Pemikiran Tan Malaka Tentang Konsep Negara

(1)

PEMIKIRAN TAN MALAKA TENTANG KONSEP

NEGARA

SKRIPSI

Ian Pasaribu

( 090906006 )

Dosen Pembimbing:

Dosen Pembaca:

Dr. Heri Kusmanto, MA

Drs. Tonny P. Situmorang, M.Si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

IAN PASARIBU (090906006)

PEMIKIRAN TAN MALAKA TENTANG KONSEP NEGARA

Rincian isi skripsi, 91 Halaman, 33 Buku, 6 Artikel, 7 Situs Internet, (Kisaran buku dari tahun 1951-2012)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menguraikan dan menganalisis fakta-fakta tentang Pemikiran Tan Malaka tentang konsep negara. Tan Malaka merupakan salah satu Founding Father bangsa Indonesia, dimana Tan Malaka merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang sangat berjasa dalam konsep negara Indonesia. Penelitian ini menggunakan teori negara dan teori marxisme sebagai dasar untuk menganalisis permasalahan permasalahan yang terjadi. Dalam penelitian ini data-data Masa Anak-anak, Masa Kembalinya Dari Belanda, Masa Pembuangan dan Pelarian, Masa Kembalinya Tan Malaka Ke Indonesia. Hasil dari analisis dalam penelitian ini menemukan 4 hal utama yaitu Negara Sebagai Produk konflik kelas negara tanpa kelas, Aslia dan PAN-Islam Negara Ideal Tan Malaka. Kesimpulan penelitian ini menurut Tan Malaka, munculnya sebuah negara merupakan hasil pertentangan kelas, kemudian menurut Tan Malaka agar Indonesia menjadi sebuah negara yang baik maka Negara harus mengakomodir kepentingan-kepentingan kelas yang ada.


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

IAN PASARIBU (090906006) THOUGHTS ON THE CONCEPT

Content : xv, 91 pages, 33 book, 6 articeles, 7 journal of researches, (publication from 1951-2012)

OF THE TAN MALAKA

ABSTRACT

This study tried to describe and analyze the facts about Tan Malaka thinking about the concept of the state. Tan Malaka is one of the Founding Father of Indonesia, where Tan Malaka is one of Indonesian national hero who was very instrumental in the concept of the Indonesian state. This research uses state theory and the theory of Marxism as a basis for analyzing the problems the problems occurred . In this study the data period Children, Period Return From Netherlands, and Runaway Disposal Period , Period Tan Malaka's return to Indonesia. The results of the analysis in this study found the 4 main things that the State As a product of class conflict countries without class, and PAN - Aslia Ideal Islamic State Tan Malaka. The conclusion of this study by Tan Malaka, the emergence of a state is the result of class conflict, then according to Tan Malaka that Indonesia is a country that is both the state must accommodate the interests of existing classes.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan kasih-Nya, skripsi ini yang berjudul “Pemikiran Tan Malaka Tentang Negara” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian akhir Strata – I, jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara Medan.

Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis hanturkan kepada :

1. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) USU.

2. Terima Kasih kepada Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik (FISIP) USU

3. Terima kasih kepada Bapak Dr. Heri Kusmanto, MA selaku dosen pembimbing yang setia memberikan saran, kritik, dan motivasi yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian.

4. Terima kasih kepada Bapak Drs. Tonny P Situmorang, M.Si selaku Dosen Pembaca saya yang memberikan banyak masukan , kritikan dan nasihat yang membangun kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Terima kasih buat kedua orang tua saya, Bapak Maratua Pasaribu dan Karni Simatupang yang setia membimbing saya dari kecil dan selalu memberikan saya semangat dan dukungan baik secara moril maupun materi, dan tidak pernah bosan mengawasi perkembangan skripsi saya dari awal sampai akhir, meskipun saya dalam kondisi sakit sekalipun. Apa yang sudah saya raih


(5)

sampai pada hari ini itu semua karena doa dan dukungan kalian berikan. Mungkin saya bukan anak yang baik tapi saya selalu berniat membuat kedua orang tua saya tersenyum. Semoga orang tua saya selalu diberikan kesehatan, rezeki dan ketabahan dalam mendidik saya menjalani hidup ini.

6. Kepada kakak saya Melda Santi Ria Pasaribu dan buat adikku Rizal Pasaribu (Semangat ya kuliahnya) Semoga kita nantinya bisa membahagiakan orang tua kita.

7. Untuk keluarga besar organisasi GmnI Medan Raya baik senior-senior maupun kawan-kawan juang yang memberikan saya banyak ilmu dan pengalaman untuk lebih memaknai hidup dengan berjuang tanpa henti dalam mewujudkan mimpi. Semoga kita tetap semangat dalam berorganisasi dan berjuang untuk membela kepentingan rakyat. Sehingga nanti ke depannya GmnI Medan Raya tetap ada dan melahirkan Pejoeang Pemikir dan Pemikir Pejoeang dan setia di garis perjuangan Rakyat.

8. Untuk keluarga besar Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, terutama angkatan 2009, Leonard Varera Tampubolon, Jimmy Comando Putra Agung Sinaga, Bagus Kurniawan Siahaan , Try Edo Ati Pinem, Novie Hariani Ginting, Meilyska Purba, Chastry Ertika Fatmawaty Tobing S.IP , Andy Pandapotan Samosir S.IP, Samran Haribertus Simbolon, Dody Desmond Siboro, Fredy Johanes Purba, Albert Septian (Kremi) Simamora, Albert Samrey (Papua) Sinurat , Alex Fernando Pardomuan (Toto) Saragih, Hebron Sitanggang, Ben Rumapea, 9. Untuk sahabat – sahabat SMAN 3 Medan , Habib , Handoko, Guruh ,Loza

(H2GIL)

10.Untuk abang- abang dan kakak-kakak saya dari jurusan politik yang selalu memberikan keceriaan dan strategi dalam mengerjakan skripsi Aribarata


(6)

Tampubolon S.IP (03), M.Tanziel Harahap (07), Anwar Saragih S.IP dan Senior-senior saya yang lain yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu . 11.Untuk Keluarga Besar (Stone Café) , Bg Holmes, Bg Gea, Bg Ganda, Bg

Tonggo, Bg Rudolf, Bg Agus, Lae Aran, Lae Saur, Lae Ardi, Lae Andri, Lae Rivai, Lae Ichan dan Pra Jatendra, Lae Frengky yang juga turut membantu dalam penyelesaian skripsi saya.

12.Untuk Klub Favorit saya Manchester United yang sekiranya memberikan saya hiburan dalam proses pengerjaan skripsi saya ini.

13.Untuk semua pihak yang telah membantu penulis baik yang tidak bisa disebut satu persatu dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih setulusnya, mohon maaf kalau tidak saya sebutkan karena keterbatasan saya, tapi hormat dan ucapan terima kasih saya ucapkan dengan hati yang murni.

Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, dimana skripsi ini masih kurang dan jauh dari kesempurnaan baik dalam pengumpulan data, pengolahan data, serta penyajiaannya. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan rmanfaat bagi para pembaca walaupun terdapat banyak kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan kembali banyak terima kasih bagi semua pihak yang telah memberi bimbingan, masukan, bantuan, dan dukungan selama proses pengerjaan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Medan, 5 February 2014


(7)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………..……… 1

1.2 Perumusan Masalah ……….. 7

1.3 Pembatasan Masalah ……… 7

1.4 Tujuan Penelitian....……… 8

1.5 Siginifikansi Penelitian ………. 8

1.6 Kerangka Teori ……… 9

1.6.1 Teori Negara ……… 9

1.6.2 Teori Marxis ……… 19

1.7 Metodologi Penelitian ……….. 26

1.7.1 Jenis Penelitian ……… 27

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data ……….. 27

1.7.3 Teknik Analisis Data ………... 28

1.8 Sistematika Penulisan ……….. 28

BAB 2 BIOGRAFI TAN MALAKA ……… 30

2.1 Masa Anak-anak ……….. 30

2.2 Masa Kembalinya Dari Belanda ………. 35

2.3 Masa Pembuangan dan Pelarian ………. 41

2.4 Masa Kembalinya Tan Malaka Ke Indonesia ……… 48

BAB 3 KONSEP NEGARA TAN MALAKA ………. 54

3.1 Negara Sebagai Produk Konflik Kelas ……….. 54

3.2 Negara Tanpa Kelas ………... 63


(8)

3.4 Negara Ideal Tan Malaka ……… 79

BAB 4 PENUTUP ………... 85

4.1 Kesimpulan ………. 85

4.2 Saran ……….. 87


(9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Skripsi ini disetujui untuk di pertahankan oleh : Halaman Persetujuan

Nama : Ian Pasaribu NIM : 090906006. Departemen : Ilmu Politik.

Judul : Pemikiran Tan Malaka Tentang Konsep Negara Menyetujui :

Ketua

Departemen Ilmu Politik

Dra. T. Irmayani, M.Si. NIP. 196806301994032001

Dosen pembimbing, Dosen pembaca,

(Dr. Heri Kusmanto, MA ) (

NIP.

Drs. Tonny P. Situmorang, M.Si)

196410061998031002. NIP. 196210131987031004

Mengetahui: Dekan Fisip USU

NIP.196805251992031002 (Prof.Dr. Badaruddin, M.Si)


(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

IAN PASARIBU (090906006)

PEMIKIRAN TAN MALAKA TENTANG KONSEP NEGARA

Rincian isi skripsi, 91 Halaman, 33 Buku, 6 Artikel, 7 Situs Internet, (Kisaran buku dari tahun 1951-2012)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menguraikan dan menganalisis fakta-fakta tentang Pemikiran Tan Malaka tentang konsep negara. Tan Malaka merupakan salah satu Founding Father bangsa Indonesia, dimana Tan Malaka merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang sangat berjasa dalam konsep negara Indonesia. Penelitian ini menggunakan teori negara dan teori marxisme sebagai dasar untuk menganalisis permasalahan permasalahan yang terjadi. Dalam penelitian ini data-data Masa Anak-anak, Masa Kembalinya Dari Belanda, Masa Pembuangan dan Pelarian, Masa Kembalinya Tan Malaka Ke Indonesia. Hasil dari analisis dalam penelitian ini menemukan 4 hal utama yaitu Negara Sebagai Produk konflik kelas negara tanpa kelas, Aslia dan PAN-Islam Negara Ideal Tan Malaka. Kesimpulan penelitian ini menurut Tan Malaka, munculnya sebuah negara merupakan hasil pertentangan kelas, kemudian menurut Tan Malaka agar Indonesia menjadi sebuah negara yang baik maka Negara harus mengakomodir kepentingan-kepentingan kelas yang ada.


(11)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

IAN PASARIBU (090906006) THOUGHTS ON THE CONCEPT

Content : xv, 91 pages, 33 book, 6 articeles, 7 journal of researches, (publication from 1951-2012)

OF THE TAN MALAKA

ABSTRACT

This study tried to describe and analyze the facts about Tan Malaka thinking about the concept of the state. Tan Malaka is one of the Founding Father of Indonesia, where Tan Malaka is one of Indonesian national hero who was very instrumental in the concept of the Indonesian state. This research uses state theory and the theory of Marxism as a basis for analyzing the problems the problems occurred . In this study the data period Children, Period Return From Netherlands, and Runaway Disposal Period , Period Tan Malaka's return to Indonesia. The results of the analysis in this study found the 4 main things that the State As a product of class conflict countries without class, and PAN - Aslia Ideal Islamic State Tan Malaka. The conclusion of this study by Tan Malaka, the emergence of a state is the result of class conflict, then according to Tan Malaka that Indonesia is a country that is both the state must accommodate the interests of existing classes.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Manusia merupakan makluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Selain itu, manusia juga merupakan makluk politik yang mempunyai naluri utnuk berkuasa. Oleh karena itu keberadaan sebuah negara sangat diperlukan sebagai tempat berlindung bagi individu, kelompok, dan masyarakat yang lemah dari tindakan individu, kelompok, atau masyarakat maupun penguasa yang kuat (otoriter) karena manusia dengan manusia yang lainnya memiliki sifat seperti serigala (homo homini lupus). Dalam Negara rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada.1

Negara adalah wilayah tertentu, didiami oleh rakyat (bangsa asli dan warga baru) tertentu di bawah kekuasaan (authority) yang sah dan tertentu pula. Suatu negara bisa tumbuh dan berkembang dalam jangka waktu yang lama apabila penguasa masih sanggup mengadakan kemajuan dalam bidang teknik sosial, politik dan kebudayaan. Negara yang lama akan tumbang dan negara baru akan muncul, jika negara lama tidak sanggup menunjukkan lagi kemajuan-kemaajuan yang berarti,

1


(13)

sementara kelompok baru yang sebelumnya ditindas mampu berorganisasi berjuang serta mengadakan kemajuan dalam perkembangan masyarakat.2

Negara merupakan lembaga yang secara definitif memastikan aturan-aturan kelakuan dalam wilayahnya, terungkap dalam istilah kedaulatan. Kedaulatan adalah cirri utama negara. Yang dimaksud adalah bahwa tidak ada pihak, baik di dalam maupun di luar negeri, yang harus diminta izin untuk menetapkan atau melakukan sesuatu. Kedaulatan adalah hak kekuasaan mutlak , tertinggi, tak terbatas, tak tergantung, dan tanpa kecuali. Namun dalam kenyataannya tidak ada negara yang sama sekali berdaulat. Ada juga negara-negara yang mengakui suatu hak “ perlindungan” negara lain. Keanggotaan dalam organisasi internasional juga mengurangi kedaulatan suatu negara. Akan tetapi sekurang-kurangnya suatu minimum kedaulatan termasuk ciri hakiki negara modern.3

Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan cita-cita bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen hukum tertinggi pada suatu negara.

Negara merupakan sebuah cara mencapai tujuan yang tujuannya terletak pada pelanggengan dan peningkatan sebuah komunitas yang secara fisik maupun psikis terdiri dari makluk-makluk homogen. Pelanggengan ini terdiri atas makluk-makluk homogeni. ada sebelum terbentuknya Negara,setiap individu mempunyai kebebasan

2

Fashin M Fa’al. 2005. Negara dan revolusi social, Yogyakarta : Resist book. Hal. 63-93.

3

Frans magnis suseno. 2003. Etika Politik (Prinsip-prinsip moral dasar kenegaraan modern) , Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, Hal. 175.


(14)

penuh untuk melaksanakan keinginannya. Dalam keadaan dimana manusia di dunia masih sedikit hal ini isa berlangsung tetapi dengan makin banyaknya manusia berarti akan semakin sering terjadi persinggungan dan bentrokan antara individu satu dengan lainnya. Akibatnya manusia seperti serigala terhadap manusia berlaku hukum rimba yaitu adanya penindasan yang kuat terhadap yang lemah masing-masing merasa ketakutan dan merasa tidak aman di dalam kehidupannya. Pada saat itulah manusia merasakan perlunya ada suatu kekuasaan yang mengatur kehidupan individu-individu pada suatu Negara.

Negara sebagai suatu entitas adalah abstrak, yang tampak adalah unsur-unsur negara yang berupa rakyat, wilayah, dan pemerintah. Salah satu unsur negara adalah rakyat. Rakyat yang tinggal diwilayah negara menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Warga negara adalah bagian dari penduduk suatu negara. Warga negara memiliki hubungan dengan negaranya. Kedudukannya sebagai warga negara menciptakan hubungan berupa peranan, hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik.

Negara menurut Marx para ideologi borjuis dan teristimewa borjuis kecil, yang di bawah tekanan kenyataan-kenyataan sejarah yang tidak dapat dibantah terpaksa mengakui bahwa negara hanya ada di mana terdapat antagonisme kelas dan perjuangan kelas, sehingga negara nampak sebagai organ untuk mendamaikan kelas-kelas. Menurut Marx, negara tidak dapat timbul atau bertahan jika pendamaian kelas adalah mungkin. Menurut kaum borjuis, Negara adalah organ kekuasaan kelas, organ penindasan dari satu kelas terhadap kelas yang lain, ia adalah ciptaan "tata tertib" yang melegalkan dan mengekalkan penindasan ini dengan memoderasikan bentrokan antar kelas. Menurut pendapat politikus-politikus borjuis kecil, tata tertib adalah justru pendamaian kelas-kelas dan bukan penindasan atas kelas yang satu oleh kelas yang lain. meredakan konflik berarti mendamaikan dan bukan merampas sarana dan


(15)

metode-metode perjuangan tertentu dari kelas tertindas untuk menggulingkan kaum penindas.4

Menurut Lenin Negara merupakan produk masyarakat pada tingkat perkembangan tertentu, Negara adalah pengakuan bahwa masyarakat ini terlibat dalam kontrakdisi yang tak terpecahkan dengan dirinya sendiri, bahwa ia telah terpecah menjadi segi-segi yang berlawanan yang tak terdamaikan dan ia tidak berdaya melepaskan diri dari keadaan dalam negara tersebut. Segi-segi yang berlawanan ini, kelas-kelas yang kepentingan-kepentingan ekonominya berlawanan, tidak membinasakan satu sama lain dan tidak membinasakan masyarakat, maka untuk itu diperlukan kekuatan yang nampaknya berdiri di atas masyarakat.5

Peranan negara justru menjadi masalah yang luar biasa pentingnya, menjadi masalah praktis, masalah yang menuntut aksi segera dalam skala massal, seluruh kaum Sosialis-Revolusioner semuanya segera dan sepenuhnya terjerumus ke dalam teori borjuis mendamaikan kelas-kelas. Bahwa negara adalah organ kekuasaan kelas tertentu yang tidak dapat didamaikan dengan kelas yang berlawanan ini tak akan dapat dimengerti oleh kaum demokrat borjuis kecil. Sikap terhadap negara adalah salah satu manifestasi yang paling menyolok bahwa kaum Sosialis Revolusioner.6

Negara timbul dari kebutuhan untuk mengendalikan pertentangan-pertentangan kelas, karena bersamaan itu ia timbul di tengah-tengah bentrokan kelas-kelas, maka sebagai hukumnya, ia, lazimnya adalah negara dari kelas yang paling perkasa, yang berdominasi di bidang ekonomi, yang dengan bantuan negara menjadi kelas yang juga berdominasi di bidang politik.

4

Ibid. Frans magnis suseno. Hal. 198.

5

Mac Iver. 1982, Negara Modern, Jakarta : Aksara Baru. Hal.149.

6


(16)

Sejalan dengan Pemikiran kaum Marxis tentang negara, Tan Malaka juga memiliki pemikiran tentang Negara, Tan Malaka merupakan salah satu Founding Father Republik Indonesia yang menulis tentang Konsep Negara, dimana Tan Malaka Adalah tokoh Indonesia Pertama yang menulis konsep Negara yang dituliskan dalam buku Naar de Revublik atau Menuju Republik Indonesia tahun 1925, bahkan lebih dulu ada dari tulisan Soekarno tentang Perjuangan dan konsep negara dalam buku Indonesia menggugat 1930.

Dalam pandangan Tan Malaka, munculnya sebuah negara karena penjelmaan dari pertentangan kelas. Pertentangan kelas yang terdiri dari kelas bawah seperti budak, petani, pekerja, dan kelas atas seperti tuan, bangsawan, pemilik modal, kapitalis karena dipicu oleh perbedaan kepemilikan alat produksi yang mengakibatkan munculnya ketidakadilan. Kasus Indonesia berbeda karena bukan negara industri dan jumlah buruh industry belum begitu banyak. Mata pencaharian orang Indonesia pada saat itu buruh perkebunan dan sebagian besar petani yang hidup dalam ikatan kekeluargaan yang sangat kuat, sehingga sulit membedakan atau mengetahui adanya kelas. Oleh karena itu negara Indonesia muncul hasil revolusi nasional mengusir penjajahan ekonomi dan politik bangsa asing. Untuk itu revolusi nasional diperlukan guna menciptakan sebuah tatanan hidup tanpa penindasan dan berpihak kepada keadilan, penataan kepemilik-an alat produksi, strategi pem-bangunan nasional harus dipersiapkan dengan cermat agar imperialis tidak kembali walaupun hanya dalam bentuk penguasaan ekonomi. Untuk menjalankan revolusi sosial yang mengikuti revolusi nasional diserahkan kepada kaum murba sebagai mayoritas.7

Kaum Murba Indonesia terdiri dari murba mesin (buruh pabrik dan tambang),

murba tanah (buruh tani, perkebunan), buruh angkutan, buruh dagang, kaum miskin

7


(17)

kota dan intelektual gembel. Kemampuan murba mesin lebih dipercaya oleh Tan Malaka karena merupakan kelompok yang paling terorganisir, punya kesadaran kelas dan punya hati nurani. Dalam pandangan kaum Marxis negara merupakan penjelmaan dari pertentangan kelas karena dipicu oleh perbedaan kepemilikan alat produksi yang mengakibatkan munculnya ketidakadilan. Demikian pula dalam pandangan Tan Malaka mengenai terbentuknya negara Indonesia berupa revolusi massa demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia. Selain itu Tan Malaka juga keterampilan tinggi yang dibutuhkan untuk menopang kemajuan Indonesia dangan industri. Hal ini didasari dengan anggapan bahwa kemakmuran negara dapat terwujud dengan kemajuan industrinya. Namun untuk Indonesia sesuai dengan kondisi dan situasinya revolusi tahap awal masih harus menghargai kepemilikan dan alat reproduksi secara pribadi, terutama tanah dan perdagangan kecil.8

Negara Indonesia terbentuk atas dasar kontrak sosial, ketika tahun 1928 para pemuda Indonesia mendeklarasikan sumpah dan tekadnya untuk hidup bersatu sebagai bangsa (nation), dan kepulauan nusantara dipersiapkan menjadi sebuah negara bangsa (nation state). Untuk mewujudkan harus dilakukan dengan revolusi nasional untuk memperoleh kemerdekaan karena saat itu Indonesia masih dalam kekusaan penjajah, dilakukan melaui massa aksi. Setelah itu revolusi sosial untuk mewujudkan perubahan radikal menuju tatanan masyarakat yang sosialitis.

Dalam pandangan Tan Malaka hukum dialektika dalam kemajuan sebuah negara , yaitu tesis, antitesis, dan sintesis. Yang dimaksud tesis adalah sebuah masyarakat yang berada atas dasar kerja bersama dan memiliki alat serta hasil produksi yang sama. Tan malaka mendapati masyarakat tersebut diseluruh dunia pada zaman komunisme asli. Sementara itu yang menjadi antitesis adalah masyrakat kapitalis yang mulai terpecah dan menimbulkan pertentangan atas dasar milik

8


(18)

bersama terhadap milik seseorang, antara kelas borjuis yang bekerja dan kelas borjuis yang tidak bekerja. Kemudian sebagai sintesisnya adalah masyarakat diseluruh dunia yang menuju masyarakat komunis modern. Pada tahapan ini sudah terjadi pertentangan dalam masyarakat kapitalis, yakni pertentangan antara kaum perkerja dan majikan. Dalam pandangan Tan Malaka, saat itu masyarakat dunia, termasuk Indonesia sedang menuju pada tatanan masyarakat komunisme modern yang berdasar atas kerja bersama dan kepemilikan bersama atas alat hasil produksi. Bagi Tan Malaka, Indonesia haruslah berjuang menuju komunisme modern, yang artinya adalah terciptanya keteraturan social, mandiri dan kemerdekaan 100%.

Perwujutan dari komunisme modern yang dimaksud oleh Tan Malaka adalah terbentuknya ASLIA yang menurut Tan Malaka adalah penggabungan antara Asia dan Australia, dimana wilayah-wilayah ASLIA meliputi Birma, Thailand, Annam, Filiphina, semenanjung Malaya, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Sunda Kecil dan Australia9. Berdasarkan latar belakang diatas saya kemudian tertarik untuk meneliti Tentang Pemikiran Tan Malaka tentang konsep Negara.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian saya ini adalah “ Bagaimana Pemikiran Tan Malaka Tentang konsep Negara ?.“

1.3. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam batasan penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang termasuk kedalam masalah penelitian dan faktor mana saja

9


(19)

yang tidak termasuk kedalam ruang penelitian tersebut. Maka untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraian yang sitematis diperlukan adanya batasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti oleh penulis yaitu :

1. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana Konsep Negara menurut Tan Malaka (1925-1948)

2. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana Pandangan Tan Malaka terhadap ASLIA (1925-1948)

1.4. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui bagaimana konsep Negara menurut Tan Malaka.

2. Mengetahui bagaimana Pandangan Tan Malaka tentang ASLIA.

1.5. Signifikansi Penelitian

1. Penelitian mampu mengasah kemampuan peneliti dalam melakukan sebuah proses penelitian yang bersifat ilmiah dan memberikan pengetahuan yang baru bagi peneliti sendiri.

2. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran mengenai Negara, Kekuasaan dan memberi solusi atas permasalahan untuk hal yang berhubungan negara dan kekuasaan.

3. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah ilmu pengetahuan


(20)

dalam Ilmu Politik, dan menjadi referensi/kepustakaan bagi Departemen Ilmu Politik Fisip USU.

1.6. Kerangka Teori

1.6.1 Teori Negara

Manusia dapat dikategorikan dalam berbagai kelompok, Pengelompokan atas dasar jenis kelamin secara konvensional dikenali dengan kategori wanita dan pria. Dari segi adat istiadat dan bahasa, dikenal berbagai kelompok suku bangsa, seperti suku bangsa Jawa, Sunda, Arab, dan Rusia. Lalu berdasarkan cirri fisik biologis , manusia dikelompokkan menjadi beberapa ras seperti Mongoloid, Eropa, Melayu, dan Melanisia. Menurut iman kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia berkelompok menjadi penganut agama Islam (sunni dan syiah), Katolik, Kristen Protestan, Katolik Ortodoks, Yahudi, Hindu, Budha, Shinto. Berdasarkan juridis formal, manusia dikelompokkan dalam kategori warga negara dan kategori warga negara asing.

Seluruh kategori diatas dipelajari dalam ilmu politik. Hal itu disebabkan kategori tersebut sangat berkaitan denga konsep – konsep bangsa dan negara. Ilmu politik memusatkan perhatian pada konsep bangsa dan negara karena semua proses politik menyangkut bangsa dan negara. Apabila permasalahan bangsa dibahas, dua konsep lain muncul ke permukaan, yaitu suku bangsa (ethnic group) dan ras. Suku bangsa merupakan pengelompokan masyarakat berdasarkan kesamaan ciri – cirri fisik biologis, seperti warna kulit, bentuk wajah (hidung dan mata), bentuk rambut dan perawakan.

Suatu suku bangsa dapat memiliki lebih dari satu negara seperti suku Arab yang terkelompokkan menjadi lebih dari sepuluh negara Arab. Lalu, suatu ras terdiri atas lebih dari satu negara bukan menjadi pertanyaan lagi karena tidak ada satu ras di


(21)

dunia yang memiliki satu negara saja. Ternyata ras bukan faktor yang menentukan dalam pembentukan bangsa dan negara. Sebaliknya, suatu negara dapat terdiri atas beberapa suku bangsa dan ras, seperti Indonesia dan Amerika Serikat.

Negara juga bukanlah pengelompokan masyarakat berdasarkan kesamaan identitas cultural atau fisik biologis, negara menggambarkan adanya satu struktur kekuasaan yang memonopoli penggunaan paksaan fisik yang sah terhadap keelompok masyarakat yang tinggal dalam wilayah yang jelas batas – batasnya. Jadi, negara merupakan pengelompokan masyarakat atas dasar kesamaan struktur kekuasaan yang memerintahnya. Suatu negara yang memiliki berbagai suku bangsa dan ras berupaya keras membentuk suatu bangsa baru dengan identitas cultural yang baru pula. Hal itu dimaksudkan agar dapat bertahan lama dan mampu mencapai tujuan.

Proses terbentuknya suatu negara terpusat modern yang penduduknya meliputi satu nasionalitas (suatu bangsa) merupakan proses pembentukan negara – negara. Pengertian bangsa dalam istilah satu bangsa berbeda dengan pengertian bangsa dalam istilah bangsa-negara (nation-state). Bangsa dalam bangsa-negara mencakup jumlah kelompok masyarakat (berbagai suku bangsa dan ras) yang lebih luas dari pada bangsa dalam suku bangsa. Kesamaan identitas cultural dalam suku bangsa lebih sempit cakupannya daripada identitas cultural dalam bang-negara.Ben Anderson, seorang ilmuwan politik dari Universitas Cornell merumuskan pengertian bangsa secar unik. Menurut pengamatannya, bangsa merupakan komunitas politik yang dibayangkan (imagined political community) dalam wilayah yang jelas batasnya dan berdaulat.10

Dikatakan sebagai komunitas politik yang dibayangkan karena bangsa yang paling kecil sekalipun para anggotanya tidak kenal satu sama lain. Dibayangkan

10


(22)

secara terbatas karena bangsa yang paling besar sekalipun yang penduduknya ratusan juta jiwa mempunyai batas wilayah yang relatif jelas. Dibayangkan sebagai berdaulat karena bangsa ini berada di bawah suatu negara yang mempunyai kekuasaan atas seluruh wilayah dan bangsa tersebut. Akhirnya, disebut sebagai komunitas yang dibayangkan karena terlepas dari adanya kesenjangan dan penindasan, para anggota bangsa itu selalu memandang satu sama lain sebagai saudara sebangsa dan setanah air Perasaan sebangsa inilah yang menyebabkan berjuta – juta orang bersedia mati bagi komunitas yang dibayangkan itu. Pengertian Negara Menurut beberapa para ahli :

Menurut Max Weber Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah

Menurut Logemann Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang menyatukan kelompok manusia yg kemudian disebut bangsa

Menurut Robert M. Mac.Iver Negara adalah asosiasi yang berfungsi memelihara ketertiban dalam masyarakat berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh pemerintah yang diberi kekuasaan memaksa

Menurut Hegel Negara merupakan organisasi kesusilaan yang timbul sebagai sintesis antara kemerdekaan individu dengan kemerdekaan universal

Menurut J.J. Rousseau Kewajiban negara adalah memelihara kemerdekaan individu dan menjaga ketertiban kehidupan manusia

Menurut Karl Marx Negara adalah alat kelas yang berkuasa untuk menindas atau mengeksploitasi kelas yang lain. Benedictus de Spinoza: “Negara adalah susunan masyarakat yang integral (kesatuan) antara semua golongan dan bagian dari seluruh anggota masyarakat (persatuan masyarakat organis).”


(23)

Menurut Hugo de Groot Negara merupakan ikatan manusia yang insyaf akan arti dan panggilan hukum kodrat.

Menurut Pringgodigdo Negara adalah suatu organisasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi persyaratan unsur-unsur tertentu, yaitu harus memiliki pemerintah yang berdaulat, wilayah tertentu, dan rakyat yang hidup teratur sehingga merupakan suatu nation (bangsa).

Menurut Prof. R. Djokosutono, SH Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.

Menurutmu Notohamidjojo Negara adalah organisasi masyarakat yang bertujuan mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan kekuasaannya.

Menurut Dr. Wiryono Prodjodikoro, SH Negara adalah suatu organisasi di antara kelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia itu.

Menurut Solly Lubis, SH Negara adalah suatu bentuk pergaulan hidup manusia yang merupakan suatu community dengan syarat-syarat tertentu: memiliki wilayah, rakyat dan pemerintah.

Menurut Prof. Miriam Budiardjo Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.


(24)

Menurut Prof. Nasroen Negara adalah suatu bentuk pergaulan manusia dan oleh sebab itu harus ditinjau secara sosiologis agar dapat dijelaskan dan dipahami.11

Sementara itu, secara umum dikenal adanya dua model proses pembentukan bangsa-negara. Pertama, model ortodoks yang bermula dari adanya suatu bangsa terlebih dahulu untuk kemudian bangsa itu membentuk satu negara tersendiri. Setelah bangsa-negara ini terbentuk, kemudian rezim politik (konstitusi) dirumuskan dan ditetapkan, dan sesuai dengan pilihan rezim politik itu, ikembangkan sejumlah bentuk partisipasi politik warga masyarakat dalam kehidupan bangsa-negara. Kedua, model mutakhir yang berawal dari adanya negara terlebih dahulu, yang terbentuk melalui proses tersendiri, sedangkan penduduknya merupakan kumpulan sejumlah kelompok suku bangsa dan ras.

Pada tingkat perkembangan tertentu, munculnya kesadaran politik di kalangan satu atau beberapa kelompok suku bangsa untuk berpartisipasi dalam proses politik akan membawa mereka kepada pertanyaan yang lebih mendasar. Pertanyaan ini berkaitan dengan pilihan rezim politik. Hal itu dipertanyakan setelah melalui proses politisasi yang secukupnya.12

Suatu bangsa akan terbentuk apabila masalah – masalah bentuk pertisipasi politik dan rezim politik disepakati jawabannya. Namun, pada proses politisasi yang dilakukan, secara memadai, mungkin saja terdapat satu atau lebih kelompok suku bangsa yang tidak bersedia ikut serta dalam bangsa yang baru. Mungkin disebabkan oleh ketidaksetujuan mereka terhadap pillihan bentuk-bentuk partisipasi politik dan rezim politik. Dalam situasi ini, mungkin terdapat satu atau lebih kelompok etnis yang menghendaki suatu negara sendiri atau mungkin menghendaki bentuk kompromi seperti daerah istimewa dengan hak – hak dan kewenangan khusus.

11

Arief Budiman, ibid Hal.112.

12


(25)

Manusia merupakan makluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Selain itu, manusia juga merupakan makluk politik yang mempunyai naluri utnuk berkuasa. Oleh karena itu keberadaan sebuah negara sangat diperlukan sebagai tempat berlindung bagi individu, kelompok, dan masyarakat yang lemah dari tindakan individu, kelompok, atau masyarakat maupun penguasa yang kuat (otoriter) karena manusia dengan manusia yang lainnya memiliki sifat seperti serigala (homo homini lupus). Kata negara sendiri berasal dari bahasa Inggris (state), bahasa belanda (staat),

bahasa perancis (etat) yang sebenarnya kesemua kata itu berasal dari bahasa latin

(status atau statum) yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. dimana makna luas dari kata tersebut juga bisa diartikan sebagai kedudukan persekutuan hidup manusia.13

Asal mula negara pada zaman Yunani kuno yaitu dari keluarga, menjadi kelompok, lalu menjadi desa dan akhirnya menjadi polis ( kota ). Tujuan mereka berkelompok adalah untuk meminta perlindungan atau bisa dikatakan saling tolong menolong ( sifat manusia yang homo homini lopus ), jadi pada waktu itu negara merupakan sebuah kota atau city state. Bentuk negara pada zaman Yunani kuno adalah city state. Menurut Socrates negara bukanlah semata-mata merupakan suatu keharusan yang bersifat objektif, yang asal mulanya berpangkal pada pekerti manusia. Sedang tugas negara adalah menciptakan hukum yang harus dilakukan para pemimpin atau para penguasa yang dipilih secara saksama oleh rakyat.

Negara pada Zaman Yunani kuno

Pada zaman Yunani kuno dapat dilaksanakan suatu sistem pemerintahan negara yang bersifat demokratis karena:

13


(26)

1. Negara Yunani pada waktu itu masih kecil yaitu berupa polis atau City State.

2. Persoalan di dalam negara dahulu tidaklah seruwet dan berbelit-belit seperti sekarang ini, lagipula jumlah warga negaranya masih sedikit. 3. Setiap warga negara ( kecuali yang masih bayi, sakit ingatan dan

budak-budak belian ) adalah negara minded, dan selalu memikirkan tentang penguasa negara, cara memerintah dan sebagainya.

Pandangan Plato dan Aristoletes

Menurut Plato negara itu timbul atau ada karena adanya kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka macam, menyebabkan mereka harus bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tiap-tiap orang itu mempunyai tugas sendiri-sendiri dan bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka bersama. Kesatuan mereka inilah yang kemudian disebut masyarakat atau negara. Plato mengatakan bahwa tujuan negara yang sebenarnya adalah untuk mengetahui atau mencapai atau mengenal idea yang sesungguhnya, sedang yang dapat mengetahui atau mencapai idea yang sesunguhnya itu hanyalah akhli-akhli filsafat saja.

Maka dari itu pimpinan negara atau pemerintahan negara sebaiknya harus dipegang oleh akhli-akhli filsafat saja. Untuk hakekat negara, Plato mengatakan bahwa luas negara itu harus diukur atau disesuaikan dengan dapat atau tidaknya, mampu atau tidaknya negara memelihara kesatuan di dalam negara itu karena pada hakekatnya negara itu adalah suatu keluarga yang besar. Kemudian, Menurut Aristoteles negara itu merupakan suatu kesatuan yang tujuannya untuk mencapai kebaikan yang tertinggi yaitu kesempunaan diri manusia sebagai anggota dari negara. Menurut Aristoteles negara terjadi karena penggabungan keluarga-keluarga menjadi suatu kelompok yang lebih besar, kelompok itu bergabung lagi hingga menjadi desa.


(27)

Dan desa ini bergabung lagi demikian seterusnya hingga timbul negara yang sifatnya masih merupakan suatu kota atau polis. Menurut Aristoteles tujuan negara adalah kesempurnaan diri manusia sebagai anggota masyarakat sebab kebahagiaan manusia tergantung daripada kebahagiaan masyarakat.14

Bahwa negara merupakan lembaga yang sangat defenitif memastikan aturan-aturan kelakuan dalam wilayahnya, terungkap dalam istilah kedaulatan, kedaulatan adalah ciri utama negara. yang dimaksud ialah bahwa tidak ada pihak, baik di dalam dan diluar negeri yang harus dimintai ijin untuk menetapkan atau melakukan sesuatu. Kedulatan adalah hal yang mutlak, tertinggi, tak terbatas namun dalam kenyataan tidak ada negara sama sekali berdaulat.15 Kekuasaan kedaulatan merupakan atribut kehendak umum, dibuat untuk berlaku umum oleh tujuan yang bersifat umum oleh tujuan yang bersifat umum, dikehendaki oleh semua orang. Kekuasaan kedaulatan mempertahankan dan menciptakan susunan peebagai pelembagaan dan paksaan hanya merupakan salah sau karakteristiknya, tetapi sedikitnya jika paksaan esensi daripada kekuasaan kedaulatan, ia merupakan sifat khusus dan faktor pembanding. Pada negara saja, dalam segi kedaulatannya, terletak hak penentu untuk yang menggunakan kekerasan.16

Suatu negara yang memiliki berbagai suku bangsa dan ras akan berupaya keras membentuk suatu bangsa baru dengan identitas cultural yang baru pulak hal ini dimaksudkan agar dapat bertahan lama dan ampuh mencapai tujuan, proses terbentuknya negara modern yang penduduknya meliputi satu nasionalitas (suatu bangsa) merupakan proses pembentukan bangsa-bangsa.pengertian bangsa dalam istilah satu dengan pengertian dalam istilah bangsa-negara (nation-state). Bangsa

14

.

15

Frans magnis suseno, Op.,Cit., Hal.175.

16


(28)

dalam bangsa-negara mencakup jumlah masyarakat (berbagai suku,bangsa dan ras) yang lebih luas daripada bangsa dalam suku bangsa. Kesamaan identitas cultural dalam suku bangsa lebih sempit cakupannya daripada identitas kultural dalam bangsa-negara.17

Istilah kedaulatan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris Sovereignty yang dalam bahasa Italia disebut Sovranus. Istilah-istilah itu diturunkan dari kata latin superanus yang berarti tertinggi. Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi atau kekuasaan yang tidak terletak dibawah kekuasaan lain. Di mana letak kekuasaan tertinggi pada suatu Negara bermacam-macam pada berbagai Negara, terkadang hanya sebagai slogan, tetapi terkadang memang diikuti secara konsekuen. Ada Negara yang menganggap bahwa kedaulatan ditangan rakyat, artinya suara rakyat banyak benar-benar didengar keluhannya dan penderitaannya, menurut mereka inilah contoh Negara demokrasi, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Tetapi hal ini tampaknya hanya sekedar menutupi perilaku pemerintah yang berkuasa. Negara-negara komunis sering mengatakan sebagai Negara demokrasi, tetapi memaksakan kehendaknya demi partai tunggal dan sosialisme. Negara liberal sering mengucapkan demokrasi, tetapi mereka menyebarluaskannya melalui pemaksaan. Padahal mereka sendiri dulunya adalah Negara penjajah. Oleh karena itu, bila ada yang mengatakan bahwa kedaulatan di tangan rakyat maka yang membuktikannya adalah sejauh mana pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyatnya, baik langsung maupun melalui perwakilan pada badan legislatif.18

17

Ramlan surbakti, . Op.Cit , Hal.52.

18


(29)

Pandangan Hobbes

Hobbes mengibaratkan negara sebagai Leviathan, sejenis monster (makhluk raksasa) yang ganas, menakutkan dan bengis yang terdapat dalam kisah perjanjian lama. Makhluk menakutkan ini selalu mengancam keberadaan makhluk-makhluk lainnya. Leviathan tidak hanya ditakuti, tetapi juga dipatuhi segala perintahnya. Hobbes menjuluki negara kekuasaan sebagai Leviathan. Negara ini menimbulkan rasa takut kepada siapapun yang melanggar hukum negara. Bila warga negara melanggar hukum, Negara Leviathan tidak segan-segan menjatuhkan vonis hukuman mati. Negara leviathan harus kuat. Bila lemah, akan timbul anarkhi, perang sipil mudah meletus dan dapat mengakibatkan kekuasaan negara terbelah. Apapun kritik terhadap negara Leviathan, Hobbes berkeyakinan, negara seperti itulah bentuk negara terbaik.19

Pandangan John Locke

Kekusaan negara menurut locke pada hakikatnya dibentuk untuk menjaga hak-hak pemilikan individual. Tidak akan ada negara dan kekuasaan politik apabila tidak terdapat hak-hak pemilikan individual. Negara hanya dibenarkan bertindak dan berbuat sejauh bertujuan untuk melaksanakan tujuan yang dikehendaki rakyat. Jadi menurut Locke, tugas Negara tidak boleh melebihi apa yang menjadi tujuan rakyat. Negara tidak dibenarkan mencampuri segala hal yang menyangkut kepentingan rakyat. Peran negara dalam mengatur kehidupan harus dibatasi dan seminimal mungkin. Locke , sebagaiman pemikir liberal lainnya percaya bahwa rakyat mengetahui apa yang dibutuhkannya, mampu mencari cara bagaimana mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan mampu mengatur dirinya sendiri.

19


(30)

Kekuasaan tertinggi negara diperkenankan mengatur dan mengambil pemilikan individual sejauh hanya bila individu bersangkutan mengizinkannya. 20

1.6.2. Teori marxis

Pada permulaan abad ke 19 keadaan kaum buruh di Eropa Barat menyedihkan. Kemajuan industri secara pesat telah menimbulkan keadaan sosial yang sangat merugikan kaum buruh, seperti misalnya upah yang rendah, jam kerja yang panjang, tenaga perempuan dan anak yang disalahgunakan sebagai tenaga murah, keadaan di dalam pabrik yang membahayakan dan menganggu kesehatan. Karl marx (1818-1883) dari jerman juga banyak mengecam keadaan social dan ekonomi sekeilingnya, akan tetapi ia berpendapat bahwa masyarakat tidak dapat diperbaiki secara tambal sulam dan harus diubah seara radikal melalui pendobrakan sendi-sendinya. Untuk keperluan itu ia menyusun suatu teori social yang menurutnya didasari hukum-hukum ilmiah dan karena itu pasti terlaksana. Untuk membedakan ajarannya dari gagasan-gagasan sosial utopi ia menamakan ajaran sosialisme ilmiah

(scientific socialism). 21

Sejak masa mahasiswa marx melakukan kegiatan politik yang radikal. Sesudah diusir dari jerman ia menetap di London, inggris. Bekerja sama dengan friedrich Engels, ia menerbitkan bermacam-macam karangan, diantaranya paling terkenal adalah Manifesto Komunis dan Das Kapital. Tulisan-tulisan mencakup hampir semua segi kehidupan masyarakat. Dalam menyusun teori mengenai perkembangan masyarakat ia sangat tertarik dengan gagasan filsuf jerman George Hegel (1170-1831) mengenai dialektik. Filsafat Hegel dimanfaatkan Marx bukan untuk menjadi seorang filsuf sendiri melainkan untuk mengubah masyarakat secara radikal. Katanya “semua filsafat hanya menganalisa masyarakat, tetapi masalah

20

Ahmad suhelmi, Ibid, hal. 198

21


(31)

sebenarnya bagaimana mengubahnya” Banyak dari teori serta ramalan marx telah dibuktikan ketidak benarannya secara ilmiah, dan dalam dunia ilmiah hanya merupakan salah satu dari sekian banyak teori social yang telah timbul dalam sejarah perkembangan teori social lainnya. Akan tetapi tidak dapat disangkal bahwa sebagai ideologi gagasan-gagasan sampai masa ini masih banyak pengaruhnya dan dunia barat malahan mengalami perkembangan baru dengan nama kiri baru (new left). 22 Marx tertarik oleh gagasan dialektik seperti dibentangkan oleh Hegel, karena di dalamnya terdapat unsur kemajuan melalui konflik dan pertentangan. Dan unsur inilah yang ia perlukan untuk menyusun teorinya mengenai perkembangan masyarakat melalui revolusi. Untuk konsep-konsep yang ia pakai untuk menganalisa sejarah perkembangan masyarakat yang dinamakannya materialism historis. Atas dasar analisa terakhir ia sampaikan pada kesimpulan bahwa menurut hukum ilmiah, dunia kapitalis akan mengalami revolusi (yang olehnya disebut revolusi proletar) yang akan menghancurkan sendi-sendi masyarakat itu, dan akan meratakan jalan untuk timbulnya masyarakat komunis. Materialisme dialkektis Dari ajaran hegel, marx mengambil dua unsur, yaitu gagasan mengenai terjadinya pertentangan antara segi-segi yang berlawanan, dan gagasan bahwa semua berkembang terus. Dalam hal itu marx menolak asas pokok dari aliran idealisme bahwa hukum dialektik hanya berlaku didalam dunia yang abstrak, yaitu dalam pikiran manusia.

Marx menandaskan bahwa hukum dialektik terjadi dalam dunia kebendaan ( dunia materi ) dan sesuai dengan pandangan itu, ia menamakan ajarannya materialism. Selanjutkan ia berpendapat bahwa setiap benda atau keadaan berlawanan (opposites). Segi-segi yang berlawanan dan bertentangan satu sama lain ini dinamakan kontradiksi. Dari pergumulan ini akhirnya timbul semacam kesimbangan ; dikatakan bahwa benda atau keadaan telah di negasi-kan. Sesuai dengan hukum

22


(32)

dialektik, gerak ini terus terjadi sehingga setiap kali ditimbulkan suatu negasi yang lebih baru. Setiap negasi dianggap sebagai kemenangan yang baru atas yang lama, suatu kemenangan yang dihasilkan oleh kontradiksi-kontradiksi dalam tubuhnya sendiri. Jadi, setiap obyek dan phenomenon melahirkan benih-benih untuk penghancurkan diri sendiri untuk selanjutkan diubah menjadi sesuatu yang lebih tinggi mutunya. Negasi dianggap sebagai penghancuran dari yang lama, sebagai hasil dari perkembangan sendiri yang dihasilkan oleh kontradiksi-kontradiksiintern. Jadi setiap phenomenon bergerak dari taraf yang lebih rendah ke taraf yang lebih tinggi , bergerak dari keadaan yang sederhana kea rah yang lebih kompleks. Gerak ini terjadi dengan melompat-lompat melalui gerak spiral keatas dan tidak melalui gerak lurus keatas. Dengan tercapainya negasi yang tertinggi , maka selesailah perkembangan dialektis.

Materialism historis. Pokok-pokok materialism dialektis dipakai mark untuk menganalisis masyarakat mulai dari permulaan zaman sampai masyarakat di mana marx berada. Maka dari itu, teori ini disebut materialism historis (historical materialism) dan karena materi oleh marx diartikan sebagai keadaan ekonomi, maka teori marx disebut “analisa ekonomis terhadap sejarah “ dalam menjelaskan teorinya marx menekannkan bahwa sejarah menunjukkan bahwa masyarakat zaman lampau telah berkembang menurut hukum-hukum dialektis ( yaitu maju melalui pergolakan yang disebabkan oleh kontadiski –kontradiksi intern melalui suatu gerak spiral ke atas) sampai menjadi masyarakat dimana marx berada

Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial dan sistem politik. Dalam pandangan Marx Negara adalah produk kontradiksi kelas dan perjuangan kelas, dan secara ekonomis semua itu dikontrol oleh kelas yang dominan. Negara borjuis itu kemudian dijadikan alat


(33)

kontrol dan pemaksaan bagi pembagian kelas yang memiliki sarana-sarana produksi untuk menjalankan kekuasaan atas kelas-kelas yang tereksploitasi dalam masyarakat. Nampak luar, negara borjuis ini seakan-akan berbentuk demokrasi, namun sistem politiknya sangat terstruktur sehingga malah menjamin dominasi para borjuis-borjuis selanjutnya. Kita lihat bahwa pemerintah bertindak sebagai eksekutif kelas para penguasa, yang mana dapat mengkoordinir tindakan dan kerja para anggota-anggotanya guna kepentingan kelas di masa selanjutnya. Mau kita lihat bagaimanapun, negara borjuis tak dapat disangkal lagi mempunyai otonomi dan penampakan kejujuran yang relatif. Marx beranggapan bahwa tingkat produksi tinggi yang dijamin sistem kapitalis, dikarenakan mungkin karena adanya kemiskinan orang banyak atau karena hanya sedikit orang yang mempunyai kekayaan. Namun jika semua ini di satukan kemudian diberi jalan bagi masyarakat komunis yang kita ketahui mengusung sistem pemerataan ekonomi dan memuaskan kebutuhan setiap orang. Maka lanjut Marx, dalam situasi tanpa kelas itu maka tidak akan ada oposisi, terus masyarakat tidak ada kebutuhan terhadap aparat negara yang suka menindas.23

Kaum Marxis berpendapat bahwa sementara keadilan membantu menengahi konflik, keadilan juga cenderung menciptakannya, atau bagaimanapun, mengurangi ungkapan natural dari sosiabilitas. Maka, selain sebuah rintangan pada bentuk

masyarakat yang lebih tinggi di bawah kondisi kelimpah-ruahan, keadilan merupakan kebutuhan yang disesalkan pada saat ini. Justru lebih baik jika orang bertindak secara spontan satu sama lain tanpa cinta, ketimbang memandang dirinya sendiri dan orang lain sebagai pengemban hak pemilikan legal yang adil. Jadi disinilah dia kekurangan

23

Joseph Losco dan leonard Williams. 2003. Political Theory. Raja Grafindo persada. Jakarta Hal. 547.


(34)

marxis dalam menganalisis konflik dimana kita tidak tau dimana letak keadilan yang dimaksut kaum marxis.24

Konflik adalah aspek intrinsic dan tidak mungkin dihindarkan dalam perubahan social . konflik adalah sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai, dan keyakinan yang muncul dalam formasi baru yang ditimbulkan oleh perubahan social yang muncul bertentangan dengan hambatan yang diwariskan.25

Dalam Pandangan Marxis, Karena konflik-konflik politik dan krisis ekonomi yang menjadikan satu penghalang bagi kemajuan lebih lanjut, kapitalisme tak pelak lagi akan jatuh dan membangkitkat metode yang baru 26

Disamping itu Menurut Gramsci, Jika Kelas pekerja ingin beranjak dari kelas rendah untuk mengambila alih kepentingan bangsa dan membangun kesadaran politik melalui reformasi moral dan intelektual yang menyeluruh, maka mereka harus menciiptakan kelas iintelekttual organiknya sendiri. Namun, proses penciptaan perubahan inilah yang kemudian menjadi cita-cita dan keinginan mahasiswa dan masyarakat pada waktu itu, namunn perbedaan kepentingan antara mahasiswa dan masyarakat bertentangan dengan apa yang di inginkan kaum borjuis dan negara sehingga terjadi konflik yang mengakibatkan terjadinya kekerasan, pemukulan, penghilangan orang dan pembunuhan yang secara umum adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi manusia yang seolah-olah di legalitaskan oleh negara. Sampai saat ini kasus Semanggi secara Yuridis atau secara hukum belum mendapatkan kejelasan sebab negara masih menganggap Konflik yang terjadi pada saat itu adalah bentuk penyelamatan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

24

Frans magnis suseno. Op.cit., hal. 67.

25

Hugh miall, 2000, resolusi damai konflik kontemporer, Jakarta : Grafindo persada, hal. 8.

26


(35)

intelekttual ini berlangsung lama,sulit dan penuh dengan pertentangan dimana kesetiaan masyarakat benar-benar di uji.27

Selama produktivitas kerja tetap pada tingkat dimana satu orang hanya dapat menghasilkan cukup untuk kebutuhan hidupnya sendiri, pembagian sosial tidak terjadi dan diferensiasi sosial apapun didalam masyarakat adalah tidak mungkin. Dibawah kondisi tersebut, semua orang adalah produsen dan mereka semua ada pada tingkat ekonomi yang sama. Setiap peningkatan dalam produktivitas kerja melewati titik rendah tersebut membuat surplus kecil menjadi mungkin, dan seketika terdapat surplus produk, seketika dua tangan manusia dapat memproduksi lebih dari yang dia butuhkan untuk kebutuhan hidupnya sendiri, kemudian kondisi telah dibentuk untuk sebuah perjuangan bagaimana surplus tersebut akan dibagikan. Sejak saat ini, pengeluarkan total kelompok sosial tidak lagi terdiri hanya dari kerja kebutuhan untuk keberlangsungan hidup produsennya. Beberapa dari hasil kerja tersebut sekarang dapat digunakan untuk melepaskan sebuah seksi masyarakat dari kewajiban untuk berkerja demi keberlangsungan hidupnya sendiri hal itu terdapat dalam

Manifesto Komunis.

Dalam Manifesto Komunis, Marx menerangkan apa sebabnya revolusi merupakan satu-satunya cara bagi perubahan bentuk yang pokok dibidang sosial. Apabila “knowhow” dilapangan teknologi atau tenaga-tenaga produksi mulai mengatasi lembaga-lembaga sosial , hukum dan politik yang ada (hubungan-hubungan produksi), para pemilik alat-alat produksi tidak melapangkan jalan secara terhormat untuk membiarkan sejarah mengikuti arah yang mau tidak mau harus ditempuhnya. Karena iideologi kelas yang berkuasa mencerminkan sistem ekonomi yang berlaku, para pemilik alat-alat produksi sungguh percaya bahwa sistem yang berlaku secara ekonomis adalah yang paling efisien, secara sosial yang paling adil,

27


(36)

dan secara filosofis paling selaras dengan undang-undang alam, dan dengan kemauan Tuhan yang mana pun yang mereka puja. 28

Marx dengan tajam menyangkal bahwa tuan tanah feodal atau kapitalis industri , perseorangan menghalangi perubahan social karena ketamakan diri sendiri. Perlawanan kelas yang berkuasa terhadap perubahan adalah sedemikian gigih- sehingga akhirnya membuat revolusi menjadi suatu hal yang tidak dapat dielakkan- tegasnya, karena ia menyamakan nilai-nilainya sendiri dengan nilai-nilai universal yang berlaku. Maka, kelas yang berkuasa akan menggerakkan segala alat superstuktur hukum, politik dan ideologi untuk memblokir pertumbuhan kekuatan-kekuatan yang mewakili sistem ekonomi yang potensial lebih progresif. Hal ini mendasari marx dalam penjelasan dibagian permulaan manifesto komunis, “sejarah seluruh masyarakat yang ada hingga sekarang ini adalah sejarah dari perjuangan kelas”.

Kapan saja situasi tersebut muncul, sebuah seksi masyarakat dapat menjadi klas berkuasa, yang karakteristik luar biasanya adalah emansipasinya dari kebutuhan untuk bekerja demi keberlangsungan hidupnya sendiri. Sejak saat itu, kerja produsen dapat dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian dari kerja tersebut terus digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup si produsen itu sendiri dan kita menyebut bagian ini sebagai kerja kebutuhan, bagian yang lainnya digunakan untuk menjaga klas berkuasa dan kita memberikannya nama surplus kerja.

Produk dari setiap tipe kerja yang sangat berbeda dapat didefinisikan dalam dua ungkapan yang berbeda. Ketika produsen melakukan kerja kebutuhan, dia menghasilkan produk kebutuhan. Ketika dia melakukan kerja surplus, dia menghasilkan produk surplus sosial. Demikian, produk surplus sosial adalah bagian dari produksi sosial yang dihasilkan oleh klas yang bekerja tetapi diambil oleh klas

28


(37)

berkuasa, terlepas dari bentuk yang diambil oleh produk surplus sosial, entah hal tersebut produk alami, atau komoditi untuk dijual, atau uang. Nilai lebih sederhananya adalah bentuk moneter dari produk surplus sosial. Ketika klas berkuasa mengambil bagian produksi masyarakat yang sebelumnya disebut sebagai “produk surplus” secara eksklusif dalam bentuk moneter, kemudian kita menggunakan istilan “nilai lebih” ketimbang “produk surplus”. Kita akan melihat lebih jauh dalam asal usul nilai lebih kapitalis, itu untuk mengatakan, pendapatan klas borjuasi dalam masyarakat kapitalis, adalah hal yang sama: hal tersebut adalah kerja tanpa bayaran, kerja gratis, dimana proletar, pekerja upahan, memberi para kapitalis tanpa menerima nilai apapun sebagai pertukaran.29

1.7. Metodologi Penelitian

Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka dasar teori diatas, penelitian ini memiliki tujuan metodologis yaitu deskriptif (melukiskan). Penelitian deskriptif adalah suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta dan data-data yang ada. Penelitian ini untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.30

Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, seta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial. Karenanya pada penelitian deskriptif tidak

29

pukul 19.23 Wib

30

Bambang Prasetyo dkk, 2005 Metode Penelitian Kuantitaif : Teori dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Hal. 42.


(38)

menggunakan atau tidak melakukan pengujian hipotesa seperti yang dilakukan pada penelitian ekspalanatif berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori.31

1.7.1 Jenis Penelitian

Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi penelitian kualitaif ini adalah konsekuensi metodologis dari penggunaan metode deskriptif. Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa ”metodelogi kualitaif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.32

Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses penjaringan informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Data-data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui teknik dokumentasi. Data-data yang bersumber dari beragam media (buku, jurnal, buletin, majalah, skripsi, dan sebagainya) yang relevan dengan topik penelitian tersebut setelah dihimpun kemudian dipilah melalui proses pembacaan yang cermat dan pencatatan dalam rangka untuk menemukan data-data pokok yang dinilai sebagai bahan utama penelitian yang akan mempermudah penulis dalam melakukan langkah-langkah (proses) penelitian selanjutnya.

31

Sanafiah Faisal, 1995. Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Hal. 20.

32


(39)

1.7.3. Teknik Analisis Data

Teknik data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

1.8. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta untuk mempermudah isi, maka penelitian ini terdiri ke dalam 4 (empat) bab, yakni:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan menguraikan dan menjelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : BIOGRAFI TAN MALAKA

Dalam bab ini akan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek penelitian yaitu biografi Tan Malaka mulai masa anak-anak, Masa kembali dari Belanda, Masa pembuangan dan pelarian dan masa kembalinya Tan Malaka ke Indonesia.

BAB III : KONSEP NEGARA TAN MALAKA

Bab ini nantinya akan berisikan Negara sebagai produk konflik kelas, negara tanpa kelas, Alia dan Pan-Islam dan Negara ideal Tan Malaka.


(40)

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnya serta berisi kemungkinan adanya saran-saran yang peneliti peroleh setelah melakukan penelitian.


(41)

BAB II

BIOGRAFI TAN MALAKA

II.1. Masa Anak-anak.

Sejarah pemikiran politik Modern di Indonesia diawai dengan bangkitnya nasionalisme modern, dimulai awal abad ke-20, ketika sekelompok kecil orang-orang terpelajar (kaum terdidik) mulai menyadari arti kemodernan dan tantangan bangsanya dimasa-masa yang akan datang. Umumnya mereka memandang masa-masa yang akan datang, akan banyak bergantung pada mereka dan anggapan peemimpin potensial masa depan begitu diyakininya.33

Tan Malaka dilahirkan dengan nama Ibrahim namun kelak dia mendapatkan gelar dengan nama sutan Ibrahim Gelar datuk Tan Malaka. Sebuah gelar feudal terlihat tidak tepat untuk disandangnya karena sebenarnya dia membenci feodalisme, Tan Malaka lahir di desa kecil bernama Padang Gadang, suliki, Minangkabau, Sumatera Barat. Dari data yang ditemukan Haary Poezoe, Tan Malaka menganggap tanggal lahirnya adalah tanggal 14 Oktober 1894 sementara muncul juga data yang beragam misalnya 1893, 1894, 1895, 2 Juni 1896, 2 Juni 1897 dan 1899. Poezoe cenderung berpendapat bahwa tahun kelahiran tan malaka adalah 1897, asumsinya pada 1903 dia telah mengikuti pendididkan di sekolah rendah, maka dapat disimpulkan bahwa Tan Malaka berusia lebih kurang 6 Tahun.34

Ayah Tan Malaka adalah seorang mantri kesehatan yang pernah bekerja untuk pemerintah daerah setempat dan mendapatkan gaji beberapa puluh gulden setiap bulannya.

35

33

Safrizal raambe. 2003. Pemikikiran politik Tan Malaka. Jogyakarta : Pustaka Pelajar.Hal.1.

Dikantornya ayah Tan Malaka termasuk pegawai biasa-biasa saja, Tan

34

Fahsin M. Fa’al.,Op.,Cit., Hal.15.

35

Harry.A.Poeze, 1988. Tan Malaka :Pergulatan Menuju Republik I, Penerbit Grafiti Pers, Jakarta,. hal.10


(42)

Malaka lahir dalam lingkungan keluarga yang menganut agama secara puritan, taat pada perintah Allah serta senantiasa menjalankan ajaran Islam. Sejak kecil Tan Malaka dididik oleh tuntunan Islam secara ketat, suatu hal lazim dalam tradisi masyarakat Minangkabau yang amat religius. Sejak kecil Tan Malaka tumbuh bersama bocah-bocah sebaya di kampung-nya dan telah menampakkan bakatnya sebagai seorang anak yang cerdas, periang dan berkemauan keras. Saat saat menginjak usia remaja Tan Malaka telah mampu berbahasa Arab dan menjadi guru muda di surau kampungnya. Pendidikan agama Islam ini begitu membekas dalam diri Tan Malaka sehingga kemudian sedikit banyaknya memberikan warna dalam corak pemikiran Tan Malaka.

Masa kecil Tan Malaka dilewati sebagaimana anak-anak seusianya pada masa itu. Ia sering dimarahi ibunya karena bandal dan nakal seperti dikisahkan, Beberapa tahun dibelakang ketika nafas masih lemas, kaki dan tangan masih lemah, diajak oleh kanak-kanak teman olahraga berenang menyebrangi sungai Ombilin, maka tewaslah nafas, kaki dan tangan itu, dan hilanglah ingatan saya diombang-ambingkan ombak yang deras. Untunglah ada teman yang besar ada disamping dan segera memberi pertolongan. Setelah ingatan kembali, tiba-tiba saya sudah berada didepan rotannya ibu yang siap hendak memukul sebagai pelajaran. Ayah yang rupanya tahu benar, bahwa pukulan ibu sungguh jitu pedih mengajak member pelajaran yang katanya lebih tepat. Dengan kekang kuda dimulut, saya ditempatkan dipagar pinggir jalan supaya ditonton anak-anak para Engku yang tidak diperbolehkan bermain dengan anak kampong seperti saya, bercampur gaul dengan mereka. Tetapi ibu menganggap itu hanya diplomasi ayah buat menghindarkan saya dari ibu. Sesudah melihat saya dengan kekang kuda di mulut itu, walau ayah berdiri disamping menjaga, dan banyak anak-anak berkerumun, ibu tidak merasa puas. Sangka ibu ada lagi otoriteit yang lebih tinggi yakni Guru-Gadang (Guru Kepala). Atas aduan ibu, maka Guru Gadang itu menjalankan hukuman pada diri saya, hukuman yang dikenal anak-anak disana


(43)

dengan nama pilin pusat ( cabut pusar). Cerita ini menggambarkan betapa Tan Malaka mendapatkan pendidikan moralitas yang ketat dan penuh dispilin yang tinggi.

Setamat dari sekolah rendah ia menjadi satu-satunya anak muda dikampungnya yang mendapat kesempatan sekolah pada Kweekschool di Bukit Tinggi (1908-1913). Kweekschol dikenal sebagai sekolah raja karena tak tergapai oleh kaum inlanders merupakan satu-satunya sekolah guru untuk anak-anak Indonesia di Sumatera Barat36

Horensma menggangap Tan Malaka sebagai anak angkatnya sendiri. Atas anjuran dari Horensma pula ia dipromosikan untuk meneruskan sekolah lanjutan di negeri Belanda. Atas biaya dan jaminan keuangan yang diupayakan oleh

"Engkufonds" yaitu semacam lembaga keuangan para Engku di Suliki dan juga bantuan dari Horensma yang menyediakan diri sebagai penjamin bagi Tan Malaka untuk melakukan perantauan yang nantinya berpengaruh besar pada kehidupannya kemudian. Bulan Oktober 1913 Tan Malakameninggalkan tanah kelahiranya

. Ia di kirim bersekolah beradasarkan Keputusan rapat tetua Nagari Pandan Gadang, Suliki. Dalam keputusan rapat dinyatakan jelas pada suatu kepercayaan tradisional bahwa Tan Malaka pada akhirnya akan kembali untuk memperkaya alamnya. Kecerdasan dan keinginannya yang keras serta perangainya yang sopan mendapatkan perhatian serius dari seorang guru Belanda bernama Horensma.

37

36

Inlanders adalah sebutan dalam bahasa Belanda untuk menyebut orang-orang bangsa pribumi, sebutan iniberkonotasi kasar dan merendahkan

. Perantauan bagi seorang individu menurut adat Minangkabau merupakan suatu cara untuk memenuhi panggilan penyerahan diri pada kebebasan dunia. Dengan meninggalkan nagarinya, seorang individu dapat mengenal kedudukannya sendiri di

37


(44)

dalam alam dan karena pengalaman perantauannya akan dapat berkembang sampai menjadi anggota dewasa di dalam alam. 38

Tinggal di perantauan merupakan suatu pengorbanan dan menjadi tugas bagi sang perantau untuk memberikan segala pengetahuan yang diperolehnya dirantau kepada nagarinya. Keberangkatanya ke Belanda saatitu adalah buah dari politik etis yang dikembangkan pemerintah kolonial Belanda saat itu. Sebuah gagasan tentang pentingnya membalas budi pada negara jaiahan yang telah banyak menghasilkan kemakmuran untuk Belanda. Politik etis diusung oleh seorang tokoh liberal di Parlemen Belanda bemama Conrad Theodore Van Deventerlewat sebuah tulisan yang diterbitkan dalam media berkala De Gilds berjudul"Een Eeresschuld" (Hutang Budi) pada tahun 1899. Conrad terinspirasi karya Multatuli yang berjudul Max Havelar. Sebelum Van Deventer masih ada tokoh bernama Ir. Hendrikus Hubertus Van Kol yang pada tahun 1896 menyerukan Geen roof meer ten bate van Nederland

(berhentilah merampok Hindia Belanda untuk kepentingan Nederland). Gagasan-gagasan progresif muncul sebagai kritik atas kebijakan pemerintah kolonial Belanda selanjutnya menjadi bahasan dalam Majelis Rendah maupun Majelis Tinggi Belanda.

39

Di Belanda Tan Malaka masuk Rijkskweekschool sebuah sekolah untuk mendapatkan gelar diploma guru kepala atau Hoofdakte di kota Haarlem. Tan Malaka memulai hidup baru dinegeri orang dalam kondisi yang jauh berbeda dengan kampong halaman asalnya. Dalam otobiografi yang ditulisnya ia mengatakan bahwa kehidupan di negeri Belanda lebih banyak didekap derita ketimbang suka40

38

Rudolf. Mrazek, 1994. Semesta Tan Malaka. Bigraf Publishing.Yogyakarta..hal.13

. Kondisi iklim Belanda yang jauh berbeda dengan Indonesia membuat kesehatanya merosot, bulan Juli 1915 ia terserang radang paru-paru yang cukup parah dimana penyakit

39

Harry. A.Poeze. op.cit, hal.6

40


(45)

tersebut dapat kambuh setiap saat41

Tan Malaka mulai berkenalan dengan soal-soal filsafat, ia banyak membaca karya-karya Nietzsche seorang filsuf Jerman. Hasrat intelektualnya membuatnya mulai berkenalan dengan karya-karya Marxisme .la pun mempelajari Het Kapital

Karangan Karl Marx dalam bahasa Belanda, Marxtische Ekonomie karya Karl Kautsky ,surat kabarradikal Hel Volk milik Partai Sosial Demokrat Belanda serta brusur-brosur yangmenceritakan perjuangan dan kemenangan Revolusi Bolsyhevik Oktober 1917

. Sejak itu kondisi sulit terus menerpanya dan berakibat pada terhambatnya studi Tan Malaka sampai beberapa tahun. Untuk memulihkan kesehatanya TanMalaka terpaksa pindah kekota kecil yang berhawa tropis dan sejuk bernama Bussum. Di kota inilah pula awal perkenalan Tan Malaka dengan wacana-wacana progresif, filsafat serta berbagai peristiwa revolusi di dunia yang saat itu sedang marak di Eropa.

42

Tan Malaka kemudianmengga nggap dirinya sebagai seorang Bolsyevik yang lebih mengerti dan mengutamakan realita bangsanya. Marxisme baginya,bukan dogma melainkan suatu petunjuk untuk revolusi. Oleh karena itu, sikap seorang Marxis perlu bersikap kritis terhadap petunjuk itu. Sikap kritis itu antara lain sangat ditekankan pada kemampuan untuk melihat perbedaan dalam kondisi atau faktor sosial dari suatu masyarakat disbanding masyarakat-masyarakat lain. Dari situ akan diperoleh kesimpulan oleh ahli revolusi di Indonesia yang tentulah berlainan sekali dengan yang diperoleh di Rusia, yang sama hanya cara atau metode berpikirnya.

. Pengalaman Revolusi Bolsyevik di Rusia pasca Perang Dunia I sangat berkesan bagi diri Tan Malaka. Revolusi sosial menumbangkan kediktatoran Tsar yang dilakukan oleh kaumburuh dan sekaligus membuktikan kebenaran teori Karl Marx tentang hancurnya dominasi kapitalisme oleh suatu revolusi sosial.

41

Tan Malaka,op.cit, hal 21

42


(46)

II.2. Masa Kembalinya Dari Belanda

Akhir tahun 1919 ia kembali ke Indonesia setelah enam tahun dalam masa perantauan yang mengubah banyak hal dalam dirinya. Dengan menenteng ijazah Diploma guru (Hulpace) karena ia gagal dalam ujian guru kepala (Hoofdacte) dan segudang pengalaman baru. la pun memulai karirnya dengan menjadi seorang guru untuk anak-anak kuli kontrak yang bekerja di perkebunan Senembah My, Tanjung Morawa Sumatera Timur milik seorang Belanda bernama C.W Janssen. Di sana ia mendapatkan tempat dan penghasilan yang sangat baik, gaji sebesar 350 Gulden perbulan, diberikan fasilitas-fasilitas serta diperlakukan sama layaknya orang Eropa.43

Daerah timur Sumatera merupakan lahan yang strtegis bagi perkebunan tembakau. Tepatnya di daerah Deli dan Serdang yang dimiliki oleh perusahaan Sanemba. Perusahaan tersebut memiliki akses yang cukup baik dengan beberapa daerah diluar negeri. Seiring di bukanya Terusan Suez, perusahaan mengekspor hasil-hasil perkebunan tembakau dari Deli. Perkebunan-perkebunan itu tidak hanya memperkerjakan karyawan dari daerah setempat tetapi juga mengambil secara besar-besaran buruh dari daerah lain terutama orang China dan Jawa. Buruh-buruh tersebut dikontrak dalam waktu yang cukup lama. Para buruh ini diambil dari daerahnya dalam kondisi yang menyedihkan. Tidak ada kepastian nasib untuk masa depan mereka. Para buruh ini juga tidak mungkin untuk melarikan diri karena akan berhadapan dengan hokum di pengadilan. Jika ddihitung dengan anggota keluarganya jumlah para buruh bisa mencapai lebih dari satu juta orang. 44

Awalnya ia merasa senang mendapatkan pekerjaan tersebut, dengan harapan dapat mencicil hutang pada gurunya Horensma dan Engkufonds yang telah membantu pembiayaan studinya. Namun kegelisahan terhadap nasib bangsanya

43

Harry. A.Poeze., Op.,Cit.,hal 15

44


(47)

dimana ia menyaksikan kekejaman para kapitalis Belanda mengeksploitasi tanah perkebunan dan menyiksa buruh-buruh pribumi bangsanya menyebabkan Tan Malaka memutuskan untuk meninggalkan pekerjaanya sebagai guru. la semakin yakin bahwa system kapitalislah yang melahirkan praktek kolonialisme dan imperialisme sehingga meyebabkan bangsanya terjajah dan di perbudak secara tidak berperikemanusiaan.

Ia pun memutuskan meniggalkan kehidupan yang mewah serta perlakuan istimewa untuk selanjutnya menerjunkan diri secara total kedalam gelanggang politik yang penuh dengan bahaya45

Tahun 1921 Tan Malaka datang ke Jawa yang saat itu merupakan pusat tumbuhnya pergerakan rakyat dan bertekad untuk terjun ke dalam gelanggang politik pergerakan. Disana Tan Malaka berkenalan dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional seperi Cokroaminoto, Semaun dan Darsono.Tan Malaka merasa bertemu dengan lingkungan yang tepat, yaitu lingkungan pergerakan. Perkenalannya dengan Semaun (Wakil ISDV dan Ketua Sarekat Islam/SI Semarang) yang kemudian menawarkan Tan Malaka tinggal di Semarang untuk mendirikan sekolah-sekolah yang diperuntukan bagi kalangan proletariat atas sponsor SI Semarang.

. Kekagumannya atas pengalaman kaum Bolsyevik di Rusia mengilhaminya untuk menulis sebuah artikel pertamanya yang berjudul Parlemen atau Soviet telah mengumandangkan dirinya menjadi seorang teori tikus Marxis yang handal. Tulisan ini berisi suatu pandangan teoretis mengenai bentuk pemerintahan, yang membandingkannya dengan teori kiri pada waktu itu dan selanjutnya lebih lengkap dibahas dalam karya visionernya "Naar de Republik Indonesia" (Menuju Republik Indonesia). Di sini ia menyampaikan banyak hal seperti politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan bahkan militer. Bolsyevikisme telah menjadi suluh penerang sekaligus sumber inspirasinya untuk memulai suatu perjuangan mengusir kolonialisme.

46

45

Ibid., Hal. 17.

46


(48)

Tan Malaka kemudian mulai mendirikan sekolah-sekolah untuk anak-anak anggota SI sekaligus untuk penciptaan kader-kader baru. Langkahnya tersebut didasarkan pada beberapa alasan. Pertama memberi jalan kepada para kebanyakan murid yang rata-rata berasal dari kalangan buruh, tani, pegawaikecil, dan para pedagang kecil untuk mendapatkan pelajaran berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain. Kedua, memberikan kebebasan kepada murid untuk mengikuti kegemaran mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan sebagai upaya mendorong majunya pergerakan. Ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum kromo atau kaum miskin. 47

Untuk keperluan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi sekolah. Mengajari anak-anak kampung, menyebarkan propaganda menjadi aktifitas sehari-harinya. la mengajari anak-anak kecil lagu persatuan kaum komunis sedunia Internasionale. 48

Untuk penggalangan dana ia berkeliling dari kampung untuk mencari sumbangan dari penduduk sebagai biaya operasional sekolahnya. Sekolah modelini kemudian tumbuh dengan cepat dan menjadi besar tidak hanya di Semarang tapi juga di Malang dan Bandung yang dikenal dengan nama Sekolah Tan Malaka. Tekadnya untuk bergabung dalam pergerakan kemerdekaan membuatnya bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang notabene adalah partai komunis pertama di Asia yang di dirikan di luar Uni Soviet. Dengan semangat yang berkobar Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis, merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI untuk menyusun sistem kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran komunis, keahlian berbicara, jumalistik serta keahlian mengorganisasikan rakyat. Namun pemerintah kolonial Belanda segera melarang pembentukan kursus-kursus semacam itu dan

47

Tan Malaka,Gerilyawan Revolusioner yang Legendaris, Makalah, 2001 dalam .www.briknster.indomarxist.com

48


(49)

mengambil tindakan tegas bagi pesertanya. Prestasi kerjanya yang gemilang membuat Tan Malaka semakin mendapat kepercayaan dikalangan pimpinan PKI. Maka tak heran ditengah krisis kader dan pemimpin dikalangan PKI tahun 1921 Tan Malaka dipercaya untuk menjadi Ketua PKI menggantikan Semaun yang sedang melawat ke Rusia walau hanya untuk beberapa bulan saja sebelum akhimya dibuang.

Awal yang gemilang sekaligus berat ketika ia harus pasang badan dalam situasi pergerakan. Langkah pertama yang dilakukannya adalah berusaha mendamaikan perseteruan antara golongan Komunisme dan golongan Islam yang sedang meruncing saat itu yang termanifestasikan dalam perpecahanantara Sl Cokroaminito dan SI Semaun yang notabene beraliran komunis. La menilai hal tersebut bukanlah kontradiksi yang bersifat antagonistik dan perseteruan tersebut hanya akan menguntungkan pihak penjajah yang gemar melakukan politik pecah belah dan adu domba. Baginya berkolaborasi dengan kaum muslimin yang merupakan salah satu elemen revolusioner adalah hal penting dalam menumbangkan kolonialisme di Indonesia. Bahkan dalam Kongres Komunisme Intemasional (Komintem) IV pada tahun 1922. 49

Tan Malaka tetap mempertahankan argumentasinya tentang pentingnya kolaborasi dengan gerakan Pan-Islamisme yang menyebabkannya berseberangan dengan mayoritas elite Komintern.

.

50

Tan Malaka menolak pandangan Komintem yang bermusuhan dengan Pan Islamisme karena dianggap sebagai kekuatan borjuasi yang oportunis. Tan Malaka menyatakan bahwa potensi revolusioner Islam dinegeri negeri jajahan dan pentingnya bagi kaum komunis untuk bekerjasama untuk mencapai kemerdekaan serta fakta

49

Komintern sebagai singkatan dari Komunisme Intemasional adalah pertemuan kaum komunis sedunia

50

Hary.A.Poeze, Op Cit,hal 313-314


(50)

bahwasanya kebanyakan orang Islam adalah kaum pekerja dan kaum tani, satu keberanian sikap dari Tan Malaka. 51

Keterlibatanya dalam gerakan-gerakan melawan kaum kolonial Belanda seperti yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat Vakcentral. Revolusioner seperti VSTP dan aksi-aksi pemogokan kaum buruh, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh. Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh"....Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pemyataan simpati, apabila nanti mengalami kegagalan maka pegawai yang akan di berhentikan akan di dorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner." 52

Konsekuensi dari aktifitas politiknya adalah hal yang lazim bagi para tokoh pergerakan saat itu yakni dibunuh, ditangkap ataupun dibuang. Pada tanggal 13 Februari 1922 Tan Malaka ditangkap polisi kolonial dengan alasan melakukan tindakan-tindakan berbahaya yaitu menggerakan aksi-aksi buruh yang gencar dan dianggap mengganggu Rest en Orde (keamanan dan ketertiban) bagi pemerintahan Belanda . Bulan Maret 1922 ia dibuang ke Belanda. 53

Politik pembuangan adalah politik yang dilakukan pemerintah Kolonial Belanda untuk memisahkan tokoh-tokoh pergerakan dengan massanya. Ini adalah pembuangan pertama Tan Malaka sebagai seorang aktivis pergerakan. 54

Tempat di mana Tan Malaka mengajar sangat dekat dengan wilayah perkebunan yang dikelola Belanda. Pada saat itulah ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana menderitanya para petani yang ditindas oleh tuan tanah

51

lbid, Hal. 316.

52

Tan Malaka, Gerilyawan Revolusioner yang Legendaris, Op.cit, Hal. 4.

53

Rest enOrdeadalah aturandari pemerintahkolonialBeianda untuk meredam pergerakan-pergerakan rakyatyang saat itu bermuncuian- Konsekuensi dariaturan ini adalah pembuangan bagi setiap pemimpin atau aktifisgerakan yang merupakanrekayasa pihak kolonialuntuk memisahkanmereka denganmassa rakyat

54


(51)

dan para pengawas perkebunan milik kompeni tersebut. Dari situ, semangat juangnya terpanggil. Ia kemudian memutuskan untuk memulai aksi perjuangannya melawan kolonialis Belanda yang sudah menimbulkan penderitaan bagi rakyat.

Pada tahun 1921 ia pergi ke Semarang dan bertemu dengan para anggota Sarekat Islam faksi komunis. Sarekat Islam faksi komunis inilah yang kemudian berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Kedekatannya dengan tokoh PKI membuat gerak-geriknya masuk daftar pengawasan Belanda. Maklum, PKI pada saat itu adalah organisasi yang paling keras melawan Belanda.

Di PKI, karirnya meningkat dengan pesat. Kemampuan orasi dan pemahaman Tan Malaka yang luas di berbagai bidang membuatnya tidak kesulitan untuk meraih banyak simpati atau pengikut. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan, di antaranya pemogokan buruh kereta api, pendirian berbagai kursus kepemudaan dan rapat-rapat umum. Tapi sayangnya, pada Januari 1922, ia kemudian ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Kupang. Dua bulan kemudian ia dibebaskan tetapi diusir dari Indonesia.

Sejak saat itu petualangannya dimulai. Pertama-tama ia pergi ke Berlin, Jerman. Di sana ia berusaha menjalin komunikasi dengan para tokoh anti-imperialisme dari banyak negara. Kemudian ia diterima bekerja di Komintern, sebuah federasi partai-partai komunis sedunia yang pada waktu itu berada di bawah kendali Joseph Stalin, pemimpin tertinggi Uni Soviet.

Banyak petinggi Komintern yang kemudian memusuhinya. Ini karena perbedaan pandangan antara Tan Malaka dan para petinggi Komintern lain. Mayoritas tokoh Komintern menilai gerakan Islam sebagai penghalang dan juga sisa-sisa feodalisme yang harus dibasmi, sedang Tan Malaka sangat tidak setuju. Ia bahkan menilai gerakan Islam sebagai kawan seperjuangan untuk memusnahkan kapitalisme dan kolonialisme. Atas perbedaan itulah ia kemudian dipecat dari Komintern. Selanjutnya ia menjadi buronan, tidak hanya oleh para polisi Belanda, tetapi juga kaki tangan Komintern. Tan kemudian berpindah dari satu negeri ke


(1)

berfungsi sebagai alat untuk menindas suatu golongan masyarakat. Perjuangan kelas seperti itu hanyalah berakhir melalui penghapusan sistem kapitalisme dan terwujudnya masyarakat tanpa kelas (komunisme).

Kaum buruh sebagai kaum proletar untuk memenangkan revolusi sosialis salah satu syarat pokok menurut Tan Malaka, Mayoritas Masyarakat harus terdiri atas proletariat. Dan oleh sebab itu, di negeri di mana proletariat belum cukup berkembang dan belum merupakan mayoritas daripada penduduk, kemenangan sosialisme tidaklah mungkin.Taktik perjuangan kelas yang digunakan Tan Malaka seringkali menjadi isu perdebatan di antara pemikir-pemikir Tan Malaka setelahnya. Taktik tersebut merujuk kepada konsep diktator proletariat.Tan Malaka mengatakan proses perubahan sejarah bergerak melalui komunisme primitif, feodalisme,kapitalisme, selanjutnya melalui sejarah sosialisme, dan berakhir dengan komunisme. Setiap transformasi sejarah tersebut dicapai melalui revolusi kaum buruh (proletariat) yang mewakili inspirasi seluruh manusia. Melalui revolusi, kebebasan bersifat ‘universal’ akan dapat dicapai oleh kelas buruh, sekaligus mewakili semua umat manusia yang mau melepaskan diri dari belenggu perhambaan. Perjuangan untuk mewujudkan revolusi tersebut akan gagal manakala kelas proletariat tidak memiliki kekuasaan dalam negara sebagai ‘alat’ untuk menggulingkan sistem kapitalisme. Oleh karenanya, Tan Malaka sangat menekankan bahwa untuk menghapus kapitalisme, yang menjadi syarat mutlak adalah kaum proletar harus bisa merebut kekuasaan negara lalu menguasainya.

Tan Malaka mengatakan bahwa sejarah perjuangan manusia merupakan sejarah perjuangan kelas dan negara hanya merupakan alat yang digunakan oleh kelas berkuasa untuk menindas seluruh kelas bawahan.


(2)

Konsep-konsep dominasi tersebut akan berakhir dengan penghapusan sistem kapitalisme, dan itu merupakan tanda bahwa kelas proletariat yang dipelopori oleh kaum buruh telah menang. Keberhasilan sebuah revolusi dalam perjuangan meruntuhkan pemerintahan lalu menguasainya hanya bergantung kepada sikap diktator proletariat yang dimanifestasikan dalam bentuk perjuangan kelas. Sikap diktator itu sendiri diartikan sebagai “alat” dalam tahap peralihan ke arah pemusnahan semua kelas masyarakat (classless) yaitu tranformasi dari masyarakat kapitalis ke masyarakat komunis, disamping masyarakat tanpa kelas kondisi objektif bangsa Indonesia yang didominasi oleh pemikiran islam juga mempengaruhi Tan Malaka.

Kekuatan Islam di Indonesia merupakan kekuatan terbesar, disamping islam sebagai sebuah agama yang dianut mayoritas rakyat Indonesia, Organisasi-organisasi islam seperti NU, Muhammadiyah, sarekat Islam dan Lain-lain. Islam atau Pan-Islam berarti perjuangan nasional, perjuangan dalam merebut kemerdekaan nasional, perjuangan yang ditujukan dalam melawan kapitalisme dan Pan-Islamisme dan tidak lain persatuan semua orang muslim terhadap penindasnya. Bagi tan malaka gerakan semacam ini haruslah didukung, karena sesungguhnya apa yang di perjuangkan oleh kelompok Pan-Islamisme sejalan dengan komunisme, yaitu melawan imperialism dan kapitalisme guna kemerdekaan bangsanya. Didasari dengan pemahaman yang mendalam tentang semangat perlawanan yang dimiliki gerakan pan-Islamisme dan Komunisme, Tan Malaka dengan lantang menyerukan bersatunya dua kekuatan Revolusioner tersebut yaitu Islam dan komunisme. Jadi menutut tan malaka Islam dan komunisme harus menjadi sebuah kesatuan yang tunggal.


(3)

BAB IV

PENUTUP

IV.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Tan Malaka memaparkan konsep tentang Negara secara ideal

Untuk memberikan penjelasan atas penarikan kesimpulan tersebut, ada beberapa hal yang perlu dipaparkan sebagai hasil kesimpulan tentang konsep-konsep negara Tan Malaka. Tan Malaka merupakan salah satu Founding Father Indonesia yang terlupakan, Tan Malaka membangun tentang Konsep Negara, dimana Tan Malaka Adalah tokoh Indonesia Pertama yang menulis konsep Negara yang dituliskan dalam buku Naar de Revublik atau Menuju Republik Indonesia tahun 1925, bahkan lebih dulu ada dari tulisan Soekarno tentang Perjuangan dan konsep negara dalam buku Indonesia menggugat 1930.

Dalam pandangan Tan Malaka, munculnya sebuah negara karena penjelmaan dari pertentangan kelas. Pertentangan kelas yang terdiri dari kelas bawah seperti budak, petani, pekerja, dan kelas atas seperti tuan, bangsawan, pemilik modal, kapitalis karena dipicu oleh perbedaan kepemilikan alat produksi yang mengakibatkan munculnya ketidakadilan. Kasus Indonesia berbeda karena bukan negara industri dan jumlah buruh industry belum begitu banyak. Mata pencaharian orang Indonesia pada saat itu buruh perkebunan dan sebagian besar petani yang hidup dalam ikatan kekeluargaan yang sangat kuat, sehingga sulit membedakan atau


(4)

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Arief, Budiman. 1997. Teori Negara, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Al Aqshari, Yusuf. 2012. Manajemen Konflik, Jakarta : Robbani Press

Althousser, Louis. 2004. Tentang Ideologi: Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis dan Sastra, Jakarta : Jalasutra

Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar ilmu politik, Gramedia pustaka, Jakarta. Cahyono, Edi. 2000. Negara dan Pendidikan Di Indonesia., 2000.

Doni Koesoemo, Albert. Menuju Indonesia yang merdeka dan Sosialis, dalam basis no 01-02 tahun ke-50 Januari-Februari 2001.

Ebenstein, William. 2006. Isme-isme yang mengguncang dunia, Yogyakarta : Narasi. Faisal, Sanafiah. 1995. Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, Jakarta : PT. Gahral Ardian, Donny. 2006. Percik Pemikiran Kontemporer, Yogyakarta: Jalasutra. Hasan, Nasbi. 2004. Filosofi Negara menurut Tan Malaka, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Iver, Mac. 1982. Negara Modern, Jakarta : Aksara Baru.

Leonard Williams, Joseph Losco. 2003. Political Theory. Raja Grafindo persada. Leclerc, Jacques. 1983. Aliran Komunis Sejarah dan Penjara, Makalah diterbitkan

dalam Majalah Prisma

Lavine, T.Z. 2003. Karl Marx: Konflik Kelas dan Orang Yang Terasing, Jakarta Selatan : Jendela

M Fa’al, Fashin. 2005. Negara dan revolusi social, Yogyakarta : Resist book Magnis suseno, Frans. 2003. Etika Politik (Prinsip-prinsip moral dasar kenegaraan

modern). Jakarta, Gramedia Pustaka Utama

Miall, Hugh. 2000. Resolusi damai konflik kontemporer. Jakarta : Grafindo persada, Malaka, Tan. 2001. DPkP 1, Teplok Press, Jakarta.


(5)

Malaka, Tan. 2001. Gerilyawan Revolusioner yang Legendaris, Makalah, dalam .www.briknster.indomarxist.com

Malaka, Tan. 2000. Menuju Republik Indonesia, Jakarta. Komunitas Bambu. Malaka, Tan. 1962. Menudju Republik Indonesia, DJakarta, Jajasan Massa, 1962, Malaka, Tan. 1952. Pandangan Hidup, Jakarta : Widjaya

Malaka, Tan. 2008. Massa Actie, Jakarta : LPPM Tan Malaka Malaka, Tan. 1951. Islam dalam tinjauan madilog, Jakarta : Wijaya Natsir, Mohammad. 1983. Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia

Poeze, Harry. 1988. Tan Malaka :Pergulatan Menuju Republik I, Penerbit Grafiti Pers, Jakarta.

Prabowo, Hary. 2008. Perspektif MarxismePergulalan Teoridan Praksis Menuju Republik. Raja Grafindo Persada.

Prasetyo, Bambang. 2005. Metode Penelitian Kuantitaif : Teori dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Rambe, Safrizal. 2003. Pemikikiran politik Tan Malaka. Jogyakarta : Pustaka Pelajar. Santoso, Listiyono. 2007 Epistemology kiri. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Grasindo.

Suhelmi, Ahmad. 1999. Pemikiran politik Barat. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Situs Internet :

diunduh pada tanggal 4 juni 2013 pukul 20.56 wib.

diunduh pada tanggal 5 juni 2013 pukul 22.56 wib.

.

tanggal 10 Juni 2013 pukul 14.32 wib.

Juni 2013 pukul 19.23 Wib


(6)

diunduh tanggal 26 Oktober 2013, Pukul 12.37.

diunduh pada tanggal 4 November 2013, pukul 15.49 wib.