KARAKTERISASI TEPUNG MOKAF HASIL MODIFIKASI DARI BUBUR SINGKONG MELALUI PROSES FERMENTASI

(1)

ABSTRACT

CHARACTERIZATION OF MOKAF FLOUR MODIFIED FROM CASSAVA PULP THROUGH FERMENTATION PROCESS

By Iip Sugiharta

Mokaf flour can substitute for wheat flour in making of various types of food, because of the characteristics of flour mokaf approaching characteristics of wheat flour. Production of mokaf flour in this study is done by modifying the cassava pulp through fermentation process using the bacteria Lactobacillus plantarum. The fermentation process in production of flour mokaf have a variety of variables to find the optimum variables. The optimum variable is the amount of inoculum, time of fermentation, and the pH of the fermentation. mokaf flour produced from a variety of variables and wheat flour were characterized by means of measurements using Viscotester and Thermogravimetric Analysis (TGA). Measurement results that show the characteristics of flour mokaf approaching wheat flour is the use of the amount of inoculum of 15 ml, the pH of the fermentation at pH 4, and the fermentation time of 48 hours. Viscosity and "mass reduction" of mokaf flour in the amount of 542 mPas and 86.51% approaching wheat flour in the amount of 106 mPas and 85.72%. Measurements mass reduction on cassava flour and tapioca performed as a comparison in the amount of 89.24 and 91.58%, while the content of amylose of cassava flour, tapioca, mokaf, and wheat by 38.43; 21.54; 42.62; dan 45,22%. The higher content of amylose, the smaller mass reduction.

Keywords : amylose, fermentation, Lactobacillus plantarum, mokaf, Thermogravimetric Analysis (TGA), Viscotester.


(2)

ABSTRAK

KARAKTERISASI TEPUNG MOKAF HASIL MODIFIKASI DARI BUBUR SINGKONG MELALUI PROSES FERMENTASI

Oleh Iip Sugiharta

Tepung mokaf dapat mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan berbagai macam jenis makanan, karena karakteristik dari tepung mokaf mendekati karakteristik tepung terigu. Pembuatan tepung mokaf pada penelitian ini dilakukan dengan cara memodifikasi bubur singkong melalui proses fermentasi menggunakan bakteri Lactobacillus plantarum. Proses fermentasi pada pembuatan tepung mokaf memiliki variasi variabel untuk mencari variabel optimum. Variabel optimum tersebut adalah jumlah inokulum, waktu fermentasi, dan pH fermentasi. Tepung mokaf yang dihasilkan dari berbagai variasi variabel dan terigu dikarakterisasi dengan cara pengukuran menggunakan viscotester dan Thermogravimetric Analysis (TGA). Hasil pengukuran yang menunjukkan karakteristik tepung mokaf mendekati tepung terigu adalah pada penggunaan jumlah inokulum sebesar 15 ml, pH fermentasi sebesar pH 4, dan waktu fermentasi 48 jam. Viskositas dan penurunan persen berat tepung mokaf tersebut sebesar 542 mPas dan 86,51 % mendekati tepung terigu sebesar 106 mPas dan 85,72%. Pengukuran penurunan persen berat pada tepung singkong dan tapioka dilakukan sebagai perbandingan yaitu sebesar 89,24 dan 91,58 %, sedangkan kadar amilosa tepung singkong, tapioka, mokaf, dan terigu sebesar 38,43; 21,54; 42,62; dan 45,22 %. Makin tinggi kadar amilosa maka makin kecil penurunan persen beratnya.

Kata kunci : amilosa, fermentasi, Lactobacillus plantarum, mokaf, Thermogravimetric Analysis (TGA), Viscotester.


(3)

KARAKTERISASI TEPUNG MOKAF HASIL MODIFIKASI DARI BUBUR SINGKONG MELALUI PROSES FERMENTASI

Oleh

Iip Sugiharta

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER KIMIA

Pada

Program Pascasarjana Magister Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenamya Bahwa :

1. Tesis

dengan judul "KARAKTERISASI TEPUNG MOKAF HASIL

MODIFIKASI DARI BTIBT]R SINGKONG MELALUI PROSES

FERMENTASI" adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan

peqiiplakan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilrniah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau disebut

plagiarisme.

2.

Hak intelektual atas karya ikniah ini diserahkan kepada Universitas Lampung. Atas Pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya

ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya, saya bersedia dan sanggup ditunfut sesuai dengan hukm yang berlaku.

Bandar Lampung, Juli 2015 Pembuat Pernyataan


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Aneka kegunaan singkong ... 10

2. Diagram alir proses pembuatan tepung tapioka ... 15

3. Diagram alir proses pembuatan tepung mokaf ... 17

4. Struktur rantai molekul amilosa ... 20

5. Struktur rantai molekul amilopektin ... 20

6. Grafik waktu fermentasi terhadap perubahan ph untuk berbagai variasi jumlah inokulum, (a) tanpa penambahan inokulum, (b) penambahan inokulum 15 ml dan mempertahankan ph 4, (c) penambahan inokulum 15 dan tanpa mempertahankan ph 4 ... 37

7. Nilai viskositas (η) terhadap temperatur (t) pada berbagai variasi jumlah inokulum, (a) 5 ml, (b) 10, (c) 15 ml, (d) 20 ml, (e) 25 ml, dan (f) terigu ... 39

8. Grafik temperatur (t) terhadap penurunan persen berat pada berbagai jumlah inokulum optimum, (a) 5 ml, (b) 10, (c) 15 ml, (d) 20 ml, (e) 25 ml, (f) terigu, dan (g) tapioka ... 40

9. Grafik penurunan persen berat terhadap temperatur (t) berbagai variasi inokulum, (a) 5 ml, (b) 10, (c) 15 ml, (d) 20 ml, (e) 25 ml, dan (f) terigu ... 41

10.Penurunan persen berat pada temperatur 300 oC pada berbagai variasi inokulum optimum, (a) 5 ml, (b) 10, (c) 15 ml, (d) 20 ml, (e) 25 ml, (f) terigu, dan (g) tapioka ... 41

11.Grafik viskositas (η) terhadap temperatur (t) pada berbagai waktu fermentasi, (a) 24 jam, (b) 48 jam, (c) 72 jam, (d) 96 jam, dan (e) tepung terigu ... 43


(8)

12.Grafik penurunan persen berat terhadap temperatur (t) pada berbagai variasi waktu fermentasi (a) 24 jam, (b) 48 jam, (c) 72 jam, (d) 96

jam, dan (e) tepung terigu ... 44 13.Penurunan persen berat pada temperatur 300 oC untuk berbagai

variasi waktu fermentasi, (a) 24 jam, (b) 48 jam, (c) 72 jam, (d) 96

jam, dan (e) tepung terigu ... 44 14.Grafik viskositas(η) terhadap temperatur (t) pada berbagai variasi ph,

(a) pH 4; (b) pH 4,5; (c) pH 5; dan (d) tepung terigu ... 46 15.Grafik hubungan antara penurunan persen berat terhadap temperatur

(t) untuk penentuan ph fermentasi optimum pada temperatur pemanasan 300 oC, (a) pH 4; (b) pH 4,5; (c) pH 5; dan (d) tepung

terigu ... 47 16.Penurunan persen berat tepung mokaf dan tepung terigu pada

temperatur 300 oC untuk penentuan ph fermentasi optimum, (a) pH 4;

(b) pH 4,5; (c) pH 5; dan (d) tepung terigu ... 47 17.Grafik penurunan persen berat terhadap temperatur 300 oC dari

berbagai jenis tepung, (a) tepung tapioka, (b) tepung singkong, (c)

tepung mokaf, (d) tepung terigu ... 49 18.Hubungan penurunan penurunan persen berat terhadap kadar amilosa

pada berbagai jenis tepung ... 50 19.Diagram alir proses pembuatan tepung mokaf ... 56


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Luas panen, produktivitas dan produksi tanaman singkong dari

beberapa provinsi di indonesia tahun 2011 ... 7

2. Daftar komposisi kimia singkong/100 g ... 8

3. Varietas unggul singkong ... 9

4. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin ... 21

5. Kadar amilosa dan amilopektin berdasarkan berat patinya ... 48

6. Hasil pengukuran ph pada variasi jumlah inokulum ... 56

7. Hasil pengukuran viskositas pada variasi inokulum ... 57

8. Hasil pengukuran viskositas pada variasi waktu fermentasi ... 57


(10)

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi

maha penyayang dan dengan segala rasa syukur kepada

Allah SWT, aku persembahkan karya ku ini untuk :

Bapak dan Ibu

tersayang, yang senantiasa mendo’akan,

mendukung, memberi semangat, dan kegigihan serta

perjuangan dan pengorbanan Ibu dan Bapak untuk ku

sampai bisa seperti ini semoga kasih sayang dan lindungan

Allah SWT tak lepas dari kalian.

Kakak ku, Myrza Marwan, Emry Sagita dan Yuwanda

Nova serta seluruh keluarga besar ku yang tidak dapat ku

sebutkan satu persatu yang senantiasa mendoa’kan

,

mendukung dan memberi semangat.

Istri tercinta Fitia Sopiah, beserta anak-anakku Muhammad

Baqi Billah, Zulhijar Abdurrasyid, dan Auni Hasna

Adawiyah atas kesabaran, doa, dan motivasinya.

Seluruh Sahabat terbaiku.

Almamater tercinta Universitas Lampung.

Guru-guru yang telah menjadi pembangkit semangatku.

Rekan-rekan seperjuangan.


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta Selatan pada tanggal 17 Desember 1981, anak ke empat dari empat bersaudara, yang merupakan buah kasih dari pasangan Ayahanda Marwan Ramli dan Ibunda Jusnimar Umar.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Persit Kedaton Bandar Lampung diselesaikan tahun 1988, Sekolah Dasar (SD) Persit Tanjung Karang Bandar Lampung diselesaikan tahun 1994, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 4 Tanjung Karang Bandar Lampung diselesaikan tahun 1997, Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Tanjung Karang Bandar Lampung diselesaikan tahun 2000 dan S1 Jurusan Teknik Kimia Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi diselesaikan tahun 2006.

Tahun 2007, penulis mulai bekerja di PT Esai sebagai Medical Representative sampai pada tahun 2009. Tahun 2008 penulis melangsungkan pernikahan dan kini telah dikaruniai 2 putra dan 1 putri. Tahun 2009, penulis melanjutkan kerja di PT Guardian Pharmatama sebagai Medical Representative pada tahun 2009 sampai pada tahun 2012, dan sampai tahun 2013 bekerja di PT Promed sebagai supervisor.


(12)

SANWACANA

Alhamdulillahi robbil’alamin. Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, Dzat yang senantiasa menganugerahkan ilmu pengetahuan kepada manusia dengan perantara kalam, sehingga atas kehendak dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul ʻʻKarakterisasi Tepung Mokaf Hasil Modifikasi Dari Bubur Singkong Melalui Proses Fermentasi’’ dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta pengikutnya yang setia hingga Yaumil Akhir. Aamiin.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Tidak sedikit kendala yang dihadapi penulis dalam pelaksanaan serta dalam penulisan tesis ini, tapi Alhamdulillah, Allah

Memberikan kekuatan dan kemudahan melalui orang-orang yang dipercaya untuk membantu penulis, sehingga kendala tersebut dapat ditaklukkan. Dalam

kesempatan ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. John Hendri, M.S., selaku pembimbing utama, Pembimbing akademik, guru, dan rekan bagi penulis yang dengan sabar memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis.


(13)

2. Bapak Dr. Suripto Dwi Yuwono selaku pembimbing II penulis dan juga sebagai Ketua Jurusan Kimia, atas saran, masukan dan diskusi-diskusinya hingga selesainya tesis ini.

3. Bapak Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D., selaku pembahas, atas semua kritik, saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 4. Bapak Prof. Sutopo Hadi, M.sc., Ph.D. Selaku Ketua Program Studi Magister

Kimia Universitas Lampung.

5. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. Selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung.

6. Bapak Andi Setiawan, Ph. D. Selaku Kepala UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung.

7. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

8. Segenap staf pengajar dan karyawan Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

9. Dr. Ir. Siti Nurjanah, M.Sc, selaku Ketua Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, yang telah membantu analisa, memberikan saran, kritik dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

10. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan saran, motivasi, dukungan, keceriaan dan canda tawa yang tercipta selama ini.

11. Teman-teman Magister Kimia angkatan 2013: bidang kimia fisik : Ibu Laila, Ibu Rina, Mas Rafel, Bapak Rodhi, Mas Septian, Mba Tutik yang selalu kompak, beserta teman-teman bidang yang lainnya, yang telah memberikan motivasi dan dukungan dalam penyusunan tesis ini


(14)

12. Teman-teman Magister Kimia angkatan 2014, yang memberikan dukungan dan motivasi dalam penyusunan tesis ini.

13. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan tesis ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT mencatat dan membalas semua kebaikan yang diberikan kepada penulis. Aamiin. Akhir kata penulis menyadari bahwa tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap semoga tesis yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat dan memiliki nilai guna khususnya bagi rekan-rekan mahasiswa dan pembaca pada umumnya. Aamiin.

Bandar Lampung, Juli 2015


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Singkong ... 6

B. Macam-Macam Tepung dari Singkong ... 10

1. Tepung Gaplek ... 10

2. Tepung Singkong ... 11

3. Tepung Tapioka ... 14

4. Tepung Mokaf ... 16

C. Pati ... 19

D. Fermentasi ... 21

E. Lactobacillus plantarum ... 25

F. Thermogravimetric Analysis (TGA) ... 26

G. Viscotester ... 27

III.METODE PENELITIAN ... 29

A. Tempat dan Waktu... 29

B. Alat dan Bahan ... 29

C. Prosedur Penelitian ... 30

1. Pembuatan Stok Kultur ... 30

2. Pembuatan Inokulum ... 30

3. Pembuatan Bubur Singkong ... 31

4. Proses Pembuatan Tepung Mokaf ... 31

a. Penentuan Inokulum Optimum ... 32

b. Penentuan Waktu Fermentasi Optimum ... 32

c. Penentuan pH Fermentasi Optimum ... 33

D. Karakteristik Tepung Mokaf ... 33


(16)

2. Penurunan Persen Berat ... 33

3. Analisa Kadar Pati ... 33

4. Analisa Kadar Amilosa dan Amilopektin ... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pengantar ... 36

B. Penentuan Kondisi Optimum Inokulum ... 38

C. Penentuan Waktu fermentasi Optimum ... 42

D. Penentuan pH Fermentasi Optimum ... 45

E. Penentuan Kadar Pati, Amilosa, Dan Amilopektin Dibandingkan Dengan Analisa TGA Pada Tepung Mokaf, Tepung Terigu, Tepung Tapioka dan Tepung Singkong ... 48

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. SIMPULAN ... 51

B. SARAN ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahan baku pangan sumber karbohidrat berupa tepung dapat dibuat dari gandum, beras, jagung, singkong, ubi jalar, sagu dan sukun. Tepung tersebut dapat diolah menjadi makanan pokok, makanan camilan, makanan pembuka dan makanan penutup. Salah satu tepung yang banyak digunakan adalah tepung terigu yang terbuat dari gandum.

Impor gandum Indonesia pada tahun 2011 mencapai 5,4 juta ton dan pada tahun 2012 naik menjadi 6,2 juta ton. Indonesia mengimpor gandum dari Australia (70,7 %), disusul Kanada (14,9 %), dan Amerika Serikat (11 %). Indonesia juga mengimpor gandum dari India, Rusia, Pakistan, dan Turki. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, konsumsi tepung terigu nasional terus meningkat. Pada semester I tahun 2013, konsumsi tepung terigu mencapai 2,6 juta ton atau naik 1,08 % dibandingkan periode yang sama pada tahun 2012 (Theresia, 2013).

Dari data tersebut, maka Indonesia perlu bahan baku alternatif untuk pembuatan tepung dengan karakteristik yang hampir sama dengan tepung terigu. Salah satu bahan baku alternatif tersebut adalah singkong. Berdasarkan informasi dari Badan Pusat Statistik, produksi tanaman singkong pada tahun 2011 cukup besar yaitu sekitar 24 juta ton tiap tahunnya. Provinsi Lampung saat ini masih menjadi


(18)

penghasil singkong terbesar di Indonesia dengan produksi rata-rata per tahun mencapai 9 juta ton (BPS, 2013).

Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI telah mengeluarkan Roadmap Diversifikasi Pangan Tahun 2011 sampai 2015 edisi kedua yang merupakan penjabaran Peraturan Presiden (Perpres) No. 22 Tahun 2009. Dalam Perpres tersebut disebutkan dua sasaran upaya diversifikasi pangan yaitu

memasyarakatkan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman, serta mengurangi konsumsi beras/kapita 1,5% per tahun. Pada roadmap tersebut, salah satu peluang untuk mengurangi konsumsi beras adalah dengan pengembangan dan peningkatan bahan pangan sumber karbohidrat berupa tepung yang terbuat dari singkong seperti tepung mokaf (Anonim, 2012).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tepung mokaf merupakan tepung yang diperoleh dari singkong dengan proses fermentasi asam laktat. Tepung mokaf tersebut memiliki karakteristik yang khas dan dapat dikembangkan sebagai bahan pangan pada skala luas (Subagio dkk., 2008).

Proses pembuatan tepung mokaf dapat menggunakan inokulum Bimo-CF

(Biologically Modified Cassava Flour). Inokulum tersebut merupakan bakteri asam laktat yang dapat mendominasi selama proses fermentasi, sehingga tepung mokaf yang dihasilkan memiliki viskositas puncak sebesar 1130 BU (Brabender Unit) dan derajat putih antara 73,9 sampai 86,4 % (Misgiyarta dkk., 2009). Inokulum mokaf dapat dibuat dengan mengkombinasi dua jenis bakteri asam laktat seperti kombinasi antara Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus lactis. Waktu fermentasi dapat selama 1 hari dan tepung mokaf yang dihasilkan memiliki


(19)

derajat putih antara 91,36 sampai 94,55 %, sehingga dapat memenuhi syarat SNI (Enny dan Yuliasri, 2012). Sedangkan pada penelitian yang lain, pada proses pembuatan tepung mokaf yang hanya menggunakan Lactobacillus plantarum untuk fermentasi dilakukan selama 5 hari, tepung mokaf yang dihasilkan memiliki kadar protein dan lemak sebesar 8,5 dan 2,8 %. (Lina dkk., 2012).

Proses pembuatan tepung mokaf menggunakan inokulum Lactobacillus casei telah dilakukan oleh Darmawan dkk. (2013). Variasi konsentrasi pada proses pembuatan tepung mokaf tersebut adalah 1, 3, dan 5 %V serta variasi ketebalan dari singkong yang disawut adalah 2, 4, dan 6 mm. Pada konsentrasi inokulum sebesar 5 %V dan ketebalan dari singkong yang disawut sebesar 2 mm, tepung mokaf yang dihasilkan memiliki kadar protein sebesar 3,68 % dan solubiliti sebesar 1,63 %.

Sebagian besar pengukuran yang dilakukan untuk menentukan karakteristik tepung mokaf, yaitu : pengukuran derajat keputihan, viskositas menggnakan alat brabender, kadar protein, kadar lemak, swelling power, solubiliti dan kadar HCN (Subagio dkk., 2008, Misgiyarta dkk, 2009., Lina dkk., 2012, Darmawan dkk., 2013). Sedangkan pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran karakteristik tepung mokaf menggunakan viscotester sebagai alat ukur viskositas, dan Thermogravimetric Analysis (TGA) sebagai alat ukur penurunan persen berat, serta membandingkan kadar amilosa pada tepung mokaf, tepung terigu, tepung tapioka, dan tepung singkong terhadap penurunan persen beratnya.

Pada penelitian pembuatan tepung mokaf yang sudah dilakukan, sebagian besar persiapan singkong yang akan difermentasi dilakukan dengan cara dibersihkan


(20)

kulitnya dan disawut umbinya. Sedangkan pada penelitian ini, persiapan

singkong yang akan difermentasi dilakukan dengan cara dibersihkan kulitnya dan diparut umbinya. Diharapkan umbi singkong yang diparut menjadi bubur dapat mempercepat proses pembuatan tepung mokaf dan mempermudah pembuatan tepung mokaf dalam skala besar. Mikroorganisme yang akan digunakan pada proses fermentasi adalah Lactobacilus plantarum dengan variasi kondisi inokulum, waktu fermentasi dan pH.

B. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah menentukan karakteristik tepung mokaf yang dimodifikasi dari bubur singkong melalui proses fermentasi menggunakan viscotester dan TGA, serta membandingkan kadar amilosa tepung mokaf, tepung terigu, tepung tapioka, dan tepung singkong terhadap penurunan persen berat menggunakan TGA. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengkaji pengaruh kondisi inokulum terhadap karakteristik tepung mokaf 2. Mengkaji pengaruh waktu fermentasi terhadap karakteristik tepung mokaf 3. Mengkaji pengaruh pH fermentasi terhadap karakteristik tepung mokaf

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu eksperimental untuk mendapatkan data karakteristik tepung mokaf dari modifikasi bubur singkong dengan metode fermentasi. Tepung mokaf tersebut diharapkan memiliki karakteristik yang mendekati karakteristik tepung terigu dengan proses pembuatan yang lebih sederhana dan lebih cepat, serta pengukuran karakteristik yang lebih mudah yaitu


(21)

dengan menggunakan viscotester dan TGA sebagai alat ukur karakterisasi tepung mokaf.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Singkong

Singkong (Manihot utilisima atau Manihot esculenta crantz) merupakan salah satu tanaman yang tersebar luas di Indonesia dan sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara di dunia. Di benua Asia, singkong tersebar di Thailand, Vietnam, India, dan RR Cina dan di benua Afrika tersebar di Nigeria, Kongo, Ghana, Mozambik, Angola, dan Uganda, sedangkan di benua Amerika produksi singkong terbesar ada di Brasil. Beberapa ahli botani menyatakan bahwa tanaman singkong berasal dari Amerika yang beriklim tropis dan seorang ahli botani Rusia, Nikolai Ivanovick Vavilov, memastikan bahwa tanaman singkong berasal dari Brasil (Benua Amerika bagian selatan) (Gardjito dkk, 2013).

Singkong merupakan tanaman tropis yang tumbuh pada 30º lintang utara sampai 30º lintang selatan dan sebagian besar berkembang di 20º lintang utara sampai 20° lintang selatan serta membutuhkan iklim lembab. Pertumbuhan singkong akan berhenti di bawah temperatur 10 oC. Pertumbuhan singkong yang paling banyak di dataran rendah tropis, di ketinggian 150 meter dari permukaan laut dengan temperatur rata-rata 25 sampai 27 °C, tetapi ada beberapa varietas singkong yang tumbuh sampai pada ketinggian 1500 meter dari permukaan laut. Singkong juga dapat tumbuh dengan baik ketika curah hujan cukup melimpah. Curah hujan setiap tahun yang dibutuhkan untuk pertumbuhan singkong sebesar 500 mm


(23)

sampai 5000 mm. Singkong dapat tumbuh pada tanah liat berpasir atau tanah liat berpasir yang lembab dan subur ataupun jenis tanah yang lain dengan tekstur tanah cukup gembur untuk memungkinkan perkembangan umbi (Grace, 1977).

Berdasarkan data luas panen dari Badan Pusat Statistik, produktivitas singkong di Indonesia mencapai 24 juta ton pada tahun 2011, sehingga masih banyak peluang untuk pengolahan singkong menjadi aneka macam makanan dan tepung. Luas panen, produktivitas dan produksi tanaman singkong disajikan pada Tabel 1. (BPS, 2013).

Tabel 1. Luas panen, produktivitas dan produksi tanaman singkong dari beberapa provinsi di indonesia tahun 2011

Provinsi Luas Panen (Ha)

Produktivitas (Ku/Ha)

Produksi (Ton)

Sumatera Utara 37.929,00 287,83 1.091.711,00

Lampung 368.096,00 249,76 9.193.676,00

Jawa Barat 103.244,00 199,41 2.058.785,00

Jawa Tengah 173.195,00 202,17 3.501.458,00

Jawa Timur 199.407,00 202,20 4.032.081,00

Nusa Tenggara Timur 96.705,00 99,49 962.128,00

Sumber : BPS 2013

Singkong merupakan bahan pangan sumber karbohidrat yang memiliki kadar gizi yang baik untuk kesehatan. Adapun komposisi kimia singkong disajikan pada Tabel 2.


(24)

Tabel 2. Daftar komposisi kimia singkong/100 g

Komponen Kadar Komponen Kadar

Protein (gr) 1,2 Vitamin B1 (mg) 0,06

Lemak (gr) 0,3 Vitamin C (mg) 30

Karbohidrat (gr) 34,7 Air (gr) 62,5

Kalsium (mg) 33

Fosfor (mg) 40

Besi (mg) 0,7

Sumber : Departemen Kesehatan R.I, (1992).

Berdasarkan majalah Buletin Singkong yang dikeluarkan oleh Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementrian Pertanian, telah dilepas 10 varietas singkong yang disajikan pada Tabel 3. (Anonim, 2013 A). Untuk bahan tape, para pengrajin lebih senang dengan singkong yang tidak pahit, rasanya enak dan daging umbi berwarna kekuningan seperti varietas lokal Krentil, Mentega, atau Adira-1. Tetapi untuk industri pangan yang berbasis tepung atau pati singkong, diperlukan singkong yang umbinya berwarna putih dan mempunyai kadar bahan kering dan pati yang tinggi. Umbi singkong dengan kadar HCN yang tinggi tidak menjadi masalah karena bahan racun tersebut akan hilang selama proses produksi tepung dan pati, seperti pada varietas UJ-3, UJ-5, Malang-4, Malang-6 atau Adira-4 (Sundari, 2010).


(25)

Tabel 3. Varietas unggul singkong

Varietas Tahun

(dilepas

Umur (bulan)

Potensi (ton/Ha

Rasa Warna

(daging umbi)

Pati (%) Adira-1 1978 7-10 22 sedang kuning 45 Adira-2 1978 8-12 21 sedang Putih 41 Adira-3 1986

10,5-11,5

35 agak pahit

Putih 18-22 Malang-1 1992 9-10 56,5 manis putih

kekuningan

32-36 Malang-2 1992 8-10 31,5 manis kuning muda 32-36

Malang-4 2001 9 39,7 - Putih -

Malang-8 2001 9 36,4 - Putih -

Darul Hidayah

1996 8-10 102 kenyal Putih 25-31,5 UJ-3 2000 8-10 20-35 pahit putih

kekuningan

20-27 UJ-5 2000 8-10 25-38 pahit putih

kekuningan

- Sumber : Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,

Kementrian Pertanian

Tanaman singkong mempunyai peran ekonomis yang sangat besar dalam

pemberdayaan perekonomian di Indonesia. Seluruh tanaman singkong (dari akar sampai daun) memberikan manfaat yang sangat tinggi bagi kehidupan. Produk yang berbahan baku dari singkong antara lain: tepung singkong, tepung tapioka, mokaf, cip, gaplek, gula cair, beras komposit, lem, bahan kertas, bioetanol (Anonim, 2013 A). Bagan aneka kegunaan singkong tersaji pada Gambar 1.


(26)

ubi kayu kulit ubi daun onggok gaplek tepung singkong tapioka mokaf makanan

asam sitrat / Kalsium sitrat pellet (manioc)

bahan industri makanan Tapioca pearl dextrin maltosa pakan bahan industri kertas glukosa fruktosa alkohol metanol asam organik sorbitol senyawa kimia lain

Gambar 1. Aneka Kegunaan Singkong

B. Macam-Macam Tepung dari Singkong

Sebagian besar masyarakat Indonesia sudah terbiasa mengkonsumsi singkong dengan produk olahan secara langsung dengan cara direbus, dikukus, digoreng, dan dibakar. Sedangkan singkong juga dapat dijadikan aneka tepung, yaitu tepung gaplek, tepung singkong (cassava flour), tapioka (pati singkong), dan mokaf (tepung fermentasi). Keempat jenis tepung tersebut memiliki perbedaan perlakuan bahan, proses produksi, spesifikasi hasil/pemanfaatan, dan kualifikasi tepungnya (Gardjito dkk, 2013).

1. Tepung Gaplek

Proses pembuatan tepung gaplek merupakan proses pembuatan tepung yang paling sederhana, karena memanfaatkan seluruh dari kadar pati dan seratnya. Prosesnya adalah singkong yang sudah dipisah dari batangnya, dikupas kulitnya dan dicuci hingga bersih, kemudian singkong dipotong menjadi bagian kecil, lalu dijemur dibawah sinar matahari selama 1 sampai 2 hari. Setelah dilakukan


(27)

pengeringan, ditutup dengan tikar bersih untuk memperkecil tingkat keracunan dari jamur yang tumbuh. Kemudian dijemur kembali sampai kering dan setelah kering maka akan menjadi gaplek. Gaplek tersebut dapat menjadi tepung melalui proses penepungan (Esti dan Prihatman, 2000).

2. Tepung Singkong

Tepung singkong adalah tepung yang terbuat dari singkong dengan adanya perbaikan dalam ketentuan keamanan pangan. Tepung ini mulai diperkenalkan pada tahun 1993. Proses pembuatan tepung ini merupakan perbaikan dari cara pembuatan tepung gaplek. Keunggulan proses ini hasilnya lebih tinggi dibanding tepung gaplek yaitu dari 20 sampai 22% menjadi 25 sampai 30%, awet, gizi lebih baik, dan dapat mensubstitusi terigu, baik parsial atau seluruhnya. Tepung

singkong mengandung air 12%, lemak 0,32%, protein 1,19%, karbohidrat 81,75%, serat 3,34% (Widowati, 2011).

Dalam pembuatan tepung singkong terdiri dari beberapa tahap yaitu (Widowati, 2011) :

1. Tahap persiapan

Varietas singkong yang digunakan dalam pembuatan tepung singkong dapat berasal dari berbagai varietas. Singkong merupakan jenis umbi-umbian yang tidak tahan disimpan, sehingga perlu diperhatikan penanganan pada saat panen, pengangkutan, dan pengolahan. Dalam waktu 24 jam setelah singkong dipanen, langsung diproses menjadi sawut kering. Apabila terlambat maka akan terjadi kerusakan, umbi singkong akan berwarna kecoklatan, dan dapat menurunkan kualitas tepung singkong. Kualitas tepung singkong sangat


(28)

ditentukan oleh mutu singkong segar. Agar diperoleh tepung yang berwarna putih, harus digunakan singkong putih dan segar.

2. Tahap pengupasan

Pengupasan kulit singkong secara manual menghasilkan umbi singkong yang tinggi, tetapi memerlukan waktu yang relatif lama dan tenaga kerja yang banyak. Cara tersebut umumnya menggunakan pisau dapur atau pisau khusus. Sedangkan dengan menggunakan mesin pengupas kulit singkong, umbi

singkong yang dihasilkan kurang maksimal, walaupun dapat mempercepat waktu pengupasan.

3. Tahap pencucian dan perendaman

Singkong yang telah dikupas secepatnya dicuci dengan air mengalir atau di dalam bak agar kotoran, Lendir, dan kadar HCN dapat hilang. Untuk menjaga agar umbi tetap bersih dan putih sewaktu proses penyawutan, maka dilakukan perendaman dengan air yang cukup banyak (seluruh umbi tercelup). Tepung yang dihasilkan mengandung HCN 40 ppm (ambang batas HCN dalam produk. Dep Kes, RI).

4. Tahap penyawutan

Penyawutan dilakukan dengan alat penyawut yang digerakkan secara manual atau dengan tenaga mesin. Sawut yang dihasilkan berupa irisan singkong dengan lebar 0,2 sampai 0,5 cm, panjang 1 sampai 5 cm, dan tebal 0,1 sampai 0,4 cm. Sawut basah ditampung dalam bak plastik atau wadah lain yang tidak korosif.


(29)

5. Tahap pengepresan

Sawut basah dimasukkan dalam alat pengepres dan ditekan sampai airnya keluar. Tujuan pengepresan yaitu agar pengeringan sawut lebih cepat, dan untuk mengurangi kadar HCN, terutama pada singkong jenis pahit. Sawut hasil pengepresan memerlukan waktu pengeringan (penjemuran) 10 sampai 16 jam, sedangkan sawut tanpa pres harus dijemur selama 30 sampai 40 jam. 6. Tahap pengeringan

Sawut pres harus segera dijemur, apabila cuaca buruk dapat digunakan alat pengering. Pengeringan sawut perlu mendapat perhatian khusus, karena akan menentukan mutu tepung yang dihasilkan. Kadar air maksimum yang

direkomendasikan maksimum 14%. Apabila kadar air sawut masih tinggi, tepung singkong yang dihasilkan tidak tahan lama untuk disimpan, sehingga menurunkan mutu tepung singkong. Penjemuran dilakukan di atas rak, menggunakan alas dari bahan yang tidak korosif (misal: anyaman bambu, sasak nampan aluminium).

7. Tahap pengemasan

Sawut kering langsung dikemas dengan kantong plastik tebal kedap udara, lalu dimasukkan dalam karung plastik. Gudang atau ruang penyimpanan harus bersih, dan kering serta diberi alas kayu agar karung tidak langsung

bersentuhan dengan lantai. 8. Tahap penepungan

Penggilingan sawut kering menjadi tepung singkong dapat menggunakan alat penepung beras yang banyak beredar di pasaran. Agar lebih efisien,


(30)

menghasilkan butiran kecil (lolos 20 mesh), dan penggilingan/penepungan dengan saringan lebih halus (80 mesh).

3. Tepung Tapioka

Pada singkong terdapat pati yang merupakan komponen utama karbohidrat. Singkong yang telah dijadikan bubur diambil patinya dengan penambahan air yang cukup banyak. Pengolahan pati yang dilakukan oleh industri kecil umumnya berada di dekat sungai dan biasanya membuang limbah cairnya langsung ke sungai tersebut, sehingga dapat menyebabkan sungai tersebut tercium bau yang tidak sedap. Pada industri besar pengolahan pati harus dilengkapi dengan pengolahan limbah yang dapat dimanfaatkan untuk pengairan dan pemupukan lahan pertanian disekitarnya (Widowati, 2011).

Kualitas tepung tapioka yang diharapkan adalah tepung tapioka yang berwarna putih dengan kadar air yang rendah serta memiliki daya rekat yang tinggi, maka umur singkong yang digunakan harus kurang dari 1 tahun dan patinya masih banyak, sehingga daya rekat tapioka tetap tinggi dan menghindari penggunaan air yang berlebihan selama proses produksi (Esti dan Prihatman, 2000).

Proses pembuatan tepung tapioka adalah dengan cara singkong segar dikupas kulitnya, kemudian dicuci untuk dibersihkan dari kotoran. Singkong yang sudah bersih tersebut diparut menjadi bubur kemudian ditambahkan air, diperas dan disaring dengan kain saring. Hasil dari saringan tersebut disimpan satu malam untuk mengendapkan patinya. Endapan diambil untuk dijemur dibawah sinar matahari sampai kering, kemudian dilakukan proses penepungan dan pengemasan


(31)

(Esti dan Prihatman, 2000). Diagram alir proses pengolahan tepung tapioka tersaji pada Gambar 2.

ubi kayu dikupas dicuci diparut

diperas disaring

diendapkan (± 1 malam) ditiriskan

dikeringkan ditumbuk diayak

Tepung tapioka

air

onggok

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan tepung tapioka

Proses pembuatan tepung tapioka tersebut merupakan proses yang sederhana, sedangkan pati singkong dapat dimodifikasi untuk meningkatkan sifat-sifat positif dan menghilangkan kekurangan dari pati asli. Industri terus berkembang dan membutuhkan pati dengan sifat-sifat yang baru dari hasil modifikasi pati sesuai permintaan industri. Modifikasi pati meliputi empat cara yaitu dengan cara modifikasi kimia, modifikasi fisik, modifikasi enzimatik dan modifikasi genetik/bioteknologi (Kaur et al, 2011).

Modifikasi kimia pati singkong dapat dilakukan dengan metode cross-linking dengan menggunakan amonium fosfat, natrium asetat, natrium asetat dengan asam adipat, dan natrium asetat dengan asam fumarat. Dari metode tersebut

menghasilkan karakteristik yang berbeda dari pati singkong tanpa modifikasi, ada perbaikan pada kadar abu, temperatur gelatinisasi, swelling power, solubility, dan viskositas (Akpa and Dagde, 2012).


(32)

4. Tepung Mokaf

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tepung mokaf merupakan tepung yang diperoleh dari singkong dengan proses fermentasi asam laktat. Tepung mokaf memiliki karakteristik khas dan dapat dikembangkan sebagai bahan pangan pada skala luas. Mikroba yang tumbuh menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan singkong sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati yang pada akhirnya akan terbentuk asam laktat (Subagio dkk., 2008).

Berdasarkan Prosedur Operasi Standar (POS) berbasis klaster dan pabrik induk pada proses pembuatan tepung mokaf, prosedur yang dilakukan hampir sama dengan prosedur pembuatan tepung singkong, hanya pada prosedur pembuatan tepung mokaf memiliki tambahan perlakuan khusus berupa proses fermentasi yang merupakan bagian penting untuk mendapatkan kualitas mokaf yang terbaik. Pada prosedur pembuatan tepung mokaf tersebut membutuhkan senyawa aktif A, senyawa aktif B, dan senyawa aktif C. Senyawa aktif A mengandung bahan tertentu yang mampu mengatur kondisi keasaman air agar ideal untuk proses fermentasi. Senyawa aktif B berupa media kultur dan mengandung mikroba sebagai inokulum fermentasi. Senyawa aktif C digunakan untuk menghilangkan protein yang menyebabkan tepung menjadi warna cokelat ketika proses

pengeringan dan menghentikan pertumbuhan mikroba pada proses fermentasi (Subagio dkk, 2008). Diagram alir proses pembuatan tepung mokaf tersaji pada Gambar 3.


(33)

Ubi kayu segar Penerimaan ubi kayu Pencucian Perendeman (24 – 30 jam) Air Enzim Kultur mikroba Pressing Pembuburan pengeringan Pengupasan Kulit Perendeman I (12 – 72 jam) Pengecilan ukuran (Tebal chip = 1 – 1,5 mm)

Perendeman II

(10 menit) Limbah cair Chip ubi kayu

(± 1 ons)

Senyawa aktif C

Chip kering Senyawa aktif B

Senyawa aktif A Air Penyimpanan Pengangkutan Chip kering Pengemasan Penyimpanan Pengangkutan Penerimaan chip kering Pengeringan (Artificial drying)

Mokaf Produk mokaf Penepungan Pengayakan Sortiran

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan tepung mokaf

Pada proses pembuatan tepung mokaf dapat menggunakan inokulum Bimo-CF (Biologically Modified Cassava Flour). Inokulum tersebut merupakan bakteri asam laktat yang dapat mendominasi selama proses fermentasi. Bakteri yang tumbuh pada inokulum tersebut menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan singkong sehingga terjadi liberasi granula pati dan juga bakteri tersebut menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis pati menjadi gula untuk diubah menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat, sehingga


(34)

menyebabkan perubahan karakteristik berupa naiknya viskositas menjadi sebesar 1130 BU (Brabender Unit) dan derajat putih antara 73,9 sampai 86,4 %

(Misgiyarta dkk., 2009).

Dengan adanya perkembangan tepung mokaf dalam menggunakan inokulum untuk proses fermentasi, Enny dan Yuliasri (2012) telah melakukan penelitian pembuatan inokulum mokaf terimobilisasi dari isolat bakteri asam laktat dan aplikasinya pada proses produksi tepung mokaf. Dalam penelitian tersebut, inokulum dibuat dengan menggunakan 5 kombinasi isolat BAL. Dari kelima inokulum yang digunakan pada penelitian tersebut, inokulum 3 (Kombinasi antara Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus lactis) pada proses pembuatan tepung mokaf menghasilkan tepung mokaf yang memiliki derajat putih lebih tinggi dibandingkan dengan tepung singkong yaitu berkisar antara 91,36 sampai 94,55% dan tepung mokaf yang dihasilkan dapat memenuhi syarat SNI. Sedangkan pada proses pembuatan tepung mokaf yang hanya menggunakan Lactobacillus

plantarum untuk fermentasi selama 5 hari, tepung mokaf yang dihasilkan memiliki kadar protein dan lemak sebesar 8,557 % dan 2,801 %. (Lina dkk., 2012).

Pada proses pembuatan tepung mokaf menggunakan inokulum Lactobacillus casei telah dilakukan oleh Darmawan dkk. (2013). Variasi konsentrasi pada proses pembuatan tepung mokaf tersebut adalah 1 , 3V, dan 5 %V. Sedangkan variasi ketebalan dari singkong yang disawut adalah 2 mm, 4 mm, dan 6 mm. Pada konsentrasi inokulum sebesar 5 %V dan ketebalan dari singkong yang


(35)

disawut sebesar 2 mm, tepung mokaf yang dihasilkan memiliki kadar protein sebesar 3,68 % dan solubiliti sebesar 1,63 %.

C. Pati

Pati merupakan salah satu jenis polisakarida terpenting dan sangat melimpah di alam. Pati merupakan karbohidrat yang dapat dimodifikasi secara kimia, fisika, dan enzimatis. Pati tersusun dari dua jenis polisakarida, yaitu amilosa (struktur linier) dan amilopektin (struktur bercabang). Kedua jenis polisakarida ini merupakan homoglukan dari glukosa (Winarno, 2004).

Menurut Hart (1990), pati merupakan homopolimer glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-glikosidik. Sifat pada pati tergantung dari panjang rantai, rantai lurus atau bercabang. Pati sendiri terdiri dari dua fraksi berdasarkan daya larutnya dengan air panas. Fraksi yang dapat larut dengan air panas disebut dengan

amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin.

Amilosa merupakan polimer rantai lurus yang dibangun oleh ikatan α -(1,4)-glikosidik dan pada setiap rantai terdapat 500-2000 unit D-glukosa. Sedangkan amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan α-(1,4)-glikosidik dan ikatan α-(1,6)-glikosidik di tempat percabangannya terdiri dari 25-30 unit D-glukosa (Winarno, 2004). Gambar amilosa dan amilopektin disajikan pada Gambar 4 dan 5.


(36)

Gambar 4. Struktur rantai molekul amilosa

Gambar 5. Struktur rantai molekul amilopektin

Amilopektin memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan amilosa, tetapi memiliki nilai kekentalan yang lebih rendah. Pati alami biasanya mengandung amilopektin yang lebih banyak dibandingkan amilosa. Perbandingan komposisi amilopektin dan amilosa di dalam pati akan mempengaruhi tingkat kekentalan, sifat kelarutan dan derajat gelatinasi pati (Flach, 2003). Perbedaan amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Tabel 3.


(37)

Tabel 4. Perbandingan sifat amilosa dan amilopektin

Sifat Amilosa Amilopektin

Struktur umum Linear Bercabang

Ikatan Α-1,4 α-1,4 dan α-1,6

Panjang rantai rata-rata ~ 103 20-25

Derajat polimerisasi ~ 103 104-105

Kompleks dengan Iod Biru (~ 650) Ungu-Cokelat (~ 550) Hidrolisis dengan α

amilase

Maltotriosa, glukosa, maltosa, oligosakarida

Gula pereduksi (minor) Oligosakarida (mayor) (Anonim,2000)

D. Fermentasi

Menurut Louis Pasteur (1857) fermentasi adalah sebuah hasil dari sebuah aksi mikroorganisme yang spesifik. Menurut seorang ahli biokimia, fermentasi berhubungan dengan pembangkitan energi dengan proses katabolisme senyawa-senyawa organik yang berfungsi sebagai donor elektron dan terminal electron acceptor, sedangkan menurut seorang ahli industri mikrobiologis, fermentasi berhubungan dengan proses produksi produk dengan menggunakan

mikroorganisme sebagai biokatalis (Lieke, 2013).

Berdasarkan kebutuhan air, proses fermentasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Fermentasi submerged culture, yaitu proses fermentasi menggunakan

mikroorganisme yang ditumbuhkan pada media cair dan dicampur dengan substrat sehingga membutuhkan media cair dalam jumlah yang besar. 2. Fermentasi solid state, yaitu proses fermentasi melalui pertumbuhan


(38)

substrat, sehingga untuk menumbuhkan mikroorganisme membutuhkan media cair terbatas, karena mikroorganisme tumbuh pada padatan substrat yang lembab (Lieke, 2013).

Kondisi dari kedua fermentasi tersebut dapat berupa kondisi aerob,

mikroaeorphilik, maupun anaerob. Pada kondisi aerob dibutuhkan oksigen yang cukup dan pada kondisi mikroaerophilik dibutuhkan oksigen yang terbatas, sedangkan pada kondisi anaerob tidak dibutuhkan oksigen (Lieke, 2013).

Mikroorganisme yang digunakan pada proses fermentasi membutuhkan air, sumber energi, karbon, nitrogen, elemen-elemen mineral, vitamin dan oksigen (jika aerob). Sehingga untuk mendapatkan hasil produk maksimal dibutuhkan formulasi media untuk pertumbuhan sel secara optimal dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dari mikroorganisme yang dipergunakan dalam proses fermentasi (Lieke, 2013).

Pada fermentasi bahan pangan, fermentasi yang dilakukan adalah proses bahan pangan dengan bantuan aktivitas mikroorganisme untuk melakukan perubahan biokimia dan fisika dalam menghasilkan produk. Tahap pertama pada fermentasi bahan pangan adalah fermentasi anaerobik dan tahap kedua ada pertumbuhan mikroorganisme aerobik. Organisme pada aerobik umumnya dapat berupa fungi atau bakteri. Pada tahap kedua tersebut, organisme memproduksi enzim

proteolitik yang akan memecah struktur protein untuk melunakkan bahan pangan dan menghasilkan produk-produk yang sudah terdegradasi proteinnya. Selain itu, organisme juga dapat memproduksi enzim lipolytic yang akan menghidrolisis


(39)

lemak menjadi asam lemak dan menghasilkan ester yang memiliki aroma yang kuat (Lieke, 2013).

Makanan terfermentasi merupakan makanan yang ditumbuhi mikroorganisme yang dapat dimakan oleh konsumen. Mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim amilase, protease dan lipase yang menghidrolisis polisakarida, protein dan lemak menjadi produk dengan aroma dan tekstur yang disukai oleh konsumen (Steinkraus, 2002). Mikroorganisme berupa bakteri penghasil asam laktat dan etanol paling sering digunakan dalam proses fermentasi (Hutkins, 2006). Fermentasi memiliki lima peran, yaitu

- fermentasi dapat memperbaiki karakteristik produk pangan, terutama sensoris seperti flavour, aroma dan tekstur,

- fermentasi dapat mengawetkan beberapa produk fermentasi melalui fermentasi asam laktat, alkohol, asam asetat dan kadar garam tinggi,

- fermentasi dapat meningkatkan gizi seperti vitamin, protein, asam amino essensial dan asam lemak essensial,

- fermentasi dapat mendegradasi serta menghilangkan beberapa anti nutrisi dan racun pada bahan pangan,

- fermentasi dapat mengurangi waktu pemasakan dan keperluan energi (steinkraus, 2002).

Menurut Steinkraus (2002), Berdasarkan klasifikasinya, fermentasi terdiri dari delapan kategori, yaitu:

1. Fermentasi bahan nabati berprotein tinggi dari kacang-kacangan atau biji-bijian, contohnya tempe.


(40)

2. Fermentasi pasta dan saus dengan kadar garam tinggi/berflavor daging/asam amino/peptida, contoh produk-produknya adalah kecap, trasi, pasta ikan, shoyu , miso dan sebagainya.

3. Fermentasi asam laktat pada berbagai jenis bahan pangan seperti sayur, susu, sereal dan umbi-umbian. Beberapa contoh produknya antara lain sauerkraut, acar ketimun, kim-chi, tempoyak, yoghurt, kefir, gari, kenkey, pozol, dhokla, dan sebagainya.

4. Fermentasi alkohol, misalnya pada pembuatan tape, brem, wine, dan produk-produk beralkohol lainnya.

5. Fermentasi asam asetat, contoh produknya adalah cider apel, kombucha, dan nata de coco.

6. Fermentasi basa, contohnya pada dawadawa, ogiri, dan nato,

7. Fermentasi untuk produk roti yang mengembang, contohnya Leavened bread. 8. Fermentasi untuk produk roti yang tidak mengembang Unleavened bread.

Berdasarkan pertumbuhan mikroorganisme, maka proses fermentasi dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Fermentasi batch adalah proses yang dilakukan secara tertutup, dengan jumlah nutrisi terbatas. Pada proses tersebut terjadi empat fase pertumbuhan

mikroorganisme, yaitu fase lag (beradaptasi), fase log (sudah beradaptasi), fase stasioner ( substrat banyak digunakan), dan fase kematian (sel kehabisan energi).

2. Fermentasi fed-batch adalah pengembangan dari proses pada kultur batch dengan adanya penambahan media baru dan tidak ada kultur yang keluar.


(41)

3. Fermentasi kontinyu adalah proses yang dilakukan secara terbuka dengan adanya penambahan media baru, ada kultur yang keluar dan volume yang tetap (Lieke, 2013).

E. Lactobacillus plantarum

Lactobacillus plantarum merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif dengan suhu optimum pertumbuhan lebih rendah dari 37 oC (Frazier dan

Westhoff, 1988). Bakteri ini memiliki sifat katalase negatif, aerob atau fakultatif anaerob, mampu mencairkan gelatin, cepat mencerna protein, tidak mereduksi nitrat, toleran terhadap asam, dan mampu memproduksi asam laktat. Dalam media agar, Lactobacillus plantarum membentuk koloni berukuran 2 sampai 3 mm, dan dikenal sebagai bakteri penghasil asam laktat (Kuswanto dan Sudarmadji, 1988).

Enzim yang dihasilkan Lactobacillus plantarum dapat mengubah senyawa pati menjadi lebih sederhana yang diisolasi dari singkong (Manihot esculenta var. Ngansa). Kemudian kultur pada pati, strain memperlihatkan tingkat pertumbuhan 0,43 per jam, hasil biomassa 0,19 g/g, dan hasil laktat dari 0,81 g/g. Enzim amilolitik tersebut diidentifikasi sebagai α-amilase dengan pH optimal 5,5 dan suhu optimal 65 °C. Strain tersebut telah digunakan sebagai inokulum fermentasi singkong untuk memproduksi tepung gari yang dapat membuat perubahan pH menjadi rendah pada akhir fermentasi. Tingkat penurunan pH-nya lebih cepat dan produksi asam laktat yang lebih besar (50 g/kg bahan kering) (Giraud et al, 1996).


(42)

F. Thermogravimetric Analisis (TGA)

Thermogravimetric Analysis (TGA) adalah suatu teknik atau metode analitik yang digunakan untuk menentukan stabilitas termal material dan fraksi komponen yang bersifat volatile dengan cara menghitung perubahan berat yang dihubungkan dengan kenaikan suhu. Analisis menggunakan TGA biasanya digunakan untuk menentukan karakteristik khusus suatu material (polimer), sehingga dapat menentukan penurunan suhu, kadar material yang diserap, komponen organik maupun anorganik yang berada di dalam material, dekomposisi meterial dan residu bahan pelarut. TGA juga sering digunakan untuk kinetika korosi akibat oksidasi pada suhu tinggi. Pengukuran dengan metode TGA dilakukan pada udara atau pada atmosfir inert, seperti gas helium atau argon, dan berat yang dihasilkan sebagai fungsi dari kenaikan suhu. Pengukuran dapat juga dilakukan pada atmosfir oksigen (1 sampai 5% O2 di dalam atmosfir inert) untuk

melambatkan oksidasi (Steven,2001).

TGA juga merupakan salah satu alat analisa yang dapat digunakan untuk mengukur kadar amilosa. Dengan melihat perbedaan temperatur pada saat kehilangan berat 50 % suatu sampel, maka kadar amilosa dan amilopektin dapat ditentukan dengan menganalisa perbedaan temperatur tersebut (Stawski, 2008). Ada dua tahap utama penurunan berat sampel. Penurunan berat sampel yang pertama merupakan tahap evaporasi-dehidrasi yang dimulai ketika suhu naik dan selesai pada ≈110 ° C. Persentase penurunan berat pada tahap tersebut tergantung pada kadar air sampel pati. Tahap kedua merupakan penurunan berat sampel yang merupakan tahap dekomposisi termal yang dimulai pada ≈300 °C. Kadar air awal


(43)

tidak mempengaruhi suhu dekomposisi karena semua air menguap dari sampel sebelum mencapai suhu dekomposisi. Dehidrasi dan dekomposisi umumnya telah dianggap sebagai dua proses yang terpisah yang terkait dengan mekanisme degradasi pati (Aggarwal and Dollimore 1998, Ruseckaite and Jiménez 2003, Soares et al 2005, Liu et al 2008).

Pada saat tepung mulai mengalami thermal decomposition dapat terlihat pada temperatur 290 sampai 320 oC dengan melihat perubahan yang signifikan dalam pengurangan persen berat. Telah dibuktikan menggunakan alat 13C NMR bahwa pada temperatur tersebut mengalami degradasi (Zhang, 2002). Analisa

menggunakan Fourier transform infrared spectrometry (FTIR) juga sudah dilakukan, bahwa tepung pada temperatur 295 oC telah kehilangan ikatan Hidrogen (Liu, 2009).

G. Viscotester

Viskotester merupaka salah satu alat jenis viskometer rotasi sebagai alat

pengukuran viskositas berdasarkan gaya rotasi oleh spindel yang dapat berputar. Pergerakan dari cairan dan kecepatan putarnya dapat diukur. Spindel ada berbentuk silinder atau lempeng (plate). Spindel berbentuk silinder biasanya untuk sampel yang encer dan spindel berbentuk lempeng untuk sampel yang kental (Schramm, 1998).

Viscotester dapat digunakan pada larutan memiliki viskositas bersifat non-Newtownian, sehingga pengukuran viskositas yang dipengaruhi oleh perubahan shear rate dan temperatur dapat diukur menggunakan alat tersebut. Pengukuran


(44)

viskositas menggunakan Hoeppler Falling Ball Viscometer hanya dapat digunakan dengan sangat baik pada semua cairan yang prilaku alirannya tidak tergantung pada shear rate, yaitu hanya dapat digunakan untuk cairan Newtonian. Penggunaan Hoeppler Falling Ball Viscometer untuk cairan non-Newtonian, nilai viskositas yang didapat kurang tepat, kecuali terkait dengan shear rate (Schramm, 1998).

Pengukuran viskositas tepung dengan konsentrasi tertentu dibutuhkan pengadukan untuk mencari sifat dari pati yang akan dijadikan adonan dalam olahan makanan. Informasi yang didapat dari karakteristik tepung antara lain seperti temperatur awal gelatinisasi, temperatur maksimum gelatinisasi, viskositas maksimum, breakdown viscosity dan setback viscosity (Chen, 2003). Temperatur maksimum gelatinisasi merupakan temperatur pada saat tercapainya viskositas maksimum (Sira, 2000).

Pati yang telah mencapai temperatur maksimum gelatinisasi, akan dilakukan pemanasan sampai 95 oC selama 15 menit, sehingga terjadi penurunan nilai viskositas dan nilai penurunan ini merupakan breakdown viscosity. Dengan mengetahui kemampuan pati untuk bertahan pada temperatur tinggi dan terhadap shear stress merupakan faktor penting pada proses pengolahan pangan (Ragae et al., 2006). Setelah mengalami gelatinisasi, pati akan mengalami retrogradasi yang merupakan proses kristalisasi kembali menjadi pati dan juga dapat terjadi sineresis yang merupakan keluarnya cairan dari suatu gel dari pati, sehingga pada proses tersebut parameter yang dipakai adalah setback viscosity (Zhang and Hamaker, 2005).


(45)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan tahapan kegiatan, yaitu : bahan baku berupa singkong yang dijadikan bubur singkong, pembuatan tepung mokaf, dan karakteristik tepung mokaf yang dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang dibutuhkan adalah alat gelas, orbital shaker, pH meter, laminar air flow, neraca digital, autoclave, shaker incubator, oven, Cutter, Viscotester

(HAAKE 550), Thermogravimetric Analisis (TGA) SSI TG/DTA 7300.

Bahan yang dibutuhkan adalah singkong varietas adira 1, Lactobacilus plantarum (PAU UGM) , MRS Broth (Merck), natrium sitrat 2 M, Skim milk powder


(46)

C. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Stok Kultur

Stok kultur Lactobacillus plantarum yang didapatkan dari PAU UGM dilakukan pembuatan stok kultur yang baru. Stok kultur yang baru dibuat agar dapat aktif dalam jangka waktu yang lama sehingga saat proses pembuatan inokulum tepung mokaf dapat digunakan beberapa kali dalam waktu yang berbeda. Media stok kultur dibuat dengan mencampukan larutan 5 mL gliserol 20% dan 5 mL skim milk 10% didalam botol ukuran 50 mL. Penambahan gliserol 20% dilakukan agar dapat melindungi aktivitas antimikroba dengan cara meningkatkan stabilitas struktur protein mikroba sehingga dapat mencegah protein dari proses termal dan agregasi. Larutan skim milk 10% sebagai tambahan nutrisi.

Inokulasi pada media MRS broth dari stok kultur awal dan disimpan didalam shaker incubator dengan kecepatan 100 rpm pada temperatur 37 oC selama 24 jam. Media tersebut menjadi keruh yang membuktikan bahwa telah berkembang mikroorganisme berupa lactobacillus plantarum. Kemudian media tersebut dicampurkan dengan 10 mL larutan media kultur yang baru (skim milk 10% dan gliserol 20%) yang sudah disterilasasi dan dimasukkan kedalam shaker incubator selama 24 jam. Setelah 24 jam, stok kultur yang baru tersebut disimpan pada temperatur -10 oC.

2. Pembuatan Inokulum

Pembuatan inokulum tepung mokaf dilakukan dengan menginokulasi 5 mL media MRS broth yang sudah disterilisasi dari stok kultur yang baru dan disimpan


(47)

didalam shaker incubator dengan kecepatan 100 rpm pada temperatur 37 oC selama 24 jam. Setelah 24 jam, media tersebut terlihat lebih keruh dibandingkan media sebelum diinokulasi, kemudian dicampurkan dengan larutan skim milk 10% dan disimpan didalam shaker incubator dengan kecepatan 100 rpm pada

temperatur 37 oC selama 24 jam sebagai inokulum tepung mokaf.

3. Pembuatan Bubur Singkong

Singkong yang dipilh yaitu singkong varietas adira 1, karena umbinya berwarna putih dan masih segar, maksimal singkong yang akan digunakan 3 hari setelah panen. Pada proses pembuatan bubur singkong, singkong yang telah dikupas kulitnya dan umbinya sudah dibersihkan dari kotoran diparut. Umbi singkong harus bersih agar tepung mokaf yang dihasilkan menjadi lebih baik dan berwana putih. Singkong yang sudah diparut ditimbang 500 mg dan dimasukkan kedalam sebuah toples berukuran 2 L. Kemudian ditambahkan 500 mL air dan diaduk sampai merata. Penambahan air 500 mL agar bubur singkong tidak terlalu kental dan juga tidak terlalu encer, sehingga bubur singkong dapat lebih merata dalam proses pengadukan. Warna bubur singkong akan terlihat kekuning-kuningan, walaupun singkong yang digunakan adalah singkong yang umbinya berwarna putih. Penyebab warna kuning pada bubur singkong adalah kadar β-karoten pada singkong (Akinwale, 2010).

4. Proses Pembuatan Tepung Mokaf

Pembuatan tepung mokaf dilakukan dengan memodifikasi bubur singkong melalui metode fermentasi menggunakan mikroorganisme Lactobacilus plantarum. Proses


(48)

pembuatan tepung mokaf terdiri dari tiga proses utama, yaitu : proses persiapan (bahan baku dan inokulum), proses fermentasi, dan proses penepungan. Diagram alir proses pembuatan tepung mokaf disajikan pada Lampiran 2.

Pada proses fermentasi terdapat tiga variasi untuk menentukan variable optimum, yaitu Penentuan : kondisi inokulum optimum, waktu fermentasi optimum, dan pH fermentasi optimum. Pada saat proses fermentasi sudah dilakukan, dilakukan proses penepungan sampai menjadi bentuk tepung dengan ukuran 80 µm. Tepung tersebut dikarakterisasi menggunakan viscotester dan TGA untuk mendapatkan hasil karekteristik tepung mokaf yang mendekati karakteristik tepung terigu.

a. Penentuan Kondisi Inokulum Optimum

Pada tahap ini, yang menjadi variabel tetap adalah waktu fermentasi 48 jam, dan pH hanya dikontrol agar nilai kisaran pH 4 pada temperatur 28 oC. Variabel yang berubah adalah jumlah inokulum yaitu 5, 10, 15, 20 dan 25 jam. Kemudian karakteristik tepung mokaf diukur dari masing-masing variasi waktu fermentasi untuk mendapatkan waktu fermentasi optimum.

b. Penentuan Waktu Fermentasi Optimum

Pada tahap ini, yang menjadi variabel tetap adalah jumlah inokulum optimum, dan pH hanya dikontrol agar nilai kisaran pH 4 pada temperatur 48 oC. Variabel yang berubah adalah waktu fermentasi yaitu 24, 48, 72 dan 96 jam. Kemudian

karakteristik tepung mokaf diukur dari masing-masing variasi waktu fermentasi untuk mendapatkan waktu fermentasi optimum.


(49)

c. Penentuan pH Fermentasi Optimum

Pada tahap ini, yang menjadi variabel tetap adalah jumlah inokulum optimum dan waktu fermetasi optimum. Variabel yang berubah adalah pH fermentasi yaitu 4,4; 5; dan 5 pada temperatur 48 oC. Kemudian karakteristik tepung mokaf diukur dari masing-masing variasi waktu fermentasi untuk mendapatkan waktu fermentasi optimum.

D. Karakteristik Tepung Mokaf

1. Viskositas

Viskositas diukur menggunakan viscotester (HAAKE 550) pada temperatur pemanasan 30 sampai 95 oC dengan shear rate 500 s-1. Sampel sebesar 10 g dicampur dengan air distilat sebanyak 100 mL dan diaduk sampai rata, kemudian dimasukkan dalam wadah tipe SV DIN yang tersedia pada alat viscotester.

2. Penurunan Persen Berat

Penurunan persen berat diukur menggunakan TGA pada temperatur pemanasan 25 sampai 600 oC dengan laju pemanasan 5 oC/menit. Sampel sebesar 5 mg dimasukkan kedalam pan platina yang sudah tersedia, kemudian dimasukkan kedalam alat TGA yang sudah tersedia tempat penyimpanan pan tersebut.

3. Analisa Kadar Pati

kadar pati diukur dengan metode AOAC (1984). Dua gram tepung mokaf ditambah dengan 15 mL akuades, kemudian di sentrifius dengan kecepatan 3000


(50)

rpm selama 15 menit, lalu disaring dengan kertas saring. Endapan dicuci dengan akuades sampai filtrat 100 mL dan dipindahkan dalam erlenmeyer 250 mL, kemudian dicuci dengan 200 mL akuades serta ditambahkan HCl 25% sebanyak 20 mL, lalu diautoklaf pada temperatur 121oC selama 15 menit, lalu didinginkan. Dititrasi dengan NaOH 45 % (warna pink berubah menjadi lebih muda),

kemudian ditambahkan akuades sampai volume 250 mL dan disaring. Sebelum penentuan kadar pati sampel, terlebih dahulu dibuat kurva standar dengan

membuat larutan glukosa standar (1 g glukosa anhidrat/ 100 mL air). Dari larutan glukosa standar tersebut dilakukan 5 pengenceran sehingga diperoleh larutan glukosa dengan konsentrasi: 2, 4, 6, 8 dan 10/100 mL. Sebanyak 6 buah tabung reaksi bersih, masing-masing diisi dengan 1 mL larutan glukosa standar tersebut dan satu tabung diisi 1 mL sebagai blanko. Kemudian ditambahkan fenol 5% sebanyak 1 mL ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 5

mL. Kemudian dipanaskan dengan penangas air pada temperatur 30 oC selama 20 menit. Kurva standar dibuat dengan cara menghubungkan antara konsentrasi glukosa dengan OD (Optical Density). Optical Density (OD) masing-masing larutan tersebut dibaca pada panjang gelombang 490 nm.

Penentuan kadar pati sampel dilakukan seperti cara penentuan kurva standar glukosa. Filtrat yang telah diperoleh dilakukan pengenceran 200 kali terlebih dahulu pada setiap sampel, yaitu diambil 0,5 mL filtrat ditambahkan 100 mL akuades ke dalam labu takar 100 mL. Larutan tersebut diambil 1 mL dan

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 mL fenol dan 5 mL H2SO4.

Lalu didiamkan dalam waterbath pada temperatur 30oC selama 20 menit. Adapun rumus kadar pati sebagai berikut :


(51)

Keterangan :

A = Absorbansi sampel yang telah distandarisasi oleh kurva standar C = Konsentrasi larutan sampel

V = Volume sampel (mL) m = Berat tepung mokaf (gram)

0,9 = Faktor konversi yang diperoleh dari perbandingan berat molekul pati dengan jumlah molekul gula reduksi yang dihasilkan

4. Analisa Kadar Amilosa dan Amilopektin

Sampel sebesar 100 mg dicampur dengan 1 mL etanol dan 10 mL NaOH 1 N, kemudian didiamkan selama satu malam, setelah itu ditambahkan NaOH 1 N sampai volume 100 mL. Diambil 2,5 mL dari ekstrak untuk ditambahkan 20 mL air distilasi dan 3 tetes phenolphthalein. Kemudian dititrasi dengan HCL 0,1 N sampai warna pada larutan ekstrak menghilang. Iodin sebesar 1 mL ditambahkan dan air distilasi juga ditambahkan sampai pada volume 50 mL dan larutan tersebut diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.

Larutan standar dibuat seperti pada persiapan sampel. Diambil 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 mL larutan standar untuk diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kemudian dibuat grafik hubungan antara konsentrasi dengan nilai absorban. Sampel yang telah diukur dibandingkan dengan grafik dari larutan standar tersebut. Kadar Amilopektin dihitung melului pengurang kadar pati dengan kadar amilosa.


(52)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Kondisi proses fermentasi pada pembuatan tepung mokaf yang

karakteristiknya mendekati karakteristik tepung terigu adalah sebagai berikut : a. Penambahan inokulum 15 mL, karena pada saat penambahan inokulum

tersebut, viskositas sebesar 542 lebih kecil di bandingkan dengan

penambahan inokulum yang lain dan mendekati viskositas tepung terigu, dan penurunan persen berat sebesar 86,51 % mendekati tepung terigu sebesar 85,72 %.

b. Waktu fermentasi 48 jam, karena pada waktu fermentasi yang lain masih kurang mendekati karakteristik tepung terigu.

c. pH fermentasi pada pH 4, karena fermentasi pada pH 4,5 dan 5

membutuhkan natrium sitrat yang banyak, sehingga kurang efektif dalam pembuatan tepung mokaf.

2. Pengukuran kadar amilosa tepung mokaf sebesar 42,62 % lebih besar dari tepung singkong sebesar 38,43 %, mendekati tepung terigu sebesar 45,22 %. 3. Penurunan persen berat menggunakan TGA pada temperatur 300 oC dapat


(53)

B. SARAN

Dari hasil penelitian, dapat disarankan untuk mencoba pembuatan tepung mokaf dari bubur singkong dengan metode fermentasi menggunakan jenis bakteri asam laktat yang lain. Karakterisasi tepung mokaf juga dapat disarankan menggunakan alat Differential Scanning Calorimetry (DSC) untuk mengukur temperatur gelatinisasi.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal, P., and Dollimore, D. 1998. A thermal analysis investigation of partially hydrolyzed starch. Thermochim. Acta. 319, 17–25.

Akpa, J. K. and K. K. Dagde. 2012. Modification of cassava starch for industrial uses. IJET. 2 : 6.

Anonim. 2012. Roadmap Diversifikasi Pangan Tahun 2011 – 2015. Edisi Kedua, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI.

Anonim. 2013 . Singkong. Buletin singkong. Direktorat budidaya aneka kacang dan umbi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementrian Pertanian. Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Tabel luas panen-produktivitas-produksi

tanaman singkong seluruh provinsi.

http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3. diakses tanggal 7 oktober 2013.

Chen, Z. 2003. Physicochemical properties of sweet potato starches and their application in noodle products (Disertasi). Wageningen University. Belanda.

Darmawan, M. R., P. Andreas, B. Jos, S. Sumardiono. 2013. Modifikasi ubi kayu dengan proses fermentasi menggunakan inokulum lactobacillus casei untuk produk makanan. Jurnal TKI. 2, 137-145.

Enny, H. L., dan R. M. Yuliasri. 2012. Pembuatan Inokulum Mocaf Terimobilisasi dari Isolat Bakteri Asam Laktat dan Aplikasinya pada Proses Produksi Mocaf .Jurnal HPI. 25, 35-47.

Esti dan K. Prihatman. 2000 A. Gaplek. BPP teknologi. Jakarta.

Esti dan K. Prihatman. 2000 B. Tepung tapioka. BPP teknologi. Jakarta.

Flach, 2003. Problems and prospects of sago palm development. Sago Palm, 8-17 Frazier, W. B. and C. Dennis. 1988. Food microbiology. Third edition. McGraw


(55)

Gardjito, M., A. Djuwardi, dan E. Harmayani. 2013. Pangan nusantara : karakteristik dan prospek untuk percepatan diversifikasi pangan. Edisi Pertama. Kencana. Jakarta. 558 hlm.

Giraud, E., A. Brauman, S. Keleke, L. Gosselin, and M. Raimbault. 1996. A lactic acid bacterium with potensial application in cassava fermentation. CIAT Publication. V : 271.

Grace, M. R. 1977. Cassava processing. Fao plant production and protection. http://www.fao.org/docrep/x5032e/x5032e00.htm.

Hutkins, R. W. 2006. Microbiology and technology of fermented food. 1 ed. IFT Press. Blackwell Publishing. Oxford. 475 hlm.

Kaur, B., F. Ariffin, R. Bhat, and A. A. Karim. 2012. Progress in starch modification in the last decade. Food Hydrocolloids. 26, 398-404.

Kuswanto, K. R. Dan Slamet Sudarmadji. 1988. Proses-proses mikrobiologi pangan. Pau pangan dan gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 106 hlm.

Lieke, R. 2013. Teknologi fermentasi. edisi 2. Graha Ilmu. Yogyakarta. 146 hlm. Lina, I. K., A. Nur, G. Setiyo, dan W. Tri. 2012. Pembuatan mocaf (modified

cassava flour) dengan proses fermentasi menggunakan lactobacillus plantarum, saccharomyces cereviseae, dan rhizopus oryzae. Jurnal Teknik Pomits. 1, 1-6.

Liu, X., Yu, L., Liu, H., Chen, L., Li, L. 2008. In situ thermal decomposition of starch with constant moisture in a sealed system. Polym. Degrad. Stabil. 93, 260–262.

Liu, X. Yu, L. Liu, H. Chen, L. and Li, L. 2009. Thermal decomposition of corn starch with different amylose/amylopectin ratios in open and sealed systems. Cereal Chem. 86(4):383–385.

Misgiyarta, Suismono dan Suyanti. 2009. Tepung kasava bimo kian prospektif. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian.

Ragae, S., and El-Sayed M. Abdel-Aal. 2006. Pasting properties of starch and protein in selected cereals and quality of their food products. Food Chemistry. 95, 9-18.

Ruseckaite, R. A., Jime´nez, A. 2003. Thermal degradation of mixtures of polycaprolactone with cellulose derivatives. Polym. Degrad. Stabil. 81, 353–358.


(56)

Schramm, G. 1998. A practical approach to rheology and rheometry. 2nd Edition. Gebrueder HAAKE GmbH, Germany. 291 hlm.

Sira, E. E. P. 2000. Determination of the correlation between amylose and phosphorus content and glatinization profile of starches and flours obtained from edible tropical tubers using differential scanning calorimetry and atomic absorption spectroscopy (Thesis). Wisconism : University of Wisconsin-Sstout.

Soares, R. M. D., Lima, A. M. F., Oliveira, R. V. B., Pires, A. T. N., Soldi, V. 2005. Thermal degradation of biodegradable edible films based on xanthan and starches from different sources. Polym. Degrad. Stabil. 90, 449–454. Stawski, D. 2008. New determination method of amylose content in potato starch.

Food Chemistry. 110, 777–781

Steinkraus, K. H. 2002. Fermentation in World Food Processing. Comprehensive Review in Food Science and Food Technology 2. Hlm, 23-32.

Steven,. 2001. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Pradnya Paramita. Jakarta. 33-35 hal.

Subagio, A., S. W. Wiwik, Witono, dan F. Fahmi. 2008. Prosedur operasi standar (pos) produksi mocal berbasis klaster. SEAFAST center. IPB. Bogor. Sundari, T. 2010. Petunjuk teknis: pengenalan varietas unggul dan teknik

singkong (materi pelatihan agribisnis bagi KMPH). Balai Penelitian Tanaman Kacang Kacangan dan Umbi Umbian. Malang.

Theresia, A., 2013. Indonesia didesak kurangi impor gandum, Tempo.co.

http://www.tempo.co/read/news/2013/07/24/090499391/Indonesia-Didesak-Kurangi-Impor-Gandum.

Widowati, S. 2011. Pengolahan tepung kasava dan tapioka. Edisi 4-10 mei 2011. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Winarno, F. G. 2004. Kimia pangan dan gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 245 hlm.

Zhang, X., Golding, J., and Burgar, I. 2002. Thermal decomposition chemistry of starch studied by 13C high-resolution solid-state NMR spectroscopy. Polymer. 43, 5791–5796.

Zhang, G., dan Hamaker, B. R. 2005. Sorghum (sorghum bicolor l. Moench) flour pasting properties influenced by free fatty acid and protein. Cereal Chemistry. 82, 534-540.


(1)

Keterangan :

A = Absorbansi sampel yang telah distandarisasi oleh kurva standar C = Konsentrasi larutan sampel

V = Volume sampel (mL) m = Berat tepung mokaf (gram)

0,9 = Faktor konversi yang diperoleh dari perbandingan berat molekul pati dengan jumlah molekul gula reduksi yang dihasilkan

4. Analisa Kadar Amilosa dan Amilopektin

Sampel sebesar 100 mg dicampur dengan 1 mL etanol dan 10 mL NaOH 1 N, kemudian didiamkan selama satu malam, setelah itu ditambahkan NaOH 1 N sampai volume 100 mL. Diambil 2,5 mL dari ekstrak untuk ditambahkan 20 mL air distilasi dan 3 tetes phenolphthalein. Kemudian dititrasi dengan HCL 0,1 N sampai warna pada larutan ekstrak menghilang. Iodin sebesar 1 mL ditambahkan dan air distilasi juga ditambahkan sampai pada volume 50 mL dan larutan tersebut diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.

Larutan standar dibuat seperti pada persiapan sampel. Diambil 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 mL larutan standar untuk diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kemudian dibuat grafik hubungan antara konsentrasi dengan nilai absorban. Sampel yang telah diukur dibandingkan dengan grafik dari larutan standar tersebut. Kadar Amilopektin dihitung melului pengurang kadar pati dengan kadar amilosa.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Kondisi proses fermentasi pada pembuatan tepung mokaf yang

karakteristiknya mendekati karakteristik tepung terigu adalah sebagai berikut : a. Penambahan inokulum 15 mL, karena pada saat penambahan inokulum

tersebut, viskositas sebesar 542 lebih kecil di bandingkan dengan

penambahan inokulum yang lain dan mendekati viskositas tepung terigu, dan penurunan persen berat sebesar 86,51 % mendekati tepung terigu sebesar 85,72 %.

b. Waktu fermentasi 48 jam, karena pada waktu fermentasi yang lain masih kurang mendekati karakteristik tepung terigu.

c. pH fermentasi pada pH 4, karena fermentasi pada pH 4,5 dan 5

membutuhkan natrium sitrat yang banyak, sehingga kurang efektif dalam pembuatan tepung mokaf.

2. Pengukuran kadar amilosa tepung mokaf sebesar 42,62 % lebih besar dari tepung singkong sebesar 38,43 %, mendekati tepung terigu sebesar 45,22 %. 3. Penurunan persen berat menggunakan TGA pada temperatur 300 oC dapat


(3)

B. SARAN

Dari hasil penelitian, dapat disarankan untuk mencoba pembuatan tepung mokaf dari bubur singkong dengan metode fermentasi menggunakan jenis bakteri asam laktat yang lain. Karakterisasi tepung mokaf juga dapat disarankan menggunakan alat Differential Scanning Calorimetry (DSC) untuk mengukur temperatur gelatinisasi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal, P., and Dollimore, D. 1998. A thermal analysis investigation of partially hydrolyzed starch. Thermochim. Acta. 319, 17–25.

Akpa, J. K. and K. K. Dagde. 2012. Modification of cassava starch for industrial uses. IJET. 2 : 6.

Anonim. 2012. Roadmap Diversifikasi Pangan Tahun 2011 – 2015. Edisi Kedua, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI.

Anonim. 2013 . Singkong. Buletin singkong. Direktorat budidaya aneka kacang dan umbi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementrian Pertanian. Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Tabel luas panen-produktivitas-produksi

tanaman singkong seluruh provinsi.

http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3. diakses tanggal 7 oktober 2013.

Chen, Z. 2003. Physicochemical properties of sweet potato starches and their application in noodle products (Disertasi). Wageningen University. Belanda.

Darmawan, M. R., P. Andreas, B. Jos, S. Sumardiono. 2013. Modifikasi ubi kayu dengan proses fermentasi menggunakan inokulum lactobacillus casei untuk produk makanan. Jurnal TKI. 2, 137-145.

Enny, H. L., dan R. M. Yuliasri. 2012. Pembuatan Inokulum Mocaf Terimobilisasi dari Isolat Bakteri Asam Laktat dan Aplikasinya pada Proses Produksi Mocaf .Jurnal HPI. 25, 35-47.

Esti dan K. Prihatman. 2000 A. Gaplek. BPP teknologi. Jakarta.

Esti dan K. Prihatman. 2000 B. Tepung tapioka. BPP teknologi. Jakarta.

Flach, 2003. Problems and prospects of sago palm development. Sago Palm, 8-17 Frazier, W. B. and C. Dennis. 1988. Food microbiology. Third edition. McGraw


(5)

Gardjito, M., A. Djuwardi, dan E. Harmayani. 2013. Pangan nusantara : karakteristik dan prospek untuk percepatan diversifikasi pangan. Edisi Pertama. Kencana. Jakarta. 558 hlm.

Giraud, E., A. Brauman, S. Keleke, L. Gosselin, and M. Raimbault. 1996. A lactic acid bacterium with potensial application in cassava fermentation. CIAT Publication. V : 271.

Grace, M. R. 1977. Cassava processing. Fao plant production and protection. http://www.fao.org/docrep/x5032e/x5032e00.htm.

Hutkins, R. W. 2006. Microbiology and technology of fermented food. 1 ed. IFT Press. Blackwell Publishing. Oxford. 475 hlm.

Kaur, B., F. Ariffin, R. Bhat, and A. A. Karim. 2012. Progress in starch modification in the last decade. Food Hydrocolloids. 26, 398-404.

Kuswanto, K. R. Dan Slamet Sudarmadji. 1988. Proses-proses mikrobiologi pangan. Pau pangan dan gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 106 hlm.

Lieke, R. 2013. Teknologi fermentasi. edisi 2. Graha Ilmu. Yogyakarta. 146 hlm. Lina, I. K., A. Nur, G. Setiyo, dan W. Tri. 2012. Pembuatan mocaf (modified

cassava flour) dengan proses fermentasi menggunakan lactobacillus plantarum, saccharomyces cereviseae, dan rhizopus oryzae. Jurnal Teknik Pomits. 1, 1-6.

Liu, X., Yu, L., Liu, H., Chen, L., Li, L. 2008. In situ thermal decomposition of starch with constant moisture in a sealed system. Polym. Degrad. Stabil. 93, 260–262.

Liu, X. Yu, L. Liu, H. Chen, L. and Li, L. 2009. Thermal decomposition of corn starch with different amylose/amylopectin ratios in open and sealed systems. Cereal Chem. 86(4):383–385.

Misgiyarta, Suismono dan Suyanti. 2009. Tepung kasava bimo kian prospektif. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian.

Ragae, S., and El-Sayed M. Abdel-Aal. 2006. Pasting properties of starch and protein in selected cereals and quality of their food products. Food Chemistry. 95, 9-18.

Ruseckaite, R. A., Jime´nez, A. 2003. Thermal degradation of mixtures of polycaprolactone with cellulose derivatives. Polym. Degrad. Stabil. 81, 353–358.


(6)

Schramm, G. 1998. A practical approach to rheology and rheometry. 2nd Edition. Gebrueder HAAKE GmbH, Germany. 291 hlm.

Sira, E. E. P. 2000. Determination of the correlation between amylose and phosphorus content and glatinization profile of starches and flours obtained from edible tropical tubers using differential scanning calorimetry and atomic absorption spectroscopy (Thesis). Wisconism : University of Wisconsin-Sstout.

Soares, R. M. D., Lima, A. M. F., Oliveira, R. V. B., Pires, A. T. N., Soldi, V. 2005. Thermal degradation of biodegradable edible films based on xanthan and starches from different sources. Polym. Degrad. Stabil. 90, 449–454. Stawski, D. 2008. New determination method of amylose content in potato starch.

Food Chemistry. 110, 777–781

Steinkraus, K. H. 2002. Fermentation in World Food Processing. Comprehensive Review in Food Science and Food Technology 2. Hlm, 23-32.

Steven,. 2001. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Pradnya Paramita. Jakarta. 33-35 hal.

Subagio, A., S. W. Wiwik, Witono, dan F. Fahmi. 2008. Prosedur operasi standar (pos) produksi mocal berbasis klaster. SEAFAST center. IPB. Bogor. Sundari, T. 2010. Petunjuk teknis: pengenalan varietas unggul dan teknik

singkong (materi pelatihan agribisnis bagi KMPH). Balai Penelitian Tanaman Kacang Kacangan dan Umbi Umbian. Malang.

Theresia, A., 2013. Indonesia didesak kurangi impor gandum, Tempo.co.

http://www.tempo.co/read/news/2013/07/24/090499391/Indonesia-Didesak-Kurangi-Impor-Gandum.

Widowati, S. 2011. Pengolahan tepung kasava dan tapioka. Edisi 4-10 mei 2011. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Winarno, F. G. 2004. Kimia pangan dan gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 245 hlm.

Zhang, X., Golding, J., and Burgar, I. 2002. Thermal decomposition chemistry of starch studied by 13C high-resolution solid-state NMR spectroscopy. Polymer. 43, 5791–5796.

Zhang, G., dan Hamaker, B. R. 2005. Sorghum (sorghum bicolor l. Moench) flour pasting properties influenced by free fatty acid and protein. Cereal Chemistry. 82, 534-540.