1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenomena globalisasi ekonomi saat ini memberikan kesadaran bagi semua pihak untuk dapat mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate
governance termasuk pada Badan Usaha Milik Negara BUMN Herawati, 2013. Badan Usaha Milik Negara BUMN, sampai dengan saat ini masih merupakan pelaku
utama dalam perekonomian nasional. Hampir setiap warga Negara membutuhkan produksi dari BUMN, dengan keanekaragaman sektor usaha yang dimilikinya Zarkasyi,
2008:2. Tuntutan terkait tata kelola yang baik atau good corporate governance pada BUMN muncul karena BUMN dianggap dikelola secara kurang transparan dan kurang
professional Herawati, 2013. Sebagai entitas bisnis, peran BUMN dirasakan cukup dominan, karena
jumlahnya yang mencapai ratusan perusahaan dan asetnya yang secara total mencapai ratusan triliun rupiah dengan lingkup usaha yang rata-rata digolongkan strategis. Oleh
karena hal tersebut, maka tidak heran BUMN menjadi sorotan masyarakat. Namun BUMN belum sepenuhnya memenuhi atau menganut prinsip good corporate
governance. Masih terdapat banyak kesalahan, terutama dalam prinsip akuntabilitas yang rendah karena tidak adanya transparansi, diantaranya meliputi kemandekan
pelaksanaan audit asset Negara yang tidak dikelola secara transparan, tidak terdapat
BAB 1 PENDAHULUAN 2
Universitas Kristen Maranatha penyajian yang rinci kepada publik, sehingga sering menyebabkan kecurangan atau
fraud seperti mark up maupun kebocoran dana pada tingkat birokrat. Herawati, 2013. Salah satu kasus kecurangan atau fraud pada BUMN terjadi pada PT. Bank
Indonesia BNI 1946 yang baru terungkap tahun 2012, yaitu terjadi pembobolan pada bank tersebut. Kejadian ini bermula pada tahun 2001, Bank Pembangunan Daerah
BPD Bali mendapatkan dana sebesar Rp. 195 miliar dari BNI cabang Radio Dalam, Jakarta Selatan. Agus Salim selaku Kepala BNI Cabang Radio Dalam lantas
memindahkan dana tersebut ke rekening financial A sebesar Rp. 50 miliar, dan ke rekening Dedi Suryawan sebesar Rp. 145 miliar. Akibat perbuatan ketiganya, Negara
dalam hal ini PT. BNI dirugikan sebesar Rp. 50 miliar Maulana, 2012 dalam Herawati, 2013.
Kasus lain adalah kasus yang terjadi pada PT. Kimia Farma, yang merupakan salah satu dari produsen obat-obatan milik pemerintah yang ada di Indonesia. Bermula
pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih yaitu sebesar 132 miliar rupiah, dan laporan tersebut di audit oleh KAP Hans
Tuanakotta MustofaHTM. Namun, Kementerian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa, sehingga perlu
dilaksanakan audit ulang. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali dan hasilnya telah ditemukan kesalahan
yang cukup mendasar. Diduga upaya penggelembungan dana yang dilakukan oleh pihak direksi Kimia Farma, dilakukan untuk menarik para investor untuk menanamkan
modalnya kepada PT. Kimia Farma. Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 3
Universitas Kristen Maranatha persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan,
sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit
yang tidak di-sampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi Purnawan, 2014 Kasus-kasus kecurangan seperti yang sudah diuraikan di atas timbul karena
masalah keagenan atau agency problems. Agency problems timbul karena adanya kesenjangan kepentingan antara pemegang saham sebagai pemilik perusahaan atau pihak
prinsipal dengan pihak pengurus atau manajemen atau pihak agen Surya dan Yustiavandana, 2008:2. Penerapan corporate governance menjadi sangat penting bagi
perusahaan yang salah satu tujuannya untuk menekan potensi konflik kepentingan Surya dan Yustiavandana, 2008:6.
Kebutuhan stakeholder akan transparansi dan akuntabilitas manajemen dalam mengelola perusahaan telah mendorong pada perlunya peran seorang auditor internal
perusahaan yang akan bertanggung jawab dalam menyiapkan data keuangan dan data operasional yang dapat dipercaya, accountable, akurat, tepat waktu, obyektif, mudah di
mengerti dan relevan bagi para stakeholder dalam pengambilan keputusan. Dimana transparansi dan akuntabiltas merupakan beberapa prinsip good corporate governance
Hery, 2010:4. Penegakan prinsip good corporate governance dalam rangka memberikan akses
informasi kepada publik menuntut kualitas manajemen perusahaan dan tenaga penunjang yang lebih professional. Auditor internal, selaku tenaga penunjang
perusahaan, di antaranya harus dapat menjamin terselenggaranya penyebaran informasi
BAB 1 PENDAHULUAN 4
Universitas Kristen Maranatha secara efisien dan efektif, untuk memberikan akses yang wajar kepada para pemakai
informasi Hery, 2010:5. Fungsi audit internal yang efektif mampu menawarkan sumbangan penting
dalam meningkatkan proses corporate governance, pengelolaan risiko, dan pengendalian. Audit internal merupakan dukungan penting bagi komisaris, komite audit,
direksi, dan manajemen senior dalam membentuk fondasi bagi pengembangan corporate governance Zarkasyi, 2008:14.
Auditor internal adalah bagian dari organisasi. Auditor internal melayani organisasi dengan mebantu organisasi mecapai tujuan, memperbaiki efisiensi dan
efektivitas jalannya kegiatan operasional perusahaan, mengevaluasi manajemen risiko, dan pengendalian internal Hery, 2010:44. Kode etik profesi audit internal melalui
Code of Ethics dari Institute of Internal Auditors IIA 17 Juni 2000, menekankan bahwa kegiatan rutin audit internal adalah menyangkut manajemen risiko, pengendalian
dan proses tata kelola Tunggal, 2014:91. Secara garis besar peran audit internal dalam manajemen risiko adalah
memberikan jaminan secara objektif kepada manajemen senior atas efektivitas manajemen risiko. Auditor dalam hal ini menjamin bahwa risiko bisnis telah dikelola
secara tepat dan menjamin bahwa pengendalian internal telah berjalan secara efektif Hery, 2010:45. Selain itu audit internal dapat membantu organisasi dengan cara
meningkatkan efektivitas pengelolaan manajemen risiko dengan pendekatan yang terdisiplin dan sistematis yaitu melalui Enterprise Risk Management ERM Whardani,
2014
BAB 1 PENDAHULUAN 5
Universitas Kristen Maranatha Enterprise risk management merupakan hal fundamental bagi sebuah perusahaan
dalam pendekatannya terhadap area risiko yang luas, antara lain fluktuasi mata uang, isu mengenai sumber daya manunsia, dan isu corporate governance sehubungan dengan
Sarbanes-Oxley Act Sarbox. Penerapan Sarbanes-Oxley Act sendiri memiliki 4 tujuan yaitu Tunggal, 2014:142,196:
Meningkatkan akuntabilitas manajemen perusahaan publik Memperbaiki pelaksanaan tata kelola perusahaan
Meningkatkan pengawasan terhadap kantor akuntan publik Mengembalikan kepercayaan para investor terhadap pasar modal
Enterprise risk management menekankan pentingnya mengelola risiko sesuai selera terhadap risiko risk appetite dari perusahaan. Risk appetite diartikan sebagai
besarnya risiko yang dapat diterima oleh perusahaan. COSO ERM framework membagi tujuan objectives manajemen risiko perusahaan ke dalam 4 kategori besar, yaitu : 1
Strategic ERM Objectives; 2 Operatioanl ERM Objectives; 3 ERM Reporting Objectives; 4 ERM Complience Objectives. COSO ERM mengusulkan bahwa risk
appetite secara eksplisit dikomunikasikan ke seluruh perusahaan, tujuannya adalah untuk menyesuaikan tingkat risiko yang dapat diterima tersebut ke seluruh manajer,
kepala unit dan staf, termasuk pemangku kepentingan stakeholders Tunggal, 2014:144
Penelitian ini adalah penelitian replikasi dari penelitian Merry 2012, dengan judul “Pengaruh audit internal terhadap good corporate governance dengan enterprise
risk management sebagai variabe l intervenning.” Penelitian tersebut dilaksanakan pada
BAB 1 PENDAHULUAN 6
Universitas Kristen Maranatha PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk dan diperoleh hasil bahwa tidak terdapat pengaruh
audit internal terhadap good corporate governance dengan enterprise risk management sebagai variabel intervenning.
Berdasarkan uraian di atas, mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul :
“PENGARUH AUDIT INTERNAL TERHADAP GOOD CORPORATE GOVERNANCE
DENGAN ENTERPRISE
RISK MANAGEMENT
SEBAGAI VARIABEL INTERVENNING Studi Kasus Pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk,
Bandung. ”
1.2 Identifikasi Masalah