Alokasi Belanja Negara

7.0 Alokasi Belanja Negara

Secara umum, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab pendapatan dan sumber belanja negara diklasifikasi menjadi empat bagian penting, yaitu: 69 (1) Pendapatan zakat dan zakat pertanian (ushr). Pendapatan ini didistribusikan ditingkat pemerintahan lokal dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut disimpan di

Baitul Mal pusat dan dibagikan kepada delapan ashnaf. 70 Dengan demikian alokasi belanja sumber penerimaan negara ini sudah tetap dan pemerintah berperan sebagai pelaksana ketetapan Allah SWT tersebut. (2) Pendapatan sedekah dan bagian seperlima untuk pemerintah dari rampasan perang (khums). Pendapatan ini didistrbusikan kepada

para penduduk yang masuk kategori fakir miskin baik itu muslim maupun bukan. 71 (3) Pendapatan pajak tanah (kharaj), ghanimah tanpa perang (fai’), pajak keamanan (jizyah), pajak perdagangan (‘ushr) dan sewa tanah. Kelompok pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana tunjangan serta untuk membiayai operasional

68 Sabzwari, 1985. dalam Karim, 2006. Ibid., hal. 72.

69 Sabzwari, 1985. dalam Karim, 2006. Ibid., hal. 73-74 dan DR. Jaribah, 2006. Op., Cit ., hal. 256-261.

70 Ketentuan delapan ashnaf ini merujuk pada ketetapan Allah pada surat at- Taubah ayat 60. Dari ayat tersebut penerima zakat dapat dijelaskan sebagai berikut: (1)

Orang fakir (fuqara’): orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya; (2) Orang miskin (masakiin): orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan; (3) Pengurus zakat (amiliin): orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat; (4) Muallaf (mualafati qulubuhum): orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah; (5) Memerdekakan budak (riqoob): mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir; (6) Orang berhutang (gharimin): yaitu orang yang berhutang untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya, adapun orang yang berhutang untuk memelihara kepentingan dan persatuan umat Islam dibayar hutangnya tersebut dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya; (7) Orang yang berjuang dijalan Allah (fii sabilillah ): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin, di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan- kepentingan umum seperti mendirikan dan menjalankan pendidikan, rumah sakit dan lain-lain; dan (8) Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabiil): perjalanan bukan untuk maksiat dan mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

71 Dalam sebuah riwayat, dalam perjalanan menuju Damaskus, Khalifah Umar bertemu dengan penduduk beragama Nasrani yang menderita penyakit kaki gajah.

Melihat hal tersebut Khalifah memerintahkan pengawalnya untuk memberikan dana kepada penduduk tersebut yang diambil dari pendapatan sedekah dan makanan yang diambil dari persediaan untuk petugas.

administrasi negara, kebutuhan militer dan lain sebagainya. Dan (4) Pendapatan lain- lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar dan dana sosial lainnya.

Dalam fikih ekonomi Khalifah Umar, tema disribusi mendapat porsi besar, dan perhatiannya yang besar nampak dalam beberapa hal. Pertama, diantara wasiat beliau untuk umat adalah berlaku adil dalam dsitribusi, sebagaimana beliau berkata: “sesumgguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian dua hal, yang kalian akan selalu dalam kebaikan selama kalian komitmen kepada keduanya, yaitu adil dalam hukum

dan adil dalam pendistribusian”. 72 Bahkan beliau juga mengukuhkan wasiat tersebut kepada khalifah berikutnya. Kedua, banyaknya sikap dan ijtihad Umar dalam hal-hal yang berkaitan dengan distribusi, bahkan beliau menangani sendiri beberapa proses

distribusi. 73 Untuk belanja negara pada masa Khalifah Umar, pendapatan dari zakat peruntukannya sudah jelas merujuk pada ketentuan al-Qur’an surah at-taubah ayat 60 yang sudah disebutkan diatas. Demikian juga dengan pembagian ghanimah, Khalifah Umar mengikuti ketentuan dalam surah al-Anfal ayat 41. Untuk belanja negara yang lain akan dibahas selanjutnya.