Analysis of Income and Walfare of the Smallholder Rubber Farmers in Bumi Agung Subdistrict, Way Kanan District ANALISIS PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI KARET RAKYAT DI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN WAY KANAN

(1)

ABSTRACT

Analysis of Income and Walfare of the Smallholder Rubber Farmersin Bumi Agung Subdistrict, Way Kanan District

By Reny Mardiana

This research aims to analyze (1) household income of smallholder rubber farmers, and (2) household welfare of smallholder rubber farmers in Bumi Agung Subdistrict, Way Kanan District. This research was conducted in Bumi Say Agung and Sukamaju village Bumi Agung Sub District, Way Kanan District in September 2013. The number

respondents is 51 farmers from two villages, i.e. 26 farmers from Bumi Say Agung village and 25 farmers from Sukamaju village, using simple random sampling. Data analysis methods are income analysis and welfare level analysis based on BPS criteria and Sajogyo criteria. The results showed that: (1) Average household income of smallholder rubber farmers in Bumi Agung Subdistrict, Way Kanan District is Rp28,590,486.09per year, (2) Based on Sajogyo criteria there are 88.24% farmer households are categorized as living in a decent life and based on BPS criteria as many as 84.30% are categorized as prosperous.


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI KARET RAKYAT DI KECAMATAN BUMI AGUNG

KABUPATEN WAY KANAN

Oleh Reny Mardiana

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) pendapatan rumah tangga petani petani karet rakyat, dan (2) kesejahteraan rumah tangga petani petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung, Kabupaten Way Kanan. Penelitian ini dilakukan di Desa Bumi Say Agung dan Desa Sukamaju Kecamatan Bumi Agung, Kabupaten Way Kanan pada bulan September 2013. Jumlah responden adalah 51 petani dari dua desa, yaitu 26 petani dari Desa Bumi Say Agung dan 25 petani dari Desa Sukamaju, menggunakan simple random sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan dan analisis tingkat kesejahteraan berdasarkan kriteria BPS dan kriteria Sajogyo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Rata-rata pendapatan rumah tangga petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung, Kabupaten Way Kanan adalah Rp28,590,486.09 per tahun, (2) Berdasarkan kriteria Sajogyo terdapat 88,24% rumah tangga petani yang dikategorikan hidup layak dan berdasarkan kriteria BPS sebanyak 84.30% tergolong sejahtera. .


(3)

ANALISIS PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI KARET RAKYAT DI KECAMATAN BUMI AGUNG

KABUPATEN WAY KANAN

Oleh

RENY MARDIANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rawabening pada tanggal19 Maret 1992 dari pasangan Bapak Maryanto dan Ibu Siti Hidayati,yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 04 Campur Asri, Sumber Mulyo OKU Timur tahun 2003, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP 02 Sumber Harjo, OKU Timur tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas di Madrasan Aliyah Darul Ulum Bumiharjo, Buay Bahuga Way Kanan tahun 2009.

Penulis diterima di Perguruan Tinggi Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Program Studi Agribisnis pada tahun 2009 melalui jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN). Tahun 2011 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PTPN VII Unit Usaha Way Berulu Desa Kebagusan Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, dan tahun 2012 mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung Bulan Kecamatan Kasui Kabupaten Way Kanan.

Penulis mengikuti beberapa Organisasi yang berada di lingkungan Universitas Lampung, diantaranya menjadi anggota panitia khusus (Pansus) Pemira Unila tahun 2010, staf di kementrian keuangan Badan Eksekutif Mahasiswa periode 20010-2011 dan periode 2011-2012, anggota Biro BBQ FOSI Fakultas Pertanian tahun 2011. Selain itu, penulis menjadi asisten mata kuliah Pengembangan Masyarakat pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.


(7)

SANWACANA

Assalamu`alaikum Wr.Wb

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, tak henti-hentinya lisan dan hati ini tergerak untuk slalu berucap syukur sebagai ungkapan kegembiraan penulis karena dapat

menyelesaikan sebuah karya kecil ini bernama Skripsi. Segala puji dan

keagungan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam tak lupa selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu memberikan teladan bagi kehidupan umatnya.

Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis

Pendapatan dan Kesejahteraan Petani Karet Rakyat Di Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan,” bukanlah hasil jerih payah sendiri, melainkan melalui bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Dr. Ir. Zainal Abidin, M.E,S., selaku Pembimbing pertama dan Ir.

Achdiansyah Soelaiman, M.S., selaku Pembimbing ke dua, yang telah banyak memberikan ilmu, bimbingan, dan semangat kepada penulis.

2. Dr. Ir. Dyah Aring Hepiyana Lestari, M.Si., selaku Pembahas, yang telah memberikan ilmu dan saran demi perbaikan skripsi ini.


(8)

3. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Maryanto dan Ibunda Siti Hidayati, yang menjadi semangat, dan memberi motivasi serta do’a yang sangat luar biasa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi dan meraih gelar Sarjana Pertanian. “Keluarga adalah ladang hidup, cinta dan harapan”. 4. Helvi Yanfika, S.P.,M.E.P., selaku Pembimbing Akademik, atas

dukungannya selama penulis menjadi mahasiswa.

5. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S. selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas arahan, bantuan dan nasihat yang telah diberikan.

6. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis dan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas semua ilmu yang telah diberikan dan seluruh karyawan Mba Iin, Mba Ayi, Mas Bukhari, Mas Sukardi, dan Mas Boim di Program Studi Agribisnis.

7. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas arahan, bantuan dan nasihat yang telah diberikan. 8. Adik-adik tercinta Resy Noni Mardian Tanti dan Ridho Zulfa Salis Sefrianto,

yang selalu memberi semangat dan menjadi obat dari segala rasa jenuh, lelah, dan malas, serta kerabat penulis yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. 9. Sahabat-sahabat seperjuangan AGB Genap 09: Yanti, Mita, Desty, Maya,

Anggun, Lidya, Abdul, Monika, Putri, Meta, Riska, mb Tri, Aris, Imas, Dede, Tika, Firuza, Willy, mb Uke, Citra, Dea, Ockta, Vero, Agum , Mandala, Kemas, dan segenap teman-teman Agribisnis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas kerjasama dan telah memberi semangat kepada penulis.


(9)

10. Teman-teman AGB Ganjil 09 : Yunica, Febi, Peni, Yesika, Novi, Wirda, Rendi, Ongki, Felisia, Riska, Saud, Febri, kakak tingkat 2008 mb Suci, mb Dila, mb Ica, mb Bina, mb Ayu, dan lainnya. Adik tingkat 2010: Marcel, Meitri, Asih, Rahmat , dan lain-lain serta angkatan 2011 Juwita dkk. 11. Mb Wahyuningsih, mb Susan, mas Gunawan, dan mas Yusuf di Desa

Bumiharjo Kecamatan Buay Bahuga yang menemani penulis untuk turun lapang dan memberi semangat.

12. Segenap anggota Pemerintah di Kecamatan Bumi Agung, atas semua bantuan, izin, dan kerjasama dalam pelaksanaan penelitian ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

Semoga ALLAH SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua. Penulis menyadari bahwa berakhirnya masa studi adalah awal dari perjuangan yang sesungguhnya. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Segala perihal di dunia ini harus kita lalui dan kita selesaikan meski terasa berat serta amat sulit, namun yakinlah jika kau

bersungguh-sungguh maka akan ada penyelesaian dan akhir yang memberi hatimu kelegaan. Berucaplah SAYA BISA untuk hal-hal yang baik sesuai syariat agama.

Bandar lampung, 13 Mei 2014


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ...vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ...5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka ... ...7

1. Analisis Pendapatan ...7

a. Pendapatan Usahatani Karet Rakyat ... 9

b. Pendapatan Rumah Tangga Petani Karet Rakyat ... ... 9

2. Teori Kesejahteraan ... 11

3. Tinjauan Agronomi Karet ... 16

4. Kajian Penelitian Terdahulu ... 19

B. Kerangka Pemikiran ... 22

III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 26

B. Lokasi Penelitian dan Responden ... 29

C. Jenis Data dan Metode Pengambilan Data ... 31

D. Metode dan Alat Analisis Data ... 32


(11)

a. Analisis Pendapatan Usahatani Karet Rakyat ... 32

b. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani Karet Rakyat ... 33

3 2. Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Karet Rakyat ... 34

a. Analisis Pengeluaran Rumah Tangga ... 34

b. Analisis Kemiskinan Sajogyo ... 35

c. Analisis Kesejahteraan Badan Pusat Statistik (2009) ... 36

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 38

1. Keadaaan Umum Kecamatan Bumi Agung ... 2. Keadaan Umum Desa Bumi Say Agung dan Desa Sukamaju ... a. Letak dan Luas ... b. Sarana dan Prasarana Desa ... c. Keadaan Penduduk ... B.Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Keadaan Umum Petani ... 38 39 39 41 43 46

a. Umur Responden ... 46

b. Tingkat Pendidikan Formal Responden ... 47

c. Pengalaman Berusahatani Karet Rakyat ... 48

d. Jumlah Anggota Rumah Tangga ... 49

2. Gambaran Umum Tanaman Karet Rakyat ... 50

a. Luas Lahan Usahatani karet Rakyat ... 53

b. Jumlah Produksi Karet Rakyat ... 55

3. Biaya Produksi ... 56

a. Biaya Pupuk dan Obat-obatan ... 57

b. Biaya Tenaga Kerja ... 60

c. Biaya Peralatan ... 62

4. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani Karet Rakyat ... 63

a. Pendapatan Usahatani Utama dan usaha Pertanian Bukan Utama ... 63


(12)

b. Pendapatan dari Pekerjaan di Bidang Pertanian ... 66

c. Pendapatan dari Pekerjaan di luar Pertanian ... 66

d. Pendapatan Rumah Tangga Petani Karet Rakyat ... 67

5. Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Karet Rakyat ... 68

a. Analisis Pengeluaran Rumah Tangga ... 68

b. Kriteria Sajogyo ... 70

c. Kriteria Badan Pusat Statistik (BPS, 2009) ... 72

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... B. Saran ... 82

83

DAFTAR PUSTAKA ... 84


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi operasional variabel ... 27

2. Komposisi luas wilayah desa ... 39

3. Sarana dan prasarana desa ...42

4. Distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur ... 44

5. Sebaran mata pencaharian penduduk ...45

6. Sebaran umur petani responden ...46

7. Sebaran tingkat pendidikan responden ...47

8. Sebaran pengalaman berusahatani responden ... 48

9 Sebaran jumlah anggota keluarga petani responden ... 49

10. Sebaran responden berdasarkan luas lahan ...53

11. Sebaran petani responden berdasarkan jarak tanam karet rakyat ...55

12. Frekuensi responden dirinci menurut jumlah produksi karet ... 56

13. Jumlah rata-rata dan biaya pupuk per tahun pada usahatani karet rakyat reponden ...58

14. Rata-rata penggunaan obat-obatan per tahun oleh petani responden ...59

15. Rincian rata-rata tenaga kerja dan biaya tenaga kerja per tahun... 61

16. Rata-rata biaya peralatan per tahun pada usahatani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung ...62

17. Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani karet rakyat dalam satu tahun (September 2012-Agustus 2013) di Kecamatan Bumi Agung ...64


(14)

18. Rata-rata pendapatan rumah tangga responden dalam satu tahun

(dari pertanian bukan utama) ...65

19. Pendapatan rumah tangga petani karet 1 tahun (September 2012-Agustus 2013) di Kecamatan Bumi Agung ...67

20. Rata-rata pengeluaran rumah tangga petani karet rakyat 1 tahun ...69

21. Kriteria kemiskinan (Sajogyo) rumah tangga petani karet rakyat di Kecamata Bumi Agung ... 71

22. Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani karet rakyat berdasarkan indikator kesejahteraan BPS (2009) ... 78

23. Skor perolehan untuk indikator rumah tangga dan ketenagakerjaan ...74

24. Skor kondisi kesehatan dan gizi ...75

25. Skor pendidikan keluarga petani karet rakyat ...76

26. Skor perolehan indikator konsumsi ...77

27. Skor perolehan indikator perumahan petani responden ...78

28. Skor perolehan indikator sosial budaya dan kehidupan beragama ...80

29. Indikator tingkat kesejahteraan menurut BPS 2009 disertai variabel, klas, dan skor ...88

30. Identitas responden petni karet rakyat di Desa Bumi Say Agung dan Desa Sukamaju Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan ...91

31. Usahatani karet rakyat di Desa Bumi Say Agung dan Desa Sukamaju Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan ...94

32. Rata-rata penggunaan input produksi petani karet rakyat di Bumi Agung (1 tahun) ...96

33. Rincian penggunaan tenaga kerja pada perkebunan karet rakyat ...101

34. Alat-alat yang digunakan dalam usahatani karet rakyat di Desa Bumi Say Agung dan Desa Sukamaju Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan ...107

35. Penerimaan RT petani dari karet rakyat di Desa Bumi Say Agung dan Desa Sukamaju kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan ...111


(15)

36. Rekapitulasi pendapatan usahatani karet rakyat (1 tahun) ...113 37. Pendapatan bukan utama petani (usahatani selain karet rakyat, dan ternk)

1 tahun ...114 38. Pendapatan RT petani dari pekerjaan di bidang pertanian ...

115 39. Pendapatan petani dari pekerjaan di luar bidang pertanian (1 th) ...116 40. Rekapitulasi anggaran pengeluaran rumah tangga petani karet

rakyat (1 tahun) ...117 41. Rekapitulasi pengeluaran RT dan kriteria Sajogyo (setara

beras per kapita per tahun) ...120 42. Rekapitulasi biaya-biaya dan total pendapatan rumah tangga petani

karet rakyat ...122 43. Indikator kesejahteraan (BPS,2009) ...125


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Harga rata-rata (Rp/kg) komoditas karet di Provinsi Lampung ... 2

2. Skema kerangka pemikiran ...25

3. Hasil produksi karet rakyat ... 52

4. Perkebunan karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung ... 54

5. Keadaan rumah petani, lingkungan dan jalan di Desa Sukamaju ... 128

6. Keadaan rumah petani, lingkungan dan jalan di Desa Bumi Say Agung .... ... 129


(17)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra karet di Indonesia, menurut data statistik Kementrian Perkebunan tahun 2012, produksi perkebunan karet rakyat (49.172 ton/tahun) lebih unggul dibandingkan dengan produksi karet Perkebunan Besar Swasta (8.430 ton/tahun) dan Perkebunan Besar Negara (25.292 ton/tahun). Sentra produksi karet dilihat dari area terluas dan produksi perkebunan karet rakyat terbesar di Propinsi Lampung tersebar di tiga

kabupaten, yaitu Kabupaten Way Kanan yang memiliki area terluas 24.827 ha dengan tingkat produksi terbesar 11,5 ton/tahun, selanjutnya adalah Kabupaten Lampung Utara dengan luas area 12.307 ha dengan tingkat 9,02 ton/tahun, dan Kabupaten Tulang Bawang dengan luas area 10.050 ha dan produksinya 4,69 ton/tahun (Badan Pusat Statistik Lampung, 2010).

Pendapatan maksimal usahatani karet merupakan tujuan utama petani dalam melakukan kegiatan produksi. Hasil pendapatan sebagian dipergunakan kembali untuk modal usahatani dan sebagian dipergunakan untuk biaya hidup dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Pendapatan petani karet yang tidak tetap karena bergantung pada harga yang diterimanya. Harga karet dalam


(18)

2 Rp/kg beberapa tahun belakangan menunjukkan kondisi yang berfluktuatif, ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Harga rata-rata (Rp/kg) komoditas karet di Provinsi Lampung (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2012)

Tahun 2008 harga karet alam dunia yang cukup tinggi dibandingkan harga pada tahun sebelumnya. Harga karet tahun 2008 yang meningkat dibanding harga tahun sebelumnya menyebabkan jumlah area perkebunan karet rakyat bertambah luas. Pada tahun 2007 jumlah area perkebunan karet rakyat 16.262 ha dan meningkat menjadi 20.722 ha di tahun 2009.

Berdasarkan profil Kabupaten Way Kanan (2011), tahun 1981 PTPN VII ke Way Kanan membuka usaha di Kabupaten Way Kanan dan melakukan

penerimaan tenaga kerja. Pada awalnya Kecamatan yang berada di Kabupaten Way Kanan belum memiliki perkebunan karet seperti sekarang. Perusahaan tersebut memberikan pengetahuan serta program plasma dan masyarakat secara bertahap mulai tertarik menggunakan lahannya untuk bercocok tanam karet sehingga paradigma bertani masyarakat yang primitif, yaitu satu lahan

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Harga 6.000 6.325 12.000 17.000 6.500 10.643 9.800 12.500

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000


(19)

3 digunakan untuk menanam apa saja dan beralih mengusahakan perkebunan karet rakyat karena dapat memperbaiki ekonomi serta kesejahteraannya.

Produksi karet rakyat dan bahan olah karet (bokar) yang dihasilkan oleh petani di Kabupaten Way Kanan memiliki kualitas rendah karena hasil sadapan karet diolah secara sederhana, serta menggunakan teknik pengolahan yang masih tradisional. Menurut Mardia (2009), usaha perkebunan rakyat adalah usaha tanaman perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola secara komersial oleh perusahaan perseorangan yang tidak berakte notaris dan memenuhi kriteria batas minimal usaha (BMU) tertentu.

Kabupaten Way Kanan memiliki 14 Kecamatan yang memiliki luas lahan perkebunan secara keseluruhan seluas 145.989,30 ha dan perkebunan terluas adalah perkebunan karet rakyat yaitu 83.008,50 ha dan 62.980,08 ha milik swasta dan pemerintah. Ditinjau dari luas lahan perkebunan karet dari 14 Kecamatan di Kabupaten Way Kanan, maka Kecamatan Pakuan Ratu memiliki lahan terluas yaitu 11.727 ha dengan produktivitas 1.55 ton/ha, Kecamatan Blambangan Umpu dengan luas 7.390 ha dan produktivitasnya 2.40 ton/ha, Kecamatan Negeri Agung dengan luas lahan 4.360 ha dan produktivitas 2.36 ton/ha, kemudian Kecamatan Buay Bahuga dengan luas lahan 2.600 ha dan produktivitasnya 5.69 ton/ha, selanjutnya Kecamatan Bumi Agung yang memiliki lahan karet rakyat seluas 2.567 ha dan produktivitas tertinggi yaitu 5.95 ton/ha (Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Way Kanan, 2010).

Pendapatan petani dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal pada umumnya dapat diatasi petani diantaranya


(20)

4 adalah faktor umur, pendidikan, jumlah tenaga kerja, luas lahan garapan, dan pengalaman. Faktor eksternal dari segi faktor produksi (input) yaitu

ketersediaan dan harga yang tidak dapat dikuasai oleh petani sebagai individu seberapapun dana tersedia (Suratiyah, 2009). Menurut Husinsyah (2006), petani mengembangkan perkebunan karet hanya berdasarkan pengetahuan atau keterampilan secara turun-temurun karena hampir tidak ada informasi

mengenai cara-cara mengembangkan perkebunan secara lebih baik, dan mengakibatkan kurangnya motivasi petani untuk mengelola hasil produksi. Hasil produksi yang dapat dikelola ke tingkat yang lebih modern maka pendapatan yang diperoleh akan lebih baik dari sebelumnya.

Masyarakat di Kecamatan Bumi Agung mengusahakan tanaman karet sebagai tanaman utama, sehingga menjadi faktor utama dalam meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan petani karet. Produktivitas yang tinggi di Kecamatan Bumi Agung dan harga jual yang terus meningkat, apakah membuat petani karet rakyat khususnya di Kecamatan Bumi Agung dari segi pendapatan dan kesejahteraannya ikut meningkat. Tidak adanya bantuan baik berupa pemberian bibit ataupun pinjaman modal dari pemerintah Kabupaten Way Kanan, serta tidak tersedianya tempat pemasaran karet yang baik sangat mempengaruhi hasil dan pendapatan rumah tangga petani karet rakyat.

Pendapatan petani karet rakyat sangat erat kaitannya dengan perolehan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani karet tersebut. Klon anjuran yang ditanam oleh sebagian besar petani karet di Kecamatan Bumi Agung adalah GT 1, PR 300, RRIM 600, PB 216, PB 260 dan dari hasil pembudidayan bibit sendiri


(21)

5 dengan menggunakan biji karet asalan, harga bibit untuk klon anjuran yaitu Rp 8.000/batang.

Upaya peningkatan pendapatan petani secara nyata tidak selalu diikuti dengan peningkatan kesejahteraan petani (Alhidayad, 2008). Menurut Amaos (2013), produktivitas karet rakyat yang tinggi namun dengan tidak adanya bantuan dari instansi pemerintah seperti, bibit unggul, pupuk, dan penyuluhan yang dapat menambah informasi dan wawasan petani karet rakyat, menjadi kendala bagi petani untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan produktivitas karetnya. Perkembangan kebutuhan hidup manusia yang terdiri dari kebutuhan primer, skunder dan tersier dapat ditentukan oleh tingkat pendapatan rumah tangga tersebut.

Usaha tani karet di Kecamatan Bumi Agung sangat penting dan strategis, sehingga tingkat pendapatan dan pola konsumsi petani karet di Kecamatan Bumi Agung merupakan cerminan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani karet tersebut. Kecukupan pendapatan dapat dilihat dari tingkat kebutuhan minimum yang dihitung dari kebutuhan tiap tahun untuk mengkonsumsi makanan, minuman, bahan bakar, perumahan, alat-alat dapur, pakain, dan kebutuhan lainnya.

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut

1) Berapa pendapatan petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan ?


(22)

6 2) Bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga petani karet rakyat di

Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan ?

C.Tujuan Penelitian

1) Menganalisis pendapatan petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan.

2) Menganalisis tingkat kesejahteraan rumah tangga petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan.

D.Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya, dan sebagai bahan pertimbangan bagi petani karet rakyat dalam mengelola perkebunan karet rakyatnya agar dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga, serta bahan masukan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan pertanian.


(23)

II.TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A.Tinjauan Pustaka

1. Analisis Pendapatan

Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani dan

menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur keberhasilan dari usaha yang dilakukan. Menurut Wijayanti dan Saefuddin (2012),

pendapatan maksimal usahatani karet merupakan tujuan utama petani dalam melakukan kegiatan produksi, oleh karena itu dalam menyelenggarakan usahatani setiap petani berusaha agar hasil panennya banyak, sebab pendapatan usahatani yang rendah menyebabkan petani tidak dapat melakukan investasi. Hal ini dikarenakan hasil pendapatan sebagian dipergunakan kembali untuk modal usahatani dan sebagian dipergunakan untuk biaya hidup dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Pendapatan merupakan hal yang penting dimiliki oleh seseorang guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Setiap orang berusaha untuk memiliki pendapatan agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya,


(24)

8 paling tidak memenuhi kebutuhan pokoknya. Untuk itu berbagai pekerjaan dilakukan seseorang agar memperoleh pendapatan, termasuk pekerjaan sebagai petani karet (Kurniawan, Dkk. 2012).

Menurut Soekartawi (1995), pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan usaha, lebih lanjut Sukartawi mengemukakan bahwa ada beberapa pengertian yang perlu diperhatikan dalam menganalisis pendapatan antara lain :

1. Penerimaan adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha dikalikan dengan harga jual yang berlaku di pasar. 2. Biaya produksi adalah semua pngeluaran yang dinyatakan dengan uang

yang diperlukan untuk menghasilkan produksi.

3. Pendapatan bersih adalah penerimaan kotor yang dikurangi dengan total biaya produksi atau penerimaan kotor di kurangi dengan biaya variabel dan biaya tetap.

Pendapatan rumah tangga pedesaan sangat bervariasi. Variasi itu tidak hanya disebabkan oleh faktor potensi daerah, tetapi juga karakteristik rumah tangga. Aksesibilitas ke daerah perkotaan yang merupakan pusat kegiatan ekonomi seringkali merupakan faktor dominan terhadap variasi struktur pendapatan rumah tangga di daerah pedesaan. Secara garis besar ada dua sumber pendapatan rumah tangga pedesaan yaitu sektor pertanian dan non-pertanian. Struktur dan besarnya pendapatan dari sektor pertanian berasal dari usahatani atau ternak dan berburuh tani. Pendapatan dari sektor


(25)

non-9 pertanian berasal dari usaha non-pertanian, profesional, buruh dan pekerjaan lainnya di sektor non-pertanian (Rintuh dan Miar, 2005).

a. Pendapatan Usahatani Karet Rakyat

Petani sebagai pelaksana mengharap produksi yang lebih besar lagi agar memperoleh pendapatan yang besar pula. Petani menggunakan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat yang digunakan, upah tenaga luar serta sarana produksi lainnya (Suratiyah, 2009) :

Pendapatan petani menjadi lebih besar jika petani dapat menekan biaya produksi yang dikeluarkan dan diimbangi dengan produksi yang tinggi. Pendapatan petani yang diperoleh dari perhitungan biaya dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui efisiensi ekonomi usahatani karet. Produksi yang maksimal dapat dicapai dengan penggunaan faktor produksi yang tepat dan didukung oleh produktivitas pertanian (Wijayanti dan

Saefuddin, 2012).

b. Pendapatan Rumah Tangga Petani Karet Rakyat

Menurut Sukirno (2005), pendapatan rumah tangga adalah penghasilan dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga ataupun perorangan anggota rumah tangga.

Pendapatan seseorang dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan kemampuan mereka. Berubahnya pendapatan seseorang akan berubah


(26)

10 pula besarnya pengeluaran mereka untuk konsumsi suatu barang.

Pendapatan merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi konsumsi seseorang atau masyarakat terhadap suatu barang.

Rumah tangga mendapatkan pendapatan imbalan mereka dari tiga sumber dasar : (1) dari upah atau gaji yang diterima sebagai imbalan tenaga kerja, (2) dari hak milik yakni: modal, tanah, dan seterusnya, (3) dari pemerintah. Pendapatan dan kekayaan merupakan ukuran utilitas yang tak sempurna, keduanya tidak memiliki subtitusi yang berwujud. Pendapatan ekonomi didefinisikan sebagai jumlah uang yang bisa

dibelanjakan oleh suatu rumah tangga selama suatu periode tertentu tanpa meningkatkan atau menurunkan aset bersihnya (Case dan Fair, 2007).

Menurut Soekartawi (2002) perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang akan dikonsumsi. Bahkan

seringkali dijumpai dengan bertambahnya pendapatan, maka barang yang dikonsumsi bukan saja bertambah tetapi juga melihat kualitas barang tersebut. Besar kecilnya barang yang diminta atau dikonsumsi tergantung pada besar-kecilnya pendapatan petani.

Pada tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah, maka pengeluaran rumah tangganya lebih besar dari pendapatannya. Semakin tiggi tingkat pendapatannya maka konsumsi yang dilakukan rumah tangga akan semakin besar pula. Sering kali dijumpai dengan bertambahnya

pendapatan, maka barang yang dikonsumsi bukan hanya bertambah akan tetapi kualitas barang yang diminta pun bertambah.


(27)

11 2. Teori Kesejahteraan

Unsur penting yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani adalah tingkat pendapatan petani. Upaya peningkatan pendapatan petani secara otomatis tidak selalu diikuti peningkatan kesejahteraan petani, karena kesejahteraan petani juga tergantung pada faktor-faktor non-finansial seperti faktor sosial budaya (Amaos, 2013). Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subyektif, sehingga setiap orang yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (Sukirno, 1985). Kesejahteraan menggambarkan kepuasan seseorang karena

mengkonsumsi pendapatan yang diperoleh. Pengukuran kesejahteraan dapat dilakukan terhadap kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan yang bersifat kebendaan lainnya.

Peningkatan kesejahteraan petani tidak saja dipengaruhi faktor-faktor terkait dengan pertanian tetapi juga faktor-faktor non-pertanian. Peningkatan kesejahteraan petani memiliki beberapa dimensi baik dari sisi produktifitas usahatani maupun dari sisi kerjasama lintas sektoral dan daerah.

Berdasarkan capaian dan permasalahan yang telah dihadapi serta arah pembangunan yang akan datang, revitalisasi pertanian dan peningkatan kesejahteraan petani menghadapi beberapa tantangan yang fundamental mulai dari optimalisasi lahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, ketersediaan infrastruktur, pupuk dan bibit sebagai input pertanian,

penanganan dan antisipasi perubahan iklim dan bencana, akses permodalan hingga tataniaga pertanian yang lebih baik serta berpihak pada pertanian dan


(28)

12 petani ( BAPPENAS, 2010).

Indikator Keluarga Sejahterapada dasarnya berawal dari pokok pikiran yang terkandung di dalam undang-undang no. 10 tahun 1992 disertai asumsi bahwa kesejahteraan merupakan variabel gabungan yang terdiri dari

berbagai indikator. Karena indikator yang dipilih akan digunakan oleh kader di desa, yang pada umumnya tingkat pendidikannya relatif rendah, untuk mengukur derajat kesejahteraan para anggotanya dan sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan intervensi, maka indikator tersebut selain harus memiliki validitas yang tinggi, juga dirancang sedemikian rupa, sehingga cukup sederhana dan secara operasional dapat dipahami dan dilakukan oleh masyarakat di desa. Menurut BKKBN (1996), konsep kesejahteraan yang mengacu pada UU No. 10 pasal 1 ayat 11 Tahun 1992, menyebutkan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spirituil dan materiil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat serta lingkungan.

Menurut BKKBN ada beberapa tahapan keluarga sejahtera, yaitu : 1) Keluarga Pra Sejahtera (PS)

Yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan dasar bagi anak usia sekolah.


(29)

13 Yaitu keluarga-keluarga yang baru dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya (socio psychological needs), seperti kebutuhan akan agama atau ibadah, kualitas makanan, pakaian, papan, penghasilan, pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana.

3) Keluarga Sejahtera II

Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar dan kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan perkembangannya (developmental needs), seperti kebutuhan untuk peningkatan pengetahuan agama, interaksi dengan anggota keluarga dan lingkungannya, serta akses kebutuhan memperoleh informasi.

4) Keluarga Sejahtera III

Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangannya, namun belum dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, seperti memberikan sumbangan (kontribusi) secara teratur kepada masyarakat, dalam bentuk material dan keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan, serta berperan serta secara aktif, seperti menjadi pengurus lembaga

kemasyarakatan atau yayasan-yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan dan sebagainya.


(30)

14 5) Keluarga Sejahtera III Plus

Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh

kebutuhannya, yaitu kebutuhan dasar, sosial psikologis, pengembangan serta aktualisasi diri, terutama dalam memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemiskinan rumahtangga petani karet rakyat ialah analisisis deskriptif kuantitatif menggunakan kriteria kemiskinan Sajogyo (1977). Ukuran kemiskinan Sajogyo (1997) yang dikutip oleh Agusta pada majalah Kompas (2009), dalam mengukur tingkat kesejahteraan keluarga, Sajogyo menggunakan kriteria batas garis kemiskinan berdasarkan satuan kilogram beras ekuivalen. Garis

kemiskinan diketahui dari hasil perhitungan jumlah konsumsi beras (kg/kapita) dikalikan dengan harga beras pada saat yang bersangkutan. Rata-rata jumlah anggota tiap keluarga petani karet rakyat adalah 4 orang. Sajogyo menyusun garis kemiskinan lebih dari satu agar lebih rinci dalam mengukur kemajuan rumah tangga sangat miskin. Menurut Sajogyo, berdasarkan konsumsi beras (kg/kapita), garis kemiskinan rumah tangga terdiri dari rumah tangga sangat miskin, miskin, nyaris miskin, dan rumah tangga layak. Garis kemiskinan dibedakan berdasarkan garis kemiskinan pedesaan atau perkotaan, yaitu sebagai berikut : 1) rumah tangga sangat miskin : <180 kg (desa), <270 kg (kota) setara beras

per kapita per tahun,

2) rumah tangga miskin : 181-240 kg (desa), 271-360 kg (kota) setara beras per kapita per tahun,

3) rumah tangga nyaris miskin : 241-320 kg (desa), 361-480 kg (kota) setara beras per kapita per tahun,


(31)

15 4) rumah tangga layak : > 321 kg (desa), >480 (kota) setara beras per kapita per

tahun.

Badan Pusat Statistik (2009) dalam menetapkan suatu rumah tangga sejahtera atau tidaknya menggunakakan beberapa indikator yaitu rumah tangga dan ketenagakerjaan, kesehatan dan gizi, pendidikan, konsumsi, perumahan, sosial budaya dan kehidupan beragama. Indikator kesejahteraan rakyat mengevaluasi masyarakat berdasarkan enam indikator yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 29 (Lampiran), meliputi informasi mengenai :

1) Rumah tangga dan ketenagakerjaan, meliputi jumlah dan laju

pertumbuhan penduduk, persebaran dan kepadatan penduduk, komposisi dan struktur umur penduduk, angka beban tanggungan dan fertilitas. 2) Kesehatan dan gizi, meliputi derajat kesehatan masyarakat, fasilitas dan

tenaga kesehatan, serta status kesehatan bayi.

3) Pendidikan, meliputi kemampuan membaca dan menulis, tingkat partisipasi sekolah, fasilitas pendidikan, dan tamatan sekolah. 4) Konsumsi, meliputi rata-rata pengeluaran per kapita, perkembangan

distribusi pendapatan, dan rata-rata pendapatan per kapita.

5) Perumahan meliputi informasi kondisi fisik bangunan, luas lantai, utilitas dan fasilitas tempat tinggal, penggunaan air bersih, dan jarak sumber air minum ke tempat penampungan tinja.

6) Sosial budaya dan kehidupan beragama, meliputi kegiatan sosial dan budaya, serta keagamaan.


(32)

16 3. Tinjauan Agronomi Karet

Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, sekarang ini tanaman karet banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alam. Di Indonesia, Malaysia, dan Singapura, tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876 (Nazarudin dan Paimin, 2006).

Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer. Struktur botani tanaman karet ialah tersusun sebagai berikut (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2011):

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis

Menurtu Setyamidjaya (2006), produktivitas tanaman karet per satuan luas dipengaruhi oleh jarak tanam, kerapatan tanaman, dan faktor-faktor lainnya.


(33)

17 Jarak yang lebih sempit akan berdampak negatif terhadap produktivitas yang diiringi oleh beberapa kelemahan lainnya. Beberapa kerusakan terjadi akibat jarak yang lebih sempit antara lain kerusakan mahkota tajuk oleh angin, kematian pohon karena penyakit menjadi lebih tinggi, lilit batang sadap lebih lambat tercapai, dan hasil getah akan berkurang. Berdasarkan kerusakan tersebut, maka dewasa ini kepadatan kerapatan pohon setiap hektarnya tidak melebihi jumlah 400 sampai dengan 500 pohon. Jarak tanam per hektar adalah 7 x 3 m, 7,14 x 3,33 m atau 8 x 2,5 m.

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) adalah anggota famili Euphorbiaceae. Berbentuk pohon, tinggi 10-20 m, bercabang dan mengandung banyak getah susu. Tanaman karet mengalami gugur daun sekali setahun pada musim kemarau. Setelah gugur daun, terbentuk bunga bila tanaman karet telah berumur 5-7 tahun, tergantung pada tinggi tempat di atas permukaan laut. Masa produktif tanaman karet adalah 25-30 tahun. Klon adalah tanaman yang didapat dari hasil perbanyakan vegetatif atau aseksual. Pemakaian klon belum dikenal luas oleh petani. Bibit yang ditanam biasanya berasal dari tanaman karet setempat, karena belum mengerti pentingnya

mengusahakan tanaman karet dari klon-klon yang unggul. Tanaman karet tua yang seharusnya diremajakan tidak diganti dengan klon yang baru. Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas kebun karet rakyat (Sianturi, 2001).

Produksi karet dipengaruhi oleh beberapa hal seperti iklim dan cuaca. Pada musim rontok produktivitas pohon karet menurun, dan dengan asumsi harga


(34)

18 pasar luar negeri stabil, harga di tingkat petani pun menjadi lebih baik. Cuaca juga berpengaruh terhadap produksi karet. Pada musim hujan petani tidak bisa menyadap karena lateks yang keluar tidak bisa ditampung karena lateks mengencer dan jatuh di sekeliling batang. Begitu juga hujan pada waktu dinihari karena batang masih dalam kondisi basah, sehingga pada musim hujan produksi karet petani turun. Petani menjual karet hasil sadapannya dalam bentuk slab ke pedagang pengumpul atau tengkulak di tingkat desa. Harga yang diterima petani pun bervariasi, dan harga

sepenuhnya ditentukan oleh tengkulak, sehingga posisi tawar petani masih rendah (Suwatiningsih, 2008).

Rendahnya produktivitas dan mutu karet rakyat dapat dimengerti karena terjadi perbedaan yang mencolok antara perkebunan rakyat dan perkebunan besar dari berbagai aspek, seperti penggunaan bibit, teknis pelaksanaan pembudidayaan hingga panen, serta umur tanaman. Petani karet rakyat harus mampu memperbaiki produksi, baik jumlah maupun mutu. Bibit atau klon unggul yang dipilih seharusnya yang benar-benar menghasilkan kayu berkualitas dan berproduksi tinggi. Jenis-jenis klon unggulan yaitu AVROS 2037, BPM 1, BPM 107, RRIM 721, RRIC 100, RRIC 102, RRIC 110, RRIC 120, IAN 873, dan TM (Direktorat Jendral Perkebunan, 2012). Jenis klon unggulan memiliki kriteria sebagai berikut :

a) mempunyai pertumbuhan awal yang cepat sehingga mampu berkompetisi dengan gulma dan tanaman lain;


(35)

19 b) mampu beradaptasi dengan keadaan lahan terutama padang alang-alang

dan lahan gundul;

c) mempunyai pertumbuhan batang yang besar, lurus, dan mutu kayu baik, mampu memproduksi lateks yang tinggi;

d) tidak sensitif terhadap penyadapan dan perubahan lingkungan fisik atau biologis (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2011).

Penyadapan tanaman karet adalah suatu teknik memanen lateks sehingga memperoleh hasil karet maksimal sesuai dengan kapasitas produksi tanaman dalam siklus ekonomi yang direncanakan. Produksi lateks dari tanaman karet selain ditentukan oleh keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan manajemen penyadapan. Tujuan dari penyadapan karet adalah membuka pembuluh lateks pada kulit pohon agar lateks cepat mengalir. Kecepatan aliran lateks akan berkurang apabila takaran cairan lateks pada kulit berkurang. Penyadapan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak kulit tersebut. Terjadinya kesalahan dalam penyadapan dapat menyebabkan berkurangnya produksi karet (Setiawan dan Handoko, 2005).

4. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian Wijayanti dan Saefuddin (2012), mengenai analisa pendapatan usahatani karet (Hevea brasiliensis) di Desa Bunga Putih kecamatan

Marangkayu. Usahatani karet di Desa Bunga Putih merupakan perkebunan milik rakyat yang awal pengelolaannya tidak lepas dari motivasi dan campur tangan pemerintah dalam berbagai hal baik berupa pembinaan, bantuan bibit


(36)

20 dan pengawasan. Data hasil penelitian diproses serta dianalisis

menggunakan analisis pendapatan dan perbandingan R/C. Pendapatan yang diperoleh petani dalam 1 tahun adalah Rp 2.316.235.866,67 ha dengan rata-rata penerimaan respondensebesar Rp 59.390.663,25. Rata-rata nilai efisiensi yang diperolah dalam usahatani ini adalah 11,66 yang berarti bahwa usahatani karet tersebut menguntungkan.

Berdasarkan penelitian Alhidayad (2008), disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani karet di Desa Pulau Pandan

Kecamatan Limun Kabupaten Sarolangun adalah pendidikan, jumlah anggota keluarga, jarak kebun, jam kerja efektif, secara parsial maupun secara bersama-sama mempengaruhi produksi karet maupun pendapatan petani karet. Peneliti menggunakan metode analisis deskrif kualitatif dan analisis kuantitatif. Dari perhitungan Gini Rasio untuk pendapatan total petani karet responden adalah sebesar 0,13502, angka ini menunjukkan bahwa distribusi pendapatan di Desa Pulau Pandan berada pada

ketimpangan yang rendah, sedangkan perhitungan Gini Ratio untuk pendapatan dari usaha tani karet diperoleh angka sebesar 0,194, angka ini menunjukkan ketimpangan yang rendah.

Berdasarkan penelitian Novita (2010), yang menganalisa pendapatan usaha tanaman karet di Kabupaten Kampardan diketahui bahwa sebagian besar petani karet di Kabupaten Kampar memiliki penghasilan yang relatif cukup besar di mana rata-rata penghasilan bersih sebesar Rp 600.658,00.


(37)

21 dan rata-rata pengeluaran nonpangan sebesar Rp 867.059,00 maka

perbandingan antara konsumsi pangan dan nonpangan menunjukkan lebih besar konsumsi pangan, dan ini menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima oleh keluarga petani karet di Kabupaten kampar telah cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Penelitian Husinsyah (2006), bermaksud untuk mengetahui kontribusi pendapatan petani karet terhadap pendapatan petani di Kampung Mencimai. Dari hasil penelitian, maka diketahui pendapatan petani dari usaha kebun karet adalah Rp 342.921,000,00 per tahun atau Rp 14.909,608,70 per responden per tahun, hal ini menunjukkan bahwa pendapatan petani dari perkebunan karet sangat membantu keuangan keluarga petani di Kampung Mencimai. Penelitian juga menganalisis Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani karet dengan menggunakan analisis regresi linier. Faktor Luas tanam (ha), biaya sarana produksi (Rp tahun-1) dan penggunaan tenaga kerja (HOK), berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani karet di Kampung Mencimai.

Berdasarkan penelitian Septianita (2009), untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi petani karet dalam peremajaan dan menghitung pendapatan yang diterima oleh petani. Pengaruh faktor-faktor dianalisis dengan

menggunakan pendekatan model logit. Hasilnya tidak menunjukkan bahwa faktor luas lahan bukan karet dan faktor pengalaman mempengaruhi petani dalam melakukan peremajaan, sedangkan pendapatan total, luas lahan karet dan jumlah tenaga kerja keluarga tidak berpengaruh. Diketahui bahwa


(38)

22 pendapatan petani yang melakukan peremajaan karet adalah Rp 2.905.102,73 per tahun. Pendapatan yang diterima petani karet di Kabupaten Ogan

Komering Ulu dapat menutupi kebutuhan hidup dan biaya yang diperlukan dalam peremajaan tanaman karet.

B.Kerangka Pemikiran

Produksi karet adalah hasil usahatani karet dalam bentuk cup lump, yang dihitung dalam ukuran kg atau ton dan dibedakan mutu serta ukuran produk. Cup lump yang digunakan dalam penelitian yaitu dalam bentuk tahu karet yang dikumpulkan (slab) oleh petani karet rakyat selama satu minggu kemudian di jual. Produksi merupakan suatu proses pengeluaran usahatani (karet) secara keseluruhan atau proses pengeluaran hasil. Indikator yang penting untuk mengukur tingkat hidup rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga. Umumnya pendapatan rumah tangga di pedesaan tidak berasal dari satu sumber saja, tetapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan, yaitu dari sektor perkebunan, non-perkebunan dan non-pertanian. Pendapatan yang diterima oleh rumah tangga petani karet rakyat bergantung pada harga karet rakyat yang berlaku di daerah tersebut. Dalam melakukan usahatani karet rakyat, petani juga memperhitungkan biaya yang dikeluarkan atau biaya produksi selama satu tahun terakhir, seperti biaya peralatan, biaya pupuk, biaya pestisida, dan biaya tenaga kerja.

Penduduk di daerah pedesaan pada umumnya lebih banyak hidup dan berusaha di sektor pertanian. Namun pada penduduk tidak hanya mengandalkan


(39)

23 juga usaha dari hewan ternak, usahatani selain karet rakyat, serta menjadi buruh tani, dan menimbang karet. Tambahan penghasilan lainnya di luar pertanian seperti guru, mebel, menjual pulsa, dan dagang, sehingga sumber pendapatan rumah tangga petani karet rakyat lebih beragam.

Meningkatnya pendapatan dalam suatu rumah tangga, maka sebuah rumah tangga dapat memenuhi kebutuhan makanan dan non-makanan. Konsumsi merupakan salah satu kegiatan ekonomi rumah tangga dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Dari barang dan jasa yang dikonsumsi itulah rumah tangga akan mempunyai kualitas hidup tersendiri. Konsumsi seringkali dijadikan salah satu indikator kesejahteraan keluarga. Makin besar pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa, maka makin tinggi tahap kesejahteraan keluarga tersebut.

Hidup dengan sejahtera adalah suatu hal yang sangat didambakan oleh setiap keluarga, oleh karena itu setiap keluarga selalu berusaha agar kesejahteraannya meningkat dari waktu ke waktu. Kesejahteraan memberi rasa aman dan

tenang, sehingga seseorang mampu bekerja lebih produktif. Pencapaian tingkat sejahtera akan selalu berbeda dan bervariasi bagi setiap rumah tangga, tergantung pada potensi ekonomi masing-masing rumah tangga.

Tingkat pengeluaran rumah tangga berbeda satu sama lain didasarkan pada golongan tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, status sosial dan prinsip pangan. Tingkat pengeluaran rumah tangga merupakan dasar untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga petani karet rakyat berdasarkan kriteria kemiskinan Sajogyo dan indikator kesejahteraan BPS.


(40)

24 Petani karet dalam melakukan usahataninya, tentunya mengharapkan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan yang tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya dan mengharapkan peningkatan kesejahteraan. Skema kerangka pemikiran analisis pendapatan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani karet di Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan disajikan pada Gambar 2.


(41)

25

Petani karet rakyat

Usahatani utama: Karet rakyat Usahatani bukan utama: - Ternak - Selain karet

rakyat

Usaha sebagai buruh tani: - Buruh tani - Menimbang

karet

Usaha di luar pertanian:

- Buruh bangunan - Jasa - Perdagangan - Pegawai Input produksi: - Pupuk - Obat-obatan - Peralatan - Tenaga kerja

Output produksi: Slab Biaya Harga Penerimaan

Pendapatan rumah tangga petani karet rakyat

Pengeluaran rumah tangga (makanan dan non-makanan)

Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani karet rakyat

Sajogyo (1997)

BPS (2009)

Gambar 2. Kerangka pemikiran analisis pendapatan dan kesejahteraan petani karet di Kecamatan Buay Bahuga Kabupaten Way Kanan Pendapatan


(42)

III. METODE PENELITIAN

A.Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

Usaha perkebunan rakyat adalah usaha tanaman perkebunan yang

diselenggarakan atau dikelola secara komersial oleh perusahaan perseorangan yang tidak berakte notaris dan memenuhi kriteria batas minimal usaha (BMU) tertentu.

Petani adalah individu atau sekelompok orang yang melakukan usaha guna memenuhi kebutuhan sebagian atau secara keseluruhan hidupnya dalam bidang pertanian. Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah petani yang mengusahakan tanaman karet sebagai tanaman utama dan memiliki lahan sendiri.

Rumah tangga adalah sekelompok orang yang terdiri dari dua orang atau lebih, mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau rumah dan umumnya tinggal bersama serta kepengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola bersama.


(43)

27 Produk atau komoditi karet adalah hasil produksi tanaman karet rakyat jenis slab basah/cup lump/tahu karet yang dikumpulkan selama satu minggu.

Pendapatan rumah tangga adalah penghasilan dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga ataupun perorangan anggota rumah tangga. Pendapatan seseorang dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan kemampuan mereka. Berubahnya pendapatan seseorang akan berubah pula besarnya pengeluaran mereka untuk konsumsi suatu barang. Pendapatan merupakan faktor yang penting dalam

mempengaruhi konsumsi seseorang atau masyarakat terhadap suatu barang (Sukirno, 2005). Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang berhubungan dengan usaha perkebunan kraret rakyat di tunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Definisi operasional variabel

No Variabel Definisi operasional Satuan

1 Produksi Jumlah lateks yang dihasilkan oleh petani selama satu periode produksi/panen pada saat dilakukan penelitian yaitu pada September 2013-Agustus 2014.

(Kg)

2 Harga produksi Harga yang diperoleh petani atas penjualan per

unit hasil produksi produksi karet rakyat. (Rp/kg) 3 Penerimaan

usahatani karet rakyat

Sejumlah uang yang diterima oleh petani karet rakyat yang diperoleh dari produksi dikalikan

dengan harga yang berlaku. (Rp) 4 Biaya produksi Seluruh biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan

usahatani karet rakyat, yang terdiri dari biaya tunai

dan biaya diperhitungkan. (Rp/th) 5 Biaya tunai Biaya yang langsung dikeluarkan dalam proses

produksi seperti, biaya pupuk dan obat-obatan, biaya pajak, biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya pembelian peralatan.

(Rp/th)

6 Biaya

diperhitungkan

Biaya yang tidak dikeluarkan secara tunai dalam kegiatan usaha tani karet rakyat, namun dimasukan dalam komponen biaya, seperti biaya tenaga kerja dalam keluarga


(44)

28 Tabel 1. Lanjutan

No Variabel Definisi operasional Satuan

7 Jumlah Pupuk Banykanya pupuk yang digunakan dalam

pemeliharaan tanaman karet rakyat (Urea,NPK,KCl) (Kg/th) 8 Jumlah

obat-obatan

Banyaknya obat-obatan yang digunakan dalam

pemeliharaan tanaman karet rakyat (Pilar,Round Up) (Lt/th) 9 Jumlah Tenaga

kerja

Banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam satu tahun produksi pada usahatani karet rakyat (TKDK, TKLK

(HOK/th)

10 Pendapatan rumah tangga

Pendapatan yang diperoleh dari penjumlahan pendapatan usahatani utama (karet rakyat), usaha pertanian bukan utama (ternak dan usahatani selain karet rakyat), usaha pertanian di luar usahatani, dan usaha di luar pertanian.

(Rp/th)

a. Pendapatan usahatani utama

Balas jasa yang diterima petani dari kerja dan

pengelolaan usahatani karetnya. Besarnya pendapatan dari mengurangi penerimaan usahatani karet dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam melakukan usahatani karet rakyat tersebut.

(Rp/th)

b. Pendapatan buruh tani

Pendapatan yang diperoleh petani karet rakyat dari kerja dan pengelolaan ternak serta usahatani selain

karet rakyatnya. (Rp/th)

c. Pendapatan usaha pertanian di luar usahatani

Pendapatan yang diperoleh petani karet rakyat dari bekerja sebagai buruh tani dan menimbang karet.

(Rp/th) d. Pendapatan dari

usaha di luar pertanian

Pendapatan yang diperoleh petani karet rakyat dari mengelola dan bekerja sebagai buruh bangunan,

pedagang, jasa, dan pegawai. (Rp/th) 11 Pengeluaran

rumah tangga

Besarnya uang yang dikeluarkan oleh keluarga petani untuk keperluan-keperluan makanan dan non-makanan.

(Rp/th)

a. Pengeluaran makanan

Besarnya uang yang dikeluarkan dan barang yang dinilai dengan uang untuk konsumsi makanan semua anggota keluarga.

(Rp/th)

b. Pengeluaran non-makanan

Besarnya uang yang dikeluarkan dan barang yang dinilai dengan uang bukan untuk konsumsi sandang, papan, dan lain-lain semua anggota keluarga.

(Rp/th)

12 Garis kemiskinan Sajogyo (1997)

Patokan garis kemiskinan yang diperoleh dari pengeluaran perkapita per tahun dibagi dengan harga beras yang berlaku. Klasifikasi petani miskin di pedesaan dikelompokan ke dalam empat golongan yaitu : sangat miskin, miskin, hampir miskin, layak.

Rumah tangga


(45)

29 Tabel 1. Lanjutan

No Variabel Definisi operasional Satuan

13 Kesejahteraan BPS

Tingkat kesejahteraan yang diperoleh dari penskoran dari 6 Variabel : Rumah tangga dan ketenaga kerjaan, kesehatan dan gizi, pendidikan, konsumsi, perumahan, dan sosial budaya dan kehidupan beragama. Klasifikasi yang digunakan adalah sejahtera dan belum sejahtera.

Rumah tangga

Hal yang paling penting dari kesejahteraan adalah pendapatan rumah tangga, sebab beberapa aspek dari kesejahteraan rumah tangga tergantung pada tingkat pendapatan. Tingkat kesejaheraan rumah tangga secara nyata dapat di ukur dari tingkat pendapatannya yang dibandingkan dengan kebutuhan minimum untuk hidup layak (Yusria, 2010). Kesejahteraan adalah suatu keadaan dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yg berbeda pula terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan.

B.Lokasi Penelitian dan Responden

Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu di Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan, dengan pertimbangan bahwa kecamatan tersebut merupakan salah satu sentra penghasil karet rakyat dan memiliki produktivitas karet tertinggi di Kabupaten Way Kanan. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dan wawancara kepada petani dengan

menggunakan kuisioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan.

Kecamatan Bumi Agung yang memiliki 8 desa diambil 2 desa sebagai sampel dalam penelitian karena mudah dijangkau dan jumlah petani yang cukup banyak. Desa yang diambil untuk sampel penelitian adalah Desa Bumi Say Agung dengan jumlah 108 petani karet rakyat dan Sukamaju berjumlah 112


(46)

30 petani karet rakyat. Jumlah petani karet rakyat untuk desa lainnya di

Kecamatan Bumi Agung yaitu, Desa Mulyo Harjo berjumlah 72 petani, Desa Wono Harjo berjumlah 40 petani, Desa Tanjung Dalom berjumlah 110 petani, Desa Pisang Indah berjumlah 22 petani, Desa Pisang Baru berjumlah 38 petani, dan Desa Srinumpi berjumlah 48 petani. Desa Bumi Say Agung dan Desa Sukamaju dipilih sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan karena memiliki jumlah petani terbanyak di Kecamatan Bumi Agung, sehingga dianggap mewakili untuk memberikan gambaran karakteristik pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga petani karet rakyat di tingkat kecamatan.

Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani yang memiliki perkebunan karet milik sendiri. Jumlah petani karet yang ada di Kecamatan Bumi Agung adalah sebanyak 550 orang, jumlah petani karet rakyat di Desa Sukamaju dan Bumi Say Agung sebanyak 220 orang. Penentuan jumlah sampel responden

dengan menggunakan rumus (Sugiarto, Siagian, Sunarto, dan Oetomo, 2003): ... (1)

51 petani karet rakyat Keterangan :

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi (220 petani karet rakyat) Z = tingkat kepercayaan (90% = 1,64)

σ2

= varian sampel


(47)

31 Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh

jumlah sampel petani karet sebanyak 51 petani di Kecamatan Bumi Agung. Kemudian dari jumlah sampel tersebut dilakukan pengambilan sampel tiap desa secara proporsional dengan rumus (Sugiarto, Siagian, Sunarto, dan Oetomo, 2003) :

na

nab ... (2)

nDesa Sukamaju

nDesa Bumi Say Agung

Keterangan:

na = ukuran sampel desa A

nab = ukuran sampel keseluruhan

Na = ukuran populasi desa A

Nab = ukuran populasi keseluruhan

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh jumlah sampel untuk masing-masing desa yaitu 26 petani karet di Desa Bumi Say Agung dan 25 petani karet di Desa Sukamaju. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode acak sederhana (simple random sampling), dengan pertimbangan bahwa responden di daerah penelitian terdapat

keseragaman (homogenitas) pada masing-masing lahan baik dari segi

penggunaan input yang meliputi lahan, peralatan, pupuk, tenaga kerja, maupun output yang dihasilkannya.

C.Jenis Data dan Metode Pengambilan Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei dan wawancara langsung dengan


(48)

32 responden yang sudah terpilih yaitu responden yang memiliki perkebunan karet rakyat milik sendiri, kemudian diwawancarai dengan menggunakan kuisioner (daftar pertanyaan) yang telah disiapkan sebelumnya yang meliputi identitas responden, luas lahan, jumlah produksi karet, biaya produksi, pendidikan, jumlah tenaga kerja, dan sebagainya. Data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi pemerintah yang berhubungan dengan penelitian ini. Data sekunder diperlukan sebagai informasi tambahan yang diharapkan dapat menunjang penelitian ini seperti harga karet, luas lahan dan produksi, dan rujukan lainnya, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Way Kanan, buku, jurnal, skripsi, dan lain-lain.

D.Metode dan Alat Analisis Data

Metode pengolahan data dilakukan dengan menghitung penerimaan, pengeluaran, dan pendapatan usahatani perkebunan karet dan menganalisis kesejahteraan rumah tangga petani karet rakyat. Data yang diperoleh akan disederhanakan dalam bentuk tabulasi dan akan dianalisis dengan melakukan perhitungan data dengan menggunakan rumus yang telah ada.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif

kuantitatif. Metode pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode tabulasi dan komputerisasi. Data yang diperoleh disederhanakan dalam bentuk tabulasi yang selanjutnya akan diolah secara komputerisasi. Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat pendapatan, faktor-faktor yang


(49)

33 1. Analisis Pendapatan

a. Analisis Pendapatan Usahatani Karet Rakyat

Untuk menjawab tujuan pertama yakni menganalisis besarnya pendapatan petani karet rakyat, maka menghitung selisih antara penerimaan yang diterima oleh petani karet dengan biaya produksi yang dikeluarkan dalam satu tahun. Formula untuk menghitung pendapatan adalah sebagai berikut (Suratiyah, 2009) :

Y = TR TC dimana TR = P . Q dan TC = TFC + TVC ... (3) Keterangan :

Y = pendapatan (Rp) TR = total penerimaan (Rp) TC = total biaya (Rp) P = harga produk (Rp/kg) Q = jumlah produksi (kg) TFC = total biaya tetap (Rp) TVC = total biaya variabel (Rp)

Biaya (C = cost) dapat dibedakan menjadi total biaya tetap (TFC = total fixed cost), yaitu biaya yang besarnya tidak dipengaruhi besarnya produksi (Q = quantity), biaya tetap ini biasanya didefenisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya terus di keluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, contohnya biaya untuk alat pertanian. Total biaya variabel (TVC = total variabel cost), biasanya didefenisikan sebagai biaya yang besarnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya sarana produksi.


(50)

34

b. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani Karet Rakyat

Petani karet tidak hanya mengusahakan karet rakyat saja namun ada usaha lain yaitu usaha non-pertanian. Untuk mengukur tingkat

pendapatan rumah tangga petani di Desa Bumi Say Agung dan Sukamaju dengan adanya penambahan pendapatan total usahatani karet rakyat, non usahatani, dan diluar pertanian, menggunakan rumus sebagai berikut (Soekartawi, 1995):

Prt = P1 + P2 + P3 + P4 ... (4)

Keterangan :

Prt = pendapatan rumah tangga petani karet rakyat per-tahun

P1 = pendapatan usahatani utama (usahatani karet rakyat)

P2 = pendapatan usahatani bukan utama (ternak, dan usahatani selain

karet)

P3 = pendapatan dari buruh tani (buruh tani dan nimbang karet)

P4 = pendapatan usaha di luar pertanian (buruh bangunan, jasa,

perdagangan, pegawai, dll)

Pendapatan usahatani karet adalah seluruh penerimaan yang diperoleh petani setelah dikurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Pendapatan rumah tangga adalah penjumlahan dari pendapatan dari usahatani utama, usahatani bukan utama, usaha pertanian di luar usahatani, dan usaha di luar pertanian.

2. Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Karet Rakyat a. Analisis Pengeluaran Rumah Tangga

Analisis pengeluaran rumah tangga adalah total pengeluaran rumah tangga baik pengeluaran untuk kebutuhan makanan dan non-makanan. Pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga meliputi pengeluaran untuk


(51)

35 bahan bakar, aneka barang/jasa, pendidikan, kebersihan, kesehatan, listrik, perbaikan rumah, kecantikan, komunikasi, dan pendidikan. Analisis ini digunakan untuk mengetahui kebutuhan hidupnya. Menurut BPS (2009), analisis pengeluaran rumah tangga dirumuskan dengan :

Ct = Ca+ Cb ... + Cn ... (5)

Keterangan :

Ct = total pengeluaran rumah tangga

Ca = pengeluaran untuk makanan

Cb = pengeluaran untuk non-makanan

Cn = pengeluaran lainnya

Tingkat pengeluaran per tahun rumah tangga, total pengeluaran rumah tangga petani baik pengeluaran untuk makanan dan non-makanan dalam satu tahun dibagi jumlah tanggungan rumah tangga digunakan untuk mengetahui tingkat pengeluaran per kapita per tahun. Pengeluaran tersebut, kemudian dikonversikan ke dalam ukuran setara beras, dihitung dalam satuan kilogram dengan tujuan untuk melihat kemiskinan

(Sajogyo, 1997). Secara matematis tingkat pengeluaran per kapita per tahun tiap keluarga setara beras dapat dirumuskan :

C / kapita / th (Rp) =

... (6) C / kapita / setara beras (kg) =

... (7) Dimana C = pengeluaran

b. Analisis Sajogyo

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemiskinan rumah tangga petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung adalah


(52)

36 analisisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan kriteria kemiskinan Sajogyo (1997).

Pengukuran tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat dilakukan dengan pendekatan obyektif, menggunakan garis kemiskinan atau standar hidup minimum suatu masyarakat sebagai pembanding yang dikenal dengan garis kemiskinan. Garis kemiskinan dihitung melalui pengeluaran per kapita setara beras pertahun yang diperoleh dari pengeluaran per kapita per tahun dibagi dengan harga beras pada saat penelitian dilakukan yaitu pada bulan Agustus 2013. Menurut klasifikasi Sajogyo (1977), petani miskin di pedesaan dikelompokan ke dalam empat golongan yaitu : 1) Rumah tangga sangat miskin : ≤180 kg setara beras per kapita per tahun; 2) rumah tangga miskin : 181-240 kg setara beras per kapita per tahun; 3) rumah tangga nyaris miskin : 241-320 kg setara beras per kapita per tahun; 4) rumah tangga layak : ≥ 321 kg setara beras per kapita per tahun.

c. Analisis Badan Pusat Statistik (2009)

Untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani karet menggunakan enam indikator Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung (2009) yang meliputi informasi mengenai rumah tangga dan ketenagakerjaan, kesehatan dan gizi, pendidikan, konsumsi, perumahan, sosial budaya dan kehidupan beragama. Klasifikasi kesejahteraan yang digunakan terdiri dari dua klasifikasi yaitu rumah tangga petani karet rakyat dalam kategori sudah sejahtera dan belum sejahtera. Klasifikasi didasarkan pada enam indikator kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (2009).


(53)

37 Variabel dengan klasifikasi dan skor dapat dilihat pada Tabel 2.

Skor tingkat klasifikasi ditentukan dengan cara mengurangkan jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah. Hasil pengurangan dibagi dengan jumlah klasifikasi yang digunakan. Rumus penentuan range skor adalah (BPS, 2009):

RS = SkT SkR ... (10) JKI

Keterangan : RS = range skor

SkT = skor tertinggi (6 x 3 = 18) SkR = skor terendah (6 x 1 = 6)

JKI = jumlah klasifikasi yang digunakan (2)

Hasil perhitungan akan diperoleh range skor (RS = 6) sehingga dapat dilihat interval skor yang akan menggambarkan tingkat kesejahteraan rumah tangga. Hubungan antara interval skor dan tingkat kesejahteraan adalah :

1. Skor antara 6 - 12 :rumah tanggga petani karet rakyat belum sejahtera. 2. Skor antara 13 - 18 :rumah tangga petani karet rakyat sudah sejahtera.

Jumlah skor diperoleh dari informasi hasil skor mengenai rumah tangga dan ketenagakerjaan, kesehatan dan gizi, pendidikan, konsumsi,

perumahan, sosial budaya dan kehidupan beragama. Dari penskoran kemudian di lihat interval skor dari dua kategori klasifikasi di atas yaitu rumah tanggga petani karet rakyat di kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan apakah belum sejahtera atau sudah sejahtera.


(54)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Usahatani karet rakyat merupakan sumber pendapatan utama. Rata-rata pendapatan per tahun petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung berasal dari usaha tani utama Rp18.117.623,53 per tahun, pendapatan bukan utama di bidang pertanian Rp 4.773.839,22. Pendapatan dari usaha sebagai buruh tani sebesar Rp 694.555,32 per tahun. Pendapatan dari pekerjaan di luar pertanian sebesar Rp 2.887.115,08 per tahun. Rata-rata pendapatan tiap rumah tangga petani karet adalah Rp 28.590.486,09 per tahun.

2. Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani berdasarkan kriteria Sajogyo (1997), rumah tangga sangat miskin 0 responden, miskin berjumlah 2 responden (3,92 %), nyaris miskin berjumlah 4 responden (7,84 %), dan rumah tangga layak berjumlah 45 responden (88,24%). Berdasarkan indikator tingkat kesejahteraan menurut Badan Pusat Statisktik (2009), sebanyak 43 rumah tangga sejahtera (84,30%), dan 8 rumah tangga petani karet rakyat belum sejahtera (15,70%).


(55)

83

B.Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagi pemerintah hendaknya dapat meningkatkan dan menstabilkan harga karet, sehingga pendapatan yang diterima petani karet ikut meningkat. 2. sebaiknya petani melakukan usaha selain menjadi petani karet rakyat untuk

meningkatkan pendapatannya, usaha yang memiliki kontribusi terbesar seperti: usaha hewan ternak, dan usaha selain karet rakyat.

3. Bagi peneliti lain, agar dapat menyempurnakan penelitian ini dengan meneliti hal-hal yang belum dibahas, misalnya faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat pendapatan dan kesejahteraan petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Alhidayad. 2008. Analisis pendapatan petani karet di Desa Pulau Pandan Kecamatan Limun Kabupaten Sarolangun. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Jambi. 74 hlm.

Amaos. T. 2013. “Upaya petani karet dalam pemenuhan kebutuhan hidup di Desa Benius Kecamatan Selimbau Kabupaten Kapuas Hulu”. Jurnal Ilmu Sosiatri. 2(1).

Anwar, C. 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2010. Kajian Evaluasi Revitalisasi Pertanian Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Petani. Kementrian PPN/BAPPENAS. Jakarta. 92 hlm.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2000. Indikator sosial ekonomi indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2009. Indikator kesejahteraan Rakyat Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. 99 hlm.

Badan Pusat Statistik. 2010. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. 523 hlm.

BKKBN. 1996. Panduan Pemb. Keluarga Sejahtera Dalam Rangka

Penanggulangan Kemiskinan Kantor Menteri Negara Kependudukan / BKKBN. Jakarta.

Case, K. E. dan R. C. Fair. 2007. Prinsip-Prinsip Ekonomi. Diterjemahkan oleh Y. A. Zaimur. Erlangga. Jakarta. 505 hlm.

Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Way Kanan. 2010. Way Kanan dalam Angka. Pemerintah Kabupaten Way Kanan. 108 hlm.

Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2012. Statistik Perkebunan Tahun 2011. Pemerintah Provinsi Lampung. Bandar lampung. 270 hlm.


(57)

85 Husinsyah. 2006. “Kontribusi pendapatan petani karet terhadap pendapatan petani

di Kampung Mencimai”. Jurnal Ekonomi Pertanian. 13(1):9-20.

Kurniawan, A. Nuraini, dan F.Y. Khomas. 2012. “Analisis Pendapatan Karet Lateks di Desa Pangkal Baru Kecamatan Tempunak Kabupaten Sintang”. Jurnal.

Mantra, I.B. 2004. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Mardia, A. 2009. “Pola pengembangan perkebunan karet rakyat dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani di Kabupaten Kampar”. Jurnal Ekonomi. 2(1):45-49.

Nazarudin, dan Paimin. 2006. Strategi Pemasaran dan Pengolahan Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.

Novita, N. 2010. “Analisis pendapatan usaha tanaman karet di Kabupaten Kampar”. Jurnal Pertanian.

Raharto, A. dan Romdiati, H. 2000. Identifikasi Rumahtangga Miskin. Dalam Widyakarya Pangan dan Gizi VII LIPI.

Rintuh, C. dan Miar, M.S. 2005. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat. BPFE. Yogyakarta.

Sajogyo. 1997. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. LPSB-IPB. Bogor.

Septianita. 2009. “Faktor-faktor yang mempengaruhi petani karet rakyat

melakukan peremajaan karet di Kabupaten Ogan Komering Ulu”. Jurnal

AgronobiS. 1(1):130-136.

Setiawan, D.dan H.A. Handoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Setyamidjaya. 2006. Budidaya Tanaman Karet. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Sianturi, H.S. 2001. Budidaya Tanaman Karet. Diktat. Fakultas Pertanian USU.

Medan

Siregar, H. 2011. Analisis Pengembangan Potensi Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatra Utara. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 182 hlm.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. PT Raja


(58)

86

Sugiarto, D. Siagian, L.T. Sunaryanto, dan D.S. Oetomo. 2003. Teknik Sampling. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 200 hlm.

Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan. FE-UI. Jakarta.

Sukirno. 2004. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Raja Wali Press. Jakarta. Sukirno. 2005. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Sumodiningrat, G. dan Lanang, A.I. 1993. Ekonomi Produksi. Karunia Jakarta. Universitas Terbuka.

Supranto, J. 2001. Ekonometrik 1. FEUI. Jakarta.

Suratiyah, K. 2009. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta. 124 hlm. Suwatiningsih, T.E. 2008. “Keragaan Usahatani Karet Rakyat di Kabupaten

Rokan Hulu Riau”. Buletin Ilmiah Stiper. Vol.15 No.2.

Tim Penulis PS. 2011. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta. 235 hlm.

Wijayanti, T. dan Saefuddin. 2012. “Analisis pendapatan usahatani karet (Hevea brasiliensis) di Desa Bunga Putih Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara”. Jurnal Pertanian. 34(2):137-149.

Yasri, A. 2006. Analisis Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sistem Kemitraan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 91 hlm.

Yusria, W.O. 2010. “Keadaaan Ekonomi Rumah Tangga Petani Jambu Mete di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara”. Jurnal Sosial Pertanian. 9(2):109-119.


(1)

37 Variabel dengan klasifikasi dan skor dapat dilihat pada Tabel 2.

Skor tingkat klasifikasi ditentukan dengan cara mengurangkan jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah. Hasil pengurangan dibagi dengan jumlah klasifikasi yang digunakan. Rumus penentuan range skor adalah (BPS, 2009):

RS = SkT – SkR ... (10) JKI

Keterangan : RS = range skor

SkT = skor tertinggi (6 x 3 = 18) SkR = skor terendah (6 x 1 = 6)

JKI = jumlah klasifikasi yang digunakan (2)

Hasil perhitungan akan diperoleh range skor (RS = 6) sehingga dapat dilihat interval skor yang akan menggambarkan tingkat kesejahteraan rumah tangga. Hubungan antara interval skor dan tingkat kesejahteraan adalah :

1. Skor antara 6 - 12 :rumah tanggga petani karet rakyat belum sejahtera. 2. Skor antara 13 - 18 :rumah tangga petani karet rakyat sudah sejahtera.

Jumlah skor diperoleh dari informasi hasil skor mengenai rumah tangga dan ketenagakerjaan, kesehatan dan gizi, pendidikan, konsumsi,

perumahan, sosial budaya dan kehidupan beragama. Dari penskoran kemudian di lihat interval skor dari dua kategori klasifikasi di atas yaitu rumah tanggga petani karet rakyat di kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan apakah belum sejahtera atau sudah sejahtera.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Usahatani karet rakyat merupakan sumber pendapatan utama. Rata-rata pendapatan per tahun petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung berasal dari usaha tani utama Rp18.117.623,53 per tahun, pendapatan bukan utama di bidang pertanian Rp 4.773.839,22. Pendapatan dari usaha sebagai buruh tani sebesar Rp 694.555,32 per tahun. Pendapatan dari pekerjaan di luar pertanian sebesar Rp 2.887.115,08 per tahun. Rata-rata pendapatan tiap rumah tangga petani karet adalah Rp 28.590.486,09 per tahun.

2. Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani berdasarkan kriteria Sajogyo (1997), rumah tangga sangat miskin 0 responden, miskin berjumlah 2 responden (3,92 %), nyaris miskin berjumlah 4 responden (7,84 %), dan rumah tangga layak berjumlah 45 responden (88,24%). Berdasarkan indikator tingkat kesejahteraan menurut Badan Pusat Statisktik (2009), sebanyak 43 rumah tangga sejahtera (84,30%), dan 8 rumah tangga petani karet rakyat belum sejahtera (15,70%).


(3)

83

B.Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagi pemerintah hendaknya dapat meningkatkan dan menstabilkan harga karet, sehingga pendapatan yang diterima petani karet ikut meningkat. 2. sebaiknya petani melakukan usaha selain menjadi petani karet rakyat untuk

meningkatkan pendapatannya, usaha yang memiliki kontribusi terbesar seperti: usaha hewan ternak, dan usaha selain karet rakyat.

3. Bagi peneliti lain, agar dapat menyempurnakan penelitian ini dengan meneliti hal-hal yang belum dibahas, misalnya faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat pendapatan dan kesejahteraan petani karet rakyat di Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Way Kanan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alhidayad. 2008. Analisis pendapatan petani karet di Desa Pulau Pandan Kecamatan Limun Kabupaten Sarolangun. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Jambi. 74 hlm.

Amaos. T. 2013. “Upaya petani karet dalam pemenuhan kebutuhan hidup di Desa

Benius Kecamatan Selimbau Kabupaten Kapuas Hulu”. Jurnal Ilmu Sosiatri.

2(1).

Anwar, C. 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2010. Kajian Evaluasi Revitalisasi Pertanian Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Petani. Kementrian PPN/BAPPENAS. Jakarta. 92 hlm.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2000. Indikator sosial ekonomi indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2009. Indikator kesejahteraan Rakyat Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. 99 hlm.

Badan Pusat Statistik. 2010. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung. 523 hlm.

BKKBN. 1996. Panduan Pemb. Keluarga Sejahtera Dalam Rangka

Penanggulangan Kemiskinan Kantor Menteri Negara Kependudukan / BKKBN. Jakarta.

Case, K. E. dan R. C. Fair. 2007. Prinsip-Prinsip Ekonomi. Diterjemahkan oleh Y. A. Zaimur. Erlangga. Jakarta. 505 hlm.

Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Way Kanan. 2010. Way Kanan dalam Angka. Pemerintah Kabupaten Way Kanan. 108 hlm.

Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2012. Statistik Perkebunan Tahun 2011. Pemerintah Provinsi Lampung. Bandar lampung. 270 hlm.


(5)

85 Husinsyah. 2006. “Kontribusi pendapatan petani karet terhadap pendapatan petani

di Kampung Mencimai”. Jurnal Ekonomi Pertanian. 13(1):9-20.

Kurniawan, A. Nuraini, dan F.Y. Khomas. 2012. “Analisis Pendapatan Karet Lateks di Desa Pangkal Baru Kecamatan Tempunak Kabupaten Sintang”. Jurnal.

Mantra, I.B. 2004. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Mardia, A. 2009. “Pola pengembangan perkebunan karet rakyat dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani di Kabupaten Kampar”. Jurnal Ekonomi. 2(1):45-49.

Nazarudin, dan Paimin. 2006. Strategi Pemasaran dan Pengolahan Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.

Novita, N. 2010. “Analisis pendapatan usaha tanaman karet di Kabupaten Kampar”. Jurnal Pertanian.

Raharto, A. dan Romdiati, H. 2000. Identifikasi Rumahtangga Miskin. Dalam Widyakarya Pangan dan Gizi VII LIPI.

Rintuh, C. dan Miar, M.S. 2005. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat. BPFE. Yogyakarta.

Sajogyo. 1997. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. LPSB-IPB. Bogor.

Septianita. 2009. “Faktor-faktor yang mempengaruhi petani karet rakyat

melakukan peremajaan karet di Kabupaten Ogan Komering Ulu”. Jurnal

AgronobiS. 1(1):130-136.

Setiawan, D.dan H.A. Handoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Setyamidjaya. 2006. Budidaya Tanaman Karet. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Sianturi, H.S. 2001. Budidaya Tanaman Karet. Diktat. Fakultas Pertanian USU.

Medan

Siregar, H. 2011. Analisis Pengembangan Potensi Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatra Utara. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 182 hlm.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. PT Raja


(6)

Sugiarto, D. Siagian, L.T. Sunaryanto, dan D.S. Oetomo. 2003. Teknik Sampling. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 200 hlm.

Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan. FE-UI. Jakarta.

Sukirno. 2004. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Raja Wali Press. Jakarta. Sukirno. 2005. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Sumodiningrat, G. dan Lanang, A.I. 1993. Ekonomi Produksi. Karunia Jakarta. Universitas Terbuka.

Supranto, J. 2001. Ekonometrik 1. FEUI. Jakarta.

Suratiyah, K. 2009. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta. 124 hlm. Suwatiningsih, T.E. 2008. “Keragaan Usahatani Karet Rakyat di Kabupaten

Rokan Hulu Riau”. Buletin Ilmiah Stiper. Vol.15 No.2.

Tim Penulis PS. 2011. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta. 235 hlm.

Wijayanti, T. dan Saefuddin. 2012. “Analisis pendapatan usahatani karet (Hevea brasiliensis) di Desa Bunga Putih Kecamatan Marang Kayu Kabupaten Kutai Kartanegara”. Jurnal Pertanian. 34(2):137-149.

Yasri, A. 2006. Analisis Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sistem Kemitraan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 91 hlm.

Yusria, W.O. 2010. “Keadaaan Ekonomi Rumah Tangga Petani Jambu Mete di


Dokumen yang terkait

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DI DESA BUMI AGUNG KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN WAY KANAN LAMPUNG UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis)

3 20 58

ANALYSIS OF FARMERS INCOME TOWARD QUALITY OF SMALLHOLDER RUBBER IN KECAMATAN LAMBU KIBANG KABUPATEN TULANG BAWANG

0 4 142

JUDUL INDONESIA: ANALISIS PENDAPATAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI SAYURAN DI KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN JUDUL INGGRIS: THE INCOME AND HOUSEHOLD INCOME DISTRIBUTION OF VEGETABLE FARMERS IN JATI AGUNG SUBDISTRICT OF SOUT

0 5 58

JUDUL INDONESIA: ANALISIS PENDAPATAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI SAYURAN DI KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN JUDUL INGGRIS: THE INCOME AND HOUSEHOLD INCOME DISTRIBUTION OF VEGETABLE FARMERS IN JATI AGUNG SUBDISTRICT OF SOUT

2 13 58

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KARET (Havea brasiliensis) RAKYAT DI KECAMATAN BAHUGA KABUPATEN WAY KANAN

18 68 51

ANALISIS KUALITAS KARET RAKYAT KAITANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN PETANI KARET RAKYAT DI KECAMATAN BELAMBANGAN UMPU KABUPATEN WAY KANAN

4 29 73

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI LADA DI KECAMATAN GUNUNG LABUHAN KABUPATEN WAY KANAN

24 126 129

PRODUKTIVITAS KARET PADA LAHAN HKM JAYA LESTARI KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG RUBBER PRODUCTIVITY ON COMMUNITY FOREST JAYA LESTARI, WAY KANAN DISTRICT, LAMPUNG PROVINCE

0 0 8

STRATIFIKASI SOSIAL DALAM MASYARAKAT ADAT LAMPUNG PEPADUN DI DESA RUNYAI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN WAY KANAN - Raden Intan Repository

0 1 98

PE MBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERWAWASAN MULTIKULTURAL PADA SMAN 1 BUMI AGUNG KABUPATEN WAY KANAN

0 0 7