BAB II TINJAUAN PUSTAKA kecemasan pre operasi
A. Tinjauan Umum Tentang Kecemasan 1. Definisi kecemasan
Menurut Asmadi (2008) dalam Syahputra dkk (2013) kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan, terlihat jelas bahwa kecemasan ini mempunyai dampak terhadap kehidupan seseorang, baik dampak positif maupun negatif. Pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit dengan berbagai situasi dan kondisi akan membuatnya semakin cemas. Kaplan (2010) dam Syahputra dkk (2013) kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Kecemasan merupakan respons terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual. Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal.
(2)
Hal yang dapat menimbulkan kecemasan biasanya bersumber dari ancaman integritas biologi meliputi gangguan terhadap kebutuhan dasar makan, minum, kehangatan, sex, dan ancaman terhadap keselamatan diri seperti tidak menemukan integritas diri, tidak menemukan status prestise, tidak memperoleh pengakuan dari orang lain dan ketidak sesuaian pandangan diri dengan lingkungan nyata (Suliswati, 2005 dalam Nurjamiah, 2015).
Cemas berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya suatu objek sumber yang spesifik dan dapat di identifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu sedangkan kecemasan diartikan sebagai suatu kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab atau objek yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Sebagai contoh kekhawatiran menghadapi operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi kecacatan), kekhawatiran terhadap anestesi atau pembiusan (misalnya takut terjadi kegagalan anestesi/meninggal, takut tidak bangun lagi) dan lain-lain (Suliswati, 2005 dalam Nurjamiah, 2015).
(3)
2. Ciri cemas
Menurut Hawari (2013), ciri-ciri cemas antara lain: a. Cemas, khawatir, tidak tenang, dan bimbang
b. Memandang masa depan dengan was-was
c. Tidak percaya diri, gugup apabila tampil dimuka umum d. Sering tidak merasa bersalah, menyalahkan orang lain e. Tidak mudah mengalah, suka ngotot
f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah g. Seringkali mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatic),
khawatir berlebihan terhadap penyakit
h. Mudah tersinggung, membesar-besarkan masalah yang kecil (dramatis)
i. Dalam mengambil keputusan sering bimbang dan ragu
j. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya sering kali di ulang-ulang
k. Kalau sedang emosi sering kali histeri 3. Gejala klinis cemas
Menurut Hawari (2013), gejala cemas antara lain:
a. Cemas, khawatir,firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut c. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
(4)
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
f. Keluhan-keluhan somatic, misalnya rasa sakit dan tulang pendengaran berdengin (tinnitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan menurut Struart (2007) antara lain:
a. Dalam pandangan psikoanalisa kecemasan/ ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan Super ego. id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan super ego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma-norma budaya. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, sepertiperpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami kecemasan yang berat.
(5)
c. Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Ahli teori perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori konflik memandang kecemasan sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan. Konflik menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.
d. Kajian keluarga, menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan kecemasan dengan depresi. e. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung
(6)
meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologi berhubungan dengan kecemasan. Selain itu kesehatan umum individu dan riwayat kecemasna pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisp osisi kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu unutk mengatasi stressor.
5. Tingkat kecemasan
Menurut Peplau (1952) dalam Videbeck (2008) ada empat tingkat ansietas, yaitu ringan,sedang, berat dan panik. Pada masing-masimg tahap individu memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan kognitif dan respon emosional ketika berupaya menghadapi ansietas. Menurut Stuart (2007) kecemasan dibagi menjadi empat tingkat kecemasan, yaitu :
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari- hari, kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
Respon fisiologis ditandai dengan sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada
(7)
lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif merupakan lapang persepsi luas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meningkat.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Respon fisiologis: sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering, diare, gelisah. Respon kognitif : lapang persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. Respon perilaku dan emosi : meremas tangan, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.
c. Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang terhadap sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk menghentikan ketegangan individu dengan kecemasan berat
(8)
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologi: nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, ketegangan dan sakit kepala. Respon kognitif: lapang persepsi, amat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi perasaan ancaman meningkat.
d. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya kontrol, menyebabkan individu tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Respon fisologis : nafas pendek, rasa terkecik, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon kognitif: lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan emosi : mengamuk, marah, ketakutan dan kehilangan kendali.
6. Manifestasi Kecemasan
Manifestasi respon kecemasan dapat berupa perubahan respon fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif antara lain (Stuart, 2007):
a. Respon fisiologi
1) Respon kardiovaskuler seperti palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah tinggi, rasa mau pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.
(9)
2) Respon pernafasan seperti nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah.
3) Respon neuromuskuler seperti refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal.
4) Respon gastrointestinal seperti kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare.
5) Respon traktus urinarius seperti tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
6) Respon kulit antara lain wajah kemerahan, berkeringat setempat, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.
b. Respon perilaku seperti: gelisah, ketegangan fisik, tremor, bicara cepat kurang koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari masalah.
c. Respon kognitif meliputi perhatian terganggu, konsentrasi buruk, salah dalam memberikan penilaian.
(10)
menurun, kreatifitas dan produktifitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran meningkat, kehilangan objektifitas, takut kehilangan control, takut pada gambaran visual, takut cidera, mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, ketakutan, tremor, gugup, gelisah.
Menurut Hawari (2007) untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali (panik) digunakan alat ukur (instrumen) yang disebut Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-A ini adalah:
a. Perasaan cemas (ansietas) yang ditandai dengan cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung. b. Ketegangan yang ditandai dengan merasa tegang, lesu,
tidak dapat istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.
c. Ketakutan ditandai dengan ketakutan pada gelap, ketakutan ditinggal sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada binatang besar, ketakutan pada keramaian lalu lintas, ketakutan pada kerumunan orang banyak.
d. Gangguan tidur ditandai dengan sukar masuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan.
(11)
daya ingat buruk, daya ingat menurun.
f. Perasaan depresi ditandai dengan kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, kurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah sepanjang hari.
g. Gejala somatik ditandai dengan nyeri pada otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil.
h. Gejala sensorik ditandai oleh tinitus, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk. i. Gejala kardiovaskuler ditandai oleh takikardi, berdebar-debar,
nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak jantung hilang sekejap.
j. Gejala pernapasan ditandai dengan rasa tertekan atau sempit di dada, perasaan terkecik, merasa nafas pendek/sesak, sering menarik nafas panjang.
k. Gejala gastrointestinal ditandai dengan sulit menelan, mual, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum dan setelah makan, rasa panas di perut, perut terasa kembung atau penuh, muntah, defekasi lembek, berat badan menurun, konstipasi.
l. Gejala urogenital ditandai oleh sering kencing, tidak dapat menahan kencing, amenorrhoe, menorrhagia, masa haid berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, frigiditas, ejakulasi dini, ereksi melemah,
(12)
ereksi hilang, impoten.
m. Gejala otonom ditandai dengan mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-bulu berdiri.
n. Perilaku sewaktu wawancara ditandai dengan gelisah, tidak tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat, muka merah.
7. Cara Penilaian Kecemasan
Cara penilaian tingkat kecemasan menurut Hawari (2013) sebagai berikut:
a. Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali. b. Skor 1 : 1 dari gejala yang ada.
c. Skor 2 : separuh dari gejala yang ada. d. Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada. e. Skor 4 : semua gejala ada.
Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1 sampai dengan 14 dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan. b. Skor 14 sampai dengan 20 = kecemasan ringan. c. Skor 21 sampai dengan 27 = kecemasan sedang. d. Skor 28 sampai dengan 41 = kecemasan berat.
(13)
e. Skor 42 sampai dengan 56 = kecemasan berat sekali/panik. 8. Penatalaksanaan non farmakologi
a. Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorphin yang bisa menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter dan Perry, 2006)..
b. Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter dan Perry, 2006).
9. Alat ukur kecemasan
Menurut Hawari (2013) untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang dapat menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan nama Hemilton Rating Scale For Anciety ( HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok di antaranya meliputi:
(14)
Tabel 2.1. Alat Ukur Kecemasan Hamilton Rating Scale For Anciety (HRS-A)
No Gejala Kecemasan Nilai Angka (Skor)
0 1 2 3 4
1 Perasaan cemas (ansietas a. Cemas
b. Firasat Buruk c. Takut akan fikiran 2 Ketegangan
a. Merasa Gelisah b. Mudah gemetar 3 Ketakutan
a. Takut terhadap gelap b. Takut terhadap orang 4 Gangguan Tidur
a. Sukar memulai tidur b. Terbangun di malam hari c. Mimpi buruk
5 Gangguan kecerdasan a. Gangguan daya ingat b. Mudah lupa
c. Sulit konsentrasi 6 Perasaan Depresi
a. Hilangnya minat
b. Berkurangnya minat pada hobby c. Sedih
d. Perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari
7 Gejala Somatik a. Gertakan gigi b. Suara tidak stabil c. Kedutan otot 8 Gejala Sensorik
a. Perasaan ditusuk-tusuk b. Penglihatan kabur c. Muka merah
d. Pucat serta merasa lemah 9 Gejala Kardiovaskular
(15)
b. Nyeri dada
c. Denyut nadi mengeras d. Detak jantung hilang sekejap 10 Gejala Pernafasan
a. Rasa tertekan di dada b. Perasaan tercekik
c. Sering menarik nafas panjang d. Merasa nafas pendek
11 Gejala Gastrointestinal a. Sulit menelan b. Konstipasi
c. Berat badan menurun d. Mual muntah
e. Nyeri lambung sebelum atau setelah makan
f. Perasaan panas di perut 12 Gejala Urogenital
a. Sering kencing
b. Tidak dapat menahan kencing c. Aminorea
d. Ereksi lemah/impotensi 13 Gejala Vegetative
a. Mulut kering
b. Mudah berkeringat c. Muka merah d. Bulu roma berdiri e. Sakit/pusing kepala 14 Perilaku Sewaktu Wawancara
a. Gelisah b. Jari gemetar
c. Mengerutkan dahi/kening d. Muka tegang
e. Tonus otot meningkat f. Nafas pendek dan cepat
Sumber: Hamilton Rating Scale for Anciety (HRS-A) dalam Hawari, 2013
(16)
HARS dinilai dari angka (score) 0-4 dengan 0 menunjukkan tidak ada gejala (keluhan), 1 menunjukkan gejala ringan, 2 menunjukkan gejala sedang, 3 menunjukkan gejala berat, dan 4 menunjukkan gejala berat sekali. Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala tersebut di jumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan pasien, yaitu dengan nilai kurang dari 14 menunjukkan tidak ada kecemasan, nilai 14 sampai 20 menunjukkan kecemasan ringan, nilai 21 sampai 27 menunjukkan kecemasan sedang, nilai 28 sampai 41 menunjukkan kecemasan berat, dan 42 sampai 56 menunjukkan kecemasan berat sekali/panik (Hawari, 2013).
B. Tinjauan Umum Tentang Tekanan Darah 1. Pengertian
Tekanan darah merupakan tenaga yang digunakan oleh darah terhadap setiap satuan darah dinding pembuluh darah. Bila orang mengatakan bahwa tekanan dalam satuan pembuluh darah adalah 50 mmHg, ini berarti bahwa tenaga yang digunakan tersebut akan cukup untuk mendorong suatu kolom air raksa ke atas setinggi 50 mm (Guyton, 2007 dalam Wahyuni, 2015). Lebih terperinci lagi dijelaskan bahwa tekanan darah (BP= Blood Pressure) yang dinyatakan dalam millimeter (mm) merkuri (Hg) adalah besarnya tekanan yang dilakukan oleh
(17)
darah pada dinding arteri (Mc Gowan, 2007 dalam Wahyuni, 2015).
Saat berdenyut, jantung memompa darah ke dalam pembuluh darah dan tekanan meningkat yang kemudian disebut tekanan darah sistolik. Saat jantung rileks, tekanan darah turun hingga tingkat terendahnya, yang disebut tekanan diastolik (Mc Gowan, 2007 dalam Wahyuni, 2015). Jadi tekanan darah berarti besarnya tekanan pada dinding pembuluh arteri oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung, terdiri atas tekanan darah sistolik dan diastolik, dan dinyatakan dalam mmHg.
2. Mengukur Tekanan Darah
Sampai sekarang telah dikenal dua macam cara pengukuran tekanan darah, yaitu pengukuran tekanan darah secara langsung (direct method) dan pengukuran tekanan darah secara tidak langsung (indirect method). Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung dilakukan dengan jalan menembus arteri (invasive) dan kemudian memasukan salah satu ujung sebuah pipa, (tube, kateter) kedalam arteri tersebut sedangkan ujung pipa yang lain dihubungkan dengan sebuah manometer, dengan demikian tinggi tekanan darah didalam arteri tersebut dapat dukur (Guyton & Hall, 2002 dalam Rukhayat, 2016)
Pengukuran darah secara tidak langsung dilakukan dengan teknik y6ang sederhana tanpa menembus arteri, yaitu dengan
(18)
spigmomanometer dan balut riva rocci (manset). Alat ini terdiri atas sebuah manometer yang dihubungkan dengan sebuah kantong yang berbentuk balut (manset), berdinding keras sehingga tidak dapat diregangkan dan dapat diisi udara didalamnya. Kantong atau balut ini disebut riva rocci. Balut riva rocci ini dihubungkan pula dengan sebuah pipa udara yang berguna untuk memasukan udara kedalam kantong tersebut. Pompa udara ini dilengkapi dengan keran untuk mengeluarkan udara dari dalam balut, (Guyton & Hall, 2002 dalam Rukhayat, 2016).
Pengukuran tekanan darah baik langsung maupun tidak langsung bertujuan untuk mengetahui tingginya tekanan darah pada waktu systole ventrikel (tekanan systole) dan pada waktu diastole ventrikel (tekanan diastole). Tekanan normal darah pada orang dewasa sangat bervariasi. Tekanan darah sistolik berkisar antara sembilan puluh lima sampai seratus empat puluh millimeter air raksa, dan tekanan ini dapat meningkat dengan bertambahnya usia. Sedangkan tekanan darah diastolic berkisar antara enam puluh sampai sembilan puluh millimeter air raksa. Walaupun demikian tekanan darah pada umumnya berkisar pada rata-rata nilai normal sekitar seratus dua puluh millimeter air raksa untuk tekanan systole dan delapan puluh millimeter air raksa untuk tekanan diastole (Masud, 1989 dalam Rukhayat, 2016).
(19)
Pada pengukuran tekanan darah secara tidak langsung dikenal pula pengukuran secara palpatoar dan pengukuran secara auskultatoar. Cara palpatoar dilakukan dengan cara meraba (palpasi) denyut nadi dengan jari telunjuk dan jari tengah. Dengan cara ini hanya dapat diketahui tinggi tekanan sistole saja. Cara auskultatoar dilakukan dengan cara mendengar (auskultasi) bunyi detak aliran darah didalam arteri dengan perantaraan stetoskop. Dengan cara ini baik tekanan sistole maupun diastole dapat diketahui (Guyton & Hall, 2002 dalam Rukhayat, 2016).
Table 2.2
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC-VII 2003
Kategori Sistol mmHg Diastolik mmHg
Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan < 85
High normal 130 – 139 atau 85 – 89
Hipertensi
Stage I 140 – 159 atau 90 – 99
Stage II 160 – 179 atau 100 – 109
Stage III > 180 atau > 110
Sumber: JNC-VII (2003 dalam Rukhayat, 2016)
3. Hubungan Kecemasan Dengan Peningkatan Tekanan Darah
Nilai tekanan darah ditentukan oleh perkalian curah jantung (kardiak output) dan tahanan perifer total (Masud, 1989 dalam Rukhayat, 2016). Adanya peningkatan pada salah satu atau kedua faktor tersebut tanpa disertai kompensasinya akan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Kecemasan merupakan stresor yang dapat merangsang hypothalamus. Stimulus ini akan direspon oleh
(20)
hypothalamus dengan mengeluarkan hormone vasopressin dan Corticotrophin Releasing Factor (RCF).
Kedua hormon tersebut akan mempengaruhi daya retensi air dan ion natrium serta mengakibatkan kenaikan volume darah. Dengan meningkatnya volume darah, maka akan terjadi kenaikan aliran balik vena yang selanjutnya mempengaruhi isi akhir diastolik, tekanan pengisian jantung dan kekuatan kontaksi jantung, akhirnya terjadi peningkatan curah jantung (kardiak output). Di sisi lain stres atau kecemasan akan merangsang pusat vasomotor dan menghabat pusat5 vagus, sehingga timbul reaksi yang menyeluruh didalam tubuh berupa peningkatan sekresi adrenalin dan nor adrenalin yang akan meningkatkan frekwensi denyut jantung dan meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung, sehingga menyebabkan peningkatan curah jantung (kardiak output). Di lain pihak terjadi vasokontriksi pembuluh darah oleh pengaruh adrenalin, sehingga tekanan perifer total meningkat. Perubahan-perubahan fungsi kardiovaskuler yang menyeluruh tersebut menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung (takikardi) (Masud, 1989 dalam Rukhayat, 2016).
C. Tinjauan Umum Tentang Pre Operasi 1. Pengertian Operasi
(21)
pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Tindakan operasi merupakan terapi medik yang dapat memunculkan kecemasan karena terdapat ancaman terhadap tubuh, intregitas dan bahkan jiwa seseorang. Manifestasi dari kecemasan bisa berupa respon fisiologis berbagai sistem tubuh, respon perilaku, kognitif maupun afektif. Pengalaman operatif dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif/pra bedah, operatif/masa sedang dibedah dan post operatif/pasca bedah (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Sari, 2016).
2. Pengertian Pre Operatif
Preoperatif artinya pre berarti sebelum, dan operatif/operasi berarti suatu tindakan pembedahan. Preoperasi berarti suatu keadaan/waktu sebelum dilakukan tindakan operasi.Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Sari, 2016)
3. Gambaran Pasien Pre Operatif
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun mental aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis. Menurut Long B.C (2001 dalam sari, 2016), pasien preoperasi akanmengalami reaksi emosional berupa kecemasan. Berbagai
(22)
alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain:
a. Takut nyeri setelah pembedahan
b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal.
c. Takut keganasan (bila diagnose yang ditegakkan belum pasti) d. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang
lain yang mempunyai penyakit yang sama.
e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi g. Takut operasi gagal
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat mempengaruhi respon fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatkan frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur dan sering berkemih.Persiapan yang baik selama periode operasi membantu menurunkan resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca bedah.
Tujuan tindakan keperawatan preoperasi menurut Luckman & Sorensen (1993 dalam Sari, 2016), dimaksudkan untuk
(23)
kebaikan bagi pasien dan keluarganya yang meliputi :
a. Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik ungkapan secara verbal maupun ekspresi muka)
b. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang dilakukan setelah tindakan operasi.
c. Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi.
d. Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh anastesi.
e. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah tindakan operasi.
f. Mendapatkan istirahat yang cukup.
g. Menjelaskan tentang prosedur operasi, jadwal operasi serta menandatangani inform consent.
h. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung. 4. Tindakan Keperawatan Preoperatif
Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang dilakukan perawat untuk kepentingan klien, terapi tersebut termasuk terapi yang dilakukan perawat berdasarkan diagnosis keperawatan, pengobatan yang dilakukan dokter berdasarkan diagnosis medis, dan melakukan fungsi penting sehari-hari untuk klien yang tidak dapat melakukannya (Mc. Closkey &Bulechek 1992, dalam Barbara J. G, 2008).
(24)
Tindakan keperawatan preoperative merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing- masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna (Rothrock, 1999, dalam Sari, 2016).
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
5. Persiapan Pasien Preoperasi a. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth (2002, dalam Sari, 2016), antara lain :
(25)
1) Status kesehatan fisik secara umum 2) Status Nutrisi
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit 4) Kebersihan Lambung dan Kolon 5) Pencukuran daerah operasi 6) Personal Hygine
7) Pengosongan kandung kemih 8) Latihan Pra Operasi
b. Persiapan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik.
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah. 3) Biopsi.
4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) c. Pemeriksaan Status Anestesi
d. Informed Consent e. Persiapan Mental
Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien (Brunner & Suddarth, 2002 dalam Sari, 2016).
(26)
tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya : jika pasien harus puasa dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien peru diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dlakukan, dan lain-lain. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.
b. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
c. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
d. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai peran perawat perioperatif menurut Brunner &
(27)
Suddarth (2002 dalam Sari, 2016) antara lain:
a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien untuk menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi
b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan perhatian
c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi
d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam
f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi
h. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi
D. Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
Peningkatan Tekanan Darah Pasien Pre Operasi Kecemasan
(28)
: Variabel Independen : Variabel Dependen
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah besarnya tekanan pada dinding pembuluh arteri pasien disebabkan oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung, terdiri atas tekanan darah sistolik dan diastolik, dan dinyatakan dalam mmHg.
Kriteria Objektif:
Normal : Jika tekanan darah responden < 140/90 mmHg Hipertensi : Jika tekanan darah responden ≥ 140/90 mmHg 2. Tingkat Kecemasan
Perasaan tidak aman dan kuatir yang timbul karena dirasa akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan pada pasien sebelum operasi.
Kriteria Objektif:
Ringan : Jika responden mendapat skor 14 - 20 Sedang : Jika responden mendapat skor 21 - 27 Berat : Jika responden mendapat skor 28 – 56
(29)
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada hubungan kecemasan dengan peningkatan tekanan darah pada pasien pre operasi di RSUD Sawerigading Kota Palopo Tahun 2017.
2. Hipotesis Nol (H0)
Tidak ada hubungan kecemasan dengan peningkatan tekanan darah pada pasien pre operasi di RSUD Sawerigading Kota Palopo Tahun 2017.
(1)
Tindakan keperawatan preoperative merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing- masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna (Rothrock, 1999, dalam Sari, 2016).
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
5. Persiapan Pasien Preoperasi a. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth (2002, dalam Sari, 2016), antara lain :
(2)
1) Status kesehatan fisik secara umum 2) Status Nutrisi
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit 4) Kebersihan Lambung dan Kolon 5) Pencukuran daerah operasi 6) Personal Hygine
7) Pengosongan kandung kemih 8) Latihan Pra Operasi
b. Persiapan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik.
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah. 3) Biopsi.
4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) c. Pemeriksaan Status Anestesi
d. Informed Consent e. Persiapan Mental
Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien (Brunner & Suddarth, 2002 dalam Sari, 2016).
(3)
tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya : jika pasien harus puasa dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien peru diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dlakukan, dan lain-lain. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.
b. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
c. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
d. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai peran perawat perioperatif menurut Brunner &
(4)
Suddarth (2002 dalam Sari, 2016) antara lain:
a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien untuk menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi
b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan perhatian
c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi
d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam
f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi
h. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi
D. Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
Peningkatan Tekanan Darah Pasien Pre Operasi Kecemasan
(5)
: Variabel Independen : Variabel Dependen
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah besarnya tekanan pada dinding pembuluh arteri pasien disebabkan oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung, terdiri atas tekanan darah sistolik dan diastolik, dan dinyatakan dalam mmHg.
Kriteria Objektif:
Normal : Jika tekanan darah responden < 140/90 mmHg Hipertensi : Jika tekanan darah responden ≥ 140/90 mmHg 2. Tingkat Kecemasan
Perasaan tidak aman dan kuatir yang timbul karena dirasa akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan pada pasien sebelum operasi.
Kriteria Objektif:
Ringan : Jika responden mendapat skor 14 - 20 Sedang : Jika responden mendapat skor 21 - 27 Berat : Jika responden mendapat skor 28 – 56
(6)
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada hubungan kecemasan dengan peningkatan tekanan darah pada pasien pre operasi di RSUD Sawerigading Kota Palopo Tahun 2017.
2. Hipotesis Nol (H0)
Tidak ada hubungan kecemasan dengan peningkatan tekanan darah pada pasien pre operasi di RSUD Sawerigading Kota Palopo Tahun 2017.