negeri lain dengan lusinan nama samaran. Ia pernah menjadi pengajar di Shanghai, Cina. kemudian menjadi pengawas sekolah di Singapura. Ia juga turut andil dalam
mendirikan partai komunis Filipina. Hampir setiap hari ia hidup dalam bayang- bayang penangkapan. Tetapi karena Tan Malaka seorang yang cerdas dan berani, Ia
selalu dapat meloloskan diri.
55
II.3. Masa Pembuangan dan Pelarian
Setibanya di Belanda bulan April 1922 ia mendapatkan sambutan hangat dari Partai Komunis Belanda CPH. Bersamaan dengan waktu pemilihan umum di
Belanda ia di minta untuk ikut berkampanye dan juga dicalonkan sebagai anggota Parlemen Belanda menempati nomor urut tiga. Sambutan masyarakat Belanda atas
kampanye politik Tan Malaka dilaporkan sangat apresiatif namun karena CPH hanya mendapatkan jatah suara untuk dua kursi saja maka Tan Malaka gagal menjadi
anggota Parlemen Belanda.
56
Pada tahun yang sama, Tan Malaka menghadiri Kongres Komunis Intemasional Komintem IV di Moskow, la ditugaskan sebagai wakil Komintem
untuk wilayah Asia Tenggara yang meliputi Burma, Siam, Annam, Filipina, Malaysia dan Indonesia. Selanjutnya hidupnya diwarnai dengan pengembaraan dan pelarian
dari polisi rahasia kaum kolonial dari satu negeri ke negeri lainya. la pun sempat bertemu dengan berbagai tokoh pergerakan yang disegani di Asia seperti Dr. Sun Yat
Sen yang dinilainya berpikir dengan cara borjuis kecil yang tidak percaya pada kekuatan massa untuk melakukan perubahan. Di akhir tahun 1924 ia menghadiri
Konferensi Buruh Angkutan Pasifik yang dihadiri oleh sejumlah utusan termasuk Alimin dan Budi Sutjitro. Hasil dari konferensi ini adalah bagaimana
55
http:mediapublica.co20130704tan-malaka-bapak-republik-yang-terlupakan diunduh tanggal 26
Oktober 2013, Pukul 12.37.
56
Hary.Prabowo, 2008. Perspektif Marxisme Pergulalan Teori dan Praksis Menuju Republik, 2008, Hal. 17.
Universitas Sumatera Utara
menyambungkan mata rantai perjuangan revolusi nasional di Asia dengan perjuangan revolusi proletariat di negara-negara Barat Eropa dan Amerika .
57
Tan Malaka diangkat sebagai Ketua Biro Buruh lalu lintas Asia dan memimpin majalah berbahasa Inggris bemama The Dawn.
58
Bulan Juni 1925 , ia masuk menyusup ke Filipina menumpang kapal samudra. Disana Tan Malaka tinggal disekitar Manila tepatnya di Santa Mesa menetap disalah
seorang kenalannya dengan nama samaran Elias Fuentes. Tan Malaka pun
kemudian menetap di Canton untuk beberapa waktu. Namun lagi-lagi dengan alasan kesehatan Tan Malaka disarankan untuk tinggal didaerah khatulistiwa yang hawanya
cocok untuk tubuhnya.
59
Walaupun menetap di negeri orang totalitas perjuangan Tan Malaka pada masalah-masalah pergerakan nasional untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia
tidak diragukan sejak awal. Pada esensinya pemikiran-pemikiran dan perjuangan Tan Malaka terpusat kepada tujuan bagaimana memerdekakan bangsanya sekaligus
merombak secara total seluruh tatanan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Jauh hari sebelum Sukarno menulis Indonesia Menggugat tahun 1932 yang berisi arti penting
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia atau Hatta dengan Ke arah Indonesia Merdeka tahun 1930, Tan Malaka sudah menulis pamflet berjudul Naar De Republic Menuju
Republik Indonesia sebagai satu konsepsi menuju kemerdekaan Indonesia yang terbit pertama kali di Kowloon Cina, April 1925 semasa pembuanganya.
Dalam buku ini ia menuliskan progam-program untuk mencapai atau berdirinya Republik Indonesia yang menyangkut berbagai macam bidang seperti
politik, ekonomi, sosial, pendidikan bahkan militer. Program-program itu
57
Hary.Prabowo. Ibid., Hal .9.
58
Ibid. hal 20
59
Tan Malaka,DPkP I,hal 111-116
Universitas Sumatera Utara
sesungguhnya diperuntukan untuk PKI yang dianggap sebagai partai yang mampu menjadi pelopor penggerak revolusioner cita-cita kemerdekaan Indonesia.
60
Ketegasan sikapnya terhadap praktek kolonialisme Belanda tercermin dalam buku tersebut : .....Kami kaum Komunis Indonesia tak akan dapat menggantungkan
politik kami melulu pada pengharapan, agar negeri-negeri kapitalis di dunia runtuh terlebih dahulu. Jika kapitalisme kolonial di Indonesia besok atau lusa jatuh, kita
harus mampu menciptakan tata tertib baru yang lebih kuat dan sempurna di Indonesia…
Dalam konsepsi Menuju Republik Indonesia adalah revolusi kelas sebagai jalan yang dipilih menuju kemerdekaan Indonesia adalah bukan tanpa sebab.
Menurutnya revolusi adalah jalan terbaik untuk mengusir kolonialisme dan imperialisme dari Indonesia. Selain itu pula bangsa Indonesia belum memiliki
riwayat sendiri selain riwayat perbudakan baik perbudakan dalam bentuk feodalisme oleh bangsa sendiri ataupun perbudakan oleh bangsa asing lewat penjajahan. Maka
revolusi dianggap sebagai jalan terbaik, karena itu Revolusi Indonesia karena memiliki dua tujuan yaitu mengusir Imperialisme Barat dan mengikis sisa-sisa
feodalisme. Implikasinya, jika revolusi tersebut berhasil di wujudkan maka Indonesia akan memiliki sejarah baru.
61
Buku kecil ini segera menjadi bahasan oleh studi-studi klub, kelompok- kelompok debat termasuk studi klub yang dipimpin Sukamo dan Ir. Anwari. Di
katakan saat itu Sukamo selalu membolak-balik, mencorat-caret dan membawa kedua buku itu, kenang Sayuti Melik yang saat itu bersama Sukarno. Gagasan-gagasan
visioner Tan Malaka memberikan inspirasi luas di kalangan aktifis pergerakan saat itu dan menguatkan keyakinan bahwasanya kemerdekaan 100 bukanlah hal yang
mustahil. Sebagai seorang tokoh Komintem ia punya peranan yang cukup signifikan
60
Tan Malaka. 2000Menuju Republik Indonesia, Jakarta. Komunitas Bambu. Jakarta. hal10
61
Tan Malaka, 1962 Menudju RepublikIndonesia, DJakarta, Jajasan Massa, Hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
bagi perkembangan gerakan komunis di Indonesia. la tidak Cuma berhak untuk memberi usul-usul dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan
vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya. Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar, program dan taktik dari
Komintern berjalan seperti yang telah ditentukan di Moskow. Dengan demikian sebenarnya tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintem lebih berat dari
keanggotaannya di PKI. Namun perbedaan pendapat mengenai soal rencana pemberontakan PKI yang
diputuskan dalam Konferensi Prambanan pada 25 Desember 1925 menyebabkan tegangnya hubunganya dengan para pimpinan teras PKI. Menyikapi proposal
pimpinan teras PKI yang memutuskan untuk segera melakukan pemberontakan kontan ditanggapi Tan Malaka dengan ketidak sepakatan. Ketidak sepakatan Tan
Malaka didasarkan pada pendapat bahwasanya kesadaran kelas buruh belum cukup tinggi dan masih terlalu dini untuk berhadapan secara frontal. Pendeknya ia
mengungkapkan bahwa kondisi subyektif partai belum cukup kuat dan kondisi obyektif yang belum mendukung. Disamping itu pula rencana tersebut belum
dikonsultasikan dengan Komintern sebagai sentral kepemimpinan komunis sedunia. Kecelakaan sejarah tak dapat dihindarkan, apa yang terjadi pada akhir tahun
1926- awal 1927, merupakan suatu perlawanan umum pertama terhadap diktator Belanda, perjuangan bersenjata pertama yang bertujuan bukan lagi untuk mencegah
kekuasaan kolonial bercokol, tapi untuk menggulingkan dan menggantikannya dengan suatu kekuasaan baru yang berasal dari rakyat yang terhisap. Kendati
pemberontakan itu telah dipersiapkan selama beberapa bulan oleh PKI, namun akhimya pemberontakan itu gagal atau tepatnya merupakan kegagalan total dari para
pimpinan partai. Sampai disitu apa yang diramalkan oleh Tan Malaka benar-benar terbukti,
pemberontakan PKI 1926 yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia dalam waktu
Universitas Sumatera Utara
singkat dapat dipatahkan oleh Belanda.
62
Tan Malaka yang sejak awal tidak sepakat dengan pemberontakan tersebut dianggap sebagai pengkhianat, dicap Trotskys dan dituduh sebagai biang keladi
kegagalan pemberontakan. Berbagai kecaman dialamatkan pada Tan Malaka dan hal tersebut membuat Tan Malaka memutuskan untuk keluar dari PKI. Tan Malaka pun
kemudian menulis sebuah Pamflet berjudul Massa Actie yang menjelaskan tentang pentingnya peranan massa yang terdidik dan sadar untuk melahirkan kemerdekaan
Indonesia. Tan Malaka amat menekankan bahwa Revolusi Indonesia hanya mungkin terjadi dan berhasil jikalau didukung oleh massa rakyat yang tersusun atau
terorganisasi. Akibatnya sekitar 13.000 pejuang politik
ditangkap dan ditahan, dengan 5.000 diantaranya di adili dan dihukum 16 orang diantaranya di hokum mati dan digantung, serta sekitar 1.000 orang dibuang tanpa di
adili ke Irian Barat dalam suatu kamp konsentrasi yang khusus dibuat untuk itu. Namun yang terberat adalah segera dilarangnya PKI oleh pemerintah kolonial
Belanda . Perjuangan nasional mendapat pukulan yang sangat berat serta pelajaran berharga tentang perjuangan mengusir kolonialisme. Ditubuh PKI pun mengalami
kehancuran serius yang diakibatkan ditangkapnya hampir semua tokoh utama PKI.
63
Pamflet yang sesungguhnya merupakan kritik terhadap pemberontakan PKI yang gagal ini ditulis dan dicetak pertama kali di Manila tahun 1926 dan segera
disusul dengan pamflet lainya berjudul Semangat Muda yang dicetak di Singapura pada tahun yang sama. Tan Malaka yang saat itu berada diluar negeri, berkumpul
dengan beberapa temannya di Bangkok Thailand. Bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka mendirikan Partai Republik Indonesia
PARI yang menolak berkoordinasi dengan Komintern.
62
Jacques,Leclerc, Aliran Komunis Sejarah dan Penjara,Makalah diterbitkan dalam Majalah Prisma tahun 1983, Hal. 4.
63
Tan Malaka,Menuju Republik Indonesia,op.cit hal 40
Universitas Sumatera Utara
Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannya memutuskan untuk memisahkan diri dan memutuskan hubungan dengan PKI. Dokumen-dokumen yang diumumkan
PARI menyatakan bahwa partai itu independen dari Komintern. Nama Partai dan program-program PARI diambil dari Pamflet Menuju Republik Indonesiayang
diterbitkan Tan Malaka dua tahun sebelumnya. PARI disiapkan menjadi partai pelopor yang dibangun dari bawah tanah untuk memimpin jalanya Revolusi
Indonesia menggantikan peran PKI pasca pemberontakan 1926. Selanjutnya sejarah gerakan kiri di Indonesia di warnai dengan fragmentasi
antar golongan dan faksi yang memperburuk soliditas di kalangan gerakan rakyat. Namun PARI, yang dimaksudkannya sebagai kendaraan untuk menuju Revolusi
Indonesia yang dicita-citakanya, tidak sempat berakar luas di Indonesia. Dua orang pendiri lainnya yang notabene adalah tangan kanan Tan Malaka, Subakat dan
Djamaluddin Tamim tertangkap. Menariknya pada tahun 1928 Tan Malaka justru diangkat kembali oleh Komintern sebagai salah seorang agennya untuk Asia
Tenggara. Saat itu, Komintern belum mengetahui tentang kegiatan Tan Malaka dan PARI.
Selanjutnya sejak tahun1927 sampai 1932 kegiatan politik Tan Malaka semakin terhambat. Tan Malaka Lebih sering berada dalam pengejaran intel
Imperialis Belanda, Inggris dan Amerika dan praktis terputus hubungannya dengan teman-temannya atau boleh di katakan bergerak sendiri. Sewaktu ia memasuki
Hongkong dari Shanghai pada tahun 1932, dalam perjalanan menuju Birma sebagai agen Komintem, Tan Malaka ditangkap Inggris dan ditahan selama beberapa minggu.
Penangkapan Tan Malaka di Manila juga menimbulkan kegemparan dimana- mana, seluruh aktivis pergerakan kemerdekaan Filipina memberikan pembelaan
terhadapnya. Pers Nasional, Parlemen bahkan Presiden pertama Republik Filipina Manuel Quezonikut sibuk membela Tan Malaka. Tan Malaka dianggap sebagai martir
kemerdekaan Indonesia dan dianggap sejajar dengan Dr. Joze Rizal pahlawan
Universitas Sumatera Utara
kemerdekaan Filipina. Sesudah dilepas,ia kembali ke Cina, disana ia menghidupi dirinya dengan mendirikan sekolah bahasa asing sampaitahun 1937. Dia terpaksa lari
lagi sewaktu Jepang menyerang kota itu. Ia menyingkir ke Singapura, menyamar sebagai guru Sekolah Menengah Tinggi Singapura sampai tahun 1942.
64
Sementara itu, Komintern dan orang-orang Komunis Indonesia yang telah mengetahui tentang PARI dan itu dengan sendirinya merespon dengan keras dengan
menjelaskan kepada rakyat siapa Tan Malaka yang sebenarnya. Untuk kelompok Komunis Indonesia di Eropa, yang baru mengetahui bahwa PARI-nya Tan Malaka
telah menyatakan independensinya dari Internationale Communiste, PARI tidak boleh dianggap sebagai PKI bentuk baru jadi harus dicegah jangan sampai golongan
Komunis Indonesia bergabung di sekitar Tan Malaka, dan untuk itu partai harus dibangun kembali sambil melakukan hubungan dengan Komintern.
Misi itulah yang pada tahun 1935 dipercayakan kepada Musso, anggota pimpinan PKI yang berada di Eropa pada saat meletusnya peristiwa 1926-1927, dan
yang menggantikan Semaun di Belanda. Misi tersebut kemudian mendapat perlawanan dari para pendukung Tan Malaka, diluarnegeri dan juga di
Indonesia,yang menyatakan bahwa PKI sudah mati dan bahwa PARI adalah ahli warisnya.
65
Tan Malaka dikecam habis-habisan, antara lain oleh tokoh PKI Musso, yang berhasil masuk Indonesia dari Moskow tanpa diketahui Belanda. Tan Malaka yang
pemah menjadi ketua PKI dan agen Komintem,kinimenjadimusuh utama PKI. BagiMusso seorang pimpinan PKI, PKI tetap ada dan PARI hanyalah merampas.
Namun Kejaksaan Belanda tidak ambil pusing terhadap perbedaan itu, bagi mereka semua itu adalah Komunis,Ekstrimis yang berbahaya dan jalan keluamya adalah
membuang mereka ke Irian tanpa diadili bagi siapa saja yang berhasil ditangkap.
64
Tentang Tan Malaka,PARI dan perjalananya ditahun-tahun tersebut, lihat Poeze,op cit Bab X dan XI
65
Jacques, Leclerc, op cit, Hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun Tan Malaka lebih sering berada dalam pengasingan ataupun pelarian tapi ia hadir lewat pikiran-pikiranya dalam kancah pergerakan nasional.
Cerita tentang sosok Tan Malaka saat itu dilukiskan lewat sebuah novel berjudul Pacar Merah Indonesia cerita saduran dari The Scarlet Pimpernet karangan Baroness
Orczy yang menceritakan kisah Sir Percy Blakeney dan Revolusi Perancis. Nove setengah fiksi tersebut semakin menimbulkan rasa kagum rakyat Indonesia terhadap
sosok pejuang Tan Malaka.
II.4.Masa Kembalinya Tan Malaka ke Indonesia
Saat kembali lagi ke Indonesia tahun 1942 setelah 20 tahun dalam pelarian diluar negeri, Jepang sudah mendarat dan berkuasa. Semenjak meninggalkan
Bangkok 1927, kecuali hubungan surat-menyurat yang terbatas dan kemudian terputus. Tan Malaka menjadi seorang pejuang revolusioner yang kesepian, tetapi
juga tetap setia pada cita-cita revolusi dan kemerdekaan Indonesia. Pada waktu itu ia masih belum keluar dengan nama aslinya, llyas Husein adalah nama samaran yang
dipakainya. Pengalaman pahitnya sebagai buronan politik di luar negeri menyebabkan-nya merasa masih perlu menyembunyikan identitas. Ia tinggal dalam
kehidupan serba kekurangan di Radjawati dekat pabrik sepatu Kalibata, Cililitan. la berkonsentrasi menulis sebuah karya terpentingnya : MADILOG Materialisme
Dialektika dan Logika buku yang ditulis sejak 15 Juli 1942 sampai 30 Maret 1943. Buku yang mengajak dan memperkenalkan kepada Bangsa Indonesia cara berpikir
ilmiah, meninggalkan segala macam bentuk takhayul dan cara berpikir hafalan yang menyebakan seseorang menjadi dogmatis.
MADILOG yang kemudian dianggap sebagai karya terbaik peninggalanya dibuat dengan harapan agar rakyat Indonesia dapat berpikir secara logis, materialistik,
dialektik dan memandu revolusi kaum proletariat Indonesia. Tujuan dari uraian semacam ini, seperti dikemukakannya berulang kali, adalah untuk mengubah
pandangan dunia banyak komunitas di Indonesia yang berdasarkan kegaiban. Oleh
Universitas Sumatera Utara
karena itulah, materialisme Tan Malaka bukanlah pertama-tama propaganda pro kebendaan, melainkan lebih merupakan kampanye anti-mistifikasi yang menjadi
pandangan dominan masyarakat Indonesia. Kekejaman fasis Jepang tambah memuakan hatinya ketika ia menyaksikan sendiri di pertambangan Bayah, Banten.
Tan Malaka kembali menyaksikan, sebagaimana pemah dialaminya di perkebunan Senembah dulu, pengeksploitasian bangsanya oleh Jepang, kekuasaan Imperialis
baru. Tan Malaka melihat sendiri kondisi yang amat menyengsarakan, kaum
Romusha yang dipekerjakan Jepang secara paksa. Hal ini tentunya semakin memperkuat keyakinannya tentang keperluan adanya aksi massa untuk melahirkan
revolusi. Ia mulai mencium posisi Jepang yang semakin terdesak akibat Perang Dunia II akan membuat cita-cita kemerdekaan Indonesia semakin dekat. Tan Malaka
kemudian membangun komunikasi dengan para pemuda pejuang saat itu, memberikan informasi-informasi terbaru dan perkembangan perjuangan
kemerdekaan. Kehadiranya semakin meningkatkan semangat dan gairah perjuangan kemerdekaan.
Dia pun sempat menulis Manifesto Jakarta di tahun 1945 yang berisi tentang ikhwal kedatanganya, perjalanan selama pelarianya serta gambaran tentang
penjajahan Jepang serta tentara sekutu yang ia katakana sebagai Imperialisme yang siap masuk setiap saat.
Diakhir masa pendudukan Jepang ia mulai sering menjalin kontak dengan para tokoh pemuda seperti Sukarni, Chairul Saleh, Adam Malik, Maruto, Pandu
Kartawiguna dan lain-lain. Para pemuda itu lah yang kelak berperan besar dalam Peristiwa Rengas dengklok untuk mendesak para tokoh seperti Sukarno dan Hatta
untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Potret misterius tentang pejuang revolusioner Tan Malaka dilukiskan Adam Malik dalam bukunya Riwayat
Proklamasi Agustus 1945. Dimana pada suatu Maghrib tanggal 14 Agustus 1945,
Universitas Sumatera Utara
datanglah seorang tua berpakaian kumuh, bercelana hitam pendek dan topi ditanganya ke rumah Sukarni. Ia memperkenalkan diri sebagai wakil pemuda dari
Bayah-Banten dan mengajak Sukarni berdiskusi panjang situasi intemasional pada waktu itu. Sukarni yang terkejut karena pandangan-pandangan yang diberikan amat
sesuai dan sejalan dengan semangat revolusioner dikalangan kaum muda saat itu. Orang tua yang dikemudian hari membuka identitasnya tersebut ternyata
adalah Tan Malaka. Ia menekankan agar para pemuda untuk bersiap bersama rakyat menghadapi peperangan dan segala konsekuensi dari kemerdekaan. Tanggal 17
Agustus 1945, Soekarno dan Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia dalam suatu upacara yang singkat dan terburu-buru di pekarangan rumah Soekarno di
Jakarta, Hadirinnya terbatas pada sejumlah kecil perintis. Langkah ini dianggap tepat setelah mendapat desakan dari kaum muda untuk memproklamasikan kemerdekaan
setelah mendengar kabar tentang menyerahnya Jepang kepada sekutu. Setelah proklamasi bukan berarti Indonesia telah merdeka sepenuhnya, Belanda kembali
ingin menguasai Indonesia. Berbagai perundingan politik dan perang masih terus berlangsung. Namun perkembangan politik saat itu dimana Pemerintahan Kabinet
Syahrir lebih memilih jalan diplomasi dengan Belanda menyebabkanya kecewa. Ketidak setujuannya didasarkan pada konsepsi bahwa untuk mencapai
kemerdekaan adalah hasil jerih payah perjuangan rakyat bukan atas konsesi hasil diplomasi dan proses diplomasi hanya akan membuat pihak sekutu lebih leluasa
untuk mengkonsolidasikan kekuatanya di Indonesia. Pamflet Syahrir yang berjudul Perdjoeangan Kita yang diterbitkan oleh Kementrian Penerangan pada tanggal 10
November 1945 langsung dibahas lewat tulisan Tan Malaka yang berjudul Moeslihat, Politik dan Rentjana Ekonomi yang berisi tentang Trilogi Revolusi Indonesia sebagai
panduan praktis dari konsep awal Menuju Indonesia Merdeka 100 yang dicita- citakannya.
Universitas Sumatera Utara
Tan Malaka sama sekali menolak pandangan Syahrir yang mencerminkan keragu-raguan tentang proses revolusi demokratis yang sedang berjalan dengan
bersikap lembek terhadap Amerika Serikat dan Inggris. Jalan Syahrir yang mengedepankan diplomasi yang lihai dan fleksibel dianggap tidak sesuai dengan
kondisi semangat massa yang sedang bergelora setelah Proklamasi Kemerdekaan. Tulisan ini mendapatkan respon positif dari kalangan pemuda dan gerakan
bawah tanah yang konsisten untuk terus berjuang mengusir Belanda. Apalagi setelah peristiwa pertempuran bersejarah di Surabaya 10 November 1945 dimana para
pemuda dan rakyat secara berani dan sukarela mempertaruhkan nyawa untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ketidak sepahamanya dengan pilihan
strategi pemerintah yang kompromis berujung pada pilihan untuk mendirikan suatu organisasi berbentuk front untuk mengkonsolidasikan kekuatan-kekuatan yang
menolak kebijakan kompromis pemerintah. Tan Malaka memandang kondisi demikian menyebabkan kondisi Indonesia menurutnya sudah terpinggir dan semakin
terdesak Tanggal 15 Januari dengan dukungan dari para pemuda seperti Sukarni, AdamMalik, Chairul saleh, Pandu Wiguna dan Maruto Nitimiharjoia mendirikan
Persatuan Perjuangan PP suatu bentuk oposisi atas dasar solidaritas nasional yang menginginkan segala bentuk perundingan dengan Belanda dibatalkan dan segera
menasionalisasikan aset-aset asing. Persatuan Perjuangan PP mendapatkan dukungan luas dari 141 organisasi,
termasuk hampir semua partai politik dan organisasi militer. Tak terkecuali Jenderal Sudirman pun hadir untuk memberikan dukunganya dengan mengatakan lehih baik di
atoom sama sekali dari pada tidak merdeka 100. Persatuan Perjuangan PP, secara resmi menjadi oposisi bagi pemerintah dan juga bagi Sukarno tentunya. Program
Minimum Persatuan Perjuangan PP, segera mendapatkan sambutan luas dari kalangan rakyat yang sedang dalam masa pasang revolusi. Semboyan Merdeka 100,
Universitas Sumatera Utara
Diplomasi Bambu Runcing Tidak Ada Kompromi Dengan Penjajah Mendapatkan respons dihati rakyat.
Hebatnya menurut Muhamad Yamin Program minimum sampai dengan nama Persatuan Perjuangan diambil dari pidato Tan Malaka ,yaitu :
“1. Berunding atas dasar pengakuan Kemerdekaan 100 2. Pemerintahan Rakyat dalam arti: kemauan Pemerintah sesuai dengan
kemauan Rakyat
3. Tentara Rakyat dalam arti: kemauan Tentara sesuai dengan kemauan Rakyat
4. Menyelenggarakan Tawanan Eropa 5. Melucuti senjata Jepang
6.Menyita hak dan milik musuh 7. Menyita perusahaan pabrik, bengkel dan lain-lain dan pertanian
perkebunan, pertambangan, dan lain-lain.” Tan Malaka kemudian terpilih menjadi salah seorang dari 11 anggota sub
komite yang bertugas untuk menyempumakan organisasi. Gerakan politik Tan Malaka bersama Persatuan Perjuangan tidak sebatas memboikot seluruh kebijakan
diplomasi pemerintah seperti Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Renville. Tan Malaka juga mengarahkan pada suatu bentuk revolusioner tanpa
kompromi untuk mengusir penjajah sampai ke akar-akamya. Kondisi demikian menyebabkan meningkatnya suhu rivalitas politik dikalangan pimpinan nasional saat
itu. Saling tangkap dan culik antar tokoh terjadi. Sebagai contoh Sutan Syahrir pernah diculik seorang perwira muda bemama Abdul Kadir Jusuf pada tanggal 25 Juni 1946
atas izin atasanya Mayor Jenderal Sudarsono di Gedung Javasche Bank di Surakarta karena Syahrir dinilai sebagai penghianat Revolusi Nasional Agresi Militer Belanda
kedua tanggal 19 Desember 1948 menyebabkan parapejuang Republik harus
Universitas Sumatera Utara
menyingkir ke pedalaman. Bulan Februari 1949 Tan ditangkap bersama tentara Republik di Desa Mojo untuk kemudian dibawa sampai kedekat Sungai Brantas. Dan
pada 19 Februari 1949 ia ditembak ditepian Sungai Brantas, Dengan luka disekujur tubuhnya, mayat pejuang sejati itu dibuang begitu saja ke Sungai Brantas tempat
kuburan sekaligus batu nisan abadinya. Mayatnya hilang tanpa jejak dan gemuruh revolusi telah memakan anak-anaknya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
BAB III KONSEP NEGARA TAN MALAKA