KIAT PRAKTIS KEDIKLATAN Pendekatan “AFDHAL” dalam Andradogi

KIAT PRAKTIS KEDIKLATAN Pendekatan “AFDHAL” dalam Andradogi

Oleh : Ir. H. Maksum Abdullah Marhamah M., MS *) Widyaiswara Madya Badan Diklat Prov. Kaltim

Pendahuluan

disusun berdasarkan pendekatan empiris Andragogi adalah pembelajaran

kualitatif. Sebagai konsekuensinya, bagi insan dewasa, yang antaralain

pendekatan ini bersifat tentatif, dan dicirikan sebagai proses pembelajaran yang

tidak inal, sehingga konsep pendekatan bersifat partisipatif, karena setiap pelaku

dalam andragogi ini proses pembelajaran ini, baik fasilitator/

AFDHAL

masih terbuka untuk diuji validitas, pelatih/ tutor/ widyaiswara maupun

perumusannya serta efektiitas dan peserta pembelajaran (pembelajar) dapat

penerapannya. Namun berperan sebagai narasumber. Sebagai

eisiensi

kemungkinan penerapannya tidaklah konsekuensinya, andragogi memerlukan

tertutup sepenuhnya. Selama tahun pendekatan pembelajaran yang berpusat

2010, konsep pendekatan pembelajaran pada pembelajar (learner oriented).

ini sudah penulis terapkan dengan Tulisan ini mengeksplorasi ”AFDHAL”

menggunakan beberapa metode dan sebagai sebuah alternatif pendekatan

instrumen, terutama dalam diklat tersebut.

Prajabatan dan Kepemimpinan. Secara umum, menurut para pembelajar (peserta

Secara tekstual, AFDHAL adalah diklat), penerapan konsep pendekatan kata dari bahasa Arab, yang berarti lebih

AFDHAL ini cukup membantu mereka baik. Secara maknawi, pengertian ini

mengatasi beberapa masalah yang sering disematkan pada konsep pendekatan

mereka hadapi ketika mengikuti proses dalam andragogi ini disertai asa dan

pembelajaran dalam diklat tersebut ; semangat mewujudkan proses dan hasil

antusiasme, penguasaan materi, serta pembelajaran yang lebih baik.

internalisasi dan aktualisasi materi Konsep

AFDHAL meliputi Aku Fahami, Dalami, Secara empiris, beberapa masalah Hayati, Amalkan dan Lestarikan. Konsep

yang sering dihadapi dalam proses ini disusun berdasarkan pengalaman

pendidikan dan pelatihan aparatur praktis penulis dalam tahun pertama

pemerintah antara lain adalah sebagai (2009) sebagai widyaiswara pada Badan

berikut ;

Pendidikan dan Pelatihan Propinsi Kalimantan Timur di Samarinda. Konsep

Kurang antusiasnya pembelajar mengikuti ini juga disusun sebagai tindaklanjut

proses pembelajaran, dari evaluasi mandiri terhadap berbagai

• Tidak optimalnya penguasaan masalah aktual yang sering dihadapi

terhadap materi dalam berbagai jenis dan tingkatan

pembelajar

pembelajaran, pendidikan dan pelatihan (diklat) aparatur

internalisasi dan pemerintah, baik diklat Prajabatan

• Lemahnya

esensi materi dan Kepemimpinan, maupun diklat

aktualisasi

pembelajaran, Fungsional dan Teknis.

Sebagai sebuah konsep yang baru dalam tahapan eksploratif, setiap tahapannya

(identiikasi,

analisis,

pembahasan dan perumusannya) masih

16 JURNAL WidyaSwarA Volume 1 No. 1 Maret 2011

KIAT PRAKTIS KEDIKLATAN PENDEKATAN “AFDHAL” DALAM ANDRADoGI

Identiikasi Permasalahan

Di sisi lain, pemahaman secara tekstual saja juga menyebabkan para

1. Kurang Antusiasnya Pembelajar

pembelajar hanya mampu memahami

Mengikuti Proses Pembelajaran

materi pembelajaran secara fragmental (terpisah-pisah) sehingga tidak mampu

Kurang antusiasnya pembelajar memahaminya secara sistematis dalam pada proses pembelajaran bisa terjadi

kaitan kerangka keterkaitan yang logis pada proses pembelajaran dalam kelas

dan relevan. Keterbatasan pemahaman maupun dalam penyelesaian tugas–tugas

seperti ini juga membatasi kemampuan mandiri di luar kelas. Di dalam kelas, hal

para pembelajar membangun pemahaman ini dapat ditengarai dari berbagai gejala

masalah secara holistik (utuh). yang terlihat secara kasat mata, antara

lain ; kurangnya minat para pembelajar untuk bertanya maupun berdiskusi. Hal

3. Lemahnya Internalisasi dan inipun terlihat dari banyaknya pembelajar

Aktualisasi Esensi Materi

yangnmelamun, berbisik-bisik, bermain

Pembelajaran,

alat tulis dan handphone, saling berkirim Internalisasi esensi materi “surat”, bolak-balik minta izin ke luar

adalah proses kelas dll.

pembelajaran

penghayatannya sebagai nilai-nilai (values) Dalam kelompok, hal ini dapat

yang dapat digunakan dalam pembentukan ditengarai dari ekstrimnya performance

karakter para pembelajar. Sedangkan kelompok menyelesaikan tugas ; baik terlalu

aktualisasi esensi materi pembelajaran cepat (asal-asalan), maupun sebaliknya,

adalah proses pengamalan nilai-nilai itu terlalu lambat. Kurang antusiasnya

dalam berbagai aspek kehidupan. Indikasi pembelajar juga dapat ditengarai dalam

lemahnya internalisasi dan aktualisasi keterlambatan penyelesaian tugas - tugas

nilai-nilai tersebut bisa dilihat dari tidak mandiri (tugas baca, observasi lapangan,

signiikannya perubahan perilaku para penyusunan kertas kerja, dll),. Di sisi lain,

pembelajar. Beberapa indikatornya adalah kurangnya antusiasme pembelajar ini

; kemauan dan kemampuan menyimak juga juga terlihat dari tampilan tugas yang

gejala dan fenomena, mengidentiikasi dihasilkan ; kuantitas tugas yang tidak

dan menganalisis masalah, berkomunikasi memadai, disajikan secara copy and paste,

dan berdiskusi, serta menyelesaikan tidak sistematis, dengan kualitas paparan,

tugas, baik secara mandiri maupun secara analisis dan penyimpulan seadanya.

sinergis dalam kelompok. Kelemahan ini bisa dilihat dalam perspektif substansi maupun dalam perspektif waktu.

2. Tidak optimalnya Penguasaan Pembelajar terhadap Materi

Secara

substantif, lemahnya

Pembelajaran,

internalisasi dan aktualisasi materi pembelajaran dapat dilihat dari tidak

mampunya para pembelajar menghayati penguasaan

Indikasi tidak

optimalnya

mengamalkan esensi materi materi

pembelajaran untuk merubah perilaku dari pemahaman mereka terhadap

pembelajaran

dapat dilihat

mereka, baik berupa kemampuan dalam materi pembelajaran yang lebih bersifat

menata dan memperbaiki pola pemikiran, tekstual, belum banyak pembelajar

pola komunikasi, maupun pola tindak yang mencapai pemahaman secara

mereka. Kelemahan pembelajar dalam kontekstual. Pemahaman secara tekstual

penghayatan dan pengamalan nilai-nilai saja membuat para pembelajar hanya

dari proses pembelajaran bisa menurunkan mampu memahami materi secara terbatas

pada hal-hal yang bersifat supericial (di kinerja mereka, baik secara individual maupun komunal. Secara individual,

permukaan), tanpa kedalaman, sehingga lemahnya internalisasi dan aktualisasi ini tak mampu menggali substansi materi

dapat menurunkan kemampuan seseorang pembelajaran yang disajikan, apalagi

dalam membangun karakter pribadi dan menyerap esensinya.

kemandirian mereka. Secara komunal, JURNAL WidyaSwarA Volume 1 No. 1 Maret 2011

17

18 JURNAL WidyaSwarA Volume 1 No. 1 Maret 2011

KIAT PRAKTIS KEDIKLATAN PENDEKATAN “AFDHAL” DALAM ANDRADoGI

lemahnya internalisasi dan aktualisasi ini bisa menurunkan kemampuan seseorang untuk

berkomunikasi,

berinteraksi,

berkordinasi & bersinergi

dalam

kelompok. Dalam perspektif waktu, hal ini

dapat dilihat melalui pengamatan atas perilaku mereka pada berbagai aspek proses pembelajaran selama mengikuti proses pembelajaran dalam diklat, maupun dalam berbagai aspek pelaksanaan tugas-tugas mereka setelah kembali ke lembaga mereka pasca diklat. Dalam perspektif waktu, kelemahan ini juga menggambarkan kelemahan pembelajar melestarikan dan mengembangkan nilai- nilai yang diserapnya dalam setiap tahap pembelajaran, baik selama maupun sesudah diklat.

Analisis Penyebab Permasalahan

1. Kurang Antusiasnya Pembelajar Mengikuti Proses Pembelajaran

Penyebab kurang antusiasnya pembelajar

mengikuti

proses

pembelajaran dapat ditelusuri dari tiga sisi ; sisi pembelajar, pengajar, serta proses pembelajaran itu sendiri. Ketiga sisi tersebut bisa ditemukan secara terpisah, namun lebih sering terjadi secara bersamaan,

sehingga

memperparah

permasalahan yang dihadapi. Dari sisi pembelajar, ada beberapa

penyebab yang mungkin ditemukan ; rendahnya motivasi pembelajar untuk mengikuti diklat, atau minimnya rasa ingin tahu pembelajar. Rendahnya motivasi pembelajar untuk mengikuti diklat bisa berpangkal dari persepsi pembelajar terhadap diklat yang diikutinya ; sekedar memenuhi persyaratan untuk pengangkatan

(diklat

Prajabatan),

sekedar memenuhi perintah (diklat teknis/fungsional), ketidakyakinan akan manfaat diklat pada diklat kepemimpinan bagi peserta yang belum menduduki jabatan (”dik-duk”), atau sebaliknya bagi peserta yang telah menduduki jabatan (”duk-dik”).

Dari sisi pengajar,

kurang

antusiasnya pembelajar dapat disebabkan kurangnya

pengenalan

kebutuhan

pembelajar, penguasaan substansi materi pembelajaran, serta metoda dan teknik pembelajaran yang kurang memadai. Sayangnya, ketiga kekurangan ini sering kali diperparah oleh kekurangan yang keempat ; banyak pengajar yang kurang menyadari ketiga kekurangan ”laten” tersebut di atas. Hal ini berpangkal dari ”penyakit” laten yang sering kali mewabah secara kronis tanpa disadari ; rutinitas. Rutinitas semacam ini kian merebak seiring meningkatnya frekuensi pelaksanaan diklat, sehingga menimbulkan fenomena ”kejar tayang” di kalangan para pengajar, yang pada gilirannya berpengaruh negatif baik terhadap performance mereka sendiri, proses pembelajaran, serta antusiasme para pembelajar dalam berbagai aspek proses pembelajaran tersebut.

Proses pembelajaran yang amat berpotensi

menurunkan

antusiasme pembelajar adalah proses pembelajaran yang monoton, tunggal nada tanpa rangsangan keragaman. Penyebabnya terutama bersumber pada interaksi antara pembelajar dan pengajar yang kurang baik, serta situasi lingkungan pembelajaran yang kurang mendukung interaksi itu. Interaksi antara pembelajar dan pengajar yang kurang baik berpangkal dari kurangnya pengenalan diri (AKU) pembelajar dan pengajar, pemahaman mendasar tentang asas-asas andragogi dalam diklat, serta penghayatan peran keduanya dalam proses pembelajaran. Situasi lingkungan pembelajaran yang kurang mendukung interaksi positif pembelajar dan pengajar bisa disebabkan prasarana dan sarana (fasilitas dasar) pembelajaran yang kurang memadai serta ”gangguan” dari lingkungan sekitar, termasuk dari kelas yang lain.

2. Tidak optimalnya Penguasaan

Pembelajar terhadap Materi Pembelajaran

Penyebab

titak

optimalnya penguasaan pembelajar terhadap materi pembelajaran sebenarnya merupakan konsekuensi

logis

dari kurang antusiasnya pembelajar mengikuti proses pembelajaran. Di sisi lain, hal ini juga

KIAT PRAKTIS KEDIKLATAN PENDEKATAN “AFDHAL” DALAM ANDRADoGI

disebabkan oleh beberapa kelemahan esensinya secara aktif dan kreatif. Kurang umum yang sering ditemukan dalam

kondusifnya ”atmosfer” pendukung proses penguasaan materi pembelajaran

pasca proses pembelajaran sering kali ; lebih bertumpu pada kemampuan

terjadi akibat budaya kerja birokrasi yang menghafal,

cenderung rutin, mapan dan ”feodalistik” pemahaman secara tekstual, bukan

bukan

memahami

sehingga kurang kondusif bagi perbedaan pada kontekstual ; pemahaman secara

pendapat, kreatiitas serta inovasi dan supericial, bukan pada pendalaman ;

pembaharuan.

pemahaman secara fragmental, bukan

Alternatif Pemecahan Permasalahan

integral ; serta pemahaman secara linier, bukan pemahaman secara sistematis.

Pendekatan AFDHAL diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai alternatif

Berbagai kelemahan tersebut pendekatan untuk memecahkan tiga diperparah lagi oleh berbagai keterbatasan

kelemahan yang sering dhadapi oleh materi pembelajaran yang disajikan

para pelaku pembelajaran (pembelajar dalam proses pembelajaran. Beberapa

dan widyaiswara) dalam diklat aparatur keterbatasan materi pembelajaran yang

pemerintah tersebut di atas melalui sering kali ditemukan adalah ; format

pengoptimalan penerapan prinsip-prinsip materi, volume materi, serta substansi dan

pembelajaran dalam andragogi. Secara aktualitas materi yang disajikan dalam

tekstual, AFDHAL merupakan akronim proses pembelajaran suatu diklat. Format

dari Aku (Fahami, Dalami, Hayati, materi yang umum disajikan berupa

Amalkan dan Lestarikan). Konsep dasar modul, yang seringkali ”kering” dan tidak

pendekatan ini merupakan pengembangan ”merangsang”, dengan volume yang

prinsip pembelajaran yang berorientasi terkadang terlalu banyak dibandingkan

pada pembelajar (learner oriented) dengan alokasi waktu penyajian, serta

menjadi pembelajaran yang berorientasi substansi dan aktualitas yang sering

pada pemenuhan kebutuhan pembelajar. ketinggalan zaman.

aspek pendekatan tersebut merupakan suatu kesatuan proses

Keenam

3. Lemahnya Internalisasi dan

yang dapat dllaksanakan secara simultan

Aktualisasi Esensi Materi

dan berkelanjutan. Proses penerapannya

Pembelajaran

dilakukan dalam enam tahapan ; Akumulasi dari kedua kelemahan

penemukenalan AKU (jatidiri) para tersebut bermuara pada lemahnya

pelaku pembelajaran, pemahaman materi, internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai

substansi dan esensi materi pembelajaran, (values) yang bisa diserap dan diolah para

pendalaman nilai-nilai dalam materi, pembelajar dari proses pembelajaran yang

substansi dan esensi pembelajaran, mereka ikuti dalam diklat. Kelemahan

penghayatan nilai-nilai tersebut oleh para ini mungkin disebabkan oleh ; kurang

pelaku pembelajaran, serta pengamalan kondusifnya

dan pelestariannya dalam berbagai aspek internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai

tersebut, baik selama proses pembelajaran, Penerapannya dilaksanakan maupun ketika mereka kembali bertugas secara simultan melalui pengoptimalan pada instansinya masing-masing setelah

kerjasama antara proses pembelajaran. pembelajar dan widyaiswara dalam enam

peranserta

dan

Kurang kondusifnya ”atmosfer” aspek pendekatan AFDHAL berikut ini: pendukung dalam proses pembelajaran

1. AKU . Penemukenalan (identiikasi) sering kali terjadi akibat dominannya jatidiri para pelaku pembelajaran upaya

sebagai basis penumbuhkembangan pembelajaran ketimbang pendalaman dan

menghabiskan

materi

pembelajaran secara pengembangan (behind & beyound) nya, partisipatif dan sinergis. sehingga kurang menyediakan rangsang

proses

dan ruang bagi pembelajar mengeksplorasi

JURNAL WidyaSwarA Volume 1 No. 1 Maret 2011

KIAT PRAKTIS KEDIKLATAN PENDEKATAN “AFDHAL” DALAM ANDRADoGI

Proses ini diawali pengenalan HAYATI. Pengembangan upaya dan ”AKU” para pelaku pembelajaran,

kemampuan para pelaku pembelajaran kemudian dilanjutkan

untuk menghayati (internalisasi) nilai- penemukenalan

nilai yang dapat mereka eksplorasi

; dari esensi pembelajaran maupun konteks

AKU

tersebut, baik

dalam

dari setiap aspek dan tahapan proses diklat, maupun dalam konteks

pelaksanaan tugas dan fungsi para pelaku pembelajaran tersebut pasca

Proses penghayatan ini diawali diklat.

dengan analisis dan penemukenalan nilai-nilai positif yang inheren dalam

2. FAHAMI.

Pengalihan proses jatidiri para pelaku pembelajaran, penguasaan materi pembelajaran

dilanjutkan dengan penemukenalan dari sekedar menghafal menjadi

nilai-nilai dari substansi dan esensi memahami

setiap materi pembelajaran, serta penumbuhkembangan pemahaman

, sebagai

basis

kemungkinan/potensi

sintesis

antara kedua nilai tersebut dalam dari partial/fragmental menjadi

tekstual menjadi

kontekstual,

kehidupan.

sistematik/holistik.

4. AMALKAN. Pengembangan Proses ini dilaksanakan secara

upaya dan kemampuan para pelaku simultan melalui pengembangan

pembelajaran untuk mewujudkan kemampuan pemahaman para

(aktualisasi) nilai-nilai yang telah pelaku

mereka temukan di atas secara nyata menghafal menjadi memahami ; dari

pembelajaran;

dari

dalam bentuk tindakan (just do it !), pemahaman secara tekstual menjadi

mandiri maupun berkelompok. kontekstual ; dari pemahaman

materi secara supericial menjadi

maknawi, pengamalan substantial ; dari pemahaman secara

Secara

ini tidak hanya meliputi proses fragmental menjadi integral ; serta

melakukan (to do) sebagai upaya dari pemahaman linier, menjadi

mewujudkan kemandirian para pemahaman sistematis.

pembelajaran secara individual, tetapi juga meliputi

pelaku

3. DALAMI.

Perangsangan rasa proses saling berbagi (to share) ingin tahu (curiosity) para pelaku

upaya mewujudkan pembelajaran untuk mendalami

sebagai

kebersamaan mereka secara sinergis dan

dalam kelompok/komunal. materi pembelajaran yang tersurat

memperkaya

penguasaan

dengan pelingkupan dan esensi yang tersirat dalam

agar dapat memahami substansi

Sejalan

tersebut, proses pengamalan ini materi tersebut (what behind) ,

diawali/diinisiasi sejak dan keterkaitan antar materi dalam

sudah

penemukenalan jatidiri suatu diklat (what beyound).

proses

serta kemandirian para pelaku pembelajaran, dikembangkan dalam proses penumbuhan kebersamaan

Proses pendalaman ini dapat dalam penyelesaian tugas-tugas dilakukan

kelompok selama pembelajaran pembimbingan

pelaksanaan

dan

dalam diklat, serta dimatangkan mandiri, seperti tugas baca dan

tugas-tugas

dalam kerjasama antar individu dan KKP, maupun melalui pelaksanaan

kelembagaan pasca diklat. tugas-tugas

kelompok,

seperti

”mading” (makalah dinding) serta KKK atau KKA.

20 JURNAL WidyaSwarA Volume 1 No. 1 Maret 2011

KIAT PRAKTIS KEDIKLATAN PENDEKATAN “AFDHAL” DALAM ANDRADoGI

sehingga memperparah upaya

5. LESTARIKAN. Pengembangan

bersamaan,

permasalahan yang dihadapi. pelaku

dan

kemampuan

Pendekatan AFDHAL diharapkan mempertahankan, menyesuaikan

pembelajaran

untuk

dapat dimanfaatkan sebagai alternatif serta meningkatkan kelima upaya

pendekatan untuk memecahkan tiga mereka tersebut di atas agar dapat

kelemahan yang sering dhadapi oleh mengimbangi berbagai perubahan

para pelaku pembelajaran (pembelajar yang mereka hadapi.

dan widyaiswara) dalam diklat aparatur pemerintah tersebut di atas melalui

Upaya ini perlu dilakukan untuk pengoptimalan penerapan prinsip-prinsip mengantisipasi berbagai perubahan

pembelajaran dalam andragogi. Secara tersebut ; baik perubahan yang

tekstual, AFDHAL merupakan akronim bersifat internal dari dalam diri

dari Aku (Fahami, Dalami, Hayati, mereka sendiri, seperti pertambahan

Amalkan dan Lestarikan). Konsep dasar usia, pengalaman, perubahan status,

pendekatan ini merupakan pengembangan maupun perubahan yang bersifat

prinsip pembelajaran yang berorientasi eksternal seperti pergantian zaman,

pada pembelajar (learner oriented) situasi dan kondisi yang mereka

menjadi pembelajaran yang berorientasi hadapi.

pada pemenuhan kebutuhan pembelajar. Secara umum, menurut para

Rangkaian upaya

pembelajar (peserta diklat), penerapan perlu dilakukan melalui iterasi

tersebut

konsep pendekatan AFDHAL ini oleh (”pengulangan”/RE)

penulis pada proses pembelajaran berbagai improvisasi terhadap kelima aspek

serta

diklat PNS di Propinsi Kalimantan Timur pendekatan tersebut di atas, misalnya

pada tahun 2010 cukup membantu mereka ; RE deinisi AKU (jatidiri) para

mengatasi beberapa masalah yang sering pelaku pembelajaran, REorientasi

mereka hadapi ; antusiasme, penguasaan pemahaman

materi, serta internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai yang didapatkan para

dan

pendalaman

materi pembelajaran. Metode dan teknik pelaku pembelajaran dari proses

penerapan pendekatan AFDHAL ini insya pembelajaran sebelum, selama dan

ALLOH akan dipaparkan dalam edisi- sesudah diklat, serta REvitalisasi

edisi Jurnal WidyaSwarA berikutnya, penghayatan dan pengamalannya.

sebagai upaya berbagi pengalaman dan saling mengimprovisasi pelaksanaan

Penutup

tugas-tugas kediklatan yang diamanahkan kepada kita semua. (@S@).

Secara empiris, beberapa masalah yang sering dihadapi dalam proses pendidikan dan pelatihan aparatur

Daftar Pustaka

pemerintah antara lain adalah ; Kurang De Porter dan Mike Hernacki. 2000. antusiasnya

Quantum Learning ; Membiasakan Belajar proses pembelajaran, Tidak optimalnya

pembelajar

mengikuti

Nyaman dan Menyenangkan. Penerjemah penguasaan

; Alwiyyah Abdurrahman, Penyunting ; materi pembelajaran, serta Lemahnya

pembelajar

terhadap

Sari Meutia. Penerbit Kaifa, Bandung. internalisasi dan aktualisasi esensi materi

pembelajaran, Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Penerbit Alfabeta,

Penyebab kurang antusiasnya

Bandung.

pembelajar mengikuti

proses

pembelajaran dapat ditelusuri dari tiga sisi ; sisi pembelajar, pengajar, serta proses pembelajaran itu sendiri. Ketiga sisi tersebut bisa ditemukan secara terpisah, namun lebih sering terjadi secara

JURNAL WidyaSwarA Volume 1 No. 1 Maret 2011

KIAT PRAKTIS KEDIKLATAN PENDEKATAN “AFDHAL” DALAM ANDRADoGI