ANALISIS KUALITAS KARET RAKYAT KAITANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN PETANI KARET RAKYAT DI KECAMATAN BELAMBANGAN UMPU KABUPATEN WAY KANAN

(1)

ANALISIS KUALITAS KARET RAKYAT KAITANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN PETANI KARET RAKYAT DI KECAMATAN

BELAMBANGAN UMPU KABUPATEN WAY KANAN (Skripsi)

Mohammad Adriez Faidhzal

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

ANALISIS KUALITAS KARET RAKYAT KAITANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN PETANI KARET RAKYAT

DI KECAMATAN BELAMBANGAN UMPU KABUPATEN WAY KANAN

Oleh

Mohammad Adriez Faidhzal

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : (1) kualitas karet di Kabupaten Way Kanan Kecamatan Belambangan Umpu, (2) tingkat kesejahteraan petani karet rakyat di Kabupaten Way Kanan Kecamatan Belambangan Umpu, dan (3) hubungan kualitas karet dengan tingkat kesejahteraan petani karet rakyat di Kabupaten Way Kanan Kecamatan Belambangan Umpu. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan. Lokasi ditentukan secara sengaja (purposive) dengan jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 85 orang. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) berdasarkan hasil kualitas karet rakyat yang diperoleh, terdapat 29 petani karet rakyat yang bermutu baik atau (34,11%), untuk bermutu kurang atau cukup terdapat 35 atau (41,17%) dan untuk yang bermutu buruk terdapat 21 petani karet rakyat atau (24,70%), (2) berdasarkan kriteria BPS (2007) petani karet rakyat di Desa Negeri Baru dan Negeri Batin yang masuk ke dalam kategori sejahtera sebanyak 69 (81,17%), dan sebanyak 16 (18,82%) berada dalam kategori belum sejahtera, (3) kualitas lump berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan petani karet dengan taraf kepercayaan 85%.


(3)

ABSTRACT

ANALYSIS OF SMALLHOLDER RUBBERS PLANTATION’S QUALITY IN RELATION TO THE RUBBER FARMER’S WELFARE AT

BELAMBANGAN UMPU DISTRICT WAY KANAN REGENCY

by

Mohammad Adriez Faidhzal

This study is aimed to analyze : (1) quality of the rubber at Belambangan Umpu District Way Kanan Regency, (2) the welfare level of small holder rubber plantation at Belambangan Umpu District Way Kanan Regency, and (3) relationship between quality of the rubber with the welfare of farmers at Belambangan Umpu District Way Kanan Regency. This study held at Belambangan Umpu District Way Kanan Regency. The location was determined by deliberate (purposive), respondents total as much as 85 respondents. This study was using qualitative descriptive method and qualitative analysis method. This study shows : (1) based on the results of rubber’s quality was obtained 29 farmers (34.11%) of good quality, and 21 farmers (24.70%) of poor quality, (2)

based on BPS’s criteria (2007) farmers at Negeri Baru Village and Negeri Batin Village, 69 farmers were categorized prosperous and 16 farmers were categorized yet prosperous, (3) lump’s quality significantly of the farmers’s welfare 85 % confidence level.


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 19 April 1991, sebagai anak pertama dari empat bersaudara buah hati dari Ayahanda Hazai Fauzi dan Ibunda Maidawati. Pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah: (1) Taman Kanak-Kanak (TK) Masjid Agung yang diselesaikan pada tahun 1997, (2) Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Rawa Laut yang diselesaikan pada tahun 2003, (3) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2006, dan (4) Sekolah Menengah Umum (SMU) YP UNILA Bandar Lampung yang

diselesaikan pada tahun 2009.

Tahun 2009 penulis diterima di Jurusan/Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung.Selamakuliah, penulis jugapernah menjadi Kepala bidang II (Pengabdian Masyarakat dan Pengkaderan) HIMASEPERTAperiode 2012/2013. Pada tahun 2011Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT Pupuk Sriwijaja di Bandar Lampung.


(7)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Baginda Muhammad SAW, juga kepada keluarga, dan para sahabatnya. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Analisis Kualitas Karet Rakyat Kaitannya Dengan Kesejahteraan Petani Karet Rakyat Di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan“.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut berperan dalam penyelesaianskripsi ini, antara lain :

1. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P. dan Ir. Achdiansyah Soelaiman, M.S. selaku pembimbing pertama dan kedua yang telah banyak memberikan pengarahan, ilmu, bimbingan, dukungan, motivasi dan semangat kepada penulis. Terima kasih atas bimbingan, saran, serta nasehat dalam penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M. S. selaku pembahas yang telah memberikan kritik, nasehat dan saran demi perbaikan skripsi.

3. Ir. Begem Viantimala, M. Si., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi dan dukungannya selama kuliah dan dalam penulisan skripsi.


(8)

ku tersayang Noviaz Adriani S.P, Triaz Rizmaulia dan Ahmad Fauzan Arief serta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan kasih dan sayang yang

takterhingga dalam kehidupanku.

5. Sahabat-sahabat tercinta: Ika Novita Sari. S.TP, Bejok, Kemas., Agum, Mandala, Edy, Ongki, Pepi, Eby, Finko, Fathoni terimakasih atas kerjasama, bantuan, dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

6. Teman-teman Agribisnis 2009 tercinta: Oni, Zia, Tasya, Rani, Firjen, Revina, Syani, Iqbal, Nia, Nta, Ocy, Peni, Khoirunisa, Wayan, Rinaldan seluruh

teman-teman Agribisnis’ 09 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, Terimakasih atas dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

7. Petani karet di Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin serta pembimbing lapang petani karet rakyat Bapak Iman, SalimdanTarno,terimakasih atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian ini. 8. Kakak dan adik Agribisnis 2008, 2010, 2011, 2012 dan semua pihak yang tidak

dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

Semoga ALLAH SWT melimpahkan balasan atas kebaikan dan perhatian yang diberikan kepada penulis, serta semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Amin.

Bandar Lampung, 19 November 2014


(9)

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 9

C. Kegunaan Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Tinjauan Agronomis Karet Alam (Hevea brasiliensis) ... 10

2. Jenis-jenis karet alam ... 11

3. Faktor yang mempengaruhi kualitas karet ... 17

4. Teori Kesejahteraan ... 21

B. Kerangka Pemikiran ... 29

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 32

B. Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian ... 34

C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 37

D. Metode Analisis Data ... 37

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Letak Geografis ... 46


(10)

D. Jenis Lahan Pertanian ... 51

E. Gambaran Umum Perkebunan Karet Rakyat ... 53

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden ... 56

B. Analisis Kualitas ... 61

C. Analisis Kesejahteraan Petani Karet Rakyat ... 70

D. Analisis Hubungan Kualitas Karet Rakyat Dengan Tingkat Kesejahteraan Petani Karet Rakyat ... 79

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Luas panen, produksi, dan produktivitas perkebunan karet rakyat di

Provinsi Lampung, tahun 2007-2011... 3

2. Luas lahan, produksi, dan produktivitas perkebunan karet rakyat menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung, tahun 2011 ... 4

3. Luas lahan, produksi, dan produktivitas perkebunan karet rakyat menurut kecamatan di Kabupaten Way Kanan, tahun 2011 ... 5

4. Spesifikasi persyaratan mutu ... 14

5. Spesifikasi persyaratan mutu kuantitatif ... 17

6. Indikator kualitas lump... 37

7. Indikator tingkat kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik dan Susenas 2007 disertai variabel, kelas dan skor……….. 40

8. Penduduk Desa Negeri Baru dan Negeri Batin berdasarkan rentang usia tahun 2014…….……… …..……… 48

9. Penduduk Desa Negeri Baru dan Negeri Batin berdasarkan tingkat pendidikan, tahun 2014……….. 49

10. Data Mata Pencaharian Penduduk di Desa Negeri Baru, tahun 2014……….. 50

11. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Negeri Batin tahun 2014……….……….. 51

12. Luas Lahan Tanaman Pertanian Utama di Desa Negeri Baru, tahun 2014……… 52 13. Luas Tanaman Pertanian Utama dan Luas Lahan di Desa Negeri Batin,


(12)

tahun 2014……….……....……….... 52 14. Sebaran Petani Karet Responden berdasarkan kelompok umur di

Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin, tahun 2014…....………… 56 15. Sebaran Petani Responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa

Negeri Baru dan Desa Negeri Batin, tahun 2014………. 58 16. Sebaran Luas Lahan Petani Responden di Desa Negeri Baru dan

Desa Negeri Batin, tahun 2014……… 59 17. Sebaran Petani Responden berdasarkan jumlah tanggungan

keluarga di Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin,

tahun 2014…... 60 18. Hasil skor perolehan untuk kadar kotoran pada lump di Desa Negeri

Baru dan Desa Negeri Batin, tahun 2014.…………..…..……… 64 19. Hasil skor perolehan untuk kadar kotoran di Desa Negeri Baru dan

Desa Negeri Batin, tahun 2014………….……… 65 20. Hasil skor perolehan untuk aroma pada lump di Desa Negeri Baru

Dan Desa Negeri Batin, tahun 2014..……….. 66 21. Hasil skor perolehan untuk warna pada mutu lump di Desa Negeri

Baru dan Desa Negeri Batin, tahun 2014..……….. 67 22. Skor perolehan untuk 4 kategori mutu lump pada petani karet

rakyat di Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin, tahun 2014....… 68 23. Skor perolehan untuk indikator kependudukan petani karet rakyat

di Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin, tahun 2014….……….. 70 24. Skor perolehan untuk indikator kesehatan dan gizi petani karet

rakyat di Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin, tahun 2014...…. 72 25. Skor perolehan untuk indikator pendidikan petani karet rakyat di

Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin, tahun 2014……… 73 26. Skor perolehan untuk indikator ketenagakerjaan petani karet

rakyat di Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin, tahun 2014...…. 74 27. Skor perolehan untuk indikator pola konsumsi petani karet rakyat


(13)

28. Skor perolehan untuk indikator perumahan dan lingkungan petani karet rakyat di Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin,

tahun 2014…... . 75 29. Skor perolehan untuk indikator sosial dan lain-lain petani karet

rakyat di Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin, tahun 2014..…... 76 30. Skor perolehan untuk tujuh Indikator petani karet rakyat di Desa

Negeri Baru dan Desa Negeri Batin, tahun 2014....…….……… 77 31. Tingkat kesejahteraan petani karet rakyat di Desa Negeri Baru dan

Desa Negeri Batin, tahun 2014…………...………...…………....… 78 32. Hasil uji chi-square antara kualitas dengan kesejahteraan pada

Desa Negri Baru dan Desa Negeri Batin, tahun 2014...……..…….. 79 33. Hasil uji chi-square antara mutu lump dengan kesejahteraan petani

karet rakyat di Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin,


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kualitas lump baik... 15

2. Kualitas lump buruk atau cukup... 16

3. Kualitas lump sangat buruk... 16

4. Kerangka Pemikiran ... 30

5. Lump Berkualitas Baik ... 68

6. Lump Berkualitas Buruk ... 68


(15)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang dan Masalah

Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga kerja yang hidup atau bekerja di sektor pertanian. Sejak awal pembangunan, peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja serta mendorong kesempatan berusaha (Mubyarto, 1995).

Pembangunan pertanian memiliki tujuan yang berwawasan agribisnis yaitu meningkatkan kesejahteraan petani, menciptakan lapangan pekerjaan di sektor pertanian, dan meningkatkan hasil produksi pertanian, sehingga dapat

mengurangi impor hasil pertanian yang selama ini dilakukan serta dapat mendukung pembangunan sektor industri. Salah satu pembangunan sektor pertanian yang mengalami peningkatan ialah sub sektor perkebunan.

Perkebunan menjadi perhatian pemerintah karena perkebunan merupakan salah satu pilar perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak. Adapun


(16)

upaya yang dilakukan pemerintah adalah peremajaan, rehabilitasi, dan perluasaan areal perkebunan di seluruh Indonesia. Dengan pencanangan program tersebut, tersedia kesempatan bagi pengembangan perkebunan secara umum di setiap daerah, salah satu daerah tersebut ialah Provinsi Lampung. Pembangunan perkebunan di Provinsi Lampung diarahkan dengan memperluas areal tanaman perkebunan dan mendirikan industri pengolahan hasil

perkebunan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan kualitas produk, membuka dan memperluas lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan dan meningkatkan devisa yang mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung.

Komoditas perkebunan yang menjadi pendorong perekonomian di Provinsi Lampung salah satunya adalah Karet (rubber) dengan luas lahan dan

produktifitas yang semakin meningkat. Komoditas ini sangat berpengaruh bagi perekonomian di Provinsi Lampung dikarenakan karet merupakan

penyumbang devisa terbesar. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas perkebunan karet di Provinsi Lampung tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas panen, produksi, dan produktivitas perkebunan karet rakyat di Provinsi Lampung, tahun 2007-2011

Tahun Luas panen (ha)

Produksi (kuintal)

Produktivitas (kuintal/ha)

2007 67.472 296.460 4.39

2008 68.802 312.940 4.54

2009 69.662 331.440 4.75

2010 75.450 354.640 4.70

2011 83.104 445.350 5.35


(17)

Tabel 1 menunjukkan bahwa luas perkebunan karet rakyat di Provinsi

Lampung dalam lima tahun terakhir dari tahun 2007 sampai tahun 2011 secara keseluruhan mengalami peningkatan mulai dari luas panen, produksi dan produktifitas. Akan tetapi pada produktivitas perkebunan karet mengalami penurunan untuk tahun 2010, yaitu sebesar 4,70 kw/ha yang sebelumnya sebesar 4,75 kw/ha pada tahun 2009.

Provinsi Lampung memiliki potensi yang cukup besar dalam mengembangkan tanaman perkebunan karet, peningkatan luas panen dan produksi karet

merupakan berita baik bagi dunia pertanian dan pemerintah Provinsi Lampung, karena peningkatan produksi karet diharapkan nantinya dapat memenuhi kebutuhan dalam provinsi. Secara tidak langsung peningkatan ini juga mengindikasikan semakin banyaknya petani karet yang kini mengusahakan tanaman karet sebagai salah satu pilihan usaha. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman karet rakyat menurut kabupaten kota di Provinsi Lampung pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2 maka diketahui bahwa Kabupaten Way Kanan

mempunyai luas panen dan produksi yang paling besar dibandingkan dengan kabupaten lainnya, sedangkan produktivitasnya masih dikatakan rendah jika dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Utara dan Tulang bawang. Kondisi ini terjadi karena teknik usahatani belum sepenuhnya dikuasai petani,

diantaranya penggunaan kombinasi faktor-faktor produksi oleh petani diduga belum optimal.


(18)

Tabel 2. Luas lahan, produksi, dan produktivitas perkebunan karet rakyat menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung, tahun 2011

Kabupaten./Kota

2011 Luas lahan

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

Lampung Barat 320 - -

Tanggamus 684 22 0,03

Lampung Selatan 3.070 620 0,20

Lampung Timur 3.016 392 0,12

Lampung Tengah 3.203 619 0,19

Lampung Utara 13.241 11.217 0,84

Way Kanan 25.328 14.552 0,57

T. Bawang 10.098 6.169 0,61

Pesawaran 567 327 0,57

Pringsewu 242 27 0,11

Mesuji 11.949 6.357 0,53

Tulang Bawang Barat 11.251 4.217 0,37

Bandar Lampung 135 16 0,11

Metro - - -

Lampung 83.104 44.535 0,53

Keterangan : (-) tidak diperoleh data

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, tahun 2012

Salah satu daerah yang cukup potensial untuk dikembangkannya usaha tani karet di Kabupaten Way Kanan adalah Kecamatan Belambangan Umpu. Selain keadaan tanahnya yang cocok untuk usahatani karet, juga masih banyak terdapat lahan yang dapat diusahakan untuk usahatani karet dan Kecamatan Belambangan Umpu mempunyai prospek yang baik untuk meningkatkan perkembangan usaha tani karet rakyat. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas usaha tani karet menurut kecamatan di Kabupaten Way Kanan tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 3.


(19)

Tabel 3. Luas lahan, produksi, dan produktivitas perkebunan karet rakyat menurut kecamatan di Kabupaten Way Kanan, tahun 2011

No Kecamatan Luas Lahan

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

1. Banjit 474 372 0,78

2. Baradatu 558 463 0,82

3. Gunung Labuhan 647 916 1,41

4. Kasui 1.052 1.120 1,06

5. Rebang Tangkas 660 717 1,08

6. Belambangan Umpu 7.409 4.675

0,63

7. Way Tuba 1.849 1.030 0,55

8. Negeri Agung 4.382 5.130 1,17

9. Bahuga 5.663 3.620 0,63

10. Buay Bahuga 2.605 3.820 1,46

11. Bumi Agung 2.639 2.840 1,07

12. Pakuan Ratu 11.673 8.760 0,75

13. Negara Batin 1.287 1.040 0,80

14. Negeri Besar 436 398 0,91

Jumlah 41.334 34.901 0,84

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, tahun 2012

Tabel 3 memperlihatkan bahwa Kecamatan Belambangan Umpu memiliki jumlah produksi cukup tinggi dan potensial untuk dikembangkan. Blambangan Umpu merupakan kecamatan penghasil karet rakyat terbesar ke tiga dari

Pakuan Ratu dan Negeri Agung, bahwa Kecamatan Blambangan Umpu memiliki jumlah produksi 4.675 ton dengan jumlah luas areal 7.409 ha dan produksi karet rakyat paling rendah terdapat di Kecamatan Banjit adalah 372 ton dengan luas areal tanaman karet adalah 474 ha. Secara keseluruhan dari luas lahan tanaman karet 41.334 ha hanya mampu memproduksi sebesar 34.901 ton dengan produktivitas 0,84 ton/ha hal tersebut dapat digolongkan


(20)

bahwa jumlah produksi karet di Kecamatan Belambangan Umpu saat ini masih sangat rendah dalam memproduksi karet rakyat setiap tahun.

Keberhasilan agribisnis di suatu wilayah tertentu sangat ditentukan oleh kemampuan petani memanfaatkan keunggulan komparatif wilayah dan komparatif komoditas sehingga dapat dilakukan suatu usahatani yang produktif, efisien dan lestari. Prinsip-prinsip usahatani yang berorientasi agribisnis adalah pola usahatani yang sesuai dengan agroekosistem, usahatani yang intensif sebagai usaha komersil, lestari dan menjamin peningkatan pendapatan dan perbaikan taraf hidup. Suatu pertanian yang tangguh menurut Soekartawi (2001) merupakan pertanian yang dinamis, ulet, dan optimal memanfaatkan sumberdaya alam, tenaga kerja, modal dan teknologi yang ada pada lingkungan fisik dan sosial sekaligus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani.

Kondisi kualitas karet sekarang ini masih rendah oleh sebab itu diperlukan peningkatan kualitas bahan olah karet. Mutu bahan olah karet (bokar) petani di Kecamatan Belambangan Umpu masih rendah bila dibandingkan dengan kriteria bokar Standard Indonesian Rubber (SIR). Ciri-ciri bahan olah karet yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Belambangan Umpu adalah adanya kotoran dan benda-benda lain, seperti kayu atau daun, tercampur dengan air, tidak memakai pembeku asam semut, warna yang gelap dan kadar karet kering lebih kecil 65 %. Rendahnya mutu bahan olah karet rakyat pada akhirnya akan semakin memperkecil nilai jual bahan olah karet (bokar).


(21)

Para petani karet di Kecamatan Belambangan Umpu menjual bahan olah karetnya kepada pabrik pengolahan melalui pedagang perantara (tengkulak) di tingkat desa, kecamatan bahkan di tingkat kabupaten. Adanya pedagang perantara yang berjenjang dalam saluran pemasaran karet rakyat di wilayah Belambangan Umpu membuat harga di tingkat petani semakin kecil. Selain itu, mutu karet hasil petani yang relatif rendah membuat pabrik pengolahan tidak bersedia menerima bahan olah karet secara langsung dari petani.

Akibatnya petani karet di Kecamatan Belambangan Umpu semakin tergantung kepada para pedagang perantara (tengkulak). Rantai pemasaran karet rakyat yang panjang dan bertingkat-tingkat membentuk margin pemasaran yang besar, sehingga bagian pendapatan petani dari penjualan produknya (farmer’s share) menjadi kecil (Syamsul, 2006).

Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas karet rakyat adalah masih rendah kesadaran petani karet dalam melakukan pemeliharaan pada tanaman karet dari awal sampai tahap pemanenan. Pada tahap pemupukan para petani karet memberikan pupuk dengan dosis yang tidak sesuai takaran dan frekuensi dalam pemberian pupuk yang kurang teratur. Pengendalian gulma, hama dan penyakit tanaman yang masih kurang efektif. Pada sistem pelaksanaan panen petani tidak menggunakan sistem sadap dan memakai tata guna panel yang benar.

Waktu penyadapan yang baik dilakukan dari pukul 05.00 pagi sampai pukul 10.00 pagi agar menghasilkan getah lateks yang baik. Perlengkapan sadap seperti pisau sadap, mangkok lateks, ember lateks, dll yang digunakan para


(22)

petani masih sederhana. Pemungutan hasil sebaiknya dilakukan secara teliti agar dihasilkan lateks yang bersih tanpa kotoran atau lump dari ember pengumpul dan menggunakan asam semut sebagai bahan pencampur lateks yang baik.

Menurut Husinsyah (2006), petani mengembangkan perkebunan karet hanya berdasarkan pengetahuan atau keterampilan secara turun-temurun karena hampir tidak ada informasi mengenai cara-cara mengembangkan perkebunan secara lebih baik, dan mengakibatkan kurangnya motivasi petani untuk

mengelola hasil produksi. Hasil produksi dengan kualitas dan mutu yang baik dapat dikelola ke tingkat yang lebih modern maka nilai jual bahan olahan karet lebih meningkat. Masyarakat di Kecamatan Belambangan Umpu

mengusahakan tanaman karet sebagai tanaman utama sehingga kesejahteraan merupakan hal utama bagi menunjangnya peningkatan kualitas karet.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :

1.Bagaimana kualitas karet yang dihasilkan petani karet di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan?

2.Bagaimana tingkat kesejahteraan petani karet di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan?

3.Bagaimanakah hubungan kualitas karet dengan tingkat kesejahteraan petani karet rakyat di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan?


(23)

B.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kualitas karet di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten

Way Kanan.

2. Menganalisis tingkat kesejahteraan petani karet rakyat di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan.

3. Menganalisis hubungan kualitas karet dengan tingkat kesejahteraan petani karet rakyat di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan. C.Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan :

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi petani karet rakyat dalam mengembangkan usaha perkebunan karet.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas karet rakyat.

3. Sebagai bahan referensi dan acuan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Agronomis Karet Alam (Hevea brasiliensis)

Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana tanaman karet banyak

dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor (Direktoral Jendral Perkebunan 2011).

Menurut Agromedia (2007), taksonomi tanaman karet adalah: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara 15o LS dan 15o LU, curah hujan


(25)

yang cocok tidak kurang dari 2000 mm. Optimal 2500- 4000 mm/tahun. Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah yaitu pada ketinggian 200 m dpl - 600 m dpl, dengan suhu 25o - 23o C (Setyamidjaja, 1993).

2. Jenis – Jenis Karet Alam

Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi dan ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.

Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah :

- Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump segar). - Karet konvensional (RSS, white crepes, dan pale crepe).

- Lateks pekat.

- Karet bongkah atau block rubber (SIR 5, SIR 10, dan SIR 20). - Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber.

- Karet siap olah atau tyre rubber.

- Karet reklim atau reclaimed rubber (Tim penulis, 1992).

a) Sifat Karet Alam

Sifat – sifat atau kelebihan karet alam yaitu : 1. Daya elastis atau daya lentingnya sempurna. 2. Sangat plastis, sehingga mudah diolah. 3. Tidak mudah panas.


(26)

b) Jenis-jenis dan kriteria bokar (bahan olah karet) yang baik

Bahan Olah Karet adalah Lateks kebun dan gumpalan lateks kebun yang didapat dari penyadapan pohon karet Havea Brasiliensis. Bahan olah karet ini umumnya merupakan produksi perkebunan karet rakyat, sehingga sering disebut dengan bokar (bahan olah karet rakyat).

Bokar terdiri dari empat jenis yaitu :

- Lateks Kebun

Lateks Kebun adalah getah yang didapat dari kegiatan menyadap pohon karet. Syarat-syarat lateks kebun yang baik adalah :

1. Telah disaring menggunakan saringan berukuran 40 mesh.

2. Bebas dari kotoran dan benda – benda lain, seperti serpihan kayu atau daun.

3. Tidak bercampur dangan bubur lateks, air, atau serum lateks. 4. Warna putih dan berbau khas karet segar.

5. Kadar karet kering untuk mutu 1 sekitar 28% dan untuk mutu 2 sekitar 20%.

- Sheet Angin

Sheet Anginmerupakan produk lanjutan dari lateks kebun yang telah disaring dan digumpalkan menggunakan asam semut. Kriteria sheet angin yang baik adalah :

1. Tidak ada kotoran.

2. Kadar karet kering untuk mutu 1 sebesar 90% dan mutu 2 sebesar 80%.


(27)

3. Tingkat ketebalan pertama 3 mm dan ketebalan kedua 5 mm.

- Slab Tipis

Slab Tipis merupakan bahan olahan karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut. Syarat – syarat slab tipis yang baik adalah :

1. Bebas dari air atau serum.

2. Tidak tercampur gumpalan yang tidak segar. 3. Tidak terdapat kotoran.

4. Slab Tipis mutu 1 berkadar karet kering sebesar 70% dan mutu 2 memiliki kadar karet kering 60%.

5. Tingkat ketebalan pertama 30 mm dan ketebalan kedua 40 mm.

- Lump Segar

Bahan olahan karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampungan disebut Lump Segar. Kriteria lump sagar yang baik adalah :

1. Bersih dari kotoran.

2. Mutu 1 berkadar karet kering 60% dan mutu 2 berkadar karet kering 50%.

3. Tingkat ketebalan pertama 40 mm dan ketebalan kedua 60 mm.

Dalam penelitian ini dilihat dari kualitas bokar dalam bentuk lump, ada 2 syarat mutu bokar yaitu :


(28)

c) Syarat mutu bokar 1. Persyaratan kualitatif

-Tidak boleh dicampur dengan air, bubur lateks ataupun serum lateks. -Tidak boleh dimasukan dengan benda-benda lain seperti kayu

ataupun kotoran lain.

-Tidak terlihat nyata adanya kotoran. -Berwarna putih dan bau segar. 2. Persyaratan kuantitatif

Persyaratan kuantitatif ketebalan (T) dan kebersihan (B) dengan spesifikasi seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Spesifikasi persyaratan mutu kuantitatif N

o

Parameter Satuan Lateks

kebun

Sit Slab Lump

1 Karet kering (KK) (min) Mutu I Mutu II % % 28 20 - - - - - -

2 Ketebalan(T)

Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV mm mm mm mm - - - - 3 5 10

-< 50 51 -100 101 -150 >150 50 100 150 >150

3 Kebersihan(B) - Tidak

terdapat kotoran Tidak terdapat kotoran Tidak terdapat kotoran Tidak terdapat kotoran

4 Jenis Koagulan -

- Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu karet Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu karet, serta penggumpal an alami Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu karet, serta penggumpal an alami Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu karet,serta penggumpalan alami


(29)

Dari ke 2 syarat mutu bokar yang dipakai dalam penelitian ini yaitu menggunakan syarat mutu kualitatif dengan cara melihat langsung proses pengolahan bokar menjadi olahan lump atau secara visual.

d)Pengelolaan Bahan Olah Karet

Kriteria penilaian kualitas lump secara visual menurut Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) tahun 2012.

Gambar 1. Kualitas lumpbaik

Gambar 1 menunjukan bahwa tampilan lump secara visual sangat baik

dengan melihat warna yang putih segar, bersih dan tidak adanya kotoran yang terdapat dipotongan lump tersebut, memiliki aroma segar (khas lateks), memakai pembeku asam semut yang dianjurkan oleh pemerintah. Gambar

lump diatas merupakan lump yang baik dengan penilaian secara visual menurut GAPKINDO (2012).


(30)

Gambar 2. Kualitas lump buruk atau cukup

Gambar 2 menunjukan bahwa tampilan lump secara visual terlihat buruk dengan melihat warna lump yang kekuning-kuningan, terdapat kotoran dibeberapa sela-sela tumpukan lump kecil, memakai pembeku tawas atau cuka para sehingga lump terasa panas dan beraroma busuk GAPKINDO (2012).

Gambar 3. Kualitas lump sangat buruk

Gambar 3 menunjukan bahwa tampilan lump secara visual sangat buruk dengan melihat warna lump coklat kusam, adanya banyak kotoran yang


(31)

terdapat dipotongan lump, memiliki aroma busuk yang menyengat, memakai pembeku yang tidak dianjurkan pemerintah contohnya cuka para dan pupuk TSP GAPKINDO (2012).

Tabel 5. Spesifikasi persyaratan mutu kuantitatif GAPKINDO N

o

Parameter Satuan Lateks

kebun

Sit Slab Lump

1 Karet kering (KK) (min) Mutu I Mutu II % % 28 20 - - - - - -

2 Ketebalan(T)

Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV mm mm mm mm - - - - 3 5 10

-< 50 51 -100 101 -150 >150 50 100 150 >150

3 Kebersihan(B)

Mutu I Mutu II Mutu III - 3% 10% 20% 3% - - 3% 10% 20% 3% 10% 20%

4 Jenis Koagulan -

- - - Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu karet, serta penggumpal an alami Asam cuka para, asap cair dan bahan lain yang tidak merusak mutu karet, serta penggumpal an alami Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu karet,serta penggumpalan alami

Sumber : Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), 2012

Penelitian ini menggunakan penilaian lump secara visual atau kualitatif menurut GAPKINDO (2012).

3. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Karet

Kualitas bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kepuasan konsumen, sehingga produsen harus selalu menjaga


(32)

reputasinya di mata konsumen. Usaha untuk menjaga reputasi atau nama baik dapat dilakukan melalui kualitas dari barang yang dihasilkannya. Menurut (Render, Berry dan Heyzer 2004), kualitas adalah keseluruhan fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan yang terlihat atau yang tersamar.

Kualitas bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Kualitas merupakan bagian dari semua fungsi usaha yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, pemasaran, keuangan dan lain-lain. Fungsi-fungsi ini

diistilahkan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas produk.

Faktor kultur teknik meliputi keadaan kebun, dan luas areal. Sedangkan dari hasil penelitian tentang pengolahan, didapatkan bahwa alat-alat yang digunakan petani produsen masih sederhana sekali. Alat-alat itu dibuat dari bahan yang murah dan mudah didapat. Meskipun sulit menghitung pengaruh penggunaan alat-alat ini terhadap kualitas dan kuantitas karet, namun secara kualitatif dapat ditetapkan bahwa ia berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produksi.

Team Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Pusat Penelitian Perkebunan Sungei Putih (1992) melaporkan bahwa kualitas bahan olahan karet sangat berkaitan dengan jenis bahan olah, karena perbedaan

perlakuan yang diberikan. Konsistensi kualitas bahan olah karet (seperti

lump) dipengaruhi oleh cara pengolahannya (kesesuaian terhadap standar) terutama menyangkut bahan penggumpal (koagulan), ketebalan, cara pengeringandan kadar karet kering.


(33)

Sebagian besar penelitian mengenai kualitas karet, terfokus pada aspek teknis dan parameter kualitas. Parameter kualitas yang dipakai hanya dapat diketahui dengan menggunakan teknik yang rumit yang pada

umumnya dilakukan di laboratorium. Di tingkat petani, parameter kualitas ini sulit diidentifikasi. Kualitas di tingkat petani diidentifikasi hanya melalui teknik visual yang meliputi warna, bau, dan kotoran yang terdapat di dalam bahan olah karet. Berbagai macam faktor yang memengaruhi kualitas karet maupun produk lain, dapat dirangkum menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok teknis yang terdiri dari jenis tanaman (varietas atau klon), teknik budidaya, kondisi lingkungan, pemupukan dan metode penanganan pascapanen.

Lateks merupakan sumber pertama dari bahan baku karet remah dan merupakan material alam yang sangat bersih, bahkan mengandung bahan-bahan yang berperan penting dalam menjaga mutunya agar tetap baik. Kontaminasi terhadap sesuatu produk diartikan sebagai pencemaran. Dengan demikian kontaminan bisa didefinisikan sebagai zat pencemar, karena berdampak buruk terhadap mutu, seperti bersifat meracuni, produk menjadi cepat busuk, merusak tekstur, warna, rasa dan kerusakan mutu lainnya. Salah satu masalah utama yang terjadi dalam bokar

(bahan olah karet) adalah mutu bokar yang rendah dan aroma busuk yang menyengat sejak dari kebun. Mutu bokar yang rendah disebabkan oleh penggunaan bahan pembeku lateks (getah karet) yang tidak dianjurkan, dan merendam bokar di dalam kolam atau sungai selama 7-14 hari. Hal ini akan memacu berkembangnya bakteri perusak antioksidan alami di dalam


(34)

bokar, sehingga nilai bokar menjadi rendah. Bau busuk menyengat terjadi juga karena pertumbuhan bakteri pembusuk yang melakukan biodegradasi protein di dalam bokar menjadi amonia dan sulfida. Kedua hal tersebut terjadi karena bahan pembeku lateks yang digunakan saat ini tidak dapat mencegah pertumbuhan bakteri contohnya tawas dan pupuk tsp.

Demikian pula untuk karet, kontaminan bisa menyebabkan karet mudah teroksidasi, memperlemah elastisitas, menurunkan kekuatan tarik, dan ketahanan sobek dari vulkanisatnya. Sebagai contoh kasus untuk karet, tawas sebagai koagulan bisa dianggap sebagai kontaminan, karena di dalam tawas terkandung logam alkali yang bersifat sebagai pro-oksidan, serta berdampak menahan air yang memudahkan berkembangnya

mikroorganisme pengurai protein dan hidrokarbon karet. Itulah sebabnya mengapa koagulan yang disarankan hingga kini adalah asam semut, asam cuka atau asam lemah lainnya. Koagulan-koagulan tersebut tidak

berbahaya, bahkan meningkatkan mutu karena bersifat mendorong air atau serum untuk segera keluar dari koagulum, contoh lain yang sering terjadi di dalam bahan baku karet remah adalah sering bercampurnya pasir dan tanah ke dalam bokar secara sengaja maupun tidak disengaja. Untuk mengeluarkan kedua zat pengotor tersebut diperlukan serangkaian proses pengecilan dan pencucian yang banyak memerlukan air, listrik dan waktu proses. Dengan demikian, kontaminan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap mutu produk, namun juga memerlukan biaya tambahan untuk membersihkannya.


(35)

Penilaian mutu lump secara visual dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Bahan kimia yang dipakai

2. Kadar kotoran 3. Warna

4. Aroma

4. Teori Kesejahteraan

Unsur penting yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani adalah tingkat pendapatan petani. Upaya peningkatan pendapatan petani secara otomatis tidak selalu diikuti peningkatan kesejahteraan petani, karena kesejahteraan petani juga tergantung pada faktor-faktor non-finansial seperti faktor sosial budaya (Amaos, 2013).

Sajogyo (1997), menjelaskan kriteria kesejahteraan didasarkan pada pengeluaran per kapita per tahun, miskin apabila pengeluarannya lebih rendah nilai tukar 320 kg beras untuk daerah pedesaan, miskin sekali apabila pengeluarannya lebih rendah dari nilai tukar 240 kg beras untuk daerah pedesaan, dan paling miskin apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 180 kg beras untuk daerah pedesaan. Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subyektif, sehingga setiap orang yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (Sukirno, 1985). Kesejahteraan menggambarkan kepuasan seseorang karena mengkonsumsi pendapatan yang diperoleh. Pengukuran kesejahteraan dapat dilakukan terhadap kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan yang


(36)

bersifat kebendaan lainnya.

Peningkatan kesejahteraan petani tidak saja dipengaruhi faktor-faktor terkait dengan pertanian tetapi juga faktor-faktor non-pertanian.

Peningkatan kesejahteraan petani memiliki beberapa dimensi baik dari sisi produktifitas usahatani maupun dari sisi kerjasama lintas sektoral dan daerah. Berdasarkan capaian dan permasalahan yang telah dihadapi serta arah pembangunan yang akan datang, revitalisasi pertanian dan

peningkatan kesejahteraan petani menghadapi beberapa tantangan yang fundamental mulai dari optimalisasi lahan, sumberdaya alam dan

lingkungan hidup, ketersediaan infrastruktur, pupuk dan bibit sebagai input pertanian, penanganan dan antisipasi perubahan iklim dan bencana, akses permodalan hingga tataniaga pertanian yang lebih baik serta berpihak pada pertanian dan petani ( BAPPENAS, 2010).

Indikator Keluarga Sejahtera pada dasarnya berawal dari pokok pikiran yang terkandung di dalam undang-undang no. 10 tahun 1992 disertai asumsi bahwa kesejahteraan merupakan variabel gabungan yang terdiri dari berbagai indikator. Karena indikator yang dipilih akan digunakan oleh kader di desa, yang pada umumnya tingkat pendidikannya relatif rendah, untuk mengukur derajat kesejahteraan para anggotanya dan sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan intervensi, maka indikator tersebut selain harus memiliki validitas yang tinggi, juga dirancang sedemikian rupa, sehingga cukup sederhana dan secara operasional dapat dipahami dan dilakukan oleh masyarakat di desa. Menurut BKKBN


(37)

(1996), konsep kesejahteraan yang mengacu pada UU No. 10 pasal 1 ayat 11 Tahun 1992, menyebutkan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spirituil dan materiil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat serta lingkungan.

Menurut BKKBN ada beberapa tahapan keluarga sejahtera, yaitu : 1) Keluarga Pra Sejahtera (PS)

Yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan Dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan dasar bagi anak usia sekolah.

2) Keluarga Sejahtera I

Yaitu keluarga-keluarga yang baru dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya (socio psychological needs), seperti kebutuhan akan agama atau ibadah, kualitas makanan, pakaian, papan, penghasilan, pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana.

3) Keluarga Sejahtera II

Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar dan kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan perkembangannya (developmental needs), seperti kebutuhan untuk peningkatan


(38)

pengetahuan agama, interaksi dengan anggota keluarga dan lingkungannya, serta akses kebutuhan memperoleh informasi. 4) Keluarga Sejahtera III

Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangannya, namun belum dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, seperti memberikan sumbangan (kontribusi) secara teratur kepada masyarakat, dalam bentuk material dan keuangan untuk kepentingan sosial

kemasyarakatan, serta berperan serta secara aktif, seperti menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan-yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan dan sebagainya. 5) Keluarga Sejahtera III Plus

Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, yaitu kebutuhan dasar, sosial psikologis,

pengembangan serta aktualisasi diri, terutama dalam memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Sukirno (1985 dalam Adhayanti, 2006), menyatakan bahwa kesejahteraan adalah suatu yang bersifat subjektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda pula terhadap faktor-faktor yang menetukan tingkat kesejahteraan. Maslow (1984)

menyebutkan bahwa terdapat lima kelompok kebutuhan yang membentuk suatu hirarki dalam mencapai kesejahteraan yaitu (1) kebutuhan fisiologis yaitu pangan, sandang, dan papan, (2) kebutuhan sosial, perlu interaksi, (3)


(39)

kebutuhan akan harga diri, (4) pengakuan kesepakatan dari orang lain, dan (5) kebutuhan akan pemenuhan diri.

Mosher (1987), berpendapat bahwa tolok ukur yang penting dalam melihat kesejahteraan petani adalah pendapatan rumahtangga, sebab beberapa aspek dari kesejahteraan tergantung pada tingkat pendapatan petani. Besarnya pendapatan petani sendiri akan mempengaruhi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan, dan

lapangan pekerjaan. Tingkat pendapatan rumahtangga merupakan indikator penting untuk mengetahui tingkat hidup rumahtangga. Umumnya pendapatan rumahtangga di pedesaan tidak berasal dari satu sumber, tetapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan.

Menurut Bank Dunia (World Bank) orang yang per kapita income-nya kurang dari US$ 2 (1 US$ = Rp 11.000,-) sehari, dianggap miskin. Artinya yang bersangkutan setiap harinya hanya bisa memenuhi kebutuhan

hidupnya kurang dari US$ 2 sehari. Pemerintah Indonesia mempunyai ukuran lain untuk mendefinisikan arti kemiskinan. Kemiskinan itu didefiniskan dengan menghitung kebutuhan pangan seorang dalam sehari, diukur dengan satuan kalori, kemudian dikalikan dengan harga dan di US$-kan.

Kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (2007) adalah suatu kondisi dimana seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup. Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan


(40)

rakyat hanya dapat terlihat melalui suatu aspek tertentu. Oleh karena itu, kesejahteraan rakyat dapat diamati dari berbagai aspek yang spesifik yaitu:

a. Kependudukan

Penduduk merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan, karena dengan kemampuannya mereka dapat mengelola sumber daya alam sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup bagi diri dan keluarganya secara berkelanjutan. Jumlah

penduduk yang besar dapat menjadi potensi tetapi dapat pula menjadi beban dalam proses pembangunan jika berkualitas rendah. Oleh sebab itu, dalam menangani masalah kependudukan, pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah penduduk, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Di samping itu, program perencanaan pembangunan sosial di segala bidang harus mendapat prioritas utama untuk peningkatan

kesejahteraan penduduk b. Kesehatan dan gizi

Kesehatan dan gizi merupakan bagian dari indikator kesejahteraan penduduk dalam hal kualitas fisik. Kesehatan dan gizi berguna untuk melihat gambaran tentang kemajuan upaya peningkatan dan status kesehatan masyarakat dapat dilihat dari penolong persalinan bayi, ketersediaan sarana kesehatan, dan jenis pengobatan yang dilakukan. c. Pendidikan

Maju tidaknya suatu bangsa terletak pada kondisi tingkat pendidikan masyarakatnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan


(41)

semakin majulah bangsa tersebut. Pemerintah berharap tingkat pendidikan anak semakin membaik, dan tentunya akan berdampak pada tingkat kesejahteraan penduduk.

d. Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting untuk

menunjukkan kesejahteraan masyarakat dengan indikator keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan diantaranya adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). e. Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga

Pengeluaran rumah tangga juga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan, maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan. Pergeseran pola pengeluaran terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah, sebaliknya elastisitas permintaan terhadap barang bukan makanan pada umumnya tinggi. f. Perumahan dan lingkungan

Manusia membutuhkan rumah disamping sebagai tempat untuk berteduh atau berlindung dari hujan dan panas juga menjadi tempat berkumpulnya para penghuni yang merupakan satu ikatan keluarga. Secara umum, kualitas rumah tinggal menunjukkan tingkat

kesejahteraan suatu rumah tangga, dimana kualitas tersebut ditentukan oleh fisik rumah tersebut yang dapat terlihat dari fasilitas yang


(42)

mencerminkan kesejahteraan rumah tangga tersebut diantaranya dapat terlihat dari luas lantai rumah, sumber air minum, dan fasilitas tempat buang air besar. Kualitas perumahan yang baik dan penggunaan fasilitas perumahan yang memadai akan memberikan kenyamanan bagi penghuninya

g. Sosial, dan lain-lain

Indikator sosial lainnya yang mencerminkan kesejahteraan adalah persentase penduduk yang melakukan perjalanan wisata, persentase penduduk yang menikmati informasi dan hiburan meliputi menonton televisi, mendengarkan radio, membaca surat kabar, dan mengakses internet. Selain itu, persentase rumah tangga yang menguasai media informasi seperti telepon, handphone, dan komputer, serta banyaknya rumah tangga yang membeli beras murah/miskin (raskin) juga dapat dijadikan sebagai indikator kesejahteraan.

Wisata dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan seseorang, karena kegiatan tersebut menunjukkan pemanfaatan waktu luang yang tidak hanya digunakan untuk mencari nafkah. Sedangkan kepemilikan dan akses terhadap media informasi merupakan basis perkembangan pengetahuan seseorang yang dapat merubah pandangan dan cara hidupnya ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, kepemilikan dan akses terhadap media informasi juga dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan seseorang. Selain itu, persentase rumah tangga yang membeli raskin menunjukkan seberapa banyak rumah tangga yang


(43)

memanfaatkan program pemerintah dalam mensejahterakan rumah tangga miskin.

B. Kerangka Pemikiran

Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil

dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor

Kualitas merupakan suatu istilah yang selalu menjadi perhatian di dalam bisnis termasuk di dalam agribisnis. Dalam sistem agribisnis, kualitas tidak hanya berada di ujung sistem (hilir), namun harus diperhatikan sejak di on farm (tingkat usahatani) bahkan dalam pemilihan dan penggunaan input harus telah memerhatikan kualitas.

Upaya peningkatan kualitas merupakan faktor yang dapat dimasukan ke dalam kelompok faktor teknis yang mempengaruhi kualitas karet alam. Selain faktor teknis, kualitas karet alam juga dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi petani karet. Sedangkan faktor teknis terdiri dari faktor usahatani termasuk alat perlengkapan sadap, sistem sadap yang digunakan, waktu penyadapan, tenaga kerja, sistem stimulasi, waktu pemungutan hasil, pemupukan, dan bibit


(44)

yang digunakan, dan upaya-upaya atau inovasi yang dilakukan oleh petani untuk meningkatkan kualitas karet alam yang diproduksi.

Kualitas karet alam yang dihasilkan oleh petani karet rakyat beragam

kualitasnya, dan tidak semuanya memenuhi standar kualitas yang diinginkan oleh pasar. Untuk itu diperlukan peningkatan kualitas karet rakyat. Meskipun karet yang diterima konsumen akhir (dalam hal ini industri) dalam bentuk bahan setengah jadi, namun peningkatan kualitas tidak bisa hanya ditekankan pada produk akhir. Peningkatan kualitas karet harus dimulai di tingkat

usahatani dimana lateks dihasilkan. Berdasarkan indikator kesejahteraan dari BPS yang meliputi informasi tentang kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, konsumsi, perumahan, dan sosial budaya digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan.

Kerangka pemikiran analisis kualitas karet rakyat kaitannya dengan kesejahteraan petani karet rakyat di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan di sajikan pada Gambar 5.


(45)

Gambar 4. Kerangka pemikiran analisis kualitas karet rakyat kaitannya dengan kesejahteraan petani karet rakyat di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan.

Proses produksi

Output (Getah karet)

Kualitas

Tingkat Kesejahteraan

Indikator-indikator kesejahteraan BPS :

 Kependudukan

 Kesehatan

 Pendidikan

 Konsumsi

 Perumahan

 Ketenagakerjaan

 Sosial dan lain-lain

 Bahan kimia yang digunakan

 Kotoran yang terkandung dalam karet

 Warna

 Aroma/bau lump

Tanaman karet

Hubungan kualitas karet dengan tingkat

kesejahteraan

Lump

Pendapatan tidak di analisis


(46)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

Pertanian adalah perusahaan pertanian yang diselenggarakan oleh petani melalui pengelolaan faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang bertujuan untuk menghasilkan produksi dan pendapatan dengan mengusahakan tanaman pertanian sebagai tanaman utama.

Lateks kebun adalah getah pohon karet yang diperoleh dari pohon karet (Hevea brasiliensis M), berwarna putih dan berbau segar.

Lump adalah gumpalan karet di dalam mangkok sadap atau penampung lain yang diproses dengan cara penggumpalan dengan asam semut atau bahan penggumpal lain, atau penggumpalan alami.

Kualitas adalah keseluruhan fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan yang terlihat atau yang tersamar.

Kualitas lump diukur dengan penampilan visual yang meliputi warna, kadar kotoran, aroma dan bahan kimia yang dipakai.


(47)

Kadar kotoran adalah untuk mengetahui tingkat pengotoran bahan olah karet dari bahan bukan karet seperti pasir, tanah, batu, ranting, daun, tatal sadap dan sebagainya.

a) Tidak terlihat sekor (3) b) Terlihat samar sekor (2) c) Terlihat jelas sekor (1)

Aroma atau Bau dimaksudkan adalah bau busuk yang keluar dari leteks kebun yang ditentukan dengan mencium langsung bau dapat menentukan tingkat kesegaran dari lateks kebun yang diuji.

a) Berbau segar sekor (3) b) Berbau busuk sekor (2)

c) Berbau busuk menyengat sekor (1)

Pembeku adalah koagulum karet alam yang diperoleh dari penggumpalan lateks kebun dengan bahan penggumpal atau menggumpal secara alami di dalam mangkuk atau wadah lain yang dilakukan di kebun.

a) Asam semut sekor (3) b) Tawas sekor (2) c) Pupuk tsp sekor (1)

Warna adalah kriteria secara visual dengan menampilkan warna yang terlihat pada lump.

a) Putih sekor (3) b) Kuning sekor (2) c) Coklat sekor (1)


(48)

Total skor adalah hasil pemberian angka yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item.

Kesejahteraan adalah suatu kondisi dimana seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup. Menurut BPS (2007), kesejahteraan rakyat dapat diamati dari berbagai aspek seperti kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan,

konsumsi/pengeluaran rumah tangga, perumahan dan lingkungan, sosial dan lain-lain. Kesejahteraan diukur dalam satuan skor.

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Negeri Baru dan Desa Negeri Batin Kabupaten Way Kanan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) atas dasar pertimbangan bahwa :

1. Kabupaten Way Kanan merupakan daerah paling banyak pertama produksi karet rakyat pada tahun 2011 di Provinsi Lampung.

2. Kecamatan Belambangan Umpu belum banyak dilakukan penelitian mengenai kualitas karet rakyat.

Setelah melakukan pencarian data awal (prasurvey), maka diperoleh bahwa jumlah petani di Desa Negeri Baru terdapat 312 petani, dengan rincian 12 kelompok petani yang masing-masing terdiri dari 26 anggota pada tiap kelompok dan Desa Negeri batin terdapat 286 petani, dengan rincian 10 kelompok petani yang masing-masing terdiri dari 26 anggota pada tiap kelompok (BP3K Belambangan Umpu, 2011).


(49)

Oleh karena jumlah populasi petani yang cukup besar, maka jumlah petani responden yang diambil dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2000). Adapun rumus Slovin, yaitu:

n = N____ 1 + N. e2

Keterangan :

n = jumlah sampel N = jumlah populasi

e2 = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditolerir

Berdasarkan perhitungan rumus Slovin di atas dengan menggunakan 10% derajat kesalahan maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 85 petani. Jumlah petani sampel per desa diambil dengan metode random sampling.

Perincian jumlah responden petani karet dari masing-masing desa dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

ni = _Ni_ N

Dimana:

ni= jumlah sampel desa ke-i Ni= jumlah petani desa ke-i N = jumlah populasi petani karet

Dari perhitungan menggunakan rumus tersebut maka jumlah sampel Desa Negeri Baru 45 petani dan Desa Negeri Batin 40 petani. Responden


(50)

penelitian terdiri dari petani yang berusahatani karet di Negeri Baru dan Desa Negeri Batin Kecamatan Belambangan Umpu. Responden petani dipilih secara acak sederhana (Simple Random Sampling). Teknik ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa populasi dianggap homogen dalam hal : (1) semua petani menggunakan teknik budidaya yang sama, (2) semua petani bermaksud menjual produknya, dan (3) semua petani mencari keuntungan dalam menjual produknya. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2013.

Klasifikasi data lapangan dirumuskan berdasarkan pada rumus Sturges (dalam Dajan, 1986) dengan rumus :

Keterangan :

Z = interval kelas X = nilai tertinggi Y = nilai terendah

K = banyaknya kelas atau kategori

Banyaknya kelas (k) dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja yakni sebanyak 3 kelas. Hal ini berdasarkan pertimbangan untuk memudahkan pengkalsifikasian dikarenakan pengukuran tingkat kinerja dan tingkat pesepsi menggunakan skala Likert. Untuk penentuan klasifikasi kelas dalam penelitian ini, maka akan digunakan modus, dan rata-rata. Modus digunakan untuk melihat data yang sering muncul dengan pertimbangan menyesuaikan kondisi secara umum di lapangan. Rata-rata digunakan untuk melihat suatu angka di sekitar mana nila-nilai dalam suatu distribusi memusat.


(51)

C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan metode survei. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari petani melalui

wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) sebagai alat bantu pengumpulan data, sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait dengan penelitian seperti kantor

kelurahan/desa setempat, Dinas Pertanian Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Belambangan Umpu dan BPS Lampung.

D. Metode Analisis Data

Untuk menjawab tujuan 1 dapat dilihat indikator kualitas lump petani karet rakyat di Desa Negeri Baru dan Negeri Batin Kecamatan Belambangan Umpu

Kabupaten Way Kanan sebagai berikut pada Tabel 6.

Tabel 6. Indikator kualitas lump petani karet rakyat di Desa Negeri Baru dan Negeri Batin.

No Indikator kualitas lump Kelas

1 Bahan kimia yang digunakan a. Asam semut (3)

b. Tawas (2) c. Pupuk tsp (1)

Baik (10-12) Cukup (7-9) Buruk (4-6) 2 Kadar kotoran pada lump

a. Tidak terlihat (3) b. Terlihat samar (2) c. Terlihat jelas (1)

3 Aroma atau bau yang terasa a. Bau segar (3)

b. Bau busuk (2)

c. Bau busuk menyengat (1) 4 Warna pada lump

a. Putih (3) b. Kuning (2) c. Coklat (1)


(52)

Indikator kualitas lump dapat dilihat melalui pemakaian pembeku yang sudah dianjurkan pemerintah. Pada umumnya petani karet selama ini menggunakan pembeku lateks yang murah dan mudah didapat di pasaran yang dapat

menyerap air dalam jumlah banyak sehingga lump yang diperoleh menjadi berat. Padahal tingginya kadar air dalam lump dapat meningkatkan kadar abu ataupun kadar kotoran, terutama kalau air yang diserap berupa air kotor. Penggunaan pembeku lateks seperti pupuk fosfat maupun tawas akan

meningkatkan kadar abu atau kadar kotoran yang sangat signifikan sehingga menyebabkan turunnya kualitas lump. Namun, petani karet rakyat banyak yang menganggap pemakaian pembeku pada lateks tidak terlalu penting karena menurut mereka semua pembeku sama saja kegunaannya. Petani karet di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan banyak memakai pembeku yang tidak di anjurkan pemerintah, di samping itu penggunaan pupuk tsp maupun tawas menyebabkan terputusnya rantai polimer karet, sehingga

lump menjadi rapuh dan karet menjadi mudah putus atau tingkat elastisitasnya manjadi rendah. Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkebunan menganjurkan untuk menggunakan asam semut (formic acid) sebagai pembeku lateks.

Beberapa keunggulan pembeku lateks yang dianjurkan antara lain: 1. Kelarutannya sangat tinggi sehingga penggunaannya relatif mudah. 2. Tidak membahayakan kesehatan pekerja ( walaupun tersentuh tangan

langsung ) dan tidak merusak tanaman.

3. Ramah lingkungan karena tidak menimbulkan pencemaran. 4. Menghasilkan lump yang lebih lunak/elastis, tidak mudah putus.


(53)

5. Warna lump tetap bersih dan tidak begitu berbau.

6. Ampas/endapan pembeku lateks dapat digunakan sebagai pupuk.

7. Kadar kotorannya kurang dari 0,01 %, sehingga mudah untuk membuat karet yang berkualitas tinggi sehingga dapat memasuki pasaran ekspor di Eropa.

Dampak yang dihasilkan pada pemakaian pembeku tidak sesuai anjuran yaitu dapat bermutu buruk, aroma yang dihasilkan sangat busuk, demikian kualitas

lump mereka sangat rendah dan harga jualpun terlampau rendah.

1. Untuk menjawab tujuan 2 dilakukan pengujian tingkat kesejahteraan petani karet rakyat dengan memakai Badan Pusat Statistik (2007), pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Selain itu, indikator lain yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan rumah tangga disesuaikan oleh informasi tentang kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, pola konsumsi atau pengeluaran rumah tangga, perumahan dan lingkungan, dan sosial lainnya. Klasifikasi kesejahteraan yang digunakan terdiri dari dua klasifikasi, yaitu rumah tangga dalam kategori sejahtera dan belum sejahtera.

Masing-masing klasifikasi ditentukan dengan cara mengurangkan jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah. Hasil pengurangan dibagi dengan jumlah klasifikasi atau indikator yang digunakan. Kesejahteraan masyarakat dikelompokan menjadi dua yaitu sejahtera dan belum sejahtera. Rumus penentuan range skor adalah :


(54)

RS = __SkT – SkR__ JKl

Dimana :

RS = Range skor

SkT = Skor tertinggi ( 7 x 3 = 21 ) SkR = Skor terendah ( 7x 1 = 7)

JKl = Jumlah klasifikasi yang digunakan (2)

Hasil perhitungan berdasarkan rumus di atas diperoleh Range Skor (RS sama dengan 7), sehingga dapat dilihat interval skor yang akan

menggambarkan tingkat kesejahteraan rumah tangga. Hubungan antara interval skor dan tingkat kesejahteraan adalah :

Skor antara 7 – 14 : Rumah tangga petani pada usahatani karet belum sejahtera.

Skor antara 15 -21: Rumah tangga petani pada usahatani karet sejahtera.

Untuk tiap-tiap indikator sendiri dapat diketahui tingkat kesejahteraan masing-masing indikator di dalam keluarga apakah rendah, sedang atau tinggi sesuai dengan skor masing-masing indikator tersebut (BPS, 2007).

Tabel 7. Indikator tingkat kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik dan Susenas 2007 disertai variabel, kelas dan skor.

No Indikator Kesejahteraan Kelas Skor

1. Kependudukan Baik 3

1. Status sebagai kepala keluarga: (10-12) a. suami istri (3) b. Duda (2) c. Janda (1)

Jumlah anggota keluarga yang ikut tinggal: Cukup 2

a. ≤ 4 orang (3) b. 5 orang (2) c. ≥ 5 orang (1) (7-9)

Berapa tanggungan dalam keluarga:

a. ≤ 4 orang (3) b. 5 orang (2) c. ≥ 5 orang (1) Kurang 1

Jumlah orang yang ikut tinggal: (4-6) a. 1 orang (3) b. 2 orang (2) c. ≥ orang (1)


(55)

Tabel 7. Lanjutan

Pendapatan mengenai gizi selain karbohidrat: a. perlu (3) b. kurang perlu (2) c. Tidak perlu (1) Anggota keluarga mengalami keluhan kesehatan: a. tidak (3) b. kadang-kadang (2). c. ya (1)

Keluhan kesehatan menurunkan aktivitas sehari-hari: Baik 3 a. tidak (3) b. kadang-kadang (2). c. ya (1) (26-33) Keluhan setiap bulannya menyediakan dana untuk

kesehatan: Cukup 2

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak pernah (1) (18-25) Sarana kesehatan yang ada: Kurang 1 a. rumah sakit (3) b. Puskesmas (2) c. posyandu (1) (10-17) Tenaga kesehatan yang biasa digunakan keluarga:

a. dokter (3) b. Bidan (2) c. dukun (1) Tempat persalinan bayi:

a. bidan (3) b. dukun (2) c. rumah (1) Tempat keluarga memperoleh obat:

a. peskesmas (3) b. dukun (2) c. obat warung (1) Biaya obat:

a. terjangkau (3) b. cukup terjangkau (2) c. sulit terjangkau (1) Arti kesehatan bagi keluarga:

a. penting (3) b. kurang penting (2) c. tidak penting (1) 3. Pendidikan

Anggota keluarga berusia 15 tahun ke atas lancar membaca–

dan menulis: Baik 3

a. lancar (3) b. kurang lancar (2) c. tidak lancar (1) (17-21) Pendapat mengenai pendidikan putra-putri:

a. penting (3) b. kurang penting (2) c. tidak penting (1)

Kesanggupan mengenai pendidikan: Cukup 2 a. sanggup (3) b. kurang sanggup (2) c. tidak sanggup (1) (12-16) Jenjang pendidikan tinggi: Kurang 1 a. perlu (3) b. kurang perlu (2) c. tidak perlu (1) (711) Sarana pendidikan anak:

a. memadai (3) b. kurang memadai (2) c. tidak memadai (1) Rata-rata jenjang pendidikan anak:

a. ≥ SMP (3) b. SD (2) c. tidak tamat SD (1)

Perlu pendidikan luarr sekolah:

a. perlu (3) b. kurang perlu (2) c. tidak perlu (1) 4. Ketenagakerjaan

Jumlah orang yang bekerja dalam keluarga:

a. ≥ 3 orang (3) b. 2 orang (2) c. 1 orang (1)

Jumlah jam dalam seminggu untuk melakukan pekerjaan: Baik 3 a. > 35 jam (3) b. 31-35 jam (2) c. < 30 jam (1) (17-21) Selain berusaha anggota keluarga melakukan pekerjaan–

tambahan: Cukup 2

a. ya (3) b. sedang mencari (2) c. tidak ada (1) (12-16) Jenis pekerjaan tambahan:


(56)

Tabel 7. Lanjutan

a. wiraswasta (3) b. buruh (2) c. tidak ada (1)

Waktu dalam melakukan pekerjaan tambahan: Kurang 1 a. sepanjang tahun (3) b. setelah musim garap (2)

c. tidak tentu (1) (7-11)

Pendapat mengenai pekerjaan memerlukan keahlian: a. ya (3) b. kurang perlu (2) c. tidak (1)

Pendapat tentang upah yang diterima:

a. sesuai (3) b. belum sesuai (2) c. tidak sesuai (1) 5. Konsumsi/pengeluaran Rumah Tangga

Keluarga mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan

pokok: Baik 3

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak (1) (15-18) Konsumsi daging/susu/ayam per minggu: Cukup 2 a. rutin (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak/jarang (1) (10-14) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari: Kurang 1 a. gas (3) b. minyak tanah (2) c. kayu bakar (1) (6-9) Kecakupan pendapatan keluarga per bulan untuk konsimsi–

pangan dan non-pangan:

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak cukup (1) Keluarga menyisakan dana untuk kebutuhan sandang- dan perumahan:

a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak (1)

Pendapatan per bulan dapat ditabung atau untuk menanam modal: a. ya (3) b. kadang-kadang (2) c. tidak (1)

6. Perumahan dan Lingkungan Status rumah tempat tinggal:

a. milik sendiri (3) b. menyewa (2) c. menumpang (1) Status tanah tempat tinggal:

a. milik sendiri (3) b. menyewa (2) c. menumpang (1) Jenis perumahan:

a. permanen (3) b. semi permanen (2) b. sangat sederhana (1) Jenis dinding rumah:

a. semen (3) b. papan (2) c. geribik (1) Baik 3 Rata-rata lantai mencukupi setiap anggota keluarga: (26-33) a. ya (3) b. belum (2) c. tidak (1)

Jenis penerangan yang digunakan: Cukup 2 a. listrik (3) b. patromak (2) c. lampu teplok (1) (18-25) Jenis sumber air minum dalam keluarga:

a. PAM/ledeng (3) b. sumur (2) c. sungai (1) Kepemilikan WC:

a. ya (3) b. menumpang (2) c. tidak (1) Kurang 1

Jenis WC yang digunakan: (10-17)

a. WC jongkok (3) b. WC cemplung (2) c. sungai (1) Tempat pembuangan sampah:

a. lubang sampah (3) b. pekarangan (2) c. sungai (1) 7. Sosial dan lain-lain


(57)

Tabel 7. Lanjutan

a. tersedian dan dimanfaatkan (3) b. tersedia dan tidak dimanfaatkan (2) c. tidak tersedia (1)

Hubungan dengan penganut agama lain: Baik 3 a. baik (3) b. cukup baik (2) c. tidak baik (1) (17-21) Keamanan lingkungan sekitar: Cukup 2 a. aman (3) b. cukup aman (2) c. tidak aman (1) (12-16)

Sarana hiburan: Kurang 1

a. TV (3) b. radio (2) c. tidak ada (1) (7-11) Akses tempat wisata:

a. mudah dan sering (3) b. mudah tapi tidak sering (2) c. tidak pernah (1)

Fasilitas olahraga:

a. tersedia dan dimanfaatkan (3) b. tersedia dan tidak dimanfaatkan (2) c. tidak tersedia (1)

Biaya untuk hiburan dan olahraga; a. mudah (3) b. cukup (2) c. sulit (1)

Sumber: Indikator kesejahteraan rakyat dalam Badan Pusat Statistik Susenan 2007

2. Untuk menjawab tujuan 3 dilakukan analisis chi-square untuk menguji hubungan kualitas karet dan kesejahteraan. Uji chi-square adalah salah satu uji statistik non parametik yang cukup sering digunakan dalam penelitian. Uji chi-square ini biasa diterapkan untuk pengujian kenormalan data, pengujian data yang berlevel nominal atau untuk menguji perbedaan dua atau lebih proporsi sampel. Uji chi-square diterapkan pada kasus dimana akan diuji apakah frekuensi yang akan di amati (data observasi) berbeda secara nyata ataukah tidak dengan frekuensi yang diharapkan (expected value). Chi-square Test atau Uji Chi-square adalah teknik analisis yang digunakan untuk menentukan perbedaan frekuensi observasi (Oi) dengan frekuensi ekspektasi atau frekuensi harapan (Ei) suatu kategori tertentu. Uji ini dapat dilakukan pada data diskrit atau frekuensi.


(58)

Pengertian chi-square atau chi-kuadrat lainnya adalah sebuah uji hipotesis tentang perbandingan antara frekuensi observasi dengan frekuensi harapan yang didasarkan oleh hipotesis tertentu pada setiap kasus atau data. Chi-kuadrat adalah pengujian hipotesis tentang perbandingan antara frekuensi sampel yang benar–benar terjadi (Haryono,1994). Chi-kuadrat biasanya di dalam frekuensi observasi berlambangkan dengan frekuensi harapan yang didasarkan atas hipotesis dilambangkan. Ekspresi matematis tentang distribusi chi-kuadrat hanya tergantung pada suatu parameter, yaitu derajat kebebasan (d.f.).

Chi-kuadrat mempunyai masing–masing nilai derajat kebebasan, yaitu distribusi (kuadrat standard normal) merupakan distribusi chi kuadrat dengan d.f. = 1, dan nilai variabel tidak bernilai negative. Kegunaan dari

chi-square untuk menguji seberapa baik kesesuaian diantara frekuensi yang teramati dengan frekuensi harapan yang didasarkan pada sebaran yang akan dihipotesiskan, atau juga menguji perbedaan antara dua kelompok pada data dua kategori untuk dapat menguji signifikansi asosiasi dua kelompok pada data dua katagorik tersebut (Sri,1990).

Syarat agar uji Chi-square dapat digunakan adalah jumlah sel yang nilai espektasinya kurang dari 5 tidak ebih dari 20 % dari sel yang ada. Namun apabila hal ini terjadi di SPSS akan memberikan peringatan dan anda harus menggunakan uji chi-square dengan koreksi.


(59)

Keterangan :

O = frekuensi hasil observasi E = frekuensi yang diharapkan.

Nilai E = (Jumlah sebaris x Jumlah Sekolom) / Jumlah data df = (b-1) (k-1)

Kriteria pengambilan keputusan :

x2hitung ≥ x2tabel, maka tolak Ho, artinya kualitas berpengaruh nyata terhadap

kesejahteraan.

x2hitung ≤ x2tabel, maka terima Ho, artinya kualitas tidak berpengaruh nyata terhadap


(60)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A.Letak Geografis

Desa Negeri Baru yang merupakan salah satu desa berpotensial dalam bidang perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri Batin pada umumnya bekerja sebagai petani. Desa Negeri Baru merupakan

kampung transmigrasi yang terletak di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung dengan batas wilayah :

a. sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Umpu Bhakti, b. sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Banjar Dewa, c. sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Lebak Dalem, d. sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Mekarsari.

Luas wilayah Desa Negeri Baru yaitu 8,5 km2 yang terdiri dari 3 (tiga) desa dan 12 RT dengan rincian sebagai berikut:

a. Kampung 01 terdiri dari 4 RT b. Kampung 02 terdiri dari 5 RT c. Kampung 03 terdiri dari 3 RT.

Desa Negeri Batin baru terletak di sebelah utara Ibukota Kabupaten Way Kanan dengan batas-batas sebagai berikut :


(61)

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kampung Gunung Sari b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pagar Dewa c. Sebelah timur berbatasan dengan Kampung Mekar Sari Jaya d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Sumber Rejo

Luas wilayah Negeri Batin yaitu 6,5 km2 yang terdiri dari 3 (tiga) kampung dan 12 RT dengan rincian sebagai berikut:

a. Kampung 01 terdiri dari 5 RT b. Kampung 02 terdiri dari 4 RT c. Kampung 03 terdiri dari 3 RT.

B.Topografi dan Iklim

Desa Negeri Baru merupakan desa sekitar hutan yang berjarak 10 Km dari Ibukota Kabupaten Way Kanan dan 12 km dari Kecamatan Belambangan Umpu. Kondisi iklim Desa Negeri Baru terletak pada ketinggian tempat 1500 m dpl. Suhu rata-rata Desa Negeri Baru berkisar 25-30 oC. Desa Negeri Batin merupakan kampung yang berjarak 21 Km dari Ibukota Kabupaten Way Kanan dan 7 Km dari Kecamatan Belambangan Umpu. Kondisi iklim Desa Negeri Batin terletak pada ketinggian tempat 1500 m dpl. Suhu rata-rata Desa Negeri Batin berkisar 25-30 o

C.

C.Gambaran Umum Demografis

Jumlah penduduk Desa Negeri Baru adalah 1.614 orang sedangkan penduduk di Desa Negeri Batin berjumlah 1.565 orang. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)


(62)

berdasarkan komposisi penduduk, usia penduduk dibedakan menjadi tiga

kelompok, yaitu: usia (0-14 thn) belum produktif, usia (15-64) produktif, dan usia (± 65) tidak produktif. Berdasarkan jumlah tersebut, rata-rata penduduk di kedua desa berada pada usia produktif. Penduduk berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Penduduk Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin Berdasarkan Rentang Usia, Tahun 2013.

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa penduduk Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin didominasi oleh penduduk usia 15-64 tahun. Penduduk usia produktif di Desa Negeri Baru sebanyak (62,58%) sedangkan penduduk dengan usia produktif di Desa Negeri Batin mencapai (64,22%). Dengan demikian, penduduk dengan usia produktif di Desa Negeri Batin lebih banyak dibandingkan Desa Negeri Baru. Tingkat

pendidikan penduduk Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin tergolong baik. Beberapa penduduk telah mengenyam tingkat pendidikan lanjutan (Diploma dan Sarjana). Penduduk berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9.

No. Rentang Usia (thn)

Desa Negeri Baru

Jml (org) (%)

Desa Negeri Batin Jml (org)

(%)

1 0-14 402 24,90 353 22,55

2 15-64 1010 62,58 1005 64,22

3 ≥ 65 202 12,52 207 13,23


(63)

Tabel 9. Penduduk Desa Negeri Baru dan Desa Negeri Batin Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2013.

No Tingkat Desa Negeri Baru Desa Negeri Batin Pendidikan Jml (org) (%) Jml (%) 1 SD/Sederajat 215 25,06 280 33,49 2 SLTP/Sederajat 305 35,55 315 37,68 3 SLTA/Sederajat 255 29,72 209 25,00 4 D1-D3 58 6,76 25 2,99 5 S1-S3 25 2,91 7 0,84 Total 858 100 836 100

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa penduduk di Desa Negeri Baru dan Negeri Batin didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendidikan SLTP/ Sederajat. Bila dibandingkan dengan Desa Negeri Batin, penduduk di Desa Negeri Baru telah banyak yang mengenyam pendidikan tinggi (D1 sampai S3) yaitu mencapai (6,76%).

Sedangkan di Desa Negeri batin penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi sebanyak (2,99%).

Usia dan pendidikan petani akan berpengaruh pada pertimbangan petani untuk melakukan peningkatan terhadap kualitas karet. Petani dengan usia produktif dan berpengalaman dalam berusahatani karet cenderung akan melakukan peningktan kualitas karet. Demikian pula pada petani dengan pendidikan tinggi maka melakukan peningkatan kualitas karet agar memperoleh penghasilan yang tinggi. Penduduk Desa Negeri Baru sebagian besar berprofesi sebagai petani. Berikut adalah tabel data mata pencaharian penduduk di Desa Negeri Baru.


(64)

Tabel 10. Data mata pencaharian penduduk di Desa Negeri Baru Tahun 2013 No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Bertani 1201 93,41 2 Buruh Tani 81 2,36

3 Buruh Swasta 29 0,85 4 Pegawai Negeri 59 1,72

5 Pengrajin 6 0,18 6 Pedagang 25 0,73

7 Peternak 5 0,15 8 Montir 10 0,29

9 Bidan 4 0,12 10 Perawat 4 0,12 11 Dukun Bayi 2 0,06 Total 1426 100

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa di Desa Negeri Baru bertani merupakan mata pencaharian utama masyarakatnya yaitu mencapai (93,41%). Mata pencaharian terbesar berikutnya adalah Buruh Tani yaitu (2,36%). Dengan demikian, secara keseluruhan bertani merupakan pekerjaan yang mendominasi penduduk Desa Negeri Baru.

Hal yang sama ditemui pada penduduk Desa Negeri Batin, mata pencaharian utama penduduk Desa Negeri Batin juga adalah petani yaitu sebanyak 598 orang (62,68%). Jumlah penduduk menurut pencaharian di Desa Negeri Batin tahun 2013 seperti disajikan pada Tabel 11.


(65)

Tabel 11. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Negeri Batin, Tahun 2013.

No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Pegawai Negeri sipil 14 1,47 2 Karyawan Swasta 19 1,99 3 TNI 2 0,21 4 POLRI 3 0,31 5 Pedagang 5 0,52 6 Petani 598 62,68 7 Buruh Tani/ Harian Lepas 210 22,01 8 Pertukangan 25 2,62 9 Pensiunan 2 0,21 10 Tenaga Honor 47 4,93 11 Jasa 29 3,04 Total 954 100

Mata pencaharian yang umum di Desa Negeri Batin dan Negeri Baru adalah petani. Dengan demikian petani di kedua desa memiliki pertimbangan-pertimbangan yang sama untuk melakukan peningkatan kualitas karet untuk memperoleh harga yang tinggi.

D.Jenis Lahan Pertanian

Tanah di Desa Negeri Baru sebagian besar berwarna merah dan hitam. Tekstur tanah adalah debuan dengan tingkat kedalaman 2 m. Lahan pertanian karet di Desa Negeri Baru tanah perkebunan yaitu seluas 1.567 ha. Lahan pertanian lain di Desa Negeri Baru yaitu kebun kelapa sawit dengan luas lebih dari 570 ha.

Tabel 12 menunjukkan bahwa komoditas perkebunan utama di Desa Negeri Baru adalah perkebunan karet. Hal ini didukung oleh luasnya areal perkebunan karet.


(66)

Komoditi pertanian lainnya yang banyak diusahakan penduduk Desa Negeri Baru adalah kelapa sawit dan singkong.

Tabel 12. Luas Lahan Tanaman Pertanian Utama di Desa Negeri Baru, tahun 2013. No Jenis Penggunaan Luas Lahan (Ha)

1 Karet 1.567 2 Sawit 570 3 Singkong 15

Lahan pertanian di Desa Negeri Batin meliputi tanah kering. Luas lahan karet mencapai 1.097 ha. Luas lahan untuk kebun kelapa sawit yaitu 807 ha. Lahan yang digunakan penduduk untuk tanaman singkong mencapai 9 ha. Tanaman perkebunan utama di Desa Negeri Batin adalah tanaman karet yaitu mencapai 1.097 ha.

Tabel 13. Luas Tanaman Pertanian Utama dan Luas Lahan di Desa Negeri Batin, tahun 2013.

No Jenis Tanaman Luas Lahan (ha) 1 Karet 1.097 2 Sawit 807 3 Singkong 9

Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa luas lahan tanaman perkebunan di Desa Negeri Batin lebih kecil dibandingkan Desa Negeri Baru yang mencapai 1.567 ha, sedangkan Desa Negeri Batin hanya mencapai 1.097 ha. Namun, untuk memenuhi kebutuhan tumah tangga umumya penduduk di Desa Negeri Batin selain berusahatani karet, juga berusahatani perkebunan kelapa sawit.


(1)

dilakukan per tiga bulan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan tanaman karet tersebut.

Penyadapan karet oleh buruh sadap karet dilakukan pada waktu pagi hari yaitu 2 hari sekali, dan pengambilan cup lump biasanya dilakukan pada sore hari. Rata-rata tenaga kerja yang digunakan oleh petani karet adalah tenaga kerja dalam keluarga. Petani yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga untuk upahnya dengan sistem bagi hasil 3:1 (2 untuk pemilik dan 1 untuk upah pekerja), artinya upah berdasarkan hasil cup lump yang dikumpulkan dikali dengan harga yang diterima petani setelah karet dijual. Penyadapan yang dilakukan oleh petani tidak mengikuti norma penyadapan seperti sistem sadap, tataguna panel, konsumsi kulit, dan kedalaman sadap. Hal tersebut mengakibatkan umur produktif pohon karet yang dimiliki petani karet lebih pendek dari seharusnya (25 tahun).

Hasil sadapan karet yang berupa cup lump dan setelah dikumpulkan kemudian diberikan asam cuka, tawas atau pupuk Tsp untuk membekukan cup lump. Cup lump yang sudah diberi asam cuka, tawas atau pupuk Tsp dan hasilnya siap untuk dijual. Asam cuka, tawas atau pupuk Tsp diperoleh dari pedagang pengumpul, dengan cara dibeli melalui pemotongan satu atau dua kilo karet saat penimbangan.

Penanganan penyakit pada pohon karet tidak dilakukan karena kurangnya

pengetahuan petani yang disebabkan tidak adanya penyuluhan/pelatihan bagi petani karet rakyat sehingga hasil yang diperoleh petani masih rendah. Biasanya petani menjual hasil sadapan setelah satu minggu. Penjualan dilakukan seminggu sekali


(2)

55

agar hasil yang dijual lebih banyak sehingga uang yang diterima petani karet rakyat juga dinilai lumayan oleh petani karet tersebut dibandingkan dengan menjual harian. Petani karet rakyat pada Desa Negeri Baru dan Negeri Batin ini menjual hasil lump mereka dengan cara menunggu pengepul/tengkulak datang kerumah pada hari-hari tertentu.


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:

1. Rata-rata kualitas karet rakyat di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan tergolong dalam kategori cukup.

2. Petani karet rakyat di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan rata-rata termasuk dalam kategori sejahtera.

3. Kualitas karet rakyat di Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani karet rakyat di Kecamatan tersebut pada tingkat kepercayaan 85 persen.

B. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Petani karet rakyat hendaknya memakai pembeku asam semut dan tidak mencampur lump dengan kotoran.


(4)

83

2. Pemerintah dapat menerapkan Permendag No 53/M-DAG/PER/10/2009 tentang persyaratan teknis bokar agar kualitas karet terjamin dan pendapatan semakin meningkat.

3. Peneliti lain disarankan agar membahas lebih lanjut tentang kualitas slab,

sheet dan sejenisnya, dengan ini peneliti dapat meningkatkan ilmu dan hasil


(5)

Agromedia. 2007. Pemilihan Bibit Yang Tepat Hasilkan Karet Berkualitas. http://www.agromedia.net/Info/pemilihan-bibit-yang-tepat-hasilkan-karet-berkualitas.html. Diakses tanggal 14 April 2013

Badan Pusat Statistik. 2004. Daftar Pertanyaan Susenas. Badan Pusat Statistik. Jakarta

Badan Pembangunan Nasional, 2010. Revitalisasi Pertanian dan Peningkatan Kesejahteraan Petani. http://els.bappenas.go.id/. Diakses tanggal 5 Desember 2011.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia 2007- 2011:

Karet (Rubber). Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen

Pertanian. Jakarta

Fransisca, D. 2010. UJI BEDA PROPORSI (CHI – SQUARE), (tersedia pada URL:

http://dekafransiscamarthadewi.blogspot.com/2010/06/uji-beda-proporsi-chi-square.html. Diakses tanggal 6 november 2011

Gabungan Perusahaan Karet Indonesia. 2012. Pengelolaan Bahan Olah Karet. Bandar Lampung

Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta.

Pusat Penelitian Perkebunan Sungei Putih. 1992. Laporan Hasil Penelitian Pusat

Penelitian Perkebunan Sungei Putih. Medan.

Soekartawi. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta. 253 halaman.

Mubyarto.1995. Pengantar Ekonomi Pertanian.Edisi III. LP3ES. Jakarta. Soekartawi. 2001. Agribisnis. Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pers Universitas


(6)

Setyamijaja, D. 1993. Karet. Kanisius. Yogyakarta

Render, B dan Jay Heyzer. 2004. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Edisi Ketujuh. Salemba Empat. Jakarta

Sukirno. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta

Hadi, S. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Akuntansi Keuangan Edisi Pertama. Ekonisia. Yokyakarta

Tim Penulis PS. 1992. Kelapa Sawit, Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan

Aspek Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta

Heizer, J dan Render Barry. 2004. Manajemen Operasi. Salemba Empat. Jakarta Anonimous. 2008. Soeharto dan Swasembada Pangan .

pangan/(online). Diakses tanggal 11 Maret 2014.

Sayogyo. 1997. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. LPSB-IPB. Bogor

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1996. Panduan Pemb. Keluarga

Sejahtera Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan. Kantor Menteri Negara

Kependudukan/BKKBN. Jakarta

Mosher. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Yasguna. Jakarta

Umar. 2000. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen Cetakan Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta