Pengaruh Variasi Massa Serbuk Arang Dan Kalsium Karbonat (Caco3) Pada Proses Karburasi Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon Sedang

(1)

PENGARUH VARIASI MASSA SERBUK ARANG DAN KALSIUM

KARBONAT (CaCO

3

) PADA PROSES KARBURASI TERHADAP SIFAT

MEKANIK BAJA KARBON SEDANG

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

M. JUNAIDI HAKIM NST 060801008

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

PERNYATAAN

PENGARUH VARIASI MASSA SERBUK ARANG DAN KALSIUM KARBONAT (CaCO3) PADA PROSES KARBURASI TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA

KARBON SEDANG

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2013

M. JUNAIDI HAKIM NST 060801008


(3)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala rahmat dan karuniaNya yang telah memberikan hikmat dan kesehatan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi berjudul “Penagruh Variasi Massa Serbuk Arang dan Kalsium Karbonat (CaCO3) Pada Proses Karburasi Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon Sedang ”,

disusun untuk menyelesaikan Program Sarjana S-1 pada Departemen Fisika Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji, MS dan bapak Drs. Herli Ginting, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Sutarman selaku Dekan FMIPA USU, ketua dan sekretaris Departemen Fisika FMIPA USU Bapak Dr. Marhaposan Situmorang dan bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc, serta Dosen, staff dan karyawan Departemen Fisika FMIPA USU .

Teristimewa juga saya ucapkan terimakasih yang begitu besar kepada kedua orang tua saya yang sangat saya cintai, Ayahanda Ali Imran NST dan Ibunda Marhammah serta Ibu Maria Daulay untuk semua dukungan yang telah diberikan dalam penyelesaian tugas akhir saya ini baik dalam dukungan, moril dan materil. Tidak lupa juga saya berterimakasih kepada adik saya Latifah Hanum, S.Pd dan kepada seluruh keluarga besar saya yang sudah banyak membantu saya ucapakan terimakasih.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh rekan-rekan stambuk 2006 Fisika FMIPA USU terutama kepada Ani, Anderson, Chandra, Novianti, Erikson, Deri, Indra, Fahri, Riri, Rianto, yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi serta membantu selama saya di Fisika. Dan Kepada adik-adik junior stambuk 2009 Nurjannah, monora, agus, Zainaluddin dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan namanya saya ucapkan terimakasih karena selama ini sering memberikan dukungan. Serta tidak lupa kepada teman seperjuangan saya Zulfikar Harun, Rahmat Faisal, Indri Hafsari, Elliya Siswanti, Juli Harni dan tidak terlupakan buat yang tercinta dan terkasih Agus Ningsih atas dukungan dan perhatiaanya.

Akhir kata, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kesalahan dan kekurangan disebabkan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Namun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Dan penulis juga sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini sehingga jadi lebih bermanfaat bagi semua pembaca.


(4)

PENGARUH VARIASI MASSSA SERBUK ARANG DAN KALSIUM KARBONAT (CaCO3) PADA PROSES KARBURASI TERGADAP SIFAT MEKANIK BAJA

KARBON SEDANG M. JUNAIDI HAKIM NST

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi massa CaCO3 sebagai

energizer pada proses karburasi terhadap sifat mekanik baja karbon sedang. Temperatur yang digunakan dalam proses karburasi berlangsung adalah 950oC dengan waktu tahan selama 3 jam. Dalam proses ini karbon didapat dari arang kayu dibuat menjadi serbuk halus dan digabungkan dengan CaCO3 sebagai energizernya. Variasi massa kalsium karbonat yaitu 0%,

5%, 10% dan 15% dari berat serbuk arang kayu yang digunakan dalam proses karburasi. Dalam penelitian ini baja akan ditambahkan dengan kalsium karbonat dan serbuk arang kayu yang dipanaskan di dalam furnace dengan suhu 950oC lalu di Quenching. Kemudian dilakukan pengujian kekerasaaan vickers dan kekuatan tarik.

Hasil penelitian kekerasan untuk bahan original atau tanpa perlakuan sebesar 1478,57 N/mm2 dan kekuatan tarik 477,905 N/mm2. Sebelum proses Quenching nilai kekerasaan untuk sampel 5%, 10%, 15% sebesar 967,52 N/mm2, 953,113 N/mm, 963,644 N/mm2 dan sesudah di Quenching nilai kekerasaan sebesar 1585,307 N/mm2, 2143,142 N/mm2, 1883,442 N/mm2. Untuk nilai kekuataan tarik sebelum Quenching untuk sampel 5%, 10%, 15% adalah 465,625 N/mm2, 541,3 N/mm2, 492,535 N/mm2. Dan sesudah di Quenching 502,285 N/mm2, 541,3 N/mm2,501,31 N/mm2.


(5)

EFFECT OF LENGTH OF VARIATION MASSSA CHARCOAL POWDER AND CALCIUM CARBONATE (CaCO3) PROCESS ON MECHANICAL PROPERTIES

OF CARBURIZING MEDIUM CARBON STEEL M. JUNAIDI HAKIM NST

ABSTRAK

This study aimed to determine the effect of variations in the mass of CaCO3 as an energizer in the process of carburizing on the mechanical properties of medium carbon steel. The temperature used in the carburizing process takes place with the holding time is 950OC for 3 hours. In this process akarbon obtained from wood charcoal made into a fine powder and combined with CaCO3 as energizernya. Variations in the mass of calcium carbonate that is 0%, 5%, 10% and 15% of the weight of charcoal powder

used in the carburizing process.

In this study, the steel will be added with calcium carbonate and charcoal powder ayang heated in furnaces with temperatures 950OC and at guenching. Then hardness

vickers testing and tensile strength.

The results of violence to the original material or no treatment at 1478,57 N/mm2 and tensile strength 477,905/mm2. Before the violence quenching values for samples of 5%, 10%, 15% for 967,52 N/mm2, 953,113 N/ mm2, 963,644 N/mm2 and after the violence diquenching value of 1585,307 N/mm2, 2143,142 N/mm2, 1883,442 N/mm2 . For the value of the power pull before quenching for samples of 5%, 10%, 15% is 465,625 N/mm2, 541,3 N/mm2, 492,535 N/mm2. And after diquenching 502,285 N/mm2, 541,3 N/mm2, 501,31 N/mm2.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan... i

Pernyataan ... ii

Penghargaan... iii

Abstrak... iv

Abstract... v

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel... viii

Daftar Gambar... ix

BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Batasan Masalah... 3

1.3. Rumusan Masalah... 3

1.4.Tujuan Penelitian... 3

1.5. Manfaat Penelitian... 3

1.6. Sistematika Penulisan... 4

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Baja………... 5

2.1.1. Baja Karbon... 6

2.1.2. Baja Paduan... 9

2.1.3. Pengaruh Unsur Campuran…………... 11

2.1.4. Pengaruh Perlakuan Panas Baja... 11

2.1.5. Perlakuan Panas (Heat Treatment)... 12

2.1.6. Pendinginan Secara Cepat... 16

2.1.7. Media Pendinginan... 16

2.2. Karburasi (Carburizing)... 17

2.2.1. Karburasi Dalan Zat Padat... 20

2.2.2. Karburasi Dalam Zat Cair... 21

2.2.3. Karburasi Dalam Gas... 21

2.2.4. Aplikasi Karburasi... 21


(7)

2.3.1. Kekerasan... 24

2.3.2. Kekuatan Tarik... 25

2.3.3. Kelentingan... 27

2.4. Bahan Baku Arang... 28

2.4.1. Kayu Bakau Sebagai Arang Aktif... 28

BAB III Metode Penelitian 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 30

3.2. Alat dan Bahan... 30

3.3. Diagram alir Penelitian... 31

3.4. Prosedur Penelitian... 32

3.4.1. Proses Karburasi... 32

3.4.2. Pengujian Sampel... 32

BAB IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian... 34

4.1.1. Kekerasan... 34

4.1.2. Kekuatan Tarik... 38

4.2. Pembahasan... 39

4.2.1. Kekerasan... 39

4.2.2. Pengujian Kekuatan Tarik... 41

BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan... 43

5.2. Saran... 44

Daftar Pustaka Lampiran I Lampiran II Lampiran III


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Pengklasifikasian Baja Karbon dan Pemakaiaanya... 7

Tabel 2.2. Pengklasifikasian Baja Karbon dan Penggunaanya... 8

Tabel 2.3. Pengkristalan Kembali Pada Beberapa Logam... 13

Tabel 3.1. Alat... 30

Tabel 3.2. Bahan... 30

Tabel 4.1. Hasil Uji Kekerasan Permukaan Baja Karbon Sedang Sebelum Proses Quenching... 35

Tabel 4.2. Hasil Uji Kekerasan Permukaan Baja Karbon Sedang Setelah Proses Quenching... 37

Tabel 4.3. Data Hasil Pengujian Tarik Permukaan Baja Karbon Sedang Sebelum Mengalami Proses Quenching... 38

Tabel 4.4. Data Hasil Pengujian Tarik Permukaan Baja Karbon Sedang Setelah Mengalami Proses Quenching... 39


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Diagram Besi Karbon... 10 Gambar 2.2. Kekuatan Tarik………... 25 Gambar 4.1. Grafik Hubungan Antara Tegangan - Regangan... 27 Gambar 4.2. Grafik Uji Kekerasan Baja Karbon Sedang Sebelum dan Sesudah Proses

Quenching... 40 Gambar 4.3. Grafik Uji Tarik Baja Karbon Sedang Sebelum dan Sesudah Proses


(10)

PENGARUH VARIASI MASSSA SERBUK ARANG DAN KALSIUM KARBONAT (CaCO3) PADA PROSES KARBURASI TERGADAP SIFAT MEKANIK BAJA

KARBON SEDANG M. JUNAIDI HAKIM NST

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi massa CaCO3 sebagai

energizer pada proses karburasi terhadap sifat mekanik baja karbon sedang. Temperatur yang digunakan dalam proses karburasi berlangsung adalah 950oC dengan waktu tahan selama 3 jam. Dalam proses ini karbon didapat dari arang kayu dibuat menjadi serbuk halus dan digabungkan dengan CaCO3 sebagai energizernya. Variasi massa kalsium karbonat yaitu 0%,

5%, 10% dan 15% dari berat serbuk arang kayu yang digunakan dalam proses karburasi. Dalam penelitian ini baja akan ditambahkan dengan kalsium karbonat dan serbuk arang kayu yang dipanaskan di dalam furnace dengan suhu 950oC lalu di Quenching. Kemudian dilakukan pengujian kekerasaaan vickers dan kekuatan tarik.

Hasil penelitian kekerasan untuk bahan original atau tanpa perlakuan sebesar 1478,57 N/mm2 dan kekuatan tarik 477,905 N/mm2. Sebelum proses Quenching nilai kekerasaan untuk sampel 5%, 10%, 15% sebesar 967,52 N/mm2, 953,113 N/mm, 963,644 N/mm2 dan sesudah di Quenching nilai kekerasaan sebesar 1585,307 N/mm2, 2143,142 N/mm2, 1883,442 N/mm2. Untuk nilai kekuataan tarik sebelum Quenching untuk sampel 5%, 10%, 15% adalah 465,625 N/mm2, 541,3 N/mm2, 492,535 N/mm2. Dan sesudah di Quenching 502,285 N/mm2, 541,3 N/mm2,501,31 N/mm2.


(11)

EFFECT OF LENGTH OF VARIATION MASSSA CHARCOAL POWDER AND CALCIUM CARBONATE (CaCO3) PROCESS ON MECHANICAL PROPERTIES

OF CARBURIZING MEDIUM CARBON STEEL M. JUNAIDI HAKIM NST

ABSTRAK

This study aimed to determine the effect of variations in the mass of CaCO3 as an energizer in the process of carburizing on the mechanical properties of medium carbon steel. The temperature used in the carburizing process takes place with the holding time is 950OC for 3 hours. In this process akarbon obtained from wood charcoal made into a fine powder and combined with CaCO3 as energizernya. Variations in the mass of calcium carbonate that is 0%, 5%, 10% and 15% of the weight of charcoal powder

used in the carburizing process.

In this study, the steel will be added with calcium carbonate and charcoal powder ayang heated in furnaces with temperatures 950OC and at guenching. Then hardness

vickers testing and tensile strength.

The results of violence to the original material or no treatment at 1478,57 N/mm2 and tensile strength 477,905/mm2. Before the violence quenching values for samples of 5%, 10%, 15% for 967,52 N/mm2, 953,113 N/ mm2, 963,644 N/mm2 and after the violence diquenching value of 1585,307 N/mm2, 2143,142 N/mm2, 1883,442 N/mm2 . For the value of the power pull before quenching for samples of 5%, 10%, 15% is 465,625 N/mm2, 541,3 N/mm2, 492,535 N/mm2. And after diquenching 502,285 N/mm2, 541,3 N/mm2, 501,31 N/mm2.


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Pemakaain bahan-bahan pada masa sekarang ini, terutama logam semakin dibutuhkan. Seperti dalam kontruksi bangunan, dunia industri, maupun untuk listrik. Untuk keperluan teknik, logam-logam yang sering kita jumpai adalah baja. Baja merupakan campuran besi dan karbon, dimana unsure logam (c) menjadi dasar campurannya. Selain itu baja mengandung unsur campuran lain seperti belerang (s), posfor (p), silikon (Si), dan mangan (Mn) yang jumlahnya dibatasi.

Untuk memenuhi keperluan tersebut, dperlukan cara pengembangan teknologi untuk menghasilkan logam dengan kualitas yang lebih baik, terutama baja. Alat-alat mesin atau komponen mesin yang terbuat dari baja banyak yang harus dikeraskan supaya tahan arus dan kemampuan memotongnya meningkat.

Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi atau kemampuan bahan untuk tahan terhadap penggoresan indentasi atau penetrasi. Nilai kekerasan berkaitan tarik atau leleh logam mengalami deformasi plastis sehingga terjadi regangan dengan penetrasi tertentu. Kekerasan juga berhubungan dengan ketahanan aus logam.

Dalam bidang material, ada dua cara atau perlakuan untuk meningkatkan nilai kekerasan baja, yaitu perlakuan panas (heat treatment) dan deformasi plastis. Baja karbon yang dipanaskan hingga mencapai suhu austenite kemuduan didinginkan secara cepat akan terbentuk struktur martensit yang memiliki kekerasan yang lebih tinggi dari struktur perlit maupun ferit, proses ini biasa dikenal dengan quenching .

Menurut Surdia (1995), baja mulai menunjukan struktur pada suhu 7230C mulai menunjukan struktur dan pada 15500C baja sama sekali melebur. Ini berarti kemampuan baja menurun bila diberi suhu yang semakin tinggi. Karena pendinginan mendadak maka atom-atom C yang tidak sempat keluar sehingga timbul tegangan dalam yaitu atom-atom-atom-atom C yang tidak mempunyai kedudukan yang baik dan akibatnya. Jenis baja yang bisa dan perlu di quenching adalah berkadar C lebih besar dari 0,3% dan lebih kecil dari 0,9%. Untuk baja dengan kadar C dibawah 0,3% tidak bisa dikeraskan sampai intinya kecuali hanya permukaan nya dengan penambahan unsure C.

Menurut Dalil dkk (1999), diperoleh kekerasan baja amutit yang dilakukan dengan lama waktu pemanasan (holding time temperature) untuk menahan suhu supaya pemanasan


(13)

homogeny sehingga kekerasan dapat mencapai maksimum. Penelitian tersebut menunjukan bahwa pada holding time temperature 10 menit kekerasan naik menjadi 60,08 kgf/mm2 (kekerasan Rockwell) dari 34,24 kgf/mm2 (kekerasan Rockwell) sebelum dilakukan proses perlakuan panas kemudian naik menjadi 62,693 kgf/mm2 (kekerasan Rockwell) pada holding time temperature 20 menit dan meningkat mencapai maksimum pada holding time temperature 40 menit yaitu 65,146 kgf/mm2 (kekerasan Rockwell) setelah dilakukan perlakuan panas dengan menggunakan media oli.

Sedangkan pada pengkarbonan untuk arang kayu jati yang dilakukan dengan pengujian kekerasan Vickers dengan variasi waktu penahanan 2 jam mulai HVN (kekerasan Vickers) 257,5 kgf/mm2 sampai 205,3 kgf/mm2 menuju inti, 4 jam mulai HVN (kekerasan Vickers) 273,1 kgf/mm2 sampai 204.4 kgf/mm2 menuju inti dan 6 jam HVN (kekerasan Vickers) 274,6 kgf/mm2 sampai 204,4 kgf/mm2 menuju inti. Artinya semakin lama proses karburasi, semakin banyak pula kandungan perlitnya yang mengakibatkan semakin tinggi tingkat kekerasan (Masyrukan, 2006).

Menurut Mawani (2007), pada proses karburasi untuk arang kayu dengan natrium karbonat sebesar 25% berat komposisi serbuk arang kayu memberikan kekerasan yang terbaik dengan kekerasan permukaan maksimum mencapai 891 kg/mm2 dan memberikan ketebalan 500 µm. Sebelum dilakukan karburasi struktur mikro baja karbon rendah adalah perlit, namun setelah dilakukan karburasi baja karbon rendah memberikan struktur mikro martensit yang menyebabkan semakin tingginya tingkat kekerasan.

Menurut teori dan penelitian-penelitian diatas , penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Variasi Massa Sebuk Arang Dan Kalsium Karbonat (CaCO3) Pada Proses Karburasi Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon Sedang.”

1.2. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah : proses karburasi yang menggunakan serbuk arang dan kalsium karbonat dengan variasi 0%, 5%, 10%, dan 15% berat arang. Karburasi dilakukan pada suhu 9500C selama 3 jam , dikeraskan dengan media pendinginan air. Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah arang kayu dan CaCO3.

1.3.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah pengaruh variasi serbuk arang dan kalsium karbonat pada proses karburasi terhadap sifat mekanik (kekerasan dan uji tarik) baja karbon sedang?


(14)

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan kuat tarik maksimum yang terjadi pada proses karburasi. 2. Untuk meningkatkan kekerasan maksimum yang terjadi pada proses karburasi. 3. Mengetahui teknologi tentang proses karburasi pada logam.

1.5.Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka diperoleh manfaat penelitian sebagai berikut :

1. Sebagai informasi bagi penulis dan bagi orang lain tentang pengaruh variasi massa serbuk arang dan kalsium karbonat pada proses karburasi terhadap sifat mekanik (kekerasan dan uji tarik) baja karbon sedang.

2. Memberi rujukan bagi implementasi dan meningkatkan efektivitas proses karburasi serta kualitas yang tinggi pada baja karbon sedang yang digunakan untuk peralatan mesin dan industri.

1.1Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan masing-masing bab adalah sebagai berikut:

1. BAB I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang masalah, permasalahan, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan tugas akhir.

2. BAB II Tinjauan pustaka

Bab ini berisi teori yang mendasari penelitian.


(15)

Bab ini membahas tentang metode yang digunakan dan diagram alir penelitian.

4. BAB IV Hasil dan pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisis data yang diperoleh dari penelitian.

5. BAB V Kesimpulan dan Saran

Menyimpulkan hasil-hasil yang didapat dari penelitian dan memberikan saran pada peneltian berikutnnya.


(16)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS 2.1. Baja

Baja merupakan logam paduan yang terdiri dari besi an karbon dimana unsure campuran lainnya seperti belerang (S), posfor (P), silikon (Si), dan mangan (Mn) yang jumlahnya dibatasi. Komponen mesin yang terbuat dari baja banyak yang harus dikeraskan supaya tahan aus dan kemampuan memotong meningkat atau baja yang dapat dilunakan untuk permesinan lebih lanjut.

Menurut Vlack (1992) mengingat pentingnya peran karbon dalam baja, dimana dalam berbagai cara identifikasi baja dicantumkan kadar karbonnya. Digunakan penomoran empat digit, dua digit terakhir menyatakan kadar karbonnya dalam perseratusan persen. Dua digit pertama menunjukan elemen paduan yang ditambahkan pada besi dan karbon. Kandungan karbon dalam baja sekitar 0,1 – 1,7 %, sedangkan unsur lain dibatasi persentasenya. Persentase dari unsur-unsur tersebut sangat mempengaruhi sifat dasar logam baja yang dihasilkan.Produk baja sangat banyak digunakan dalam bidang teknik maupun industri, hal ini meliputi 95% dari produk logam baja. Untuk penggunaan tertentu baja merupakan satu-satunya logam yang meliputi persyaratan teknis maupun ekonomi. Sebelum baja digunakan, perlu diketahui komposisi dari unsur-unsur baja tersebut agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaanya.

Ada beberapa cara mengklarifikasi baja yaitu :

1. Menurut cara pembuatannya: baja Bessemer, baja slemen martin, baja listrik dan sebagainya.

2. Menurut pemakainya: baja perkaka, baja mesin, baja konstruksi, baja pegas, baja tahan karat, baja ketel dan sebagainya.

3. Menurut kekuatan/sifat mekanisme: baja kekuatan lunak, dan baja kekuataan tinggi. 4. Menurut struktur mikronya: baja eutoktid, baja hipoeutektoid, baja hipereutektoid,

bajaaustenit, baja ferit, baja martensit dan sebagainya. 5. Menurut komposisi kimianya; baja karbon dan baja paduan. 6. Menurut proses laku panasnya: baja keras air, baja keras minyak.

Biasanya klasifikasi baja yang sering digunakan tidak hanya berpegang pada salah satu cara tetapi merupakan pada salah satu cara kerja tetapi merupakan gabungan dari beberapa cara diatas. Berdasarkan kadar karbon yang dikandung baja dapat dibedakan atas dua kelompok besar yaitu baja karbon dan baja paduan.


(17)

2.1.1. Baja Karbon

Menurut komposisi kimianya baja dapat dibagi dua kelompok besar yaitu baja karbon dan baja paduan. Baja karbon bukan berarti baja yang sama sekali tidak mengandung unsur lain, selain besi dan karbon.Unsur-unsur ini biasanya merupakan ikatan yang berasal dari proses pembuatan besi / baja seperti mangan, silikon dan beberapa unsure pengotoran seperti belerang, posfor, oksigen, nitrogen dan lain-lain yang biasanya ditekan sampai kadar yang sangat kecil.

Baja dengan kadar mangan kurang dari 0,8% silikon kurang dari 0,5% dan unsur lain sangat sedikit, dapat dianggap sebagai baja karbon. Mangan dan silikon sengaja ditambahkan dalam proses pembuatan baja sebagai deoxider untuk mengurangi pengaruh buruk dari beberapa unsur pengotoran. Baja karbon diproduksi dalam bentuk balok, profil, lembaran dan kawat.

Baja karbon dapat digolongakan menjadi tiga bagian berdasarkan jumlah kandungan karbon yang terdapat didalam baja tersebut, penggolongan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Baja Karbon Rendah (Low carbon steeli)

Baja ini disebut baja ringan (mild steel) atau baja perkakas, baja karbon rendah bukan baja karbon yang keras, karena kandungan karbonnya rendah kurang dari 0,3%. Baja ini mempunyai sifat seperti lunak, mudah dibentuk, dilas dan dikerjakan dengan mesin sehingga dapat dijadikan mur, baut, batang tarik dan perkakas silinder.

2. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel)

Baja karbon menengah mengandung karbon 0,3 – 0,6% dan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan dengan pengerjaan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon menengah digunakan untuk sejumlah peralatan mesin seperti roda gigi otomotif, batang torak, rantai, pegas, dan lain-lain.

3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)

Baja karbon tinggi mengandung karbon 0,6 – 1,5%, misalnya bor dan batang dasar. Ini digunakan untuk peralatan mesin-mesin berat, batang pengontrol dan lain-lain (Amanto, 1999).

Pada tabel 2.1 dibawah ini merupakan contoh untuk baja karbon dan sifat mekaniknya serta pemakaiannya.


(18)

Tabel 2.1 Pengklasifikasian Baja Karbon dan Pemakaiannya

Jenis dan kelas Kadar

karbon (%)

Kekuatan luluh (kg/mm2)

Kekuatan tarik (Kg/mm2)

Perpanja ngan (%)

Kekerasan Brienell (HB)

Baja karbon rendah Baja lunak khusus Baja sangat lunak Baja lunak

Baja setengah lunak

Baja karbon sedang Baja setengah keras

Baja karbon tinggi Baja keras

Baja sangat keras

0,08 0,08-0,12 0,12-0,20 0,20-0,30 0,40-0,60 0,70-0,80 0,80-1,50 18-28 20-29 22-30 24-36 30-40 34-46 36-47 32-36 36-42 38-48 44-55 50-60 58-70 65-100 40-30 40-30 36-24 32-22 30-17 26-14 20-11 95-100 80-120 100-130 112-145 140-170 160-200 180-245

(Sumber : Wiryosunarto dan Okumura,2004)

Baja yang memiliki kadar karbon rendah memiliki kekuatan rendah tetapi memiliki keuletan yang tinggi. Semakin banyak kandungan karbon, maka kekerasan (Hardness), kekuatan luluh (Yield Strength), dam kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile Strength) baja semakin meningkat, tetapi keuletan semakin menurun.

Tabel 2.2. Pengklasifikasian Bahan Baja Karbon dan Penggunaannya

Nama Sifat Penggunaannya

Tembaga Lunak dan liat

Kekuatan tarik ± 200 N/mm2 pada suhu lebih rendah.

Pengolahan pengubahan bentuk cincin-paking.

Teknik pendinginan Pencegahan korosi Bahan penghantar listrik


(19)

Lapisan tahan korosi

Titik-lumer rendah (232°C)

Timbel Lunak dan empuk

Lapisan tahan korosi

Titik lumer rendah (327° C)

Pencegahan korosi

Pipa saluran air, penutup atap, alat-alat kimia.

Seng Rapuh dibawah 100°C dan diatas

150°C

Lapisan tahan korosi

Pencegahan korosi , penutup atap dan sebagainya

Perak Lunak

Tahan korosi (logam mulia) Tahan kimia

Daya antar listrik baik

Pencegahan korosi Teknik kimia

Kawat lumer dan kontak

Cadmium Lapisan tahan korosi

Menurunkan titik lumer paduan

Pencegahan korosi

Unsure paduan antara lain dalam timah pateri dan dalam paduan bismuth lumer rendah

Alumunium Lunak dan liat

Kekuatan tarik ± 100 N/mm2 Tahan kimia

Bangunan kapal udara dan sebagainya

Pencegahan korosi

Magnesium Lunak

Lapisan tahan korosi

Titik nyala rendah (± 800°C)

Bangunan kapal udara dan sebagainya

Nikel Keras tetapi liat

Lapisan tahan korosi

Gelang paking Pencegahan korosi

Khrom Keras dan rapuh

Lapisan tahan korosi

Pencegahan korosi

Molibden Kerasa tetapi liat

Pada suhu tinggi bergaya pegas

Kawat penunjang dalam lampu pijar listrik

wolfram Keras

Titik lumer tinggi (3400°C)

Kawat pijar dalam lampu pijar


(20)

2.1.2. Baja Paduan

Baja paduan dihasilkan dengan biaya yang lebih mahal dari pada baja karbon karena bertambah biaya untuk penambahan yang khusus yang dilakukan dalam industri atau pabrik.

Baja paduan adalah baju yang dicampur dengan satu atau lebih unsure campuran seperti nikel, kromium, molibden, panadium, mangan, dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki (kuat, keras, liat), tetapi unsur karbon tidak dianggap sebagai salah satu campuran.

Suatu kombinasi antara dua atau lebih unsur campuran, misalnya baja dicampur dengan unsur kromium dan molibden, akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras yang baik dan sifat kenyal (sifat logam ini membuat baja dapat dibentuk dengan cara dipalu, digiling dan ditarik tanpa mengalami retak-retak). Jika campuran dengan kronium dan molibden, akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras yang baik dan sifat kenyal yang memuaskan serta tahan terhadap panas.

Baja paduan digunakan karena keterbatasan baja karbon sewaktu dibutuhkan sifat – sifat yang spesial dari baja, keterbatasan dari pada baja karbon adalah reaksinya terhadap pengerjaan panas dan kondisinya. Sifat – sifat yang diperoleh dengan pencampuran termasuk sifat – sifat kelistrikan, magnetis dan koefisien spesifik dari pemuaian panas yang berhubungan dengan pemotongan logam (Amanto, 1999).

Penambahan sejumlah elemen paduan terhadap baja karbon akan memperbaiki sifat – sifat mekanisnya. Bila baja karbon mendapatkan kekuatan dengan penambahan kandungan karbonnya, elemen – elemen paduan menciptakan tambahan kekuatan lebih dengan mikrostruktur yang halus ketimbang mikrostruktur yang kasar yang diperoleh selama proses pendinginan baja. Baja paduan rendah berkekuatan tinggi digunakan dalam kondisi seperti tempaan atau kondisi normal, yaitu kondisi dimana tidak digunakan perlakuan panas.

Sifat baja-karbon seperti kekerasan, kekuatan dan mampu regang ditentukan oleh kadar karbon ( C ). Struktur mikro baja dapat dibedakan dalam tiga bentuk fasa sebagai berikut :

(1). Ferrit.

Kristal besi murni (Fe) saling terikat erat satu sama lain, tidak teratur baik bentuk maupun ukurannya. Ferrit merupakan bagian baja yang paling lunak. Dalam kondisi murni ferrit tidak bisa digunakan sebagai material dasar (raw materials) untuk komponen mesin yang menerima beban. Hal ini dikarenakan kekuatan yang dimilikinya kecil.


(21)

Senyawa antara besi (Fe) dengan karbon ( C ) sebagai unsur struktur tersendiri dinamakan sementit. Rumusan Fe3C menyatakan bahwa senantiasa ada tiga atom besi yang

membentuk ikatan dengan satu atom karbon ( C ). Ikatan ini menjadi sebuah molekul yang dikenal sebagai besi karbon. Peningkatan kandungan karbon akan berakibat membesar pula kadar sementit. Sementit didalam baja mempunyai sifat yang paling keras .

(3). Perlit.

Campuran antara ferrit dan sementit dengan kandungan karbon ( C ) seluruhnya sebesar 0,8 % disebut perlit. Di dalam Struktur perlit, semua kristal ferrit disusupi serpihan sementit halus. Serpihan sementit ini menempati lapisan tipis yang saling berdampingan, sehingga nampak kilapan mirip induk mutiara. Hal inilah yang menyebabkan dinamakan perlit.

2.1.3. Pengaruh Unsur Campuran

Pengaruh unsur campuran sulit diketahui secara tepat untuk tiap unsur campuran karena pengaruhnya tergantung pada jumlah campuran yang digunakan dalam baja.

a. Pengaruh Unsur Campuran Terhadap Perlakuan Panas

Baja karbon mempunyai kecepatan pendinginan kritis yang tinggi,artinya pendingin harus secara drastis jika ingin menghasilkan struktur lapisan martensit. Pendinginan yang drastis menyebabkan terjadi destorsi atau pecahan-pecahan pada baja, apabila dikurangi kecepatan kritis dengan membuat austenit berubah maka struktur martensit dapat dihasilkan dengan jalan pendinginan kritis tetap dikurangi maka dapat digunakan pendinginan udara.

b. Pengaruh Unsur Campuran Terhadap Sifat-sifat Baja

Sifat baja pada saat digunakan tergantung pada dasarnya reaksi terhadap perlakuan panas dang pengaruh yang akan diuraikan, yaitu syarat-syarat yang berhubungan langsung dengan kondisi pemakaiannya. Pengaruh akan diperoleh sebagai hasil dari pengerjaan panas yang sesuai.

2.1.4. Pengaruh Perlakuan Panas Pada Baja

Struktur yang telah dijelaskan mengandung karbon yang terdifusi selama waktu yang cukup lama, membentuk fase yang berada dalam keseimbangan. Meskipun kekuatan yang ada dapat dilipat gandakan dalam jangkauan kadar karbon pada kondisi ekuilibrium atau stabil ini, perubahan drastis dalam sifat dapat dicapai melalui perlakuan panas yang menghambat atau mempercepat terjadinya keseimbangan tersebut. Miasalnya larutan pada γ dicelupkan ke dalam air untuk mencegah difusi atom karbon, sisa karbon merangkap dalam struktur kisi,


(22)

menimbulkan regangan kisi setempat yang menghambat pergerakan dislokasi. Akibatnya struktur menjadi keras dan sangat kuat tetapi rapuh. Dengan mikroskop optik tampak jaringan tampak jaringan jarum yang berbeda sekali dengan perlit.

Kekerasan struktur autenit yang dicelupkan tadi sebanding dengan regangan kisi. Makin rendah kadar karbon, makin kecil regangan. Kekerasan maksimum dicapai jika kadar karbon berkisar antara 0,6-0,8. Baja yang menghasilkan efek pengerasan yang memadai disebut baja karbon menengah atau baja karbon kontruksi. Baja dengan kadar di atas 0,8% mempunyai kekuatan dan kekerasan yang lebih baik setelah perlakuan panas, tetapi memiliki kelebihan kelebihan semetit. Menghasilkan ketahanan terhadap kehausan dan baja karbon tinggi sering digunakan untuk membuat perkakas pembentuk.

Ada dua cara untuk mengatasi kerapuhan baja martensit celup guna mendapatkan kombinasi kekerasan dan ketangguhan secara menyeluruh. Pertama,martensit yang telah terbentuk ditemper. Temper merupakan proses perlakuan panas terkendali yang memungkinkan sebagai dari karbon yang terperangkap meninggalkan lokasi interstisial antar atom besi dan bila mungkin dari partikel semetit. Kedua, dengan mendinginkan besi-γ dari suhu austenit sedemikian rupa sehingga diperoleh struktur antara ini mempunyai sifat mirip dengan martensit temper dan disebut bainit (Alexander,1991).

2.1.5. Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Sifat-sifat mekanis logam perlu adanya suatu perlakuan, misalnya perlakuan panas (heat treatment). Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat yang tetap, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butir dapat diperbesar atau diperkecil, ketangguhannya dapat ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan panas antara lain , langkah perlakuan panas, cairan pendingin, temperatur pemanasan dan lain-lain. Proses yang paling banyak dipakai di industri logam atau bengkel-bengkel logam lainnya adalah proses hardening. Alat-alat permesinan atau komponen-komponen mesin banyak yang harus dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan untuk memotong meningkat, atau baja dapat dilunakkan untuk memudahkan permesinan lebih lanjut. Untuk memungkinkan perlakuan panas yang tepat, susunan kimia baja harus ketahui, karena perubahan komposisi kimia khususnya karbon dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis (Surdia,1995).

Perlakuan panas pada baja dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Pemanasan pada temperatur rendah


(23)

Akibat pengerjaan ini adalah tidak menghasilkan perubahan dalam struktur baja, hanya mengakibatkan perubahan yang kecil dalam sifat-sifat mekaniknya. Apabila dalam pengerjaan ini dihasilkan suatu permukaan baja yang keras, maka dapat dihilangkan dengan cara penuangan, dan pengerjaan dalam mesin perkakas.

2. Pemanasan dalam temperatur tinggi

Apabila baja dipanaskan terus menerus yang mengakibatkan suhu pemanasan naik dan mencapai suatu suhu tertentu, maka terjadi pembentukan butiran-butiran baru yang bentuk dan ukurannya kecil dan halus. Pembentukan butiran dapat terjadi walaupun ,ukuran original sebelumnya besar dan kasar, dimana perubahan terjadi sebalum pengerjaan dingin. Proses tersebut dikenal dengan proses pengkristalan kembali. Temperatur pengkristalan untuk beberapa logam dapat dilihat pada tabel 2.1 pengkristalan dapat dikatakan kompleks apabila seluruh struktur logam terdiri dari butir-butiran halus.

Tabel 2.3. Pengkristalan Kembali Pada Beberapa Logam

No Jenis Logam Temperatur (oC)

Pengkristalan Kembali Titik Cair

1 Wolfram 1200 3410

2 Molebden 900 2620

3 Nikel 600 1458

4 Besi 450 1535

5 Kuningan 400 900-1050

6 perunggu 400 900-1050

7 Tembaga 200 1083

8 Perak 200 960

9 Alumunium 150 660

10 Magnesium 150 651


(24)

12 Timbal 20 327

13 Timal 20 232

(Sumber: Amanto,1999)

3. Pemanasan secara terus menerus

Pada pemanasan baja yang dilakukan secara terus menerus, terjadi penyerapan unsur-unsur lainnya (terutama unsur karbon) oleh butiran-butiran besi, sehingga akan dihasilkan oleh suatu struktur yang berbentuk kasar. Proses tersebut dikenal sebagai proses pertumbuhan butir (grain growth). Jadi pemanasan pada temperatur tinggi akan menyebabkan terjadi pertumbuhan buturan melalui pengkristalan kembali pada baja, yang mengakibatkan perubahan bentuk dan ukuran butiran-butiran. Selain itu, pertumbuhan butiran-butiran akan terjadi terus-menerus selama dilakukan pendinginan. Pengkristalan kembali dan pertumbuhan butiran yang terjadi terhadap baja akibat pengerasn panas, berpangaruh terhadap sifat-sifat mekanik baja.

(Gambar)

Proses yang dilakukan dalam perlakuan panas, terdiri dari pelunakan (annealing), penormalan (normalizing), pengerasan(hardening), dan tempering.

1. Annealing

Kristalisasi ulang bisa dilakukan dengan annealing dan pengerasan panas ini tidak akan menghasilkan logam tersebut pada kelunakan dan kekenyalan semula, menghilangkan efek-efek pengerasan pada pekerjaan. Pada proses annealing pemanasan yang dilakukan diikuti dengan pendinginan perlahan-lahan. Pendinginan yang lambat adalah hal yang utama didalam proses, yang membuat baja selunak mungkin dan menghindari terjadinya tegangan-tegangan dalam baja yang mengalami proses annealing, struktur butiran termasuk kasar, ferit dan perlit, membentuk area-area terpisah.

Annealing didefenisikan sebagai pemanasan pada suhu yang sesuai, diikuti dengan kecepatan pendinginan yang sesuai. Hal ini bertujuan untuk menginduksi kelunakan, memperbaiki sifat-sifat pengerjaan dingin,dan membebaskan tegangan- tegangan pad baja sehingga diperoleh struktur yang dikehendaki.

Sifat-sifat baja yang disebutkan pada defenisi diatas dapat dartikan bahwa baja harus dipanaskan melalui suhu pengkristalan kembali untuk membebaskan


(25)

tegangan-tegangan pada baja. Kemudian mempertahankan pemanasannya pada suhu tinggi untuk membuat pertumbuhan butiran-butiran dan suatu struktur lapisan austenit. Dan seterusnya didinginkan secara perlahan-lahan untuk membuat suatu struktur lapisan perlit, menginduksi kelunakan, dan memperbaiki sifat-sifat pengerjaan dingin.

2. Normalizing

Proses normalizing diperlukan untuk mengembalikanbaja pada kondisi yang seragam pembuatannya. Ada beberapa persamaan dengan annealing, tetapi dalam normalizing baja dipanaskan diatas suhu kritisitas dan dibiarkan dingin diuadara terbuka (still air), yang membuat suatu tingkat pendinginan yang lebih cepat. Ini memberikan waktu yang cukup untuk pemisahan penuh dari perlit dan semetit, dan dari pada terbentuk menjadi area-area terpisah dalam suatu struktur kasar, keduanya akan bercampur dengan baik sekali dalam suatu struktur yang lebih halus.

3. Hardening

Bila baja didinginkan di atas suhu kritis atas, pendinginan berjalan cepat, endapan karbon akan ditekan dan struktur dibekukan dalam suatu larutan padat. Baja tersebut amat keras dan regas, bila dilihat dengan mikroskop akan terlihat struktur seperti jarum dikenal dengan martensit. Baja-baja karbon biasa, biasanya tidak begitu banyak.

Pengerasan dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi,kekuatan dan fatigue limit strength yang baik.

Kekerasan dapat dicapai tergantung pada karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada temperatur pemanasan (temperatur austentizing), holding time dan laju pendinginan yang di lakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras banyak tergantung pada hardenability.

Untuk memperoleh kekerasan yang baik (martensit yang keras) maka pada saat pemanasan harus dapat dicapai unsur austenit, karena hanya unsur austenit yang dapat bertransformasi menjadi martensit.

Bila pada saat pemanasan masih terdapat struktur lain maja setelah didinginkan akan memperoleh struktur yang tidak seluruhnya terdiri dari martensit. Bila struktur lain itu bersifat lunak, misalnya ferit maka tentunya kekerasan yang tercapai juga tidak akan maksimum.

Untuk menentukan temperatur pemanasan yang baik untuk pengerasan yang dilakukan suatu percobaan pemanasan dan quenching pada beberapa temperatur dan dianalisis struktur yang terjadi.


(26)

Pengerasan yang dilakukan secara langsung adalah baja dipanaskan untuk menghasilkan struktur austenit dan selanjutnya didinginkan. Pembentukan sifat-sifat dalam baja pada kandungan karbon, temperatur pemanasan, sistem pendingin, serta bentuk dan ketebalan bahan.

4. Tempering

Pemanasan kedua dimana baja dipanaskan sampai dibawah titik kritis bawah kemudian dilakukan pendinginan. Di sini kekerasan sedikit diturunkan, tetapi baja tersebut jadi lebih kuat. Setelah dinaikkan sampai panas penyepuhan, baja dibiarkan dingin secara perlahan-lahan. Suhu yang pasti untuk tempering itu tergantung pada kegunaan baja tersebut. Tingkat kekerasan yang dicapai setelah pendinginan tergantung pada kandungan karbon dalam baja, yang mengandung kurang dari 0,3% unsur karbon tidak memperlihatkan perubahan yang nyata. Kekerasan maksimun dicapai baja mengandung 1,2 % unsur karbon.

2.1.6. Pendinginan Secara Cepat

Metode pencelupan secara cepat yang disebut quenching pada proses ini diperoleh struktur martensit akibat dari penurunan tempertur dan suhu austenit ke suhu kamar yang menyebabkan logam menjadi keras. Laju pendinginan merupakan faktor pengendali, pendinginan yang cepat lebih cepat dari pada pendinginan kritis akan menghasilkan struktur yang keras, sedangkan pendinginan yang lambat akan menghasilkan struktur yang lebih lunak.

2.1.7. Media Pendinginan

Media pendinginan adalah merupakan suatu sarana akan suatu zat, baik berupa larutan, padatan maupun gas yang sifatnya sebagai pendingin terhadap bahan logam setelah melalui peroses perlakuan panas yang juga sangat mempengaruhi perubahan fisis atau sifat-sifat mekanik dari bahan logam.

Media pendingin yang umum dipakai pada proses perlakuan panas tergantung pada pemanasan apa yang dilakukan serta pembentukan sifat baru yang ingin didapatkan sehingga diperlukan adanya variasi dari pada media pendingin yang juga merupakan faktor pengendali jenis serta sifat bahan logam yang akan dihasilkan. Proses perlakuan panas yang biasa dilakukanuntuk media pendingin dilakukan dengan temperatur serta dengan adanya variasi dari konsentrasi dari media pendingin, konsentrasi larutan akan mengurangi kecepatan pendinginan.


(27)

Media pendingin yang umumnya dipakai tergantung dari pembentukan sifat serta sesuai dengan proses pemanasan yang dilakukan, adalah sebagai berikut:

a. Udara

Pendinginan di udara adalah merupakan suatu pendingin secara perlahan-lahan di ruang terbuka yang bertujuan untuk menormalkan kembali struktur logam karena adanya efek pengerjaan terhadap bahan baja, pada pendinginan di udara terjadi pada fasa austenisasi, 50-60oC di dalam daerah austenit murni. Pendinginan di udara mencegah terjadinya segresi proetekrad yang berlebihan dan terbentuknya struktur mikro perlit yang halus, dan proses ini disebut dengan normalising.

b. Pendinginan di oli dan air merupakan suatu pendinginan dengan kecepatan setelah dilakukan pemanasan sampai temperatur 50oC diatas temperatur titik kritis selama beberapa waktu, proses pendinginan ini biasanya disebut dengan quenching (celup langsung). Pendinginan dengan kecepatan akan menghasilkan martensit yang keras dan agak rapuh. Pada proses pendinginan ini akan terbentuk austenit yang lebih padat dari pada martensit dan juga lebih padat dari ferit ditambah dengan karbida, hal ini yang merupakan masalah pada pendinginan secara celup langsung dari austenit ke martensit yang rapuh jadi retak dapat terjadi pada baja dengan ukuran lembaran atau kawat khususnya bila kadar karbon lebih besar dari 0,5%.

2.2. Karburasi (Carburizing)

Karburasi adalah suatu proses penambahan karbon ke permukaan benda dilakukan dengan memanaskan benda dalam lingkup yang banyak mengandung karbon aktif sehingga karbon berdifusi masuk ke permukaan baja. Kemudian dipanaskan pada temperatur antara 900oC-950oC dengan waktu yang lama. Media yang biasa dipakai adalah Charcoal Activated (karbon aktif) dengan Natrium Karbonat (NaCO3), Barium Karbonat (BaCO3) dan Kalsium Karbonat (CaCO3). Untuk menyepuh keras baja diperlukan kadar karbon sekurangnya 0,3% C dilihat pada baja karbon yang dapat disepuh keras. Jika mempunyai kadar karbon kurang dari 0,3%C maka dengan cara karburasi. Dengan memanaskan bahan sampai 950oC dalam lingkungan yang menyerahkan lalu dibiarkan beberapa waktu lamanya pada suhu ini dan didinginkan diudara.

Tujuan dari pengerjaan panas ini adalah untuk memberi pada benda-benda lapisan luaryang dapat disepuh keras. Hal ini memungkinkan karena pada suhu tersebut karbon dapat meresap kedalam lapisan luar benda kerja. Karburasi dapat juga disebut penumpukan karbon atau menyemen. Lapisan luar yang telah mengambil karbon dinamakan lapisan karburasi.


(28)

Tebalnya lapisan yang dikarburasikan dalam lingkungan yang dapat menyerahkan karbon tergantung dari pada waktu dan suhu.

Akibat dari pemanasan ini diharapkan untuk dapat menyusun kedalam permukaan baja. Dengan menyusupkan unsur karbon pada permukaan baja tersebut akan terjadi peningkatan kandungan karbon, hal ini akan dapat meningkatkan kekerasan dari pada permukaan baja tersebut dan tentu akan meningkatkan daya tahan aus gesekan dan permukaan baja.

Proses karburasi umumnya dilakukan pada baja yang memiliki kadar karbon rendah, akan tetapi dapat juga dilakukan pada kadar karbon menengah dengan peningkatan kandungan karbon pada permukaan mencapai 45% (Ariobima,2001).

2.2.1. Karburasi Dalam Zat Padat

Karburasi padat adalah proses penjenuhan lapisan padat sebagai sumber karbon. Untuk mendapatkan kekerasan yang maksimal maka media karburasi dicampur dengan zat pengaktif karbon (energizer).

Pada proses karburasi diusahakan kadar karbon tidak lebih dari 1%, dengan kedalam lapisan karburasi mencapai 0,5 – 2 mm, kadar karbon yang melebihi 1% tidak diinginkan karena lapisan permukaannya menjadi sangat rapuh yang disebabkan oleh terbentuknya jaringan sementik.

Selama didalam tungku pemanasan pada proses karburasi akan dibentuk dua gas yaitu karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Gas-gas ini bagian terbesar dari media

karburasi dengan oksigen dari udara yang selalu terdapat dari rongga – rongga media karburasi. Proses ini dapat digambarkan dengan persamaan reaksi :

C + O2 CO2 2.1

2C + 2O2 2 CO2 2.2

Sebagai sumber karbon dioksida lainnya dapat berasal dari barium, kalsium atau sodium karbonat yang ditambah dalam karburasi sebagai energizer dimana komposisi yang terjadi didalam pemanasan :

CaCO3 CaO + CO2 2.3

Didalam karburasi ini sendiri terjadi kesetimbangan dua gas yaitu CO dan CO2

CO2 + C 2 CO 2.4

Pada temperatur yang lebih tinggi akan didapat pula karbon monoksida (CO) yang lebih banyak persentasenya, karbon dioksida yang didalmnya campuran gasnya sediki. Adapun reaksi karburasi yang terjadi pada permukaan baja adalah sebagai berikut :


(29)

Setelah reaksi ini terjadi akan dihasilkan karbon dalam bentuk atom. Karbon ini dalam temperatur karburasi akan diabsorsi oleh permukaan logam dan bermigrasi secara perlahan – lahan atau berdifusi menuju inti dan pada waktu yang bersamaan menghasilkan pembentukan molekul – molekul baru karbon monoksida.

Difusi adalah peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu zat dari bagian kosentrasi tinggi kebagian berkosentrasi rendah. Contoh yang sederhana adalah penambahan karbon kedalam baja karbon rendah sehingga pada baja karbonnya lebih besar. Difusi yang paling sering etrjadi adalah difusi molekuler.

Difusi ini terjadi jika terbentuk perpindahan dari suatu lapisan molekul yang diam. Apabila suhu pada suatu material naik , akan menyebabkan atom – atomnya bergetar dengan energinya yang lebih besar dan sejumlah kecil atom akan berpindah dalam kisi.

Mekanisme perpindahan atom dalam suatu logam dapat terjadi secara interistisi dan kekosongan. Perpindahan ini terjadi bila atom tidak memiliki ukuran yang sama. Sedangkan perpindahan secara kekosongan dapat terjadi bila semua atom memiliki ukuran sama. Proses difusi dapat terjadi lebih cepat apabila : suhu tingggi, atom yang berdifusi kecil, ikatan struktur induk lemah (dengan titik cair rendah), terdapat cacat – cacat dalam bahan (kekosongan atau batas butir) (Surdia, 1995).

Kalsium karbonat adalah kalsium yang terdapat pada kapur, batu kapur dan merupakan komponen utama yang terdapat pada kulit telur. Kalsium karbonat merupakan serbuk putih, tidak berbau, stabil diudara, praktis tidak larut dalam air. Kelarutan dalam air meningkat dengan adanya sedikit nitrat dengan membentuk gelombang gas.

Salah satu sifat kimia dari kalsium karbonat adalah dapat menetralisasi asam. Kalsium karbonat sebagai semi penguat dan memiliki harga yang relative murah serta memberikan kekerasan, kekuatan tarik yang baik.

Cara ini adalah metode yang paling tua dan dikenal sebagai “pack hardening” yang mana benda kerjanya dimasukan kedalam sebuak kotak besi dan secara tertutup dikelilingi dengan bahan – bahan seperti arang kayu dan serbuk tulang. Zat kimia yang lain misalnya kalsium karbonat yang sering dipakai sebagai pembangkit dalam proses.

Dengan tutup yang benar – benar rapat, semua benda dipanaskan dalam dapur dengan suhu 850 – 950oC dalam waktu beberapa jam, dan pada suhu yang tinggi ini karbon akan menyebar kebaja karbon tinggi dengan ketebalan sekitar 0,8 mm bisa dicapai setelah 3 samapi 4 jam pemanasan. Benda – benda yang tidak dibuat dengan kulit bisa dilindungi dengan jalan pelapisan tembaga atau dibungkus dengan tanah liat.


(30)

Sebelum pengekapan dibuka, kotak beserta isinya dibiarkan dingin secara perlahan – lahan. Benda – benda kerja tersebut perlu disepuh, sebab butiran – butirannya masih kasar akibat suhu kritis atas ( sekitar 900 – 915oC) lalu didinginkan secara mendadak dalam zat cair. Ini diikuti dengan pengerasan dengan cara memanaskan antara 750 – 760oC, lalu dicelupkan kedalam media pendingin. Maka terdapat peti yang sangat keras yang bisa diolah selanjutnya dengan tempering sekitar 200oC.

2.2.2. Karburasi Dalam Zat Cair

Baja – baja lunak juga bisa dikarburasi ( disenyawakan dengan zat arang) dalam suatu bak garam , biasanya terdiri dari sodium sianida lumer , yaitu suatu campuran sodium , nitrogen, dan karbon. Proses sianida sangat luas digunakan dalam industri dimana ada resiko – resiko tertentu akibat uap – uap beracun dari cipratan air garam , tetapi proses ini tidak digunakan dalam bengkel – bengkel sekolah. Pencelupan dalam suatu bak garam menjamin pemanasan yang merata, memperkecil distorsi dan permukaan benda kerja tetap bersih dan mengkilat.Setelah pengolahan tersebut benda – benda kerja tersebut harus dicuci dan diberikan pengolahan panas lagi seperti setelah pack hardening ( penyepuhan yang dibungkus).

Karburasi jenis ini menggunakan lelehan sainida ( CN ) pada logam berkarbon rendah yang dipanaskan dengan menggunakan belerang pemanas yang dipanaskan dengan minyak atau gas. Suhunya kira – kira 815oC – 900oC proses ini dilakukan dengan kontinyu dan otomatis karena memberikan hasil akhir yang baik. Permukaan lelehan ditutup dengan grafit atau batu bara untuk mengurangi hilangnya radiasi dan dekomposisi sianida yang berlebiahan. Selain sodium dan potassium sianida, lelehan yang digunakan juga mengandung sodium dan pottasium klorida dan barium klorida yang berperan sebagai aktifator. Reaksi yang terjadi didalam dapur garam sianida adalah sebagai berikut :

a. BaCl2 Ba (CN)2 + 2NaCl

b. Ba(CN)2 +Fe Fe(c) + BaCN2

Proses ini mirip dengan proses sianida, hanya disini kulit luar mempunyai kadar karbon yang tinggi dan kadar nitrogen yang rendah. Karburasi cair dapat digunakan untuk membentuk lapisan setebal 6,35mm, meskipun umumnya tidak melebihi 0,64 mm. Cara ini baik untuk pengerasan permukaan benda yang berukuran kecil dan sedang. Kelebihan, karena cairan mentransfer dengan cepat maka karbon yang ditambahkan juga lebih cepat. Juga pengerasan yang dihasilkan lebih merata. Kekurangan, beberapa nitrogen terserap bersama – sama dengan karbon dan menyebabkan pengerasan mendadak. Juga material harus dikeringkan setelah proses ini untuk menghindari korosi, hal tersebut memakan waktu dan


(31)

biaya.

2.2.3. Karburasi Dalam Gas

Pada proses pengkarburisasian dalam gas, karbon tambahan dimasukan kedalam permukaan – permukaan baja lunak dengan jalan memanaskan logam dalam suatu dapur dimana gas yang kaya akan karbon dilewatkan. Metana , butana dan propana digunakan dalam proses ini , terutama untuk komponen – komponen kecil. Antara lain dapat digunakan gas alam atau hidro karbon atau propon ( Gas Karbit ). Prosesnya yaitu benda yang akan dipanaskan dimasukkan dalam oven atau furnace dengan temperature bervariasi antara 8700C

sampai 9500C. atmosfir gas untuk karburasi diproduksi dari cairan ( metanol, isopropanol ),

atau gas hidrokarbon ( peropana dan metana ). Generator gas endhotermik dipakan untuk menyuplai gas endhotermik.

Komposisi gas dalam proses karburasi gas adalah :

• Nitrogen 40%

• Hidrogen 40%

• Karbon monoksida 20%

• Karbon dioksida 0,3%

• Metana 0,5%

• Uap air 0,8%

• Oksigen in treaces

Oven dialiri dengan gas karbon. Atom – atom karbon akan tertarik menembus kedalam logam. Sehingga permukaan logam menjadi kaya karbon. Cara ini diterapkan dalam karburasi dalam bagian – bagian yang kecil yang dapat dicelupkan langsung setelah pemanasan dalam dapur.

Selama proses karburasi gas, terjadi reksi-reaksi sebagai berikut : a. C3H8 2CH4 + C (craking of hydrocarbon)

b. CH4 + F Fe (c) + 2H2

c. CH4 + CO2 2CO + 2H2

d. 2CO + Fe Fe (c) + CO2

Kelebihan dari gas carburizing yaitu lebih cepat dibandingkan dengan pack carburizing. Proses ini hanya membutuhkan sedikit tenaga kerja dan penanganan. Juga lebih


(32)

praktis dari pada pack carburizing untuk jumlah yang banyak. Kekurangan, alat dan bahan yang digunakan dalam proses ini lebih mahal.

2.2.4. Aplikasi Karburasi

Beberapa hal umum dapat diterapkan dengan memperhatikan bagaimana benda kerja diletakan pada mesdin dan gerakan relatif antara benda kerja dengan perkakas. Gaya – gaya yang bekerja pada perkakas menimbulkan gerakan geseran yang kuat pada logam didepan perkakas. Logam akan mengalami deformasi yang besar. Perkakas pemotong harus tahan terhadap gaya yang besar pada suhu dan keausan yang tinggi. Keausan terjadi akibat difusi keadaan padat dan bahan perkakas kebenda kerja pada suhu tinggi dan terjadinya kontak pada permukaan. Jenis bahan perkakas pemotong yang baik harus mempunyai kekerasan panas yang tinggi dan tahan terhadap keausan , dengan ketangguhan yang cukup terhadap pepatahan atau pecah. Bahan tersebut juga harus tahan terhadap kejut termal dan reaktivitas yang rendah terhadap bahan benda kerja.

Jadi bahan yang digunakan dalam permisanan untuk perkakas adalah bahan yang memiliki permukaan yang keras, serta ulet dan tahan terhadap keausan. Oleh sebab itu bahan perkakas pemotong harus terbuat dari baja karbon rendah yang telah mengalami karburasi karena bahan akan mengalami perkakas pemotong yang baik pada permesinan logam (Amstead, 1992).

2.3. Sifat Mekanik Logam

Pengertian sifat mekanik suatu logam adalah kemampuan atau kelakuan logam untuk menahan beban yang diberikan, baik bebas statsis atau dinamis pada suhu kamar, suhu tinggi, maupun dibawah suhu 0oC. Beban statis adalah beban yang tetap , baik bergeser maupun arahnya pada setiap saat. Sedangkan beban dinamis adalah beban yang besar dan arahnya berubah menurut waktu.

Beban statis dapat berupa beban tarik, tekan lentur, puntir, geser, dan kombinasi dari beban tersebut. Sementara itu beban dinamis dapat berupa beban tiba – tiba dan dapat berubah – ubah. Sifat mekanik logam meliputi : kekuatan, kekerasan, kegetasan, keuletan, aus dan lain – lain.

2.3.1. Kekerasan

Kekerasan adalah ketahanan beban terhadap deformasi plastis, karena pembebanan setempat pada permukaan berupa goresan atau penekanan. Sifat ini banyak berhubungan dengan sifat kekuatan, daya tahan aus, dan kemampuan dikerjakan dengan mesin (mampu mesin). Cara pengujian kekerasan ada tiga macam, yaitu goresan, menjatuhkan bola baja dan


(33)

penekanan. Kekerasan suatu bahan dapat berubah bila dikerjakan dengan pekerjaan dingin (cold worked), seperti pengerolan, penarikan serta kekerasan dapat dicapai dengan kebutuhan perlakuan panas (Surdia, 1995)

Kekerasan suatu bahan dapat diketahui dengan pengujian kekerasan menggunakan mesin uji kekerasan (hardness tester) menggunakan tiga cara atau metode yang telah banyak dilakukan , yaitu : metode Brinel, Rockwell dan Vickers.

Uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Angka kekerasan piramida intan (DPH) atau angka kekerasan Vickers (VHN), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopi panjang diagonal jejak. DPH dapat ditentukan dari persamaan berikut :

VHN = = 1,8544

2.6

Dimana :

F = pembebanan yang diterapkan (kgf) d = panjang diagonal rata –rata (mm)

θ = sudut antara permukaan intan yang berlawanan = 136o

2.3.2. Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Kekuatan tarik merupakan sifat mekanik yang sangat penting dari logam, terutama untuk perhitungan – perhitungan konstruksi. Untuk memperoleh informasi tentang kekuatan tarik dilakukan pengujian tarik.

Gambar 2.1. Kekuatan Tarik

Dalam pengujian tarik batang percobaan atau batang uji dikenai beban aksial yang ditambah secara berangsur – angsur secara kontinu. Pada saat yang bersamaan dilakukan pengukuran – pengukuran yang diperlukan untuk menentukan besarnya tegangan dan regangan.

Bila suatu beban tarik maka akam mengalami deformasi padanya. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis dan plastis. Deformasi elastis adalah suatu perubahan yang secara hilang


(34)

kembali apabila beban ditiadakan. Deformasi plastis adalah suatu perubahan bentuk yang tetap ada meskipun beban yang menyebabkan deformasi ditiadakan.

Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap spesimen atau batang uji yang standar. Batang uji tarik tersebut dipasang pada mesin uji tarik, dijepit dengan mesin uji tarik pada ujung – ujungnya dan ditarik kearah memanjang secara perlahan. Selama penarikan setiap saat dicatat dengan grafik yang tersedia pada mesin tarik. Besarnya gaya tarik yang bekerja dan besarnya pertambahan panjang yang terjadi akibat dari gaya tarik tersebut. Penarikan berlangsung terus sampai batang uji putus.

Pada saat batang uji menerima beban sebesar F (N), maka batang uji akan bertambah panjang sebesar L (m). Gaya persatuan luas penampang didefinisikan sebagai tegangan (stress), dapat ditulis sebagai berikut :

σ

=

2.7

Dimana :

σ = Tegangan (N/m2) F = Berat beban (N)

A = Luas penampang benda uji (mm2)

Akibat tarikan , bagian panjang bahan L mengalami ulur (perpanjangan) sebesar ∆L.

Perpanjangan relatif yaitu pertambahan panjang persatuan panjang awal yang disebut regangan (strain) normal dengan rumus sebagai berikut :

ε

=

=

2.8

Dimana :

ε = Regangan (%)

L0 = Panjang bahan uji mula – mula (mm)

L = Panjang bahan uji saat menerima beban (mm)

Hubungan linear antara tegangan dan regangan dapat dilhat dalam kurva tegangan dan regangan berikut :


(35)

A B

C

D

Batas proposional Batas elastik

Kekuatan maksimum

Kekuatan patah

O

Tegangan N/m

Regangan (%)

2

Gambar 2.2. Grafik Hubungan Antara Tegangan – Regangan

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa dari titik 0 kesuatu titik A yang disebut batas proposional masih merupakan garis lurus seperti terlihat pada gambar bahwa tegangan sebanding dengan regangan. Bila tegangannya dilepas maka panjang bahan akan kembali seperti semula. Jika pemberian tegangan dilepas maka panjang bahan akan kembali seperti semula bila tegangannya dihilangkan. Pada saat pemberian tegangan melewati titik B maka bahan tidak akan kembali lagi seperti semula dan bahan akan mengecil secara drastis dan tidak akan kembali lagi bila tegangannya dihilangkan. Apabila pemberian tegangan terus ditambah maka bahan akan memanjang dan mengecil sampai mencapai tegangan maksimum C. Tegangan tidak ditambahkan lagi tetapi bahan akan memanjang dan tegangannya akan menurun. Akibatnya bahan akan patah pada saat tegangan berada dititk D.

2.3.3. Kelentingan

Kelentingan adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap energi pada waktu berdeformasi secara elastis dan kembali kebentuk awal apabila bebannya dihilangkan. Kelentingan bisa dinyatakan sebagai modulus kelentingan (Modolus Young) yaitu energi regangan tiap satuan volume yang dibutuhkan untuk menekan beban dari tegangan nol hingga

tegangan lul

Modulus Young (Y)

=

2.9

(Y) =

=

Dimana :

Y = Modulus Elastis (N/m2) F = Gaya (N)

A = Luas Penampang (m2)


(36)

L0 = Panjang Mula – mula (m)

2.4. Bahan Baku Arang

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85 – 95% karbon, dihasilkan dari bahan – bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi.

Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai absorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan aktif faktor bahan – bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat – sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut arang aktif.

Arang aktif merupakan senyawa karbon amorf, yang dapat dihasilkan dari bahan – bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300 – 3500 m2/ gram dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai absorben. Arang aktif dapat mengabsorsinya gas dan senyawa – senyawa kimia tertentu atau sifat absorsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori – pori dan luas permukaan. Daya serap aktif sangat besar, yaitu 25 – 1000% terhadap berat arang aktif.

Arang aktif dibagi atas dua tipe, yaitu arang aktif sebagai pemucat sebagai penyerap uap. Arang aktif sebagai pemucat, biasanya berbentuk powder yang sangat halus, diameter pori mencapai 1000 A0, digunakan dalam fase cair, berfungsi untuk memindahkan zat – zat pengganggu dan kegunaan lain yaitu pada industri kimia dan industri baru. Diperoleh dari serbuk – serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah.

Arang aktif sebagai penyerap uap biasanya berbentuk granular atau pellet yang sangat keras diameter pori berkisar antara 10-200 A0, tipe pori lebih halus, digunakan dalam fase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, katalis, pemisahan, dan pemurnian gas. Diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai struktur yang keras.


(37)

Sehubungan dengan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang aktif untuk masing – masing tipe , pernyataan diatas bukan merupakan suatu keharusan. Karena ada arang aktif sebagai pemucat diperoleh dari bahan yang mempunyai densitas besar, seperti tulang.


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Material Test PTKI (Pendidikan Teknologi Kimia Industri) Medan yang dilaksanakan pada bulan Januari 2013.

3.2. Alat dan Bahan

Tabel 3.1. Alat

No Nama Alat Spesifikasi Jumlah

1. Mesin Uji Kekerasan Vickers 1 Set

2. Furnace Kapasitas 1200oC 1 Set

3. Gunting Pejepit - 1 Set

4. Jangka Sorong - 1 Buah

5. Kertas Pasir Ukuran 320,500,800. -

6. Sarung Tangan - 1 Set

7. Specimen Driyer - 1 Buah

8. Testing mesin - 1 Set

Tabel 3.2. Bahan

No Bahan Keterangan Jumlah

1. Kalsium Karbonat (CaCO3) Dibeli di PTKI Secukupnya

2. Baja Karbon Sedang Dibeli di PTKI 20 buah

3. Serbuk arang Dibuat Secukupnya


(39)

(40)

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Proses karburasi

1. Menyediakan bahan baku arang kayu

2. Arang kayu digiling dengan kehalusan 70-100 mesh.

3. Menyediakan baja yang berbentuk silinder dengan ukuran 10 mm ,diameter 16 mm sebanyak 8 buah dan bahan berbentuk test piece sesuai dengan standar JIS sebanyak 16 buah.

4. Menggosok permukaan baja karbon sedang dengan kertas abrasive.

5. Meletakan benda uji yang akan dikeraskan dalam kotak karburasi bersamaan dengan campuran antara serbuk arang dengan CaCO3 (kalsium karbonat) sebagai aktifator

dengan perbandingan berat sekitar arang dan CaCO3 sebesar 0%, 5%, 10%, dan 15%

kemudian ditutup.

6. Meletakan kotak kedalam furnace.

7. Menaikan temperatur furnace sampai 300oC kemudian menahannya selama 20 menit untuk pemanasan.

8. Menaikan kembali temperatur sampai 800oC dan menahannya selama 5 menit agar temperatur dalam kotak merata.

9. Menaikan kembali temperatur sesuai dengan temperatur karburasi (950oC) selama 3 jam.

10.Melakukan pendinginan secara cepat, dimana tungku dan kotak dibuka, benda uji didinginkan, dicelup kedalam air selama1-3 detik, dicabut, dimasukan kembali, ditarik kembali dan seluruh bagian dicelup perlahan-lahan.

3.4.2. Pengujian sampel

3.4.2.1.Uji Kekerasan

1. Ratakan permukaan bahan yang akan diuji kekerasannya (usahakan jangan sampai miring) dan diasah sampai mengkilap supaya pengukuran dengan mikroskop micrometer lebih terang.

2. Pilihlah beban percobaan yang akan dipakai (dalam percobaan ini digunakan beban 10 kgf) dengan memutar tombol penukar beban yang terdapat pada samping kanan alat. 3. Letakkan bahan percobaan pada anvil.


(41)

4. Tekan tombol yang terdapat dibagian kanan alat, lampu berpijar adalah sebagai tanda bahwa gaya atau beban sudah bekerja, biarkan selama 30 detik sesudah lampu tidak bercahaya lagi.

5. Setelah 30 detik, angkat engkol pembuka beban, geser lensa objektif kearah indentasi (bekas penekanan) dengan jalan memutar revorvel knop searah jarum jam.

6. Tentukanlah panjang diagonal dari indentasi, yaitu diagonal horizontal dan diagonal vertical dan dihitung diagonal rata – rata dari kedua diagonal diatas.

7. Ulangi percobaan sampai 4 kali untuk masing – masing bahan specimen. 3.4.2.2. Uji Kekuatan Tarik

1. Ukurlah panjang dan luas penampang bahan yang akan diuji, dimana pengukuran dapat dilakukan seperti gambar berikut ini.

2. Sampel uji tari diletakan pada penjepit atas dan bawah yang dikendalikan dengan kontrol jepit, kemudian penjepit akan bergerak bersamaan dengan bergeraknya jarum penunjuk yang menunjukan berat yang digunakan hingga sampel uji patah (putus). 3. Mencatat data yang diperoleh dari uji kekuatan tarik.

d = 8 mm d = 18 mm

R = 15 mm R = 15 mm

L0 = 50 mm

L0 = 50 mm


(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian

Pengujian sifat mekanik dari beberapa bahan uji (sampel) telah dilakukan dengan adanya variasi kosentrasi kalsium karbonat (CaCO3) untuk bahan baja karbon sedang pada

proses karburasi. Hasil pengujian yang telah dilakukan adalah kekerasan (hardness) dan kekuatan tarik dengan variasi kosentrasi CaCO3 sebagai energizer untuk baja karbon sedang

pada proses karburasi. Data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel yang tertera dibawah ini.

4.1.1. Kekerasan

Nilai kekerasan bahan uji dari pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.1 dan 4.2 dimana nilai kekerasan tersebut dapat ditentukan sesuai dengan rumus 2.6 dan perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 1. Data hasil perhitungan untuk kekerasan permukaan baja karbon sedang sebelum mengalami proses hardening dapat dilihat pada tabel 4.2, dimana masing-masing permukaan sampel yang telah mengalami proses karburasi dilakukan pengujian kekerasan sebanyak lima kali pengukuran untuk masing-masing bahan uji dengan menggunakan alat uji Vickers.


(43)

Tabel 4.1. Hasil Uji Kekerasan Permukaan Baja Karbon Sedang Sebelum Proses Quenching

Diameter Bahan Uji (d) = 16 mm Tinggi Bahan Uji (h) = 10 mm Waktu Pemanasan Suhu (t) = 3 Jam Suhu pemanasan (T) = 950oC Beban (F) = 98 N

No Kompos isi CaCO3

Kode Sampel

Diagonal identitas Kekerasan Vickers

(HV)N/mm2

d1(mm) d2(mm) d = (a+b)/2 Hasil kekerasan Rata-rata

1 Original A1 0,352 0,344 0,348 1500,67 1478,57

A2 0,353 0,347 0,350 1483,52

A3 0,363 0,344 0,353 1458,50

A4 0,352 0,351 0,351 1475,08

A5 0,355 0,347 0,351 1475,08

2 5% B1 0,456 0,437 0,446 913,664 967,52

B2 0,454 0,425 0,439 943,074

B3 0,420 0,410 0,415 1055,264

B4 0,431 0,439 0,435 960,518

B5 0,433 0,435 0,434 965,094

3 10% C1 0,445 0,348 0,396 1158,948 953,113

C2 0,453 0,439 0,446 913,664

C3 0,460 0,434 0,447 909,558

C4 0,461 0,450 0,455 877,923

C5 0,454 0,442 0,448 905,471

4 15% D1 0,435 0,428 0,431 978,618 963,644

D2 0,459 0,443 0,451 893,388

D3 0,445 0,429 0,437 951,962

D4 0,432 0,421 0,426 1001,805


(44)

Dari data hasil uji kekerasan permukaan baja karbon rendah sebelum proses quenching pada tabel diatas untuk bahan original nilai rata-rata kekerasannya 1478,57 N/mm2, sedangkan untuk sampel 5%,10%,15% nilai rata-rata kekerasannya 96752 N/mm2, 953,113 N/mm2, 963,644 N/mm2.


(45)

Tabel 4.2 Hasil Uji Kekerasan Permukaan Baja Karbon Sedang Sesudah Mengalami Proses Quenching

Diameter Bahan Uji (d) = 16 mm Tinggi Bahan Uji (h) = 10 mm Waktu Penahanan Suhu (t) = 3 jam Suhu Pemanasan (T) = 950oC Beban (F) = 98 N

No Kompos isi CaCO3

Kode Sampel

Diagonal identitas Kekerasan Vickers

(HV)N/mm2

d1(mm) d2(mm) d = (a+b)/2 Hasil kekerasan Rata-rata

1 Original A1 0,352 0,344 0,348 1500,67 1478,57

A2 0,353 0,347 0,350 1483,52

A3 0,363 0,344 0,353 1458,50

A4 0,352 0,351 0,351 1475,08

A5 0,355 0,347 0,351 1475,08

2 5% E1 0,281 0,281 0,281 2303,196 1585,307

E2 0,352 0,350 0,351 1474,9

E3 0,357 0,360 0,358 1418,55

E4 0,373 0,362 0,367 1350,048

E5 0,363 0,364 0,363 1379,84

3 10% F1 0,202 0,202 0,202 4454,002 2143,142

F2 0,333 0,331 0,332 1570,548

F3 0,343 0,340 0,341 1563,786

F4 0,353 0,336 0,344 1536,15

F5 0,343 0,333 0,338 1591,226

4 15% G1 0,223 0,221 0,222 3693,62 1883,442

G2 0,356 0,364 0,360 1402,184

G3 0,362 0,360 0,361 1394,54

G4 0,360 0,354 0,357 1426,39

G5 0,350 0,347 0,348 1500,478

Dari data hasil uji kekerasan permukaan baja karbon sedang sersudah proses quenching pada tabel diatas untuk bahan original nilai rata-rata kekerasan 1478,57 N/mm2 ,


(46)

sedangkan untuk sampel 5%,10%,15% nilai rata-rata kekerasannya 1585,307 N/mm2 , 2143,142 N/mm2 , 1883,442 N/mm2.

4.1.2. Kekuatan Tarik

Nilai kekuatan tarik ditentukan sesuai dengan rumus 2.7 dan data yang didapat dari hasil pengujian diperoleh dengan melakukan perhitungan (pada lampiran 1), untuk masing-masing variasi dilakukan 3 kali pengujian, dan hasil perhitungan tertera pada tabel 4.3 dan 4.4.

Tabel 4.3.Data Hasil Pengujian Tarik Permukaan Baja Karbon Sedang Sebelum Mengalami Proses Quenching.

Diameter Bahan Uji (d) = 8 mm

Panjang Mula-mula Bahan Uji (Lo) = 50 mm

No CaCO3 Bahan Uji Luas Penampang

(Ao)(mm2)

Beban Maksimum

(F) (N)

Kekuatan Tarik (N/mm2)

Hasil

Rata-rata

1 Original A1 50,24 24500 487,66 477,905

A2 23520 468,15

2 5% B1 50,24 25480 461,15 465,625

B2 23618 470,10

3 10% C1 50,24 26950 536,42 541,3

C2 27440 546,18

4 15% D1 50,25 24990 497,41 492,535

D2 24500 487,66

Dari data hasil uji tarik permukaan baja karbon sedang sebelum proses quenching pada tabel diatas untuk bahan original nilai rata-rata uji tarik 477,905 N/mm2, sedangkan untuk sampel 5%,10%,15% nilai kekuatan tariknya 465,625 N/mm2, 541,3 N/mm2, 492,535 N/mm2.


(47)

Tabel 4.4 Hasil Uji Kekuatan tarik Permukaan Baja Karbon Sedang Setelah Mengalami Proses Quenching .

Diameter Bahan Uji (d) = 8 mm

Panjang Mula-mula Bahan Uji (Lo) = 50 mm

No CaCO3 Bahan Uji Luas Penampang

(Ao)(mm2)

Beban Maksimum

(F) (N)

Kekuatan Tarik (N/mm2)

Hasil

Rata-rata

1 Original A1 50,24 24500 487,66 477,905

A2 23520 468,15

2 5% E1 50,24 24990 497,41 502,285

E2 25480 507,16

3 10% F1 50,24 25970 516,92 541,3

F2 28420 565,68

4 15% H1 50,24 24990 497,41 501,31

H2 25382 505,21

Dari data hasil uji tarik permukaan baja karbon sedang sesudah proses quenching pada tabel di atas untuk bahan original 477,905 N/mm2, sedangkan untuk bahan 5%,10%,15% nilai kekuatan tariknya 502,285 N/mm2 ,541,3 N/mm2, 503,31 N/mm2.

4.2. Pembahasan 4.2.1. Kekerasan

Bedasarkan data dari tabel 4.1 dan 4.2, proses karburasi yang dilakukan pada suhu 950oC selama 3 jam dengan variasi konsentrasi kalsium karbonat (CaCO3), memberikan nilai

kekerasan yang berbeda-beda untuk masing-masing konsentrasi. Karburasi dengan konsentrasi kalsium karbonat (CaCO3) yang berbeda akan menghasilkan kekerasan yang

berbeda pada skala Vickers. Kalsium karbionat (CaCO3) bila dipanaskan pada suhu 950oC

akan terjadi :


(48)

CO2 akan memisahkan diri dari CaO, selanjutnya CO2 akan bertemu dengan arang yang

merupakan karon dan akan terjadi reaksi :

CO2 + C 2CO

Selanjutnya 2CO dalam lingkungan panas akan cenderung berubah kembali menjadi gas CO2 dan akan melepaskan unsur C. kalau reaksi pelepasn ini berada di dalam struktur

baja, maka C tersebut akan tertinggal. Karbon yang di tinggal oleh gas CO2 akan ditangkap

oleh Fe. Peristiwa ini disebut sebagai unsur C larut di dalam baja, reaksi yang terjadi seperti dibawah ini :

2CO + panas CO2 + C ( larut di dalam baja )

Peran penting kalsium karbonat pada saat bercampur dengan arang adalah sebagai penyediaan gas CO2, dengan demikian adanya kalsium karbonat proses karburasi tidak terlalu

bergantung pada oksigen yang tersedia. Dimana diharapkan oksigen tersebut cukup tersedia di dalam rongga antar butir arang. Oleh sebab itu tersedianya udara yang cukup selama proses karburasi sebelum dan sesudah di quenching dapat dibuat kurva hubungan antara kekerasan permukaan baja karbon sedang dengan variasi massa kalsium karbonat dengan serbuk arang,seperti grafik 4.1:

Gambar 4.1. Grafik Baja Karbon Sedang Sebelum Dan Sesudah Proses Quenching

0 500 1000 1500 2000 2500

0 5 10 15 20

K

ek

era

sa

n

N

/m

m

2

Komposisi CaCO3 (%)

Sebelum Quenching Sesudah Quenching


(49)

Dari kurva di atas dapat dilihat proses karburasi kekerasan permukaan baja baja karbon sedang tanpa adanya proses quenching terjadi penurunan kekerasan baja karbon rendah karena jumlah atom karbon yang berikatan ke permukssn logam sedikit jumlahnya sehingga nilai kekerasannya cenderung menurun. Tetapi setelah melakukan proses quenching terlihat nilai kekerasnnya sangat meningkat.

Peningkatan kekerasan ini berkaitan dengan bertambahnya jumlah atom karbon yang masuk melalui proses difusi kedalam baja sehingga sifat kekerasan bagian permukaan menjadi lebih baik. Senyawa karbon yakni CaCO3 akan terurai pada temperatur 950oC

menghasilkan gas CO2 yang akan bereaksi dengan karbon dari serbuk arang aktif kayu bakau

dan berdifusi ke dalam permukaan baja yang dikarburasi. Peningkatan kekerasan pada baja karbon sedang disebabkan oleh penahanan waktu pemanasan pada proses karburasi yang memberikan kesempatan pada baja untuk memuai, semakin lama waktu pemanasan dilakukan maka baja tersebut semakin besar pemuaiannya.

4.2.2. Pengujian Kekuatan Tarik

Bedasarkan tabel 4.3 dan 4.4, proses karburasi yang dilakukan pada suhu 950oC selama 3 jam dengan variasi massa kalsium karbonat (CaCO3), memberikan nilai kekuatan

tarik yang berbeda-beda untuk masing-masing konsentrasi. Dari hasil perolehan data pengujian tarik baja karbon sedang sebelum proses quencing mengalami kenaikan yang terjadi pada penambahan CaCO3 sebesar 10%, dan juga mengalami penurunan kekuatan tarik

pada penambahan CaCO3 sebesar 15%.

Kenaikan kekuatan tarik baja karbon sedang pada penambahan CaCO3 sebesar 10%

sebelum di Quenching memberikan kesempatan kepada atom-atom untuk berdifusi menghomogenkan uastenit yang baru terbentuk. Tetapi pada penambahan CaCO3 sebesar

15% kekuatan tariknya menurun karena terjadi penumbuhan butir-butir yang menyebabkan turunnya kekuatan tarik. Begitu juga sesudah proses Quenching, pada penambahan CaCO3

sebesar 10% terjadi kenaikan dan pada penambahan CaCO3 sebesar 15 % tejadi penurunan,

yang dapat dilihat pada kurva hubungan antara uji tarik permukaan baja karbon sedang sebelum dan sesudah proses Quenching di bawah ini :


(50)

Gambar 4.3. Kurva Hubungan Antara Uji Tarik Permukaan Baja Karbon Sedang Sesudah Proses Quenching

450 460 470 480 490 500 510 520 530 540 550

0 5 10 15 20

K

e

k

u

a

ta

n

T

a

ri

k

(

N

/mm

2)

Komposisi CaCO3(%)

Sebelum Quenching Sesudah Quenching


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengaruh variasi massa CaCO3 pada

proses karburasi baja karbon rendah, maka dapat disimpulkan:

1. Pada penambahan komposisi kalsium karbonat sebesar 10% berat arang dalam

komposisi serbuk arang kayu melalui proses karburasi baja karbon sedang setelah

diquenching membreikan hasil kekerasan yang terbaik dengan kekerasaan permukaan

mencapai 2143,142 N/mm2.

2. Pada proses karburasi baja karbon sedang pada penambahan komposisi kalsium

karbonat sebesar 10% berat arang memberikan nilai kekuatan tarik yang meningkat

sebesar 541,3 N/mm2.

3. Proses karburasi dalam logam bisa dilakukan dalam zat cair, padat dan gas dimana

cara kerjanya berbeda – beda. Karburasi adalah suatu proses penambahan karbon ke

permukaan benda dilakukan dengan memanaskan benda dalam lingkupan yang banyak


(52)

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan setelah melihat data dan pembahasan maka

disarankan :

1. Untuk penelitian selanjutnya ada baiknya dilakukan penambahan sampel untuk uji

tarik sebelum diquenching dan perlu dilakukan pengujian komposisi kimia baja

karbon sedang untuk mengetahui peningkatan kandungan unsur karbon dalam baja

dan juga perlu dilakukan pengukuran struktur mikronya untuk mengetahui stuktur

yang terjadi dalam baja.

2. Perlu kiranya dilakukan penelitian selanjutnay dengan skala (%) CaCO3 diperkecil

(kelipatan 2) agar dapat diketahui pada (%) CaCO3 nilai kekerasan dan kekuataan


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Alexander,W.O, Davies,G.J,Heslop,S.,(1991), Dasar Metalurgi untuk Rekayasawan, Penerbit

PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ( Terjemahan : Dr.Ir. Sritati. Djaprie, M. Met. ME).

Amanto,H., Daryanto, (1999), Ilmu Bahan, Penerbit Bumi Aksara , Jakarta.

Amstead,B.H,F.O. Myran,L.B.,(1992), Teknologi Mekanik, Edisi Ketujuh, Penerbit Erlangga,

Jakarta.

Ariombima, R.D.S.,(2001), Pengaruh Media Sementasi Terhadap Peningkatan Kadar Karbon Pada BajaASSAB 760, Jurnal Teknik Mesin Usakti,

3(2):121 – 128.

Beumer Ing,B.J.M.,(1994), Ilmu Bahan Logam, Jilid I., Penerbit Bhrantara,Jakarta.

Dalil,M., Prayitno, A., Inonu,I.,(1999), Pengaruh Perbedaan Waktu Penahanan Suhu Stabil (Holding Time) Terhadap Kekerasan Logam, Jurnal Natur Indonesia, 11(1) : 12-17.

Hasna,A.S.,(2006), Sejarah Baja

Malau, V., Khasani,(2008), Karaterisasi Laju Keausan Dan Kekerasan Dari Carburizing Pada Baja Karbon AISI 1020,Media Teknik No.3 Tahun XXX, ISSN 0216-3012.

Masyrukan,(2006), Penelitian Sifat Fisis Dan Mekanis Baja Karbon Rendah Akibat Pengaruh Proses Pengarbonan Dari Arang Kayu Jati, Jurnal Media Mesi, Vol.7, No.1,Januari 2006,40-46.


(54)

Mawani, (2007),Pengaruh Komposisi Serbuk Arang Kayu Natrium Karbonat (NaCO3) Pada Proses Karburasi Terhadap Kekuatan Tarik Dan Kekerasan Baja Karbon Rendah, Skripsi Jurusan Fisika FMIPA Unimed, Medan.

Mujiyono dan A.L. Sumowidagdo,(2008), Meningkatkan Efektifitas Karburasi Pada Baja Karbon Rendah Dengan Optimasi Ukuran Serbuk Arang Tempurung Kelapa, Jurnal Teknik Mesin, April 2008/vol 10/No:1.

Sumanto,(1996), Pengetahuan Bahan, Penerbit Pradya Paramita, Jakarta.

Vlack ,V.,L.H.,(1992), Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Pengolahan Logam dan Non Logam), Edisi Kelima, Erlangga,Jakarta.

Wiryosunarto,H dan Okumura,(2004), Teknologi Pengelasan Logam,Penerbit Paramita, Jakarta.

Yudiono, H.,(2006),Pengaruh Temperatur Pemanasan Terhadap Kekuatan Tarik Material Baja Karbon C1045,Jurnal Teknik Gelagar Vol.17,No.1,April 2006 : 35-43.


(55)

Lampiran 1 1. Kekerasan

Data yang di peroleh dari pengujian kekerasan permukaan pada karburasi sebelum proses quenching dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

No CaCO3 Kode

Sampel

Diagonal identitas Kekerasan Vickers

(HV)N/mm2

a(mm) b(mm) D = (a+b)/2 Hasil kekerasan Rata-rata

1 Original A1 0,352 0,344 0,348 1500,67 1478,57

A2 0,353 0,347 0,350 1483,52

A3 0,363 0,344 0,353 1458,50

A4 0,352 0,351 0,351 1475,08

A5 0,355 0,347 0,351 1475,08

2 5% B1 0,456 0,437 0,446 913,664 967,52

B2 0,454 0,425 0,439 943,074

B3 0,420 0,410 0,415 1055,264

B4 0,431 0,439 0,435 960,518

B5 0,433 0,435 0,434 9965,094

3 10% C1 0,445 0,348 0,396 1158,948 953,113

C2 0,453 0,439 0,446 913,664

C3 0,460 0,434 0,447 909,558

C4 0,461 0,450 0,455 877,923

C5 0,454 0,442 0,448 905,471

4 15% D1 0,435 0,428 0,431 978,618 963,644

D2 0,459 0,443 0,451 893,388

D3 0,445 0,429 0,437 951,962

D4 0,432 0,421 0,426 1001,805

D5 0,432 0,425 0,428 992,446

 Perhitungan kekerasan untuk sampel 0% (original) proses karburasi sebelum proses hardening :

• A1

d = 0,348 mm F = 98 N


(56)

HV = 1,8544

= 1,8544

= 1500,67 N/mm2

• A2

d = 0,350 mm F = 98 N

HV = 1,8544

= 1,8544

= 1483 N/mm2

• A3

d = 0,353 mm F = 98 N

HV = 1,8544

= 1,8544

= 1458,50 N/mm2

• A4

d = 0,351 mm F = 98 N

HV = 1,8544

= 1,8544

= 1475,08 N/mm2

• A5

d = 0,351 mm F = 98 N

HV = 1,8544


(57)

= 1475,08 N/mm2

Maka untuk nilai kekerasan rata-rata bahan original adalah :

=

=

= 1478,57 N/mm

2

Demikian seterusnya untuk menghitung nilai kekerasan untuk sampel 5%,10%,15% pada proses karburasi sebelum proses Quenching.

Data yang diperoleh dari pengujian permukaan kekerasan pada proses karburasi setelah proses quenching dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

No CaCO3 Kode

Sampel

Diagonal identitas Kekerasan Vickers

(HV)kgf/mm2

a(mm) b(mm) D = (a+b)/2 Hasil kekerasan Rata-rata

1 Original A1 0,352 0,344 0,348 1500,67 1478,57

A2 0,353 0,347 0,350 1483,52

A3 0,363 0,344 0,353 1458,50

A4 0,352 0,351 0,351 1475,08

A5 0,355 0,347 0,351 11475,08

2 5% E1 0,281 0,281 0,281 2303,196 1585,307

E2 0,352 0,350 0,351 1474,9

E3 0,357 0,360 0,358 1418,55

E4 0,373 0,362 0,367 1350,048

E5 0,363 0,364 0,363 1379,84

3 10% F1 0,202 0,202 0,202 4454,002 2143,142

F2 0,333 0,331 0,332 1570,548

F3 0,343 0,340 0,341 1563,786

F4 0,353 0,336 0,344 1536,15

F5 0,343 0,333 0,338 1591,226

4 15% G1 0,223 0,221 0,222 3693,62 1883,442

G2 0,356 0,364 0,360 1402,184


(1)

HV = 1,8544

= 1,8544 = 1500,67 N/mm2

• A2

d = 0,350 mm F = 98 N HV = 1,8544 = 1,8544 = 1483 N/mm2

• A3

d = 0,353 mm F = 98 N HV = 1,8544 = 1,8544

= 1458,50 N/mm2

• A4

d = 0,351 mm F = 98 N HV = 1,8544 = 1,8544

= 1475,08 N/mm2

• A5

d = 0,351 mm F = 98 N HV = 1,8544 = 1,8544


(2)

Maka untuk nilai kekerasan rata-rata bahan original adalah :

=

=

= 1478,57 N/mm

2

Demikian seterusnya untuk menghitung nilai kekerasan untuk sampel 5%,10%,15% pada proses karburasi sebelum proses Quenching.

Data yang diperoleh dari pengujian permukaan kekerasan pada proses karburasi setelah proses quenching dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

No CaCO3 Kode

Sampel

Diagonal identitas Kekerasan Vickers (HV)kgf/mm2

a(mm) b(mm) D = (a+b)/2 Hasil kekerasan Rata-rata 1 Original A1 0,352 0,344 0,348 1500,67 1478,57

A2 0,353 0,347 0,350 1483,52

A3 0,363 0,344 0,353 1458,50

A4 0,352 0,351 0,351 1475,08

A5 0,355 0,347 0,351 11475,08

2 5% E1 0,281 0,281 0,281 2303,196 1585,307

E2 0,352 0,350 0,351 1474,9

E3 0,357 0,360 0,358 1418,55

E4 0,373 0,362 0,367 1350,048

E5 0,363 0,364 0,363 1379,84

3 10% F1 0,202 0,202 0,202 4454,002 2143,142

F2 0,333 0,331 0,332 1570,548

F3 0,343 0,340 0,341 1563,786

F4 0,353 0,336 0,344 1536,15

F5 0,343 0,333 0,338 1591,226

4 15% G1 0,223 0,221 0,222 3693,62 1883,442

G2 0,356 0,364 0,360 1402,184


(3)

G4 0,360 0,354 0,357 1426,39

G5 0,350 0,347 0,348 1500,478

 Perhitungan kekerasan untuk sampel 0% (original) proses karburasi sebelum proses hardening :

• A1

d = 0,348 mm F = 98 N HV = 1,8544

= 1,8544 = 1500,67 N/mm2

• A2

d = 0,350 mm F = 98 N HV = 1,8544 = 1,8544

= 1483,52 N/mm2

• A3

d = 0,353 mm F = 98 N HV = 1,8544 = 1,8544

= 1458,50 N/mm2

• A4

d = 0,351 mm F = 98 N HV = 1,8544 = 1,8544 = 1475,08/mm2


(4)

F = 98 HV = 1,8544 = 1,8544

= 1475,08 N/mm2

Maka untuk nilai kekerasan rata-rata bahan original adalah :

=

= 1478,57 N/mm2

Demikian seterusnya untuk menghitung nilai kekerasan untuk sampel 5%,10%,15% pada proses karburasi setelah proses Quenching.

2. Tarik

Dari data yang diperoleh, hasil pengujian dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut :  Luas penampang bahan :

Ao =

 Kekuatan tarik :

σm =

 σm rata-rata =

Data yang diperoleh dari pengujian tarik permukaan pada proses karburasi sebelum proses quenching dapat dilihat pada tabel berikut ini :

No CaCO3 Bahan Uji Luas Penampang

(Ao)(mm2)

Beban Maksimum

(F) (N)

Kekuatan Tarik (Kg/mm2) Hasil

Rata-rata

1 Original A1 50,24 24500 487,66 477,905

A2 23520 468,15

2 5% B1 50,24 25480 461,15 465,625


(5)

3 10% C1 50,24 26950 536,42 541,3

C2 27440 546,18

4 15% D1 50,24 24990 497,41 492,535

D2 24500 487,66

Data yang diperoleh dari pengujian permukaan tarik pada proses karburasi setelah proses quenching dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

No CaCO3 Bahan Uji Luas Penampang

(Ao)(mm2)

Beban Maksimum

(F) (N)

Kekuatan Tarik (Kg/mm2) Hasil

Rata-rata

1 Original A1 50,24 24500 487,66 477,905

A2 23520 468,15

2 5% E1 50,24 24990 497,41 502,285

E2 25480 507,16

3 10% F1 50,24 25970 516,92 541,3

F2 28420 565,68

4 15% H1 50,24 24990 497,41 501,31

H2 25382 505,21

 Bahan original

• Luas penampang bahan Ao =

Ao =

= (0,785)(64 mm2) = 50,24 mm2

• Kekuatan Tarik Untuk A1 :

σm =


(6)

σm =

= = 468,15 N/mm2

 Kekuatan tarik rata-rata :

σ

m =

=

Demikian seterus nya untuk menghitung nilai kekuatan tarik untuk sampel 5% ,10%, 15% pada proses karburasi sebelum proses quenching dan setelah mengalami proses quenching .