NILAI-NILAI BUDAYA DALAM TIGA CERITA RAKYAT TOLAKI (PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA)

Nilai Etika (etis) dan Moral

Nilai etika adalah nilai yang berhubungan dengan sesama manusia terhadap kebaikan dan kesusilaan atau mengenai hal yang baik dan buruk terhadap tingkah laku manusia. Nilai etika menyangkut nilai-nilai yang meliputi: nilai teguh pendirian, bijaksana, rendah hati, sopan dan santun, cinta dan empati, dan kasih sayang.

Nilai Teguh Pendirian

Nilai keteguhan merupakan kekuatan atau ketetapan hati, iman, dan niat yang tidak dapat digoyahkan dalam keadaan apapun. Adanya nilai keteguhan dapat dilihat pada kutipan berikut. Saamateno’ikaa kongga owose, ilakono Dalo-Dalo meparamesi nggolakoto’ona te’eni Anawai Mbinasabu, iamo leesu. Dalo-Dalo lako, hi akaa saru aupe’eka ikeni laha panggu. Totaha Dalo- Dalo kiokiunggu ka’asi pe’eka, inggo’o tina inakukihae langgai. Te’eni Anawai Mbinasabu maakioki ie Dalo- Dalo pe’elakaa. Totaha Dalo-Dalo kioki nebu’upu’u tie kakupe’ela akutosaru lako.

Terjemahan Setelah burung elang raksasa itu mati, pamitlah Putra Bungsu untuk berangkat dari tempat itu. Akan tetapi, Anawai melarangnya dan langsung mengajaknya naik ke atas tempat tinggalnya. Tetapi Putra Bungsu menolak mati-matian dengan alasan bahwa anawai adalah perempuan sedangkan ia adalah laki- laki. “Tidak! Kamu harus naik.” Akan tetapi, Putra Bungsu tetap bertahan dan berangkatlah ia. Berdasarkan cerita tersebut nilai keteguhan dapat dilihat pada tokoh Putra Bungsu yang

meneguhkan hatinya agar tidak tergoyahkan oleh ajakan Anawai untuk naik ke atas tempat tinggalnya karena Putra Bungsu adalah seorang laki-laki dan Anawai seorang perempuan.

Pada dasarnya, dari zaman animisme hingga zaman modernisasi dan dalam setiap kepercayaan manusia, kaum laki-laki yang belum menikah tidak dibolehkan untuk bertemu dengan perempuan yang belum menikah pula. Hal tersebut dilakukan oleh Putra Bungsu ketika Anawai mengajaknya masuk ke dalam rumah Anawai.

Selanjutnya, nilai keteguhan hati ada pada kutipan berikut. Lakono leu tumotambe’i Mokole tumara baisano. Anoleumokombereu-rahu’i. Maie i tohae tineku rahakono Mokole, norembenggena rai-rairo. Lau- launo sumuko’i Anawai, himbe’ito ona nggiro’o nggorapumu. Mbaakoai rote’eni torotambi, nolanggai mosaa, hawoenggua, maamokokondoi tatoari moko kondo’i. Te’eni Anawai ina’undokaa kiiki’i laalaa mesisiako sisi anonggaenggu. Maie’ito nggitu’o.

Terjemahan Sang raja pergi bertanya kepada putrinya, “Hai Anawai, yang manakah calon menantu saya dan calon suamimu? Mengapa laki-laki yang sedang duduk di sana semua sama mukanya dan gagah sekali? Mungkin ini laki- laki yang lain.” Anawai menyambung pembicaraan ayahnya bahwa calon menantu ayahnya itu ialah laki-laki yang duduk di tengah. Untuk meyakinkan kebenarannya, Anawai meminta ayahnya untuk melihat jari manis laki-laki itu karena di sana terdapat cincinnya. Adanya nilai keteguhan ketika Anawai ditanya oleh Sang Raja, laki-laki mana yang akan

menjadi calon menantu dan calon suaminya karena semua laki-laki yang duduk memilki wajah yang sama dan Sang Raja sulit membedakan. Karena adanya keteguhan hati Anawai, ia tidak terpengaruh oleh wajah yang sama. Ia mengetahui calon suaminya sedang duduk di tengah dan memakai cincin pemberiannya.

Keteguhan hati bukan hanya ada pada pemilihan calon pasangan hidup, tetapi setiap kegiatan yang akan kita lakukan dalam kehidupan maka harus memiliki keteguhan hati yang baik, agar sesuatu yang kita kerjakan dapat bernilai. Nilai keteguhan hati susah untuk dibuktikan, karena keteguhan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya adanya perkembangan dunia yang semakin modern Keteguhan hati bukan hanya ada pada pemilihan calon pasangan hidup, tetapi setiap kegiatan yang akan kita lakukan dalam kehidupan maka harus memiliki keteguhan hati yang baik, agar sesuatu yang kita kerjakan dapat bernilai. Nilai keteguhan hati susah untuk dibuktikan, karena keteguhan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya adanya perkembangan dunia yang semakin modern

Nilai Kesopanan

Nilai kesopanan merupakan budi pekerti yang baik, tata krama, dan menyangkut nilai kesusilaan. Dalam kehidupan sangat diperlukan nilai kesopanan karena dalam berinteraksi dengan orang lain sifat sopan ini merupakan penentu kebaikan seseorang dalam hidup bermasyarakat. Seseorang yang memiliki perilaku sopan akan dekat dengan kebaikan. Di dalam penelitian ini nilai kesopanan dan nilai kebaikan sangat sulit dibedakan. Nilai kebaikan merupakan sesuatu yang dianggap baik menurut sistem norma dan pandangan umum yang berlaku. Seseorang yang berlaku baik apabila menuturkan kata-kata selalu mengandung kebenaran bukan kebohongan, perkataannya bermanfaat, dan menuturkan kata-kata selalu tepat pada sasarannya dalam hal ini tidak berbicara sembarangan.

Adanya nilai kesopanan dan kebaikan dapat dilihat pada kutipan berikut ketika Linggoro Wua Tade Owoso bertamu ke rumah Usu-Usu Baluta. Leu ito ona mowule keheero usu- usu baluta tutu bate nanasi saariro mowila me’ine-ineripi lakonoto Linggoro Wua Tade Owoso mombepe keno mondulura te’eni nowono kuri sambee, kadu’i momahano lipu ipasi kambo ipamba tahi manasa ku’ene’i owose mbaralu’i ku onggo moolipu keno meunenggambo.

Terjemahan Sesudah mereka duduk di atas tikar permadani, datanglah Usu-Usu Baluta membawa rokok dan sirih pinang. Setelah mereka makan sirih dan merokok, berkelakarlah kedua tamu dan keluarga Usu-Usu Baluta.sementara berbicaralah sindir menyindir, Linggoro Wua Tade Owoso memperbaiki tempat duduknya untuk menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan mereka. Berdasarkan kutipan cerita di atas, Usu-Usu Baluta yang sedang menerima tamu, ia

memberikan rokok dan sirih kepada tamunya sebagai penghargaan kepada tamunya. Nilai kesopanan dalam kutipan tersebut, sesuai dengan tradisi masyarakat Tolaki bahwa, ketika menerima tamu tradisi rokok dan sirih pinang adalah bentuk penghargaan orang Tolaki kepada tamunya.

Nilai kesopanan sangatlah dijunjung tinggi oleh orang Tolaki. Kesopanan erat kaitannya dengan tradisi budaya suku Tolaki. Tradisi rokok dan sirih pinang merupakan tradisi masyarakat Tolaki yang masih di pegang teguh oleh masyarakatnya. Saat ini tradisi penerimaan tamu tidak lagi menggunakan kedua benda tersebut sesuai dengan kebutuhan, tetapi ketika menerima tamu yang kebutuhannya biasa saja maka yang diberikan hanyalah rokok sebagai bentuk penghargaan kepada tamu sedangkan rokok dan sirih pinang digunakan untuk menyambut tamu ketika akan datang pelamaran sampai membayar mahar (mowindahako) dan merupakan suatu keharusan bagi orang Tolaki sebagai bentuk penghormatan kepada tamu pihak laki-laki. Selanjutnya, dapat dilihat pada kutipan cerita Randa Wulaa berikut. Adanya nilai kesopanan ketika Putra Bungsu atau Randa Wulaa ingin keluar dari rumah.

Dalo-Dalo lako membidi manu- manu. Notepodeakiri’ito hohondoono dadio, ilakonoto mbule tume’eninggee kainainano. Te’eni Dalo-Dalo wonokuri ina o hapo laanio waiiro ngguaono toono ano iroto. Te’eni ndina iaro, iamo ka’asi ulako membuangako arombe pateko.

Terjemahan Putra Bungsu meminta izin kepada ibu asuhnya untuk pergi mencari burung di pinggir hutan. Dengan perasaan berat, ibu asuhnya memberikan izin kepadanya. Ibu asuhnya berpesan agar Putra Bungsu tidak pergi kemana-mana karena dia khawatir Putra Bungsu dibunuh orang. Berdasarkan cerita terebut, Putra Bungsu ingin keluar rumah untuk mencari burung di pinggir

hutan, sebelum ia keluar rumah ia harus meminta izin terlebih dahulu kepada ibu asuhnya. Hal demikian, terlihat jelas bahwa nilai kesopanan pada Putra Bungsu merupakan sesuatu yang harus di hargai, karena kemuliannya ia menghargai ibunya walaupun ibu yang dimaksud adalah ibu asuhnya.

Nilai Kasih Sayang

Nilai kasih sayang merupakan bagian dari nilai cinta dan empati. Nilai kasih ssayang berhubungan dengan perasaan kasih kepada diri sendiri, kasih kepada orang tua, kasih kepada Maha Pencipta, kasih kepada orang lain, kasih kepada lingkungan, dan kasih kepada makhluk hidup.

Adanya nilai kasih sayang tampak pada kutipan cerita berikut. Ieenomokoehe- eheno ndinaiaro, to’oto noto’orikee mberano lau-laukaa lako mo’alo iwoianoleu baho’i anopewaikee rapi-rapi nggoloha’ano humikee.

Terjemahan Dengan kegembiraan yang luar biasa, janda tua itu langsung membuat kamar khusus dalam gubuk dan pergi mengambilkan air dan memandikan Putra Bungsu. Nilai kasih sayang terhadap orang tua terlihat jelas pada kutipan cerita Randa Wulaa di atas,

kasih sayang seorang ibu tampak pada janda tua yang mengambilkan air dan memandikan serta menyiapkan makanan Putra Bungsu. Kasih sayang seorang ibu (kurorondoi inanggu) tidak dapat dibalas dengan apapun. Hal tersebut dapat dilihat pada janda tua yang menyayangi Putra Bungsu walaupun janda tua itu tahu bahwa Putra Bungsu hanyalah anak asuhnya. Kasih sayang merupakan sikap untuk saling memberi dan melengkapi disaat susah maupun senang, disaat lapang maupun sempit.

Bagi orang Tolaki, sikap kasih sayang tidak hanya ada pada hubungan manusia dengan manusia (kuroronduko) tetapi kasih sayang dapat juga ditunjukkan pada makhluk hidup lainnya. Sikap untuk melestarikan lingkungan dan menyayangi binatang merupakan bagian dari nilai kasih sayang terhadap makhluk lainnya. Orang Tolaki percaya bahwa ketika kita menyayangi sesama maka kita akan disayangi oleh yang maha kuasa. Dengan adanya kasih sayang maka seluruh nilai etika dan moral akan terjaga dengan baik.

Nilai Estetika atau Nilai Keindahan

Keindahan merupakan sesuatu yang mengagumkan karena mengandung nilai seni. Adanya nilai keindahan ketika permaisuri Mokole mengidamkan kesenian Tolaki.

Maa’iero hae inekeno nolaa mendia motu’o nggiro’o Tina Mokole mongga mbera ihi’i iwoi ronga monggikii mbera pae-pae hendeto olulo, lariangi, ronga mombodea o anggo,

anopiesusu’ako tumatoangeako. Taenango ine-ineheno saweetuuno moedea’i taena ngeno langgai saranani.

Terjemahan Sampai menjelang hamil tua, permaisuri senantiasa menggigit lengan raja. Pekerjaan itulah yang senantiasa dilakukannya. Setelah ia hamil tua, barulah ia berhenti menggigit lengan suaminya. Pada saat itu yang disenanginya ialah memakan tahi air dan menonton bermacam- macam permainan. Misalnya, Olulo, lariangi, mendengarkan onanggo, dan nyanyian dengan judul Tumotoangeako. Taenanggo yang paling digemarinya adalah taenanggo Langgai Saranani. Salah satu budaya Tolaki adalah memiliki kesenian tradisional diantara nya tari lulo (o’lulo),

tari lariangi (lariangi), nyanyian rakyat (oanggo), dan cerita rakyat (taenanggo). Tari lulo (tari pergaulan) ini sangat sering ditampilkan dalam berbagai kegiatan dalam masyarakat Tolaki baik pesta adat seperti perkawinan maupun kegiatan sosial lainnya. Tari lulo ini ditampilkan oleh semua unsur golongan dalam masyarakat Tolaki baik laki-laki, perempuan, tua, muda, dewasa, tokoh masyarakat maupun rakyat miskin. Namun, saat ini tari lulo sudah lebih modern dapat diiringi dengan musik elekton atau kaset. Gerakkan tari lulo sudah lebih modern bukan hanya satu variasi tetapi sudah bermacam-macam variasi dan yang melakukan tari ini tidak hanya orang Tolaki saja tetapi tari lulo sudah dapat dilakukan oleh berbagai etnis.

Tari lariangi adalah tari yang ditampilkan oleh gadis remaja. Tari ini biasa ditampilkan untuk penyambutan seorang raja atau pemimpin (mokole). Dalam tari ini penari terus menerus melangkah ke kanan. Tubuh dan busana yang dipakai menampakkan tata rias yang indah dan cantik sehingga berbeda dengan tari pergaulan. Saat ini, khususnya di daerah Konawe tari lariangi ini ditampilkan untuk memperingati hari-hari bersejarah namun, di daerah-daerah Tolaki tertentu sudah jarang ditampilkan.

Relevansi Hasil Penelitian terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah

Tujuan pembelajaran sastra ialah diharapkan siswa menghargai dan memiliki minat terhadap kesusastraan bangsa sendiri dan sastra daerah khususnya, serta dapat mengenal, memahami, dan menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra itu. Dalam karya sastra ini para siswa diharapkan dapat menemukan nilai-nilai budaya bangsa dan daerahnya sehingga dapat meningkatkan rasa cinta tanah air.

Menginat fungsi dan manfaat budaya lokal terhadap pemberdayaan dan pemeliharaan budaya yang berbhineka tunggal ika, maka sekolah adalah salah satu sarana untuk mengenalkan dan mengajarkan budaya daerah tersebut. Dengan mengenalkan dan mengajarkan budaya daerahnya diharapkan siswa tidak mudah terpengaruh oleh budaya-budaya luar sehingga pengaruh budaya luar itu tidak dapat mempengaruhi dan meninggalkan budaya bangsa yang bernilai luhur.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum yang mengembalikan kewenangan sepenuhnya dari pemerintah kepada pihak sekolah untuk mengatur kerikulumnya sendiri sesuai dengan keadaan daerahnya. Dalam hal ini, karya sastra khususnya cerita rakyat sebabgai sastra yang lahir di daerah yang medianya menggunakan bahasa daerah, bisa saja dijadikan salah satu materi pembelajaran di sekolah. Sastra daerah merupakan sarana untuk menuangkan pikiran tentang baik buruknya kehidupan sehingga generasi muda berperilaku hati-hati dalam kehidupan sehari-hari. Karena di dalam sastra daerah kususnya cerita rakyat mengandung nilai-nilai budaya yang berfungsi sebagai pengajaran pendidikan pada generasi muda.

Materi cerita rakyat berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdapat pada kelas X di SMA semester II, yaitu Kompetensi Dasar (KD) menemukan hal-hal yang menarik tentang tokoh cerita rakyat yang disampaikan secara langsung terdiri dari materi pembelajaran perihal cerita rakyat, unsur-unsur cerita rakyat, dan nilai-nilai budaya, sedangkan kegiatan pembelajaran menyangkut kegiatan mempelajari perihal cerita rakyat, mendengarkan penelusuran cerita rakyat, mengidentifikasi karakter tokoh ycerita rakyat yang didengarkan, mengungkapkan nilai-nilai budaya dalam cerita rakyat, dan membandingkan nilai-nilai budaya dalam erita rakyat dengan nilai-nilai budaya masa kini dengan menemukan karakteristik tokoh cerita rakyat, menemukan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita rakyat, dan menuliskan kembali isi cerita rakyat.

Simpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap tiga cerita rakyat Tolaki yaitu, cerita Randa Wulaa, cerita Haluoleo, dan cerita To Tambarano Wuta dapat disimpulkan bahwa tiga cerita rakyat tersebut terdapat nilai-nilai budaya yang sangat bermanfaat bagi masyarakat suku Tolaki. Nilai budaya yang ditemukan yaitu nilai kepercayaan, nilai filosofis, nilai kesabaran, nilai kebersamaan (keselarasan), nilai kemapanan, nilai kerukunan, nilai keberanian, nilai keteguhan hati, nilai bijaksana, nilai kesopanan, nilai kasih sayang, nilai keindahan, dan nilai kebaikan.

Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka peneliti menyarankan beberapa saran sebagai berikut.

1. Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat tersebut seharusnya dapat diimpilkasikan

dalam setiap aktivitas sehari-hari baik pada diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat.

2. Sekiranya penelitian selanjutnya terhadap cerita rakyat Tolaki perlu dilakukan, mengingat banyaknya cerita rakyat Tolaki yang tersebar dalam masyarakat Tolaki dan diduga banyak mengandung nilai-nilai kehidupan.

3. Perlunya pencarian dan penjagaan cerita-cerita rakyat yang telah disebarkan oleh masyarakat penuturnya, sehingga tidak terabaikan dan pada akhirnya mencegah kepunahan cerita rakyat tersebut.

Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Hayati. 2012. Makna dan Nilai-Nilai Budaya Siri pada Masyarakat Bugis di Kota Kendari. Tesis: Program Pascasarjana Universitas Haluoleo Kendari.

Iper, Dunis, dkk. 2003. Tema, Amanat, dan Nilai Budaya Karungut Wajib Belajar 9 Tahun dalam Sastra Dayak Ngaju . Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Kusumohamidjojo, Budiono. 2009. Filsafat Kebudayaan; Proses Realisasi Manusia. Yogyakarta: Jalasutra. La Djamudi, Nadir. 2015. Pendekatan Genetik Dalam Sastra Lisan Wolio Pada Masyarakat Kota Baubau . Makalah Seminar Nasional Bahasa. Universitas Muhammadiyah Buton.

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antropologi Sastra; Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rahmawati, S.S. 2006. Analisis Aktansial dan Fungsional Cerita Saga dalam Sastra Lisan Tolaki. Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa: Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara.

Rahmawati. 2014. Ungkapan Tradisional Muna. Kendari: Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara. Rosidi, Ajip. 1995. Sastra dan Budaya; Kedaerahan dalam Keindonesiaan. Jakarta: Pustaka Jaya Sikki, Muhammad, dkk. 1998. Nilai dan Manfaat Pappaseng dalam Sastra Bugis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tarimana, Abudrrauf. 1993. Kebudayaan Tolaki. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka.