Sejarah Sangiran Dome
B. Sejarah Sangiran Dome
Sangiran dikenal juga dengan istilah “Sangiran Dome” artinya Kubah Sangiran. Dinamakan demikian karena kawasan situs ini secara geomorfologis merupakan daerah perbukitan dengan struktur kubah atau dome di bagian tengahnya. Struktur kubah tersebut telah mengalami proses deformasi yaitu proses patahan, longsoran, dan erosi, sehingga berubah bentuk menjadi lembah
Lapisan tanah yang tersingkap di Kubah Sangiran tersebut berturut-turut dari pusat kubah sampai ke bibir kubah terbagi menjadi empat formasi stratigrafi yaitu Formasi Kalibeng, Formasi Pucangan, Formasi Kabuh, dan Formasi Lapisan tanah yang tersingkap di Kubah Sangiran tersebut berturut-turut dari pusat kubah sampai ke bibir kubah terbagi menjadi empat formasi stratigrafi yaitu Formasi Kalibeng, Formasi Pucangan, Formasi Kabuh, dan Formasi
¨ Stratigafi Tanah
1. Formasi Kalibeng Formasi Kalibeng adalah lapisan tanah yang paling tua di Sangiran, berumur 3.000.000 – 1.800.000 tahun yang lalu. Formasi tanah ini hanya tersingkap dibagian tengah Sangiran Dome, yaitu pada Kali Puren yang merupakan cabang dari Kali Cemoro. Formasi Kalibeng terdiri dari empat lapisan. Lapisan terbawah ketebalan mencapai 107 meter merupakan endapan laut dalam, berupa lempung abu-abu kebiruan dan lempung lanau dengan kandungan moluska laut. Lapisan kedua ketebalan 4 - 7 meter merupakan endapan laut dangkal berupa pasir lanau dengan kandungan fosil moluska jenis turitella dan foraminifera. Lapisan ketiga berupa endapan batu gamping balanus dengan ketebalan 1 - 2,5 meter. Lapisan keempat berupa endapan lempung dan lanau hasil sedimentasi air payau dengan kandungan moluska jenis corbicula.
2. Formasi Pucangan Formasi ini terbagi dua yaitu Formasi Pucangan Bawah dan Formasi Pucangan Atas. Formasi Pucangan Bawah ketebalannya 0,7 – 50 meter berupa endapan lahar dingin atau breksi vulkanik yang terbawa aliran sungai dan mengendapkan moluska air tawar di bagian bawah dan diatome (ganggang kersik) di bagian atas. Formasi Pucangan Atas ketebalan mencapai 100 meter berupa 2. Formasi Pucangan Formasi ini terbagi dua yaitu Formasi Pucangan Bawah dan Formasi Pucangan Atas. Formasi Pucangan Bawah ketebalannya 0,7 – 50 meter berupa endapan lahar dingin atau breksi vulkanik yang terbawa aliran sungai dan mengendapkan moluska air tawar di bagian bawah dan diatome (ganggang kersik) di bagian atas. Formasi Pucangan Atas ketebalan mencapai 100 meter berupa
3. Formasi Kabuh Formasi Kabuh merupakan lapisan stratigrafi yang paling banyak menghasilkan fosil mamalia, fosil manusia purba, dan alat-alat batu. Formasi ini berumur 800.000 – 250.000 tahun yang lalu..
Formasi Kabuh terbawah mengandung lapisan yang dikenal dengan istilah grenzbank artinya lapisan pembatas Lapisan ini ini merupakan batas antara Formasi Pucangan dengan Formasi Kabuh. Ketebalan lapisan antara 0,1 sampai 46,3 meter. Kandungan lapisan ini antara lain berupa batu gamping calcareous dan batu pasir konglomerat. Temuan dari lapisan ini antara lain ikan hiu, kura- kura, buaya, binatang mamalia darat, dan fosil manusia purba. Lapisan ini juga mengandung temuan alat batu paling tua ciptaan homo erectus yang pernah hidup di Sangiran.
Formasi Kabuh Bawah ketebalan lapisannya sekitar 3,5 – 17 meter. Lapisan ini banyak menghasilkan fosil mamalia dan fosil manusia purba. ketebalan lapisannya sekitar 5,8 – 20 meter. Lapisan ini juga banyak mengandung fosil mamalia dan fosil manusia purba. Formasi Kabuh Tengah ketebalan 5 - 20 meter dan banyak menghasilkan fosil-fosil manusia purba. Formasi Kabuh Atas ketebalan lapisannya sekitar 3 - 16 meter. (http://sangiran.sragenkab.go.id)
4. Formasi Notopuro Formasi ini secara tidak selaras tersebar di bagian atas perbukitan di sekeliling Kubah Sangiran. Ketebalan lapisan mencapai 47 meter dan terbagi menjadi tiga lapisan yaitu formasi Notopuro Bawah dengan ketebalan 3,2 – 28,9 meter, formasi Notopuro Tengah dengan ketebalan maksimal 20 meter, dan formasi
25 meter. (http://sangiran.sragenkab.go.id)
Sejarah Museum Purbakala Sangiran bermula dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh von Koenigswald sekitar tahun 1930-an. Di dalam kegiatannya von Koenigswlad dibantu oleh Toto Marsono, Kepala Desa Krikilan pada masa itu. Setiap hari Toto Marsono atas perintah von Koenigswald mengerahkan penduduk Sangiran untuk mencari “balung buto” (Bahasa Jawa = tulang raksasa). Demikian penduduk Sangiran mengistilahkan temuan tulang- tulang berukuran besar yang telah membatu yang berserakan di sekitar ladang mereka. (www.sangiran.info)
Fosil-fosil tersebut kemudian dikumpulkan di Pendopo Kelurahan Krikilan untuk bahan penelitian von Koenigswald, maupun para ahli lainnya. Fosil-fosil yang dianggap penting dibawa oleh masing-masing peneliti ke laboratorium mereka, sedang sisanya dibiarkan menumpuk di Pendopo Kelurahan Krikilan.
Setelah von Koenigswald tidak aktif lagi melaksanakan penelitian di Sangiran, kegiatan mengumpulkan fosil masih diteruskan oleh Toto Marsono sehingga jumlah fosil di Pendopo Kelurahan semakin melimpah. Dari Pendopo Kelurahan Krikilan inilah lahir cikal-bakal Museum Sangiran.
Untuk menampung koleksi fosil yang semakin hari semakin bertambah maka pada tahun 1974 Gubernur Jawa Tengah melalui Bupati Sragen membangun museum kecil di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen di atas tanah seluas 1000 m². Museum tersebut diberi nama “Museum Plestosen”. Seluruh koleksi di Pendopo Kelurahan Krikilan kemudian dipindahkan ke Museum tersebut. Saat ini sisa bangunan museum tersebut telah dirombak dan dialihfungsikan menjadi Balai Desa Krikilan. (www.sangiran.info)
Di Museum Sangiran terus dilakukan pembenahan dan penambahan bangunan maupun fasilitas pendukung untuk mempertegas keberadaannya sebagai warisan dunia yang memiliki peran penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan maupun untuk menciptakan kenyamanan bagi para wisatawan yang berkunjung ke tempat ini. Museum Sangiran sekarang telah berevolusi menjadi sebuah museum yang megah dengan arsitektur modern.
Kompleks Museum Sangiran dengan Bangunan Audio Visual di sisi timur museum. Dan tahun 2002 Bupati Sragen mengubah interior Ruang Kantor dan Ruang Pertemuan menjadi Ruang Pameran Tambahan.
Tahun 2003 Pemerintah pusat merencanakan membuat museum yang lebih representatif menggantikan museum yang ada secara bertahap. Awal tahun 2004 ini telah selesai didirikan bangunan perkantoran tiga lantai terdiri ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audo visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain. (www.sangiran.info)