Pendidikan and Latihan Profesi Guru Rayo

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Modul disusun dengan maksud utama: memberi manfaat yang optimal bagi kelancaran dan efektivitas pelaksanaan PLPG Bimbingan Konseling. Guna mencapai maksud tersebut, penggunaan modul perlu memperhatikan beberapa karakteristik penting dari modul ini.

Pertama, uraian materi dalam modul ini disusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 27 tahun 2008 tentang Kualifikasi Akademik dan Standar Kompetensi Konselor. Dua kompetensi utama yang menjadi fokus kajian dalam modul adalah kompetensi pedagogik dan komptensi profesional. Modul terdiri atas 10 Kegiatan Belajar (KB). Uraian materi pada Kegiatan Belajar (KB) 1, 2, 3, dan 4 didasarkan terutama pada Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan Konseling di Institusi Pendidikan Formal (Depdiknas, 2009), sedangkan uraian materi pada KB 5, 6, 7, dan 8 dikembangkan berdasarkan referensi terkait yang tersedia. Uraian materi pada setiap kegiatan belajar diusahan sesimpel mungkin sehingga bahan yang ada dalam modul hanya memenuhi standar minimum dari apa yang seharusnya dipelajari dan dikaji. Oleh karena itu, fasilitator dan peserta perlu memperkaya dengan bahan lain dari sumber referensi terkait lainnya.

Kedua, modul ini berisi lesson plan berbasis active-learning. Pelaksanaan pelatihan terutama berpusat pada peserta ( trainee-centered). Keaktifan dan keterlibatan penuh setiap peserta adalah kondisi esensial yang harus menyertai pelaksanaan setiap sesi pelatihan. Walaupun sesi pelatihan banyak menggunkan format kelompok dan klasikal, namun perhatian terhadap kondisi, keunikan, dan kebutuhan khas setiap peserta merupakan faktor penentu keberhasilan pelatihan. Oleh karena itu, fasilitator perlu mengupayakan agar pada setiap sesi yang dilakukan, setiap peserta didorong untuk mampu mengeksplorasi permasalahan, pemikiran, ataupun pengalaman individualnya masing-masing. Di samping itu, model prosedur, langkah-langkah, ataupun format-format yang ada pada setiap aktivitas bersifat opsional. Fasilitator dapat meramu, mengkombinasi, atau bahkan menggantinya dengan metode/format lain yang dirasa lebih cocok, sejauh tidak menyimpang dari tujuan- tujuan yang ingin dicapai pada unit KB yang bersangkuitan dan tetap menggunakan prinsip active-learning.

Ketiga, struktur modul disusun dan dengan memperhatikan urutan logis penguasaan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional konselor. Unit Kegiatan Belajar 1, 2, 3, dan 4 dimaksudkan menjadi bahan pengganti pelatihan pada bagian Pendalaman Materi dalam PLPG, sementara Unit Kegiatan Belajar 5, 6, 7, dan 8 dimaksukan untuk menjadi bahan pelatihan pada bagian Model-Model Bimbingan Konseling. Masing-masing unit KB Ketiga, struktur modul disusun dan dengan memperhatikan urutan logis penguasaan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional konselor. Unit Kegiatan Belajar 1, 2, 3, dan 4 dimaksudkan menjadi bahan pengganti pelatihan pada bagian Pendalaman Materi dalam PLPG, sementara Unit Kegiatan Belajar 5, 6, 7, dan 8 dimaksukan untuk menjadi bahan pelatihan pada bagian Model-Model Bimbingan Konseling. Masing-masing unit KB

Deskripsi isi dan alokasi waktu setiap unit Kegiatan Belajar diuraikan pada Matrik berikut.

Kode Durasi No

Judul Kegiatan Belajar

Unit Waktu

1. KB 1 Hakikat dan Urgensi Bimbingan dan Konseling

5 x 50 menit

2. KB 2 Program Bimbingan dan Konseling

5 x 50 menit

3. KB 3 Asesmen dan Perencanaan Bimbingan Konseling

5 x 50 menit

4. KB 4

Organisasi, Fasilitas, dan Evaluasi Bimbingan Knbseling

5 x 50 menit

5. KB 5 Konseling Behavioristik

6 x 50 menit

6. KB 6 Konseling Rational Emotive Behavior Therapy

5 x 50 menit

7. KB 7 Konseling Humanistik

5 x 50 menit

8. KB 8 Keterampilan Dasar Konseling

6 x 50 menit

PENGANTAR

Pendahuluan

Keberadaan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widya iswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20/2003, pasal

1 ayat 6). Kesejajaran posisi antara kualifikasi tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan seting pelayanan spesifik yang satu dan yang lainnya mengandung keunikan dan perbedaan. Oleh sebab itu, di dalam naskah ini konteks dan ekspektasi kinerja guru bimbingan dan konseling atau konselor mendapatkan penegasan kembali dengan maksud untuk meluruskan konsep dan praktik bimbingan dan konseling ke arah yang tepat.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, tenaga pendidik di bidang bimbingan dan konseling disebut dengan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor. Meskipun sama-sama berada dalam jalur pendidikan formal, perbedaan rentang usia peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya kebutuhan pelayanan bimbingan dan konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang pendidikan. Batas ragam kebutuhan antara jenjang yang satu dengan jenjang yang lainnya tidak terbedakan sangat tajam. Dengan kata lain, batas perbedaan antar jenjang tersebut lebih merupakan suatu wilayah. Di pihak lain, perbedaan yang lebih signifikan tampak pada sisi pengaturan birokratik, seperti misalnya di Taman Kanak-kanak sebagian besar tugas guru bimbingan dan konseling atau konselor ditangani langsung oleh guru kelas taman kanak-kanak. Sedangkan di jenjang Sekolah Dasar, meskipun memang ada permasalahan yang memerlukan penanganan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor, namun cakupan pelayanannya belum menjustifikasi untuk ditempatkannya guru bimbingan dan konseling atau konselor di setiap Sekolah Dasar, sebagaimana yang diperlukan di jenjang sekolah menengah (SMP/MTs, SMA/MA, SMK). Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan siswa didik secara utuh dan optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan oleh guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling atau konselor, dan tenaga pendidik dan kependidikan lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu masing-masing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan antara guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan guru mata pelajaran, antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan ( referral). Masalah-masalah perkembangan peserta didik Merujuk pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, tenaga pendidik di bidang bimbingan dan konseling disebut dengan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor. Meskipun sama-sama berada dalam jalur pendidikan formal, perbedaan rentang usia peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya kebutuhan pelayanan bimbingan dan konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang pendidikan. Batas ragam kebutuhan antara jenjang yang satu dengan jenjang yang lainnya tidak terbedakan sangat tajam. Dengan kata lain, batas perbedaan antar jenjang tersebut lebih merupakan suatu wilayah. Di pihak lain, perbedaan yang lebih signifikan tampak pada sisi pengaturan birokratik, seperti misalnya di Taman Kanak-kanak sebagian besar tugas guru bimbingan dan konseling atau konselor ditangani langsung oleh guru kelas taman kanak-kanak. Sedangkan di jenjang Sekolah Dasar, meskipun memang ada permasalahan yang memerlukan penanganan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor, namun cakupan pelayanannya belum menjustifikasi untuk ditempatkannya guru bimbingan dan konseling atau konselor di setiap Sekolah Dasar, sebagaimana yang diperlukan di jenjang sekolah menengah (SMP/MTs, SMA/MA, SMK). Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan siswa didik secara utuh dan optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan oleh guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling atau konselor, dan tenaga pendidik dan kependidikan lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu masing-masing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan antara guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan guru mata pelajaran, antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan ( referral). Masalah-masalah perkembangan peserta didik

Berdasarkan keunikan pelayanan bimbingan dan konseling oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor, maka sosok kompetensi utuh seorang Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor adalah sebagaimana tertuang dalam Permendiknas No 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Sosok utuh kompetensi guru bimbingan dan konseling atau konselor mencakup kompetensi akademik dan profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang meliputi: (1) memahami secara mendalam konseli yang dilayani, (2) menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling, (3) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan (4) mengembangkan pribadi dan profesionalitas guru bimbingan dan konseling atau konselor secara berkelanjutan. Unjuk kerja guru bimbingan dan konseling atau konselor sangat dipengaruhi oleh kualitas penguasaan ke empat kompetensi tersebut yang dilandasi oleh sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung. Kompetensi akademik dan profesional guru bimbingan dan konseling atau konselor secara terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Pembentukan kompetensi akademik guru bimbingan dan konseling atau konselor ini merupakan proses pendidikan formal jenjang strata satu (S-1) bidang Bimbingan dan Konseling, yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan (S.Pd) bidang Bimbingan dan Konseling. Sedangkan kompetensi profesional merupakan penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam konteks otentik Rumusan Standar Kompetensi Lulusan telah dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor. Namun bila ditata ke dalam empat

kompetensi pendidik sebagaimana tertuang dalam PP RI 19/2005, maka rumusan kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dapat dipetakan dan dirumuskan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional sebagaimana termaktub dalam Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Merujuk pada Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan guru adalah pendidik professional, termasuk guru bimbingan dan konseling atau konselor dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas. Untuk itu guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik yang relevan dengan mata pelajaran yang diampunya dan menguasai kompetensi sebagaimana yang dituntut oleh UU Guru dan Dosen. Pengakuan professional bagi guru dibuktikan melalui sertifikasi pendidik. Sertifikasi pendidik bagi guru prajabatan diperoleh melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG), sedangkan bagi guru dalam jabatan diperoleh melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio atau pemberian sertifikat secara langsung. Sertifikasi sebagai upaya peningkatan mutu guru diharapkan dapat meningkatkan mutu layanan bimbingan dan konseling. Peserta sertifikasi melalui penilaian portofolio yang belum mencapai skor minimal kelulusan, diharuskan (a) melengkapi kekuarangan portofolio atau (b) mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) yang diakhiri dengan ujian.

Kebijakan pemerintah untuk melakukan standarisasi penyelenggaraan dan pengujian Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) merupakan upaya peningkatan kualitas guru (termasuk di dalamnya guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor) perlu diapresiasi dan dipandang sebagai salah satu proses profesionalisasi guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor. Oleh karena itu, standar kompetensi lulusan PLPG guru BK atau Konselor mengacu pada Permendiknas Nomor 27 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi konselor. PLPG diselenggarakan sebagai salah satu upaya ―menambal‖ (melengkapi) kompetensi-kompetensi guru Bimbingan dan Konseling yang dinilai masih perlu ditingkatkan. Peningkatan guru bimbingan dan konseling atau konselor melalui PLPG ditunjukkan oleh hasil uji kompetensi meliputi uji tulis dan uji praktik, yang dilaksanakan pada akhir PLPG. Pada uji tulis, yang diuji kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional BK. Sedangkan kompetensi kepribadian dan sosial diuji melalui uji praktik dan atau penilaian sejawat. Oleh karena itu tidak semua kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor sebagaimana diamanatkan dalam Permendiknas 27 tahun 2008 dilatihkan dalam PLPG yang berdurasi hanya 90 jam pelajaran.

KEGIATAN BELAJAR 1

A. Judul : Hakikat dan Urgensi Bimbingan dan Konseling

B. Indikator

1. Menjelaskan konteks tugas konselor di sekolah

2. Menjelaskan urgensi pelayanan bimbimbingan konseling di sekolah

3. Menilai ketercapaian tujuan-tujuan tiga bidang pelayanan bimbingan konseling di sekolah

4. Menjelaskan dengan contoh keterlaksanaan ketujuh fungsi bimbingan konseling di sekolah

5. Menyebutkan contoh pelaksanaan enam prinsip bimbingan dan konseling

6. Menyebutkan minimal tiga contoh pelaksanaan azas bimbingan konseling yang telah dilakukan di sekolah.

7. Membedakan fokus pelayanan konseling di SD, SMP, SMA, SMK, dan PT.

C. Waktu : 5 x 50 menit

D. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Jelaskanlah secara ringkas tujuan yang akan dicapai dalam sesi ini serta ruang lingkup materi yang akan dikaji.

2. Fasilitator mengarahkan peserta untuk membentuk enam kelompok. Setiap kelompok menilai sejauhmana butir-butir yang diuraikan dalam bahan tersebut telah terlaksana dan apa saja hambatan dalam mengimplementasikannya di lapangan. Bagilah tugas membuat evaluasi ini dengan rincian sebagai berikut:

Kelompok

Bahan yang dievaluasi

I Konteks Tugas Konselor & Urgensi pelayanan BK

II Tujuan Bimbingan dan Konseling

III

Fungsi Bimbingan dan Konseling

IV Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling

V Azas Bimbingan dan Konseling

VI Pelayanan BK di Berbagai Jenjang Pendidikan

3. Wakil setiap pasangan kelompok secara bergantian menyajikan hasil kerja kelompok mereka di depan kelas

4. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan tanggapan atas hasil kerja kelompok lain atau menanyakan hal-hal yang kurang dipahami 4. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan tanggapan atas hasil kerja kelompok lain atau menanyakan hal-hal yang kurang dipahami

5. Fasilitatir mereviu tujuan sesi ini dan meminta peserta menilai sendiri dan mengungkapkan ketercapaiannya

E. URAIAN MATERI

1. Konteks Tugas Konselor

Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan formal telah dipetakan secara tepat dalam Kurikulum 1975, meskipun ketika itu masih dinamakan pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan, yang diposisikan sejajar dengan pelayanan Manajemen Penidikan, dan pelayanan di bidang pembelajaran yang dibingkai dalam Kurikulum, sebagaimana tampak pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 Wilayah Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal

Akan tetapi, dalam Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi, pelayanan Bimbingan dan Konseling diletakkan sebagai bagian dari kurikulum yang isinya dipilah menjadi (a) kelompok mata pelajaran, (b) muatan lokal, dan (c) Materi Pengembangan Diri, yang harus ―disampaikan‖ oleh Konselor kepada peserta didik, sebagaimana dapat dilukiskan seperti Gambar 1.2

Gambar 1.2 Kerancuan Wilayah Pelayanan Konselor dengan Wilayah Pelayanan Guru dalam

KTSP

Haruslah dihindari dampak yang membawa Konselor yang tidak menggunakan materi pelajaran sebagai konteks layanan, ke dalam wilayah pelayanan Guru yang menggunakan mata pelajaran sebagai konteks pelayanan.

Dengan kata lain, sesungguhnya penanganan pengembangan diri lebih banyak terkait dengan wilayah pelayanan guru, khususnya melalui pengacaraan berbagai dampak pengiring ( nurturant effects) yang relevan, yang dapat dan oleh karena itu perlu, dirajutkan ke dalam pembelajaran yang mendidik yang menggunakan mata pelajaran sebagai konteks pelayanan. Meskipun demikian, Konselor memang juga diharapkan untuk berperan serta dalam bingkai pelayanan yang komplementer dengan layanan guru, bahu-membahu dengan Guru termasuk dalam pengelolaan kegiatan ekstra kurikuler. Persamaan, keunikan, dan keterkaitan antara wilayah layanan, konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru dengan wilayah pelayanan, konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor dapat digambarkan seperti tampak pada Gambar 1.3, di mana Materi Pengembangan Diri berada dan merupakan wilayah komplementer antara guru dan konselor.

Gambar 1.3 Keunikan Komplementaritas Wilayah Pelayanan Guru dan Konselor

2. Urgensi Bimbingan dan Konseling

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang- undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).

Peserta didik sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi ( on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, peserta didik memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan peserta didik tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.

Perkembangan peserta didik tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup ( life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku peserta didik, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.

Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti: maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat- obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup peserta didik (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti: maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat- obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup peserta didik (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika,

Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.

Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi peserta didik dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan peserta didik beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan peserta didik yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.

Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan ( Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pepepelayanani bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah peserta didik. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai peserta didik, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling).

Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal Sekolah/Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua peserta didik, dan pihak-pihak terkait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para peserta didik agar dapat mengembangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.

Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi peserta didik, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi peserta didik sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).

3. Tujuan Bimbingan dan Konseling

Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar peserta didik dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk: (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya, (2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, (3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, (4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.

Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu peserta didik atau peserta didik agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.

a. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial peserta didik adalah sebagai berikut.

1) Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, 1) Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi,

2) Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling

menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.

3) Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.

4) Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.

5) Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.

6) Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat

7) Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.

8) Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.

9) Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.

10) Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain..

11) Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

b. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar)

adalah sebagai berikut .

1) Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.

2) Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.

3) Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.

4) Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.

5) Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, 5) Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan,

6) Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.

c. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah sebagai berikut.

1) Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.

2) Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.

3) Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.

4) Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi citra-cita karirnya masa depan.

5) Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.

6) Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.

7) Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang peserta didik bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.

8) Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki. Oleh karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.

9) Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.

4. Fungsi Bimbingan dan Konseling

a. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang membantu peserta didik (peserta didik) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan a. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang membantu peserta didik (peserta didik) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan

b. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada peserta didik tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para peserta didik dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya: bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).

c. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan peserta didik. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu peserta didik mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.

d. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada peserta didik yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.

e. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu peserta didik memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.

f. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan peserta didik (peserta didik). Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai peserta didik, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan peserta didik secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan peserta didik.

g. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu peserta didik agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.

5. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah

sebagai berikut .

a. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua peserta didik). Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua peserta didik atau peserta didik, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).

b. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap peserta didik bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan peserta didik dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah peserta didik, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.

c. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada peserta didik yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk c. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada peserta didik yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk

d. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.

e. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan

dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu peserta didik agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada peserta didik, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan peserta didik diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi peserta didik untuk memper- timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.

f. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan)

Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga- lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

6. Asas Bimbingan dan Konseling

Keterlaksanaan dan keberhasilan pepelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.

a. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.

b. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan

mengikuti/menjalani mengikuti/menjalani

c. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta didik yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahuu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.

d. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.

e. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: peserta didik (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi peserta didik-peserta didik yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.

f. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan ―masa depan atau kondisi masa lampau pun‖ dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.

g. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.

h. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu.

Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pepelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

i. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.

j. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah- kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.

k. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.

7. Pelayanan Bimbingan Konseling di Berbagai Jenjang Pendidikan Meskipun sama-sama berada dalam jalur pendidikan formal, namun perbedaan rentang usia peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya kebutuhan layanan Bimbingan dan Konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang pendidikan, namun batas ragam kebutuhan antara jenjang yang satu dengan jenjang yang lain tidak terbedakan sangat tajam yang tergambar sebagai gair. Dengan kata lain, batas perbedaan antar jenjang tersebut lebih merupakan suatu wilayah. Di pihak lain, perbedaan yang lebih 7. Pelayanan Bimbingan Konseling di Berbagai Jenjang Pendidikan Meskipun sama-sama berada dalam jalur pendidikan formal, namun perbedaan rentang usia peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya kebutuhan layanan Bimbingan dan Konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang pendidikan, namun batas ragam kebutuhan antara jenjang yang satu dengan jenjang yang lain tidak terbedakan sangat tajam yang tergambar sebagai gair. Dengan kata lain, batas perbedaan antar jenjang tersebut lebih merupakan suatu wilayah. Di pihak lain, perbedaan yang lebih

a. Jenjang Taman Kanak-kanak. Di jenjang Taman Kanak-kanak di tanah air tidak ditemukan posisi struktural bagi Konselor. Pada jenjang ini fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan developmental. Secara programatik, komponen kurikulum bimbingan dan konseling yang perlu dikembangkan oleh konselor jenjang Taman Kanak-kanak membutuhkan alokasi waktu yang lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya, pada jenjang TK komponen individual student planning (yang terdiri dari: pelayanan appraisal, advicement, transition planning) dan responsive services (yang berupa pelayanan konseling dan konsultasi) memerlukan alokasi waktu yang lebih kecil. Kegiatan konselor di jenjang Taman Kanak-kanak dalam komponen responsive services, dilaksanakan terutama untuk memberikan pelayanan konsultasi kepada guru dan orang tua dalam mengatasi perilaku-perilaku disruptive siswa Taman Kanak-kanak.

b. Jenjang Sekolah Dasar. Sampai saat ini, di jenjang Sekolah Dasar pun juga tidak ditemukan posisi struktural untuk Konselor. Namun demikian, sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik usia Sekolah Dasar, kebutuhan akan pelayanannya bukannya tidak ada, meskipun tentu saja berbeda dari ekspektasi kinerja Konselor di jenjang Sekolah Menengah dan jenjang perguruan tinggi. Dengan kata lain, konselor juga dapat berperan serta secara produktif di jenjang Sekolah Dasar, bukan dengan memosisikan dari sebagai fasilitator pengembangan diri peserta didik yang tidak jelas posisinya, melainkan mungkin dengan memosisikan diri sebagai Konselor Kunjung yang membantu guru Sekolah Dasar mengatasi perilaku mengganggu ( disruptive behavior), antara lain dengan pendekatan Direct Behavioral Consultation.

c. Jenjang Sekolah Menengah. Secara hukum, posisi konselor di tingkat sekolah menengah telah ada sejak tahun 1975, yaitu sejak diberlakukannya Kurikulum Bimbingan dan Konseling. Dalam sistem c. Jenjang Sekolah Menengah. Secara hukum, posisi konselor di tingkat sekolah menengah telah ada sejak tahun 1975, yaitu sejak diberlakukannya Kurikulum Bimbingan dan Konseling. Dalam sistem

d. Jenjang Perguruan Tinggi. Meskipun secara struktural posisi konselor perguruan tinggi belum tercantum dalam sistem pendidikan di tanah air, namun bimbingan dan konseling dalam rangka

men‖support‖ perkembangan personal, sosial, akademik, dan karier mahasiswa dibutuhkan. Sama dengan konselor pada jenjang pendidikan TK, SD, dan SM; konselor perguruan tinggi juga harus mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum bimbingan dan konseling, individual student planning, dan responsive services, serta system support. Namun, alokasi waktu yang digunakan konselor perguruan tinggi lebih banyak pada pemberian bantuan dalam individual student career planning dan penyelenggaraan responsive services.

KEGIATAN BELAJAR 2

A. Judul : Program Bimbingan dan Konseling

B. Indikator

1. Menguraikan peran bimbingan konseling dalam program pengembangan diri siswa di sekolah

2. Membandingkan komponen program pada pola 17, pola 17 plus, dan pola komprehensif

3. Menjelaskan bagan kerangka utuh layanan bimbingan konseling komprehensif

4. Menjelaskan perbedaan strategi pelayanan dasar dan pelayanan responsif bimbingan konseling di sekolah

5. Menguraikan langkah umum pelaksanaan layanan perencanaan individual dalam bimbingan konseling

6. Menjelaskan dengan contoh kegiatan pokok dalam komponen program dukungan sistem dalam pelayanan BK di sekolah

C. Waktu : 5 x 50 menit

D. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Jelaskanlah secara ringkas tujuan yang akan dicapai dalam sesis ini serta ruang lingkup materi yang akan dikaji.

2. Lakukan curah pendapat dengan peserta bagaimana pendapat mereka mengenai program bimbingan konseling dan pengembangan diri siswa di sekolah.

3. Fasilitator mengarahkan peserta untuk membentuk kelompok kecil (5-6 orang)

4. Dengan menggunakan bahan bacaan pada Uraian Materi sesi ini, setiap kelompok melakukan curah pendapat dan menyepakati butir-butir tentang:

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Improving the VIII-B Students' listening comprehension ability through note taking and partial dictation techniques at SMPN 3 Jember in the 2006/2007 Academic Year -

0 63 87

The Correlation between students vocabulary master and reading comprehension

16 145 49

Improping student's reading comprehension of descriptive text through textual teaching and learning (CTL)

8 140 133

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37

Perilaku Kesehatan pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakrta Angkatan 2012 pada tahun2015

8 93 81

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

Transmission of Greek and Arabic Veteri

0 1 22