Kebijakan Fiskal dan Keuangan Publik Uma

Umar bin Khathab

Oleh: Azis Budi Setiawan

Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Bisnis dan Keuangan Islam

Makalah ini disusun sebagai pengganti Ujian Akhir Semester (UAS) Mata Kuliah Ekonomi Islam Pengajar Bapak Yusuf Wibisono, ME.

Universitas Paramadina, Jakarta Tahun 2007

Kebijakan Fiskal dan Keuangan Publik

Umar bin Khathab

Oleh: Azis Budi Setiawan

(Mahasiswa Pascasarjana Universitas Paramadina, Jakarta)

1.0 Pendahuluan

Khalifah Umar bin Khathab menjadi khalifah pada dasawarsa kedua, setelah Rasulullah SAW memimpin negara Madinah selama sepuluh tahun (1-10 H/622-632 M) dan Khalifah Abu Bakar memimpin dalam masa dua tahun (10-12 H/632-634 M). Khalifah Umar megendalikan tampuk kekhalifahan dalam masa lebih dari sepuluh tahun (12-22 H/634-644 M). Pemerintahannya ditandai dengan banyak prestasi-prestasi gemilang yang dicatat dengan tinta emas dalam sejarah peradaban manusia umumnya, dan sejarah Islam khususnya. Khalifah Umar telah berhasil menunjukan kekuatan negara Islam dengan mengalahkan dua imperium besar; Persia (Sasanian) dan Romawi (Bizantium) serta mampu menguasai pusat-pusat peradaban manusia yang sangat penting, seperti Mesir, Jerusalem, Suriah dan Irak. Pemerintahannya menurut Montgomery Watt (1990), seorang orientalis ternama, “merupakan tahap ekspansi

negara Islam yang mengagumkan”. 1

Telah menjadi fakta historis dalam sejarah Islam bahwa pada masa Khalifah Umar tingkat kemakmuran yang dicapai telah demikian tinggi dan pengentasan kemiskinan

terbukti dalam bentuk yang konkret. 2 Pemerintahan Khalifah Umar juga begitu terbuka untuk mengadopsi ilmu pengetahuan baru. Khalifah Umar mengadopsi ilmu manajemen pemerintahan dari Persia dan diterapkan untuk mengatur masalah akuntansi dan fiskal Baitul Mal. Penerimaan terhadap ilmu ini berikut aplikasinya menyebabkan dikembangkannya metode paling cangih pada masanya untuk menyusun anggaran serta perhitungan pendapatan dan pengeluaran sektor-sektor publik. Selain itu, setelah penakhlukan Syiria dan Mesir juga mulai dikembangkan teknologi baru, diantaranya adalah arsitektur dan tata kota yang kemudian digunakan untuk

membangun kota Kufah dan Kisra. 3

1 Lihat Watt, W. Montgomery, 1990. The Majesty of Islam, Edisi terj., Yogya: Tiara Wacana, hal. 8.

2 Lihat Ahmed, Habib, 2004. Role of Zakat and Awqaf in Poverty Alleviation. Jeddah: IRTI-IDB, hal. 31. dan juga Kahf, Monzer, 1999. “The Performance of The Institution of Zakah

in Theory and Practice” , Paper tersebut telah disampaikan pada the International Conference on Islamic Economics Towards the 21st Century, Kuala Lumpur, April 26-30.

3 As-Sadr, Kadim, 1989. “Fiscal Policies in Early Islam”, dalam Karim, Adiwarman A., 2006. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Edisi ketiga, Jakarta: Rajawali Press. hal. 77-78.

Khalifah Umar telah berhasil membangun sebuah negara super-power baru dan imperium besar yang didalamnya ditata dengan sistem manajemen yang rapi, pengelolaan yang transparan, akuntabel dan bertangung jawab. Pemerintahan Khalifah Umar juga berhasil mewujudkan kemakmuran bagi penduduknya, sebuah kondisi ideal yang jarang dicapai oleh peradaban besar manusia lainnya. Dengan kondisi demikian, sejarah ekonomi masa Khalifah Umar perlu mendapat perhatian besar dalam kajian ekonomi Islam, karena berdasarkan fakta sejarah praktik masa tersebut dapat disebut bagian dari praktik dan konsep kebijakan ekonomi yang terbaik.

Untuk itu penulis, dalam paper ini berusaha melakukan rekonstruksi sejarah ekonomi masa Khalifah Umar baik sejarah perekonomian yang menggambarkan bagaimana kondisi perekonomian pada masa pemerintahannya maupun pemikiran ekonomi Khalifah Umar. Untuk kepentingan penelitian rekonstruksi sejarah kebijakan fiskal dan ekonomi masa Khalifah Umar ini penulis tidak terlalu mementingkan bahan harus dari sumber-sumber primer, tetapi lebih kepada sumber-sumber yang bisa dijangkau dan sumber sekunder yang relevan dan dapat dipertangung-jawabkan.

2.0 Urgensi Kajian Ini

Kebijakan fiskal dan keuangan publik masa Khalifah Umar ini perlu medapat perhatian besar dalam kajian ekonomi Islam, hal ini disebabkan karena berdasarkan fakta sejarah praktik masa ini dapat disebut bagian dari praktik kebijakan fiskal dan ekonomi yang terbaik. Pada masa Khalifah Umar, telah menjadi fakta historis dalam sejarah Islam dimana tingkat kemakmuran demikian tinggi dan pengentasan kemiskinan terbukti dalam bentuk yang konkret. Umar bin Khattab yang menjadi khalifah pada periode tahun 12-22 H (634-644 M) pernah menjadikan Yaman sebagai satu provinsi yang mampu mengentaskan kemiskinan. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa Gubernur Yaman waktu itu, Mu’adz bin Jabal, mengirim ke Madinah (Ibu Kota) sepertiga dari total hasil zakat dari provinsi itu, separuh di tahun berikutnya, dan semua hasil di tahun ketiga. Zakat dikirim ke Ibu Kota setelah tidak bisa dibagi lagi didalam provinsi. Ketika zakat tidak lagi bisa dibagi di provinsi Yaman, hal ini menunjukan fakta sederhana bahwa tingkat kemiskinan sudah terkikis atau setidaknya sudah dalam kondisi sangat rendah dan yang pasti tingkat kemakmuran penduduk Yaman cukup tinggi. Selain itu, dengan fakta demikian, kepemimpinan Khalifah Umar menjadi salah satu bukti penting kesuksesan konsep ekonomi Islam dalam pengentasan kemiskinan selain juga pernah dibuktikan pada masa kepemimpinan dua tahun Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-

720 M). 4 Sebagaimana dipahami dalam konsep ajaran Islam, sesungguhnya sirah Nabawiyah

(sejarah Nabi) dan masa Khulafaur-Rasyidin (empat khalifah awal) merupakan rujukan penerapan dan bukti kebenaran bagi prinsip-prinsip Islam dalam realitas kehidupan. Dengan mempelajari praktik dalam ruang historis juga akan memperluas cakrawala pandang terhadap konsep-konsep Islam. Karena dengan membatasi pemahaman pada interaksi nash secara teoritis tanpa pemahaman secara aplikatif dan interaksnya dengan realitas akan menyebabkan kesalahan dan masuknya hawa nafsu dalam pembahasan

4 Penjelasan lebih jauh lihat Ahmed, 2004. Ibid., dan Kahf, 1999. Ibid.

pemasalahan karena tiadanya batasan metodologis dan rujukan syari’ah dalam aplikasi. Selain itu pentingnya kajian ini didasari bahwa Rasulullah SAW juga telah memerintahkan umatnya bila terjadi perbedaan dan perselisihan pendapat agar berpegang teguh kepada Sunnahnya dan Sunnah Khulafaur-Rasyidin setelahnya. Rasulullah bersabda: “Sungguh siapa yang diantara kamu hidup setelahku akan mengetahui banyak perbedaan; maka berpegang teguhlah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur-Raysidin yang mendapatkan petunjuk. Berpeganglah kepadanya dengan

erat”. 5 Selanjutnya, Umar bin Khathab adalah salah satu dari dua sahabat yang memiliki

keistimewaan besar, sebab Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk mengikuti Sunnah Khulafaur-Rasyidin, namun tidak memerintahkan kepada kita untuk mengikuti dalam perbuatan melainkan kepada Abu Bakar dan Umar. Beliau bersabda, “Ikutilah

dua orang setelahku: Abu Bakar dan Umar”. 6

Sebagaimana dipahami dalam sejarah Islam, dengan lamanya dan kondusifnya kondisi dalam negeri masa Khalifah Umar, Allah Ta’ala telah memberikan apa yang tidak diberikan kepada Khalifah Abu Bakar. Dimana penakhlukan wilayah semakin meluas, banyak manusia dari berbagai suku bangsa yang masuk Islam, banyaknya harta kekayaan negara, banyak terjadi peristiwa baru yang tidak terdapat dalam nash dan Khalifah Umar melakukan ijtihad-ijtihad dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut, juga masalah fiskal dan ekonomi didalamnya. Kondisi tersebut sesuai dengan isyarat Rasulullah SAW, “Aku bermimpi, bahwa aku melepas timba pada pagi hari di sumur, lalu Abu Bakar datang dan mengambil satu timba –atau dua timba- dengan pengambilan yang lemah, dan Allah mengampuni dia. Kemudian datang Umar bin al- Khathab lalu mengambil sumur timba, dan aku tidak melihat orang jenius yang sangat bagus dalam beramal seperti dia, sehingga manusia segar dan mereka pergi ke kandang

unta untuk memberikan minum unta mereka”. 7

5 Terdapat dalam kitab hadits Imam Ahmad, al-Musnad, hadits no.16695; Abu Dawud, as-Sunan, hadits no. 4607; at-Tirmidzi, as-Sunan, hadits no. 2676; Ibnu Majah, as-

Sunan , hadits no 42; dan at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan sahih”; Makna hadits ini dapat dilhat pada Ibnu Rajab, Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, hal.394-395. sebagaimana dijelasakan dalam disertasi DR. Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, 2006. al-Fiqh al-Iqtishodi li Amiril Mukminin Umar Ibn al-Khaththab , Edisi terj., Jakarta: Khalifa, hal. 4.

6 Merujuk pada Ibnu Abul ‘Izz, Syarah al-Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 485. haditsnya dikeluarkan oleh Ahmad, al-Musnad, hadits no. 22765; at-Tirmidzi, as-Sunan,

hadits no. 3663; ath-Thahawi, Syarah Musykil al-Atsar, hadits no. 1224, dan sanadnya shahih menurut pakar hadits al-Albani, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, hadits no. 1233. Lihat DR. Jaribah, 2006. Ibid., hal. 5.

7 Merujuk hadits Imam al-Bukhari, ash-Shahih, hadits no. 3676, 3682; dan al- Muslim, ash-Shahih, hadits no. 2392. Imam asy-Syafi’i berkata, “Makna sabdanya, ‘dan

dalam pengambilannya (Abu Bakar) lemah’ , adalah sebentar masanya, sepat meninggalnya, dan kesibukannya dalam memerangi orang-orang yang murtad sehingga tidak sempat melakukan peluasan wilayah yang dapat dicapai oleh Umar dalam lamanya masa pemerintahnanya” terdapat dalam Ibnu Hajar, Fathul Bari’ (7: 48) dan penjelasan Ibnu Rajab terhadap hadits ini, Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, hal. 398. Lihat DR. Jaribah, 2006. Ibid., hal. 5.

Rasulullah SAW juga mempersaksikan keistimewaan Umar dalam masalah ilmu dan pemahaman. Dalam sabdanya beliau menegaskan, “Ketika tidur aku bermimpi minum susu sehingga aku melihat kesegaran berjalan di kukuku, kemudian aku memberikan kepada Umar”. Para sahabat berkata, “Apa makna yang demikian itu, ya Rasulullah?”,

Beliau menjawab, “Ilmu”. 8 Selain itu, Allah SWT juga memberikan ilham kepada Umar Radhiyallahu Anhu ucapan yang benar dan mengetahui kebenaran. Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya telah ada dalam umat-umat sbelum kamu orang- orang yang diberikan ilham. Dan, bila didalam umatku terdapat seorang yang demikian

itu, maka Umar bin Khathab termasuk mereka”. 9 Dimana orang yang diberikan ilham oleh Allah adalah orang yang Dia alirkan kebenaran pada lisannya. Dalam hadits lain Rasulullah bersabda. “Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lisan Umar dan

hatinya”. 10 Pada masa Rasulullah masih hidup, diantara ilham yang dimiliki Umar adalah bahwa

beberapa kali wahyu al-Qur’an yang turun sesuai dengan pendapat dan ijtihadnya. Hal itu merupakan keistimewaan yang hanya dimilikinya, dan tidak pada sahabat yang lainnya. Sebagian ulama’ telah menghitung kesesuaian pendapat dan ijtihad Umar dengan wahyu al-Qur’an tersebut, maka mereka mendapatkan ada sebanyak 15

kesesuaian. 11 Merujuk hadits-hadits Rasulullah tersebut, dimana status hadits merupakan sumber

otoritatif kebenaran ilmu dalam Islam, maka kebijakan fiskal dan ekonomi Khalifah Umar merupakan aplikasi dari konsep ekonomi Islam yang penting untuk dirujuk dan dijadikan panduan dalam pengembangan ilmu dan sistem ekonomi Islam kedepan. Konsep dan kebijakan fiskal serta ekonomi masa Khalifah Umar tentunya juga berbeda dan lebih istimewa bila dibandingkan dengan kajian-kajian teoritis dari para fuqoha’ dan ahli ekonomi Islam pada masa berikutnya yang tidak memiliki otoritas dalam mengaplikasikan pendapat mereka dalam realitas kehidupan. Selain itu yang juga menarik, kebijakan fiskal dan ekonomi Khalifah Umar dapati diteliti secara empiris konsepnya sekaligus implementasinya dalam kehidupan masyarakat dalam sebuah ruang negara pada masa pemeritahannya selama lebih dari sepuluh tahun.

8 Merujuk hadits Imam al-Bukhari, ash-Shahih, hadits no. 3681; dan al-Muslim, ash-Shahih , hadits no. 2391. sebagaimana dikutip DR. Jaribah, 2006. Ibid., hal. 6.

9 Merujuk hadits Imam al-Bukhari, ash-Shahih, hadits no. 3689; dan al-Muslim, ash-Shahih , hadits no. 2398; dan al-Hakim, al-Mustadrak ala ash-Shahihain (3: 92-93). Lihat

DR. Jaribah, 2006. Ibid., hal. 6.

10 Merujuk pada hadits Imam Ahmad, al-Musnad, hadits no. 5123 dan 8960; at- Tirmidzi, as-Sunan, hadits no. 3682 dan dia mentakan hadits ini hasan; Ibnu Hajar, Fathul

Bari’ (7: 62); dan an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim (8: 180). sebagaiman dijelaskan dalam DR. Jaribah, 2006. Ibid., hal. 6.

11 Sebagaiman dijelaskan dalam DR. Jaribah, 2006. Ibid., hal. 24. merujuk pada an- Nawawi, Syarah Shahih Muslim (8: 180), ath-Thabari, Tarikh al-Umam al-Muluk (2: 288-299);

dan al-Qari’, Mirqah al-Mafatih (10: 407).

3.0 Biografi Ringkas Umar bin Khathab

Para sejarawan menyebutkan nasab umar dari pihak ayah adalah Umar bin Khathab bin Nufail bin Abdil ‘Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luayyi bin Ghalib al-Qurasyi al-‘Adawi. Sedangkan ibunya adalah Hantamah binti Hasyim bin Mughirah, dari Bani Makhzumi, dan Hantamah adalah saudara sepupu Abu jahal. Umar dilahirkan 30 tahun sebelum masa kenabian dan menghabiskan separuh pertama hidupnya dalam kejahiliyahan. Ia hidup kurang lebih selama 65 tahun. Pada masa awal kehiudpannya tersebut ia tidak dikenal kecuali pernah menjadi wakil utusan wakil Quraisy ketika terjadi perang di antara kaumnya dengan suku lain. Umar berkembang dalam asuhan bapaknya yang berwatak keras dan berhati kasar. Umar dibebani tugas berat untuk mengembala unta dan kambing, dan bila dalam tugasnya

lalai ayahnya tidak segan memukulnya. 12

Ketika Nabi Muhammad SAW diangkat Allah Ta’ala sebagai Rasul-Nya yang terakhir untuk menyampaikan Islam kepada manusia, maka Umar termasuk yang paling sengit dalam memusuhi Islam dan kaum muslimin yang lemah menerima berbagai bentuk gangguan dan siksaan darinya. Maka ketika Allah menghendaki memberikan hidayah, Umar menyatakan keislamannya pada tahun ke-6 dari kenabian. Dan keislamannya tersebut memiliki pengaruh yang besar bagi kaum muslimin. Abdullah bi Mas’ud

berkata, “Kami selalu sangat mulia sejak Umar masuk Islam”. 13 Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ibnu Mas’ud berkata, “Sesungguhnya keislaman Umar adalah penakhlukan, hijrahnya kemenangan, dan kepemimpinannya rahmat”. 14

Umar telah menjalankan peranan besar dalam dakwah dan perjuangan Islam; berada di sisi Rasulullah sebagai pendukung dan penopangnya serta senantiasa hadir dalam peperangannya. Dan ketika Rasulullah wafat, beliau ridha kepada Umar dan memberinya kabar gembira dengan surga untuknya. Selanjutnya ketika Abu Bakar menjadi khalifah, maka Umar menjadi pilar penting untuk membantu dan memudahkan urusan kepemimpinannya. Abu Bakar selalu bermusyawarah dengan

12 DR. Jaribah, 2006. Ibid., hal. 17. dalam menjelsakan hal ini ia merujuk pada rujukan yang kuat yang mejelaskan tentang Umar bin Khathab seperti kitab Ibnu Sa’ad,

Ath-Thabaqat al-Kubra (3:201, 205); ath-Thabari, Tarikh al-Umam al-Muluk (5: 186-189); al- Baladziri, Ansab al-Asyraf (asy-Syaikhani), hal. 135; Ibnu Syabah, Akhbar al-Madinah (2: 219, 227), al-Hakim, al-Mustadrak (3: 86-87); Ibnu Qutaibah, al-Ma’arif, hal. 179 dan 180; Ibnu Jauzi, Manaqib Umar, hal. 16; Ibnu Hajar, al-Ishabah (4: 484, 486) dan Fathul Bari (7: 53); Mahmud Syakir, at-Tarikh al-Islam (3: 113-117); Ali ath-Thanthawi dan Najib ath- Thanthawi, Akhbar Umar, hal. 9-11; DR.. M. as-Sayyid al-Wakil, Jaulah at-Tarikhiyah fi Ashri al-Khulafa’ ar-Rasyidin , hal. 75; DR. Ghalib, Awlawiyat al-Faruq fi Idarah wa al-Qadha (1:31); dan DR. Akhram Dhiya’ al-Umari, Ashru al-Khilafah ar-Rasyidah, hal. 66.

13 Terdapat dalam al-Bukhari, ash-Shahih, hadits no. 3684; al-Hakim, al-Mustadrak (3: 90) sebagaiman dikutip DR. Jaribah, 2006. Ibid., hal. 24.

14 Terdapat dalam Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah (1: 369); dan Ibnu Hajar, Fathul Bari (7: 59) sebagaiman dikutip DR. Jaribah, 2006. Ibid., hal. 24.

Umar dalam masalah-masalah yang disampaikan kepadanya, dan Umar menjadi

pembantu dan penasihat terbaik. 15

Ketika Abu Bakar menghadapi kematiannya, dia mengangkat Umar sebagai Khalifah setelah bermusyawarah dengan para sahabat senior dan persetujuan mereka dalam hal ini. Umar melaksanakan tugas dalam kekhalifahan selama kurang lebih 10 tahun 6 bulan dan mampu merealisasikan hal-hal yang besar dalam masa tersebut. Secara umum, Kekhalifahan Umar telah menampakan politik yang stabil, keteguhan prinsip, kecemerlangan perencanaan; meletakkan berbagai sistem pengelolaan ekonomi dan manajemen yang penting; melaksanakan perluasan wilayah dan mengatur secara baik daerah-daerah baru yang dikuasai; menjaga kemaslahatan rakyat; menegakkan keadilan di setiap daerah dan terhadap semua manusia; melakukan koreksi terhadap para pejabat negara dan mencekah meraka mendzalimi rakyat; mengalahkan dua imperium besar Romawi dan Persia; menguasai Mesir, beberapa wilayah afrika dan lain-lain; membangun Kufah, Basrah dan Fustat menjadi kota yang maju; membagi wialyah dalam beberapa provinis sekaligus mengangkat gubernur, hakim, penagungjawab

Baitul Mal, dan petugas pajak bumi (kharaj). 16

Umar meninggal di bunuh oleh seorang Majusi, Abu Lu’luah seorang budak yang bergolak dalam hantinya api kedengkian terhadap Islam dan kaum Muslimin. Umar syahid dalam keadaan suci berwudhu dan mengimani kaum muslimin dalam shalat, ibadah yang paling dicintai Allah, dan disaksikan Malaikat, ditempat paling suci yaitu Mihrab Rasulullah. Dalam masa kritisnya, Khalifah Umar menunjukkan kesederhanaan, kebesaran dan tanggung-jawabnya sebagai seorang kepala pemerintahan. Beliau begitu peduli untuk menghitung hutangnya dan membebankan kepada putranya Abdullah bin Umar untuk membayarkannya. Selain itu beliau juga mewasiatkan khalifah setelahnya tentang rakyat, baik yang muslim maupun yang bukan (dzimmi), yang diperkotaan

maupun yang di perdesaan. 17

4.0 Tugas Negara dan Teori Keuangan Publik Islam Klasik

Komitmen pemerintah terhadap kepentingan rakyat begitu ditekankan pada masa Khalifah Umar. Hal ini tercermin diantaranya dari uraian tausiyah Khalifah Umar kepada Abu Musa, bahwa: “Sebaik-baik penguasa adalah yang dapat memakmurkan masyarakatnya. Sebaliknya, sejelek-jelek penguasa adalah yang menyengsarakan

masyarakatnya”. 18

15 Lihat Imam as-Suyuti, 2001. Tarikh al-Khulafa’, Edisi terj., Jakarta: Pustaka al- Kautsar, hal. 119-170. Lihat juga DR. Jaribah, 2006. Ibid., hal. 25.

16 Lihat Haikal, DR. Muhammad Husein, 2003. al-Faruq Umar, Edisi terj. Jakarta: Litera AntarNusa, hal. 635-685. Lihat juga Watt, 1990. Op., Cit., hal. 9 dan juga DR.

Jaribah, 2006. Ibid., hal. 25-26.

17 Lihat DR. Jaribah, 2006. Ibid., hal. 25 dan Haikal, 2003. Ibid, hal. 770-810.

18 Surat Umar bin Khattab kepada Abu Musa. Lihat M. Umer Chapra, “Negara Sejahtera Islami dan Peranannya di Bidang Ekonomi” , dalam Ainur R. Sophian (Ed), 1997.

Etika Ekonomi Politik; Elemen-elemen Strategis Pembangunan Masyarakat Islam , Surabaya: Risalah Gusti, hal. 27.

Tangung jawab negara dan teori keuangan publik telah mendapat perhatian besar dari para pemikir muslim klasik. Salah satu yang membahas cukup komprehensif untuk bahasan ini adalah Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M). Beliau sangat menekankan tentang tangungjawab penguasa, seperti yang tertuang dalam surat panjang beliau kepada Harun al Rasyid yang kemudian dikenal dengan “Kitab al Kharaj” yang berabad- abad dikenal oleh para ahli ekonomi sebagai canons of taxation. Terkait dengan sisi pendapatan negara beliau menekankan pajak yang wajar dan adil yaitu pajak tetap atas tanah yang diganti dengan retribusi atas hasil pertanian. Beliau menentang dengan keras atas pajak pertanian. Terkait pajak beliau juga menekankan tentang masalah kesangupan membayar, pemberian waktu longgar bagi pembayar pajak, dan adanya desentralisasi dalam pembuatan keputusan dalam administrasi pajak. Beliau adalah orang yang tulus dan baik hati dan sungguh-sungguh menginginkan terhapusnya penindasan, tegaknya keadilan dan terwujudnya kesejahteraan rakyat. Pada sisi pengeluaran negara beliau mendesak penguasa untuk memenuhi pelayanan publik (menjamin kebutuhan rakyat dan memenuhi kebutuhan pembangunan seperti; jembatan, dam, irigasi dan pelayaran untuk merangsang perekonomian). Pengeluaran ini adalah sebagai pengeluaran jangka panjang yang akan menopang sumber pendapatan untuk belanja negara. Menurut beliau negara memiliki peranan sangat penting untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dan mendorong keadilan dalam

hubungan antar manusia dalam pembangunan ekonomi. 19

Abu ‘Ubaid al-Qasim Ibnu Sallam (w. 224 H/838 M) juga merupakan pemikir muslim yang konsen dengan kuangan publik. Abu ‘Ubaid menyusun suatu ikhtisar tentang keuangan publik yang bisa dibandingkan dengan Kitab al-Kharaj Abu Yusuf. Kitab al- Amwal yang ditulis Abu Ubadi sangat kaya dengan sejarah materi ilmu hukum yang berkaitan dengan keuangan publik paling awal. Beliau mengupas dalam “Kitab al- Amwal” tentang keuangan negara yang terdiri dari: (a) Hak penguasa atas subyek, dan hak subyek atas pelayanan penguasa, (b) Jenis harta yang dikelola penguasa untuk kepentingan subyek, (c) Pengumpulan dan menyalurkan tiga jenis peneriman, yaitu : zakat (termasuk uhsr), seperlima rampasan perang dan harta peninggalan/terpendam, Fa’y termasuk kharaj, dan jizyah. Selain itu juga membahas; penemuan atas barang yang hilang, kekayaan yang ditinggalkan tanpa ahli waris, dll. Terkait dengan zakat isalnya, beliau berpendapat tidak ada batas tertinggi atas pembayaran zakat dan

penyalurannya. 20 Al-Mawardi (w. 450H/1058 M), dalam kitab Al-Ahkam Al-Sultaniyyah memaparkan

tentang pemerintahan dan administrasi negara dengan menjabarkan: (a) Kewajiban (duties) penguasa; (b) Penerimaan dan pengeluaran publik (public revenue and expenditure ); (c) Tanah publik (public lands) dan tanah umum (common lands); (d) Preogratif negara untuk menghibahkan tanah dan preogratif negara untuk mengawasi pasar (preogrative state’s); (e) Tugas dan fungsi muhtasib (duty of the muhtasib) dalam

19 Karim, 2006. Op., Cit., hal.14-16.

20 Adiwarman A. Karim (ed.), 2001. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: IIIT, hal. 1-10.

mengawai pasar, menjamin kebenaran timbangan dan ukuran, mencegah penyimpangan transaksi dagang dan pengrajin dari ketentuan syari’ah. 21

Iqbal dan Khan (2004) 22 secara khusus juga membahas peran ekonomi negara dan sumber-sumber pendapatan dan belanja publiknya. Dalam papernya secara atraktif dipaparkan konsep pendapatan dan belanja negara Islam masa klasik. Mereka memaparkan konsep belanja publik dimulai dengan membedah dari konsep al-Qur’an dan Hadits tentang peruntukan Zakat dan Ghanimah. Berikutnya dipaparkan pemikiran-pemikiran pemikir muslim klasik yang mebahas tentang tugas dan kewajiban negara seperti al-Mawardi, Abu Ya’la, al-Ghazali, al-Kasani, Abu Yusuf, al- Juwayni, Ibnu Taymiyah, dan Shah Waliullah al-Dihlawi. Merujuk dari sumber-sumber tersebut, dalam paper tersebut menyimpulkan dan mebuat klasifikasi pembelanjaan publik klasik sebagai berikut: (1) Pihak yang berhak atas zakat dan khums (seperlima dari ghanimah); (2) Bantuan (grants) untuk Individu, mencakup dana pensiun reguler, bantuan rangsum makanan (terkadang pakaian) bulanan dan bonus pada waktu tertentu. Tujuan dari bantuan ini adalah untuk menyediakan, (a) pelayanan militer, (b) pelayanan sipil, (c) hadiah untuk perbuatan yang baik, (d) pengakuan dan penghargaan, dan (e) membagi kemakmuran publik untuk mereduksi disparitas pendapatan.; (3) Perlengkapan dan instalasi militer; (4) Administrasi sipil termasuk untuk inspeksi pasar (hisbah); (5) Pembayaran kepada pihak luar untuk tujuan perdamaian dan pembebasan tawanan muslim; (6) Pembangunan fasilitas publik seperti rumah sakit, rumah singgah untuk orang yang dalam perjalanan, dan pos-pos penjagaan; (7) Pembangunan infrastruktur publik seperti pembangunan jalan, kanal, dam, reklamasi dan rehabilitasi tanah; (8) aktivitas untuk peningkatan kesejahteraan.

Sedangkan pendapatan publik klasik dalam teori keuangan Islam merujuk pada konsep al-Qur’an dan Sunnah serta praktik sejarah yang telah terjadi. Menurut al-Qur’an dan sunnah, terdapat lima sumber pembiayaan belanja publik, yaitu : Zakat, Khums, Fay’, Shadaqah , dan Pinjaman. Berikutnya perdasarkan praktik yang diterapkan para khalifah yang disetujui syariah terdapat tambahan: kharaj, jizyah (pajak dari non-Muslim), dan

’ushur (a trade tax). 23

5.0 Kondisi Politik, Sosial dan Ekonomi

Ketika Islam datang bangsa-bangsa Arab berada di antara dua imperium terbesar ketika itu: imperium Persia di timur dan imperium Romawi di barat. Dan bangsa Arab tidak memiliki pusat pemerintahan menyatukan dan mengatur mereka. Setiap suku mencerminkan kesatuan politik yang independen. Suku-suku bangsa arab saling bermusuhan, saling melakukan perampasan, dan berperang berlaur-larut karena hal yang sanagt remeh. Di bagian timur laut jazirah Arab, kerajaan Persia menopang kerajaan al-Hirah dari sebagian suku Arab yang bertetangga dengan imperium Persia. Sedangkan disisi lain, Romawi mendukung kerajaan al-

21 Ibid.

22 Iqbal, Munawar and Khan, Tariqullah, 2004. Financing Public Expenditure: An

Islamic Perspective , Jeddah: IRTI-IDB, hal. 15-19.

23 Ibid.

Ghasasanah di bagian barat laut jazirah Arab. Dua kerajaan ini menjadi pelayan penting bagi kepentingan dua imperium tersebut, sekaligus mengamankan wilayah dari serangan suku-suku baduwi, serta menjadi tameng dari serangan mendadak dari pihak imperium yang lain. Adapun Yaman masih berada dibawah kekuasaan

Persia. 24 Ketika Islam datang, ia berusaha menyatukan bangsa Arab dibawah bendera tauhid,

dan Rasulullah SAW membentuk negara Islam di Madinah, yang wilayahnya semakin melebar sedikit demi sedikit. Ketika Rasulullah wafat. Jazirah arab telah beada dalam kekuasaan negara Islam terbentang hingga kawasan jazirah Arab. Dan setelah wafatnya Rasulullah, Abu Bakar sebagai khalifah mengahadapi berbagai destabilitias politik yang terjadi dalam kawasan tersebut. Abu Bakar harus berkonsentrasi untuk memerangi orang-orang yang mengaku Nabi, orang-orang murtad, dan pemboikot zakat. Kemudian Abu Bakar juga mulai menggerakan pasukan untuk mulai menguasai wilayah-wilayah Persia dan Romawi. Berikutnya

setelah dua tahun memimpin, Abu Bakar wafat dan digantikan Umar bin Khathab. 25 Pada masa awal Kekhalifahan Umar (12 H/634 H) ditandai dengan penggerahan

pasukan-pasukan besar laskar penyerbu yang berhamburan keluar dari Arabia ke arah barat memasuki Suriah dan timur laut ke Irak; dan segera juga mereka menyerbu dari Suriah ke Mesir. Pengerahan pasukan besar ini sudah dimulai pada akhir masa Khalifah Abu Bakar. Begitu keluar dari Arabia pasukan kaum Muslimin mendapati diri mereka berada dalam kekosongan kekuasaan. Kemaharajaan-kemaharajaan Persia den Bizantium sudah kehabisan napas setelah serangkaian peperangan panjang diantara

keduanya. 26 Menurut Marsahll Hudgson, peperangan yang panjang dan besar terakhir antara kekaisaran Romawi dan Sasanian yang kemudian menyebabkan kekuatan-kekuatan dari keduanya sungguh-sungguh terkuras habis terjadi pada

tahun 603-628 M. 27 Di Irak kemenangan pasukan Khalifah Umar terhadap tentara Persia di Qadisiah

sekitar tahun 637 M menyebabkan jatuhnya ibukota Seleucia-Ctesiphon (dalam bahas arab al-Mada’in) , dan mengakhiri perlawanan terorganisir kemaharajaan Persia secara keseluruhan. Pasukan Khalifah Umar pun bisa menduduki Irak dan Persia begitu setelah mereka mendapat kekuatan cukup untuk menangani situasi dalam tiap taklukan baru, dan tetap berusaha mempertahankan kedudukan mereka di wilayah yang sudah dikuasai. Berikutnya Mosul di utara Irak dicapai tahun 641, dan pada waktu yang same dua pasukan besar bergerak di dataran tengah Persia. Di Suriah orang-orang Bizantium memberikan perlawanan gigih, tetapi setelah beberapa pertempuran kecil mereka dikalahkan di sungai Yarmuk pada tahun 636 M sehingga pasukan Khalifah Umar bisa maju ke Taurus tanpa banyak kesukaran. Setelah menyerahnya Jerusalem tahun 638 den Caesarea tahun 641 keseluruhan

24 Lihat DR. Jaribah, 2006. Ibid., hal. 29-30.

25 Lihat juga DR. Jaribah, 2006. Ibid., hal. 30-31.

26 Lihat Watt, 1990. Op., Cit., hal. 9.

27 Lihat Hudgson, Marsahll G. S., 2002. The Venture of Islam; Conscience and History in a World Civilization , Edisi terj. Buku Pertama, Jakarta: Paramadina, hal. 180.

Suriah den Palestina berada di bawah kekuasaan Khalifah Umar. Selain itu pasukan lainnya telah memasuki Mesir dan mencapai Heliopolis, den sebelum akhir tahun 641 gubernur Bizantium telah menandatangani suatu perjanjian dan menyerahkan propinsi tersebut, termasuk ibukota Alexandria kepada Khalifah Umar. Sehingga menjelang Khalifah Umar wafat pada tahun 644 M, negara Islam telah meliputi Persia barat, seluruh Irak, Suriah dan Mesir selatan dan sebagian pantai Afrika Utara ke arah Cyrenacia. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat besar, karena terjadi hanya dalam masa duapuluh tahun setelah perang Badar di mana waktu itu Rasulullah hanya

berjuang dengan tiga ratusan orang. 28

Di dalam bangsa Arab terdapat beberapa kelas masyarakat. Kelas bangsawan sangat diunggulkan, diprioritaskan dan dihormati. Mereka medapatkan kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan kelas masyarakat yang rendah dan tingkatan orang- orang jelata dan awam. Secara umum kondisi sosial bangsa Arab pada masa jahiliyah dalam kondisi yang buruk, lemah dan picik. Sebab kebodohan meretas ke permukaan dan khurafat melekat dalam kehidupan mereka. Manusia laksana seperti hewan, wanita diperjual-belikan dan diwarisi seperti barang atau hewan, khamar dan perjudian menjadi tradisi masyarakat yang meluas, dan perzinahan menjadi adat kebiasaan. Ketika Islam datang, maka ia membina akhlaq bangsa Arab, menjadikan akhlak mulia sebagai kebiasaan baru, dan melarang dari akhlak yang hina. Islam yang telah ditanamkan oleh Rasulullah SAW memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap

akhlak bangsa Arab. 29

Ketika Khalifah Umar memimpin, kehidupan sosial amasyarakat bangsa Arab mngalami bukan hanya perkembangan, tetapi menurut DR. Haekal lebih tepat disebut

sebagai “lompatan yang tidak ada bandingannya dalam sjearah”. 30 Dalam waktu kurang dari 20 tahun bangsa Arab mengalami perubahan besar dari masyarakat paganisme menjadi masyarakay yang berperadapan dengan nilai-nilai Islam, dari kabilah-kabilah dan kelompok-kelompok yang tercerai berai menjadi masyarakat yang bersatu padu dalam sebuah imperium yang besar, menggabungkan kekuasaan Persia dan Romawi. Mereka mengalami transformasi budaya dari masyarakat badui dan pedalaman padang pasir dengan kehidupan yang keras dan kasar menjadi kehidupan yang makmur dan bersentuhan dengan kemajuan peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam masa Khalifah Umar, ribuan bahkan ratusan ribu penduduk pedalaman pindah ke kota-kota di Syam, memilih tinggal didaerah pertamanan dan perkebunan di Damsyik, Hims, Kinnasrin, Mada’in, Kufah, Basrah dan kota-kota lain yang maju dan padat. Mereka bersentuhan dengan gedung, industri dan wilayah-wilayah yang subur seperti di Iskandariah, di Memphis, di Thebes dan tempat-tempat lain di Mesir. Mereka juga mulai hidup dalam kondisi yang lebih sejahtera dan mulai hidup enak dari berbagai tunjangan dari pendapatan negara yang semakin besar. Mereka juga bersentuhan dengan budaya-budaya lain, bertemu dengan peninggalan-peninggalan

28 Lihat Watt, 1990. Op., Cit., hal. 9.

29 Al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman, 2002. Ar-Rahiqul-Makhtum, Bahtsum fis-Sirah an-Nabawiyah ala Shahibiha Afdhalis-Shalati was-Salam , Edisi terj., Jakarta: Pustaka al-

Kautsar, hal. 59-62. dan lihat juga DR. Jaribah, 2006. Op., Cit., hal. 33-34.

30 Haikal, 2003. Op., Cit., hal. 686-729.

seni yang indah, kuil-kuil dan perkuburan-perkuburan Romawi, patung-patung yang diukir indah, dan gereja-geraja dengan lukisan yang indah. Mereka juga mulai belajar berbagai ilmu pengetahuan baru yang sudah dikembangkan oleh masing-masing

peradaban sebelumnya. 31

Aktifitas ekonomi yang dilakukan bangsa Arab sebelum Islam, amat sangat sederhan dan terbatas. Dimana aktifitas mayoritas penduduk jazirah Arab adalah mengembala dan beternak binatang. Sedangkan aktifitas ekonomi selebihnya sangat aktif di sebagian daerah dan bagi komunitas tertentu dengan ciri aktifitasnya yang sederhana dan dalam tingkat permulaan. Mayoritas aktifitas perdagangan bangsa Arab adalah di perkotaan, dan mereka memiliki pasar musiman, salah satu diantaranya pasar dibuka pada musim haji. Salah satu kelompok yang aktif dalam perdagangan adalah suku Quraisy, dan mereka menjadi kaya dari aktifitas perdagangan tersebut. Aktifitas pertanian terdapat di sebagian daerah yang subur seperti Yaman, Thaif, daerah utara dan sebagian lahan di Hijaz dan pertengahan jazirah. Madinah juga merupakan daerah pertanian penting, dengan kurma, gandum dan beberapa buah-buahan sebagai hasil pertaniannya. Hasil pertanian tersebut seringkali tidak mencukupi kebutuhan, sehingga harus dilakukan impor, biasanya dari Syam. Mereka melakukan aktifitas pertanian masih dengan sarana konvensional dan sederhana. Kegiatan industri merupakan aktifitas ekonomi yang paling lemah dan paling sedikit peranannya. Mayoritas aktivitas industri adalah profesi sederhana yang pada umumnya dijalankan oleh para budak dan orang-orang Yahudi. Dianatara profesi yang sangat menonjol adalah tukang besi, tukang kayu, pertenunan,

dan pembuatan senjata. 32

Pada masa Khalifa Umar, aktifitas ekonomi tersebut semakin menguat dengan semakin luasnya hubungan antar daerah dengan berbagai keunggulan ekonomi masing-masing. Selain itu aktifitas ekonomi pertanian juga berkembang pesat, karena menetapkan pajak yang lebih ringan. Khalifah menerapkan pajak tanah satu qafiz gandum atau barley ditambah satu dirham untuk dikenakan atas setiap jarib tanah yang diolah maupun tidak diolah yang dapat dilalui irigasi air. Dengan asumsi bahwa setiap qafiz dari gandum senilai tiga dirham dan barley dihargai satu dirham. Hal ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan apa yang sudah dipungut oleh kekaisaran Persia yang

menetapkan pajak tanah sebesar dua puluh tujuh dirham. 33

Selain itu Khalifah Umar dalam memperlakukan tanah-tanah takhlukan tidak serta- merta membagi-bagikannya kepada kaum Muslimin, tetapi membiarkanya tetap pada pemilik sebelumnya dengan syarat bersedia membatar kharaj dan jizyah. Selain itu Khalifah juga menerapkan kebijakan bahwa tanah-tanah yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya dapat diambil alih oleh negara dengan memberikan ganti rugi yang

secukupnya. 34 Kebijakan tersebut secara keseluruhan mendorong aktivitas dan seluruh potensi ekonomi menjadi optimal dan juga mengamankan penerimaan negara. Hal ini t

31 Ibid., hal. 707-709.

32 lihat DR. Jaribah, 2006. Op., Cit., hal. 31-33.

33 Lihat As-Sadr, 1989. dalam Karim, 2006. Ibid. hal. 109..

34 Ra’ana, Irfan Mahmud, 1997. Economic System Under Umar The Great, Edisi terj. Jakarta: Pustaka Firdaus, hal. 34-39.

terbukti sangat bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk. Selain itu sektor ekonomi negara pada masa Khalifah Umar berkembang dengan baik, sehingga keuangan negara berperan besar dalam keseluruhan perekonomian, terutama untuk menjaga pemenuhan kebutuhan masyarakat dan meminimalkan kesenjangan ekonomi.

6.0 Kebijakan Fiskal untuk Optimalisasi Pendapatan Negara

Pada masa pemerintahan Umar bin Khathab yang berlangsung selama sepuluh tahun (12-22 H/634-644 M) banyak melakukan perluasan wilayah sehingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab, sebagian wilayah Romawi (Syria, Palestina, dan Mesir), serta

seluruh wilayah Persia, termasuk didalamnya Irak. 35 Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat Umar bin Khathab segera merubah sistem administrasi negara dengan mencontoh Persia. Administrasi pemerintah dibagi menjadi delapan provinsi: Mekah,

Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir. 36 Perubahan ini dilakukan Umar atas saran dari Homozan, seorang tahanan Persia yang kemudian masuk Islam dan menetap di Madinah. Dialah yang telah memberikan penjelasan kepada Umar

tentang sistem Administrasi yang telah dipraktikan dengan baik oleh raja Sasanian. 37 Dalam rangka menjaga dan mengelola pendapatan negara, Khalifah Umar telah

melakukan banyak kebijakan penting. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mengoptimalkan pendapatan negara tetapi tetap mendorong agar tidk menyebabkan kelesuan ekonomi, bahkan semakin meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu juga diterapkan sistem pengelolaan yang transparan dan akuntabel sebagai bentuk tangungjawab yang besar dari pemerintah. Beberapa kebijakan penting khalifah Umar berkaitan dengan pendapatan negara tersebut dijelaskan pada bagian berikut.

6.1 Penataan Sistem Administrasi Keuangan dan Baitul Mal

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar, pendapatan negara mengalami peningkatan yang sangat besar. Oleh karenanya, hal ini kemudian mendapatkan perhatian yang serius agar pengelolaan dan pemanfaatannya dapat dijalankan secara benar, efektif dan efisien. Setelah melakukan syuro (musyawarah) dengan para sahabat terkemuka, Khalifah Umar mengambil keputusan untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus, tetapi dikeluarkan sesuai prioritas kebutuhan belanja negara, bahkan sebagian dana juga dicadangkan. Baitul Mal yang telah didirikan pada masa Nabi dan telah dilanjutkan oleh Abu Bakar, kemudian dikembangkan oleh sistem dan fungsinya pada masa pemerintahan Umar bin Khathab sehingga menjadi lembaga yang bersifat permanen dan berfungsi secara reguler. Pembangunan dan pembenahan institusi Baitul Mal dengan sistem administrasi yang tertata rapi dan baik merupakan kontibusi

35 Sabzwari, M. A., 1985. ”Economic and Fiscal During Khilafat E-Rashida”, Karachi: Journal of Islamic Banking and Finance, Vol.2, No.4, hal.49-66. dalam Karim, Adiwarman

A., 2006. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Edisi ketiga, Jakarta: Rajawali Press. hal. 58.

36 Yatim, Badri, 1994. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hal.

37 As-Sadr, Kadim, 1989. dalam Karim, 2006. Op., Cit., hal. 100.

terbesar yang diberikan oleh Khalifah Umar bin Khathab kepada dunia Islam dan kaum Muslimin. 38

Selain itu Baitul Mal lokal juga didirikan diberbagai distrik dan provinsi. Sehingga dalam masa khalifah Umar, sistem administrasi lebih berkembang dan negara memiliki

Batiul Mal pusat dan lokal. 39 Bangunan Baitul Mal pusat didirikan pertama masa Umar pada tahun 16 H (638 M) berada di Ibu Kota Negara, Madinah dan Baitul Mal lokal kemudian juga didirkan di masing-masing Ibu Kota Provinsi. Untuk mengelola lembaga tersebut Khalifah Umar mengangkat Abdullah bin Irqam sebagai bendahara negara

bersama dengan Abdurrahman bin Ubaid al-Qari dan Muayqab sebagai wakilnya. 40 Dalam catatan sejarah, pembenahan sistem manajemen Baitul Mal tersebut dilatar-

belakangi oleh besarnya setoran pajak al-kharaj oleh Abu Hurairah, Gubernur Bahrain yang mencapai 500.000 dirham tahun 16 H. Selain itu, setelah penakhlukan Syiria, Irak dan Mesir pendapatan Baitul Mal meningkat signifikan, dimana kharaj dari Irak mencapai 100 juta dinar dan dari Mesir 2 juta dinar. Hal inilah yang kemudian mendorong Khalifah Umar untuk melakukan syuro dengan para sahabat terkemuka sehingga mendapatkan keputusan untuk tidak mendistribusikan penerimaan tersebut, tetapi dijadikan sebagai cadangan untuk keperluan darurat, pembayaran gaji bagi

tentara maupun berbagai kebutuhan umat lainnya. 41 Bahkan ketika ibu kota Persia, Cteshipon dikuasai oleh pasukan Sa’ad bin Abi Waqqash tahun 637 M, harta yang diperoleh diperkirakan mencapai 5 milyar dirham. Dimana seperlima harta yang dikirm ke Madinah meliputi segala macam permata yakut, zamrud, berlian, emas, dan perak. Demikian juga ketika ‘Amr bin Ash menguasi mesir melalui perjanjian Iskandariah, ia memberikan laporan kepada Khalifah Umar telah mendapatkan 4.000 vila, 4.000 pemandian, 40.000 pajak dari orang Yahudi, dan 400 tempat hiburan para bangsawan. Selain itu dalam perjanjian damai tersebut disepakati adanya pembayaran jizyah bagi setiap laki-laki sebesar 2 dinar, dan setelah dihitung mereka yang terkena kewajiban

untuk membayar kharaj ini mencapai 600.000 orang. 42

Apabila penerimaan-penerimaan tersebut kita coba kurs-kan dengan nilai Rupiah agar didapatkan gambaran yang lebih jelas, maka penerimaan tersebut dapat di lihat pada tabel 1. Jumlah itu tentu sangat besar bila kita bandingkan dengan skala kegiatan ekonomi masyarakat dan jumlah penduduk pada masa itu.

38 Sabzwari, 1985. dalam Karim, 2006. Ibid., hal. 59. bandingkan dengan Haikal, 2003. Op., Cit., hal. 673.

39 As-Sadr, 1989. dalam Karim, 2006. Ibid. hal. 101.

40 Sabzwari, 1985. dalam Karim, 2006. Ibid, hal. 60.

41 Sabzwari, 1985. dalamKarim, 2006. Ibid, hal. 60.

42 Terdapat dalam at-Thabari, jilid I, hal. 2436; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jilid II, hal 400; dan Ibnu Abdul al-Hakam, hal.82. sebagaimana dikutip oleh Philip K.

Hitti, 2006. History of The Arabs; From Earlies Times to the Present, Edisi terj., Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, hal. 195 & 204. Lebih rinci tentang banyaknya kekayaan dari penakhlukan istana Persia dan wilayah Mesir ini dijelaskan secara menarik oleh Haikal, 2003. Op., Cit., hal. 236-240 dan 589-596.

Tabel 1 Beberapa Penerimaan Besar Masa Umar bin Khathab

Nilai Total (Rp) Bahrain

Provinsi

Penerimaan

Kurs Rp.

1.700.000.000.000 Ket.: Kurs sekarang merujuk pada kurs dinar (Rp. 850 ribu) dan dirham (Rp. 30 ribu), awal Maret 2007.

Sumber: Diadaptasi dari Sabzwari, 1985; Karim, 2006.

Pada masa Khalifah Umar, Baitul Mal berfungsi sebagai pelaksana kebijakan fiskal negara dan Khalifah dalam hal ini merupakan pihak yang bertangungjawab secara penuh atas harta Baitul Mal. Namun demikian Khalifah tidak diperbolehkan menggunakan harta Baitul Mal untuk kepentingan pribadi. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan Umar dan Keluarga, maka diberikan tunjangan tetap sebesar 5.000 driham, dua stel pakaian (masing-masing untuk musim dingin dan panas) serta seekor binatang

tunggangan untuk menunaikan ibadah haji. 43

Khalifah Umar telah membuat keputusan dan ketetapan bahwa pihak eksekutif tidak boleh melakukan intervensi atau turut campur yang tidak dibenarkan dalam mengelola harta Baitul Mal. Dengan demikian, ditingkat provinsi, pejabat yang bertangungjawab atas Baitul Mal tidak bergantung kepada gubernur dan mereka memiliki otoritas penuh dalam melaksanakan tugasnya serta bertangungjawab langsung kepada pemerintah

pusat. 44 Selain itu dalam hal pendistribusian harta Baitul Mal, para pejabat Baitul Mal tidak

memiliki wewenang dalam membuat keputusan atas harta Baitul Mal yang bersumber dari Zakat dan Ushr. Sebab kekayaan negara tersebut prinsip-prinsip belanjanya telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan Hadits yang ditujukan untuk golongan tertentu. Harta Baitul Mal merupakan harta kaum Muslimin, sedangkan Khalifah dan para Amil hanya pemegang amanah. Dengan demikian, negara bertangung jawab untuk mendistribusi- kan sesuai dengan peruntukannya, yaitu: menyediakan makanan bagi para janda, anak- anak yatim, serta anak-anak terlantar; membiayai penguburan penduduk miskin; membayar utang penduduk yang bangkrut; membayar diyat untuk kasus-kasus tertentu; serta memberikan pinjaman tanpa bunga untuk tujuan komersial (seperti kasus Hind binti Ataba). Selain itu juga menyediakan pinjaman tanpa bunga bagi yang membutuhkan qardul hasan, dalam hal ini Umar pernah meminjam sejumlah kecil uang

untuk keperluan pribadinya. 45

Bersamaan dengan reorganisasi lembaga Baitul Mal, sekaligus sebagai perealisasian salah satu fungsi dari negara Islam, yaitu jaminan sosial, Khalifah Umar membentuk

sistem Diwan yang mulai dipraktikan untuk petama kalinya pada tahun 20 H (642 M). 46 Diwan ini dari bahasa Persia yang sudah diarabkan, yang berarti lembaran-lembaran,

43 Sabzwari, 1985. dalam Karim, 2006. Ibid, hal. 60.

44 Ra’ana, 1997. Op., Cit., hal. 152-153.

45 Sabzwari, 1985. dalam Karim, 2006. Ibid, hal. 61.

46 Pendapat terkuat menurut Ra’ana, 1997. Op., Cit., hal 155.

tempat mencatat nama tokoh-tokoh militer dan mereka mendapat tunjdangan wajib. Arti kosakata ini kemudian mengalami perkembangan, dan diapaki untuk tempat menyimpan aarsip dan dokumen negara, kemudian dipakai untuk tempat-tempat petugas yang menangani arsip-arsip itu, juga untuk nama arsip itu sendiri. Diwan ini pada masa Khalifa Umar merupakan kantor registrasi yang mencatat dan menghitung orang-orang dari kalangan militer dan yang lain yang harus mendapat tunjangan, dan

disetiap nama tunjangan orang bersangkutan disebutkan. 47

Diwan ini mulai beroprasi ketika Khalifah Umar menunjuk sebuah komite nassab (pengidentifikasi keturunan) yang terdiri dari Aqil bin Abi Thalib, Mahzamah bin Naufal dan Jabar bin Mu’tim untuk membuat laporan sensus penduduk sesuai dengan

tingkat kepentingan dan golongannya. 48 Sehingga dengan komite ini proses sensus terhadap kaum Muslimin yang telah dijalankan pada akhir masa pemerintahan Nabi yang belum terselesaikan dapat diselesaikan pada masa pemerintahan Khalifah Umar. 49

Dalam laporan sensus tersebut disusun secara berurutan dimulai dari penduduk yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah SAW., para sahabat yang ikut berperang dalam perang Badar dan Uhud, para peserta hijrah ke Abysinia dan Madinah, para pejuang Qadhisiyah, dan seterusnya. Selain itu kaum wanita, anak-anak

dan para budak juga mendapat tunjangan sosial. 50 Jumlah tunjangan-tunjangan yang diberikan pada masa Khalifah Umar dapat dikatakan cukup cukup besar terlebih bila kita bandingkan dengan sekala aktivitas dan kebutuhan ekonomi masyarakat masa itu

(akan dibahas lebih jauh pada bagian belanja negara). 51

Selain itu untuk pendistribusian harta Baitul Mal, Khalifah Umar mendirikan beberapa departemen yang dianggap penting, seperti: 52 (1) Departemen Pelayanan Militer, yang berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada yang terlibat dalam peperangan. Untuk kelompok ini besarnya dana bantuan disesuaikan dengan jumlah tanggungan keluarga setiap penerima dana. (2) Departemen Kehakiman dan Eksekutif, yang bertangung jawab untuk melakukan penggajian terhadap para hakim dan pejabat eksekutif. Sistem penggajian untuk kelompok ini pada masa Umar didasarkan pada dua hal; (a) gaji yang diterima harus mencukupi kebutuhan keluarga dalam rangka menghindari praktik suap dan (b) jumlah gaji yang diberikan sama atau berbeda dalam batas-batas wajar. (3) Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam, untuk mendistribusikan dana bantuan bagi pengembangan keilmuan dan penyebaran agama Islam, seperti untuk para Guru dan Da’i beserta keluarganya. Dan (4) Departemen Jaminan Sosial yang berfungsi untuk mendistribusikan bantuan kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

47 Haikal, 2003. Op., Cit., hal. 675.

48 Ra’ana, 1997. Op., Cit., hal. 156. lihat juga Haikal, 2003. Ibid., hal. 673.

49 As-Sadr, 1989. dalam Karim, 2006. Op., Cit., hal. 101.

50 Sabzwari, 1985. dalam Karim, 2006. Ibid, hal. 63.

51 Lihat rincian tunjangan dalam Haikal, 2003. Op., Cit., hal. 677 dan Sabzwari, 1985. dalam Karim, 2006. Ibid., hal. 64.

52 Afzalurrahman, 1995. Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2, Yogyakarta: Dhana Bakti Wakaf, hal. 169-173.

6.2 Reformasi Sistem Kepemilikan dan Perpajakan

Pada masa Khalifah Umar, wilayah kekuasaan Islam semakin meluas dengan banyaknya wilayah-wilayah yang ditakhlukan, baik melalui peperangan maupun secara damai. Hal ini kemudian menimbulkan permasalahan baru, diantaranya adalah kebijakan negara terhadap status kepemilikan tanah-tanah takhlukan tersebut. Sehigga dalam masalah ini meuncul dua pendapat yang berbeda. Para tentara dan sahabat terkemuka menuntut agar tanah dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam peperangan sebagaimana selama ini sudah biasa diterapkan pada masa Rasulullah dan Khalifah Abu Bakar. Tetapi selain pendapat tersebut ada pendapat berbeda, salah satunya adalah Muadz bin Jabal yang menyatakan pendapatnya kepada Umar: “Apabila engkau membagikan tanah tersebut, hasilnya tidak akan menggembirakan. Bagian yang bagus akan menjadi milik mereka yang tidak lama lagi akan meninggal dunia dan keseluruhannya akan menjadi milik seseorang saja. Ketika generasi selanjutnya datang dan mereka mempertahankan Islam dengan sangat berani namun mereka tidak akan menemukan apapun yang tersisa. Oleh karena itu, carilah sebuah rencana baik dan tepat untuk mereka yang datang pertama dan yang akan datang kemudian”. Umar mengambil sikap sesuai dengan saran Muadz tersebut. Dalam perjalanan ke Palestina dan Syiria, ia mengadakan pertemuan dengan para panglima militer dan pemimpin pasukan di Djabiya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Setelah melalui perdebatan yang panjang dan didukung sejumlah sahabat lainnya Khalifah Umar memutuskan untuk memperlakukan tanah tersebut sebagai fai’ (dimiliki

negara), dan prinsip yang sama diadopsi untuk kasus-kasus yang akan datang. 53 Khalifah Umar dalam memperlakukan tanah-tanah takhlukan tidak serta-merta

membagi-bagikannya kepada kaum Muslimin, tetapi membiarkanya tetap pada pemilik sebelumnya dengan syarat bersedia membatar kharaj dan jizyah. Khalifah memiliki argumentasi bahwa penakhlukan yang dilakukan pada masa pemerintahnnya meliputi tanah yang sedemikian luas sehingga apabila dibagi-bagikan dengan model masa Rasulullah dan Abu Bakar akan melahirkan praktik tuan tanah. Dan hal ini tentu akan berakibat kurang baik dalam keseleuruhan sistem ekonomi, karena orang Arab bukanlah ahli dalam pertanian. Menurutnya bila hal tersebut dilakukan, yaitu membagi-bagikan tanah kepada yang bukan ahlinya sama dengan perampasan hak-hak publik. Selain itu Khalifah juga menerapkan kebijakan bahwa tanah-tanah yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya dapat diambil alaih oleh negara dengan memberikan

ganti rugi yang secukupnya. 54 Kebijakan ini tentunya dimaksudkan untuk mendrorong aktivitas dan seluruh potensi ekonomi tetap optimal dan juga mengamankan penerimaan negara. Hal ini tenyata kemudian terbukti sangat bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Pada masa Khalifah Umar, sumber pemasukan pajak al-kharaj utama berasal dari daerah-daerah bekas kekuasaan Romawi dan Persia. Untuk melakukan hal ini Khalifah

53 Sabzwari, 1985. dalam Karim, 2006. Ibid., hal. 65-66. Lihat juga untuk pembahasan tentang ijtihad Umar sehingga diterima oleh semua sahabat terkemuka