-u-u-ti-tip.ti-tirr”. Pada umumnya burung ini memakan serangga. Burung ini menangkap serangga secara menyambar atau ketika ber-tenggek, menghalau serangga dengan berkepak dengan kuat. Spesies burung sepah hutan dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Burung sepah hutan (Pericrolutus flammeus) pada penelitian di Repong Damar Pekon Pahmungan,

kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012 (Foto: Firdaus dkk, 2012).


(52)

Srigunting hitam (Dicrurus macrocercus) dijumpai di hutan damar sebanyak 3 ekor. Burung ini menyukai tempat terbuka, sering hinggap dan duduk di pohon kecil. Burung ini sering memburu serangga yang berpasangan atau berkelompok. Burung srigunting hitam ini teramati ketika sedang terbang melitas di lokasi pengamatan berpindah dari pohon damar ke pohon durian (Gambar 16).

Gambar 16. Srigunting hitam (Dicrurus macrocercus) juga ditemukan pada penelitian di Repong Damar Pekon Pahmungan, kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012 (Foto: Baskoro dkk, 2009).

Pijantung besar (Acachnothera robusta) dijumpai lokasi dekat permukiman sebanyak 7 ekor. Sama halnya dengan burung pijantung yang lain, burung ini biasanya hidup sendirian. Burung ini agak galak sering mengejar pijantung lain yang keluar dari teritorinya. Burung ini sering duduk pada tempat terbuka yang tinggi untuk menyanyi. Burung ini dijumpai ketika sedang menghisap jantung tanaman pisang, merupakan burung penghisap sari-sari tanaman (Gambar 17).


(53)

Gambar 17. Pijantung besar (Acachnothera robusta) pada penelitian di Repong Damar Pekon Pahmungan, kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012 (Foto: Firdaus dkk, 2012)

Patak damar merupakan nama lokal dan belum diketahu nama ilmiahnya. burung ini hanya ditemukan pada lokasi hutan damar sebanyak 8 ekor (Gambar 18). Patak damar adalah jenis burung endemik yang berada di habitat repong damar. Secara visual burung ini terlihat seperti sejenis cucak kutilang. Bentuknya sama seperti kutilang, hanya saja berbeda pola warnanya yang keabu-abuan. Ciri- ciri burung ini kepalanya berwarna hitam, bagian perutnya berwarna putih, sayapnya berwarna hitam terdapat bercak-bercak putih. Burung patak damar ini teramati ketika sedang bertengger di pohon duku. Menurut Sahyar (2012), burung patak damar ini hampir mirip dengan burung spesies cucak-cucakan. Memakan buah-buahan dan juga serangga-serangga kecil.


(54)

Gambar 18. Patak damar pada penelitian di Repong Damar Pekon Pahmungan, kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat selama bulan Juni 2012 (Foto: Firdaus dkk, 2012)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya jenis burung yang ditemukan selama penelitian tidak hanya burung hutan saja. Menurut Partasasmita (2003), tidak semua satwa menggunakan satu tipe habitat untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Sebagai contoh adalah burung pipit, habitat untuk mencari makannya adalah di daerah persawahan dan habitat untuk bertelurnya adalah di pohon-pohon yang ada di pekarangan.

Selama penelitian beberapa spesies yang dijumpai dalam populasi yang cukup besar adalah layang-layang api (Hirundo ruticia), gereja erasia (Passer montanus), bondol Jawa (Lonchura leocogastroides), cucak kuning (Pycnonotus melanicterus), layang-layang rumah (Delichon dasypus), bondol peking (Lonchura punctulata), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), dan cici padi (Cisticola juncidis). Sedangkan spesies-spesies yang dijumpai dalam populasi


(55)

kecil adalah patak damar, bondol haji (Lonchura maja), pijantung besar (Acachnothera robusta), sepah hutan (Pericrolutus flammeus), cekakak sungai (Todirhamphus chloris), elang hitam (Ictinaetus malayensis), takur tutut (Megalaima refflesii), dan srigunting hitam (Dicrurus macrocercus).

Kehadiran burung pada suatu habitat merupakan hasil dari adaptasi terhadap habitat yang sesuai untuk kehidupannya. Pemilihan habitat akan menentukan spesies burung pada lingkungan tertentu. Ketersediaan pakan dalam habitat yang di-tempati merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran populasi burung. Menurut Partasasmita (2003), perubahan komposisi komponen habitat berupa jenis-jenis tumbuhan yang berimplikasi langsung terhadap perubahan keter-sediaan sumberdaya juga akan merubah komposisi burung-burung yang memanfaatkannya, sekaligus akan merubah jenis burung yang mendiami habitat tersebut.

Pada lokasi bekas tebangan, keanekaragaman spesies burungnya lebih rendah dibandingkan dengan di perbatasan sawah dan hutan, di permukiman, dan di hutan damar. Hal ini disebabkan karena adanya aktifitas manusia, sehingga mengakibatkan hilangnya vegetasi yang berada pada lokasi bekas tebangan. Aktifitas manusia (penebangan) akan berdampak pada penurunan keaneka-ragaman jenis tumbuhan asli yang juga akan berdampak pada perubahan dan kehadiran burung yang ada, karena keberadaan tumbuhan sangat terkait dengan ketersediaan pakan, tempat bersarang, perlindungan dari mangsa, dan juga faktor mikroklimat. Dengan demikian tumbuhan dapat mempengaruhi ada atau tidaknya burung di suatu lokasi.


(56)

2. Tingkat Keanekaragaman Spesies Burung di Repong Damar

Penelitian ini dilakukan pada empat titik lokasi pengamatan, yaitu perbatasan sawah dan hutan, dekat permukiman, bekas tebangan damar, dan hutan damar. Dari ke empat lokasi teramati sebanyak 16 spesies burung di lokasi penelitian dengan jumlah individu 468 ekor. Di lokasi perbatasan sawah dan hutan ditemukan 9 spesies burung dengan jumlah individu 224 ekor, di lokasi dekat permukiman ditemukan 7 spesies burung dengan jumlah 131ekor, di lokasi bekas tebangan ditemukan 3 spesies burung dengan jumlah individu 64 ekor, dan di lokasi hutan damar ditemukan 7 spesies burung dengan jumlah individu 49ekor.

Data lengkap mengenai nilai keanekaragaman tiap spesies burung pada masing-masing lokasi dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan histogram perbandingan jumlah spesies antar lokasi pengamatan dapat dilihat padagambar 19.

Gambar 19. Histogram perbedaan jumlah spesies burung pada empat lokasi pengamatan di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat, bulan Juni 2012.


(57)

Tabel 5. Keanekaragaman spesies burung di empat lokasi pengamatan pada Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat selama bulan Juni 2012

Indeks Lokasi Pengamatan

A B C D

Indeks Keanekaragaman Shannon 1,372 1,442 0,502 1,802 Indeks Kesamarataan 0,624 0,741 0,457 0,926 Keterangan : A = Perbatasan sawah dan hutan

B = Dekat permukiman C = Bekas tebangan damar

D = Hutan damar

Nilai indeks keanekaragaman spesies pada ke empat lokasi pengamatan disajikan dalam histogram pada Gambar 20, dari ke empat lokasi pengamatan mempunyai nilai indeks yang berbeda-beda.

Gambar 20. Histogram indeks keanekaragaman spesies (H’) burung pada empat lokasi pengamatan di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat selama bulan Juni 2012.

Lokasi pengamatan di perbatasan sawah dan hutan memiliki tingkat keaneka-ragaman yang sedang (1<H’≤3); dekat permukiman memiliki tingkat


(58)

keaneka-ragaman yang sedang (1<H’≤3); lokasi bekas tebangan damar termasuk dalam lokasi yang memiliki tingkat keanekaragaman yang rendah (H’≤1); lokasi hutan damar memiliki tingkat keanekaragaman yang sedang (1<H’≤3). Tingkat keanekaragaman yang sedang menunjukkan bahwa lokasi tersebut masih dijadi-kan sebagai tempat tinggal, mencari madijadi-kan, dan berkembang biak bagi spesies burung. Hal ini disebabkan karena lokasi-lokasi tersebut didukung oleh jenis-jenis vegetasi yang cukup bervariasi sebagai sumber pakan burung-burung, berbeda dengan lokasi yang memiliki keanekaragaman rendah.

Nilai indeks keanekaragaman sangat berkaitan dengan nilai indeks kesamarataan yang di peroleh dari ke empat lokasi pengamatan. Nilai indeks keanekaragaman spesies pada hutan damar adalah yang tertinggi dibandingkan tiga lokasi lainnya, sedangkan pada lokasi perbatasan antara sawah dan hutan ditemukan jumlah spesies yang lebih banyak. Hal ini dikarenakan jumlah individu antar spesies burung pada hutan damar tidak ada yang mendominansi.

Hilangnya vegetasi menyebabkan hilangnya juga sumber pakan bagi burung, sehingga pada lokasi bekas tebangan memiliki keanekaragaman burung yang rendah. Keanekaragaman spesies burung berhubungan dengan keseimbangan dalam komunitas. Jika nilai keanekaragamannya tinggi, maka keseimbangan komunitasnya juga tinggi. Tetapi, jika nilai keseimbangan tinggi belum tentu menunjukkan keanekaragaman spesies dalam komunitas tersebut tinggi. (Purnomo, 2009).

Selain dapat menghitung keanekaragaman spesies burung, indeks keaneka-ragaman juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu suatu


(59)

kemampuan komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada ganggu-an terhadap komponen-komponennya (Soegiganggu-anto, 1994 dikutip oleh Indriyanto, 2006).

Gambar 21. Histogram indeks kesamarataan (J) burung pada empat lokasi pengamatan di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat pada bulan Juni 2012.

Nilai indeks kesamarataan pada empat lokasi pengamatan memiliki nilai yang berbeda-beda dan dapat dilihat pada Tabel 6. Dari beberapa lokasi penelitian, hanya hutan damar yang memiliki nilai indeks kesamarataan diatas 0,75, yaitu mencapai 0,926. Itu artinya, komunitas di lokasi pengamatan hutan damar dapat dikatakan berada dalam kondisi yang stabil (0,75 < J ≤ 1). Kelimpahan spesies pada hutan damar tersebut tersebar secara merata, tidak ada yang mendominasi. Sedangkan nilai indeks kesamarataan pada lokasi pengamatan perbatasan antara sawah dan hutan tergolong sama dengan lokasi pengamatan dekat permukiman memiliki nilai indeks kesamarataan (0,5 < J ≤ 0,75) dikatakan berada dalam kondisi labil. Lokasi pengamatan di bekas tebangan damar memiliki nilai yang


(60)

paling rendah diantara lokasi pengamatan lainnya. Nilai indeks kesamarataan pada lokasi ini berada dalam kondisi yang tertekan (0 < J ≤ 0,5). Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang membedakan dengan lokasi pengamatan lainnya, diantaranya kemelimpahan sumber pakan dan aktifitas manusia.

Menurut Odum (1983), jika nilai indeks kesamarataan spesies dapat mencapai 0,80 maka keanekaragaman burung-burung di lokasi penelitian cukup tinggi. Nilai indeks kesamarataan spesies dapat menggambarkan kestabilan suatu komunitas, yaitu bila angka nilai kesamarataan diatas 0,75 maka dikatakan komunitas stabil. Bila semakin kecil nilai indeks kemerataan spesies maka penyebaran tidak merata.

Tabel 6. Nilai indeks kesamaan spesies antar habitat pada empat lokasi pengamatan di Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat bulan Juni 2012.

Perbatasan Sawah dan Hutan Dekat Pemukiman Bekas Tebangan Hutan Damar Perbatasan Sawah

dan Hutan 0,50 0,40 0,25

Dekat Permukiman 0,60 0,29

Bekas Tebangan 0,40

Hutan Damar

Kesamaan spesies burung antar habitat di Repong damar pekon Pahmungan dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai indeks kesamaan spesies dari empat habitat tidak ada yang mendekati angka 1. Hal ini menunjukkan sedikit jumlah spesies yang sama antar habitat. Nilai indeks kesamaan yang terbesar terdapat pada habitat bekas tebangan dan dekat pemukiman yaitu sebesar 0,60 yang artinya pada kedua habitat memiliki kesamaan jenis burung yang ditemukan sekitar 60% pada bekas tebangan ditemukan juga pada habitat dekat permukiman. Kesamaan spesies pada


(61)

kedua habitat ini memiliki kesamaan karena memiliki karakteristik habitat yang tidak jauh berbeda.

Untuk nilai indeks kesamaan yang paling rendah adalah indeks kesamaan pada hutan damar dengan perbatasan sawah dan hutan dengan nilai indeks sebesar 0,25. Nilai indeks kesamaan rendah kerena dua habitat tersebut jauh berbeda karena pada kedua habitat memiliki kondisi yang berbeda, sehingga spesies burung yang ditemukan berbeda pula. Struktur vegetasi yang berbeda mempengaruhi ketersedian pakan yang berbeda dan menyebabkan perbedaan spesies burung. Untuk habitat hutan damar lebih banyak ditemukan spesies burung hutan yang tidak ditemukan pada habitat lain.

3. Peran Ekologis Burung di Repong Damar

Kehadiran burung merupakan penyeimbang lingkungan dalam komponen ekosistem, karena burung memiliki peran sebagai satwa pemangsa puncak, satwa pemencar biji, satwa penyerbuk, dan satwa predator hama (Ramdhani, 2008). Ketersediaan pakan merupakan faktor penting yang mengendalikan kelangsungan hidup dan jumlah populasi burung di alam.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, spesies burung yang ditemukan memiliki perannya masing-masing. Burung pemakan buah mendatangi pohon-pohon yang sedang berbuah atau rerumputan yang berbiji. Kemampuan burung untuk terbang dalam jarak yang jauh membantu memencarkan biji tumbuhan dan berarti pula membantu perkembang-biakan tumbuhan berbiji. Burung-burung jenis ini di antaranya adalah burung Bondol Jawa (Lonchura leocogastroides),


(62)

bondol haji (Lonchura maja), bondol peking (Lonchura punctulata), gereja erasia (Passer montanus), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan cucak kuning (Pycnonotus melanicterus).

Berbeda dengan burung-burung pemakan serangga atau predator hama. Burung-burung spesies ini berperan dalam membantu mengendalikan populasi serangga yang dianggap merupakan hama bagi para petani. Ledakan populasi serangga tidak akan terjadi kalau dalam ekosistem tersebut terdapat burung-burung pemakan serangga dalam jumlah yang memadai. Burung yang tergolong dalam spesies tersebut diantaranya adalah burung cici padi (Cisticola juncidis), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), cucak kuning (Pycnonotus melanicterus), layang-layang api (Hirundo ruticia), layang-layang rumah (Delichon dasypus), sepah hutan (Pericrolutus flammeus), dan srigunting hitam (Dicrurus macrocercus). Selain itu peran ekologis dari keberadaan burung adalah membantu penyerbukan tanaman, khususnya tanaman yang mempunyai perbedaan antara posisi benang sari dan putik. Burung jenis ini diantaranya burung pijantung besar (Acachnothera robusta). Burung ini memiliki paruh yang lancip dan panjang, serupa dengan burung kolibri. Burung jenis ini mendatangi tumbuhan yang berbunga untuk menghisap nektar bunganya. Peran ekologis selanjutnya dari keberadaan spesies burung adalah sebagai satwa pemangsa diantaranya adalah elang hitam (Ictinaetus malayensis). Populasi burung elang akan tetap ada bahkan melimpah apabila sumber makanannya juga melimpah, sebaliknya populasi elang akan menurun apabila kekurangan makanan. Peran elang sebagai satwa pemangsa juga dapat mengendalikan mengendalikan hama tikus sehingga terjadi keseimbangan populasi di alam ekosistem (Djausal dkk., 2007).


(63)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Spesies-spesies burung yang ditemukan di Repong Damar Pekon Pahmungan pada tahun 2012 terdapat 16 jenis burung yang berasal dari 10 famili.

2. Keanekaragaman spesies burung di Repong Damar untuk setiap lokasi pe-ngamatan adalah sebagai berikut di perbatasan sawah dan hutan memiliki tingkat keanekaragaman yang sedang (H’=1,372) dan termasuk dalam kategori labil dengan indeks kesamarataannya 0,624; dekat permukiman memiliki ting-kat keanekaragaman yang sedang (H’=1,442) dan termasuk dalam ting-kategori labil dengan indeks kesamarataannya 0,741; lokasi bekas tebangan termasuk dalam lokasi yang memiliki tingkat keanekaragaman yang rendah (H’=0,502) dan termasuk dalam kategori tertekan dengan indeks kesamarataannya 0,457; sedangkan lokasi hutan damar memiliki tingkat keanekaragaman yang sedang (H’=1,802) dan termasuk dalam kategori stabil dengan indeks kesamarataanny 0,926. Nilai indeks kesamaan spesies terbesar terdapat pada habitat bekas tebangan dengan dekat pemukiman yaitu sebesar 0,60, sementara paling rendah adalah indeks kesamaan pada hutan damar dan perbatasan sawah dan hutan dengan nilai indeks sebesar 0,25.


(64)

3. Peranan ekologis burung di Repong Damar, terdiri atas spesies-spesies burung yang dapat membantu mendistribusikan biji tumbuhan yaitu burung bondol Jawa (Lonchura leocogastroides), bondol haji (Lonchura maja), bondol peking (Lonchura punctulata), gereja erasia (Passer montanus), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan cucak kuning (Pycnonotus melanicterus). Burung yang dapat membantu proses penyerbukan tanaman adalah burung pijantung besar (Acachnothera robusta). Burung yang berperan sebagai predator hama diantaranya burung cici padi (Cisticola juncidis), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), cucak kuning (Pycnonotus melanicterus), layang-layang api (Hirundo ruticia), layang-layang rumah (Delichon dasypus), sepah hutan (Pericrolutus flammeus), dan srigunting hitam (Dicrurus macrocercus).

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan adalah : 1. Perlu adanya pengarahan kepada masyarakat agar menjaga lingkungan dan

kawasan hutan, dengan mempertahankan kondisi vegetasi dan keberadaan hutan sebagai tempat habitat burung.

2. Penelitian lanjutan: penelitan tentang ketersediaan pakan burung, kegiatan migrasi burung dan habitat bagi burung serta pola distribusi burung yang ada di Repong Damar Pekon Pahmungan.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Ajie, H.B. 2009. Burung-burung di Kawasan Pegunungan Arjuna-Walirang Taman Hutan Raya Raden Suryo Jawa Timur. Skripsi Mahasiswa Biologi FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Surabaya. Tidak dipublikasikan.

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bibby, C., M. Jones., dan S. Marsden. 2000. Teknik-Teknik Ekspedisi Lapangan : Survei Burung. BirdLife International-Indonesia Programme. Bogor. Brotowidjoyo, M.D. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta. Animal Diversity

Website. 2008. Bird Classification. http://animaldiversity.ummz.umich.edu. Diakses tanggal 3 januari 2012.

Brower, E.J., H.Z. Jerrold. dan C.N. Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methods For General Ecology. WM. C. Brown Publisher. America. Daget. (1976). Kreteria Kesamarataan.

http;//www.elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/.../8212/821 2.p. Diakses tanggal 5 Januari 2012.

Dewi, B.S. dan S.P. Harianto. 2009. Biokonservasi Satwa dan Tumbuhan (Jenis dan Peranannya dalam Hutan) Di Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah lampung Barat. (Laporan Penelitian). Tidak dipublikasikan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Dinas Kehutanan dan PSDA Kabupaten Lampung Barat. 2005. Pengkajian Potensi hutan Damar dan Peluang Pengembangannya di Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. Laporan. Dinas Kehutanan dan PSDA Kabupaten Lampung Barat dengan Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.


(66)

Unila. Universitas lampung. Bandar Lampung.

Ensiklopedia Indonesia Seri Fauna. 1989. Burung. PT. Intermasa. Jakarta. Ewusie, J. Yanney. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Edisi Bahasa Indonesia.

Penerbit ITB. Bandung. 369 halaman.

Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta. Hernowo, J.B. dan Prasetyo, L.B. 1989. Konsepsi Ruang Terbuka Hijau di Kota

sebagai Pendukung Pelestarian Burung. Media Konservasi II (4), Desember 1989: 61-71.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi aksara. Jakarta Kristianto, I. 2010. Burung Indonesia. http://www.burung

org/detail_text.php?op=articledanid=93. Diakses tanggal 3 Januari 2012. Mac kinnon. J., K. Philipps. dan B.V. Balen. 1998. Seri Panduan Lapangan

Burung-Burung Di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. LIPI. Bogor. Mulyani, D. 2008. Studi Pemanfaatan Berbagai Jenis Tumbuhan Berkhasiat Obat

oleh Masyarakat di Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat. Skripsi Mahasiswa Kehutanan Universitas Lampung. Lampung. Tidak dipublikasikan.

Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang Dan Laboratorium. Universitas Indonesia (UI- Press). Jakarta.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. W.B Sounders Co. Philadelpia.

Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi, edisi tiga. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 697 Halaman.

Pemerintah Kabupaten. 2010. Monografi dan Profil Pekon Pahmungan. Pemerintah Kabupaten Lampung Barat. Lampung.

Purnomo, H., H. Jamaksari., R. Bangkit N., T. Pradityo., D. Syafrudin. 2009. Hubungan Antara Struktur Komunitas Burung Dengan Vegetasi di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. (Jurnal). Departemen Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(1)

55 bondol haji (Lonchura maja), bondol peking (Lonchura punctulata), gereja erasia (Passer montanus), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan cucak kuning (Pycnonotus melanicterus).

Berbeda dengan burung-burung pemakan serangga atau predator hama. Burung-burung spesies ini berperan dalam membantu mengendalikan populasi serangga yang dianggap merupakan hama bagi para petani. Ledakan populasi serangga tidak akan terjadi kalau dalam ekosistem tersebut terdapat burung-burung pemakan serangga dalam jumlah yang memadai. Burung yang tergolong dalam spesies tersebut diantaranya adalah burung cici padi (Cisticola juncidis), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), cucak kuning (Pycnonotus melanicterus), layang-layang api (Hirundo ruticia), layang-layang rumah (Delichon dasypus), sepah hutan (Pericrolutus flammeus), dan srigunting hitam (Dicrurus macrocercus). Selain itu peran ekologis dari keberadaan burung adalah membantu penyerbukan tanaman, khususnya tanaman yang mempunyai perbedaan antara posisi benang sari dan putik. Burung jenis ini diantaranya burung pijantung besar (Acachnothera robusta). Burung ini memiliki paruh yang lancip dan panjang, serupa dengan burung kolibri. Burung jenis ini mendatangi tumbuhan yang berbunga untuk menghisap nektar bunganya. Peran ekologis selanjutnya dari keberadaan spesies burung adalah sebagai satwa pemangsa diantaranya adalah elang hitam (Ictinaetus malayensis). Populasi burung elang akan tetap ada bahkan melimpah apabila sumber makanannya juga melimpah, sebaliknya populasi elang akan menurun apabila kekurangan makanan. Peran elang sebagai satwa pemangsa juga dapat mengendalikan mengendalikan hama tikus sehingga terjadi keseimbangan populasi di alam ekosistem (Djausal dkk., 2007).


(2)

56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Spesies-spesies burung yang ditemukan di Repong Damar Pekon Pahmungan pada tahun 2012 terdapat 16 jenis burung yang berasal dari 10 famili.

2. Keanekaragaman spesies burung di Repong Damar untuk setiap lokasi pe-ngamatan adalah sebagai berikut di perbatasan sawah dan hutan memiliki tingkat keanekaragaman yang sedang (H’=1,372) dan termasuk dalam kategori labil dengan indeks kesamarataannya 0,624; dekat permukiman memiliki ting-kat keanekaragaman yang sedang (H’=1,442) dan termasuk dalam ting-kategori labil dengan indeks kesamarataannya 0,741; lokasi bekas tebangan termasuk dalam lokasi yang memiliki tingkat keanekaragaman yang rendah (H’=0,502) dan termasuk dalam kategori tertekan dengan indeks kesamarataannya 0,457; sedangkan lokasi hutan damar memiliki tingkat keanekaragaman yang sedang (H’=1,802) dan termasuk dalam kategori stabil dengan indeks kesamarataanny 0,926. Nilai indeks kesamaan spesies terbesar terdapat pada habitat bekas tebangan dengan dekat pemukiman yaitu sebesar 0,60, sementara paling rendah adalah indeks kesamaan pada hutan damar dan perbatasan sawah dan hutan dengan nilai indeks sebesar 0,25.


(3)

57 3. Peranan ekologis burung di Repong Damar, terdiri atas spesies-spesies burung yang dapat membantu mendistribusikan biji tumbuhan yaitu burung bondol Jawa (Lonchura leocogastroides), bondol haji (Lonchura maja), bondol peking (Lonchura punctulata), gereja erasia (Passer montanus), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan cucak kuning (Pycnonotus melanicterus). Burung yang dapat membantu proses penyerbukan tanaman adalah burung pijantung besar (Acachnothera robusta). Burung yang berperan sebagai predator hama diantaranya burung cici padi (Cisticola juncidis), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), cucak kuning (Pycnonotus melanicterus), layang-layang api (Hirundo ruticia), layang-layang rumah (Delichon dasypus), sepah hutan (Pericrolutus flammeus), dan srigunting hitam (Dicrurus macrocercus).

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan adalah : 1. Perlu adanya pengarahan kepada masyarakat agar menjaga lingkungan dan

kawasan hutan, dengan mempertahankan kondisi vegetasi dan keberadaan hutan sebagai tempat habitat burung.

2. Penelitian lanjutan: penelitan tentang ketersediaan pakan burung, kegiatan migrasi burung dan habitat bagi burung serta pola distribusi burung yang ada di Repong Damar Pekon Pahmungan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ajie, H.B. 2009. Burung-burung di Kawasan Pegunungan Arjuna-Walirang Taman Hutan Raya Raden Suryo Jawa Timur. Skripsi Mahasiswa Biologi FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Surabaya. Tidak dipublikasikan.

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bibby, C., M. Jones., dan S. Marsden. 2000. Teknik-Teknik Ekspedisi Lapangan : Survei Burung. BirdLife International-Indonesia Programme. Bogor. Brotowidjoyo, M.D. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta. Animal Diversity

Website. 2008. Bird Classification. http://animaldiversity.ummz.umich.edu. Diakses tanggal 3 januari 2012.

Brower, E.J., H.Z. Jerrold. dan C.N. Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methods For General Ecology. WM. C. Brown Publisher. America. Daget. (1976). Kreteria Kesamarataan.

http;//www.elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/.../8212/821 2.p. Diakses tanggal 5 Januari 2012.

Dewi, B.S. dan S.P. Harianto. 2009. Biokonservasi Satwa dan Tumbuhan (Jenis dan Peranannya dalam Hutan) Di Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah lampung Barat. (Laporan Penelitian). Tidak dipublikasikan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Dinas Kehutanan dan PSDA Kabupaten Lampung Barat. 2005. Pengkajian Potensi hutan Damar dan Peluang Pengembangannya di Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. Laporan. Dinas Kehutanan dan PSDA Kabupaten Lampung Barat dengan Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.


(5)

Djausal, A., I. Bidayasari. dan M. Ahmad. 2007. Kehidupan Burung di Kampus Unila. Universitas lampung. Bandar Lampung.

Ensiklopedia Indonesia Seri Fauna. 1989. Burung. PT. Intermasa. Jakarta. Ewusie, J. Yanney. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Edisi Bahasa Indonesia.

Penerbit ITB. Bandung. 369 halaman.

Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta. Hernowo, J.B. dan Prasetyo, L.B. 1989. Konsepsi Ruang Terbuka Hijau di Kota

sebagai Pendukung Pelestarian Burung. Media Konservasi II (4), Desember 1989: 61-71.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi aksara. Jakarta Kristianto, I. 2010. Burung Indonesia. http://www.burung

org/detail_text.php?op=articledanid=93. Diakses tanggal 3 Januari 2012. Mac kinnon. J., K. Philipps. dan B.V. Balen. 1998. Seri Panduan Lapangan

Burung-Burung Di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. LIPI. Bogor. Mulyani, D. 2008. Studi Pemanfaatan Berbagai Jenis Tumbuhan Berkhasiat Obat

oleh Masyarakat di Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat. Skripsi Mahasiswa Kehutanan Universitas Lampung. Lampung. Tidak dipublikasikan.

Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang Dan Laboratorium. Universitas Indonesia (UI- Press). Jakarta.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. W.B Sounders Co. Philadelpia.

Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi, edisi tiga. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 697 Halaman.

Pemerintah Kabupaten. 2010. Monografi dan Profil Pekon Pahmungan. Pemerintah Kabupaten Lampung Barat. Lampung.

Purnomo, H., H. Jamaksari., R. Bangkit N., T. Pradityo., D. Syafrudin. 2009. Hubungan Antara Struktur Komunitas Burung Dengan Vegetasi di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. (Jurnal). Departemen Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(6)

Ramdhani. 2008. Burung dan Dasar-Dasar Birdwatching.

http://www.deriramdhani’s.weblog.com. Diakses tanggal 25 Desember 2011.

Solahudin, A.M. 2003. Keanekaragaman Jenis Burung Air di Lebak Pampangn Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. (Skripsi). Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sriyanto, A. dan M. Haryanto. 1997. Pengelolaan, Strategi, dan Rencana Tindakan Konservasi Badak Jawa Taman Nasional Ujung Kulon.

http://www.docstoc.com/docs/21928025/Media-Konservasi-Edisi-Khusus-1997. Diakses tanggal 5 Januari 2012.

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Jakarta: Penerbit Usaha Nasional.

Sujatnika. Jepson,P. Soeharto.T.R. Crosby,M. dan Mardiastuti,A. 1995. Melestarikan Keanekaragaman Hayati Indonesia : Pendekatan Burung Endemik (Conserving Indonesia Biodiversity : The Bird Area Approach). PHPA & Bird Life International Program – Indonesia Programme.Jakarta. Suryadi, S. 2008. Mengintip Kehidupan Burung. Dalam: Blog Suer & Associate. Wibowo, R.B. 2005. Keanekaragaman Jenis Burung di Hutan Mangrove Desa

Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Lampung Selatan. (Skripsi). Jurusan Manajemen Hutan. Universitas Lampung. Bandar

Lampung. Tidak dipublikasikan.

Widodo, W. 1994. Keanekaragaman Burung di hutan Pegunungan Ruteng, Flores. NTT. Badan Penelitian dan Pengembangan Zoologi. LIPI. Bogor.