KEGIATAN BELAJAR 5
KEGIATAN BELAJAR 5
A. Judul : Konseling Behavioristik
B. Indikator:
1. Menjelaskan konsep kunci dalam konseling Behavioristik
2. Menyebutkan dengan contoh penyebab individu mengalami problem menurut pandangan Behavioristik
3. Menjelaskan fokus yang menjadi tujuan utama dalam konseling Behavioristik
4. Menjelaskan prosedur pokok dalam proses konseling Behavioristik
5. Menentukan teknik konseling Behavioristik yang sesuai pada kasus tertentu.
C. Waktu : 6 x 50 menit
D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Jelaskanlah secara ringkas tujuan yang akan dicapai dalam sesi ini serta ruang lingkup materi yang akan dikaji.
2. Fasilitator mengarahkan peserta untuk membentuk kelompok kecil (5-6 orang).
3. Mintalah setiap kelompok membaca bahan pada Uraian Materi sesi ini dan membuat rangkuman mengenai karakteristik konseling behavioristik, khususnya mengenai:
Asumsi dasar tentang perilaku bermasalah Tujuan konseling Proses konseling Peran konselor Teknik-teknik konseling yang digunakan
4. Bentuk tim perumus yang merupakan wakil dari setiap kelompok. Tim perumus selanjutnya membuat resume hasil diskusi kelas mengenbai karakteristik konseling behavioristik. Hasil rumusan Tim Perumus dibacakan di depan kelas.
5. Fasilitator memberi penjelasan tambahan yang diperlukan, khususnya terkait dengan topik diskusi dan hasil kerja kelompok.
6. Fasilitator mereviu tujuan sesi ini dan meminta peserta menilai sendiri dan mengungkapkan ketercapaiannya.
E. Uraian Materi
1. Konsep Dasar
Terapi behavioral yang modern tidak mempunyai asumsi deterministik tentang manusia yang menganggap manusia hanya sebagai produk dari kondisioning sosiokultural (Corey, 2005). Individu adalah hasil produksi dan juga yang memproduksi lingkungannya. Modifikasi Terapi behavioral yang modern tidak mempunyai asumsi deterministik tentang manusia yang menganggap manusia hanya sebagai produk dari kondisioning sosiokultural (Corey, 2005). Individu adalah hasil produksi dan juga yang memproduksi lingkungannya. Modifikasi
Bagi para ahli modifikasi perilaku, penting untuk menemukan bukti empirik dan dukungan ilmiah bagi teknik yang mereka pakai. Beberapa ahli yang menyikapi pembelajaran sosial-kognitif menekankan bahwa orang memperoleh pengetahuan dan perilaku baru dengan cara mengamati orang lain dan berbagai macam kejadian tanpa mereka sendiri harus melakukan perilaku tersebut dan tanpa konsekuensi langsung kepada diri mereka (misalnya modeling). Tipe belajar ini tidak memerlukan partisipasi aktif.
Berikut dikemukakan berapa konsep kunci yang mendasari pemikiran konseling behavioristik, yaitu:
a. Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar.
b. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.
c. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.
d. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum- hukum belajar: (a) pembiasaan klasik, (b) pembiasaan operan, dan (c) peniruan.
e. Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang diperolehnya.
f. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.
g. Karakteristik konseling behavioral adalah: (1) berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (2) memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling, (3) mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah konseli, dan (4) penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
2. Asumsi Dasar mengenati Perilaku Bermasalah
a. Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
b. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
c. Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
d. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
3. Tujuan Konseling
Konseling behavioral mengarahkan proses konseling pada pencapaian tujuan-tujuan berikut:
a. Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan konseli.
b. Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik: (1) diinginkan oleh konseli; (2) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut; (3) konseli dapat mencapai tujuan tersebut; (4) dirumuskan secara spesifik
c. Konselor dan konseli bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/ merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.
4. Deskripsi Proses Konseling
Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut. Langkah utama yang dilakukan dalam proses konseling mencakup:
a. Assesment, yaitu langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan konseli (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor mendorong konseli untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.
b. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan konseli menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Konselor dan konseli mendifinisikan masalah yang dihadapi konseli; (2) Konseli mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling; (3) Konselor dan konseli mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan konseli: apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan konseli; apakah tujuan itu realistik; kemungkinan manfaatnya; atau kemungkinan kerugiannya; (4) konselor dan konseli membuat b. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan konseli menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Konselor dan konseli mendifinisikan masalah yang dihadapi konseli; (2) Konseli mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling; (3) Konselor dan konseli mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan konseli: apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan konseli; apakah tujuan itu realistik; kemungkinan manfaatnya; atau kemungkinan kerugiannya; (4) konselor dan konseli membuat
c. Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling.
d. Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.
e. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.
5. Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral
a. Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk.
b. Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar konseli terdorong untuk merubah tingkah lakunya, penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku konseli.
c. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.
d. Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan dapat mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.
e. Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung).
f. Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial.
6. Peran Konselor
Pada umumnya konselor yang berorientasi behavioral bersikap aktif dalam sesi-sesi konseling. Konseli belajar menghilangkan atau belajar kembali berperilaku tertentu. Dalam proses ini, konselor berfungsi sebagai konsultan, guru, penasihat, pemberi dukungan dan fasilitator. Ia bisa juga memberi instruksi atau mensupervisi orang-orang pendukung yang ada di lingkungan konseli yang membantu dalam proses perubahan tersebut
Dalam konseling behavioristik, peran utama konselor adalah: Dalam konseling behavioristik, peran utama konselor adalah:
b. Memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
c. Mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
7. Teknik Konseling
Pelaksanaan konseling behavioral menggunakan teknik-teknik umum modofikasi perilaku seperti:
a. Skedul penguatan. Bila suatu perilaku baru saja dipelajari, maka perilaku itu harus diperkuat setiap kali muncul-dengan perkataan lain penguatan yang berlangsung terus. Setelah terbentuk, frekuensi penguat dapat dikurangi, dengan perkataan lain memakai penguat intermiten, supaya perilaku tetap bertahan
b. Shaping. Perilaku yang dipelajari secara bertahap dengan pendekatan suksesif, disebut sebagai shaping. Untuk mempelajari keterampilan baru, konselor dapat memecah-mecah perilaku ke dalam unit-unit, dan mempelajarinya dalam unit-unit kecil.
c. Ekstingsi. Eliminasi dari perilaku karena penguat tidak diberikan lagi. Hanya sedikit individu yang mau melakukan sesuatu yang tidak memberi keuntungan.
Selain teknik-teknik umum tersebut, sering pula digunakan beberapa teknik-teknik khusus, sebagai berikut:
a. Desensitisasi sistematik. Desensitisasi sistematik dirancang untuk membantu konseli mengatasi anxietas dalam situasi-situasi tertentu. Konseli diminta supaya menggambarkan situasi yang menimbulkan kecemasan dan kemudian harus membuat urutan situasi yang paling menimbulkan kecemasan (100), sampai yang tidak menimbulkan keprihatinan (0). Konselor mengajar konseli untuk rileks secara fisik dan mental. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap.
b. Time-out. Time-out adalah teknik aversif yang sangat ringan. Konseli dipisahkan dari kemungkinan mendapatkan penguat positif. Sangat efektif bila digunakan untuk waktu yang singkat, misalnya dalam menit.
c. Implosion dan flooding. Gladding (2004) menjelaskan terapi implosif sebagai suatu teknik yang sudah lanjut (advanced) yang mencakup mendesensitisasi konseli c. Implosion dan flooding. Gladding (2004) menjelaskan terapi implosif sebagai suatu teknik yang sudah lanjut (advanced) yang mencakup mendesensitisasi konseli
d. Latihan Asertif. Teknik ini dugunakan untuk melatih konseli yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
e. Pengkondisian Aversi. Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan konseli agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
f. Pembentukan Tingkah laku Model. Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada konseli, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada konseli tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial
F. Tugas Latihan
1. Tetapkan satu kasus dan deskripsikan kasus tersebut menggambarkan permasalahan konseli dari sudut pandang Konseling Behavioral.
2. Buat rencana tindakan dalam bentuk satuan layanan Konseling Behavioral.
3. Lakukan wawancara konseling secara tertulis yang menggambarkan proses pelaksanakan Konseling Behavioral.
4. Buat laporan program pelaksanaan konseling dengan melampirkan skenario wawancara Konseling Behavioral.