Aplikasi Konsep Manusia Terdidik dalam Kehidupan
II.4. Aplikasi Konsep Manusia Terdidik dalam Kehidupan
Karakteristik manusia terdidik bisa diwujudkan dalam kehidupan dengan menerapkan pendidikan Islam, suatu sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang bertujuan membentuk insan yang berkepribadian Islam , pola ’aqliyyah dan nafsiyyah yang sejalan dengan Islam, sebagaimana yang tergambar dalam karakteristik golongan ulul albâb. Karakteristik ini pun tidak lahir dengan sendirinya, melainkan hasil dari proses pendidikan yang menjadikan akidah atau tauhid sebagai fondasinya. Dr. Akhmad Alim, MA menjelaskan:
“Sebuah bangunan tidak akan pernah berdiri tegak tanpa adanya fondasi. Maka dari itu bangunan yang kokoh membutuhkan sebuah fondasi yang kokoh pula. Demikian juga
dengan pendidikan, untuk membangunnya dibutuhkan sebuah landasan yang kuat sebagai pondasinya, agar bangunan pendidikan yang berdiri di atasnya berdiri tegak nan kokoh. Menurut Anas Ahmad Karzon, bahwa fondasi utama membangun pendidikan adalah fondasi tauhid. Tauhid ini sebagaimana tercantum dalam kalimat tauhid:
“Salah satu konsekuensi logis dari tauhid ini adalah mengesakan Allah.” 102 Hal itu tergambar dalam wasiat agung para nabi dan orang-orang shalih, dimana jejak
kehidupan mereka merealisasikan karakteristik ulul albâb. Nabi Ya’qub –’alayhis salâm- ketika menjelang wafatnya tidak melupakan wasiat untuk anaknya agar berpegang teguh pada akidah yang shahih. Allah ’Azza wa Jalla berfirman:
“Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya. ” (QS. Al-Baqarah [2]: 133)
102 Dr. Akhmad Alim, Islamisasi Ilmu Pendidikan: Menjawab Problematika Krisis Pendidikan Kontemporer, Bogor: Pusat Kajian Islam Universitas Ibnu Khaldun, Cet. I, 1435 H.
Dan kisah Luqman yang dianugerahi hikmah oleh Allah, dimana ia menasihati anaknya yang merupakan sosok yang paling dekat dengannya dan paling dicintainya, dan ia memiliki kapasitas untuk memberikan hal yang utama dari apa yang diketahuinya, maka Luqman menasihati anaknya dengan nasihat berharga yang menyeluruh, nasihat yang bermanfaat, menyuruhnya hanya beribadah kepada Allah, dan memperingatkannya dengan peringatan keras dari perbuatan menjadikan sekutu bagi Allah, dan menjelaskan bahaya menyekutukan Allah.
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. 103 ” (QS. Luqmân [31]: 13)
Salah satu pertama nasihat Luqman al-Hakim kepada anaknya di atas adalah wasiat penting agar tidak menyekutukan Allah, yakni menegaskan ketauhidan dan menegasikan kesyirikan. Rasulullah sudah mengingatkan kita dalam sabdanya yang mulia:
“Sesungguhnya hak Allah atas seorang hamba adalah menyembahnya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan hak hamba atas Allah adalah tidak mengadzab ia yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. ” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya) 104
Dalam praktiknya, sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam ini merupakan bagian integral dari sistem kehidupan Islam yang menegakkan Islam kâffah, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Dimana Rasulullah dan para sahabat telah mencontohkannya kepada kita bagaimana penerapan Islam kâffah, mencakup politik, hukum, ekonomi, pergaulan, pendidikan, hubungan luar negeri, dan lain sebagainya. Dan tiada teladan terbaik melainkan Rasulullah .
103 Dr. Najib Jalwah, Tarbiyyatul Awlâd, Al-Jazair: Dâr al-Fadhîlah, Cet. I. 104 Hafizh bin Ahmad Hakami, 200 Su âl wa Jawâb fî al- A îdah, Daar al- A îdah, Cet. I, 1999.
Maha Benar Allah ’Azza wa Jalla dengan firman-Nya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzâb [33]: 21)
Dr. Shalih al-Fawzan menjelaskan: “Apa yang memperbaiki umat ini pada awal mulanya? Ialah al- Qur’an, as-Sunnah dan ittiba’ terhadap Rasulullah , mengamalkan al- Qur’an dan as-Sunnah adalah hal yang bisa memperbaiki generasi pertama umat, tidak ada hal lain yang bisa memperbaiki umat ini kecuali apa yang bisa memperbaikinya pada awalnya. 105 ”
Ayat yang agung ini diawali dengan penegasan Allah yang menafikan segala bentuk keraguan dan penolakan 106 , serta qarînah jâzimah yang menunjukkan kewajiban meneladani
Rasulullah . Ketakwaan, konsistensi terhadap petunjuk al- Qur’an dan as-Sunnah (metode dakwah Rasulullah ) adalah kunci keberhasilan, dan menempuh jalan selain jalan Islam jelas berbahaya. Dalam qawl yang masyhur dari Imam Malik bahwa tidak ada jalan lain yang bisa memperbaiki umat ini kecuali dengan apa yang bisa memperbaiki umat ini pada awalnya. Dalam sya’ir pun dikatakan:
“Kami membangun sebagaimana generasi pendahulu kami membangun” “Dan kami berbuat sebagaimana mereka telah berbuat.”
105 Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Manhaj as-Salaf ash-Shâlih wa Hâjatul Ummah Ilayh, hlm. 13.
Dalam ayat ini, setidaknya terdapat dua penegasan -dalam ilmu balaghah jika khabar mengandung lebih dari satu penegasan, dinamakan khabar inkâriy yakni menghapuskan pengingkaran dan keraguan