Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Senyawa kompleks didefinisikan sebagai senyawa yang terdiri dari ion logam yang dikelilingi oleh molekul-molekul atau ion-ion yang disebut ligan. Ion pusat pada umumnya merupakan ion-ion logam transisi yang memiliki orbital d atau f yang terisi sebagian atau belum terisi penuh. Sedangkan ligan merupakan molekul-molekul atau ion-ion yang memiliki pasangan elektron bebas atau donor elektron Cotton and Wilkinson, 1995. Sejumlah senyawa kompleks terjadi dan terdapat secara alamiah dalam sistem biologi. Proses pengikatan oksigen oleh Fe menjadi senyawa kompleks dalam tubuh merupakan salah satu contoh aplikasi senyawa kompleks. Studi pembentukan kompleks menjadi hal yang menarik untuk dipelajari karena kompleks yang terbentuk dimungkinkan memberi banyak manfaat, misalnya untuk ekstraksi, sebagai katalis, dan penanganan keracunan logam berat. Peningkatan penggunaan logam berat dan hasil buangan yang mengandung logam berat dalam berbagai macam kegiatan industri telah menyebabkan keberadaan cemaran logam berat meningkat. Salah satu cemaran logam berat yang banyak ditemukan yaitu nikel Oboh et. al., 2009. Untuk itu perlu dilakukan berbagai macam upaya penanganan maupun pengelolaan agar cemaran logam berat dapat berkurang. Upaya yang dilakukan antara lain dengan pengompleksan logam nikel dengan menggunakan senyawa tertentu. Asam sitrat, asam nitril asetat NTA, dan EDTA merupakan beberapa senyawa yang dapat digunakan untuk pengompleksan logam berat Zeng et. al., 2005. Seperti pada pengompleksan nikel dengan Bis-pentan-2,4-dionepropan-1,2-di-imine Lecourt et. al., 1999. Nikel merupakan salah satu logam transisi deret pertama yang terletak pada periode empat dan golongan VIIIB, memiliki nomor atom 28 dan massa atom 58,71 gmol. Ni merupakan unsur transisi dengan konfigurasi elektron 3d 8 1 commit to user dan banyak berada sebagai NiII dalam senyawa kompleks. Kompleks NiII dapat berstruktur oktahedral, bujur sangkar atau tetrahedral. Namun bentuk kompleks nikelII yang paling umum adalah oktahedral dan bujur sangkar square planar Lee, 1994. Kompleks [NiL 1 ] L 1 = tetrazole, ligan L 1 terkoordinasi pada ion Ni 2+ melalui gugus ›NH, atom N pada siklik lima dan juga atom N di luar lingkar Kang et. al., 2009. Kompleks yang terbentuk bergeometri oktahedral seperti ditunjukkan oleh Gambar 1. N NH N HN N N N N N N N N Ni 2+ Gambar 1. Struktur kompleks [NiL 1 ] L 1 = tetrazole Kang et. al., 2009 Kompleks [NiL 2 H 2 O 2 Cl 2 ]; L 2 = desipramine. L 2 terkoordinasi pada NiII melalui atom N dari gugus ›NH dan atom N dari piridin membentuk geometri oktahedral, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2 Revanasiddappa et. al., 2010. 2 commit to user N H N Ni 2+ Cl OH 2 H 2 O Cl Gambar 2. Struktur kompleks [NiL 2 H 2 O 2 Cl 2 ] Revanasiddappa et. al., 2010 Kompleks [NiL 3 2 ] L 3 = 4-chlorobenzaldehyde phenylhydrazone yang bergeometri square planar seperti ditunjukkan oleh Gambar 3 Hania, 2009. L 3 terkoordinasi pada ion Ni 2+ melalui atom N dari gugus ›NH dan gugus C=N yang ditunjukkan dengan adanya pergeseran spektra IR gugus ›NH dari 3430, 3450 dan 3420 cm -1 pada ligan L 3 menjadi 3160 cm -1 pada kompleks [NiL 3 2 ] serta gugus C=N dari 1600, 1610 cm -1 pada ligan L 3 menjadi 1580 cm -1 pada kompleks [NiL 3 2 ] . N N H H Cl N H N H Cl Ni 2+ Gambar 3. Struktur kompleks [NiL 3 2 ] L 3 = 4-chlorobenzaldehydephenyl hydrazone Hania, 2009 3 commit to user Kompleks [RuL 4 CO 2 Cl]PF 6 L 4 = bis2-pyridylmethylamine, dimana L 4 memiliki struktur yang mirip dengan difenilamin Gibson et. al., 2006. L 4 terkoordinasi pada Ru 2+ melalui gugus ›NH dan dua atom N piridin secara tridentat. Dalam kompleks ini, ion Cl - dan ligan CO juga terkoordinasi pada ion Ru 2+ seperti ditunjukkan oleh gambar 4. Gambar 4. Struktur kompleks [RuL 4 CO 2 Cl]PF 6 L 4 = bis2- pyridylmethylamine Gibson et. al., 2006 Dari beberapa contoh senyawa kompleks di atas terlihat bahwa gugus ›NH yang terikat pada benzena dan –CH-, gugus ›NH yang terikat pada atom C di luar lingkar, gugus ›NH yang terikat antara gugus Cl-Ph-CH=N- dan -Ph, terkoordinasi pada ion pusat membentuk kompleks dengan geometri oktahedral dan square planar. Gugus pengeliling ›NH dapat memberikan pengaruh terhadap geometri kompleks, karena itu pengaruh gugus lain yang mengelilingi gugus ›NH perlu dipelajari misalnya difenilamin yang strukturnya ditunjukkan oleh Gambar 5. 4 commit to user H N Gambar 5. Struktur difenilamin Difenilamin mengandung gugus –NH- yang dikelilingi oleh gugus fenil, oleh karena itu gugus –NH- difenilamin berkesempatan terkoordinasi pada ion Ni 2+ . Adanya pelarut metanol dan anion-anion yang terdapat dalam campuran ligan dan Ni 2+ NO 3 - memungkinkan juga dapat terkoordinasi pada ion Ni 2+ , sehingga terbentuk geometri tertentu. Kompleks [NiL 5 NO 3 ]NO 3 L 5 = 3,3’-thiodipropionic acid bis 4-amino- 5-ethylimino-2,3-dimethyl-1-phenyl-3-pyrazoline, bergeometri oktahedral Chandra et. al., 2009. L 5 terkoordinasi pada NiII melalui atom N azomethine, atom sulfur, dan atom N dari gugus NH. Selain itu satu ion NO 3 - juga terkoordinasi pada NiII seperti yang ditunjukkan pada gambar 6. N N NH C S C HN N N N Me Me Me Me Ni 2+ N O O Et Et NO 3 NO 3 Gambar 6. Struktur kompleks [NiL 5 NO 3 ]NO 3 L 5 = 3,3’-thiodipropionic acid bis4-amino-5-ethylimino-2,3-dimethyl-1-phenyl-3pyrazolineChandra et. al., 2009 5 commit to user Dari gambar 6 terlihat bahwa ion NO 3 - dapat berkedudukan sebagai anion maupun terkoordinasi pada NiII. Adanya ion NO 3 - yang berkedudukan sebagai anion maupun yang terkoordinasi pada NiII dapat diamati dari spektrum infra merah yang menunjukkan serapan pada daerah 1407, 1313, 1075 cm -1 yang menunjukkan vibrasi stretching dari ion NO 3 - Chandra et. al., 2009. Karena itu pembentukan kompleks antara Ni 2+ dengan difenilamin menarik untuk dipelajari.

B. Perumusan Masalah