BAB II BIOGRAFI TAN MALAKA
II.1. Masa Anak-anak.
Sejarah pemikiran politik Modern di Indonesia diawai dengan bangkitnya nasionalisme modern, dimulai awal abad ke-20, ketika sekelompok kecil orang-orang
terpelajar kaum terdidik mulai menyadari arti kemodernan dan tantangan bangsanya dimasa-masa yang akan datang. Umumnya mereka memandang masa-masa yang
akan datang, akan banyak bergantung pada mereka dan anggapan peemimpin potensial masa depan begitu diyakininya.
33
Tan Malaka dilahirkan dengan nama Ibrahim namun kelak dia mendapatkan gelar dengan nama sutan Ibrahim Gelar datuk Tan Malaka. Sebuah gelar feudal
terlihat tidak tepat untuk disandangnya karena sebenarnya dia membenci feodalisme, Tan Malaka lahir di desa kecil bernama Padang Gadang, suliki, Minangkabau,
Sumatera Barat. Dari data yang ditemukan Haary Poezoe, Tan Malaka menganggap tanggal lahirnya adalah tanggal 14 Oktober 1894 sementara muncul juga data yang
beragam misalnya 1893, 1894, 1895, 2 Juni 1896, 2 Juni 1897 dan 1899. Poezoe cenderung berpendapat bahwa tahun kelahiran tan malaka adalah 1897, asumsinya
pada 1903 dia telah mengikuti pendididkan di sekolah rendah, maka dapat disimpulkan bahwa Tan Malaka berusia lebih kurang 6 Tahun.
34
Ayah Tan Malaka adalah seorang mantri kesehatan yang pernah bekerja untuk pemerintah daerah setempat dan mendapatkan gaji beberapa puluh gulden setiap
bulannya.
35
33
Safrizal raambe. 2003. Pemikikiran politik Tan Malaka. Jogyakarta : Pustaka Pelajar.Hal.1.
Dikantornya ayah Tan Malaka termasuk pegawai biasa-biasa saja, Tan
34
Fahsin M. Fa’al.,Op.,Cit., Hal.15.
35
Harry.A.Poeze, 1988. Tan Malaka :Pergulatan Menuju Republik I, Penerbit Grafiti Pers, Jakarta,. hal.10
Universitas Sumatera Utara
Malaka lahir dalam lingkungan keluarga yang menganut agama secara puritan, taat pada perintah Allah serta senantiasa menjalankan ajaran Islam. Sejak kecil Tan
Malaka dididik oleh tuntunan Islam secara ketat, suatu hal lazim dalam tradisi masyarakat Minangkabau yang amat religius. Sejak kecil Tan Malaka tumbuh
bersama bocah-bocah sebaya di kampung-nya dan telah menampakkan bakatnya sebagai seorang anak yang cerdas, periang dan berkemauan keras. Saat saat
menginjak usia remaja Tan Malaka telah mampu berbahasa Arab dan menjadi guru muda di surau kampungnya. Pendidikan agama Islam ini begitu membekas dalam diri
Tan Malaka sehingga kemudian sedikit banyaknya memberikan warna dalam corak pemikiran Tan Malaka.
Masa kecil Tan Malaka dilewati sebagaimana anak-anak seusianya pada masa itu. Ia sering dimarahi ibunya karena bandal dan nakal seperti dikisahkan, Beberapa
tahun dibelakang ketika nafas masih lemas, kaki dan tangan masih lemah, diajak oleh kanak-kanak teman olahraga berenang menyebrangi sungai Ombilin, maka tewaslah
nafas, kaki dan tangan itu, dan hilanglah ingatan saya diombang-ambingkan ombak yang deras. Untunglah ada teman yang besar ada disamping dan segera memberi
pertolongan. Setelah ingatan kembali, tiba-tiba saya sudah berada didepan rotannya ibu yang siap hendak memukul sebagai pelajaran. Ayah yang rupanya tahu benar,
bahwa pukulan ibu sungguh jitu pedih mengajak member pelajaran yang katanya lebih tepat. Dengan kekang kuda dimulut, saya ditempatkan dipagar pinggir jalan
supaya ditonton anak-anak para Engku yang tidak diperbolehkan bermain dengan anak kampong seperti saya, bercampur gaul dengan mereka. Tetapi ibu menganggap
itu hanya diplomasi ayah buat menghindarkan saya dari ibu. Sesudah melihat saya dengan kekang kuda di mulut itu, walau ayah berdiri disamping menjaga, dan banyak
anak-anak berkerumun, ibu tidak merasa puas. Sangka ibu ada lagi otoriteit yang lebih tinggi yakni Guru-Gadang Guru Kepala. Atas aduan ibu, maka Guru Gadang
itu menjalankan hukuman pada diri saya, hukuman yang dikenal anak-anak disana
Universitas Sumatera Utara
dengan nama pilin pusat cabut pusar. Cerita ini menggambarkan betapa Tan Malaka mendapatkan pendidikan moralitas yang ketat dan penuh dispilin yang tinggi.
Setamat dari sekolah rendah ia menjadi satu-satunya anak muda dikampungnya yang mendapat kesempatan sekolah pada Kweekschool di Bukit
Tinggi 1908-1913. Kweekschol dikenal sebagai sekolah raja karena tak tergapai oleh kaum inlanders merupakan satu-satunya sekolah guru untuk anak-anak
Indonesia di Sumatera Barat
36
Horensma menggangap Tan Malaka sebagai anak angkatnya sendiri. Atas anjuran dari Horensma pula ia dipromosikan untuk meneruskan sekolah lanjutan di
negeri Belanda. Atas biaya dan jaminan keuangan yang diupayakan oleh Engkufonds yaitu semacam lembaga keuangan para Engku di Suliki dan juga
bantuan dari Horensma yang menyediakan diri sebagai penjamin bagi Tan Malaka untuk melakukan perantauan yang nantinya berpengaruh besar pada kehidupannya
kemudian. Bulan Oktober 1913 Tan Malakameninggalkan tanah kelahiranya . Ia di kirim bersekolah beradasarkan Keputusan rapat
tetua Nagari Pandan Gadang, Suliki. Dalam keputusan rapat dinyatakan jelas pada suatu kepercayaan tradisional bahwa Tan Malaka pada akhirnya akan kembali untuk
memperkaya alamnya. Kecerdasan dan keinginannya yang keras serta perangainya yang sopan mendapatkan perhatian serius dari seorang guru Belanda bernama
Horensma.
37
36
Inlanders adalah sebutan dalam bahasa Belanda untuk menyebut orang-orang bangsa pribumi, sebutan iniberkonotasi kasar dan merendahkan
. Perantauan bagi seorang individu menurut adat Minangkabau merupakan suatu cara
untuk memenuhi panggilan penyerahan diri pada kebebasan dunia. Dengan meninggalkan nagarinya, seorang individu dapat mengenal kedudukannya sendiri di
37
Tan Malaka.DPkP 1, Teplok Press, Jakarta, Hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
dalam alam dan karena pengalaman perantauannya akan dapat berkembang sampai menjadi anggota dewasa di dalam alam.
38
Tinggal di perantauan merupakan suatu pengorbanan dan menjadi tugas bagi sang perantau untuk memberikan segala pengetahuan yang diperolehnya dirantau
kepada nagarinya. Keberangkatanya ke Belanda saatitu adalah buah dari politik etis yang dikembangkan pemerintah kolonial Belanda saat itu. Sebuah gagasan tentang
pentingnya membalas budi pada negara jaiahan yang telah banyak menghasilkan kemakmuran untuk Belanda. Politik etis diusung oleh seorang tokoh liberal di
Parlemen Belanda bemama Conrad Theodore Van Deventerlewat sebuah tulisan yang diterbitkan dalam media berkala De Gilds berjudulEen Eeresschuld Hutang Budi
pada tahun 1899. Conrad terinspirasi karya Multatuli yang berjudul Max Havelar. Sebelum Van Deventer masih ada tokoh bernama Ir. Hendrikus Hubertus Van Kol
yang pada tahun 1896 menyerukan Geen roof meer ten bate van Nederland berhentilah merampok Hindia Belanda untuk kepentingan Nederland. Gagasan-
gagasan progresif muncul sebagai kritik atas kebijakan pemerintah kolonial Belanda selanjutnya menjadi bahasan dalam Majelis Rendah maupun Majelis Tinggi Belanda.
39
Di Belanda Tan Malaka masuk Rijkskweekschool sebuah sekolah untuk mendapatkan gelar diploma guru kepala atau Hoofdakte di kota Haarlem. Tan Malaka
memulai hidup baru dinegeri orang dalam kondisi yang jauh berbeda dengan kampong halaman asalnya. Dalam otobiografi yang ditulisnya ia mengatakan bahwa
kehidupan di negeri Belanda lebih banyak didekap derita ketimbang suka
40
38
Rudolf. Mrazek, 1994. Semesta Tan Malaka. Bigraf Publishing.Yogyakarta..hal.13
. Kondisi iklim Belanda yang jauh berbeda dengan Indonesia membuat kesehatanya merosot,
bulan Juli 1915 ia terserang radang paru-paru yang cukup parah dimana penyakit
39
Harry. A.Poeze. op.cit, hal.6
40
Edi Cahyono, 2000. Negara dan Pendidikan Di Indonesia. Hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat kambuh setiap saat
41
Tan Malaka mulai berkenalan dengan soal-soal filsafat, ia banyak membaca karya-karya Nietzsche seorang filsuf Jerman. Hasrat intelektualnya membuatnya
mulai berkenalan dengan karya-karya Marxisme .la pun mempelajari Het Kapital Karangan Karl Marx dalam bahasa Belanda, Marxtische Ekonomie karya Karl
Kautsky ,surat kabarradikal Hel Volk milik Partai Sosial Demokrat Belanda serta brusur-brosur yangmenceritakan perjuangan dan kemenangan Revolusi Bolsyhevik
Oktober 1917 . Sejak itu kondisi sulit terus menerpanya dan
berakibat pada terhambatnya studi Tan Malaka sampai beberapa tahun. Untuk memulihkan kesehatanya TanMalaka terpaksa pindah kekota kecil yang berhawa
tropis dan sejuk bernama Bussum. Di kota inilah pula awal perkenalan Tan Malaka dengan wacana-wacana progresif, filsafat serta berbagai peristiwa revolusi di dunia
yang saat itu sedang marak di Eropa.
42
Tan Malaka kemudianmengga nggap dirinya sebagai seorang Bolsyevik yang lebih mengerti dan mengutamakan realita bangsanya. Marxisme baginya,bukan
dogma melainkan suatu petunjuk untuk revolusi. Oleh karena itu, sikap seorang Marxis perlu bersikap kritis terhadap petunjuk itu. Sikap kritis itu antara lain sangat
ditekankan pada kemampuan untuk melihat perbedaan dalam kondisi atau faktor sosial dari suatu masyarakat disbanding masyarakat-masyarakat lain. Dari situ akan
diperoleh kesimpulan oleh ahli revolusi di Indonesia yang tentulah berlainan sekali dengan yang diperoleh di Rusia, yang sama hanya cara atau metode berpikirnya.
. Pengalaman Revolusi Bolsyevik di Rusia pasca Perang Dunia I sangat berkesan bagi diri Tan Malaka. Revolusi sosial menumbangkan kediktatoran
Tsar yang dilakukan oleh kaumburuh dan sekaligus membuktikan kebenaran teori Karl Marx tentang hancurnya dominasi kapitalisme oleh suatu revolusi sosial.
41
Tan Malaka,op.cit, hal 21
42
Ibid. hal 28-29
Universitas Sumatera Utara
II.2. Masa Kembalinya Dari Belanda