PERANAN SISTEM REPONG DAMAR TERHADAP PENDAPATAN, ASUPAN MAKAN DAN STATUS GIZI BALITA: STUDI KASUS DI DESA PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH KABUPATEN PESISIR BARAT

(1)

ABSTRAK

Kawasan Dengan Tujuan Istimewa atau KDTI hutan adat Repong Damar seluas 29.000 ha (SK Menhut No.47/Kpts-II/1998) yang merupakan best practice dalam manajemen hutan berbasis masyarakat di Provinsi Lampung Bagian Barat belum diketahui tentang kapasitasnya dalam menjamin kebersinambungan pembangunan sumberdaya manusia utamanya yang melalui fase kritis pada usia balita. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret-April 2014 di Desa Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat. Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh simultan antara populasi kepemilikan pohon damar dengan pendapatan, pengeluaran pangan rumah tangga, asupan makan balita, dan status gizi balita. Akuisisi data dilakukan melalui wawancara untuk menjaring data populasi kepemilikan pohon damar [PHN], pendapatan [YI], pengeluaran pangan [YII], asupan makan (food recall) balita sebagai dasar penentuan status gizi balita [YIII] yang dihitung dengan metode antropometri (Kemenkes, 2010), khususnya berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Untuk menguji hipotesis digunakan persamaan simultan 4 tahap. Optimasi parameter menggunakan piranti lunak minitab 16. Simpulan, telah dibuktikan ada tautan yang nyata antara peranan sistem repong damar terhadap pendapatan, status kesehatan, dan status gizi balita. Ditemukan relasi/hubungan nyata antara pendapatan repong damar [YI] dengan jumlah populasi pohon damar dengan model [YI]i= -0.1770+0.023150 [PHN]i. Selanjutnya secara simultan ditemukan hubungan nyata antara pengeluaran pangan (YII) dengan [YII] seperti digambarkan dengan model [YII]i= 1.1546+0.438 [YI]. Lebih lanjut secara simultan ditemukan hubungan nyata antara asupan makan balita [YIII] dengan pengeluaran pangan [YII] dengan model [YIII]i= 17.012 +3.703 [YII].


(2)

ABSTRACT

Regions Special Purpose or KDTI (Ministry of Forestry decree No.47/Kpts-II/1998) Repong Damar indigenous forest area of 29,000 ha which is a best practice community-based forest management in the western part of Lampung Province yet known about its capacity to ensure the sustainability of human resource development primarily critical starting at the age of five or its called toddlers. This study was doing from March to April 2014 in the village of Pahmungan District of the West Pesisir. The purpose of this research is: Knowing the linkage between population and income damar tree tenure, household food expenditure, protein intake toddlers, health status and nutritional status of toddlers. Data acquisition was done through interviews to collect data ownership damar tree population, income, food expenditure, health status and food intake (food recall) as the basis for determining the toddler nutritional status of children is calculated by the method of anthropometry (Ministry of Health, 2010). Parameter optimization using the software Minitab 16. The conclusions has proven there is a real link between the role of damar agroforest system to income, health status, and nutritional status of toddlers. Found relations or real relationship between income of damar agroforest [YI] with a population of damar tree with a model [YI]i= -0.1770 +0.023150[PHN]i. Furthermore simultaneously discovered the real relationship between food expenditure (YII) with [YII] as illustrated by the model [YII]i= 1.1546 +0438 [YI]. Further simultaneously discovered the real relationship between protein intake toddlers [YIII] with food expenditure [YII] with the model [YIII]i= 17 012 +3703 [YII].


(3)

PERANAN SISTEM REPONG DAMAR TERHADAP PENDAPATAN STATUS KESEHATAN DAN STATUS GIZI BALITA:

STUDI KASUS DI DESA PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH

KABUPATEN PESISIR BARAT

Oleh

Desmayanti Eka Saputri Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

RIWAYAT HIDUP

Menengah Pertama Muhammadiyah I Wonosobo dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi pada Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Bandar Lampung. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Pada tahun 2013 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik selama ± 40 hari di Desa Banyumas Kecamatan Banyumas Kabupaten Pringsewu. Pada tahun yang sama, penulis melakukan Praktek Umum selama ± 30 hari di KPH Banten BKPH Rangkas Bitung dengan topik Pengelolaan Kayu. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Ilmu Kayu dan Penilaian Hutan. Dalam organisasi, penulis pernah menjadi Duta Pertanian periode tahun 20012-2013.

Penulis dilahirkan di Wonosobo, Tanggamus pada tanggal 6 Desember 1992, merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Edy Suseno dan Ibu Maryam Hadi. Jenjang pendidikan penulis dimulai pada tahun 1997 di Sekolah Dasar Muhammadiyah I Wonosobo, kemudian pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah


(5)

(6)

(7)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji syukur saya

panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Ku persembahkan karya luar biasa ini kepada: Bapak dan Ibu tercinta yang telah membesarkan dan merawatku serta mendidikku dengan penuh cinta dan kasih sayang, yang selalu memberikan dukungan, doa,

dan membiayai seluruh hidup saya selama ini. Adikku tersayang Akhmad Revi Fahmi Reza yang selalu

memberikan semangat serta menanti keberhasilanku dengan penuh kesabaran.

Tak lupa juga saya ucapkan terimakasih untuk Askasifi Eka Cesario atas kesetiaan, kesabaran, dukungan, serta doanya dan untuk para Sahabat seperjuanganku (Tomi,

Frans, Sapar, Insani, Agung, Fadli, Ema, Anggun, Fadila, Nay, Willy, Mail, Arif, Madi, Mba Put, Bang Lulu,

Bang Aris, Bang Babe, dkk) yang selalu memberiku semangat dan motivasi. Semoga kita semua sukses

selalu.

Terimakasih juga saya ucapkan untuk keluarga besar SYLVATEN 10 atas kebersamaan yang selalu indah. Salam

sylvaten till the end.

Almamaterku tercinta Kehutanan Universitas Lampung Bandar Lampung.


(8)

SANWANCANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas izin-Nya penulis dapat menyelesai-kan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul ” Peranan Sistem Repong Damar Terhadap Pendapatan, Asupan Makan Dan Status Gizi Balita: Studi Kasus Di Desa Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat". Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna langkah penulis berikutnya yang lebih baik. Namun terlepas dari keterbatasan tersebut, penulis mengharapkan skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan ke-murahan hati dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenan-kanlah penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si. sebagai pembimbing pertama dan ibu dr. Reni Zuraida, M.Si., sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.


(9)

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si selakuKetua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Peratin Pekon Pahmungan, Bapak Andi Komara dan sekeluarga yang mem-berikan arahan saat penelitian dan membantu dalam pengumpulan data skripsi penulis.

6. Datuk Sahyar yang telah mendampingi, memberikan arahan saat penelitian dan membantu dalam pengumpulan data skripsi penulis.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 11 Juni 2014 Desmayanti Eka Saputri


(10)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Kerangka Pemikiran ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Repong Damar ... 7

a. Terminologi Repong Damar ... 7

b. Sejarah Terbentuknya Sistem Budidaya Repong Damar ... 8

c. Damar Mata Kucing (Shorea javanica) ... 10

d. Repong Damar sebagai Best Practice Manajemen Hutan Berbasis Masyarakat ... 11


(11)

ii

e. Repong Damar sebagai Penopang Kehidupan dan Sumber Mata

Pencaharian ... 12

f. Kontribusi Repong Damar bagi Pendapatan Rumah Tangga ... 14

B. Konsumsi Pangan ... 15

a. Kelompok Bahan Pangan ... 15

b. Pengembangan Pola Konsumsi Pangan ... 15

C. Gizi sebagai Indikator Pembangunan Manusia ... 16

D. Kebutuhan Gizi Balita ... 17

E. Penilaian Status Gizi ... 19

a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung ... 19

b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung ... 20

c. Status Gizi berdasarkan Antropometri ... 21

d. Parameter Antropometri ... 22

e. Indeks Antropometri ... 23

f. Berat Badan Menurut Umur ... 23

g. Tinggi Badan Menurut Umur ... 24

h. Berat Badan Menurut Tinggi Badan ... 25

i. Indeks Masa Tumbuh ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 26

A. Desain Penelitian ... 26

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 27


(12)

iii

F. Pengumpulan Data ... 29

G. Analisis Data ... 30

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 32

A. Kecamatan Umum Wilayah Pesisir Tengah ... 33

B. Pekon Pahmungan ... 33

a. Keadaan Umum wilayah ... 34

b. Keadaan Penduduk ... 35

c. Sarana dan Prasarana ... 36

C. Repong Damar di Pekon Pahmungan ... 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Hasil Penelitian ... 40

B. Pembahasan ... 43

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN A. Gambar-gambar ... 62


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jumlah sampel tiap dusun ... 28

Tabel 2. Sebaran penggunaan lahan masyarakat di Pekon Pahmungan ... ... 35

Tabel 3. Jumlah penduduk Pekon Pahmungan menurut golongan usia ... .. 36

Tabel 4. Sarana dan prasarana di Pekon Pahmungan……….. 36

Tabel 5. Identitas Responden………... 40

Tabel 6. Identitas Responden (Balita) ... 40

Tabel 7. Aset Kepemilikan Responden... ... 41

Tabel 8. Pendapatan dan Pengeluaran Pangan... 41

Tabel 9. Status Gizi Balita ... 42

Tabel 10 Asupan Makan Balita ... 42

Tabel 10. Hasil Uji Parsial Parameter Regresi Pendapatan Repong sebagai Fungsi dari Populasi Pohon Damar... 44

Tabel 11. Analysis of Variance Regresi Pendapatan Repong sebagai Fungsi dari Populasi Pohon Damar ... 44

Tabel 12. Hasil Uji Parsial Parameter Regresi Pengeluaran Pangan sebagai fungsi dari Pendapatan Repong Damar... 44

Tabel 13. Analysis of Variance Regresi Pengeluaran Pangan sebagai fungsi dari Pendapatan Repong Damar... 46

Tabel 14. Analysis of Variance Regresi Asupan Protein Balita sebagai Fungsi dari Pengeluaran Pangan ... 48

Tabel 15. Peranan Asupam makanan dan status kesehatan terhadap Status Gizi Balita di Kawasan budidaya Repong Damar ... 50


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ...………... 6

2. Repong Damar Desa Pahmungan ... 63

3. Pohon Damar yang Diambil Resinnya ...…… 63

4. Hasil Resin Pohon Damar ... 64

5. Pemilihan Kualitas Resin ... 64

6. Pengukuran Tinggi Badan Balita ... 65

7. Wawancara Bersama Responden... 66


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Hasil Regresi Pendapatan sebagai Fungsi dari Populasi Pohon Damar ... 67

Hasil Regresi Pengeluaran Pangan sebagai Fungsi dari Pendapatan ... ... 68

Hasil Regresi Asupan Protein sebagai Fungsi dari Pengeluaran Pangan ... .. 69

Hasil Regresi Status Gizi Balita...……….. ... 70

Hasil Regresi BB/TB ...………... 71

Hasil Regresi BB/U ... 72

Hasil Regresi TB/U ... ... ... ... 73

Hasil Regresi IMT/U ... ... 74

Karakterisitik Responden ... 75

Ukuran dan Kategori Status Gizi Balita ... 77


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satu kekayaan alam yang masih lestari dengan kearifan lokal sampai sekarang terletak di Pesisir Barat yaitu Sistem Budidaya Repong Damar. Repong dalam terminologi masyarakat Pesisir Barat adalah sebidang lahan kering yang ditumbuhi beraneka-ragam jenis tanaman produktif dari beragam jenis kayu yang bernilai ekonomis sampai beragam jenis tumbuhan liar yang dibiarkan hidup membangun suatu kesatuan sistem ekologis. Disebut Repong Damar karena pohon damar (Shorea javanica) merupakan tegakan yang dominan jumlahnya pada setiap bidang repong (Lubis, 1997).

Pohon damar merupakan tanaman yang telah ditanam sejak tahun 1700an dan telah menjadi sistem budidaya secara turun temurun dari masyarakat etnis Lampung bagian barat. Dalam pengelolaannya, pohon damar disadap getahnya dan tegakannya tetap dipertahankan sehingga masih banyak ditemukan pohon damar yang berumur ratusan tahun (Sirait, 2001). Fakta ini cukup membuktikan bahwa sistem budidaya hutan ini mempunyai indikator keberlanjutan yang kuat.


(17)

2

Selain itu, keberlanjutan sistem budidaya ini dipandang mampu menopang kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang bernaung di dalamnya. Pada tahun 1995 tidak kurang dari 79% penduduk di wilayah Pesisir Krui dapat menggantungkan kehidupan mereka terhadap Repong Damar (Lensary, 2011). Pendapatan yang mereka peroleh dari Repong Damar tersebut digunakan untuk menopang kebutuhan hidup seperti, kebutuhan pangan maupun kebutuhan non pangan. Pendapatan yang digunakan untuk kebutuhan pangan ini sangat menjadi penentu bagi asupan gizi yang seterusnya akan menentukan kesehatan dan produktivitas keluarga petani (Suhardjo, 2005) dan pada akhirnya juga akan menentukan tingkat pengetahuan keluarga petani tersebut tentang sistem budidaya Repong Damar secara lestari.

Melalui peranan asupan gizi maka kuantitas pendapatan yang digunakan dari hasil sistem Repong Damar sangat menentukan kebelanjutan sistem budidaya Repong Damar itu sendiri. Sehubungan dengan itu, penjaminan kecukupan asupan gizi telah menjadi tema sentral dalam pembangunan kualitas sumberdaya manusia. Bahkan asupan gizi menjadi sangat strategis untuk dimulai sejak dini, terutama ketika masih usia balita (Ismail, 2011). Periode dua tahun pertama kehidupan bagi manusia merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan (otak, mental,dan fisik) yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada


(18)

3

saat ini maupun masa selanjutnya (Depkes RI, 2010). Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh sebab itu, indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui status gizi balita (Silaen, 2014). Dalam konteks antara keberlanjutan sistem Repong Damar dengan pendapatan yang diperoleh dan jaminan kecukupan gizi masyarakat, belum ditemukan penelitian tentang hal ini terlebih dikhususkan pada balita usia 24-60 bulan yang merupakan salah satu faktor penentu bagi pembangunan manusia (UNDP, 2012). Atas dasar latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang peranan sistem Repong Damar terhadap pendapatan, asupan makan dan status gizi balita di Desa Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat.

B. Rumusan Masalah

Perlu melakukan penilitian untuk mengetahui apakah sistem Repong Damar dapat menopang pendapatan keluarga petani yang sekaligus dapat menjamin pengembangan sumberdaya manusia yang dicerminkan oleh asupan makanan dan status gizi balita yang menggantungkan hidupnya dari sistem Repong Damar.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertautan secara simultan antara pengaruh populasi kepemilikan pohon damar dan pendapatan


(19)

4

rumah tangga, pengeluaran pangan rumah tangga, asupan protein balita, status kesehatan dan status gizi balita.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat serta pemerintah dalam upaya peningkatan pendapatan dan peningkatan gizi balita di Desa Pahmungan. 2. Sebagai bahan informasi untuk penelitian yang sejenis pada masa yang akan

datang.

E. Kerangka Pemikiran

Hutan dan manusia sejak awal peradaban ditandai dengan adanya hubungan saling ketergantungan, karena hutan merupakan sumber bahan kehidupan dasar yang diperlukan oleh manusia seperti air, energi, makanan, protein, udara bersih, dan air. Umumnya hal ini juga terjadi pada penduduk di Desa Pahmungan yang menggantungkan kebutuhan hidup berasal dari Repong Damar. Repong Damar merupakan warisan sekaligus modal produksi. Mayarakat menganggap bahwa pohon di hutan tidak ada yang memiliki. Sebaliknya, pohon di Repong Damar ada pemiliknya sehingga pohon tersebut mendapat perlindungan yang lebih efektif daripada yang terdapat di hutan negara. Secara tidak langsung Repong Damar turut melindungi hutan alam (Putri, 2009). Repong Damar merupakan suatu sistem budidaya hutan yang memiliki fungsi sebagai lapangan pekerjaan. Dari hasil budidaya pohon damar masyarakat telah mendapat manfaat langsung


(20)

5

secara ekonomi yang cukup baik dalam bentuk pendapatan (finansial) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terutama kebutuhan akan pangan. Dalam penjaminan pembangunan manusia, asupan gizi yang diperhatikan sejak dini dapat membantu peningkatan kualitas sumberdaya manusia untuk masa yang akan datang.

Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat (Ismail, 2011). Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh sebab itu, indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui status gizi balita (Silaen, 2014). Begitu pula dengan lingkungan biofisik yang mempengaruhi riwayat kesehatan menjadi salah satu faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi balita (Moehji, 2003). Dengan demikian perlu dikaji tentang peranan sistem Repong Damar terhadap pendapatan dan status gizi balita yang dapat disajikan pada gambar di bawah ini.


(21)

6

Gambar 1. Kerangka pemikiran penilitian

Status Gizi Balita

Sistem Repong Damar

Pendapatan Repong Damar(Resindamar)

Pengeluaran Non Pangan

Pengeluaran untuk pangan

Lingkungan Biofisik Pendapatan lain

Pendapatan total Keluarga

Riwayat Kesehatan

Asupan Makan Balita


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Repong damar

a. Terminologi Repong Damar

Repong dalam terminologi masyarakat Pesisir Barat adalah sebidang lahan kering yang ditumbuhi beraneka-ragam jenis tanaman produktif, umumnya tanaman tua, dan beragam jenis kayu yang bernilai ekonomis serta beragam jenis tumbuhan liar yang dibiarkan hidup. Disebut repong damar karena pohon damar mata kucing (Shorea javanica) merupakan tegakan yang dominan jumlahnya pada setiap bidang repong (Lubis, 1997).

Sistem repong damar merupakan salah satu kearifan lokal dalam sistem budidaya hutan yang ditemukan di Provinsi Lampung (khususnya di Lampung Barat), karena secara agroekologis memiliki indikator keberlanjutan yang sangat kuat. Sebagai suatu sistem wanatani (agroforestry system), keistimewaan lainnya dari sistem repong damar ini adalah pada posisinya yang merupakan kawasan atau zona penyangga dari TNBBS, yang merupakan kawasan konservasi yang sangat ketat. Dalam konteks itu pula para peneliti dari berbagai belahan dunia mengapresiasi sistem repong damar sebagai best practice dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Nyhus dan Tilson (2004) menunjukkan bukti-bukti


(23)

8

intensitas konflik antara manusia versus satwa liar jauh lebih rendah di kawasan penyangga TNBBS dibandingkan dengan kawasan penyangga TNWK.

b. Sejarah Terbentuknya Sistem Budidaya Repong Damar

Menurut Sirait (2001) masyarakat di kawasan penyangga TNBSS ini teridenfikasi telah eksis sejak awal tahun 1400-an kemudian sejak tahun 1700-an mulai melakukan budidaya kebun secara multistara atau wanatani (agroforestry) dimana tanaman berkayu utamanya berupa pohon-pohon damar (Shorea javanica) yang umum dikenal dengan istilah repong damar. Sistem budidaya ini terus diwariskan sampai kini. Sejak tahun 1998 kawasan penyangga ini telah ditetapkan sebagai Kawasan dengan Tujuan Istimewa (KDTI): tanah negara dengan hak pengelolaannya pada masyarakat adat.

Orang Krui menyebut hutan alam dengan istilah Pulan dan wanatani damar dengan istilah Repong. Struktur vertikal dan ekosistem Pulan dan Repong tidak jauh berbeda. Keduanya ditandai oleh tingginya keanekaragaman biota alam yang menjadi komponennya. Komposisi mosaik Pulan dan Repong yang menghampar hijau kini telah menutupi gugusan perbukitan di sepanjang pantai barat Provinsi Lampung hingga ke batas Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di sebelah utara dan timur laut (Lubis, 1997).

Dari aspek teknis budidaya, tahap-tahap penanaman tanaman produktif (mulai dari tanaman subsisten sampai tanaman tua) berikut perawatannya, disengaja atau tidak disengaja oleh petani, ternyata berlangsung dalam kondisi ekologis yang sesuai dan saling mendukung satu sama lain. Sehingga proses-proses produksi yang terkait dalam seluruh tahapan pengembangan Repong bisa membuahkan


(24)

9

efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Pada gilirannya, kegiatan produktif yang berlangsung secara bertahap itu akan memberikan kontribusi ekonomi bagi petani secara terus-menerus dalam jangka panjang. Getah damar yang dipanen secara berkala memberi pendapatan tunai secara rutin untuk nafkah keluarga. Dari tanaman Repong juga bisa diperoleh hasil lainnya seperti kayu bakar, bahan bangunan dan juga beragam jenis tumbuhan obat (Lubis, 1997).

Menurut Lensary (2011) menjelaskan bahwa secara ekologis fase perkembangan Repong Damar menyerupai tahapan suksesi hutan alam dengan segala keuntungan ekologisnya, seperti perlindungan tanah, evolusi iklim mikro, dan lain sebagainya. Dari segi teknis budidaya, tahap-tahap penanaman tanaman produktif, mulai dari tanaman subsisten sampai tanaman tua yang mana perawatannya disengaja atau tidak oleh petani yang berlangsung dalam kondisi ekologis yang sesuai dan saling mendukung satu sama lain. Sehingga proses-proses produksi yang terkait dalam seluruh tahapan pengembangan Repong Damar bisa membuahkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Menurut Lubis (1997) menyatakan bahwa tradisi pembukaan lahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat Krui secara garis besar dapat dibedakan atas tiga fase produktif yang ketiganya berlangsung di ruang fisik yang sama, namun berada pada ruang yang berbeda dalam perspektif kognitif masyarakat Krui. Ketiga fase tersebut adalah (ii) Fase Dakhak (ladang) adalah fase ketika lahan siap tanam mulai ditanami dengan tanaman-tanaman subsistensi, seperti padi dan palawija, (ii) Fase Kebun adalah fase bagi tanaman muda (annual crop) yang mana berkebun merupakan alasan utama dalam pengambilan keputusan untuk membuka lahan hutan, dan (iii) Fase Repong dimana masyarakat Krui mulai menanamkan lahan pertaniannya dengan Repong


(25)

10

apabila keragaman jenis tanaman yang tumbuh di dalamnya sudah terpenuhi, yang pada umumnya mulai didominasi oleh tanaman keras. Proses penanaman tersebut berlangsung secara simultan semasa pemeliharaan tanaman kebun.

c. Damar Mata Kucing (Shorea javanica)

Damar mata kucing (Shorea javanica) termasuk dalam famili dipterocarpaceae, dengan klasifikasi sebagai berikut:

Diviso : Spermatophyta Fillum : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo : Theales/Guttiferales Famili : Dipterocarpaceae Genus : Shorea

Species : Shorea javanica (Wikipedia Ensiklopedia bebas).

Shorea javanica umumnya berbuah 4-5 tahun sekali dan biji yang dihasilkan hanya mampu bertahan selama 10 hari. Masyarakat Krui menanam pohon damar di bawah tegakan kopi selama 4-6 tahun. Penyadapan pertama dilakukan pada umur 15–20 tahun sejak penanaman dan dapat menghasilkan resin selama 30–50 tahun. Teknik penyadapan dilakukan dengan membuat lubang atau takik sadap dengan arah jalur, bawah atas. Setiap batang dibuat 2-3 jalur takik dengan jarak 25–30 cm. Jarak takik secara vertikal kira-kira 50 cm dengan jumlah sampai 15 takik. Sehingga pada setiap pohon akan didapatkan 22–45 lubang getah damar. Hasil dari getah damar mutunya bervariasi karena tergantung dari hasil kegiatan


(26)

11

sortir, yaitu kegiatan memilah damar berdasarkan kualitasnya. Kualitas getah damar dibedakan sebagai berikut:

1. Kualitas A, yaitu getah damar kuning bening dan nmerupakan bongkahan besar (berukuran 3cmx3cm atau lebih), biasanya pengambilannya berumur lebih dari 30 hari.

2. Kualitas B, yaitu getah damar kuning bening dan merupakan bongkahan yang agak kecil (berukuran 2cmx2cm atau lebih), pengambilannya antara 3–4 minggu.

3. Kualitas AB, yaitu getah damar kuning agak kehitaman merupakan bongkahan kecil (1cmx1cm atau lebih).

4. Kualitas AC, yaitu getah damar yang sudah berwarna kehitam-hitaman dan berupa butiran-butiran kecil.

5. Kualitas debu, yaitu getah damar berwujud debu.

Pengaruh kualitas sangat menentukan harga jual getah damar di pasaran. Selain itu, harga getah damar juga dipengaruhi oleh rantai perdagangan mulai dari repong sampai ke pedagang di pasar Krui (Trison, 2001).

d. Repong Damar sebagai Best Practice Manajemen Hutan Berbasis Masyarakat

Repong damar merupakan salah satu kearifan lokal dalam sistem budidaya hutan yang ditemukan di Provinsi Lampung (khususnya di Lampung Barat), karena secara agroekologis memiliki indikator keberlanjutan yang sangat kuat. Sebagai suatu sistem wanatani (agroforestry system), keistimewaan lainnya dari sistem repong damar ini adalah pada posisinya yang merupakan kawasan atau zona penyangga dari TNBBS, yang merupakan kawasan konservasi yang sangat ketat.


(27)

12

Dalam konteks itu pula para peneliti dari berbagai belahan dunia mengapresiasi sistem repong damar sebagai best practice dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Nyhus dan Tilson (2004) menunjukkan bukti-bukti bahwa intensitas konflik antara manusia versus satwa liar jauh lebih rendah di kawasan penyangga TBBS ini dibandingkan dengan di banyak bagian kawasan penyangga Taman Nasional Way Kambas (TNWK) yang umumnya berpola tanam monokultur.

Kedua pakar ekologi bentag lahan ini berargumentasi dalam sistem budidaya wanatani (yaitu repong damar) mempunyai tingkat biodiversitas yang tinggi, bahkan setingkat lebih tinggi dari pada kawasan hutan produksi yang dikelola secara baik. Dengan begitu, tidak terjadi biodiversity gap yang nyata antara zona penyangga terhadap kawasan intra TNBBS, dan jaring-jaring kehidupan (peristiwa makan-memakan di alam) di dalam kawasan intra TNBBS berlangsung mantap yang dicirikan oleh kelimpahan mamalia besar (seperti harimau dan gajah) sebagai pucuk pearimada rantai makanan dapat ditopang dengan baik oleh mantapnya piramida makanan yang ada pada posisi bawahnya. Untuk menguatkan argumentasi ini Nyhus dan Tilson (2004) juga telah menunjukkan bukti-bukti dari hasil-hasil risetnya bahwa di beberapa bagian kawasan TNWK yang berpola tanam identik (dapat disetarakan) dengan pola wanatani (agroforestry) maka intensitas konflik manusia vs satwa liar juga relatif rendah

e. Repong Damar sebagai Penopang Kehidupan dan Sumber Mata Pencaharian

Pengelolaan Repong Damar di Pesisir Krui, Lampung merupakan salah satu contoh nyata dari kemampuan masyarakat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan. Aspek ekonomi Repong Damar dalam jangka panjang yang telah


(28)

13

mampu menghidupi ribuan orang warga masyarakat. Repong Damar memiliki arti penting bagi masyarakat misalnya terciptanya kesempatan kerja dari pengusahaan Repong Damar, disamping hasil utama yang berupa getah damar misalnya pada saat memanen damar, membuat lubang sadapan pada pohon damar, pedagang pengumpul yang berdomisili di kebun, pada saat mengangkut damar, pada saat memilah damar berdasarkan kualitasnya, buruh bongkar muat damar truk atau kendaraan pengumpul damar dan sopir truk.

Repong Damar memiliki fungsi sebagai lapangan pekerjaan. Dari hasil budidaya damar masyarakat telah mendapat manfaat langsung secara ekonomi yang cukup baik dalam bentuk pendapatan (finansial) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun manfaat tidak langsung dengan terbinanya kesinambungan budidaya secara turun temurun. Oleh karena itu, budidaya damar tidak dapat dipisahkan dari nilai kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Pesisir Krui. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa pendapatan rata-rata perkapita masyarakat Pesisir Krui di atas 80% berasal dari produksi getah dengan PDB 14,5 milyar rupiah (Lensary, 2011). Dalam hal ini negara juga mendapatkan devisa luar negeri karena getah damar termasuk salah satu komoditi ekspor (Wijayanto, 2002). Sedemikian pentingnya arti Repong Damar bagi masyarakat, maka muncul suatu peraturan untuk tidak menebang pohon damar baik di kebun milik sendiri atau milik orang lain, kecuali dengan ijin pemerintah yaitu kepala desa. Ijin tersebut harus didapatkan tanpa melihat apakah kayu yang diambil ditujukan untuk kebutuhan sendiri atau dijual. Surat ijin tersebut merupakan aturan yang berawal dari hukum adat.


(29)

14

f. Repong Damar Memberikan Kontribusi bagi Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga merupakan hal yang penting dalam kehidupan berumah tangga, baik rumah tangga petani ataupun rumah tangga bukan petani. Khususnya rumah tangga petani yang berada di pedesaan untuk pemenuhan kebutuhan diperlukan pendapatan, baik dari pekerjaan pokok sebagai petani, maupun pekerjaan sampingan dari anggota keluarga yang bekerja (Aminah, 2013). Petani dan keluarganya membutuhkan sejumlah biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan biaya hidup itu diperoleh dari berbagai sumber, yang meliputi usaha tani dan usaha lain di bidang pertanian. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatahni merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Sedangkan pengeluaran total usahatani (total farm expenses) adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.

Dalam menaksir pendapatan kotor, semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar. Produk tersebut dihitung dengan cara mengalikan produksi dengan harga pasar. Perhitungan pendapatan kotor harus juga mencakup semua perubahan nilai tanaman di lapangan antara permulaan dan akhir tahun produksi. Perubahan semacam itu sangat penting terutama untuk tanaman tahunan. Meskipun demikian, maka pada umumnya perubahan ini diabaikan karena penilaiannya sangat sukar (Soekarwati, 1986). Repong Damar sebagai sumber mata pencaharian rumah tangga, memberikan kontribusi bagi pendapatan mereka.


(30)

15

B. Konsumsi Pangan

a. Kelompok Bahan Pangan

Bahan pangan untuk konsumsi sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok besar. Jenis pangan pada masing-masing kelompok dapat berbeda pada setiap daerah/kota sesuai sumberdaya pangan yang tersedia. Secara Nasional bahan pangan dikelompokkan sebagai berikut (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 1998) yaitu (i) Padi-padian yang meliputi beras, jagung, sorghum dan terigu, (ii) Umbi-umbian yang meliputi ubi kayu, ubi jalar, kentang talas dan sagu, (iii) Pangan hewani yang meliputi ikan, daging, susu dan telur, (iv) Minyak dan lemak yang meliputi minyak kelapa, minyak sawit, (v) Buah/biji berminyak yaitu kelapa daging, (vi) Kacang-kacangan meliputi kedelai, kacang tanah, kacang hijau, (vii) gula yang meliputi gula pasir, gula merah, dan (viii) Sayur dan buah.

b. Pengembangan Pola Konsumsi Pangan

Menurut Kardhinata (2009) pola konsumsi merupakan cara mengkombinasikan elemen konsumsi dengan tingkat konsumsi secara keseluruhan. Dalam hal ini konsumsi didefinisikan sebagai penggunaan komoditi-komoditi oleh rumah tangga. Ada tiga cara menguraikan tigkat konsumsi, yaitu (1) berdasarkan jenis atau macam dan jumlah barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga, (2) menurut pengelompokan peng-gunaan komoditi dan (3) menurut nilai (pengeluaran) dari komoditas yang dikon-sumsi. Berdasarkan kategori konvensional, barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga dikelompokkan ke dalam konsumsi pangan, perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan dan rekreasi.


(31)

16

Pola Konsumsi Pangan, adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata perorang perhari yang umum dikonsumsi/dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu.

Menurut Suryono (2007) konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat

C. Gizi sebagai Indikator Pembangunan Manusia

Menurut Suhardjo (2000) masalah gizi adalah masalah pembangunan yang penting di masa yang akan datang. Keterlambatan dalam memberikan pelayanan gizi akan berakibat kerusakan yang sukar atau malahan tidak dapat ditolong. Karena itulah maka usaha-usaha peningkatan gizi terutama harus ditujukan pada anak-anak dan ibu-ibu yang mengandung. Pemberian gizi yang tepat terhadap anak-anak akan menurunkan nilai potensi mereka sebagai sumber daya pembangunan masyarakat dan ekonomi nasional. Upaya pengembangan dan peningkatan kualitas generasi bangsa tidak dapat lepas dari faktor pangan ( gizi ), kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi, dan jasa pelayanan sosial lainnya. Dari sekian banyak faktor tersebut, unsur gizi yang termasuk memegang peranan


(32)

17

penting. seseorang kekurangan gizi termasuk didalamnya kelompok rawan gizi bayi, bayi balita, dan anak tidak akan bisa hidup sehat dan berumur panjang, karena yang bersangkutan akan mudah terkena infeksi dan jatuh sakit.

D. Kebutuhan Gizi Balita

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Alamsyah, 2013). Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsure kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi, Sedioetama (1996) dalam Suryono (2007).

Menurut Tampubolon (2004) dalam Suryono (2007), kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%) orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu. Nilai asupan harian zat gizi yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi. Zat gizi terbagi menjadi dua, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi yang termasuk dalam kelompok zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil atau sedikit tetapi ada dalam makanan. Sedangkan zat gizi yang termasuk


(33)

18

kelompok zat gizi mikro adalah mineral dan vitamin. Energi dalam makanan terutama diperoleh dari karbohidrat, protein, dan lemak. Energi diperlukan untuk kelangsungan proses-proses di dalam tubuh seperti proses peredaran dan sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan pencernaan, proses fisiologi lainnya, untuk bergerak, atau melakukan pekerjaan fisik. Energi dalam tubuh dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan yang cukup dengan mengonsumsi makanan yang cukup seimbang. Protein diperlukan tubuh untuk membangun sel-sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon, membentuk zat anti energi dimana tiap gram protein menghasilkan sekitar 4,1 kalori .

Konsumsi makanan merupakan faktor utama yang berperan terhadap status gizi seseorang. Metode pengukuran konsumsi pangan untuk individu, antara lain metode recall 24 jam, metode estimated food recall, metode penimbangan makanan, metode dietary history, dan metode frekuensi makanan. Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah banyaknya zat-zat minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi yang. AKG yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, kondisi khusus (hamil dan menyusui) dan aktivitas fisik (Almatsier, 2002). Angka Kecukupan Gizi individu dapat diperoleh dari perbandingan antara asupan zat gizi dengan standar angka kecukupan gizi seseorang. tein Energi/Pro AKG x AKG standar BB individu BB individu AKG


(34)

19 % 100 individu AKG n berdasarka tein Energi/Pro Asupan tein Energi/Pro Konsumsi

Tingkat food recallx

Klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi empat dengan cut of point masing-masing sebagai berikut:

a. Baik : ≥100% AKG b. Sedang : 80-90% AKG c. Kurang : 70-80%AKG d. Defisit : <70% AKG

E. Penilaian Status Gizi

Menurut (Supariasa, 2002), pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.

a. Penilaian status gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara lansung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbanagan ini terlihat pada pola pertumbuhna fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2002).

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk melihat status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan


(35)

20

epitel (sipervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa, 2002).

Metode klinis umumnya untuk survey klinis secara cepat (rapid clinical suveys). Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa, 2002).

Pemeriksaan secara biokimia merupakan pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi (Supariasa, 2002).

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik, cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, 2002).

b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.


(36)

21

1. Survei konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. 2. Statistik vital merupakan pengukuran dengan menganalisis data beberapa

statistik kesehatan seperti angka kematian bedasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu.

3. Faktor ekologi digunakan untuk mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interkasi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya.

Gambar 2. Metode Penelitian Status Gizi (Supariasa, 2002)

c. Status Gizi Bedasarkan Antropometri

Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode antropometri, sebagai cara untuk menilai status gizi. Antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

Penilaian Status Gizi

Pengukuran Langsung Pengukuran Tidak Langsung

1. Antropometri 2. Biokimia 3. Klinis 4. Biofisik

1. Survei Konsumsi 2. Statistik Vital 3. Faktor Ekologi


(37)

22

dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Keunggulan antropometri antara lain alat yang digunakan mudah didapatkan dan digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif, biaya relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan, dan secara ilmiah diakui keberadaannya (Supariasa, 2002).

d. Parameter Antropometri

Supariasa (2002) menyatakan bahwa antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia yang meliputi umur, berat badan, dan tinggi badan. Faktor umur sangat penting dalam penetuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonates). Pada masa bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi. Berat badan merupakan pilihan utama karena parameter yang paling baik, mudah dipakai, mudah dimengerti, memberikan gambaran konsumsi energi terutama dari karbohidrat dan lemak. Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan dianjurkan untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin (Supariasa, 2002). Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua terpenting, karena dengan menghubungkan berat badan


(38)

23

terhadap tinggi badan, faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukuran tinggi mikrotoa (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 (Supariasa, 2002).

e. Indeks Antropometri

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Supariasa, 2002).

f. Berat Badan menurut Umur

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan parameter antopometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembanagan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi


(39)

24

seseorang saat ini (current nutrional status) (Supariasa,2002). Kelebihan Indeks BB/U antara lain lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dan dapat mendeteksi kegemukan. Kelemahan Indeks BB/U adalah dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun acites, memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia 5 tahun, sering terjadi kesalahan pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan (Supariasa,2002).

g. Tinggi Badan menurut Umur

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Bedasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks ini menggambarkan konsumsi protein masa lalu (Supariasa, 2002). Kelebihan indeks TB/U adalah baik untuk menilai status gizi masa lampau, dan Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah dibawa. Sedangkan kekurangan indeks TB/U adalah tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun dan pengukuran relatif lebih sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya (Supariasa, 2002).


(40)

25

h. Berat Badan menurut Tinggi Badan

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang independent terhadap umur. Keuntungan Indeks BB/TB adalah tidak memerlukan data umur, dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus). Kelemahan Indeks BB/TB adalah tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan, atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya.

Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita. Dengan metode ini membutuhkan dua macam alat ukur, pengukuran relatif lebih lama. Membutuhkan dua orang untuk melakukannya.

i. Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)

Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat (Supariasa, 2002).

Pengukuran status gizi balita dapat dilakukan dengan indeks antropometri dan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Rumus IMT: IMT = BB (kg) x TB2 (m)

Keterangan : IMT : Indeks Massa Tubuh BB : Berat Badan (kg) TB : Tinggi Badan (m)


(41)

26

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode survai. Uji hipotesis menggunakan persamaan simultan dengan empat tahap: (i) Memodelkan pendapatann Repong Damar sebagai fungsi dari populasi kepemilikan pohon damar, (ii) Memodelkan pengeluaran pangan sebagai fungsi dari pendapatan Repong Damar, (iii) Memodelkan asupan protein balita sebagai fungsi dari pengeluaran pangan, dan (iv) Memodelkan status gizi balita sebagai fungsi dari asupan makan dan riwayat kesehatan bagi tiap balita. Dengan keempat persamaan simultan ini, maka akan dapat ditunjukkan hubungan antara aset produktif dari sistem Repong Damar (seperti jumlah pohon ataupun luasan Repong Damar) dengan status gizi balita.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2014 di Desa Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat.

C. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang berasal dari keluarga petani Repong Damar pada usia 24-60 bulan yang berjumlah 125 balita dan


(42)

27

1

2

e

N

N

n

tersebar di 3 dusun di Desa Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat.

b. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian adalah anak balita yang berasal dari rumah tangga petani repong damar yang kedua orangtuanya masih hidup yang didasarkan pada kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Sampel yang akan dijadikan sebagai subyek penelitian ditentukan secara random dan dihitung dengan meggunakan rumus (Arikunto, 2000), yaitu sebagai berikut:

Keterangan

n : jumlah responden.

N : jumlah total balita dari semua dusun yang menjadi sampel. e : presisi 10%.

Sampel dari ketiga dusun didapatkan sebanyak 56 balita. Jumlah sampel dari setiap dusun dihitung dengan menggunakan rumus menurut (Sugiono, 2009), yaitu:

Keterangan:

n : jumlah sampel yang akan diambil pada setiap dusun. N : jumlah total populasi pada empat dusun.

Ni : jumlah populasi pada dusun ke (i). ni : jumlah sampel pada tiga dusun.


(43)

28

Tabel 1. Jumlah sampel tiap dusun di Desa Pahmungan

No Dusun Jumlah Populasi Jumlah Sampel

1. I 48 22

2. II 37 13

3. III 40 21

Total 125 56

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi a. Kriteria Inklusi

1. Rumah tangga petani Repong Damar yang memiliki balita berusia 24-60bulan. 2. Balita yang bersedia ditimbang berat badannya.

3. Balita yang bersedia diukur tinggi badannya. 4. Balita yang sudah terlepas dari ASI.

b. Kriteria Eksklusi

1. Balita yang mengalami cacat fisik yang tidak bisa diukur tinggi badan dan berat badannya.

2. Balita yang memiliki badan bengkak atau gangguan pada ginjal.

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini meliputi variabel penjelas dan variabel respon. Variabel penjelas dapat dikelompokkan yang berasal dari subsistem ekonomi Repong Damar yang meliputi pendapatan yang berasal dari Repong Damar, pendapatan dari sumber lain, pendapatan total keluarga, pengeluara untuk pangan, dan Food recall 1x24jam dari balita. Variabel penjelas yang berasal dari subsistem biofisik


(44)

29

adalah riwayat kesehatan balita. Adapun variabel respon dalam penelitian ini adalah status gizi balita.

F. Pengumpulan Data a. Data Primer

Data primer diperoleh dengan menggunakan metode survei yaitu wawancara langsung kepada petani Repong Damar yang memiliki balita usia 24-60 bulan secara pribadi untuk memperoleh informasi tentang pendapatan per bulan dan status gizi balitanya. Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi balita adalah riwayat kesehatan dan asupan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Untuk menentukan riwayat kesehatan adalah dengan mengetahui frekuensi sakit selama 2 minggu terakhir. Sedangkan untuk mengetahui asupan zat gizi yang diperoleh dari makanan yaitu dengan menggunakan kuisioner food recall 1x24jam. Food recall merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui asupan gizi yang dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu (Hartono, 2006).

b. Data Sekunder

Data sekunder meliputi keadaan umum lokasi penelitian seperti letak geografis, keadaan fisik lingkungan, sarana dan prasarana di lokasi penelitian.

c. Alat dan Instrumen Penelitian

Alat dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,5 cm, meteran dengan ketelitian 0,1 cm, kuisioner,


(45)

30

kuisioner food recall 24 jam yang dilengkapi dengan identitas balita, camera DSLR Nikon 3100D 30 megapixel, dan alat tulis.

G. Analisis Data

a. Model yang digunakan dan Hipotesis yang diajukan

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan simultan dengan empat tahap yaitu :

(1) Pendapatan Repong Damar

[YI]i= α0+ α1[PHN] i+ сi {1}

Keterangan:

YI = pendapatan repong damar

PHN = jumlah tegakan pohon damar/ha, dari keluarga sampel α0, α1= parameter model I

Hipotesis I

H0= α0=α1=0 H1= α0=α1≠0

(2) Pengeluaran pangan

[YII]i= β0 + β1[YI] i + di {2}

Keterangan:

YIII = pengeluaran pangan

β0, β1 = parameter model II

Hipotesis II

H0= β0=β1=0 H1= β0=β1≠0

(3) Asupan protein balita (food recall)

[YIII]i= γ0 + γ1 [YII]i + ei {3} Keterangan:

YIII = asupan protein balita γ0 , γ1 = parameter model III


(46)

31

Hipotesis III

H0= γ 0=γ 1=0 H1= γ 0=γ1≠0

(4) Status gizi balita

[YIV]i= +fi {4}

Keterangan:

YIV = status gizi balita = parameter model IV

Dimana a= ε0+ε 1[E]+ ε 2[YIII]+ε 3[Lm]+ ε 4[Kar]+ ε5[Ca]+ ε 6[P]+ ε 7[Fe]+ ε 8[A]+ ε 9[B]+ ε 10[C]+ ε 11[Sp]+ ε 12[Dr]+ ε 13[Dm]+ ε 14[Fl]+ ε 15[Cc]

Hipotesis IV

H0= a = 0 H1= a ≠ 0

b. Uji Hipotesis

Optimasi pendugaan parameter menggunakan piranti lunak Minitab versi 16. Uji kebaikan suai model I sampai III menggunakan Uji Fisher dan uji masing-masing parameter menggunakan Uji T pada taraf nyata 5 dan 10 %. Sedangkan Uji kebaikan suai (goodness of fit test) model keempat menggunakan Uji Gald dan uji masing-masing parameter menggunakan Uji T pada taraf nyata 5 dan 10%.


(47)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dalam penelitian ini telah dibuktikan adanya pertautan antara peranan sistem repong damar terhadap pendapatan, asupan makan, dan status gizi balita. Ditemukan relasi/hubungan nyata antara pendapatan repong damar [YI] dengan jumlah populasi pohon damar dengan model [YI]i= -0.1770+0.023150 [PHN]i. Selanjutnya secara simultan ditemukan hubungan nyata antara pengeluaran pangan (YII) dengan [YII] seperti digambarkan dengan model [YII]i= 1.1546+0.438 [YI]. Lebih lanjut secara simultan ditemukan hubungan nyata antara asupan makan balita [YIII] dengan pengeluaran pangan [YII] dengan model [YIII]i= 17.012 +3.703 [YII].

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian yang serupa pada sistem budidaya hutan yang lain. 2. Perlu dilakukan penelitian yang serupa untuk indikator status gizi yang lain


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, D. Pemberdayaan Gizi Teori dan Aplikasi. 2013. Nuha Medika Yogyakarta.

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Aminah, L. N. 2013. Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani di Desa Buana Bakti Lampung Timur. Skripsi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Tidak Dipublikasikan.

Arikunto, S. 2000. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC . Jakarta.

Asih, N. 2011. Analisis Tingkat Pendapatan Usahatani di Sulawesi Tengah. Agroland Journal, 16 (1) : 1-7.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Dewi, L.M. 2012. Kontribusi Kondisi Ekonomi Keluarga terhadap Status Gizi (BB/TB skor Z) Pada Anak Usia 3-5 Tahun. Skripsi Universitas Siliwangi. Tasikmalaya.

Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. 2000. Repong Damar Masyarakat Krui. Diakses pada tanggal 24 November 2013 pukul 19.30. www.dephut.go.id. Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. EGC. Jakarta

Ismail, T. 2013. Penilaian Status Gizi Balita. Jurnal Kesehatan, 12(2): 1-15. Jimmy, M. 2008. Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Desa Panghasil Damar


(49)

Kardhinata, E. H. 2009. Kajian Perubahan Pola Konsumsi Pangan. Jurnal Agrobio, 1(1): 1-75.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Gizi dan Keseharan Ibu dan Anak. Lensary, D. 2011. Kinerja Pengelolaan Repong Damar Ditinjau dari Aspek

Ekologi, Sosial Dan Ekonomi. Tesis Magister Sains. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lubis, Z. 1997. Repong Damar: Kajian Tentang Pengambilan Keputusan Dalam Pengelolaan Lahan Hutan Di Pesisir Krui. www.cifor-cgiar.org. Diakses pada tanggal 24 November 2013.

Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar Sinanti. Jakarta.

Mulyani, D. 2008. Studi Pemanfaatan Berbagai Spesies Tumbuhan Berkhasiat Obat oleh Masyarakat di Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat. Skripsi Mahasiswa Kehutanan Universitas Lampung. Lampung. Tidak dipublikasikan.

Putri, M. D. 2009. Proporsi dan Keanekaragaman Hasil Hutan di Repong Damar Pekon Pahmungan Krui Lmpung Barat. Skripsi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Tidak Dipublikasikan.

Saroso, M. 2013. Kehidupan di bawah Tegakan Damar. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sirait, M., S. William, M. van Noordwijk, A. Kuswono, S. Bududarsono, T.P. Tomich, Suyanto, C. Fay, dan D. Thomas. 2001. Policy Research for Sustainable Upland Mangement. ICRAF. Bogor.

Soekarwati. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta.

Soediautama, Achmad. 2004. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa Jilid III. Jakarta. Dian Rakyat.

Suhardjo. 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jurnal Gizi dan Pangan, 2(2): 24-40.

Suharyanto. 2011. Kaitan Sosial Ekonomi Keluarga dan Konsumsi Energi Protein dengan Staus Gizi Anak Sekolah di desa Sumber Agung, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Skripsi Universitas Diponegoro. Semarang.


(50)

Sukirno, S. 2012. Pengantar Teori Ekonomi Makro Edisi Kedua. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Supariasa, N. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta

Suryono. 2007. Pengaruh Pemberian Susu Berkalsium Tinggi Terhadap Kadar Kalsium Darah dan Kepadatan Tulang Remaja Pria. Desertasi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumerdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Trinson, S. 2001. Kajian Kelayakan Usaha Sistem Pengelolaan Repong

DamarMata Kucing (Shorea javanica Ket V) Di Krui Lampung. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Undang-Undang Republik Indonesia No. 22. 2012. Pembentukan Kabupaten Pesisir Barat di Provinsi Lampung. Jakarta. Pemerintah Pusat Republik Indonesia.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 1998. Jakarta (Prosiding).

Wijayanto. N. 2002. Kontribusi Repong Damar Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Daerah Pesisir Krui. Tropical Forest Management, 8(1): 39-49.


(1)

30

kuisioner food recall 24 jam yang dilengkapi dengan identitas balita, camera

DSLR Nikon 3100D 30 megapixel, dan alat tulis.

G. Analisis Data

a. Model yang digunakan dan Hipotesis yang diajukan

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan simultan dengan empat tahap yaitu :

(1) Pendapatan Repong Damar

[YI]i= α0+ α1[PHN] i+ сi {1}

Keterangan:

YI = pendapatan repong damar

PHN = jumlah tegakan pohon damar/ha, dari keluarga sampel

α0, α1= parameter model I

Hipotesis I

H0= α0=α1=0 H1= α0=α1≠0

(2) Pengeluaran pangan

[YII]i= β0+ β1[YI] i + di {2}

Keterangan:

YIII = pengeluaran pangan

β0, β1 = parameter model II

Hipotesis II

H0= β0=β1=0 H1= β0=β1≠0

(3) Asupan protein balita (food recall)

[YIII]i= γ0 + γ1 [YII]i + ei {3}

Keterangan:

YIII = asupan protein balita


(2)

31

Hipotesis III

H0= γ 0=γ 1=0

H1= γ 0=γ1≠0

(4) Status gizi balita

[YIV]i= +fi {4}

Keterangan:

YIV = status gizi balita = parameter model IV

Dimana a= ε0+ε 1[E]+ ε 2[YIII]+ε 3[Lm]+ ε 4[Kar]+ ε5[Ca]+ ε 6[P]+ ε 7[Fe]+ ε 8[A]+ ε 9[B]+

ε 10[C]+ ε 11[Sp]+ ε 12[Dr]+ ε 13[Dm]+ ε 14[Fl]+ ε 15[Cc]

Hipotesis IV

H0= a = 0

H1= a ≠ 0

b. Uji Hipotesis

Optimasi pendugaan parameter menggunakan piranti lunak Minitab versi 16. Uji kebaikan suai model I sampai III menggunakan Uji Fisher dan uji masing-masing parameter menggunakan Uji T pada taraf nyata 5 dan 10 %. Sedangkan Uji kebaikan suai (goodness of fit test) model keempat menggunakan Uji Gald dan uji masing-masing parameter menggunakan Uji T pada taraf nyata 5 dan 10%.


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dalam penelitian ini telah dibuktikan adanya pertautan antara peranan sistem repong damar terhadap pendapatan, asupan makan, dan status gizi balita. Ditemukan relasi/hubungan nyata antara pendapatan repong damar [YI] dengan

jumlah populasi pohon damar dengan model [YI]i= -0.1770+0.023150 [PHN]i.

Selanjutnya secara simultan ditemukan hubungan nyata antara pengeluaran pangan (YII) dengan [YII] seperti digambarkan dengan model [YII]i=

1.1546+0.438 [YI]. Lebih lanjut secara simultan ditemukan hubungan nyata

antara asupan makan balita [YIII] dengan pengeluaran pangan [YII] dengan model

[YIII]i= 17.012 +3.703 [YII].

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian yang serupa pada sistem budidaya hutan yang lain. 2. Perlu dilakukan penelitian yang serupa untuk indikator status gizi yang lain


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, D. Pemberdayaan Gizi Teori dan Aplikasi. 2013. Nuha Medika Yogyakarta.

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Aminah, L. N. 2013. Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani di Desa Buana Bakti Lampung Timur. Skripsi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Tidak Dipublikasikan.

Arikunto, S. 2000. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC . Jakarta.

Asih, N. 2011. Analisis Tingkat Pendapatan Usahatani di Sulawesi Tengah. Agroland Journal, 16 (1) : 1-7.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Dewi, L.M. 2012. Kontribusi Kondisi Ekonomi Keluarga terhadap Status Gizi (BB/TB skor Z) Pada Anak Usia 3-5 Tahun. Skripsi Universitas Siliwangi. Tasikmalaya.

Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. 2000. Repong Damar Masyarakat Krui. Diakses pada tanggal 24 November 2013 pukul 19.30. www.dephut.go.id. Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. EGC. Jakarta

Ismail, T. 2013. Penilaian Status Gizi Balita. Jurnal Kesehatan, 12(2): 1-15.

Jimmy, M. 2008. Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Desa Panghasil Damar Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Gizi dan Pangan. 3(3): 172-179.


(5)

Kardhinata, E. H. 2009. Kajian Perubahan Pola Konsumsi Pangan. Jurnal Agrobio, 1(1): 1-75.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Gizi dan Keseharan Ibu dan Anak. Lensary, D. 2011. Kinerja Pengelolaan Repong Damar Ditinjau dari Aspek

Ekologi, Sosial Dan Ekonomi. Tesis Magister Sains. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lubis, Z. 1997. Repong Damar: Kajian Tentang Pengambilan Keputusan Dalam Pengelolaan Lahan Hutan Di Pesisir Krui. www.cifor-cgiar.org. Diakses pada tanggal 24 November 2013.

Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar Sinanti. Jakarta.

Mulyani, D. 2008. Studi Pemanfaatan Berbagai Spesies Tumbuhan Berkhasiat Obat oleh Masyarakat di Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Lampung Barat. Skripsi Mahasiswa Kehutanan Universitas Lampung. Lampung. Tidak dipublikasikan.

Putri, M. D. 2009. Proporsi dan Keanekaragaman Hasil Hutan di Repong Damar Pekon Pahmungan Krui Lmpung Barat. Skripsi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Tidak Dipublikasikan.

Saroso, M. 2013. Kehidupan di bawah Tegakan Damar. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sirait, M., S. William, M. van Noordwijk, A. Kuswono, S. Bududarsono, T.P. Tomich, Suyanto, C. Fay, dan D. Thomas. 2001. Policy Research for Sustainable Upland Mangement. ICRAF. Bogor.

Soekarwati. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta.

Soediautama, Achmad. 2004. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa Jilid III. Jakarta. Dian Rakyat.

Suhardjo. 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jurnal Gizi dan Pangan, 2(2): 24-40.

Suharyanto. 2011. Kaitan Sosial Ekonomi Keluarga dan Konsumsi Energi Protein dengan Staus Gizi Anak Sekolah di desa Sumber Agung, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Skripsi Universitas Diponegoro. Semarang.


(6)

Sukirno, S. 2012. Pengantar Teori Ekonomi Makro Edisi Kedua. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Supariasa, N. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta

Suryono. 2007. Pengaruh Pemberian Susu Berkalsium Tinggi Terhadap Kadar Kalsium Darah dan Kepadatan Tulang Remaja Pria. Desertasi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumerdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Trinson, S. 2001. Kajian Kelayakan Usaha Sistem Pengelolaan Repong

DamarMata Kucing (Shorea javanica Ket V) Di Krui Lampung. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Undang-Undang Republik Indonesia No. 22. 2012. Pembentukan Kabupaten Pesisir Barat di Provinsi Lampung. Jakarta. Pemerintah Pusat Republik Indonesia.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 1998. Jakarta (Prosiding).

Wijayanto. N. 2002. Kontribusi Repong Damar Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Daerah Pesisir Krui.Tropical Forest Management, 8(1): 39-49.