KEGIATAN BELAJAR 6
KEGIATAN BELAJAR 6
A. Judul : Konseling Rational Emtove Behavior Therapy
B. Indikator:
1. Menjelaskan konsep kunci dalam konseling REBT
2. Menyebutkan dengan contoh penyebab individu mengalami problem menurut pandangan REBT
3. Menjelaskan fokus yang menjadi tujuan utama dalam konseling REBT
4. Menjelaskan prosedur pokok dalam proses konseling REBT
5. Menentukan teknik konseling REBT yang sesuai pada kasus tertentu.
C. Waktu : 5 x 50 menit
D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Jelaskanlah secara ringkas tujuan yang akan dicapai dalam sesi ini serta ruang lingkup materi yang akan dikaji.
2. Fasilitator mengarahkan peserta untuk membentuk kelompok kecil (5-6 orang).
3. Mintalah setiap kelompok membaca bahan pada Uraian Materi sesi ini dan membuat rangkuman mengenai karakteristik konseling REBT, khususnya mengenai:
Asumsi dasar tentang perilaku bermasalah Tujuan konseling Proses konseling Peran konselor Teknik-teknik konseling yang digunakan
4. Bentuk tim perumus yang merupakan wakil dari setiap kelompok. Tim perumus selanjutnya membuat resume hasil diskusi kelas mengenbai karakterstik konseling REBT. Hasil rumusan Tim Perumus dibacakan di depan kelas.
5. Fasilitator memberi penjelasan tambahan yang diperlukan, khususnya terkait dengan topik diskusi dan hasil kerja kelompok.
6. Fasilitator mereviu tujuan sesi ini dan meminta peserta menilai sendiri dan mengungkapkan ketercapaiannya.
E. Uraian Materi
1. Konsep Dasar
Manusia pada dasarnya adalah unik dan memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Sebaliknya, ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional, individu Manusia pada dasarnya adalah unik dan memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Sebaliknya, ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional, individu
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep- konsep kunci teori Albert Ellis: ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional Consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC. Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian dalam keluarga, kelulusan bagi siswa, dan putus hubungan merupakan contoh antecendent event bagi seseorang. Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif. Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
2. Asumsi Dasar mengenati Perilaku Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Menurut Gladding (2004), REBT berasumsi bahwa orang secara inheren adalah rasional dan irasional, Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Menurut Gladding (2004), REBT berasumsi bahwa orang secara inheren adalah rasional dan irasional,
Ellis (1995) mendeskripsikan proposisi utama REBT sebagai berikut:
a. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk rasional (self-constructive) dan irasional (self- defeating). Mereka mempunyai potensi melakukan preservasi-diri, untuk berpikir, untuk
kreatif, untuk berminat terhadap orang lain, belajar dari kesalahan, rnengaktualisasi potensinya untuk berkembang. Tetapi, mereka juga mempunyai kecenderungan untuk destruksi-diri, menyukai kesenangan sesaat, rnenghindar berpikir panjang, untuk melakukan kesalahan yang sama, untuk percaya tahayul, tidak toleran, perfeksionistik dan memikir yang besar-besar dan menghindar rnengaktualisasikan potensinya untuk berkembang.
b. Kecenderungan orang untuk berpikir irasional, kebiasaan yang merugikan diri sendiri, wishful thinking, dan tidak toleran seringkali dipertebal oleh budaya mereka dan kelompok keluarga mereka.
c. Orang mempersepsi, berpikir, merasa dan berperilaku secara simultan. Dengan demikian, pada saat yang bersamaan mereka kognitif, konatif, dan motorik. Sensasi dan tindakan dipandang dengan kerangka pengalaman, dengan memori yang terdahulu. Orang jarang melakukan tindakan tanpa mempersepsi, berpikir dan merasa, karena proses-proses ini memberikan alasan untuk bertindak. Dalam hal perilaku yang terganggu, berlaku proses yang sama, karena itu harus diubah dengan metode-metode yang sifatnya perseptual-kognitif, emotif-evokatif dan behavioristik-reedukatif.
d. Memperoleh wawasan (insight) tidak membawa kepada perubahan kepribadian yang besar. Bukan activating events (A) dalam kehidupan seseorang yang "menyebabkan" konsekuensi emosi yang disfungsional (C), tetapi fakta bahwa orang menginterpretasi peristiwa ini secara tidak realistik dan karena itu mempunyai keyakinan yang self- defeating (B) tentang hal itu. Dengan demikian, penyebab "sesungguhnya" terletak di dalam diri orang itu sendiri dan bukan apa yang terjadi pada diri mereka.
Penyebab sehingga individu tidak mampu berpikir secara rasional, adalah: (1) tidak mampu membedakan dengan jelas tentang saat ini dan yang akan datang, atau antara kenyatan dan imajinasi; (2) tunduk dan menggantungkan diri pada perencanaan dan Penyebab sehingga individu tidak mampu berpikir secara rasional, adalah: (1) tidak mampu membedakan dengan jelas tentang saat ini dan yang akan datang, atau antara kenyatan dan imajinasi; (2) tunduk dan menggantungkan diri pada perencanaan dan
3. Tujuan Konseling
Menurut REBT, kebanyakan problem nerotik menyangkut pemikiran magis, pemikiran yang secara empirik tidak dapat divalidasi, dan bila ide-ide yang menimbulkan gangguan ini ditantang habis-habisan melalui pemikiran logis-empiris, pemikiran-pemikiran ini dapat dikenali sebagai sesuatu yang palsu atau salah dan kemudian diminimalisasi. Tidak peduli seberapa defektifnya hereditas seseorang, dan tidak peduli bagaimana traumatiknya pengalaman seseorang, alasan utama mereka sekarang ini bereaksi berlebih atau tak bereaksi adalah karena mereka sekarang ini mempunyai keyakinan yang dogmatik, irasional dan yang tidak ada buktinya
Tujuan konseling REBT adalah memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan konseli yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar dia dapat mengembangkan diri, meningkatkan aktualisasi dirinya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif. Di samping itu, dalam konseling REBT, konseli dibantu untuk menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah. Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai konseli dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif: Pertama, insight dicapai ketika konseli memahami bahwa tingkah laku penolakan diri berhubungan dengan penyebab yang sebagian besar berkaitan dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima ( antecedent event) pada saat yang lalu. Kedua, insight terjadi ketika konselor membantu konseli untuk memahami bahwa apa yang menganggu konseli pada saat ini adalah keyakinan irasional yang dipelajari dari dan diperoleh sebelumnya. Ketiga, insight dicapai pada saat konselor membantu konseli untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional itu. Konseli yang telah memiliki keyakinan rasional akan memiliki peningkatan dalam hal: (1) minat kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3) pengarahan diri, (4) toleransi terhadap pihak lain, (5) fleksibel, (6) menerima ketidakpastian, (7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya, (8) penerimaan diri, (9) berani mengambil risiko, dan (10) menerima kenyataan.
4. Deskripsi Proses Konseling
Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas- batas tujuan yang disusun secara bersama oleh konselor dan konseli.
Proses Konseling REBT memiliki karakteristik, sebagai berikut:
a. Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan konseli dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
b. Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari konseli dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
c. Emotif-ekspreriensial, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi konseli dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
d. Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku konseli.
5. Peran Konselor
Dalam pendekatan REBT, konselor adalah aktif dan direktif. Mereka adalah instruktur yang mengajari dan membetulkan kognisi konseli. Menentang keyakinan yang sudah berakar mendalam memerlukan lebih daripada sekadar logika. Perlu repetisi konsisten. Karena itu konselor harus mendengarkan dengan hati-hati pernyataan-pernyataan konseli yang tidak logis atau salah dan menantang keyakinan ini. Seorang konselor REBT hams mempunyai ciri- ciri berikut: pandai, berpengetahuan luas, empatik, menambah respek, genuine, konkret, persisten, ilmiah, berminat membantu orang lain dan ia sendiri) menggunakan REBT.
Dalam Konseling REBT, tugas konselor adalah menunjukkan kepada konseli bahwa: (1) masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak rasional; (2) bahwa usaha untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab- sebab permulaan.
Operasionalisasi tugas konselor, mencakup fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. lebih edukatif-direktif kepada konseli, dengan cara lebih banyak memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada tahap awal mengkonfrontasikan masalah konseli secara langsung;
b. menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir konseli, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri b. menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir konseli, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri
c. mendorong konseli menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya;
d. menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis dengan menggunakan humor dan ―menekan‖ sebagai jalan mengkonfrontasikan berpikir secara irasional.
6. Teknik Konseling
Dalam konseling REBT konselor menggunakan berbagai macam teknik, bermain- peran, pelatihan asertivitas, desensitisasi, humor, sugesti, dukungan dan lain-lain, atau apa saja yang efektif untuk membantu konseli mengubah keyakinan yang sudah begitu menetap dalam. REBT tidak hanya bertujuan menghilangkan simtom, tetapi juga membantu orang untuk memeriksa dan mengubah beberapa nilai dasar mereka - terutama yang menimbulkan gangguan.
Pendekatan konseling REBT menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi konseli. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
a. Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
1) Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan konseli untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri konseli.
2) Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan- perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga konseli dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
3) Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
b. Teknik-teknik Behavioristik
1) Reinforcement
Teknik untuk mendorong konseli ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada konseli dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.
Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka konseli akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
2) Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada konseli. Teknik ini dilakukan agar konseli dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
c. Teknik-teknik Kognitif
1) Home work assigments
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, konseli diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan homework assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh konseli dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri konseli dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
2) Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian konseli dalam mengekspresikan tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif adalah: (a) mendorong kemampuan konseli mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya; (b) membangkitkan kemampuan konseli dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain; (c) mendorong konseli untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan (d) meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.
F. Tugas Latihan
1. Tetapkan satu kasus dan deskripsikan kasus tersebut menggambarkan permasalahan konseli dari sudut pandang REBT
2. Buat rencana tindakan dalam bentuk satuan layanan Konseling REBT
3. Lakukan wawancara konseling secara tertulis yang menggambarkan proses pelaksanakan konseling REBT.
4. Buat laporan program pelaksanaan konseling dengan melampirkan skenario wawancara konseling REBT.