Skrining Fitokimia Metabolit Sekunder Dalam Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Untuk Uji In Vitro Daya Hambat Pertumbuhan Aeromonas Hydrophila

Lampiran

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Hasil analisis sidik ragam diameter zona hambat ekstrak daun
binahong terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila
F Tabel
Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
F Hitung
5% 1%
Ulangan
2
0.02
0.01

0.14
4.10 7.56
Konsentrasi
5
1206.08
241.22
3294.31**
3.33 5.64
Galat
10
0.73
0.073
Total
17
1206.84
Keterangan: ** = sangat nyata

Lampiran 1. Hasil analisis sidik ragam diameter zona hambat ekstrak daun
binahong terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila
F Tabel

Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
F Hitung
5% 1%
Ulangan
2
0.02
0.01
0.14
4.10 7.56
Konsentrasi
5
1206.08
241.22

3294.31**
3.33 5.64
Galat
10
0.73
0.073
Total
17
1206.84
Keterangan: ** = sangat nyata

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Bahan-Bahan dalam Penelitian

Daun Binahong

Etanol 96%

FeCl3 1%, CeSO4 1%, Pereaksi LiebermannBouchard, Pereaksi Wagner,Pereaksi

Dragendroff, Pereaksi Mayer, Pereaksi
Bouchardat

Akuades

Etil Asetat

Standart β-sitosterol
dan triterpenoid

Kertas Label

Kultur Murni
Bakteri

Tissu

Blank Cakram
(OXOID


Kapas

Tryptose Soy Agar
(TSA)

Alumunium foil

Parafin

Universitas Sumatera Utara

larutan crystal violet, larutan iodine lugol,
larutan alkohol aseton, larutan safranin

Media O/F

Media MIO

Media MIO, Media O/F paraffin,
Media O/F


Media RS

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Alat-Alat dalam Penelitian

Blender

Timbangan biasa

Penangas air

Gelas ukur

Tabung Reaksi

Botol kaca

Rotary evaporator


Labu takar

Bunsen

Rak Tabung Reaksi

Timbangan digital

Erlenmeyer

Pipet tetes

Corong

Mikroskop

Autoklaf Sturdy (Digital)

Universitas Sumatera Utara


Water Bath (digital)

Inkubator

Cawan Petri

Object glass

Jangka sorong

Sarung tangan & Masker

Pinset

Hockey stick

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Persiapan Bahan dan Pembuatan Simplisia


Penimbangan
bahan

Bahan setelah dicuci, ditiriskan

Pengeringan bahan

Bahan yang telah kering/Simplisia Simplisia diblender

Simplisia disaring

Serbuk halus simplisia

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Ekstraksi

Serbuk dimasukkan ke Erlenmeyer


Filtrat di rotary evaporator

Ekstrak ditimbang

Sampel dimaserasi
dengan Etanol 96%

Sampel disaring

Ekstrak diuapkan pelarut etanolnya

Ekstrak pekat

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Skrining Fitokimia

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 7. Analisis Kriteria Bakteri


Pembuatan preparat

Uji motilitas

Uji oksidase

Pewarnaan Gram

Uji Oksidatif/Fermentatif

Uji RS

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 8. Pembuatan Media Agar Miring & Media Dasar

TSA ditimbang sesuai kebutuhan

Disterilisasi

TSA dituang ke cawan petri

Volume ditakar sesuai kebutuhan

Dimasukkan kedalam water bath

TSA dituang ke tabung reaksi

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 9. Peremajaan Bakteri

Pengambilan bakteri dari isolat murni

Penggoresan bakteri

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 10. Pembuatan Suspensi Bakteri

Bakteri dimasukkan kedalam
NaCl 0,9% steril

Penyetaraan dengan Mc. Farland

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 11. Pembuatan Larutan Uji

Ekstrak dicampur aquades

Larutan berbagai konsentrasi

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 12. Pengujian Antibakteri

Penyebaran larutan suspensi bakteri

Peletakkan kertas cakram pada media

Pengukuran zona bening

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Aoki T. 1999. Motile Aeromonads (Aeromonas hydrophila). Journal Laboratory
of Genetics and Biochemistry 11: 427-435.
Astuti, S. M., M. Sakinah, R. Andayani, A. Ricsh. 2011. Determination of
Saponin Compound from Anredera cordifolia (Ten) Steenis Plant
(Binahong) to Potential Treatment for Several Diseases. Journal of
Agricultural Science 3(4): 227.
Darsana, I. G. O., Nengah, K. B., Hapsari, M. 2012. Potensi Daun Binahong
(Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis) dalam Menghambat Pertumbuhan
Bakteri Escherichia Coli secara In Vitro. Indonesia Medicus Veterinus
1(3):337 – 351
Dwidjoseputro, D. 1978. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Gan, S., M. Yurian, K. Istianda. 1980. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-2. UI
Press. Jakarta.
Ghufran M, H dan Kordi K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT.
Rineka Cipta dan PT. Bina Adiaksara. Jakarta.
Gunawan, D. dan Mulyani, S. 2010. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Indriani, N. 2007. Aktivitas Antibakteri Daun Senggugu (Clerodendron serratum
[L.] Spr.). [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gajahmada University Press.
Yogyakarta.
Katzung, B., G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerjemah: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Penerbit Salemba
Medika. Jakarta.
Kismiyati, S. Subekti, R. W. N Yusuf, R. Kusdarwati. 2009. Isolasi dan
Identifikasi Bakteri Gram Negatif pada Luka Ikan Maskoki (Carassius
auratus) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus sp. Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Kelautan 1(2):131-132.
Kumala, W. 2006. Diagnosis Laboratorium Mikrobiologi Klinik. Penerbit
Universitas Trisakti. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Lathifah, Q. A. 2008. Uji Efektifitas Ekstrak Kasar Senyawa Antibakteri Pada
Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Dengan Variasi Pelarut.
[skripsi]. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
(UIN).
Laelatul, L., A. Kadarohman, R. Eko. 2010. Efektivitas Biolarvasida Ekstrak
Etanol Limbah Penyulingan Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoides)
Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegyptii, Culex sp., Anopheles sundaicus.
Jurnal Sains dan Yeknologi Kimia 1(1):60-61.
Manoi, F. 2009. Binahong (Anredera cordifolia) Sebagai Obat. Warta Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Industri 15(1):3-4.
Muslim, M.P. Hotly, H. Widjajanti. 2009. Penggunaan Ekstrak Bawang Putih
(Allium sativum) untuk Mengobati Benih Ikan Patin Siam (Pangasius
hypophthalmus) yang Diinfeksi Aeromonas hydrophyla. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 8(1):99-100.
Murphy MC. 1999. Plant products as antimicrobial agents. Clin Microbiol Rev
12: 564–582l.
Nuitja, N. S. 2010. Manajemen Sumberdaya Perikanan. Penerbit IPB Press.
Bogor.
Nugrahaningtyas, K. D. 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam
Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.). Biofarmasi 3 (1): 34.
Pelczar, M. J., dan Chan, E. C. S. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Diterjemahkan
oleh Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S. S., dan Angka, S. L.
UI-Press. Jakarta.
Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah
Padmawinata, K. Penerbit ITB. Bandung.
Selawa, W., M. R. J. Runtuwene, G. Citraningtyas. 2013. Kandungn Flavonoid
dan Kapasitas Antioksidan Total Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera
cordifolia (Ten.)Steenis.).
Setiaji, A. 2009. Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya L. untuk
Pencegahan dan Pengobatan Ikan Lele Dumbo Clarias sp. Yang Diinfeksi
Bakteri Aeromonas hydrophila. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Setiaji, A. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Petroleum eter, Etil asetat dan
Etanol 70% Rhizoma (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) Terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 11229

Universitas Sumatera Utara

Serta Skrining Fitokimianya. [makalah]. Surakarta : Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Shabella, R. 2012. Terapi Daun Binahong. Cable Book. Klaten.
Singkoh, M. F. O. 2011. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Alga Laut Caulerpa
racemosa dari Perairan Pulau Nain. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis,
7(3): 124.
Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Penerbit ITB. Bandung.
Siregar, R. F. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Etanol dan Air Rebusan
Kulit Batang Ingul (Toona sinensis M. Roem) Terhadap Beberapa Bakteri.
[skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
SNI 7303: 2009. 2009. Metode Identifikasi Bakteri Aeromonas hydrophila secara
biokimia.
Sukenda, L. Jamal, D. Wahjuningrum dan A. Hasan. 2008. Penggunaan Kitosan
Untuk Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila Pada Ikan Lele Dumbo
Clarias sp. Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(2):159–169.
Sutama, I. K. J. 2002. Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.),
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dan Daun Sirih (Piper betle L.)
Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila Pada Ikan Lele Dumbo
(Clarias sp). [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
Tanjung, K. N, Sudarno, S. Laksmi. 2008. Efektivitas Ekstrak Kulit Jeruk Lemon
(Citrus limonum) terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Aeromonas
hydrophila secara in vitro. Berkala Ilmiah Perikanan. 3(1):89-93.
Tsuchiya, H., M. Sato, T. Miyazaki, S. Fujiwara, S. Tanigaki, M. Ohyama,
T. Tanaka, and M. Iinuma. 1996. Comparative study on the antibacterial
activity of phytochemical
flavanones against methicillin
-resistant
Staphylococcus aureus. J. Ethnopharmacol. 50:27–34.
Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Wardiyanto, Sukoso, U. Yanuhar. 2008. Analisis Daya Hambat Ekstrak Daun
Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap infeksi Seluler Aeromonas hydrophila
Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Penelitian Perikanan, 2(1):107114.
Wattimena, J. R, N. C. Sugiarso, M. B. Widianto, E. Y. Sukandar, A.A Soemardji,
A. R. Setiadi. 1991. Farmakodinami dan Terapi Antibiotik. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan April 2013.
Pembuatan ekstrak dan pengujian fitokimia daun binahong dilakukan di
Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sumatera Utara (Lampiran 1). Pengujian antibakteri dilakukakn
di Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
Kelas I Medan I.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun binahong,
etanol 96%, asam klorida (HCl) 2N, etil asetat, aquades steril, besi (III) klorida
(FeCl3) 1%, cerium sulfat (CeSO4) 1%, pereaksi Liebermann-Bouchard, pereaksi
Wagner, pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, pereaksi Bouchardat, standar
triterpenoid dan β-sitosterol, kultur murni bakteri Aeromonas hydrophila ATCC
35654 didapat dari Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan Kelas I Medan I, tryptose soya agar (TSA), kertas blank cakram merek
Oxoid, kapas, natrium klorida (NaCl), kertas label, tissu, alumunium foil, alkohol
70%, larutan crystal violet, larutan iodine lugol, larutan alkohol aseton, larutan
safranin, parafin, kertas oksidase, media O/F, media MIO (Lampiran 2).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, ayakan
mesh 65, stoples kaca, timbangan digital, penangas air (water bath), botol kaca,
rotary evaporator, erlenmeyer, labu takar, corong, gelas ukur, autoklaf, cawan

Universitas Sumatera Utara

Petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, jarum ose, api bunsen, inkubator, laminar
air flow, object glass, hot plate, pinset, jangka sorong, sarung tangan, masker,
pipet tetes, kamera digital, mikroskop (Lampiran 3).

Pelaksanaan Penelitian
Persiapan bahan dan pembuatan simplisia
Daun binahong diperoleh dari tanaman pekarangan rumah di Binjai,
Sumatera Utara. Daun yang diambil yaitu daun yang kira-kira berumur tua
(tanaman ditandai dengan adanya bunga) dan berwarna hijau tua. Daun
dikumpulkan sebanyak 400 gram. Daun yang telah dikumpulkan kemudian dicuci
dibawah air mengalir sampai bersih, lalu ditiriskan. Daun dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan sampai kering selama 5 hari, setelah kering diblender sampai
menjadi bubuk dan diayak sehingga didapat bubuk yang halus (simplisia). Bubuk
ini disimpan dalam wadah kaca tertutup dan tidak terkena sinar matahari langsung
(Lampiran 4).
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk membuat obat dan
belum mengalami proses apapun kecuali berupa bahan yang dikeringkan
(Gunawan dan Mulyani, 2010). Simplisia yang digunakan dalam penelitian ini
dibuat dari daun binahong (A. cordifolia) yang telah dikeringkan.
Proses pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga
bahan tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, memudahkan dalam proses
selanjutnya agar mudah disimpan dan tahan lama (Gunawan dan Mulyani, 2010).
Proses pengeringan dilakukan dengan cara kering angin selama 5 hari. Selama
proses pengeringan terdapat perubahan warna dan tekstur berat. Setelah kering,

Universitas Sumatera Utara

simplisia dihaluskan hingga menjadi bubuk dan disimpan dalam stoples kaca dan
terhindar dari sinar matahari (Lampiran 4).

Pembuatan ekstrak daun binahong
Ekstraksi tumbuhan adalah proses penarikan zat aktif dalam tanaman
dengan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi tergantung pada tekstur dan
kandungan bahan dalam tanaman. Senyawa/kandungan dalam tanaman memiliki
kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda (Harbone, 1996 diacu
oleh Indriani, 2007).
Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan menggunakan
pelarut etanol 96% dengan cara melarutkan serbuk simplisia sebanyak 50 gram ke
dalam 500 ml etanol 96% lalu ditutup dengan alumunium foil dan dibiarkan
selama 2 hari sambil sesekali diaduk. Setelah 2 hari, sampel yang direndam
tersebut disaring dengan kapas sehingga diperoleh filtrat dan ampas. Kemudian
filtrat dievaporasi dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental
daun binahong. Kemudian dilanjutkan pemekatan ekstrak dengan penangas air
(water bath) sampai seluruh pelarut etanolnya habis menguap dan diperoleh
ekstrak pekat. Ekstrak kemudian disimpan dalam botol kaca tertutup
(Lampiran 5).

Skrining Fitokimia (Indah (2006) dan Harborne (1987) dalam Laelatul, dkk.,
(2010).
Skrining fitokimia saponin
Ekstrak sampel sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 10 ml aquades. Selanjutnya dikocok sekuat-kuatnya
selama 10 detik. Jika terbentuk buih dengan ketinggian 1-10 cm yang stabil

Universitas Sumatera Utara

kurang lebih 10 menit dan buih tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCl 2N
maka menunjukkan adanya saponin (Lampiran 6).
Skrining fitokimia steroid/terpenoid
Ekstrak sampel sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian dilakukan pengujian steroid/terpenoid sebagai berikut:
a.

Ekstrak ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Liebermann-Bouchard.
Apabila terbentuk warna biru ungu/biru hijau menunjukkan adanya
steroid/terpenoid
Untuk pengujian dengan CeSO4 dilakukan dengan metode Thin Layer

Cromatography (TLC) dengan cara ekstrak sampel diteteskan ke plat TLC
kemudian disemprot dengan pereaksi CeSO4 1% dan dipanaskan di atas hot plate.
Kemudian diamati perubahan warna yang terjadi dan dibandingkan dengan
standar triterpenoida dan β-sitosterol yang terbentuk (Lampiran 6).
Skrining fitokimia alkaloid
Ekstrak sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian dilakukan pengujian alkaloida sebagai berikut :
a.

Ekstrak ditambahkan 2 tetes pereaksi Wagner. Apabila terbentuk endapan
berwarna cokelat maka reaksi positif.

b.

Ekstrak ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendroff. Apabila terbentuk
endapan berwarna merah/jingga maka reaksi positif.

c.

Ekstrak ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer. Apabila terbentuk endapan
menggumpal berwarna putih/kuning maka reaksi positif.

d.

Ekstrak ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat. Apabila terbentuk
endapan berwarna cokelat sampai hitam maka reaksi positif.

Universitas Sumatera Utara

Skrining fitokimia fenolik dan flavonoid
Ekstrak sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi untuk
dilakukan pengujian fenolik dengan cara ekstrak ditambahkan pereaksi FeCl3 1%,
jika terjadi warna hitam menunjukkan adanya senyawa fenolik. Untuk
memisahkan adanya senyawa flavonoid, maka serbuk daun kering (simplisia)
ditambahkan 5 ml etil asetat dan dikocok hati-hati lalu didiamkan sebentar,
kemudian ditambahkan pereaksi FeCl3 1%. Apabila terjadi perubahan warna
menjadi warna hitam menunjukkan adanya flavonoid.

Sterilisasi Alat
Sterilisasi alat dilakukan sebelum alat-alat digunakan dalam penelitian
yaitu dengan cara alat-alat yang akan dipakai seperti cawan petri, tabung reaksi,
erlenmeyer dibersihkan terlebih dahulu lalu dibungkus dengan menggunakan
kertas dan dimasukkan kedalam autoklaf. Selanjutnya di autoklaf dengan suhu
121oC dan tekanan 15 lbs atau 1 atm selama 15 menit (Waluyo, 2007). Sebelum
digunakan, alat-alat yang sudah disterilisasi, disimpan didalam oven. Untuk alatalat seperti jarum ose, pinset disterilisasi dengan cara dipanaskan dengan api
bunsen.

Analisa Kriteria Bakteri Aeromonas hydrophila
Analisa kriteria bakteri ini dilakukan untuk memastikan kultur murni
bakteri yang didapat dari Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan Kelas I Medan I merupakan bakteri A. hydrophila. Tahap-tahap
analisa kriteria bakteri berdasarkan metode identifikasi bakteri A. hydrophila

Universitas Sumatera Utara

secara biokimia yang dikeluarkan oleh SNI 7303 (2009) (Lampiran 7) dan bakteri
dinyatakan sebagai A. hydrophila apabila memenuhi kriteria antara lain pada
pewarnaan Gram menghasilkan sifat Gram negatif berwarna merah/pink dan
berbentuk batang pendek, hasil uji motilitas yaitu motil, hasil uji oksidase yaitu
positif oksidatif, hasil uji O/F yaitu positif O/F dan hasil uji RS yaitu positif RS
Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram bertujuan untuk menentukan apakah bakteri tersebut
termasuk dalam kelompok bakteri Gram positif atau kelompok bakteri Gram
negatif. Cara kerja dari pewarnaan Gram yaitu disiapkan object glass yang telah
dibersihkan dengan alkohol 70% dan diberi label, lalu diteteskan 1 tetes akuades
steril pada permukaan object glass. Kemudian diambil isolat sebanyak 1 ose
dengan menggunakan jarum ose steril, lalu dicampur dengan akuades dan diaduk
merata pada permukaan object glass. Campuran isolat dan akuades kemudian
difiksasi dengan melewatkan preparat di atas api (jarak 15 cm) beberapa kali
sampai terlihat kering, kemudian diteteskan larutan crystal violet pada preparat
sampai merata dan diamkan selama 1 menit, kemudian preparat dicuci dengan air
mengalir. Selanjutnya diteteskan larutan iodine lugol pada preparat sampai merata
dan didiamkan selama 1 menit, lalu preparat dicuci dengan air mengalir dan
dikering anginkan. Preparat selanjutnya diteteskan larutan alkohol aseton sampai
merata dan didiamkan maksimal 30 detik, setelah itu preparat dicuci dengan air
mengalir dan dikering anginkan. Preparat kemudian diteteskan larutan safranin
sampai merata dan didiamkan selama 2 menit, kemudian preparat dicuci dan
dikering anginkan. Setelah itu preparat diamati menggunakan mikroskop dan

Universitas Sumatera Utara

diamati sifat bakteri Gram negatif ditandai dengan sel bakteri berwarna
merah/pink, bentuk batang pendek (Lampiran 7).
Uji motilitas
Uji motilitas bertujuan untuk mengetahui apakah bakteri tersebut motil atau
tidak. Uji ini menggunakan media MIO (Motility Indole Ornitin) (Kismiyati, dkk.,
2009). Cara kerjanya adalah diambil isolat murni bakteri dengan ose steril dan
dinokulasikan dengan menusukkan pada media semi solid (MIO agar), kemudian
diinkubasikan pada suhu 25oC-28oC selama 18 jam-24 jam. Setelah itu dilakukan
pengamatan reaksi positif ditandai dengan adanya pertumbuhan bakteri yang
menyebar dan tidak terlihat bekas tusukan (Lampiran 7).
Uji oksidase
Uji oksidase adalah untuk mengetahui ada tidaknya enzim oksidase pada
bakteri dengan menggunakan paper oksidase yang dapat

dilihat

perubahan

warna yang terjadi pada kertas oksidase (Kismiyati, dkk., 2009). Cara kerjanya
kultur murni bakteri diambil sebanyak 1 ose dengan menggunakan ose steril lalu
digoreskan ke kertas oksidase. Selanjutnya diamati perubahan warna yang terjadi.
Reaksi oksidase positif ditandai munculnya warna biru keungunan pada goresan
(Lampiran 6).
Uji O/F (Oksidatif/Fermentatif)
Uji O/F medium (Oksidatif/Fermentatif) bertujuan untuk mengetahui
sifat oksidasi atau fermentasi bakteri terhadap glukosa dengan menggunakan dua
tabung media yang salah satunya ditutup dengan parafin, sehingga diharapkan
didalam media tidak terdapat udara yang dapat mendukung terjadinya fermentasi
(Kismiyati, dkk., 2009). Cara kerjanya adalah disiapkan 2 tabung reaksi yang

Universitas Sumatera Utara

berisi media O/F, lalu diambil isolat bakteri dengan menggunakan ose steril.
Kemudian inokulasi isolat bakteri ke dalam tabung reaksi yang berisi media O/F
dengan cara ditusukkan. Lalu satu tabung diisi dengan parafin cair steril hingga
ketinggian 1 cm di atas permukaan media O/F, sedangkan tabung lainnya tanpa
parafin cair. Setelah itu diamati perubahan yang terjadi. Reaksi fermentatif
ditandai dengan perubahan warna media pada tabung yang diisi parafin cair dari
hijau menjadi kuning (Lampiran7).
Uji Rimmler-Shoots (RS)
Cara kerja Uji Rimmler-Shoots (RS) adalah diambil isolat bakteri dengan
jarum ose steril dan digoreskan pada media RS, kemudian diinkubasikan pada
suhu 37oC selama 18-24 jam. Setelah itu diamati koloni yang tumbuh, apabila
berwarna kuning tanpa warna hitam di tengah koloni berarti positif A. hydrophila
(Lampiran 7).

Pembuatan Media
Pembuatan media agar miring
Bahan yang digunakan adalah bubuk TSA sebanyak 5 gram dilarutkan
dalam 125 ml aquades di dalam erlenmeyer, disterilisasi dengan autoklaf pada
suhu 121oC dan tekanan 15 lbs atau 1 atm selama 15 menit. Setelah itu,
erlenmeyer yang berisi larutan dimasukkan kedalam water bath sampai larutan
agak dingin, kemudian larutan dituangkan sebanyak 5 ml ke tabung reaksi.
Kemudian

tabung

reaksi

diposisikan

miring

dengan

kemiringan

15o

(Singkoh, 2011) dan dibiarkan mengeras selama 24 jam dalam laminar air flow

Universitas Sumatera Utara

pada suhu ruangan. Media miring yang tidak terkontaminasi ini selanjutnya bisa
digunakan untuk peremajaan bakteri (Lampiran 8).
Pembuatan media dasar
Media dibuat dengan menggunakan bubuk TSA sebanyak 10 gram
dilarutkan dalam 250 ml aquades di dalam labu takar, kemudian disterilisasi
dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 15 lbs atau 1 atm selama 15 menit.
Setelah itu, erlenmeyer yang berisi larutan dimasukkan kedalam water bath
sampai larutan agak dingin, kemudian larutan TSA dituangkan sebanyak 15 ml ke
dalam cawan petri (Singkoh, 2011) dan dibiarkan dibiarkan mengeras selama
24 jam dalam laminar air flow pada suhu ruangan. Media dasar yang tidak
terkontaminasi ini selanjutnya bisa digunakan untuk pengujian antibakteri
(Lampiran 8).

Uji Efektivitas Antibakteri
Peremajaan bakteri
Bakteri diremajakan pada media agar miring dengan cara menggoreskan
jarum ose yang mengandung bakteri A. hydrophila. Penggoresan dilakukan secara
aseptis yaitu mendekatkan mulut tabung pada nyala api bunsen saat
menggoreskan jarum ose. Kemudian tabung reaksi ditutup dengan kapas dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam di dalam inkubator (Lathifah, 2008).
Menurut Dwidjoseputro (1978) bahwa kesuburan pertumbuhan koloni bakteri
selama 24 sampai 48 jam (Lampiran 9).

Universitas Sumatera Utara

Pembuatan larutan NaCl 0,9%
Pembuatan larutan dilakukan dengan cara melarutkan NaCl 0,9 gram dan
100 ml akuades ke dalam gelas ukur, kemudian di aduk hingga tercampur rata.
Pembuatan suspensi bakteri
Bakteri diambil dari kultur murni dengan jarum ose kemudian disuspensi
ke dalam tabung reaksi berisi 10 ml NaCl 0,9% steril sampai kekeruhannya sama
dengan suspensi standart 0,5 Mc.Farland dan konsentrasi bakteri yang diperoleh
adalah 108 cfu/ml (Siregar, 2009) (Lampiran 10).
Pembuatan konsentrasi larutan uji
Konsentrasi % (b/v) yang akan digunakan yaitu 0 % (kontrol); 0,2 %; 0,4
%; 0,6 %; 0,8 % (Muslim, dkk., 2009). Larutan uji dibuat dengan cara menimbang
ekstrak daun binahong sebanyak 0,2 g; 0,4 g; 0,6 g; 0,8 g kemudian masingmasing dilarutkan dalam 100 ml aquades steril (Lampiran 10). Untuk konsentrasi
0% (kontrol) digunakan kontrol negatif (aquades steril) dan kontrol positif
(Oksitetrasiklin).
Pengujian Antibakteri
Metode difusi
Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer) untuk menentukan aktivitas
agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media
agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut.

Area

mikroorganisme

jernih
oleh

mengindikasikan
agen

antimikroba

adanya

hambatan

pada

permukaan

pertumbuhan
media

agar

(Pratiwi, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Pada percobaan in vitro dengan metode lempeng agar, dapat dilihat pada
besar diameter hambatan pertumbuhan mikroba disekeliling antibiotik. Bila
antibiotik pada kadar yang rendah dapat memberikan diameter hambatan yang
luas dan bening di sekeliling antibiotik, hal ini menunjukkan bahwa antibiotik
tersebut

berpotensi

tinggi

terhadap

mikroba

uji

yang

digunakan

(Wattimena, dkk., 1991).
Zona hambat yang kecil menunjukkan adanya aktivitas antibakteri yang
rendah, sedangkan zona hambat yang besar menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri yang tinggi (Setiaji, 2009).
Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode difusi disk menggunakan
kertas cakram. Larutan suspensi bakteri disebar diatas media TSA dan diratakan,
lalu didiamkan sebentar. Kertas cakram yang telah direndam larutan uji dengan
berbagai konsentrasi selama 15 menit diletakkan di atas media TSA yang
sebelumnya telah disebar larutan suspensi bakteri. Kertas cakram diletakkan
dengan sedikit agak ditekan bertujuan agar kertas cakram menempel dengan baik
pada permukaan media. Selanjutnya cawan petri diinkubasi pada suhu 37oC
selama 24 jam di inkubator (Lampiran 12).
Parameter yang Diamati
Pengamatan zona hambat pertumbuhan bakteri
Pengamatan dapat dilakukan setelah masa inkubasi yaitu dengan melihat
daerah bening yang terbentuk di sekitar kertas cakram pada berbagai konsentrasi
ekstrak. Daerah bening yang terbentuk merupakan zona hambat pertumbuhan
bakteri akibat aktivitas antibakteri larutan uji. Diameter zona hambat diukur
dengan menggunakan jangka sorong.

Universitas Sumatera Utara

Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi :
a.

Hasil fitokimia daun binahong berupa senyawa metabolit sekunder yang
terkandung di dalamnya.

b.

Pengaruh ekstrak daun binahong yang mempunyai daya hambat terhadap
pertumbuhan bakteri.

c.

Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri

Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratoris untuk uji
in vitro. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
dengan enam perlakuan dan setiap perlakuan diulang tiga kali.
Data hasil penelitian pengaruh ekstrak dianalisis secara statistik dengan
menggunakan model ANOVA (Analisis Variansi) dilanjutkan dengan uji Dunnett
untuk mengetahui konsentrasi mana yang mempunyai pengaruh nyata atau tidak
nyata. Kemudian data zona hambat pertumbuhan bakteri dianalisis secara
deskriptif yaitu dengan membandingkan diameter zona hambat antar perlakuan.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Persiapan Bahan dan Pembuatan Simplisia
Bahan yang digunakan adalah daun binahong segar sebanyak 400 gram
kemudian setelah proses pengeringan diperoleh daun kering sebanyak 50 gram.
Daun kering dihaluskan menjadi serbuk (simplisia) dan diperoleh serbuk kering
sebanyak 50 gram.
Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan secara maserasi. Ekstrak yang diperoleh berupa
ekstrak pekat berwarna cokelat tua dengan bau seperti jamu sebanyak 20 gram.
(Lampiran 4).
Skrining Fitokimia
Berdasarkan
mengandung

skrining

senyawa

fitokimia

metabolit

didapatkan

sekunder

yaitu

hasil

bahwa

fenolik,

ekstrak

flavonoida,

terpenoida/steroida (triterpenoida dan β-sitosterol), alkaloid dan saponin seperti
pada Tabel 1 dan hasil skrining fitokimia dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 1. Hasil skrining fitokimia metabolit sekunder yang terkandung dalam
ekstrak daun binahong (A. cordifolia)
Skrining fitokimia
Pereaksi
Hasil
Fenolik
FeCl3
+++
Steroid/Terpenoid
Libermann-Bouchard
+++
Cerium sulfat (CeSO4)
Triterpenoid (TLC)
+
β-sitosterol (TLC)
+
Alkaloid
Bouchardat
Wagner
Mayer
Dragendroff
++

Universitas Sumatera Utara

Saponin

Aquades-HCl

+++

Keterangan :
+
: berubah warna (reaksi positif) berlangsung lama pada penambahan
pereaksi tetes pertama.
++ : berubah warna (reaksi positif) berlangsung perlahan-lahan pada
penambahan pereaksi pertama kali tetes (diperkirakan 1 tetes = 0,05 ml).
+++ : langsung berubah warna (reaksi positif) pada penambahan pereaksi
pertama kali tetes (diperkirakan 1 tetes = 0,05 ml).

Gambar

2.

Ekstrak daun binahong yang mengandung senyawa
(A) triterpenoid/steroid, (B) saponin, (D) alkaloid, (F) fenolik

Berdasarkan hasil skrining fitokimia fenolik (Tabel 1) diperoleh reaksi
positif terhadap pereaksi FeCl3 ditandai adanya warna hitam. Menurut
Nugrahaningtyas (2005) pereaksi FeCl3 merupakan pereaksi spesifik untuk
senyawa yang merupakan turunan dari fenol, dan flavonoid yang merupakan
turunan dari fenol. Untuk menguji adanya flavonoid dengan pereaksi FeCl3 1%
dan diperoleh hasil positif flavonoida ditandai adanya perubahan warna menjadi
hitam seperti pada Gambar 3.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Hasil uji fenolik dan flavonoida menunjukkan adanya senyawa
fenolik dan flavonoida ditandai perubahan warna hijau ekstrak
asli (A) menjadi warna hitam (B dan C)
Hasil skrining fitokimia steroid/terpenoid (Tabel 1) diperoleh hasil positif
terhadap pereaksi Liebermann-Bouchard ditandai dengan adanya perubahan
warna biru-kehijauan dan adanya reaksi positif pada pereaksi LiebermannBouchard menunjukkan adanya senyawa steroid/terpenoid. Selanjutnya ekstrak di
uji dengan metode TLC menggunakan pereaksi CeSO4 1% untuk mengetahui
golongan steroid dan terpenoid. Hasil yang diperoleh yaitu positif triterpenoida
dan β-sitosterol ditandai dengan adanya perubahan warna pada ekstrak yang
menyerupai warna standar triterpenoida dan β-sitosterol seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil uji TLC pada ekstrak daun binahong yang menunjukkan
adanya senyawa triterpenoida dan β-sitosterol

Universitas Sumatera Utara

Hasil skrining fitokimia alkaloid (Tabel 1) diperoleh hasil negatif (tidak ada
perubahan warna) pada pereaksi Bouchardat, pereaksi Wagner, pereaksi Mayer,
tetapi bereaksi positif pada pereaksi Dragendroff ditandai adanya endapan seperti
pada Gambar 5A.
Hasil skrining fitokimia saponin (Tabel 1) diperoleh hasil positif ditandai
dengan adanya buih stabil selama 10 menit dengan ketinggian 1-10 cm dan buih
tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes (0,05 ml) HCl 2N. Hasil skrining fitokimia
saponin dapat dilihat pada Gambar 5B.

A
B
Gambar 5. Hasil skrining fitokimia : (A) alkaloid dengan pereaksi Dragendroff
menunjukkan adanya endapan dan (B) saponin menunjukkan adanya
buih.

Analisis Kriteria Bakteri Aeromonas hydrophila
Hasil analisis kriteria bakteri A. hydrophila menunjukkan bahwa kultur
murni bakteri merupakan bakteri A. hydrophila. Hasil analisis bakteri dapat dilihat
pada Tabel 2.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Hasil analisa kriteria bakteri A. hydrophila
Uji

Hasil

Pewarnaan Gram

Gram negatif, bentuk batang pendek

Uji Motilitas

Motil

Uji Oksidase

Positif Oksidatif

Uji Oksidatif/Fermentatif

Positif O/F

Uji RS

Positif RS

Hasil pewarnaan Gram menunjukkan sifat bakteri Gram negatif ditandai
dengan sel bakteri berwarna merah/pink. Hal ini karena bakteri Gram negatif
melepaskan warna pertama ungu crystal violet dan mengikat zat warna kedua
yaitu safranin (countestain) (Kumala, 2006). Hasil pewarnaan Gram dapat dilihat
pada Gambar 6.

Gambar 6. Hasil pewarnaan Gram menunjukkan bakteri Gram negatif dengan
adanya sel bakteri berwarna merah.

Hasil uji O/F menunjukkan adanya reaksi fermentatif/oksidatif dengan
perubahan warna kuning pada kedua tabung baik yang berisi parafin maupun tidak
berisi parafin seperti pada Gambar 7.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 7. Hasil uji motilitas dan uji O/F menunjukkan reaksi positif pada uji
motilitas ditandai tidak terlihat bekas tusukkan (A) dan reaksi
fermentatif/oksidatif pada uji O/F ditandai dengan perubahan warna
menjadi kuning (B dan C).

Hasil uji oksidase menunjukkan adanya reaksi oksidase positif ditandai
dengan adanya warna biru keunguan pada goresan kertas oksidase seperti pada
Gambar 8.

Gambar 8. Hasil uji oksidase menunjukkan reaksi positif oksidase ditandai
dengan warna biru-keunguan pada goresan di kertas oksidase.

Hasil uji Rimmler-Shoots (RS) menunjukkan hasil positif ditandai dengan
adanya pertumbuhan koloni yang berwarna kuning seperti pada Gambar 9.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 9. Hasil uji RS menunjukkan hasil positif ditandai dengan adanya
pertumbuhan koloni bakteri berwarna kuning.

Pengujian Antibakteri
Pengujian antibakteri menggunakan metode difusi disk menggunakan
kertas cakram dengan diameter 6 mm. Pengamatan dilakukan setelah masa
inkubasi selama 24 jam dan diperoleh hasil sebagai berikut yang terdapat pada
Tabel 3 dan Gambar 10.
Tabel 3. Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak daun binahong terhadap
pertumbuhan bakteri A. hydrophila
Konsentrasi
Diameter Zona Hambat (mm)
Rata-Rata
Larutan Uji (%)
Diameter
Zona
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Hambat (mm)
0
0
0
0
0
Aquades Steril
(Kontrol negatif)
Oksitetrasiklin
(Kontrol positif)

27,4

27,6

27,4

27,5

0,2
0,4
0,6
0,8

8,1
9,2
10,3
12,4

8,6
9,6
10,5
11,6

8,5
9,4
10,7
11,6

8,4
9,4
10,5
11,9

Universitas Sumatera Utara

Gambar 10. Hasil zona hambat ekstrak daun binahong terhadap pertumbuhan
bakteri A. hydrophila

Pembahasan
Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak daun binahong terhadap
bakteri A. hydrophila menunjukkan kertas cakram yang tidak mengandung ekstrak
daun binahong (kontrol negatif dengan akuades) tidak terhambat, terbukti dari
diameter zona bening/hambat 0 mm diakibatkan karena akuades tidak memilki zat
aktif yang mampu menghambat bakteri. Kertas cakram yang mengandung
antibiotik oksitetrasiklin (kontrol positif) menunjukkan zona hambat yang luas.
Oksitetrasiklin merupakan antibiotik bagian dari golongan Tetrasiklin. Tetrasiklin
merupakan antibiotik berspektrum luas yang dapat menghambat sintesis protein
(Katzung, 2004). Kertas cakram yang mengadung ekstrak daun binahong dengan
konsentrasi berbeda menunjukkan hasil diameter zona hambat yang juga berbeda.
Diameter zona hambat terkecil diperoleh pada konsentrasi ekstrak daun binahong
0,2 % (8,4 mm) dan yang terbesar 0,8 % (11,9 mm).

Universitas Sumatera Utara

Hasil diameter zona hambat yang terbentuk menunjukkan semakin
bertambah konsentrasi ekstrak daun binahong yang digunakan, maka kemampuan
ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri juga semakin meningkat.
Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak daun binahong terhadap
pertumbuhan bakteri A. hydrophila kemudian dianalisis secara statistik dengan
Analisis Sidik Ragam. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil analisis sidik ragam diameter zona hambat ekstrak daun binahong
terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila
F Tabel
Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
F Hitung
5% 1%
Ulangan
2
0.02
0.01
0.14
4.10 7.56
**
Konsentrasi
5
1206.08
241.22
3294.31
3.33 5.64
Galat
10
0.73
0.073
Total
17
1206.84
Keterangan: ** = sangat nyata
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam zona hambat ekstrak daun binahong
terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila dapat dinyatakan bahwa konsentrasi
ekstrak daun binahong memberikan pengaruh sangat nyata (P > 0,01) terhadap
pertumbuhan bakteri A. hydrophila.
Analisis terhadap perbedaan diameter zona hambat berbagai konsentrasi
ekstrak daun binahong terhadap bakteri A. hydrophila dapat dilanjutkan dengan
uji Dunnett dengan membandingkan diameter zona hambat yang terbentuk pada

Universitas Sumatera Utara

berbagai konsentrasi dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Hasil perhitungan
uji Dunnett dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil uji Dunnett diameter zona hambat berbagai konsentrasi ekstrak
daun binahong terhadap kontrol positif dan kontrol negatif
Rata-rata
Beda dengan
Beda dengan kontrol
Konsentrasi
Rendemen
Kontrol negatif
positif
Akuades
(Kontrol Negatif)
0
-27.5tn
Oksitetrasiklin
(Kontrol Positif)
27.5
27.5
**
0.2
8.4
8.4
-19.1tn
**
0.4
9.4
9.4
-18.1tn
0.6
10.5
10.5**
-17.0tn
0.8
11.87
11.87**
-15.6tn
d0.05 = 0.56
d0.01 = 0.78
d0.01 = 0.78
Keterangan : tn = tidak nyata
** = sangat nyata
Hasil analisis uji Dunnett menunjukkan bahwa berbagai konsentrasi
ekstrak daun binahong ( 0,2 %; 0,4 %; 0,6 %; 0,8%) mempunyai perbedaan yang
sangat nyata terhadap kontrol negatif yaitu kertas cakram yang diberi akuades
yang dapat dilihat dari semua nilai konsentrasi ekstrak daun binahong (P > 0,01).
Sedangkan konsentrasi ekstrak daun binahong ( 0,2 %; 0,4 %; 0,6 %; 0,8%)
menunjukkan hasil tidak nyata terhadap kontrol positif yaitu kertas cakram yang
diberi oksitetrasiklin dapat dilihat dari nilai konsentrasi ekstrak daun binahong
(P < 0,01).
Kertas cakram yang diberi berbagai konsentrasi larutan dibandingkan
dengan kertas cakram yang diberi akuades menunjukkan ekstrak daun binahong
dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang dipengaruhi senyawa metabolit
sekunder yang terkandung didalamnya, seperti flavonoid, fenolik, alkaloid,
saponin, triterpenoid dan β-sitosterol.

Universitas Sumatera Utara

Flavonoid dapat berperan langsung sebagai antibiotik dengan menggangu
fungsi kerja dari mikroorganisme seperti bakteri (Manoi, 2009). Flavonoid yang
telah di uji secara in vitro lebih efektif sebagai zat antimikroba terhadap berbagai
macam mikroorganisme. Flavonoid lipofilik juga dapat mengganggu membran
mikroba (Tsuchiya, dkk, 1996). Menurut Robinson (1991) saponin dapat bekerja
sebagai antimikroba. Menurut Murphy (1999) alkaloid merupakan golongan
senyawa nitrogen heterosiklik. Alkaloid juga memiliki sifat antibakteri, karena
memiliki kemampuan menginterkalasi DNA. Adanya senyawa fenol juga dapat
mempengaruhi daya hambat bakteri. Senyawa fenol bekerja dengan cara
mendenaturasi protein sel dan merusak dinding sel bakteri tanpa dapat diperbaiki
lagi sehingga pertumbuhan bakteri terhambat (Pelczar dan Chan, 1988).
Kertas cakram yang mengandung Oksitetrasiklin digunakan sebagai
kontrol positif berfungsi sebagai kontrol bakteri yang di tanam apakah benar
terhambat atau tidak dan sebagai pembanding untuk perlakuan lain (Darsana,
dkk., 2012). Daerah bening yang terbentuk disekitar kertas cakram menunjukkan
bakteri mengalami penghambatan dan zona bening ini menunjukan bahwa
pertumbhan bakteri terhambat.
Hasil uji in vitro ekstrak daun binahong terhadap bakteri A. hydrophila
menunjukkan bahwa ekstrak daun binahong dapat menghambat pertumbuhan
bakteri A. hydrophila penyebab penyakit pada ikan. Hasil penelitian dapat dilihat
bahan alami yaitu daun binahong dapat dijadikan alternatif dalam pengobatan ikan
karena daun binahong dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab penyakit
ikan secara in vitro.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Hasil skrining fitokimia ekstrak daun binahong mengandung senyawa
fenolik, flavonoid, triterpenoid, β-sitosterol, alkaloid, dan saponin.
2. Hasil diameter zona hambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila dalam
berbagai konsentrasi ekstrak yaitu 0 mm (0% kontrol negatif); 8,4 mm
(0,2%); 9,4 mm (0,4%); 10,5 mm (0,6%); 11,9 mm (0,8%); 27,5 mm
(kontrol positif).
3. Hasil diameter zona hambat menunjukkan bahwa ekstrak daun binahong
dapat menghambat pertumbuhan A. hydrophila penyebab penyakit Motile
Aeromonads Septicaemia (MAS) secara in vitro.
4. Daun binahong (A. cordifolia) dapat digunakan sebagai satu diantara
bahan alami untuk pengobatan penyakit ikan karena mengandung senyawa
metabolit sekunder yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
A. hydrophila.

Saran
Sebaiknya dilakukan pengujian lebih lanjut secara in vivo dengan langsung
menguji ekstrak daun binahong terhadap ikan yang sakit untuk lebih mengetahui
aktivitas antibakteri senyawa metabolit sekunder ekstrak daun binahong dalam
menghambat pertumbuhan bakteri.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
Tanaman ini berasal dari dataran Cina dengan nama asalnya adalah Dheng
shan chi, di Inggris disebut

madeira vine. Sinonim Boussingaulatia gracilis

Miers. Boussingaultia cordifolia

Boussingaultia basselloides.

Tanaman

binahong (A. cordifolia) termasuk dalam famili Basellaceae merupakan salah satu
tanaman obat yang mempunyai potensi besar ke depan untuk diteliti, karena dari
tanaman ini masih banyak yang perlu diteliti sebagai bahan fitofarmaka
(Manoi, 2009).
Tanaman ini menyebar ke Asia Tenggara. Di negara Eropa maupun
Amerika, tanaman ini cukup dikenal, tetapi para ahli disana belum tertarik untuk
meneliti serius dan mendalam, padahal beragam khasiat sebagai obat telah diakui.
Di Indonesia tanaman ini dikenal sebagai gendola yang sering digunakan sebagai
gapura yang melingkar di atas jalan taman. Tanaman merambat ini perlu
dikembangkan dan diteliti lebih jauh. Terutama untuk mengungkapkan khasiat
dari bahan aktif yang dikandungnya (Manoi, 2009).
Hampir semua bagian tanaman binahong seperti umbi, batang, bunga dan
daun dapat digunakan dalam terapi herbal. Tanaman ini memang tumbuh baik
dalam lingkungan yang dingin dan lembab (Shabella, 2012).

Taksonomi Tanaman Binahong
Berdasarkan taksonominya, tanaman binahong dapat diklasifikasikan
sebagai berikut (Shabella, 2012) :

Universitas Sumatera Utara

Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Caryphyllales
Famili : Basellaceae
Genus : Anredera
Spesies: Anredera cordifolia (Ten.) Steenis

Daun Binahong
Daun binahong adalah jenis tanaman yang sangat berkhasiat untuk
menyembuhkan beberapa penyakit. Beberapa lembar daun ini dikunyah hingga
halus atau dimasak dengan segelas air dan diminum beserta ampasnya atau lebih
mudah di jus atau diblender. Adapun khasiat dari daun binahong dapat
dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai jenis penyakit seperti batuk/muntah
darah, paru-paru/bolong, diabetes, sesak nafas, borok akut (menahun), patah
tulang, darah rendah, radang ginjal, gatal-gatal/eksim kulit, geger otak
ringan/berat, disentri/buang air besar, ambeien berdarah, hidung mimisan, luka
pasca bedah/operasi, luka bakar, kecelakaan/cedera benda tajam, jerawat, usus
bengkak, gusi berdarah, kurang nafsu makan, haid tidak lancar, penyembuhan
pasca bersalin/melahirkan, menjaga stamina tubuh, penghangat badan, lemah
syahwat, kanker dan lain sebagainya (Shabella, 2012).

Kandungan Senyawa Kimia pada Tanaman Binahong
Menurut Astuti, dkk., (2011)

yang telah melakukan penelitian pada

tanaman binahong (A. cordifolia) dengan ekstraksi cara maserasi menggunakan

Universitas Sumatera Utara

pelarut akuades, etanol dan metanol pada sampel umbi, daun dan batang binahong
mengungkapkan adanya zat obat aktif saponin triterpenoid, steroid, glikosida dan
alkaloid. Dengan tes skrining saponin dari sampel segar dan kering tanaman
binahong, semua sampel diperoleh senyawa saponin yang positif, dengan
menunjukkan hasil stabil persisten saponin dari sampel segar dan kering.
Manoi (2009) menyatakan tanaman ini dikenal dengan sebutan Madeira Vine
dipercaya memiliki kandungan antioksidan tinggi dan antivirus.
Setiaji (2009) yang telah melakukan ekstraksi rhizoma binahong
menggunakan pelarut petroleum eter, etil asetat dan etanol 70% diperoleh
senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin. Sedangkan pada uji kromatografi lapis
tipis (KLT) ekstrak petroleum eter diperoleh saponin, ekstrak etil asetat diperoleh
alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol sedangkan ekstrak etanol 70%
diperoleh alkaloid, saponin, dan flavonoid.
Selawa, dkk., (2013) juga telah melakukan penelitian tentang ekstraksi pada
sampel segar dan serbuk kering daun binahong menggunakan pelarut etanol
diperoleh senyawa flavonoid dan jenis flavonoid yang diperoleh dari hasil isolasi
dan identifikasi serbuk segar dan serbuk kering ekstrak etanol daun binahong ialah
flavonol. Ekstrak etanol daun binahong juga diperoleh senyawa antioksidan
dimana antioksidan sampel segar lebih besar dari sampel kering.
Senyawa Antibakteri Pada Tanaman Binahong
Flavonoid
Flavonoid

umumnya

terdapat

pada

tanaman

sebagai

glikosida

(Sirait, 2007). Flavonoid dapat berperan langsung sebagai antibiotik dengan

Universitas Sumatera Utara

menggangu fungsi kerja dari mikroorganisme seperti bakteri dan virus
(Manoi, 2009).
Terpenoid
Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis,
terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan (Sirait, 2007). Senyawa
terpenoid adalah senyawa hidrokarbon isometrik membantu tubuh dalam proses
sintesa organik dan pemulihan sel-sel tubuh (Manoi, 2009).
Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang
terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Pada daun tempat proses
fotosintesis terjadi dapat dibuat alkaloid. Selain pada daun, alkaloid juga terdapat
pada kuncup muda, akar dan juga pada getah (Sirait, 2007). Alkaloid adalah bahan
organik yang mengandung nitrogen sebagai bagian dari sistem heterosiklik.
Alkaloid memiliki aktivitas hipoglikemik (Manoi, 2007).
Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan
busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering
menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer
saponin sangat beracun bagi ikan dan tumbuhan yang mengandung saponin telah
digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin
bekerja sebagai antimikroba. Saponin ada dua jenis yaitu saponin triterpenoid dan
saponin steroid yang kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak
larut dalam eter (Robinson, 1995). Saponin dapat menurunkan kolesterol,

Universitas Sumatera Utara

mempunyai

sifat

sebagai

antioksidan,

antivirus

dan

anti

karsinogenik

(Manoi, 2009).

Uji Antibakteri
Antibakteri
Antibakteri adalah antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri. Pengertian antimikroba secara umum adalah zat yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba, dan digunakan untuk kepentingan pengobatan infeksi pada
manusia dan hewan (Gan, dkk., 1980).
Aktivitas antibakteri ditentukan oleh spektrum kerja (spektrum kerja luas,
spektrum kerja sempit), cara kerja (bakterisid atau bakteriostatik) dan ditentukan
juga oleh konsentrasi minimum inhibisi (KMI) serta potensi pada KMI. Suatu
antibakteri dikatakan mempunyai aktivitas yang tinggi bila KMI terjadi pada
kadar antibiotik yang rendah tetapi mempunyai daya bunuh atau daya hambat
yang besar (Wattimena, dkk., 1991).
Zat-zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dapat
dibagi atas garam-garam logam, fenol dan senyawa-senyawa lain yang sejenis,
formaldehida, alkohol, yodium, klor dan persenyawaan klor, zat warna, deterjen,
sulfonamide dan antibiotika (Dwidjoseputro, 1978).

Bakteri Uji
Bakteri adalah mikroorganisme dengan struktur intraseluler yang sederhana,
yang mempunyai daerah penyebaran relatif luas sehingga hampir dapat dijumpai
dimana saja. Bakteri mempunyai ukuran relatif lebih besar daripada virus, yaitu

Universitas Sumatera Utara

antara 0,3-0,5 mikron. Bentuknya berbeda menurut genusnya. Ciri-ciri bakteri
adalah sifatnya yang dapat tumbuh dan bertambah banyak dalam kelompok,
berbentuk rantai atau benang, memiliki koloni yang berwarna dan berkilau atau
tidak, halus atau kasar, metabolism aerob atau anaerob dan membutuhkan media
tertentu untuk mengkultur disertai dengan menghasilkan asam atau gas.
Kebanyakan bakteri patogen ikan termasuk golongan Gram negatif, seperti
Aeromonas, Vibrio, dan Flexibacter (Ghufran dan Kordi, 2004).
Aeromonas hydrophila
Aeromonas hydrophila merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang,
motil, merupakan agen penyebab hemoragik septicemia Bacterial Hemorrhagic
Septicemia (BHS) atau Motile Aeromonas Septicaemia (MAS) pada beragam
spesies ikan air tawar. A. hydrophila merupakan bakteri patogen pada ikan
budidaya air tawar seperti pada ikan lele (Clarias batrachus) ikan mas (Cyprinus
carpio) ikan gurami (Osphronemus gouramy) dan ikan nila (Oreochromis
niloticus) (Irianto, 2005).
Bakteri Aeromonas umumnya hidup di air tawar yang mengandung bahan
organik tinggi. Ciri utama bakteri Aeromonas adalah bentuknya seperti batang,
ukurannya 1-4 x 0,4-1 mikron, bersifat gram negatif, fakultatitf aerobik (dapat
hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora, bersifat motil (bergerak aktif)
karena mempunyai satu flagel (monotrichous flagella) yang keluar dari salah satu
kutubnya, senang hidup di lingkungan bersuhu 15-30oC dan pH antara 5,5-9
(Ghufran dan Kordi, 2004).
Pada dasarnya A. hydrophila merupakan oportunis karena penyakit yang
disebabkannya

mewabah

pada

ikan-ikan

yang

mengalami

stress

atau

Universitas Sumatera Utara

pemeliharaan dengan padat tebaran tinggi. Umumnya penyebaran terjadi secara
horizontal lewat kontak langsung dengan air atau hewan yang sakit
(Irianto, 2005).
Bakteri Aeromonas menyerang hampir semua jenis ikan air tawar dan ikan
kakap putih yang dipelihara ditambak bersalinitas rendah. Kerugian yang
ditimbulkannya sangat besar, sebab dalam waktu relatif singkat puluhan ton ikan
mati secara massal, baik ukuran benih maupun induk. Serangan bakteri ini bersifat
laten (berkepanjangan). Serangan bakteri ini baru terlihat apabila ketahanan tubuh
ikan menurun akibat stress yang disebabkan oleh penurunan kualitas air,
kekurangan

pakan

atau

penanganan

ikan

yang

kurang

baik

(Ghufran dan Kordi, 2004).

Motile Aeromonads Septicaemia (MAS)
Penyakit bercak merah atau septicemia haemorahagica disebabkan oleh
bakteri Aeromonas sp. Bakteri Aeromonas termasuk ke dalam famili
Pseudomonadaceae yang terdiri atas tiga spesies utama, yaitu Aeromonas
punctata,

A.

hydrophila,

dan

A.

liquiefacieus

yang

bersifat

patogen

(Ghufran dan Kordi, 2004).
Tanda-tanda klinis infeksi A. hydrophila bervariasi, tetapi umumnya
ditunjukkan adanya hemoragik pada kulit, insang, rongga mulut dan borok pada
kulit yang dapat meluas ke jaringan otot. Sering pula tanda-tanda klinis ditunjukan
dengan terjadinya eksoptalmia, ascites, pembengkakan limpa dan ginjal
(Irianto, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Ikan yang terserang penyakit ini biasanya memperlihatkan gejala-gejala
seperti warna tubuh ika

Dokumen yang terkait

Penganrh Salep Ekstrak I)aun Binahong (Anredera cordifulia (Tenore) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka Bakar Tikus Sprngue dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi

1 19 89

Uji aktivitas ekstrak Etanol 70% daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap penurunan kadar asam urat dalam darah tikus putih jantan yang diinduksi dengan Kafeina

1 42 73

Penambahan Tepung Daun Binahong Anredera Cordifolia (Ten) Steenis Dalam Pakan Untuk Pencegahan Infeksi Aeromonas Hydrophila Pada Ikan Lele

0 8 35

Skrining Fitokimia Metabolit Sekunder Dalam Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Untuk Uji In Vitro Daya Hambat Pertumbuhan Aeromonas Hydrophila

1 1 13

Skrining Fitokimia Metabolit Sekunder Dalam Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Untuk Uji In Vitro Daya Hambat Pertumbuhan Aeromonas Hydrophila

0 0 2

Skrining Fitokimia Metabolit Sekunder Dalam Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Untuk Uji In Vitro Daya Hambat Pertumbuhan Aeromonas Hydrophila

0 0 6

Skrining Fitokimia Metabolit Sekunder Dalam Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Untuk Uji In Vitro Daya Hambat Pertumbuhan Aeromonas Hydrophila

0 0 9

Skrining Fitokimia Metabolit Sekunder Dalam Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Untuk Uji In Vitro Daya Hambat Pertumbuhan Aeromonas Hydrophila

0 0 3

Skrining Fitokimia Metabolit Sekunder Dalam Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Untuk Uji In Vitro Daya Hambat Pertumbuhan Aeromonas Hydrophila

0 0 15

UJI AKTIVITAS ANTIKOLESTEROL EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) SECARA IN VITRO

2 4 6