ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KARET (Havea brasiliensis) RAKYAT DI KECAMATAN BAHUGA KABUPATEN WAY KANAN

(1)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KARET (Havea brasiliensis) RAKYAT DI KECAMATAN BAHUGA KABUPATEN WAY KANAN

Oleh

LIDIA SINARYA MANULLANG

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(2)

ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KARET (Havea brasiliensis) RAKYAT DI KECAMATAN BAHUGA KABUPATEN WAY KANAN

Oleh

Lidia Sinarya Manullang

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar pada pemasaran karet rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan. Lokasi penelitian Kecamatan Bahuga dipilih secara sengaja karena merupakan sentral produksi karet di Provinsi Lampung. Responden petani karet sebanyak 51 orang dipilih secara acak sederhana dari dua desa dan responden lembaga perantara pemasaran sebanyak 7 orang didapatkan dengan mengikuti alur pemasaran. Analisis data yang digunakan adalah analisis efisiensi sistem

pemasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pemasaran karet (havea brasiliensis) rakyat di Kabupaten Way Kanan belum efisien, yaitu struktur pasar yang terbentuk adalah pasar oligopsoni, perilaku pasar menunjukkan bahwa petani karet tidak mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil panennya, dan keragaan pasar menunjukkan bahwa terdapat lima saluran pemasaran dengan marjin relatif besar, rasio profit marjin tidak merata dan elastisitas transmisi harga sebesar 0,64. Kata kunci: efisiensi pemasaran, karet rakyat, struktur pasar, perilaku pasar,


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... ix

I. PENDAHULUAN ... . ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... ... ... 1

B. Tujuan Penelitian ... ... ... 8

C. Kegunaan Penelitian ... ... ... 8

D. Ruang Lingkup Penelitian ... ... .... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... .. ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... .. ... 10

1. Biologi Tanaman Karet ... ... ... 10

2. Teori Pemasaran ... .... .... 12

a. Struktur Pasar ... ... ... 15

b. Perilaku Pasar ... .... .... 15

c. Keragaan Pasar ... ... ... 16

B. Kajian Peneliti Terdahulu ... ... ... 23

C. Kerangka Pemikiran ... .... .... 25

III. METODE PENELITIAN ... ... ... 28

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... ... ... 28

B. Metode, Penentuan Lokasi, Responden dan Waktu Penelitian ... ... 30

C. Jenis Data dan Metode Pengambilan Data ... … .... 33

D. Metode Analisis Data ... … .... 33

1. Struktur Pasar ... ... ... 33


(6)

v

3. Keragaan Pasar ... ... ... 34

a. Saluran pemasaran ... .. ... 34

b. Pangsa produsen ... ... .. 35

c. Marjin pemasaran dan RPM ... .... .... 35

d. Korelasi harga ... .... .... 37

e. Elastisitas transmisi harga ... …. ... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 40

1. Geografi, Topografi dan Penduduk Kabupaten Way Kanan ... 40

2. Kecamatan Bahuga ... 41

3. Monografi Desa Bumi Harjo dan Desa Pakuaji ... 43

B. Karakteristik Umum Responden ... 44

C. Karakteristik Karet ... 48

D. Analisis Efisiensi Pemasaran Karet Rakyat ... 49

1. Kegunaan tataniaga karet rakyat ……….. 49

2. Karakteristik lembaga pemasaran ... 51

3. Organisasi pasar Karet Rakyat di Kabupaten Way Kanan ... 55

a. Struktur Pasar Karet Rakyat di Kabupaten Way Kanan ... 55

b. Perilaku Pasar Karet Rakyat di Kabupaten Way Kanan ... 57

c. Keragaan Pasar Karet Rakyat di Kabupaten Way Kanan .... 59

(1) Saluran pemasaran ... 59

(2) Pangsa produsen ... 64

(3) Marjin pemasaran dan RPM ... 65

(4) Korelasi harga ... 73

(5) Elastisitas transmisi harga ... 73

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... . 80


(7)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan devisa negara terhadap ekspor minyak dan gas bumi. Karet alam sebagai salah satu komoditi perkebunan yang

diperdagangkan secara internasional memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan devisa negara. Pada tahun 1988 nilai ekspor karet alam Indonesia mencapai US$ 1,243 milyar, yang sekaligus menempatkan karet alam sebagai komoditi ekspor nonmigas penghasil devisa terbesar ke dua setelah kayu (Supriyono, 1987). Pembangunan perkebunan karet di Indonesia memiliki prospek yang baik, karena Indonesia memiliki banyak modal dasar yang dapat diandalkan, seperti lahan yang luas, iklim yang sesuai, tenaga kerja yang cukup banyak dan relatif murah, serta adanya stabilitas politik dan keamanan yang baik (Tanugraha, 1984).

Usaha perkebunan karet telah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1876. Hingga tahun 1988 Indonesia memiliki areal perkebunan karet yang terluas di dunia, yaitu seluas 3.009.037 hektar (Direktorat Jenderal Perkebunan, 1990). Bentuk pengusahaannya terbagi atas Perkebunan Besar Negara (PBN),


(8)

2 Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR). Data

perkembangan luas areal, produksi dan produktivitas perkebunan karet menurut status pengusahaan di Indonesia pada tahun 2006 – 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan luas areal, produksi dan produktivitas perkebunan karet menurut status pengusahaan di Indonesia tahun 2006-2011

No Tahun

Luas Areal (000 ha)

Produksi (000 ton)

Produktivitas (000 ton/ha) PR PBN PBS PR PBN PBS PR PBN PBS 1 2006 2.833 238 275 2.083 266 289 0,74 1,12 1,05 2 2007 2.899 238 276 2.177 277 301 0,75 1,16 1,09 3 2008 2.910 238 276 2.177 277 301 0,75 1,16 1,09 4 2009 2.912 239 284 1.942 239 259 0,67 1,00 0,91 5 2010 2.922 239 284 2.179 266 289 0,74 1,11 1,01 6 2011 2.932 240 284 2.486 289 314 0,85 1,20 1,11

r (% / tahun) 0,60 0,17 0,65 3,87 1,73 1,73 2,97 1,43 1,14

Sumber : Statistik Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012 Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat

PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta

r = tingkat pertumbuhan

Tabel 1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan produksi dan produktivitas perkebunan rakyat lebih tinggi dibandingkan perkebunan besar negara dan perkebunan swasta. Produksi dan produktivitas karet rakyat di Indonesia pada tahun 2006 sampai tahun 2011 berfluktuasi dan cenderung meningkat, sedangkan luas areal selalu menunjukkan peningkatan. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan produksi karet rakyat di Indonesia disebabkan oleh perluasan areal kebun karet rakyat.


(9)

3 Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah sentra karet di Indonesia. Perkebunan karet di Provinsi Lampung menurut status pengusahaanya juga dibedakan menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Data perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas perkebunan karet menurut status pengusahaan di Provinsi Lampung pada tahun 2006 – 2011 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan luas areal, produksi dan produktivitas perkebunan karet menurut status pengusahaan di Provinsi Lampung tahun 2006 -

2011

Luas areal Produksi Produktivitas

No Tahun (ha) (ton) (ton/ha)

PR PBN PBS PR PBN PBS PR PBN PBS

1 2006 60.361 17.633 10.303 24.776 18.138 5.842 0,41 1,03 0,57 2 2007 60.472 17.633 10.303 29.646 18.674 6.076 0,49 1,06 0,59 3 2008 61.802 17.633 10.303 31.294 18.438 6.095 0,51 1,05 0,59 4 2009 62.070 17.621 10.332 27.472 18.335 6.436 0,44 1,04 0,62 5 2010 64.188 17.621 10.330 28.864 18.172 6.431 0,45 1,03 0,62

6 2011 64.055 17.674 10.324 28.967 18.529 6.328 0,45 1,05 0,61

r r (%/thn) 1,22 0,05 0,04 3,38 0,43 1,66 1,95 0,39 1,4

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2012 Keterangan: PR = Perkebunan Rakyat

PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta r = tingkat pertumbuhan

Tabel 2 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan produksi dan produktivitas perkebunan rakyat lebih tinggi dibandingkan perkebunan besar Negara dan perkebunan swasta. Untuk itu, pengembangan agribisnis karet di Lampung harus lebih menitikberatkan pada perkebunan karet rakyat. Perkebunan karet


(10)

4 rakyat di Lampung tersebar dalam 13 kabupaten, seperti dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas areal dan produksi perkebunan karet rakyat menurut kabupaten di Provinsi Lampung, tahun 2011

No Kabupaten Luas areal

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (kg/ha)

1. Lampung Barat 471 - -

2. Tanggamus 702 28 39,88

3. Lampung Selatan 8.722 4.053 464,68

4. Lampung Timur 3.016 409 135,61

5. Lampung Tengah 3.203 681 212,61

6. Lampung Utara 13.741 11.234 817,55

7. Way Kanan 25.083 13.492 537,89

8. Tulang Bawang 10.436 6.651 637,31

9. Pesawaran 566 265 468,19

10. Bandar Lampung 135 16 118,52 11. Tulang Bawang Barat 11.251 5.431 482,72

12. Mesuji 12.699 6.357 500,59

13. Pringsewu 315 56 177,78

Total 90.340 48.673 4.593,33

Sumber: Dinas Perkebunan Lampung, 2012

Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu sektor yang potensial untuk dikembangkan. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa Kabupaten Way Kanan menduduki peringkat pertama sebagai daerah

produksi utama di Provinsi Lampung dengan produktivitas sebesar 537,89 kg/ha. Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Way Kanan tersebar di beberapa kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Bahuga. Kecamatan Bahuga adalah salah satu daerah sentra karet di Kabupaten Way Kanan dengan produktivitas sebesar 1.119 kg/ha (Tabel 4).


(11)

5 Tabel 4. Jumlah petani, luas areal, produksi, dan produktivitas karet rakyat di

masing-masing kecamatan di Kabupaten Way Kanan tahun 2012

No Kecamatan Komposisi luas areal

Jumlah areal

(ha)

Produksi Produktivitas

Jumlah petani

TBM TM TR (ton) (kg/ha) pekebun

(KK)

1. Blambangan

Umpu

1.896 1.091 137 3.124 1.867 1.711 6.794

2. Baradatu 175 107 101 383 101 944 511

3. Pakuon Ratu 2.470 3.658 91 6.219 3.172 867 11.873

4. Bahuga 896 880 75 1.851 985 1.119 4.532

5. Kasui 378 581 60 1.019 536 923 1.288

6. Banjit 147 105 34 286 115 1.095 570

7. Way Tuba 647 505 59 1.211 463 917 1.085

8. Negeri Agung 646 2.753 71 3.470 2.214 804 3.501

9. Negara Batin 426 473 69 968 417 882 987

10. Negeri Besar 178 46 9 233 34 739 398

11. Rebang

Tangkas

124 234 19 377 168 718 359

12. Gunung

Labuhan

226 256 69 551 328 1.281 876

13. Buay Bahuga 71 47 13 131 32 681 254

Jumlah 8.280 10.736 807 13.492 12.681 33.028

Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Way Kanan, 2013

Walaupun Kecamatan Bahuga mempunyai produktivitas cukup tinggi

dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Way Kanan (Tabel 3), akan tetapi mutu bahan olah karet (bokar) petani di Kecamatan Bahuga relatif rendah bila dibandingkan dengan kriteria bokar Standard Indonesian Rubber (SIR). Berdasarkan pengamatan prasurvei diketahui bahwa ciri-ciri bahan olah karet yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Bahuga adalah adanya kotoran dan benda-benda lain, seperti kayu atau daun, tercampur dengan air, dan kadar karet kering lebih kecil dari 65 persen. Mutu bahan olah karet rakyat yang rendah pada akhirnya akan memperbesar biaya pengangkutan, pembersihan dan penyeragaman mutu bagi pabrik Crumb Rubber. Keadaan


(12)

6 ini selanjutnya akan berpengaruh terhadap pendapatan petani dan pemasaran karet secara umum.

Para petani karet di Kecamatan Bahuga menjual bahan olah karetnya kepada pabrik pengolahan melalui lembaga perantara pemasaran di tingkat desa, tingkat kecamatan bahkan di tingkat kabupaten. Adanya lembaga perantara yang berjenjang dalam saluran pemasaran karet rakyat di wilayah Bahuga membuat harga di tingkat petani semakin kecil. Selain itu, mutu karet hasil petani yang relatif rendah membuat pabrik pengolahan karet tidak bersedia menerima bahan olah karet secara langsung dari petani. Akibatnya petani karet di Kecamatan Bahuga semakin tergantung kepada para lembaga perantara. Rantai pemasaran karet rakyat yang panjang dan bertingkat-tingkat akan membentuk margin pemasaran yang besar, sehingga bagian pendapatan petani dari penjualan produknya (farmer’s share) menjadi kecil.

Praktek penentuan harga karet di Kecamatan Bahuga untuk tingkat pabrik ditetapkan mengikuti harga pasar dunia. Harga di tingkat lembaga perantara ditentukan oleh pabrik, dan harga di tingkat petani ditentukan oleh pedagang. Jumlah petani karet di Kecamatan Bahuga lebih banyak dibandingkan jumlah pedagang yang ada, sehingga posisi petani adalah penerima harga. Posisi petani sebagai penerima harga cenderung menerima harga yang rendah sehingga share yang diterima petani menjadi kecil. Rendahnya bagian harga yang diterima petani karet sebagai akibat inefisiensi sistem pemasaran menyebabkan petani kurang terangsang untuk meningkatkan produksi maupun mutu bokar yang dihasilkannya. Selain itu, petani cenderung


(13)

7 memilih membuat bahan olah karet (bokar) bermutu rendah yang lebih mudah penanganannya (seperti lump) dibandingkan sheet, karena terbatasnya kemampuan mereka dan karena disparitas harga antara berbagai jenis mutu bahan olah karet rakyat di tingkat petani masih rendah.

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), efisiensi pemasaran bagi produsen adalah jika penjualan produknya dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi, sedangkan efisiensi pemasaran bagi konsumen adalah jika konsumen

mendapatkan barang yang diinginkan dengan harga terjangkau. Menurut Mubyarto (1995) pemasaran dikatakan efisien bila memenuhi dua syarat, yaitu (1) mampu menyampaikan hasil produksi dari petani ke konsumen dengan biaya serendah mungkin dan (2) mampu melakukan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat, mulai dari kegiatan produksi hingga pemasarannya. Dengan pemasaran yang efisien diharapkan petani memperoleh penerimaan yang ideal dari penjualan produknya, lembaga perantara pemasaran

memperoleh imbalan jasa dari pendistribusian produk, dan industri pengolah memperoleh nilai tambah secara adil.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah penelitian, yaitu:

(1) bagaimanakah struktur pasar pada pemasaran karet rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan?

(2) bagaimanakah perilaku pasar pada pemasaran karet rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan?


(14)

8 (3) bagaimanakah keragaan pasar pada pemasaran karet rakyat di Kecamatan

Bahuga Kabupaten Way Kanan? B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan masalah, maka penelitian bertujuan untuk:

(1) mengkaji struktur pasar pada pemasaran karet rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan,

(2) mengkaji perilaku pasar pada pemasaran karet rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan,

(3) mengkaji keragaan pasar pada pemasaran karet rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan,

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan dapat berguna bagi:

(1) petani karet, sebagai bahan informasi untuk mengetahui keadaan pasar terutama tentang harga karet dan peluang pasar,

(2) dinas atau instansi terkait, sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dalam rangka meningkatkan produksi dan pengembangan tanaman karet di Propinsi Lampung,

(3) peneliti lain, sebagai sumber pustaka dan bahan pembanding (literatur) pada waktu yang akan datang.


(15)

9 D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada perkebunan karet rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan, yaitu perkebunan tanaman menghasilkan (TM) karet rakyat. Fokus penelitian adalah bahan olah karet dengan spesifikasi lump, yang terbagi atas tiga jenis, yaitu karet kering 1 minggu dengan kadar karet kering (KKK) 30-40% atau karet yang ditiriskan selama satu minggu, karet kering 2 minggu (KKK 48-55%), yaitu karet yang ditiriskan selama dua minggu, dan karet kering 1 bulan (KKK 60-65%), yaitu karet yang ditiriskan selama empat minggu. Cup lump dikumpulkan selama empat hari dan ditiriskan sesuai dengan kadar karet kering masing-masing sebelum dijual ke pedagang (pengumpul) dalam bentuk “tahu karet” (berat satu “tahu karet” berkisar antara 65 sampai 100 kilogram). Lembaga peranta karet menjual tahu karet dalam bentuk yang sama (tidak ada pengolahan lanjut) dengan kuantitas lebih besar (ratusan ton), dan konsumen akhir penelitian adalah pabrik pengolah karet (crumb rubber) di Palembang. Penelitian hanya membahas efisiensi pemasaran karet rakyat dari petani kepada pedagang pada berbagai tingkat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan.


(16)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Biologi Tanaman Karet

Tanaman karet berasal dari bahasa latin, yaitu Havea brasiliensis, dari negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Jauh sebelum tanaman karet dibudidayakan, penduduk asli di berbagai tempat, seperti Amerika Serikat, Asia dan Afrika Selatan, menggunakan tanaman Castillaelastica (family moraceae) utnuk menghasilkan getah (Nazarudin dan Paimin, 2006).

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman karet mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama adalah 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah, sehingga jumlah biji biasanya ada tiga sampai enam sesuai dengan jumlah ruang.


(17)

11 Struktur botani (taksonomi) tanaman karet adalah (Nazarudin dan Paimin, 2006):

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Havea

Spesies : Havea brasiliensis

Produktivitas tanaman karet per satuan luas dipengaruhi oleh jarak tanam, kerapatan tanaman, dan faktor-faktor lainnya. Jarak yang lebih sempit akan berdampak negatif terhadap produktivitas yang diiringi oleh beberapa kelemahan lainnya. Beberapa kerusakan terjadi akibat jarak yang lebih sempit, antara lain kerusakan mahkota tajuk oleh angin, lilit batang sadap lebih lambat tercapai, dan hasil getah akan berkurang. Berdasarkan

kerusakan tersebut, maka dewasa ini kepadatan kerapatan pohon per hektar adalah 400 sampai dengan 500 pohon, berarti jarak tanamnya adalah 7 x 3 m, 7.14 x 3.33 m atau 8 x 2.5 m (Setyamidjaya, 2006).

Dewasa ini peningkatan produktivitas tanaman karet, baik pada tingkat perusahaan swasta, maupun secara nasional, dilaksanakan dengan menanam klon-klon unggulan terbaru. Penggunaan klon-klon unggulan terbaru tersebut dapat dilaksanakan saat penanaman baru ataupun pada saat peremajaan


(18)

12 tanaman. Klon-klon anjuran yang digunakan pada saat okulasi maupun penanaman bibit unggul adalah klon GT1, klon PR 107, klon PR 228, klon PR 261, klon PR 300, klon PR 255, klon PR 303, klon AVROS 2037, dan klon BPMI (Setyamidjaya, 2006).

Selain penggunaan klon-klon unggulan, cara panen (penyadapan) juga mempengaruhi produksi karet. Penyadapan merupakan salah satu kegiatan pokok dari pengusahaan tanaman karet. Tujuan dari penyadapan karet adalah membuka pembuluh lateks pada kulit pohon agar lateks cepat mengalir. Kecepatan aliran lateks akan berkurang apabila takaran cairan lateks pada kulit berkurang. Kulit karet dengan ketinggian 260 cm dari permukaan tanah merupakan bidang sadap petani karet untuk memperoleh pendapatan selama kurun waktu sekitar 30 tahun. Oleh sebab itu, penyadapan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak kulit tersebut. Jika terjadi kesalahan dalam penyadapan, maka produksi karet akan berkurang (Setiawan dan Handoko, 2005).

2. Teori pemasaran

Pemasaran atau marketing merupakan semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen secara paling efisien dengan maksud untuk menciptakan permintaan efektif. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pemasaran bukanlah semata-mata kegiatan untuk menjual barang atau jasa, sebab kegiatan sebelum dan sesudahnya juga merupakan kegiatan pemasaran (Hasyim, 2012). Dalam pemasaran terjadi


(19)

13 suatu aliran barang dari produsen ke konsumen dengan melibatkan lembaga perantara pemasaran. Seluruh lembaga perantara pemasaran memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan saluran pemasaran, karena jika terdiri dari rantai pemasaran yang panjang, maka biaya pemasaran yang dikeluarkan menjadi lebih besar.

Menurut Assauri (1996), pemasaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan dan sasaran perusahaan, karena pemasaran

merupakan pintu terdepan untuk mengalirnya dana kembali ke dalam perusahaan. Kelancaran masuknya kembali dana dari hasil operasi sangat ditentukan oleh bidang pemasaran. Pencapaian keuntungan usaha perusahaan sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan memasarkan produk

perusahaan dengan harga yang menguntungkan.

Semua kegiatan ekonomi, tidak terkecuali pemasaran, menghendaki adanya efisiensi. Menurut Mubyarto (1995), sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat, yaitu:

(1) Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya serendah mungkin.

(2) Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta di dalam kegiatan produksi dan kegiatan pemasaran komoditas tersebut. Pengertian adil disini adalah perbandingan antara pengorbanan yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh setiap komponen pemasaran berada dalam keseimbangan.


(20)

14 Hanafiah dan Saefudin (1983) mengartikan pemasaran atau tataniaga sebagai kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan dari barang dan jasa, dan tataniaga merupakan suatu tindakan yang produktif. Menurut Hasyim (2012), kegunaan yang diciptakan oleh kegiatan tataniaga adalah kegunaan bentuk (form utility), kegunaan tempat (place utility), kegunaan waktu (time utility) dan kegunaan milik (possession utility). Kegunaan bentuk adalah kegiatan meningkatkan nilai barang dengan cara mengubah bentuknya menjadi barang lain yang secara umum lebih bermanfaat. Jadi fungsi yang berperan dalam kegiatan ini adalah fungsi pengolahan. Kegunaan tempat adalah kegiatan yang mengubah nilai suatu barang menjadi lebih berguna karena telah terjadi proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam hal ini fungsi transportasi atau

pengangkutan paling berperan. Kegunaan waktu, yaitu kegiatan yang menambah kegunaan suatu barang karena ada proses waktu atau perbedaan waktu. Kegunaan milik adalah kegiatan yang menyebabkan bertambahnya guna suatu barang karena terjadi proses pemindahan pemilikan dari suatu pihak ke pihak lain.

Hasyim (2012) mengungkapkan bahwa analisis sistem pemasaran dapat dikaji melalui struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar yang dikenal

dengan model S-C-P (structure, conduct dan performance). Keragaan pasar (market performance) dianalisis melalui beberapa indikator, yaitu saluran pemasaran, pangsa produsen, marjin pemasaran dan rasio profit marjin, korelasi harga serta elastisitas transmisi harga.


(21)

15 a. Struktur pasar (market structure)

Struktur pasar (market structure) merupakan karakteristik organisasi yang menggambarkan hubungan antara penjual dan pembeli yang dapat dilihat dari jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk, dan kondisi keluar masuk pasar (entry condition). Pasar bersaing sempurna mempunyai ciri utama yaitu terdapat banyak pembeli dan penjual, setiap pembeli dan penjual hanya menguasai sebahagian kecil dari barang atau jasa yang dipasarkan, sehingga tidak dapat mempengaruhi harga (price taker), barang atau jasa yang

dipasarkan bersifat homogen serta pembeli dan penjual bebas keluar masuk pasar. Struktur pasar yang tidak bersaing sempurna terjadi pada pasar monopoli (hanya ada penjual tunggal), pasar monopsoni (hanya ada pembeli tunggal), pasar oligopoli (ada beberapa penjual), dan pasar oligopsoni (ada beberapa pembeli).

b. Perilaku pasar (market conduct)

Perilaku pasar (market conduct) merupakan gambaran tingkah laku lembaga pemasaran dalam menghadapi struktur pasar tertentu untuk tujuan

mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, yang meliputi kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga, dan siasat pasar seperti potongan harga, perilaku curang dalam menimbang atau praktek kolusi pasar lainnya.


(22)

16 c. Keragaan pasar (market performance)

Keragaan pasar adalah gejala pasar yang tampak sebagai akibat dari interaksi antara struktur pasar (market structure) dan perilaku pasar (market conduct). Interaksi antara struktur dan perilaku pasar pada kenyataannya cenderung bersifat kompleks dan saling mempengaruhi secara dinamis. Untuk menganalisis keragaan pasar (market performance) digunakan indikator-indikator, antara lain saluran pemasaran, pangsa produsen, marjin pemasaran, korelasi harga, serta elastisitas transimisi harga.

(1) Saluran pemasaran

Saluran pemasaran merupakan suatu jalur arus yang dilalui oleh barang-barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai ke konsumen. Saluran pemasaran adalah sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara permintaan fisik dan hak dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan bagi pasar tertentu (Hasyim, 2012). Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa:

(a) saluran pemasaran merupakan rantai yang terdiri dari beberapa

kelompok lembaga yang mengadakan kerjasama untuk mencapai suatu tujuan,

(b) karena anggota-anggota kelompok terdiri dari beberapa pedagang dan agen, maka sebagian ada yang dikenal pembeli dan ada yang tidak, (c) pasar merupakan tujuan akhir dari kegiatan saluran pemasaran, serta


(23)

17 (d) saluran pemasaran melaksanakan dua kegiatan penting, yaitu

menggolongkan produk dan mendistribusikannya.

Dalam pemasaran komoditas pertanian seringkali dijumpai adanya rantai pemasaran yang panjang, yang melibatkan banyak pelaku pemasaran. Panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu komoditas tergantung dari beberapa faktor, yang menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) terdiri dari :

(a) Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen, maka saluran pemasaran akan semakin panjang.

(b) Cepat tidaknya produk rusak. Jika produk cepat atau mudah rusak, maka produk tersebut menghendaki saluran pemasaran yang pendek dan cepat.

(c) Skala produksi. Jika produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil, maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula. Hal ini akan menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan demikian, kehadiran lembaga perantara perantara tidak dibutuhkan.

(d) Posisi keuangan produsen. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran pemasaran dan melakukan lebih banyak fungsi tataniaga.


(24)

18 Menurut Hanafiah dan Saefudin (1983) ada lima saluran tataniaga yang mungkin terjadi, yaitu:

(a) produsen → konsumen akhir,

(b) produsen → pengecer → konsumen,

(c) produsen → pedagang besar → pedagang kecil → pengecer →

konsumen,

(d) produsen → pedagang kecil → pengecer → konsumen,

(e) produsen → pedagang besar → pengecer → konsumen.

(2) Pangsa produsen

Analisis pangsa produsen atau producer share (PS) bermanfaat untuk mengetahui bagian harga yang diterima produsen, yang dinyatakan dalam persentase (Hasyim, 2012). Semakin tinggi pangsa produsen, maka kinerja pasar semakin baik dari sisi produsen. Pangsa produsen dirumuskan sebagai:

PS = x 100% ………..(1)

di mana:

Ps = Bagian harga bahan olah karet yang diterima produsen Pf = Harga bahan olah karet di tingkat produsen

Pr = Harga bahan olah karet di tingkat konsumen (3) Marjin pemasaran dan rasio profit marjin (RPM)

Marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat pengecer. Marjin pemasaran hanya menjelaskan perbedaan harga dan tidak menyatakan tentang kuantitas dari produk yang


(25)

19 dipasarkan. Selain itu, marjin pemasaran dapat didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen, tetapi dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa

pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir (Hasyim, 2012).

Indikator marjin pemasaran lebih sering digunakan dalam analisa atau penelitian efisiensi pemasaran, karena melalui analisis marjin pemasaran dapat diketahui tingkat efisiensi operasional (teknologi) serta efisiensi harga (ekonomi) dari pemasaran. Marjin pemasaran juga merupakan perbedaan antara harga suatu barang yang diterima produsen dengan harga yang dibayarkan konsumen, yang terdiri atas biaya pemasaran dan

keuntungan lembaga pemasaran. Selaras dengan hal tersebut di atas, Hasyim (2012) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan marjin pemasaran secara umum adalah perbedaan harga-harga pada berbagai tingkat sistem pemasaran. Dalam bidang pertanian, marjin pemasaran dapat diartikan sebagai perbedaan harga pada tingkat usaha tani dengan harga di tingkat konsumen, atau dengan kata lain perbedaaan harga antara dua tingkat pasar.

Untuk melihat efisiensi suatu sistem pemasaran melalui analisis marjin dapat digunakan sebaran ratio profit marjin (RPM) atau rasio marjin keuntungan pada setiap lembaga perantara pemasaran yang ikut serta dalam suatu proses pemasaran. Rasio margin keuntungan lembaga perantara pemasaran merupakan perbandingan antara tingkat keuntungan


(26)

20 yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkannya. Secara matematis, perhitungan marjin pemasaran dan marjin keuntungan dapat ditulis sebagai:

mji = Psi– Pbi ... ………..(2) mji = bti+ πi ... ………..(3) π = mji– bti ... ………..(4) Total marjin pemasaran dalam saluran pemasaran tertentu dirumuskan sebagai:

Mji = mji ,atau Mji = Pr – Pf ... ………..(5) Penyebaran marjin pemasaran dapat dilihat berdasarkan persentase

keuntungan terhadap biaya pemasaran (ratio profit margin) pada masing-masing lembaga pemasaran, yang dirumuskan sebagai:

RPM =

bti i

... ………..(6) di mana:

mji = marjin pada lembaga pemasaran tingkat ke-i Mji = total marjin pada satu saluran pemasaran

Psi = harga jual pada lembaga pemasaran tingkat ke-i Pbi = harga beli pada lembaga pemasaran tingkat ke-i bti = biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i πi = keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Pr = harga pada tingkat konsumen

Pf = harga pada tingkat produsen i = 1,2,3,...,... n

(4) Korelasi harga

Analisis korelasi harga adalah suatu analisis yang menggambarkan perkembangan harga pada dua tingkat yang sama atau berlainan yang saling berhubungan melalui perdagangan. Hubungan antara harga yang


(27)

21 diterima petani produsen dengan harga yang dibayar konsumen akhir merupakan fungsi linier, dan melalui nilai korelasi (r) dapat diketahui struktur pasar yang ada. Koefisien korelasi harga memberikan petunjuk mengenai derajat integrasi antartingkat pasar. Secara matematis korelasi harga dapat ditulis sebagai:

r =

………...(7)

di mana:

r = koefisien korelasi n = jumlah pengamatan

Pf = harga pada tingkat produsen

Pr = harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir (5) Elastisitas Transmisi Harga

Analisis pemasaran selanjutnya adalah analisis elastisitas transmisi harga atau nisbah dari perubahan harga di tingkat konsumen dengan perubahan harga di tingkat produsen. Analisis transmisi harga menggambarkan sejauh mana dampak dari perubahan harga barang di tempat konsumen atau pengecer terhadap perubahan harga di tingkat produsen atau penghasil (Hasyim, 2012). Transmisi harga diukur melalui regresi sederhana di antara dua harga pada dua tingkat pasar, dan selanjutnya dihitung elastisitasnya. Elastisitas transmisi harga dirumuskan sebagai:

atau Et =

x

………...(8) Harga mempunyai hubungan linier, di mana Pf merupakan fungsi dari Pr yang secara matematis dirumuskan sebagai:


(28)

22

Pf = a + b Pf ………... (9)

Dari persamaan (9) dan (10) dapat diperoleh bahwa:

atau

=

………..(10)

sehingga

Et = ×

... ………(11) di mana: Et = elastisitas transmisi harga

= diferensiasi atau turunan

Pf = harga rata-rata ditingkat produsen Pr = harga rata-rata ditingkat konsumen akhir a = konstanta atau titik potong

b = koefisien regresi

Menurut Hasyim (2012), kriteria pengukuran pada analisis elastisitas transmisi harga adalah:

(a) jika Et = 1, berarti perubahan harga di tingkat konsumen (pengecer) ditransmisikan 100% ke produsen, sehingga pasar dianggap sebagai pasar yang bersaing sempurna dan sistem pemasaran telah efisien, (b) jika Et > 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen

(pengecer) lebih besar dibanding laju perubahan harga di tingkat produsen. Hal tersebut menggambarkan bahwa pemasaran yang terjadi merupakan pemasaran bersaing tidak sempurna dan sistem pemasaran berlangsung tidak (belum) efisien, serta

(c) jika Et < 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen (pengecer) lebih kecil daripada laju perubahan harga di tingkat produsen, artinya pasar yang dihadapi oleh pelaku pasar adalah tidak sempurna, dan sistem pemasaran yang berlangsung belum/tidak efisien.


(29)

23 B. Kajian Peneliti Terdahulu

Beberapa peneliti terdahulu mengkaji tentang pemasaran tanaman perkebunan dan tanaman semusim, antara lain : (1) Puspandari (2009) menganalisis efisiensi sistem pemasaran dan persediaan jagung di tingkat pedagang pengumpul di Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur, (2) Yuprin (2009) menganalisis pemasaran karet di Kabupaten Kapuas, dan (3) Idrus (2010) menganalisis efisiensi pemasaran karet di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan. Pada penelitian ini, penulis menganalisis efisiensi pemasaran karet (Havea brasiliensis) rakyat di Kecamatan Bahuga

Kabupaten Way Kanan yang membahas struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar.

Hasil penelitian Puspandari (2009) tentang efisiensi sistem pemasaran dan persediaan jagung di tingkat pedagang pengumpul di Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur menyatakan bahwa struktur pasar jagung di lokasi penelitian adalah oligopsoni. Petani tidak mendapatkan kesulitan dalam memasarkan hasil produksinya karena memiliki beberapa alternatif penjualan. Terdapat 3 saluran pemasaran jagung, yaitu (1) petani-gapoktan- pabrik pakan ternak, (2) petani-pedagang pengumpul I-pedagang pengumpul II- pabrik pakan ternak, dan (3) petani – pedagang pengumpul II- pabrik pakan ternak. Marjin pemasaran menyebar mulai dari Rp 200,00 sampai dengan Rp 400,00 per kilogram dan penyebaran ratio profit margin tidak merata menyebabkan inefisiensi pada sistem pemasaran tersebut. Analisis korelasi harga (r) bernilai 0,833 (r < 1), elastisitas transmisi harga Et


(30)

24 2,338 (Et>1) yang menunjukkan pasar tidak bersaing sempurna, tetapi

hubungan harga antara dua tingkat pasar yang berbeda sudah relatif erat. Hasil penelitian Yuprin (2009) tentang pemasaran karet di Kabupaten Kapuas menyatakan bahwa saluran pemasaran karet di Kabupaten Kapuas terdiri dari enam macam. Sebagian besar petani (32%) memasarkan karet melalui saluran pemasaran dari petani- pedagang desa – pedagang kabupaten –

eksportir. Saluran ini digunakan karena petani sudah terikat dengan pedagang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Hanya sebagian kecil petani yang menggunakan saluran pemasaran karet terbaik, yaitu petani – pedagang kecamatan – eksportir. Hal ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil petani yang memiliki aksesbilitas baik terhadap eksportir. Struktur pasar di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten bersifat oligopsoni konsentrasi sedang, yang menunjukkan bahwa pedagang memiliki tingkat kekuasaan yang sedang dalam mempengaruhi pasar. Penampilan (keragaan) pasar ditunjukkan dengan marjin pasar yang relatif besar dan didominasi oleh share keuntungan yang besar dan tidak merata. Hal ini menunjukkan bahwa

pemasaran hasil karet tidak efisien.

Idrus (2010) dalam meneliti efisiensi pemasaran karet di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan mendapatkan bahwa struktur pasar karet adalah pasar bersaing tidak sempurna, dengan pangsa pembelian karet petani didominasi oleh agen industri, karena petani tidak mengetahui informasi pasar dan terjadi kolusi antara pedagang. Keterikatan pedagang kecil dengan pedagang besar masih tinggi, sehingga membatasi pedagang kecil dalam


(31)

25 memilih saluran yang menguntungkan. Penerapan teknologi di antara petani maupun di tingkat pedagang masih rendah dan pola produksi petani tidak berorientasi kepada konsumen. Penggunaan sumber daya, perbaikan mutu, dan maksimisasi jasa di tingkat petani maupun pedagang masih rendah. Harga yang diterima petani masih rendah karena penetapan harga yang tidak kompetitif, saluran pemasaran yang cukup panjang, distribusi marjin

pemasaran serta rasio keuntungan dan biaya pemasaran masing-masing lembaga perantara pemasaran pada berbagai saluran pemasaran tidak merata.

C. Kerangka Pemikiran

Produksi karet rakyat di Provinsi Lampung pada tahun 2006 sampai tahun 2011 berfluktuasi dan cenderung menurun, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 3,38 persen per tahun. Pada tahun 2011 produksi karet rakyat yang dihasilkan Provinsi Lampung adalah 28.967 ton (1,17 %) dari produksi karet rakyat nasional.

Sistem agribisnis merupakan suatu kesatuan sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait erat. Sistem agribisnis karet rakyat terbagi dalam lima subsistem agribisnis, yang terdiri dari subsistem agribisnis hulu, usahatani, pengolahan, pemasaran dan jasa penunjang. Akan tetapi,

penelitian ini hanya menganalisis subsistem pemasaran karet rakyat, khususnya pemasaran output karet rakyat yaitu bahan olah karet.


(32)

26 Agribisnis karet di Kabupaten Way Kanan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani karet. Pendapatan petani dipengaruhi oleh biaya produksi yang dikeluarkan petani selama masa produksi, jumlah produksi dan

penerimaan petani dari hasil penjualan usahataninya. Dengan penerimaaan yang pantas dari hasil produksi perkebunan karetnya diharapkan kehidupan petani karet dapat sejahtera. Besar kecilnya penerimaan itu dipengaruhi oleh efisien atau tidaknya pemasaran. Dengan pemasaran yang efisien maka petani akan memperoleh hasil penjualan yang layak. Bagan alir analisis efisiensi pemasaran karet (Havea brasiliensis) rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan dapat dilihat pada Gambar 1.


(33)

27

Gambar 1. Bagan alir analisis efisiensi pemasaran karet (Havea brasiliensis) rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan

Keterangan gambar: = variable yang diteliti = variable yang tidak diteliti

Proses/ farming

Output: Getah/bokar

Cup lump/tahu karet

Usaha tani Input

1. tenaga kerja 2. lahan 3. teknologi 4. bibit 5. dll

Pemasaran output S-C-P

1. Struktur Pasar (market structure) 2. Perilaku Pasar

(market conduct) 3. Keragaan Pasar

(market performance),terdiri dari

a. Saluran pemasaran b. Pangsa produsen c. Marjin pemasaran d. korelasi harga


(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan penelitian.

Bahan olah karet adalah hasil produksi tanaman karet rakyat jenis slab. Jenis karet terbagi atas tiga, yaitu karet kering 1 minggu, yaitu karet yang ditiriskan selama 1 minggu (kadar karet keringnya adalah 30%-40%), karet kering 2 minggu, yaitu karet yang ditiriskan selama dua minggu (kadar karet keringnya adalah 48% -55%) dan karet kering 1 bulan, yaitu karet yang ditiriskan selama empat minggu (kadar karet keringnya adalah 60%-65%). Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran meliputi biaya angkut, penyusutan, dan lainnya, yang diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Marjin pemasaran total adalah selisih harga di tingkat konsumen akhir dengan harga di tingkat produsen atau jumlah marjin di tiap lembaga pemasaran, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).


(35)

29 Profit marjin adalah marjin keuntungan lembaga pemasaran, dihitung dengan cara mengurangi nilai marjin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Rasio marjin keuntungan adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan pada kegiatan pemasaran.

Pedagang pengumpul I adalah pedagang yang langsung menerima penjualan karet dari petani dan biasanya disebut sebagai agen desa. Pedagang ini membeli dua jenis karet dari petani, yaitu karet kering 1 minggu dan karet kering 2 minggu. Biasanya pedagang pengumpul I mengambil karet di rumah petani, dan transaksinya dilakukan di tempat petani produsen serta

pembayaran secara tunai. Tempat tinggal pedagang pengumpul I umumnya satu desa dengan petani karet tersebut.

Pedagang pengumpul II adalah pedagang yang menerima hasil penjualan dari petani dan merupakan pedagang berkelompok (terdiri dari 5 orang dari satu keluarga). Pedagang ini membeli dua jenis karet dari petani, yaitu karet kering 2 minggu dan karet kering 1 bulan dan pembayaran dilakukan secara tunai.

Pedagang besar adalah pedagang yang menerima hasil penjualan dari petani dan atau dari pedagang pengumpul I dan dari pedagang pengumpul II. Pedagang ini berasal dari Sumatera Selatan yang membeli 2 jenis karet, yaitu


(36)

30 karet kering 2 minggu dan karet kering 1 bulan. Pembayaran karet oleh pedagang besar dilakukan secara tunai.

Konsumen akhir adalah lembaga pemasaran terakhir yang membeli karet, yaitu pabrik pengolah karet yang berada di Palembang.

Harga di tingkat produsen adalah harga bahan olah karet yang diterima petani pada waktu transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Harga di tingkat konsumen adalah harga bahan olah karet yang dibayarkan konsumen akhir pada waktu transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Volume jual adalah jumlah bahan olah karet yang dijual pada waktu transaksi jual beli, diukur dalam satuan kilogram (kg).

Volume beli adalah jumlah bahan olah karet yang dibeli oleh lembaga

perantara pemasaran dan konsumen akhir, diukur dalam satuan kilogram (kg).

B. Metode, Penentuan Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode survei. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) atas dasar pertimbangan bahwa Kecamatan Bahuga merupakan sentral produksi karet di Kabupaten Way Kanan dengan luas areal sebesar 2.770 ha dan produksi sebesar 951 ton/tahun serta


(37)

31 produktivitas sebesar 343,32 kg/ha (Dinas Pertanian, Perkebunan, dan

Kehutanan Kabupaten Way Kanan, 2011).

Desa sampel adalah Desa Bumi Harjo dan Desa Pakuaji. Desa tersebut dipilih karena memiliki jumlah petani terbanyak dan sebagai daerah sentra perdagangan karet di Kecamatan Bahuga. Responden penelitian adalah petani karet dan lembaga perantara pemasaran karet. Jumlah petani karet yang ada di Desa Bumi Harjo adalah sebanyak 496 orang dan Desa Pakuaji adalah 512 orang. Jumlah sampel yang diambil merujuk pada teori Sugiarto, dkk (2003) dengan rumus:

n =

... ………(12) di mana:

N = jumlah populasi n = jumlah sampel

Z = tingkat kepercayaan (90%=1,64) S2 = varian sampel (5%)

d = derajat penyimpanan (5%)

Berdasarkan persamaan (12) maka diperoleh total sampel (n) adalah:

n =

=

= 51,06 51 petani

Kemudian dari total sampel tersebut dibagi menjadi sampel tiap desa secara proporsional dengan rumus:


(38)

32 di mana:

na = jumlah sampel desa A nab = jumlah sampel keseluruhan Na = jumlah populasi desa A Nab = jumlah populasi keseluruhan

Berdasarkan persamaan (13), maka didapat sampel untuk Desa Bumi Harjo sebanyak 25 petani dan Desa Pakuaji sebanyak 26 petani. Pengambilan sampel petani karet pada dua desa dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling). Berdasarkan jenis karet kering yang dijual didapatkan beberapa petani yang menjual dua jenis karet kering sekaligus yaitu karet kering 2 minggu dan karet kering 1 bulan (Lampiran 2 – Lampiran 4) sehingga jumlah sampel petani yang dianalisis dalam saluran pemasaran menjadi 54 orang. Untuk lembaga perantara pemasaran diambil lembaga perantara pemasaran yang terlibat langsung dalam pemasaran karet rakyat di dua desa penelitian dengan mengikuti alur/saluran pemasaran. Cara

pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan berantai, pelaksanaanya pertama-tama dilakukan interview terhadap petani karet di Desa Bumi Harjo dan Desa Pakuaji, selanjutnya yang bersangkutan diminta untuk menyebutkan calon responden lainnya (pedagang karet), selanjutnya pedagang karet tempat petani karet menjual tersebut diminta untuk menyebutkan calon responden lainnya (pedagang besar), sehingga didapat suatu rantai pemasaran. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak mengetahui informasi mengenai jumlah pasti lembaga perantara pemasaran atau pedagang di Kabupaten Way Kanan. Responden lembaga perantara pemasaran karet penelitian sebanyak 7, terdiri


(39)

33 dari 4 orang pedagang pengumpul I, 1 kelompok pedagang pengumpul II, dan 2 orang pedagang besar.

C. Jenis Data dan Metode Pengambilan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dengan petani produsen karet, dan pedagang penyalur melalui penggunaan kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari

lembaga/instansi terkait, laporan-laporan, dan pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian.

D. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskripstif kualitatif digunakan untuk mengetahui struktur pasar, perilaku pasar, dan saluran pemasaran dari petani karet sampai ke konsumen akhir. Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengetahui efisiensi pemasaran berdasarkan analisis marjin pemasaran dan RPM, koefisien regresi dan korelasi harga serta elastisitas transmisi harga.

1. Struktur pasar (market structure)

Struktur pasar merupakan karakteristik organisasi yang menggambarkan hubungan antara penjual dan pembeli. Untuk melihat struktur pasar


(40)

34 digunakan beberapa indikator, yaitu jumlah lembaga pemasaran, diferensiasi produk, dan kondisi keluar masuk pasar (entry condition). Struktur pasar bersaing sempurna bila jumlah pembeli dan penjual banyak, tidak dapat mempengaruhi harga pasar (price taker), tidak ada gejala konsentrasi, produk homogen dan bebas untuk keluar masuk pasar. Struktur pasar yang tidak bersaing sempurna terjadi pada pasar monopoli (hanya ada penjual tunggal), pasar monopsoni (hanya ada pembeli tunggal), pasar oligopoli (ada beberapa penjual), dan pasar oligopsoni (ada beberapa pembeli).

2. Perilaku pasar (market conduct)

Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran (petani sebagai produsen, lembaga perantara atau pedagang, dan konsumen) dalam

menghadapi struktur pasar tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk melihat perilaku pasar digunakan beberapa indikator, yaitu kegiatan pembelian, penjualan, dan pembentukan harga. 3. Keragaan pasar (market performance)

Keragaan pasar adalah gejala pasar yang tampak sebagai akibat dari interaksi antara struktur pasar (market structure) dan perilaku pasar (market conduct). Interaksi antara struktur dan perilaku pasar pada kenyataannya cenderung bersifat kompleks dan saling pengaruh mempengaruhi secara dinamis. Untuk menganalisis keragaan pasar digunakan beberapa indikator, yaitu:


(41)

35 (a) Saluran pemasaran

Saluran pemasaran karet rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan dianalisis secara deskriptif kualitatif, terhadap semua pelaku pasar mulai dari produsen ke pedagang (lembaga perantara pemasaran) dan konsumen akhir yang terlibat dalam proses arus barang. Jika saluran pemasaran panjang, namun fungsi pemasaran yang dilakukan sangat dibutuhkan (sulit diperpendek), maka dapat dikatakan efisien. Namun jika saluran pemasaran panjang dan ada fungsi pemasaran yang tidak perlu dilakukan (dapat diperpendek), tetapi tetap dilakukan, maka dapat dikatakan tidak efisien. Sebaliknya, jika saluran pemasaran pendek dan fungsi pemasaran dirasa cukup, maka dapat dikatakan efisien. Adapun, jika saluran pemasaran pendek namun dirasa perlu tambahan fungsi pemasaran sehingga perlu diperpanjang, maka saluran pemasaran juga dikatakan tidak efisien.

(b) Pangsa produsen (producer share)

Analisis Producer Share (PS) bermanfaat untuk mengetahui bagian harga yang diterima produsen (getah karet) dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Semakin tinggi pangsa produsen, maka kinerja pasar semakin baik dari sisi produsen. Pangsa produsen dirumuskan sebagai: PS = ... ………(14)

di mana:

Ps = Bagian harga bahan olah karet yang diterima produsen Pf = Harga bahan olah karet di tingkat produsen


(42)

36 (c) Marjin pemasaran dan Ratio Profit Marjin (RPM)

Marjin pemasaran adalah perbedaan harga pada tingkat produsen (Pf) dengan harga di tingkat eceran atau konsumen (Pr) yang terdiri dari keuntungan dan biaya (Hasyim, 2012). Secara matematis marjin dirumuskan sebagai :

mji = Psi –Pbi, atau mji = bti + πi ... ………(15) Total marjin pemasaran adalah :

Mji =

n

i

mji 1

atau Mji = Pr – Pf ... ………(16) Konsep pengukuran dalam analisis marjin adalah:

(a) Marjin pemasaran dihitung berdasarkan perbedaan harga beli dengan harga jual dalam rupiah per kilogram pada masing-masing tingkat lembaga pemasaran.

(b) Harga beli dihitung berdasarkan harga rata-rata pembelian per kilogram.

(c) Harga jual dihitung berdasarkan harga rata-rata penjualan per kilogram.

Penyebaran marjin pemasaran dapat dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran (Ratio Profit Margin/RPM) pada masing-masing lembaga pemasaran, yang dirumuskan sebagai:

RPM =

i i


(43)

37 di mana: mji = marjin lembaga pemasaran tingkat ke-i

Psi = harga penjualan lembaga pemasaran tingkat ke-i Pbi = harga pembelian lembaga pemasaran tingkat ke-i bti = biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i πi = keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Mji = total marjin pemasaran

Pr = harga pada tingkat konsumen Pf = harga pada tingkat petani produsen

Menurut Azzaino (1983), nilai RPM yang relatif menyebar merata pada berbagai tingkat lembaga pemasaran merupakan cerminan dari sistem pemasaran yang efisien. Jika selisih RPM antarlembaga pemasaran sama dengan nol, maka sistem pemasaran tersebut efisien. Sebaliknya, selisih RPM antarlembaga pemasaran tidak sama dengan nol, maka sistem pemasaran tidak efisien.

(d) Korelasi harga

Analisis korelasi harga adalah suatu analisis yang menggambarkan seberapa jauh perkembangan harga suatu barang pada dua tempat atau tingkat yang sama atau berlainan yang saling berhubungan melalui perdagangan (Hasyim, 2012). Rumus korelasi harga adalah:

r =

………(18)

di mana:

r = koefisien korelasi n =jumlah pengamatan

Pf =harga pada tingkat produsen


(44)

38 Apabila koefisien korelasi (r) mendekati satu, maka keeratan hubungan harga pada dua tingkat pasar sangat tinggi. Sebaliknya, jika koefisien korelasi (r) mendekati nol, maka hubungan harga antara dua tingkat pasar kurang erat.

(e) Elastisitas transmisi harga

Analisis elastisitas transmisis harga adalah analisis yang menggambarkan sejauh mana dampak perubahan harga suatu barang di satu tingkat pasar terhadap perubahan harga barang itu di tempat/tingkat pasar lainnya (Hasyim, 2012). Rumus elastisitas transmisi harga adalah :

Et = atau Et= ... ………(19) Pf dan Pr berhubungan linier dalam persamaan: Pf = a + b Pr, sehingga

b r f atau b f r 1

, dan Et

Pr . 1 Pf

b ... ………(20) di mana: Et = Elastisitas transmisi harga

a = Intersep (titik potong) b = Koefisien regresi atau slope Pf = Harga di tingkat produsen Pr = Harga di tingkat konsumen

Kriteria pengukuran yang digunakan pada analisis transmisi harga adalah (Hasyim, 2012) :

(1) jika Et = 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen sama dengan laju perubahan harga di tingkat produsen. Hal ini berarti bahwa pasar yang dihadapi oleh seluruh pelaku tataniaga adalah bersaing sempurna, dan sistem tataniaga yang terjadi sudah efisien,


(45)

39 (2) jika Et < 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih

kecil dibanding dengan laju perubahan harga di tingkat produsen. Keadaan ini bermakna bahwa pemasaran yang berlaku belum efisien dan pasar yang dihadapi oleh pelaku tataniaga adalah bersaing secara tidak sempurna.

(3) jika Et > 1, maka laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih besar daripada laju perubahan harga di tingkat produsen. Pasar yang dihadapi oleh seluruh pelaku pasar adalah pasar tidak bersaing sempurna dan sistem pemasaran yang berlaku belum efisien.


(46)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Struktur pasar yang terjadi pada sistem pemasaran karet rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan adalah struktur pasar tidak bersaing sempurna yang mengarah pada bentuk pasar oligopsoni dengan jumlah petani karet sebanyak 51 petani, lembaga perantara sebanyak 7 yaitu pedagang pengumpul I sebanyak 4 orang, pedagang pengumpul II sebanyak 1 kelompok, dan pedagang besar sebanyak 2 orang, serta pabrik olah karet sebanyak 1 unit.

2. Perilaku pasar menunjukkan bahwa petani karet rakyat tidak menghadapi kesulitan dalam memasarkan hasil panennya, sistem pembayaran

dilakukan secara tunai.

3. Keragaan pasar menunjukkan bahwa:

(1) Saluran pemasaran karet rakyat yang terdapat di lokasi penelitian terdiri dari 5, yaitu:

a. Saluran pemasaran I karet kering 1 minggu yaitu petani – pedagang pengumpul I – pedagang besar – pabrik.


(47)

78 b. Saluran pemasaran II karet kering 2 minggu yaitu petani- pedagang

pengumpul II – pabrik.

c. Saluran pemasaran III karet kering 2 minggu yaitu petani-pedagang pengumpul I - pedagang besar – pabrik.

d. Saluran pemasaran IV karet kering 1 bulan yaitu petani - pedagang besar – pabrik.

e. Saluran pemasaran V karet kering 1 bulan yaitu petani – pedagang pengumpul II - pedagang besar - pabrik.

(2) Marjin pemasaran realtif besar dan rasio profit marjin tidak merata yang mengindikasikan sistem pemasaran karet rakyat belum efisien. (3) Koefisien korelasi harga karet rakyat adalah 0,795, yang berarti ada

hubungan yang cukup erat antara harga di tingkat produsen dengan konsumen akhir.

(4) Elastisitas transmisi harga yang diperoleh adalah 0,64, yang menunjukkan bahwa pasar yang terjadi adalah pasar persaingan oligopsoni dan sistem pemasaran yang terjadi belum efisien.

B. Saran

Penelitian ini mengkaji tentang struktur pasar, perilaku pasar, saluran

pemasaran, dan menganalisis efisiensi pemasaran karet rakyat dipandang dari aspek pangsa produsen, marjin pemasaran, korelasi harga dan koefisien regresi harga serta elastisitas transmisi harga karet rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar:


(48)

79 1. Bagi petani karet hendaknya menjual bahan olah karet dengan jenis karet

kering 2 minggu karena kualitas karet tersebut mempunyai kadar karet kering cukup baik yang dapat diterima oleh pabrik olah karet dan tidak terlalu lama menunggu penirisan karet dibandingkan dengan karet kering 1 bulan, serta menjual karet tersebut langsung kepada pedagang pengumpul II. Hal ini sebaiknya didukung oleh instansi terkait dengan memberikan penyuluhan atau informasi kepada petani untuk lebih memperhatikan kualitas bahan olah karet.

2. Peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian yang lebih mendalam dalam bidang produksi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Alfarisi, F. 2010. Analisis Nilai Tambah Onggok Sebagai Bahan Baku Ransum Ternak Sapi pada PT. Sentosa Agrindo. Skripsi. Fakultas Pertanian Unila. Bandarlampung.

Anggraini, N. 2013. Analisis Efisiensi Produksi dan Pemasaran serta Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Manihot esculenta) Di Provinsi Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis: Volume 1 No. 1 Tahun 2013: 80-86

Assauri, S. 1996. Manajemen Pemasaran: Dasar, Konsep, dan Strategi. Rajawali Pers. Jakarta.

Azzaino, Z. 1983 . Pengantar Tataniaga Pertanian: Diktat Kuliah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2012. Lampung Dalam Angka 2011. BPS Propinsi Lampung. Bandarlampung.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2012. Lampung Dalam Angka. BPS Provinsi Lampung

Badan Pusat Statistik Kabupaten Way Kanan. 2012. Way Kanan Dalam Angka. BPS Provinsi Lampung

Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan Kab. Way Kanan. 2011. Statistik Perkebunan Karet. Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan Kab. Way Kanan. Bandarlampung.

Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan Kab. Way Kanan. 2012. Statistik Perkebunan Karet. Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan Kab. Way Kanan. Bandarlampung

Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan Kab. Way Kanan. 2013. Statistik Perkebunan Karet. Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan Kab. Way Kanan. Bandarlampung

Dinas Perkebunan Lampung. 2012. Perkebunan Karet Rakyat di Provinsi Lampung. Dinas Perkebunan Lampung. Bandarlampung.


(50)

81 Direktorat Jenderal Perkebunan. 1990. Statistik Perkebunan Indonesia Tahun

1988. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Statistik Perkebunan Indonesia Tahun 2012. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.

Downey dan Erickson. 2004. Manajemen Agribisnis, Edisi 2. Erlangga. Jakarta. Gapkindo. 2013. Penentuan Kuota Ekspor Karet. Gapkindo. Jakarta

Hanafiah, T. dan A. M. Saefuddin. 1983. Tataniaga Hasil Perkebunan. UI Press. Jakarta.

Hasyim, A. I. 2012. Tataniaga Pertanian. Buku Ajar Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandarlampung. 253 halaman.

Idrus, M. 2010. Analisis Efisiensi Pemasaran Karet di Kabupaten Musi Rawas Sumaera Selatan. Jurnal Ekonomi: Vol. 17, . 01. Diakses Tanggal 20 Maret 2013.

Jimbat. 2007. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi serta Pemasaran Karet Rakyat di Kecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang. Skripsi. Fakultas Pertanian Unila. Bandarlampung.

Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi ketiga. LP3ES. Jakarta. 305 halaman.

Nazarudin dan Paimin. 2006. Strategi Pemasaran dan Pengolahan Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.

Puspandari. 2009. Analisis Efisiensi Sistem Pemasaran dan Persediaan Jagung di Tingkat Pedagang Pengumpul di Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian Unila. Bandarlampung.

Setiawan, D. H dan A. Handoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Setyamidjaya. 2006. Budidaya Tanaman Karet. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Soekartawi. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta.

253 halaman.

Sugiarto, D. Siagian, L.T. Sunaryanto, dan D.S. Oetomo. 2003. Teknik Sampling. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Supriyono, A. 1987. Tinjauan umum pembangunan perkebunan karet rakyat. Prosiding Pertemuan Teknis Karet 1987. Balai Penelitian Perkebunan Sungei Putih. Medan.


(51)

82 Tanugraha, H. 1984. Berbagai masalah pemasaran karet Indonesia. Prosiding

Lokakarya Karet 1984. Balai Penelitian Perkebunan Sungei Putih. Medan. Yuprin, AD. 2009. Analisis Pemasaran Karet di Kabupaten Kapuas. Tesis.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Struktur pasar yang terjadi pada sistem pemasaran karet rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan adalah struktur pasar tidak bersaing sempurna yang mengarah pada bentuk pasar oligopsoni dengan jumlah petani karet sebanyak 51 petani, lembaga perantara sebanyak 7 yaitu pedagang pengumpul I sebanyak 4 orang, pedagang pengumpul II sebanyak 1 kelompok, dan pedagang besar sebanyak 2 orang, serta pabrik olah karet sebanyak 1 unit.

2. Perilaku pasar menunjukkan bahwa petani karet rakyat tidak menghadapi kesulitan dalam memasarkan hasil panennya, sistem pembayaran

dilakukan secara tunai.

3. Keragaan pasar menunjukkan bahwa:

(1) Saluran pemasaran karet rakyat yang terdapat di lokasi penelitian terdiri dari 5, yaitu:

a. Saluran pemasaran I karet kering 1 minggu yaitu petani – pedagang pengumpul I – pedagang besar – pabrik.


(2)

b. Saluran pemasaran II karet kering 2 minggu yaitu petani- pedagang pengumpul II – pabrik.

c. Saluran pemasaran III karet kering 2 minggu yaitu petani-pedagang pengumpul I - pedagang besar – pabrik.

d. Saluran pemasaran IV karet kering 1 bulan yaitu petani - pedagang besar – pabrik.

e. Saluran pemasaran V karet kering 1 bulan yaitu petani – pedagang pengumpul II - pedagang besar - pabrik.

(2) Marjin pemasaran realtif besar dan rasio profit marjin tidak merata yang mengindikasikan sistem pemasaran karet rakyat belum efisien. (3) Koefisien korelasi harga karet rakyat adalah 0,795, yang berarti ada

hubungan yang cukup erat antara harga di tingkat produsen dengan konsumen akhir.

(4) Elastisitas transmisi harga yang diperoleh adalah 0,64, yang menunjukkan bahwa pasar yang terjadi adalah pasar persaingan oligopsoni dan sistem pemasaran yang terjadi belum efisien.

B. Saran

Penelitian ini mengkaji tentang struktur pasar, perilaku pasar, saluran

pemasaran, dan menganalisis efisiensi pemasaran karet rakyat dipandang dari aspek pangsa produsen, marjin pemasaran, korelasi harga dan koefisien regresi harga serta elastisitas transmisi harga karet rakyat di Kecamatan Bahuga Kabupaten Way Kanan. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar:


(3)

79

1. Bagi petani karet hendaknya menjual bahan olah karet dengan jenis karet kering 2 minggu karena kualitas karet tersebut mempunyai kadar karet kering cukup baik yang dapat diterima oleh pabrik olah karet dan tidak terlalu lama menunggu penirisan karet dibandingkan dengan karet kering 1 bulan, serta menjual karet tersebut langsung kepada pedagang pengumpul II. Hal ini sebaiknya didukung oleh instansi terkait dengan memberikan penyuluhan atau informasi kepada petani untuk lebih memperhatikan kualitas bahan olah karet.

2. Peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian yang lebih mendalam dalam bidang produksi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alfarisi, F. 2010. Analisis Nilai Tambah Onggok Sebagai Bahan Baku Ransum Ternak Sapi pada PT. Sentosa Agrindo. Skripsi. Fakultas Pertanian Unila. Bandarlampung.

Anggraini, N. 2013. Analisis Efisiensi Produksi dan Pemasaran serta Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Manihot esculenta) Di Provinsi Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis: Volume 1 No. 1 Tahun 2013: 80-86

Assauri, S. 1996. Manajemen Pemasaran: Dasar, Konsep, dan Strategi. Rajawali Pers. Jakarta.

Azzaino, Z. 1983 . Pengantar Tataniaga Pertanian: Diktat Kuliah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2012. Lampung Dalam Angka 2011. BPS Propinsi Lampung. Bandarlampung.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2012. Lampung Dalam Angka. BPS Provinsi Lampung

Badan Pusat Statistik Kabupaten Way Kanan. 2012. Way Kanan Dalam Angka. BPS Provinsi Lampung

Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan Kab. Way Kanan. 2011. Statistik Perkebunan Karet. Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan Kab. Way Kanan. Bandarlampung.

Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan Kab. Way Kanan. 2012. Statistik Perkebunan Karet. Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan Kab. Way Kanan. Bandarlampung

Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan Kab. Way Kanan. 2013. Statistik Perkebunan Karet. Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan Kab. Way Kanan. Bandarlampung

Dinas Perkebunan Lampung. 2012. Perkebunan Karet Rakyat di Provinsi Lampung. Dinas Perkebunan Lampung. Bandarlampung.


(5)

81

Direktorat Jenderal Perkebunan. 1990. Statistik Perkebunan Indonesia Tahun 1988. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Statistik Perkebunan Indonesia Tahun 2012. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.

Downey dan Erickson. 2004. Manajemen Agribisnis, Edisi 2. Erlangga. Jakarta. Gapkindo. 2013. Penentuan Kuota Ekspor Karet. Gapkindo. Jakarta

Hanafiah, T. dan A. M. Saefuddin. 1983. Tataniaga Hasil Perkebunan. UI Press. Jakarta.

Hasyim, A. I. 2012. Tataniaga Pertanian. Buku Ajar Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandarlampung. 253 halaman.

Idrus, M. 2010. Analisis Efisiensi Pemasaran Karet di Kabupaten Musi Rawas Sumaera Selatan. Jurnal Ekonomi: Vol. 17, . 01. Diakses Tanggal 20 Maret 2013.

Jimbat. 2007. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi serta Pemasaran Karet Rakyat di Kecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang. Skripsi. Fakultas Pertanian Unila. Bandarlampung.

Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi ketiga. LP3ES. Jakarta. 305 halaman.

Nazarudin dan Paimin. 2006. Strategi Pemasaran dan Pengolahan Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.

Puspandari. 2009. Analisis Efisiensi Sistem Pemasaran dan Persediaan Jagung di Tingkat Pedagang Pengumpul di Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian Unila. Bandarlampung.

Setiawan, D. H dan A. Handoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Setyamidjaya. 2006. Budidaya Tanaman Karet. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Soekartawi. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta.

253 halaman.

Sugiarto, D. Siagian, L.T. Sunaryanto, dan D.S. Oetomo. 2003. Teknik Sampling. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Supriyono, A. 1987. Tinjauan umum pembangunan perkebunan karet rakyat. Prosiding Pertemuan Teknis Karet 1987. Balai Penelitian Perkebunan Sungei Putih. Medan.


(6)

Tanugraha, H. 1984. Berbagai masalah pemasaran karet Indonesia. Prosiding Lokakarya Karet 1984. Balai Penelitian Perkebunan Sungei Putih. Medan. Yuprin, AD. 2009. Analisis Pemasaran Karet di Kabupaten Kapuas. Tesis.


Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 64 58

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Pada Komposisi Media Dan Genotipe Berbeda

0 43 86

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

9 88 81

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muall, Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora casiicola Berk &amp; Curt.) di Lapangan

0 34 64

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. &amp; Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Analisis Pendapatan Karyawan Penderes Tanaman Karet.

9 104 44

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 65 57

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KARET ( Hevea Brasiliensis ) RAKYAT JENIS BOKAR DI KECAMATAN BANJAR AGUNG, KABUPATEN TULANG BAWANG, PROPINSI LAMPUNG

4 91 79

ANALISIS KUALITAS KARET RAKYAT KAITANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN PETANI KARET RAKYAT DI KECAMATAN BELAMBANGAN UMPU KABUPATEN WAY KANAN

4 29 73