SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN DIFENILAMIN

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SINTESIS DAN KARAKTERISASI

KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN DIFENILAMIN

Disusun oleh :

FITA NURDIYAH

M 0306033

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA Juli, 2011


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret telah mengesahkan skripsi mahasiswa:

Fita Nurdiyah NIM M0306033, dengan judul ”Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Nikel(II) dengan Difenilamin”

Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing

Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. NIP. 19560507 198601 1001

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada: Hari : Senin

Tanggal : 4 Juli 2011 Anggota tim Penguji :

1. Dr. Sayekti Wahyuningsih, M.Si 1. ... NIP. 19711211 199702 2001

2. Dr. Eddy Heraldy, M.Si 2. ... NIP. 19640305 200003 1002

Ketua Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dr. Eddy Heraldy, M.Si NIP. 19640305 200003 1002


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN DIFENILAMIN” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2011

FITA NURDIYAH


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN DIFENILAMIN

FITA NURDIYAH

Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret ABSTRAK

Penelitian tentang kompleks nikel(II) dengan difenilamin bertujuan untuk mengetahui cara sintesis, formula dan karakteristik kompleks yang terbentuk. Kompleks nikel(II) dengan difenilamin telah disintesis dengan perbandingan mol logam dan mol ligan 1 : 6 dalam metanol. Terbentuknya kompleks dapat ditandai dengan adanya pergeseran panjang gelombang maksimum kompleks ke arah yang lebih kecil dari panjang gelombang ion logamnya. Formula kompleks yang diperkirakan dari analisis kadar Ni dalam kompleks dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) adalah [Ni(difenilamin)4(NO3)2.6H2O]. Pengukuran daya hantar

listrik (DHL) dengan konduktivitimeter menunjukkan perbandingan muatan kation : anion adalah 1:1, hal ini menunjukkan bahwa NO3- ada yang terkoordinasi

pada ion pusat Ni2+ dan juga berkedudukan sebagai anion, sehingga formula kompleks yang mungkin yaitu [Ni(difenilamin)4(NO3)(H2O)](NO3).5H2O.

Data spektra Infra Merah (IR) menunjukkan adanya pergeseran serapan gugus NH sekunder yang mengindikasikan gugus fungsi tersebut terkoordinasi pada ion pusat Ni2+ secara monodentat. Pengukuran momen magnet dengan Magnetic Susceptibility Balance (MSB) menunjukkan bahwa kompleks bersifat paramagnetik dengan µeff = 2,99 ± 0,05 BM. Spektra Ultra Violet-Visibel

(UV-Vis) menghasilkan dua puncak serapan pada panjang gelombang 396,00 nm (25.252,53 cm-1) dan 724,50 nm (13.802,62 cm-1) . Hal ini mengindikasikan kompleks berstruktur oktahedral dengan transisi 3A2g®3T1g

( )

P (υ3) dan

( )

F T A2g 3 1g

3 ®

(υ2). Perkiraan harga 10Dq (Δo) kompleks

[Ni(difenilamin)4(NO3)(H2O)](NO3).5H2O sebesar 164,906 KJ mol-1 dan 301,703

KJ mol-1.

Kata kunci : Sintesis, Karakterisasi, Kompleks Ni(II), Difenilamin.


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF NICKEL(II) COMPLEX WITH DIPHENYLAMINE

FITA NURDIYAH

Departement of Mathematic and Natural Science Faculty. Sebelas Maret University

ABSTRACT

The purposes of this research are to know the synthesis, formula and characteristic of complex of nickel(II) with diphenylamine. Complex of nickel(II) with diphenylamine (dpa) has been synthesized in 1 : 6 mole ratio of metal to ligan in methanol. The forming of complex was indicated by the shifting of maximum wavelength to the shorter wavelength than metal ion. The formula of complex which was predicted from analysis of % Ni in the complex by Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) was [Ni(diphenylamine)4(NO3)2.6H2O]. Charge

ratio of cation and anion of the complex measured by conductivitymeter correspond to 1 : 1 metal to ligan. It means that NO3- was coordinated to the

center ion and also to be anion, thus possibility formula of the complex was [Ni(difenilamin)4(NO3)(H2O)](NO3).5H2O.

Infra red spectra showed a shift of secondary NH group absorption and indicated that this functional groups coordinated to the Ni2+ center ion monodentately. Magnetic susceptibility measurement showed that this complex was paramagnetic with µeff = 2,99 ± 0,05 BM. The UV-Vis spectra showed two

absorptions band at 396,00 nm (25.252,53 cm-1) and 724,50 nm (13.802,62 cm-1). This peak indicated that the complex was octahedral structure with transitions

( )

P T A2g 3 1g

3 ®

(υ3) and A g T1g

( )

F

3 2

3 ®

(υ2). The estimate value of 10 Dq(Δo) for

[Ni(difenilamin)4(NO3)(H2O)](NO3).5H2O were 164,906 KJ mol-1 and 301,703

KJ mol-1.

Keywords : Synthesis, Characterization, Nickel(II) Complex, Diphenylamine.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

MOTTO

Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah

mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al-Baqarah : 216)

Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh,

Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. (At-Talaq : 3)

Nun jauh disana di dekat sinar sang surya terletak impian-impianku yang tertinggi. Barangkali aku tak kan meraihnya tetapi aku bisa mendongak dan

melihat keindahan mereka, mempercayai mereka dan mencoba mengikuti mereka.

(Louisa May Alcott)

Tekanan akan membuat anda selalu terjaga, tekanan akan membuat anda selalu merasa harus belajar dan tekanan akan selalu membuat anda

berusaha menggali kemampuan anda sampai ke batas maksimal. (B20P)

Tidakkah kau renungkan bahwa segala intrik yang terjadi dalam hidup hingga memaksa meneteskan air mata adalah tanda

ketika Tuhan jatuh cinta? (Wahyu Sujani)


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk :

v Allah S.W.T Rabb penguasa alam semesta yang telah memberikan limpahan nikmat yang luar biasa..

v Ibu dan Bapak yang senantiasa mencurahkan doa, semangat dan kepercayaan, ibu dan bapak juara 1 seluruh dunia..

v Iput, adik tersayang, terimakasih untuk pengertiannya..

v Sahabat-sahabat tercinta FC club, terimakasih untuk persahabatan yang indah ini..

v Semua orang yang telah memberikan inspirasi dan semangat yang luar biasa..


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN DIFENILAMIN” guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Ari Handono Ramelan, MSc., Ph.D. selaku Dekan FMIPA UNS.

2. Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kimia.

3. Bapak Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. selaku Pembimbing Skripsi.

4. Bapak Drs. Mudjijono, Ph.D. selaku Pembimbing akademik.

5. Bapak I.F. Nurcahyo, M.Si. selaku Ketua Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS.

6. Bapak Dr. rer. nat. Atmanto Heru Wibowo, M.Si. selaku Ketua Sub Laboratorium Kimia Laboratorioum Pusat FMIPA UNS.

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu yang berguna dalam penyusunan skripsi ini serta karyawan Jurusan Kimia FMIPA UNS.

8. Staf Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS : Mbak Nanik dan Mas Anang.

9. Staf dan operator Sub Laboratorium Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta.

10. Teman sepenelitian, Endah dan Syafi’i, terima kasih untuk kesabarannya.


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11. Teman-teman 2006 serta adik-adik angkatan 2007-2009 yang selalu membantu.

Semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan yang lebih baik atas pengorbanan yang diberikan. Amin.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat membantu penulis dalam memperbaikinya. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, Juli 2011

Fita Nurdiyah


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

1. Identifikasi Masalah ... 6

2. Batasan Masalah ... 6

3. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Sintesis Kompleks ... 8

2. Senyawa Kompleks Nikel(II)... 9

3. Teori Pembentukan Kompleks Ni(II)... 11

a. Teori Ikatan Valensi... 11

b. Teori Medan Kristal... 14

c. Teori Orbital Molekul... 19

4. Sifat Magnetik ... 21


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5. Daya Hantar Listrik ... 23

6. Spektroskopi Serapan Atom (SSA) ... 24

7. Spektroskopi Infra Merah ... 26

8. Difenilamin ... 28

B. Kerangka Pemikiran ... 29

C. Hipotesis ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Metode Penelitian ... 32

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

C. Alat dan Bahan ... 32

1. Alat ... 32

2. Bahan ... 33

D. Prosedur Penelitian ... 33

1. Sintesis Kompleks Ni(II) dengan Difenilamin... 33

2. Penentuan Kadar Nikel... 33

3. Pengukuran Daya Hantar Listrik ... 34

4. Pengukuran Momen Magnet ... 34

5. Pengukuran Spektrum Infra Merah ... 34

6. Pengukuran Spektrum Elektronik... 34

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 36

A. Sintesis Kompleks Nikel(II) dengan Difenilamin ... 36

B. Penentuan Formula Kompleks... 37

1. Pengukuran Kadar Nikel dalam Kompleks ... 37

2. Pengukuran Daya Hantar Listrik... 37

C. Karakteristik Kompleks... 38

1. Sifat Kemagnetan... 38

2. Spektrum Infra Merah... 39

3. Spektrum Elektronik... 42

D. Perkiraan Struktur Kompleks Ni(II)-difenilamin ... 43


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB V PENUTUP... 45

A. Kesimpulan... 45

B. Saran... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN... 50


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Orbital Hibridisasi beberapa Konfigurasi Geometri... 13 Tabel 2. Faktor Koreksi Diamagnetik untuk Beberapa Kation,

Anion, Atom Netral dan Molekul (10-6cgs)…... 22 Tabel 3. Kadar Nikel dalam Kompleks Nikel(II) dengan

Difenilamin dengan Berbagai Komposisi secara

Teoritis... 37 Tabel 4. Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Kompleks

dalam Metanol... 38 Tabel 5. Serapan Gugus Fungsi Ligan Difenilamin dan Kompleks

Ni(II)-difenilamin... 39 Tabel 6. Serapan Gugus (>N-H) sekunder dari beberapa senyawa

kompleks... 41 Tabel 7. Panjang Gelombang Maksimum (λmaks), Absorbansi (A)

dan Absorptivitas Molar (ε) Ni(NO3)2.6H2O... 42


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kompleks [Ni(L1)] ... 2

Gambar 2. Struktur kompleks [Ni(L2)(H2O)2Cl2] ... 3

Gambar 3. Struktur kompleks [Ni(L3)2] ... 3

Gambar 4. Struktur kompleks [Ru(L4)(CO)2Cl]PF6 ... 4

Gambar 5. Struktur difenilamin ... 5

Gambar 6. Struktur kompleks [Ni(L5)NO3]NO3 ... 5

Gambar 7. Struktur senyawa kompleks Ni(II) dengan ligan 2-aminopyrimidin dan potassium thiocyanate ... 10

Gambar 8. Struktur senyawa kompleks Ni(L6)2 ... 10

Gambar 9. Struktur senyawa kompleks Ni(L7)2 ... 11

Gambar 10. Ikatan Koordinasi pada kompleks Ni(II) dengan ligan 2-aminopyrimidin dan potassium thiocyanate... 12

Gambar 11. Ikatan Koordinasi pada kompleks Ni(II) dengan ligan salicylaldehydeprophanesulfonylhydrazone... 13

Gambar 12. Orbital d dan Susunannya dalam Ruang ……….. 14

Gambar 13. Diagram Pemisahan Orbital d dalam Medan Oktahedral ... 15

Gambar 14. Diagram Pemisahan Orbital d dan Bidang Kubik Medan Tetrahedral ... 16

Gambar 15. Diagram Orgel dan Spektrum Transisi Elektronik untuk Ion d8... 17

Gambar 16. Spektrum Elektronik (a) [Ni(H2O)6]2+ dan (b) [Ni(NH3)6]2+... 18

Gambar 17. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Oktahedral ... 20

Gambar 18. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Tetrahedral ... 21 Gambar 19. Vibrasi Ulur : (a) Simetri, (b) Asimetri.

Vibrasi Tekuk : (c) Guntingan, (d) Goyangan, (e) Kibasan


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan (f) Pelintiran ... 26 Gambar 20. Kemungkinan Ikatan koordinasi antara Ni2+ dengan

Difenilamin ………... 29 Gambar 21. Struktur Ligan Tetrazole ... 30 Gambar 22. Spektrum Elektronik kompleks Ni(H2O)62+ dalam metanol (a)

dan spektrum elektronik kompleks Ni(II)-difenilamin dalam metanol (b) ...……... 33 Gambar 23. Spektrum Infra Merah ligan Difenilamin ... 39 Gambar 24. Spektrum Infra Merah Kompleks Ni(II)-difenilamin ... 40 Gambar 25. Perkiraan Struktur

[Ni(difenilamin)4(NO3)(H2O)](NO3).5H2O ... 44


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Tahapan Sintesis Kompleks Ni(II) dengan

Difenilamin ... 50

Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Hasil Sintesis Kompleks... 51

Lampiran 3. Pengukuran Kadar Nikel dalam Kompleks dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)... 52

Lampiran 4. Pengukuran Daya Hantar Listrik dengan Konduktivitimeter... 54

Lampiran 5. Penentuan Momen Magnet Efektif... 55

Lampiran 6. Perhitungan Nilai Absorptivitas Molar dan Energi Pembelahan Kompleks... 57

Gambar 1. Diagram Tahapan Sintesis Senyawa Kompleks... 50

Gambar 2. Kurva Larutan Standar Ni(II)... 52

Tabel 1. Konsentrasi Nikel dalam Larutan Sampel... 53

Tabel 2. Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Sampel Kompleks dalam Metanol ... 54

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kerentanan Magnetik... 55

Tabel 4. Harga µeff pada Beberapa Harga χg dari Sampel Kompleks Ni(II)-difenilamin... 56

Tabel 5. Harga Absorptivitas Molar Formula Kompleks Ni(II)-difenilamin ... 57

Tabel 6. Harga 10 Dq Ni(NO3)2.6H2O dan Ni(II)-difenilamin …. 58


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Senyawa kompleks didefinisikan sebagai senyawa yang terdiri dari ion logam yang dikelilingi oleh molekul-molekul atau ion-ion yang disebut ligan. Ion pusat pada umumnya merupakan ion-ion logam transisi yang memiliki orbital d atau f yang terisi sebagian atau belum terisi penuh. Sedangkan ligan merupakan molekul-molekul atau ion-ion yang memiliki pasangan elektron bebas atau donor elektron (Cotton and Wilkinson, 1995). Sejumlah senyawa kompleks terjadi dan terdapat secara alamiah dalam sistem biologi. Proses pengikatan oksigen oleh Fe menjadi senyawa kompleks dalam tubuh merupakan salah satu contoh aplikasi senyawa kompleks. Studi pembentukan kompleks menjadi hal yang menarik untuk dipelajari karena kompleks yang terbentuk dimungkinkan memberi banyak manfaat, misalnya untuk ekstraksi, sebagai katalis, dan penanganan keracunan logam berat.

Peningkatan penggunaan logam berat dan hasil buangan yang mengandung logam berat dalam berbagai macam kegiatan industri telah menyebabkan keberadaan cemaran logam berat meningkat. Salah satu cemaran logam berat yang banyak ditemukan yaitu nikel (Oboh et. al., 2009). Untuk itu perlu dilakukan berbagai macam upaya penanganan maupun pengelolaan agar cemaran logam berat dapat berkurang. Upaya yang dilakukan antara lain dengan pengompleksan logam nikel dengan menggunakan senyawa tertentu. Asam sitrat, asam nitril asetat (NTA), dan EDTA merupakan beberapa senyawa yang dapat digunakan untuk pengompleksan logam berat (Zeng et. al., 2005). Seperti pada pengompleksan nikel dengan Bis-(pentan-2,4-dione)propan-1,2-di-imine (Lecourt et. al., 1999).

Nikel merupakan salah satu logam transisi deret pertama yang terletak pada periode empat dan golongan VIIIB, memiliki nomor atom 28 dan massa atom 58,71 g/mol. Ni merupakan unsur transisi dengan konfigurasi elektron 3d8


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan banyak berada sebagai Ni(II) dalam senyawa kompleks. Kompleks Ni(II) dapat berstruktur oktahedral, bujur sangkar atau tetrahedral. Namun bentuk kompleks nikel(II) yang paling umum adalah oktahedral dan bujur sangkar (square planar) (Lee, 1994).

Kompleks [Ni(L1)] (L1 = tetrazole), ligan L1 terkoordinasi pada ion Ni2+ melalui gugus (›NH), atom N pada siklik lima dan juga atom N di luar lingkar (Kang et. al., 2009). Kompleks yang terbentuk bergeometri oktahedral seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.

N

NH N

HN

N N

N N

N

N N

N

Ni2+

Gambar 1. Struktur kompleks [Ni(L1)] (L1 = tetrazole) (Kang et. al., 2009)

Kompleks [Ni(L2)(H2O)2Cl2]; (L2 = desipramine). L2 terkoordinasi pada

Ni(II) melalui atom N dari gugus (›NH) dan atom N dari piridin membentuk geometri oktahedral, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2 (Revanasiddappa et. al., 2010).


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

N

H N

Ni

2+

Cl OH2

H2O Cl

Gambar 2. Struktur kompleks [Ni(L2)(H2O)2Cl2] (Revanasiddappa et. al., 2010)

Kompleks [Ni(L3)2] (L3 = 4-chlorobenzaldehyde phenylhydrazone) yang

bergeometri square planar seperti ditunjukkan oleh Gambar 3 (Hania, 2009). L3 terkoordinasi pada ion Ni2+ melalui atom N dari gugus (›NH) dan gugus C=N yang ditunjukkan dengan adanya pergeseran spektra IR gugus (›NH) dari 3430, 3450 dan 3420 cm-1(pada ligan L3) menjadi 3160 cm-1(pada kompleks [Ni(L3)2]) serta gugus C=N dari 1600, 1610 cm-1 (pada ligan L3) menjadi 1580 cm-1 (pada kompleks [Ni(L3)2]).

N N H H

Cl

N H N

H

Cl

Ni2+

Gambar 3. Struktur kompleks [Ni(L3)2] (L3 = 4-chlorobenzaldehydephenyl

hydrazone) (Hania, 2009)


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kompleks [Ru(L4)(CO)2Cl]PF6 (L4 = bis(2-pyridylmethyl)amine), dimana

L4 memiliki struktur yang mirip dengan difenilamin (Gibson et. al., 2006). L4 terkoordinasi pada Ru2+ melalui gugus (›NH) dan dua atom N piridin secara tridentat. Dalam kompleks ini, ion Cl- dan ligan CO juga terkoordinasi pada ion Ru2+ seperti ditunjukkan oleh gambar 4.

Gambar 4. Struktur kompleks [Ru(L4)(CO)2Cl]PF6 (L4 =

bis(2-pyridylmethyl)amine) (Gibson et. al., 2006)

Dari beberapa contoh senyawa kompleks di atas terlihat bahwa gugus (›NH) yang terikat pada benzena dan –CH-, gugus (›NH) yang terikat pada atom C di luar lingkar, gugus (›NH) yang terikat antara gugus Cl-Ph-CH=N- dan -Ph, terkoordinasi pada ion pusat membentuk kompleks dengan geometri oktahedral dan square planar. Gugus pengeliling (›NH) dapat memberikan pengaruh terhadap geometri kompleks, karena itu pengaruh gugus lain yang mengelilingi gugus (›NH) perlu dipelajari misalnya difenilamin yang strukturnya ditunjukkan oleh Gambar 5.


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

H

N

Gambar 5. Struktur difenilamin

Difenilamin mengandung gugus –NH- yang dikelilingi oleh gugus fenil, oleh karena itu gugus –NH- difenilamin berkesempatan terkoordinasi pada ion Ni2+. Adanya pelarut (metanol) dan anion-anion yang terdapat dalam campuran ligan dan Ni2+ (NO3-) memungkinkan juga dapat terkoordinasi pada ion Ni2+,

sehingga terbentuk geometri tertentu.

Kompleks [Ni(L5)NO3]NO3 (L5 = 3,3’-thiodipropionic acid bis

(4-amino-5-ethylimino-2,3-dimethyl-1-phenyl-3-pyrazoline), bergeometri oktahedral (Chandra et. al., 2009). L5 terkoordinasi pada Ni(II) melalui atom N azomethine, atom sulfur, dan atom N dari gugus NH. Selain itu satu ion NO3- juga

terkoordinasi pada Ni(II) seperti yang ditunjukkan pada gambar 6.

N N

NH

C S C

HN

N N N

Me Me

Me Me

Ni2+

N O O

Et Et NO3

(NO3)

Gambar 6. Struktur kompleks [Ni(L5)NO3]NO3 (L5 = 3,3’-thiodipropionic acid

bis(4-amino-5-ethylimino-2,3-dimethyl-1-phenyl-3pyrazoline)(Chandra et. al., 2009)


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari gambar 6 terlihat bahwa ion NO3- dapat berkedudukan sebagai anion

maupun terkoordinasi pada Ni(II). Adanya ion NO3- yang berkedudukan sebagai

anion maupun yang terkoordinasi pada Ni(II) dapat diamati dari spektrum infra merah yang menunjukkan serapan pada daerah 1407, 1313, 1075 cm-1 yang menunjukkan vibrasi stretching dari ion NO3- (Chandra et. al., 2009). Karena itu

pembentukan kompleks antara Ni2+ dengan difenilamin menarik untuk dipelajari.

B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

a. Sintesis kompleks dapat dilakukan dengan berbagai cara dan kondisi antara lain mereaksikan ligan dan logam pada pH tertentu, merefluks, mencampur tanpa pemanasan, atau dengan pemanasan dan pengadukan.

b. Formula kompleks dapat ditentukan berdasarkan analisis unsur C, H, N, O dan logam.

c. Kedudukan anion dalam kompleks dapat bertindak sebagai ligan atau sisa asam.

d. Gugus yang terkoordinasi pada logam dapat ditentukan melalui kristalografi sinar X atau diperkirakan dari data spektrum Infra Merah.

e. Karakterisasi kompleks diperkirakan melalui spektrum infra merah, spektrum ultraviolet-visible (Uv-Vis) , sifat kemagnetan, atau potensial redoksnya.

2. Batasan Masalah

a. Formula kompleks ditentukan dari pengukuran kadar logam.

b. Kedudukan anion sebagai ligan atau sebagai sisa asam ditentukan dari daya hantar listrik senyawa kompleksnya.

c. Gugus fungsi ligan yang terkoordinasi pada atom pusat diperkirakan dari spektra infra merahnya.

d. Karakterisasi kompleks diperkirakan melalui spektrum infra merah, spektrum ultraviolet-visible (Uv-Vis) , sifat kemagnetan.


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana sintesis kompleks nikel(II) dengan difenilamin ? b. Bagaimana formula kompleks nikel(II) dengan difenilamin ? c. Bagaimana karakteristik kompleks nikel(II) dengan difenilamin ? d. Bagaimana perkiraan struktur kompleks nikel(II) dengan difenilamin?

C. Tujuan Penelitian

1. Mensintesis senyawa kompleks nikel(II) dengan difenilamin. 2. Mengetahui formula kompleks nikel(II) dengan difenilamin.

3. Mengetahui karakteristik kompleks nikel(II) dengan difenilamin yang meliputi sifat kemagnetannya, sifat elektroniknya, koordinasi ligan dengan ion pusat. 4. Memperkiraan struktur kompleks nikel(II) dengan difenilamin.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sintesis dan karakteristik kompleks Ni(II) dengan Difenilamin, untuk kemudian dapat diaplikasikan dalam bidang ilmu yang lain.


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Sintesis Kompleks

Sintesis kompleks dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain merefluks larutan logam dan ligan selama beberapa jam, pencampuran dan pengadukan larutan dengan pemanasan atau tanpa pemanasan. Pemanasan kadang dibutuhkan untuk mempercepat reaksi yang terjadi. Cara sintesis kompleks dengan refluks sebagaimana dalam pembentukan kompleks [NiL2] (L =

N-(Pyridin-2-yl) picolinamide ) (Wang et. al., 2010). Campuran ligan (0.5 mmol) dan NiBr2 (0.5 mmol) dalam methanol direfluks selama 6 jam kemudian 30 ml

dietil eter ditambahkan untuk mengendapkan kompleks. Kompleks yang dihasilkan disaring dan dicuci dengan dietil eter kemudian dikeringkan dengan vakum sehingga dihasilkan serbuk berwarna hijau.

Sintesis kompleks [Ni(Thz)(Qz)] (Qz = quinalizarin, Thz = thiacetazone) (Shaker et. al., 2010). Larutan logam NiCl2.6H2O ditambahkan secara

bertetes-tetes ke dalam campuran larutan ligan yaitu quinalizarin dalam 12 ml etanol dan thiacetazone dalam 15 ml etanol. Campuran tersebut kemudian dipanaskan dan distirer selama 30 menit sehingga dihasilkan kristal. Kristal tersebut kemudian dicuci dan direkristalisasi dengan campuran air : etanol (1:3), kemudian dikeringkan pada suhu 60 oC.

Cara sintesis lainnya sebagaimana pada kompleks [Ni3(ppko)6].2H2O

(ppko = anion dari phenyl(2-pyridyl)ketone oxime) (Efthymiou et. al., 2010), yaitu NaOMe (0.130 g, 2.40 mmol) ditambahkan ke dalam larutan ppkoH (0.238 g, 1.20 mmol) dalam methanol (25 ml). Kemudian NiSO4.6H2O (0.158 g, 0.60

mmol) ditambahkan ke dalam larutan ligan sehingga dihasilkan larutan berwarna merah dan distirer selama 1 jam pada temperatur kamar. Larutan tersebut kemudian dipekatkan dengan vakum. Hasil pemekatan dilarutkan kembali dalam MeCO2Et (15 ml) untuk menghasilkan larutan merah tua, kemudian disaring dan


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ditempatkan dalam labu tertutup hingga diperoleh kristal berwarna merah kemudian dicuci dengan Et2O (2 x 3 ml) dan dikeringkan.

2. Senyawa Kompleks Nikel

Suatu senyawa kompleks akan terbentuk bila terjadi ikatan kovalen koordinasi antara suatu atom atau ion logam dengan beberapa molekul netral atau ion donor elektron. Atom atau ion logam berfungsi sebagai ion pusat sedangkan molekul netral atau ion donor elektron berfungsi sebagai gugus pengeliling atau yang lebih dikenal dengan ligan (Day et. al., 1985). Atom pusat biasanya ion – ion logam transisi yang berfungsi sebagai penerima pasangan elektron bebas dari ligan. Kemampuan suatu ion logam untuk berikatan dengan sejumlah ligan dinyatakan oleh bilangan koordinasinya. Ligan yang dapat menyumbangkan lebih dari satu pasang elektron (mempunyai lebih dari satu atom donor) disebut ligan polidentat (Cotton et. al., 1988).

Nikel merupakan salah satu logam transisi deret pertama yang terletak pada periode empat dan golongan VIIIB, memiliki nomor atom 28 dan massa atom 58,71 g/mol (Huheey and Keiter, 1993). Nikel dalam keadaan nikel(II) lebih stabil daripada nikel(0), nikel(I), nikel(III) dan nikel(IV). Nikel(I) dan nikel(0) tidak stabil karena mudah teroksidasi, nikel(III) mudah tereduksi menjadi nikel(II) dan nikel(IV) jarang ditemukan (Cotton et. al., 1988). Bentuk kompleks nikel(II) yang paling umum adalah oktahedral dan bujur sangkar (square planar) (Lee, 1994).

Seperti pada sintesis kompleks Ni(II) dengan ligan 2-aminopyrimidin dan potassium thiocyanate, kompleks yang dihasilkan bergeometri oktahedral dengan atom N pada cincin pyrimidin, atom N pada thiocyanate, dan atom O dari air terkoordinasi pada Ni (II) (Tabatabaee and Saheli, 2010) seperti ditunjukkan pada Gambar 7.


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 7. Struktur senyawa kompleks Ni(II) dengan ligan 2-aminopyrimidin dan potassium thiocyanate, yang bergeometri oktahedral (Tabatabaee and Saheli, 2010).

Kompleks Ni(L6)2 (L6 = 2-((2-Hydroxyethylimino)methyl)quinolin-8-ol)

yang disintesis dari logam Ni(II) dan ligan L5 bergeometri oktahedral terdistorsi. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 8, atom logam Ni(II) terkoordinasi melalui atom oksigen pada fenolat, atom nitrogen pada quinolin dan atom nitrogen pada imin (Santos et. al., 2010).

Gambar 8. Struktur senyawa kompleks Ni(L6)2 (L6 =

2-((2-Hydroxyethylimino)methyl)quinolin-8-ol) (Santos et. al., 2010).

Selain itu juga telah disintesis kompleks Ni(II) dengan ligan L7 (L7 = salicylaldehydeprophanesulfonylhydrazone) seperti yang ditunjukkan pada


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

gambar 9, kompleks yang dihasilkan bergeometri square planar dengan 2 atom N dan 2 atom O yang terkoordinasi pada Ni(II) (Ozmen and Olgun et. al., 2008).

Gambar 9. Struktur senyawa kompleks Ni(L7)2 (L7 = salicylaldehydeprophane

sulfonylhydrazone) (Ozmen and Olgun et. al., 2008).

3. Teori Pembentukan Kompleks Ni(II) a. Teori Ikatan Valensi

Berdasarkan teori ini, pembentukan senyawa kompleks melibatkan reaksi antara asam Lewis (atom pusat) dengan basa-basa Lewis (ligan-ligan) melalui ikatan kovalen koordinasi (Effendy, 2007). Menurut Pauling, ikatan kovalen terjadi karena adanya tumpang tindih antara orbital kosong logam dengan orbital ligan yang berupa molekul atau ion yang mempunyai pasangan elektron bebas (Day et. al., 1985). Dalam ikatannya dengan ligan-ligan, atom pusat menggunakan orbital-orbital hibrida yang diperoleh dari proses hibridisasi, yaitu proses pembentukan orbital-orbital hibrida dengan tingkat energi yang sama melalui kombinasi linear orbital-orbital atom dengan tingkat energi yang berbeda (Effendy, 2007).

Kompleks Ni(II) dengan ligan 2-aminopyrimidin dan potassium thiocyanate (gambar 6) (Tabatabaee and Saheli, 2010), bergeometri oktahedral, disebabkan 6 orbital kosong dari ion Ni2+ didonasi oleh dua pasang elektron N dari pyrimidin, dua pasang elektron N dari thiocyanate, dan dua pasang elektron 11


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

O dari air yang menempati dua orbital 3d, satu orbital 4s dan tiga orbital 4p, yang kemudian mengalami hibridisasi d2sp3 seperti ditunjukkan oleh gambar 10.

Ni [Ar]

Ni2+

3d8 4p0 4d0

3d8

[Ni(L)] [Ar]

3d8 4s2 4p6 4d4

Didonasi oleh 2 atom N dari pyrimidin, 2 atom N dari thiocyanate, 2 atom O dari air, hibrida sp3d2= oktahedral

N ..N N.. N.. ..O O..

..

4s2 4s2

[Ar]

Gambar 10. Ikatan Koordinasi pada kompleks Ni(II) dengan ligan 2-aminopyrimidin dan potassium thiocyanate (Tabatabaee and Saheli, 2010).

Kompleks Ni(II) dengan ligan salicylaldehydeprophanesulfonylhydrazone (gambar 8) (Ozmen and Olgun et. al., 2008) bergeometri square planar, disebabkan 4 orbital kosong dari ion Ni2+ didonasi oleh dua pasang elektron N dan dua pasang elektron O yang menempati satu orbital 3d, satu orbital 4s dan dua orbital 4p, yang kemudian mengalami hibridisasi dsp2 seperti ditunjukkan oleh gambar 11.


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ni [Ar]

Ni2+

3d8 4p0 4d0

3d8

[Ni(L6)] [Ar]

3d10 4s2 4p4

Didonasi oleh 2 atom N dan 2 atom O, hibrida dsp2= square planar

N O O N

.. ..

.. ..

4s2 4s2

[Ar]

Gambar 11. Ikatan Koordinasi pada kompleks Ni(II) dengan ligan salicylaldehydeprophanesulfonylhydrazone (Ozmen and Olgun et. al., 2008).

Hibridisasi dapat diperkirakan dari bentuk geometri molekul atau senyawa hasil eksperimen. Geometri hasil hibridisasi beberapa orbital lain ditunjukkan oleh tabel 1 (Sharpe , 1992). Teori ikatan valensi ini dapat menjelaskan struktur dan kemagnetan banyak senyawa kompleks, namun memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menerangkan warna kompleks yang dihasilkan dan momen magnet yang berbeda pada temperatur yang bervariasi (Lee, 1994).

Tabel 1. Orbital Hibridisasi Beberapa Konfigurasi Geometri (Sharpe, 1992) Bilangan

koordinasi

Konfigurasi orbital

Bentuk geometri Ion kompleks

2 sp linier [Ag(NH3)2] +

3 sp2 trigonal [HgI3]

-4 sp3 tetrahedral Ni(CO)4

dsp2 square planar [Ni(CN)4]

2-5 dsp3 trigonal bipyramida [CuCl5]

3-d2sp2 square pyramid [Ni(CN)5]

3-6 d2sp3, sp3d2 oktahedral [Co(NH3)6]3+


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Teori Medan Kristal

Menurut teori ini, interaksi antara logam atau atom pusat dan ligan dalam kompleks adalah murni elektrostatik. Logam transisi sebagai atom pusat diasumsikan sebagai ion positif yang dikelilingi oleh ligan yang bermuatan negatif atau molekul netral yang mempunyai pasangan elektron bebas (Lee, 1994). Interaksi ini menimbulkan medan kristal dan menyebabkan naiknya tingkat energi semua orbital yang dimiliki oleh atom pusat, serta menyebabkan pemisahan orbital-orbital d dari atom pusat, tetapi tidak menyebabkan pemisahan orbital-orbital p (Effendy, 2007). Orbital-orbital-orbital d ada lima macam yaitu dxy , dxz ,dyz , dx2

-y2 dan dz2 dengan susunannya dalam ruang ditunjukkan pada gambar 12. Orbital dz2 merupakan hasil kombinasi linear dari orbital dz2-x2 dan dz2-y2.

y x

z

x y

x z z

y

x y

3 dz 2

dx 2

-y 2

dxy dyz dxz

Gambar 12. Orbital d dan Susunannya dalam Ruang (Huheey et. al., 1993) 1. Pembelahan Orbital d Kompleks Oktahedral

Satu ion sebagai pusat oktahedral dikelilingi oleh enam ligan yang terletak pada sumbu oktahedral (gambar 10). Orbital d akan mengalami kenaikan energi karena tolakan dari ligan. Orbital dz2 , dx2-y2, yang berada pada sumbu oktahedral mengalami tolakan lebih besar daripada orbital dxy , dxz , dyz yang berada diantara

sumbu oktahedral. Hal ini mengakibatkan pemisahan (splitting) orbital d, dimana orbital dz2 dan dx2-y2 (orbital eg) mengalami kenaikan energi sedangkan orbital dxy ,dxz, dyz (orbital t2g) mengalami penurunan energi (Huheey et. al., 1993). Perbedaan tingkat energi antara dua kelompok orbital tersebut dinyatakan 10 Dq atau Do yang juga menunjukan kekuatan medan kristal.

Pada kompleks oktahedral, pengisian orbital t2g menurunkan energi kompleks yang akan membuatnya lebih stabil sebesar -0,4∆0 per elektron.


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sementara pengisian orbital eg menaikkan energi sebesar 0,6∆0 per elektron. Total

Crystal Field Stabilization Energi (CFSE) atau energi yang terstabilkan oleh medan kristal adalah

CFSEoctahedral = -0,4n(t2g) + 0,6n(eg)

n(t2g) dan n(eg) berturut – turut adalah jumlah elektron yang mengisi orbital t2g dan

eg. Nilai CFSE konfigurasi d0 dan d10 adalah nol baik di medan ligan kuat maupun lemah. Nilai konfigurasi d5 juga nol pada medan ligan lemah (Lee, 1994). Pembelahan orbital pada kompleks oktahedral ditunjukkan oleh gambar 13.

---eg

t2g

tingkat energi rata-rata

ion logam dalam medan oktahedral

+0,6

-0,4

o o

o

(dz2, dx2-y2)

(dxy, dyz, dxz)

energi rata-rata ion logam bebas

z

x

y

Gambar 13. Diagram Pemisahan Orbital d dalam Medan Oktahedral (Lee, 1994). 2. Pembelahan Orbital d Kompleks Tetrahedral

Bila keempat ligan mendekati ion pusat secara tetrahedral, maka arah pendekatan ligan-ligan tersebut tidak searah, baik dengan kelompok orbital t2g maupun dengan orbital eg. Arah pendekatan ligan menuju ion pusat lebih dekat kepada orbital t2g (dxy , dxz , dyz) dibanding dengan orbital eg (dz2 dan dx2-y2). Medan listrik yang terjadi pada pembentukan kompleks tetrahedral menyebabkan pemisahan orbital pada ion pusat menjadi kelompok orbital t2g yang triplet dengan energi yang lebih tinggi dan kelompok orbital eg dengan tingkat energi yang lebih rendah (Huheey et. al., 1993). Diagram pemisahan orbital d dan bidang kubik medan tetrahedral ditunjukkan pada gambar 14.


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dx y dx z dy z

dz 2

dx 2

- y 2

t2

e

A

e n e r g i ( te t r a h e d r a l)

z

x

y

Gambar 14. Diagram Pemisahan Orbital d dan Bidang Kubik Medan Tetrahedral (Huheey et. al., 1993)

Kompleks tetrahedral mempunyai energi pemisahan atau medan ligan sebesar 4/9 Δokathedral (Δo) (Yamamoto, 1986). Karena itu pada kompleks

tetrahedral, energi setiap orbital pada eg = -3/5 x 4/9 Δo = -0,27 Δo dan energi

setiap orbital pada t2g = +2/5 x 4/9 Δo = +0,18 Δo (Syarifuddin, 1994).

3. Spektrum Elektronik Kompleks Ni(II)

Pada senyawa kompleks terdapat tiga jenis transisi elektronik dari ion logam yang memberikan spektrum, yaitu transisi perpindahan muatan (charge transfer), transisi antara orbital pada ligan, dan transisi d-d. Transisi elektronik yang terjadi pada kompleks nikel(II) adalah akibat dari pembelahan tingkat energi pada orbital-orbital d oleh suatu medan ligan. Dalam keadaan ion bebas atau tanpa adanya medan ligan, tolakan elektrostatis antara elektron-elektron yang tidak berpasangan menghasilkan tingkat-tingkat energi yang dinyatakan dengan term symbol 1S, 1D, 1G, 3P dan 3F (Miessler and Tarr, 1991) sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 15.


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 15. Diagram Orgel dan Spektrum Transisi Elektronik untuk Ion d8 (Lee, 1994)

Keadaan dasar 3F mempunyai dua elektron dengan spin sejajar, tetapi keadaan 1G, 1D dan 1S mempunyai elektron dengan spin berlawanan. Sehingga transisi dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi 1G, 1D dan 1S terlarang dan dapat diabaikan. Keadaan 3F dan 3P merupakan transisi yang diperbolehkan.

Dalam medan oktahedral, keadaan 3P tidak terpecah (splitting) dan ditulis sebagai 3T1g, sedangkan keadaan 3F terpecah menjadi tiga tingkat, yaitu 3T1g, 3T2g,

dan 3A2g. Tiga transisi yang mungkin adalah dari 3A2g → 3T2g (F), 3A2g → 3T1g

(F), 3A2g → 3T1g (P), transisi ini tampak sebagai tiga puncak pada spektrum

UV-Vis (Lee, 1994). Sebagai contohnya kompleks hijau [Ni(H2O)6]2+ yang

mempunyai spektrum elektronik sekitar 1111 nm (9.000 cm-1), 714 nm (14.000 cm-1) dan 400 nm (25.000 cm-1). Apabila pada kompleks [Ni(H2O)6]2+

ditambahkan ligan NH3 sehingga menjadi kompleks violet [Ni(NH3)6]2+, maka

spektrum elektroniknya menjadi berada di sekitar 1000 nm (10.000 cm-1), 571 nm (17.500 cm-1) dan 364 nm (27.500 cm-1) (Sharpe, 1992) sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 16.

3

A2g 3

T2g 3

T1g (F) 3

T1g (P)

Medan Ligan Bertambah

3

F

3

P Energi


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

A2 g 3T1 g (P ) 3A

2 g 3T

1 g (F ) 3A

2 g 3T2 g (F )

υ/cm-1

Gambar 16. Spektrum Elektronik (a) [Ni(H2O)6]2+ dan (b) [Ni(NH3)6]2+ (Sharpe,

1992)

Transisi d-d murni adalah eksitasi pada orbital d. Transisi ini terlarang menurut Laporte karena menghasilkan intensitas yang rendah (absorptivitas molar (ε) mencapai 50 L.mol-1.cm-1) yang terjadi pada daerah panjang gelombang 500-600 nm dengan transisi elektroniknya 6A1g → 4T1g (G). Meskipun terlarang,

transisi ini penting untuk menentukan besarnya pembelahan (Δo) orbital d pada

medan oktahedral (Lee, 1994). Besarnya energi transisi (10 Dq) dapat dihitung dengan persamaan (1) :

(

1

)

. 10

. =

-=

Do hcl N A Dq J mol ...(1)

keterangan : h = tetapan Planck (6,626.10-34 Js) c = kecepatan cahaya (3.108 ms-1) λ = panjang gelombang maksimum (m) NA = bilangan avogadro (6,023.1023 mol-1)

(Szafran, Pie and Singh, 1991)

Transisi yang menghasilkan pita intensitas rendah namun bukan nol tidak selamanya terlarang. Hal ini disebabkan orbital-orbital yang terlibat sebenarnya tidak mempunyai sifat 3d murni, artinya ada beberapa vibrasi ligan yang menyebabkan sedikit bersifat p tercampur dengan orbital-orbital d, sehingga transisi jenis p«d diperbolehkan dengan ε = 500 L.mol-1.cm-1 (Lee, 1994).

log ε


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Teori Orbital Molekul

Teori orbital molekul didasarkan asumsi bahwa pada pembentukan senyawa kompleks terjadi interaksi kombinasi linear antara orbital-orbital dari atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan membentuk orbital molekul. Interaksi antara atom pusat dengan ligan-ligan merupakan gabungan dari interaksi elektrostatis (ionik) dan interaksi kovalen (Effendy, 2007). Sifat ikatan kovalen pada senyawa kompleks dapat dijelaskan dengan teori orbital molekul.

Pada kompleks oktahedral yang digunakan untuk membentuk orbital molekul adalah enam orbital logam (sebagai s, px, py, pz, dz2 dan dx2-y2) dan enam orbital ligan (Sharpe, 1992). Orbital-orbital yang mempunyai energi sama atau hampir sama dapat mengadakan tumpang tindih membentuk orbital molekul bonding dan orbital molekul antibonding. Tiga orbital d logam t2g (dxy, dxz, dyz)

merupakan orbital nonbonding, yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan. Ketiga orbital p membentuk orbital molekul bonding t1u dan orbital molekul

antibonding t1u*. Orbital dx2-y2 dan dz2 membentuk orbital molekul bonding e1g dan

orbital molekul antibonding e1g*. Orbital s membentuk orbital molekul bonding a1g dan orbital molekul antibonding a1g* (Huheey et. al., 1993). Diagram tingkat energi orbital molekul pada kompleks oktahedral ditunjukkan oleh gambar 17.


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

t*1 u

a*1 g

e*g

t2 g

eg

t1 u

a1 g ( n + 1 )p

( n + 1 )s

nd

t2 g

eg

a1 g

t1 u

o r b i t a l a t o m l o g a m a t a u i o n l o g a m b e b a s ( a )

o r b i t a l a t o m l o g a m a t a u i o n l o g a m p a d a m e d a n o k t a h e d r a l

( b ) o r b i t a l m o l e k u l k o m p l e k s o k t a h e d r a l ( d )

o r b i t a l -o r b i t a l k e l o m p o k l i g a n ( c ) 1 0 D q

Gambar 17. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Oktahedral (Effendy, 2007)

Pada kompleks tetrahedral orbital dz2 dan dx2-y2 merupakan orbital nonbonding yang tidak terlibat pada pembentukan ikatan. Empat orbital ligan yang simetrinya sama dengan orbital logam akan bertumpang tindih. Setiap tumpang tindih orbital dapat membentuk orbital molekul bonding dan orbital molekul nonbonding. Diagram tingkat energi orbital molekul pada kompleks tetrahedral dapat dilihat pada gambar 18.

σ 20


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user t*2

a*1 t*2

t2g a1

t2

(n+1)p

(n+1)s

nd e

t2 a1 t2 orbital atom logam atau ion logam bebas (a) orbital atom logam atau ion logam pada medan tetrahedral

(b) orbital molekul kompleks tetrahedral (d) orbital-orbital kelompok ligan (c) 10 Dq

Gambar 18. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Tetrahedral (Effendy, 2007)

4. Sifat Magnetik

Sifat magnetik kompleks dibedakan menjadi dua yaitu sifat paramagnetik dan diamagnetik. Kompleks dengan medan ligan lemah menghasilkan pemisahan orbital d (Δ) yang tidak terlalu besar, sehingga setelah elektron memenuhi orbital d energi rendah elektron berikutnya akan mengisi orbital d energi tinggi, sehingga elektron cenderung tidak berpasangan. Keadaan ini dinamakan spin tinggi. Kompleks dengan medan ligan kuat menghasilkan pemisahan orbital d yang cukup besar, sehingga elektron cenderung berpasangan. Keadaan ini dinamakan spin rendah yang menimbulkan sifat diamagnetik (Lee, 1994).

Adanya elektron yang tidak berpasangan akan menyebabkan sifat paramagnetik pada senyawa kompleks. Gerakan spin elektron dari orbital d tersebut menimbulkan momen magnet permanen yang bergerak searah dengan medan magnet luar dan menghasilkan nilai kerentanan magnet (Jolly, 1991).

Pada pengukuran dengan neraca kerentanan magnetik, diperoleh harga kerentanan magnetik per gram (Xg), hubungannya dengan kerentanan magnetik

σ


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

molar (XM) ditunjukkan oleh persamaan (2) (Szafran et. al., 1991). Harga XM

dikoreksi terhadap faktor diamagnetik (XL) dari ion logam dan ligan, sehingga

diperoleh harga kerentanan magnetik terkoreksi (XA), yang ditunjukkan oleh

persamaan (3).

XM = Xg x Berat Molekul (dalam g mol-1)...(2)

XA = XM - ∑XL ...(3)

Tabel 2. Faktor Koreksi Diamagnetik untuk Beberapa Kation, Anion, Atom Netral dan Molekul (10-6 cgs) (Huheey et. al., 1993)

No Kation/anion/atom netral/molekul Faktor koreksi (10-6 cgs)

1. Ni2+ -13,00

2. Fe3+ -13,00

3. Cl¯ -23,40

4. NO3¯ -18,90

5. C -6,00

6. H -2,93

7. N (dalam lingkar lima atau enam) -4,61

8. N (amida) -2,11

9. O (aldehid atau keton) -1,73

10. H2O -13,00

Hubungan antara µeff dengan kerentanan magnetik terkoreksi (XA) ditunjukkan

oleh persamaan (4) (Szafran et. al., 1991).

µeff = 2,828 (XA x T)1/2 BM (Bohr Magneton) ...(4)

keterangan : µeff = momen magnet(BM)

T = suhu (K)

Momen magnet logam transisi merupakan paduan dari momen spin dan orbital, akan tetapi pada kebanyakan senyawa kompleks kontribusi orbital hampir dapat diabaikan sehingga momen magnet dapat dihitung berdasarkan momen magnet spin saja, rumus momen magnet yang ditimbulkan oleh spin (spin-only) ditunjukkan pada persamaan (5).

µs = 2[s(s+1)]1/2 BM (Bohr Magneton) ...(5)


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keterangan : µs = momen magnet yang ditimbulkan oleh spin elektron

s = total spin elektron = ½ x jumlah elektron tidak berpasangan Hubungan nilai momen magnet suatu senyawa dengan banyaknya elektron yang tidak berpasangan dinyatakan dalam persamaan (6) (Jolly, 1991).

µs = [n(n+2)]1/2 BM (Bohr Magneton) ………..……….(6)

keterangan : µs = momen magnetik yang ditimbulkan oleh spin elektron

n = jumlah elektron yang tidak berpasangan

Pada kompleks nikel(II) dengan konfigurasi elektron d8, momen magnet yang diharapkan untuk dua elektron yang tidak berpasangan pada kompleks oktahedral 2,8 – 3,2 BM dan tetrahedral 3,4 – 4,2 BM, sedangkan kompleks square planar bersifat diamagnetik (Agarwal et. al., 2006).

Kompleks [Ni(L5)NO3]NO3 (L5 = 3,3’-thiodipropionic acid

bis(4-amino-5-ethylimino-2,3-dimethyl-1-phenyl-3pyrazoline) yang bergeometri oktahedral memiliki momen efektif sebesar 2,84 BM (Chandra et. al., 2009). Selain itu, kompleks oktahedral [Ni(CPHPZ)2(H2O)2], CPHPZ = 4-Carboxaldehyde

phenylhydrazone-1-phenyl-3-methyl-2-pyrazolin-5-one memiliki harga momen magnet efektif 2.97 BM(Pandya et. al., 2010).

5. Daya Hantar Listrik

Daya hantar listrik adalah ukuran seberapa kuat suatu larutan dapat menghantarkan arus listrik. Daya hantar listrik larutan elektrolit dapat dinyatakan sebagai daya hantar listrik molar (molar conductivity) yang didefinisikan sebagai daya hantar yang ditimbulkan oleh satu mol zat, sesuai persamaan (7) (Kartohadiprodjo, 1990).

C K

m =

L ...(7)

keterangan : Λm = hantaran molar (S mol-1 cm2)


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

K = daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (S cm-1) C = konsentrasi elektrolit (mol cm-3)

Apabila daya hantar spesifik larutan merupakan daya hantar yang sudah terkoreksi (K*) dalam satuan µ S cm-1 maka daya hantar molar larutan elektrolit dapat ditulis seperti pada persamaan (8).

C K

m

1000

*

=

L ...(8)

Keterangan : Λm = hantaran molar (S.mol-1.cm2)

K* = konduktansi = daya hantar listrik spesifik terkoreksi(µ.S.cm-1) = K-K pelarut

C = konsentrasi elektrolit (mol.L-1)

Pada kompleks logam transisi, anion dari sisa asam dapat terkoordinasi pada ion pusat atau tidak terkoordinasi. Dengan membandingkan konduktivitas molar suatu senyawa dengan senyawa ionik yang diketahui molarnya, dapatlah diperkirakan jumlah ion (kation atau anion) yang dihasilkan dalam larutan (Szafran et. al., 1991).

Kompleks [Ni(L)NO3]NO3 (L = 3,3’-thiodipropionic acid bis

(4-amino-5-ethylimino-2,3-dimethyl-1-phenyl-3-pyrazoline), dalam pelarut DMSO memiliki harga konduktivitas molar sebesar 88 S.mol-1.cm2 (Chandra et. al., 2009). Hal tersebut mengindikasikan bahwa kompleks bersifat elektrolit dengan satu ion NO3- terkoordinasi pada Ni(II) dan satu ion No3- yang lain berkedudukan sebagai

anion.

Sedangkan pada kompleks [Ni(Thz)(Qz)] (Qz = quinalizarin, Thz = thiacetazone), bersifat non elektrolit karena dalam DMSO memiliki daya hantar listrik yang sangat rendah yaitu sebesar 4,6 S.mol-1.cm2 (Shaker et. al., 2010).

6.Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Spektroskopi Serapan Atom (SSA) merupakan suatu metode analisis kimia untuk menentukan unsur-unsur logam dan semi logam dalam jumlah renik (trace). 24


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hasil perhitungan akan memberikan kadar total unsur logam atau semi logam dalam sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul logam tersebut dalam sampel. Hasil ini didasarkan pada pengukuran jumlah radiasi yang diserap oleh atom-atom saat sejumlah radiasi dilewatkan melalui suatu sistem yang mengandung atom tersebut.

Prinsip kerja SSA adalah adanya interaksi antara energi (sinar) dan materi (atom). Ini dapat dilaksanakan dengan menghisap cuplikan melalui selang kapiler dan menyemprotkan ke dalam nyala api yang memenuhi syarat tertentu sebagai kabut yang halus (aerosol). Jumlah radiasi yang diserap tergantung pada jumlah atom-atom bebas yang terlibat dan kemampuan atom itu untuk menyerap radiasi. Dasar perhitungan pada SSA adalah menggunakan hukum Lambert-Beer yaitu:

A= ε.b.C Keterangan : A = absorbansi

ε = koefisien absorpsi molar b = tebal kuvet

C = konsentrasi.

Cuplikan harus disiapkan dalam bentuk larutan untuk analisis kuantitatif dengan menggunakan nyala. Cuplikan ini perlu perlakuan pendahuluan untuk memperoleh bentuk larutan yang prosedurnya tergantung pada sifat dan jenis cuplikan yang akan dianalisis. Ada beberapa cara untuk melarutkan cuplikan, yaitu: (1) cuplikan langsung dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, (2) cuplikan direaksikan dengan asam, atau (3) cuplikan dilebur dulu dengan basa kemudian hasil leburan dilarutkan dalam asam. Prosedur yang banyak digunakan adalah dengan melarutkan sampel dengan asam murni seperti HNO3, H2SO4, dan HCl

karena tidak menambah kadar zat padat dalam larutan. Penentuan kadar logam dari suatu sampel dengan metode SSA, dapat dilakukan dengan cara kurva kalibrasi maupun penambahan standar (Skoog, et. al., 1998).


(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7.Spektroskopi Infra Merah

Atom-atom dalam molekul tidak hanya diam di tempat, melainkan mengalami getaran (vibrasi) relatif satu sama lain. Apabila getaran atom-atom tersebut menghasilkan perubahan momen dwikutub, akan terjadi penyerapan radiasi infra merah pada frekuensi yang sama dengan frekuensi vibrasi alamiah molekul tersebut (Pudjaatmaka, 1997).

Energi yang diemisikan pada daerah infra merah cukup untuk mengubah tingkat vibrasi ikatan dalam suatu molekul. Daerah yang paling banyak digunakan untuk keperluan praktis dalam penentuan struktur senyawa organik adalah 4000– 690 cm-1 (Szafran, et. al., 1991).

Molekul-molekul diatomik memperlihatkan dua jenis vibrasi yaitu ulur (stretching) dan vibrasi tekuk (bending). Vibrasi ulur ada dua yaitu simetri dan asimetri. Vibrasi tekuk terdiri dari guntingan (scissoring), kibasan (waging), pelintiran (twisting) dan goyangan (rocking). Gambar vibrasi tekuk dan ulur ditunjukkan oleh Gambar 19.

H

H

a b

H

H

H

H

c

H

H

d e

H H

f

H H

Gambar 19. Vibrasi Ulur : (a) Simetri, (b) Asimetri. Vibrasi Tekuk : (c) Guntingan, (d) Goyangan, (e) Kibasan dan (f) Pelintiran (Sastrohamidjojo, 1992)

Makin rumit struktur suatu molekul semakin banyak bentuk-bentuk vibrasi yang mungkin terjadi, akibatnya akan terlihat banyak pita-pita absorbsi yang diperoleh pada spektrum infra merah. Spektrum infra merah suatu molekul poliatom sangat rumit untuk dianalisis, setiap absorbsi gugus fungsional suatu molekul tampak pada daerah yang agak spesifik (Hendayana, dkk., 1994). Frekuensi vibrasi antara dua atom dan ikatan yang menghubungkannya dapat 26


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dihitung berdasarkan hukum Hooke yang ditunjukkan oleh persamaan (9) (Kemp, 1987) : 2 1 2 1 2 1 ) ( 2 1 . ú ú ú ú û ù ê ê ê ê ë é + = · m m m m k c p u ...(9)

Keterangan :

υ = bilangan gelombang (cm-1) c = kecepatan cahaya (cm.det-1) k = tetapan gaya ikatan (N.m-1) m1 dan m2 = massa dua atom (g)

Dari persamaan (10) terlihat bahwa bilangan gelombang υ berbanding lurus dengan kekuatan ikatan dua atom k. Sebaliknya bilangan gelombang υ berbanding terbalik dengan massa tereduksi µ, dimana :

2 1 2 1 m m m m + = ·

m ...(10)

Keterangan :

µ = massa tereduksi (g) m1 dan m2 = massa dua atom (g)

Semakin besar harga bilangan gelombang υ, maka kekuatan ikatan dua atom semakin kuat dan panjang ikatan semakin pendek. Pergeseran bilangan gelombang ke arah yang lebih besar akan menambah kuat ikatan dua atom dalam satu molekul yang bervibrasi. Pergeseran bilangan gelombang ke arah yang lebih kecil akan memperlemah ikatan dua atom dalam satu molekul yang bervibrasi.

Gugus fungsi tertentu yang dapat menyerap sinar infra merah antara lain : 1. Nitrogen-hidrogen pada amina

a) Getaran ulur N-H

Amina primer memperlihatkan dua pita serapan lemah, satu di dekat 3500 cm-1 dan lainnya di dekat 3400 cm-1. Pita-pita ini menyatakan jenis vibrasi ulur


(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

H simetri dan asimetri. Amina sekunder menunjukkan serapan lemah di daerah 3350 - 3310 cm-1.

b) Getaran tekuk N-H

Getaran tekuk N-H amina primer teramati di daerah spektrum 1650 – 1580 cm-1 ( Hartono dan Purba, 1986).

2. Karbon-nitrogen pada rantai siklik

Gugus C=N pada cincin aromatik mempunyai serapan pada daerah 1689-1471 cm-1 ( Hartono dan Purba, 1986).

3. Karbon - karbon pada cincin aromatik

Vibrasi ikatan rangkap C=C aromatik terkonjugasi menunjukkan serapan pada daerah 1650-1600 cm-1 (Hartono dan Purba, 1986).

Ligan L (L=3,3’-thiodipropionic acid bis (4-amino-5-ethylimino-2,3-dimethyl-1-phenyl-3-pyrazoline)), terkoordinasi pada Ni(II) membentuk kompleks [Ni(L)Cl]Cl melalui atom N azomethine, atom sulfur, dan atom N dari gugus NH, selain itu satu ion NO3- juga terkoordinasi pada Ni(II). Adanya ikatan

koordinasi ini diperlihatkan oleh pergeseran serapan spektrum infra merah dari kompleksnya dibandingkan dengan ligannya. Spektrum infra merah dari ligan memperlihatkan serapan pada daerah 1621 cm-1 (n C=N), 1647 cm-1 (n C=O), 1532 cm-1 (d NH), dan 768 cm-1 (n C-S). Sedangkan untuk spektrum infra merah dari kompleks yaitu 1570 cm-1 (n C=N), 1640 cm-1 (n C=O), 1405 cm-1 (d NH), dan 673 cm-1 (n C-S), kemudian juga muncul serapan baru pada 384 cm-1 (n M-N), 1640 cm-1 (n M-S), dan juga serapan ion NO3- pada 1407, 1313, 1075 cm-1.

8. Difenilamin

Difenilamin merupakan senyawa organik, berupa serbuk kristal berwarna putih, larut dalam pelarut-pelarut organik seperti metanol, etanol. Nama lain dari difenilamin diantaranya N-Phenyl benzenamine, N-Phenyl Aniline, Anilinobenzene, (phenylamino)benzene, N,N-diphenylamine, Phenyl benzenamine. Formula kimia difenilamin adalah C12H11N dengan berat

molekulnya 169,23 g/mol, memiliki titik leleh 53ºC, titik didih 302ºC.


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Difenilamin merupakan turunan dari anilin yang memiliki peranan penting dalam bidang farmasi. Reaksi antara difenilamin dengan sulfur menghasilkan phenothiazine yang merupakan suatu prekursor dalam industri obat. Sedangkan reaksinya dengan iodin menghasilkan carbazole. Diphenylamin juga sering digunakan sebagai reagen tes nitrat.

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Senyawa kompleks akan terbentuk jika terjadi ikatan kovalen koordinasi antara ion logam yang mempunyai orbital kosong dengan ligan yang merupakan pendonor elektron. Ni(II) menyediakan orbital kosong sedangkan difenilamin memiliki atom donor elektron lebih dari satu, sehingga kemungkinan dapat membentuk ikatan kooordinasi dengan Ni(II) dalam berbagai kemungkinan. Donor elektron tersebut adalah NH sekunder dan cincin benzena. Kemampuan atom donor berikatan dengan atom pusat dalam membentuk kompleks dipengaruhi oleh kekuatan ligan dan keruahan (efek sterik). Efek sterik yang ditimbulkan oleh N sekunder lebih kecil daripada efek sterik cincin benzena. Ligan dapat terkoordinasi pada Ni(II) sebagai monodentat dengan N atau dengan cincin benzena pada ion pusat. Kemungkinan ikatan antara difenilamin dengan Ni(II) ditunjukkan oleh Gambar 20.

Gambar 20. Kemungkinan Ikatan koordinasi antara Ni2+ dengan difenilamin. Difenilamin memiliki kekuatan ligan yang relatif lebih kuat bila dibandingkan dengan air (H2O). Hal tersebut menyebabkan difenilamin akan

dapat menggantikan H2O pada Ni(NO3)2.6H2O sehingga pada spektrum elektronik N

H

Ni2+

N H

Ni2+ 29


(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

akan terjadi pergeseran panjang gelombang maksimum (lmax) ke arah yang lebih

kecil. Serapan spektrum elektronik dapat menandai terbentuknya kompleks dan geometri yang terbentuk melalui besarnya transisi elektronik dari keadaan dasar ke keadaan eksitasi. Struktur oktahedral Ni(II) dengan dua elektron tidak berpasangan ditandai dengan tiga puncak di sekitar 400-1000 nm dengan intensitas tinggi, namun yang teramati dengan spektrofotometer UV-Vis biasanya hanya dua puncak saja.

Banyaknya difenilamin yang dapat menggantikan molekul H2O tergantung

dari kemampuan difenilamin dalam berikatan dengan ion pusat Ni2+. Difenilamin merupakan ligan lemah sehingga tidak dapat menggantikan semua molekul H2O.

Selain itu adanya pelarut yang digunakan (metanol) ataupun anion (NO3-) dapat

juga untuk terkoordinasi pada ion pusat Ni2+.

Kompleks [Ni(tetrazole)] memiliki harga momen magnet efektif sebesar 2,86 BM (Kang et. al., 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa kompleks bersifat paramagnetik, dengan geometri oktahedral membentuk spin tinggi sehingga ligan tetrazole merupakan ligan lemah. Difenilamin memiliki struktur yang mirip dengan ligan tetrazole, seperti yang ditunjukkan pada gambar 21.

N

NH N

HN

N N

N N

N

N N

N

Gambar 21. Struktur ligan Tetrazole

Dikarenakan kemiripan struktur antara difenilamin dengan tetrazole maka diperkirakan difenilamin juga merupakan ligan lemah, bersifat paramagnetik dan bergeometri oktahedral.


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pada kompleks nikel(II) dengan konfigurasi elektron d8, momen magnet yang diharapkan untuk dua elektron yang tidak berpasangan pada kompleks oktahedral 2,8 – 3,2 BM dan tetrahedral 3,4 – 4,2 BM, sedangkan kompleks square planar bersifat diamagnetik (Agarwal et. al., 2006).

C. Hipotesis

1. Kompleks Ni(II) - difenilamin dapat disintesis dari Ni(NO3)2.6H2O dengan

difenilamin.

2. Formula kompleks yang mungkin terbentuk adalah Ni(difenilamin)m(NO3)2.nH2O dengan m = 1,2,3,4,5 atau 6 dan n =

0,1,2,3,4,5 atau 6.

3. Karakterisasi kompleks Ni(II) -difenilamin antara lain:

a. Pergeseran spektra elektronik ke arah panjang gelombang yang kecil.

b. Kompleks bersifat paramagnetik dengan harga momen magnet efektif berkisar antara 2,83-3,2 BM.

c. Ikatan koordinasi antara Ni(II) dengan Difenilamin diperkirakan melalui atom N pada gugus NH sekunder.

4. Struktur kompleks diperkirakan oktahedral.


(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam sintesis kompleks ini adalah metode eksperimen. Terbentuknya kompleks ditandai dengan adanya pergeseran spektrum UV-Vis dan pergeseran spektrum infra merah. Formula kompleks diperkirakan dari pengukuran kadar nikel(II) dalam kompleks dengan spektrofotometer serapan atom (SSA), pengukuran daya hantar listrik (DHL) dengan konduktivitimeter. Sifat kompleks ditentukan dari pengukuran spektrum UV-Vis, spektrum infra merah, dan sifat kemagnetannya.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama sepuluh bulan mulai bulan Juli 2010 sampai dengan April2011 :

1. Sintesis kompleks, pengukuran kadar logam, daya hantar listrik, spektrum elektronik, dan momen magnet dilakukan di Laboratorium Pusat MIPA Sub Laboratorium Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Pengukuran spektrum infra merah dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Alat dan Bahan 1. Alat

a. Spektrofotometer serapan atom (SSA) Shimadzu AA-6650 b. Spektrofotometer UV-Vis Double Beam Shimadzu 1601 c. Spektrofotometer FTIR Prestige 21

d. Magnetic Susceptibility Balance (MSB) Auto Sherwood Scientific 10169 e. Konduktivitimeter Jenway CE 4071

f. Neraca analitik Shimadzu AEL-200 g. Pemanas listrik Cimarec Thermolyne

h. Pengaduk magnetik Heidholp M1000 Germany i. Peralatan gelas


(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

j. Termometer 100 ºC

2. Bahan-bahan

Semua bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai derajat kemurnian pro analisis (pa) :

a. Ni(NO3)2.6H2O (Merck)

b. Difenilamin (Merck)

c. Asam nitrat (HNO3) 16 M (Merck)

d. KBr kering (Merck) e. Metanol (Merck) f. NiSO4.6H2O (Merck)

g. CuSO4.5H2O (Merck)

h. CuCl2.6H2O (Merck)

i. NiCl2.6H2O (Merck)

j. AlCl3.6H2O (Merck)

k. Akuades l. Kertas saring

D. Prosedur Penelitian

1. Sintesis Kompleks Ni(II) dengan Difenilamin

Ni(NO3)2.6H2O (0,582 g, 2 mmol) dalam metanol (10 ml) ditambahkan ke

dalam larutan difenilamin (2,031 g; 12 mmol) dalam metanol (20 ml) lalu diaduk konstan selama ± 3 jam. Larutan kemudian dipekatkan sampai volume ± 10 ml dan dibiarkan selama ± 48 jam hingga terbentuk endapan hijau muda. Endapan ini kemudian direkristalisasi, dicuci dengan metanol dan didiamkan pada suhu kamar (1,6320 g; 84,328%).

2. Penentuan Kadar Nikel

Pengukuran kadar nikel diukur dengan spektrofotometer serapan atom (SSA). Larutan standar induk dibuat dengan melarutkan Ni(NO3)2.6H2O dalam

HNO3 0,1 M sehingga diperoleh standar Ni2+ 1000 ppm, kemudian dibuat larutan


(50)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

standar Ni2+ 25 ppm dalam 0,1 M HNO3. Konsentrasi larutan standar untuk

pengukuran dibuat pada konsentrasi 0; 1; 2; 3; 4 dan 5 ppm yang diambil dari larutan standar 25 ppm, kemudian diukur absorbansinya dan dibuat kurva standar. Larutan sampel dibuat dengan mendistruksi sampel dengan HNO3 pekat sehingga

diperoleh konsentrasi tidak lebih dari 5 ppm, diukur absorbansinya kemudian diplotkan pada kurva standar.

3. Pengukuran Daya Hantar Listrik (DHL)

Sampel dan standar dilarutkan dalam metanol dan dibuat pada konsentrasi kurang lebih sama (10-3 M), kemudian masing-masing larutan diukur daya hantar listriknya dengan konduktivitimeter (setiap pengukuran dikoreksi terhadap nilai daya hantar spesifik pelarut, kpelarut).

4. Pengukuran Momen Magnet

Sampel senyawa kompleks padat yang akan ditentukan harga momen magnetnya dimasukkan ke dalam tabung kosong pada neraca kerentanan magnetik, lalu diukur tinggi sampel dalam tabung minimal 1,5 cm dan beratnya antara 0,001 – 0,999 gram. Hasil pengukuran akan diperoleh harga kerentanan magnetik per gram atom (χg) yang kemudian diubah menjadi kerentanan magnetik

molar (χM) dan dikoreksi terhadap faktor diamagnetik (χL), sehingga didapatkan

nilai kerentanan magnetik terkoreksi (χA). Dari harga χA dapat dihitung momen

magnet efektifnya.

5. Pengukuran Spektrum Infra Merah

Masing-masing sampel senyawa kompleks dan ligan difenilamin (1 mg) dibuat pelet menggunakan KBr kering (300 mg). Masing-masing pelet dibuat spektrumnya dengan menggunakan Spektrofotometer FTIR pada daerah 4000-400 cm-1.

6. Pengukuran Spektrum Elektronik

Sampel dan standar dilarutkan dalam metanol dengan konsentrasi 10-2 M sampai 10-4 M, kemudian diukur spektrum elektroniknya dengan spektrofotometer 34


(51)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

UV-Vis. Pengukuran spektrum elektronik dilakukan pada daerah 350 nm – 800 nm. Serapan diamati pada absorbansi yang sesuai dengan panjang gelombang maksimum dengan spektrofotometer UV-Vis.

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Data hasil pengamatan diolah secara deskriptif non statistik. Indikasi terbentuknya kompleks nikel(II) dengan difenilamin ditandai dengan pergeseran panjang gelombang spektrum elektronik UV-Vis dari Ni(NO3)2.6H2O. Formula

kompleks diperkirakan dari hasil analisis SSA yaitu kadar logam Ni dan hasil eksperimen ini dibandingkan dengan yang persentasenya mendekati perhitungan secara teoritis, hasil pengukuran daya hantar listrik yang menunjukkan jumlah muatan ion dalam kompleks. Sifat magnetik kompleks ditentukan dengan pengukuran nilai momen magnet menggunakan MSB. Besarnya energi transisi pada kompleks diketahui dari spektrum elektronik UV-Vis. Gugus fungsi ligan yang terkoordinasi pada ion pusat diperkirakan dari pergeseran spektrum infra merah.


(52)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis Kompleks

Sintesis Kompleks Nikel(II) dengan Difenilamin

Sintesis kompleks Ni(II)-difenilamin dilakukan dengan menambahkan larutan Ni(NO3)2.6H2O (0,582 g, 2 mmol) dalam 10 ml metanol secara

bertetes-tetes ke dalam larutan difenilamin (2,031 g, 12 mmol) dalam metanol 20 ml pada suhu kamar sehingga merubah warna larutan yang semula bening menjadi hijau muda. Pengadukan larutan dilakukan selama ± 3 jam, kemudian dipekatkan hingga 10 ml dan didiamkan ± 48 jam untuk menghasilkan padatan berwarna hijau muda (1,6320 g) yang diperkirakan kompleks Ni(II)-difenilamin.

Pembentukan kompleks ini diindikasikan oleh adanya pergeseran serapan panjang gelombang maksimum (λmax) spektrum elektronik Ni(NO3)2.6H2O ke

arah yang lebih kecil, seperti yang ditunjukkan gambar 22.

Gambar 22. Spektrum Elektronik kompleks Ni(H2O)62+ dalam metanol (a) dan

Spektrum Elektronik kompleks Ni(II)-difenilamin dalam metanol (b).

(a) 397,50 nm

(b) 396,00 nm

(b) 724,50 nm

(a) 728,00 nm


(53)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pada gambar 20 di atas, terlihat adanya pergeseran panjang gelombang maksimum (λmax) spektrum elektronik puncak pertama dari daerah 728,00 nm

bergeser (3,5 nm) menjadi 724,50 nm. Terlihat juga pergeseran λmax (1,5 nm) pada

puncak kedua dari 397,50 nm menjadi 396,00 nm.

B. Penentuan Formula Kompleks 1. Pengukuran Kadar Nikel

Hasil pengukuran kadar nikel(II) secara eksperimen dalam kompleks Ni(II)- difenilamin adalah 5,92 ± 0,05 %, sedangkan hasil secara teoritisnya ditunjukkan dalam tabel 3 (perhitungan selengkapnya pada lampiran 3).

Tabel 3. Kadar Nikel dalam Kompleks Nikel(II) dengan Difenilamin pada Berbagai Komposisi secara Teoritis

No Komposisi Senyawa Kompleks Mr % Ni

1. Ni(dpa)4 (NO3)2 859,63 6,83

2. Ni(dpa)4 (NO3)2. H2O 877,63 6,69

3. Ni(dpa)4 (NO3)2.2H2O 895,63 6,56

4. Ni(dpa)4 (NO3)2.3H2O 913,63 6,43

5. Ni(dpa)4 (NO3)2.4H2O 931,63 6,30

6. Ni(dpa)4 (NO3)2.5H2O 949,63 6,18

7. Ni(dpa)4 (NO3)2.6H2O 967,63 6,07

Dengan membandingkan hasil pengukuran kadar nikel secara eksperimen dengan teoritis, maka diperkirakan formula kompleks Ni(II)-difenilamin yang mungkin adalah Ni(difenilamin)4(NO3)2.6H2O.

2. Pengukuran Daya Hantar Listrik

Hasil pengukuran daya hantar larutan standar dan sampel kompleks dalam metanol ditunjukkan oleh tabel 4 dan perhitungan selengkapnya pada lampiran 4.


(54)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4. Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Kompleks dalam Metanol

No Larutan ΛM

(S.cm2.mol-1)

Perbandingan jumlah muatan kation : anion

1. Metanol 0 -

2. NiSO4.6H2O 7,42 1 : 1

3. CuSO4.5H2O 8,60 1 : 1

4. CuCl2.6H2O 47,16 2 : 1

5. NiCl2.6H2O 53,16 2 : 1

6. AlCl3.6H2O 90,96 3 : 1

7. Ni(II)-difenilamin 14,46 + 0,16 1 : 1

Hasil pengukuran daya hantar listrik pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kompleks Ni(II)-difenilamin mempunyai perbandingan jumlah muatan kation : anion berturut-turut adalah 1 : 1. Hasil ini menunjukkan bahwa kompleks tersebut bersifat elektrolit dimana satu ion NO3¯ yang ada berkedudukan sebagai anion

dan satu ion NO3¯ yang lain terkoordinasi dengan ion pusat Ni(II).

C. Karakteristik Kompleks 1. Sifat Kemagnetan

Harga momen magnet efektif (µeff) kompleks Ni(II)-difenilamin adalah

2,99 ± 0,05 BM (hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6). Pada kompleks nikel(II) dengan konfigurasi elektron d8, momen magnet yang diharapkan untuk dua elektron yang tidak berpasangan pada kompleks oktahedral 2,8 – 3,2 BM dan tetrahedral 3,4 – 4,2 BM, sedangkan kompleks square planar bersifat diamagnetik (Agarwal et. al., 2006). Harga momen magnet kompleks [Ni(CPHPZ)2(H2O)2], CPHPZ= 4-Carboxaldehyde

phenylhydrazone-1-phenyl-3-methyl-2-pyrazolin-5-one yaitu 2.97 BM berstruktur oktahedral (Pandya et. al., 2010). Dengan demikian, kompleks Ni(II)-difenilamin dengan harga momen magnet 2,99 ± 0,05 BM bersifat paramagnetik, diperkirakan bergeometri oktahedral.


(55)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Spektrum Infra Merah

Spektra IR gugus fungsi (›N-H) sekunder, (aril-NH) ligan difenilamin dan kompleks Ni(difenilamin)4.(NO3)2.6H2O ditunjukkan oleh Gambar 23 dan 24,

data serapan IR ditunjukkan oleh Tabel 5,

Tabel 5. Serapan Gugus Fungsi Difenilamin dan kompleks Ni(difenilamin)4.(NO3)2.6H2O

Serapan Difenilamin

(cm-1)

Ni(difenilamin)4.(NO3)2.6H2O

(cm-1) υ N-Hsekunder 3406,29

3383,14

3403,21 3379,78

υ Aril-NH sekunder 1319,49 1318,15

υ O-H broad 3460,30

3446,79

- -

Gambar 23. Spektrum Infra Merah ligan Difenilamin ν NH sekunder

(3406,29 dan 3383,14 cm-1) ν OH broad dari H2O

(3460,30 dan 3446,79 cm-1)

ν aril NH (1319,49 cm-1)


(56)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 24. Spektrum Infra Merah Kompleks Ni(II)-difenilamin

Pergeseran serapan gugus (›N-H) sekunder ke arah bilangan gelombang yang lebih kecil sebesar ~3 cm-1 (3406,29; 3383,14 cm-1 pada ligan bebas difenilamin menjadi 3403,21; 3379,78 cm-1 pada kompleks Ni(difenilamin)4.(NO3)2.6H2O ditunjukkan oleh Gambar 23 dan Gambar 24.

Adanya pergeseran ini mengindikasikan bahwa gugus (›N-H) sekunder ligan difenilamin terkoordinasi pada ion pusat Ni2+.

Pergeseran serapan gugus (›N-H) sekunder ke arah yang lebih kecil juga terjadi pada beberapa kompleks seperti yang ditunjukkan pada tabel 6.

ν NH sekunder (3403,21 dan 3379,78 cm-1)

ν aril NH (1318,15 cm-1) ν NO stretching

(1080 cm-1) ν NO2 stretching

(1410 cm-1, 1318 cm-1)


(1)

commit to user

pada ion pusat Ni(II) melalui atom N. Perkiraan struktur kompleks Ni(II)-difenilamin adalah [Ni(Ni(II)-difenilamin)4(NO3)(H2O)](NO3).5H2O yang ditunjukkan

oleh gambar 25.

NH

HN HN

NH

Ni2+ NO3. 5H2O

NO3

H2O


(2)

commit to user

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan :

1. Kompleks nikel(II) dengan difenilamin dapat disintesis dengan mencampurkan larutan logam dalam metanol dan larutan ligan dalam metanol dengan perbandingan mol 1:6.

2. Formula kompleks yang terbentuk yaitu [Ni(difenilamin)4(NO3)(H2O)](NO3).5H2O.

3. Karakteristik kompleks yang terbentuk antara lain :

a. Serapan maksimum kompleks Ni(difenilamin)4(NO3)2. 6H2O pada

724,50 nm (13.802,62 cm-1) dan 396,00 nm (25.252,53 cm-1) dengan harga 10 Dq sebesar 164,906 kJ mol-1 dan 301,703 kJ mol-1, sesuai dengan transisi 3A2g®3T1g

( )

F (v2) dan A g T1g

( )

P

3 2

3 ®

(v3).

b. Kompleks bersifat paramagnetik dengan harga momen magnet efektif (µeff) sebesar 2,99 ± 0,05 BM.

c. Serapan gugus fungsi pada spektrum Infra Merah mengindikasikan terjadinya ikatan koordinasi antara Ni(II) dengan difenilamin melalui atom N pada N-H sekunder.

4. Perkiraan struktur kompleks [Ni(difenilamin)4(NO3)(H2O)](NO3).5H2O

adalah oktahedral.

B. Saran

Untuk mendapatkan formula kompleks yang lebih akurat, perlu dilakukan pengukuran kadar C, H, N, O dan Ni secara bersama dan analisis kristalografi untuk memperkirakan panjang ikatan dan besar sudut antar atom pada kompleks, serta pengukuran kestabilan kompleksnya.


(3)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, R. K., D. Sharma, L. Singh, H. Agarwal, 2006, Synthesis, Biological, Spectral, and Thermal Investigations of Cobalt(II) and Nickel(II) Complexes of N-Isonicotinamido-2’,4’-Dichlorobenzalaldimine, Bioinorganic Chemistry and Applications, Vol. 2006, 1–9.

Angadi, S.D., Vidyavati Reddy, Nirdosh Patil, Tukaram Reddy, 2008, Synthesis, Characterization and Biological Activities of Cu(II), Co(II), Ni(II), Mn(II) and Fe(III) Complexes with Schiff Base Derived from 3-(4-Chlorophenoxymethyl)-4-amino-5-mercapto-1,2,4-triazole, E-Journal of Chemistry, Vol 5. No 3, 529-538.

Belaıd, S., A. Landreau, S. Djebbar, O. Benali-Baıtich, M. A. Khan, G. Bouet, 2008, Synthesis, characterisation and antifungal activity of a series of Cobalt(II) and Nickel(II) complexes with ligands derived from reduced N, N0-o-Phenylenebis(Salicylideneimine), Transition Met Chem, Vol. 33, 511– 516.

Carvalho, N. M. F., A. Horn, A. J. Bortoluzzi, V. Drago, O. A. C. Antunes, 2006, Synthesis and Characterization of Three Mononuclear Fe(III) Complexes Containing Bipodal and Tripodal Ligands : X-Ray Molecular Structure of The Dichloro [N-propanamide-N, N-Bis-(2-pyridylmethyl)amine] Iron(III) perchlorate, Inorganica Chimica Acta, Vol. 359, 90-98.

Chandra, S., D. Jain, A. K. Sharma, P. Sharma, 2009, Coordination Modes of a Schiff Base Pentadentate Derivative of 4-Aminoantipyrine with Cobalt(II), Nickel(II) and Copper(II) Metal Ion : Synthesis, Spectroscopic and Antimicrobial Studies, Molecules, Vol. 14, 174-190.

Chandra, S., M. Tyagi, S. K. Choudhary, 2011, Tetraaza Macrocyclic Complexes: Synthesis, Spectral And Antifungal Studies, J. Chem. Pharm. Res., Vol. 3, 56-63.

Cotton, F.A., and G.Wilkonson. 1988. Advanced Inorganic Chemistry. Fifth edition. John Willey and Sons Inc. New York.

Cotton, F. A., G. Wilkinson, and P. L. Gauss. 1995. Inorganic Chemistry, 3rd edition. John Wiley and Sons. New York.

Day, M.C., and J. Selbin, 1985, Theoritical Inorganic Chemistry, Second edition, East-West Press, New Delhi.


(4)

commit to user

Efthymiou, C. G., C. P. Raptopoulou, A. Terzis, S. P. Perlepes, A. Escuer, C. Papatriantafyllopoulou, 2010, Triangular Ni(II) complexes from the use of 2-pyridyl oximes, Polyhedron, Vol. 29, 627–633.

García-Santos, Isabel, J. Sanmartín, A. M. García-Deibe, M. Fondo, E. Gómez, 2010, Structural and spectroscopic studies on some metal complexes of an 8-hydroxyquinoline derivative, Inorganica Chimica Acta, Vol. 363, 193– 198.

Gibson, D. H., Jianguo Wu, M. S. Mashuta, 2006, Synthesis And Characterization Of Ruthenium(II) Complexes Bearing The Bis(2-Pyridylmethyl)Amine Ligand, Inorganica Chimica Acta, Vol. 359, 309–319.

Hania, M. M., 2009, Synthesis and Antibacterial Activity of Some Transition Metal Complexes of Oxime, Semicarbazone and Phenylhydrazone, E-Journal of Chemistry, Vol. 6, 508-514.

Hartono, A.J dan A. V. Purba, 1986, Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik, Edisi ke-4, Erlangga, Jakarta. Terjemahan: Spectroscopic Identification of Inorganic Compound. Silverstein, Robert M, G. Clayton Bassler and Terrence C Morril, 1981, Fourth edition, John Willey and Sons, New York.

Huheey.J.E., R.L. Keither, 1993, Inorganic Chemistry, Fourth edition, Hamper collies College Publisher, New York.

Jolly, W.L., 1991, Modern Inorganic Chemistry, Second editions, McGraw Hill Inc. New York.

Kang, S.G., Hyunja Kim, Nahee Kim, J. H. Jeong, 2009, Synthesis and Characterization of TetraazaMacrocyclic Nickel(II) and Copper(II) Complexes Bearing Two Tetrazole Pendant Arms, Bull. Korean Chem. Soc.,

Vol. 30, No. 12, 3101-3104.

Kartohadiprodjo, Irma I., 1999, Kimia Fisika, Jilid 2, Edisi Ke-4, Erlangga, Jakarta, Terjemahan : Physical Chemistry. Atkins, P.W.,1990, Oxford University Press, Oxford.

Kemp, W., 1987, Organic Spectroscopy, Second Edition, Macmillan Publishers, London.

Khopkar, S.M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.

Lecourt, C. A., T. H. Bailey, M. Cox, L. M. Gilby, J. Robinson, 1999, Extraction of Heavy Metal from Sediments Using The SERVO Process, Land Contamination and Reclamation, Vol. 7, 265-269.


(5)

commit to user

Lee, J.D., 1994, Concise Inorganic Chemistry, Fourth edition, Chapman and Hall, London.

Miesslar, Gary L. and Donald A. Tarr, 1991, Inorganic Chemistry, Prentice Hall, New Jersey.

Oboh, I., E. Aluyor, T. Audu, 2009, Biosorption of Heavy Metal Ions from Aqueous Solutions Using a Biomaterial, Leonardo Journal of Sciences, Vol. 14, 58-65.

Ozmen, U. O., G. Olgun, 2008, Synthesis, characterization and antibacterial activity of new sulfonyl hydrazone derivatives and their nickel(II) complexes, Spectrochimica Acta , Vol. 70, 641–645.

Pudjaatmaka, A.H., 1997, Kimia Organik, Jilid 2 edisi Ke-3, Erlangga, Jakarta, Terjemahan : Organic Chemistry. R.J Fessenden and J.S. Fessenden, 1986, Third Edition, Wadsworth Inc. California.

Revanasiddappa, H. D., B. Vijaya, L. S. Kumar, K. S. Prasad, 2010, Synthesis, Characterization and Antimicrobial Activity of Cu(II), Co(II), Ni(II) and Mn(II) Complexes with Desipramine, World Journal of Chemistry, Vol. 5, 18-25.

Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi Inframerah. Liberty. Yogyakarta.

Shaker, S. A., H.A. Mohammed, A. A. Salih, 2010, Preparation, Physico-Chemical and Spectroscopic Investigation of Thiacetazone and Quinalizarin Complexes with Mn(II), Fe(II), Co(II), Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II) and Pb(II), Australian Journal of Basic and Applied Sciences, Vol. 4, 5178-5183.

Sharpe A.G., 1992, Inorganic Chemistry, 3th edition, John Willey and Sons Inc, New York.

Siswandono dan Soekardjo, 1995, Kimia Medisinal, Airlangga University Press., Surabaya.

Skoog, A.D, F.J. Holler, T.T. Nieman, 1998, Principles of Instrumental Analysis, Fifth Edition, Thompson Learning Inc., Australia.

Sugiyarto, K.H., H.Sutrisno, A.K. Prodjosantoso, 2001, Kimia Anorganik 2,

Cetakan kedua., Universitas Terbuka Jakarta.


(6)

commit to user

Syariffudin, N., 1994, Ikatan Kimia, Cetakan pertama, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Szafran Z., Pie R.M., Singh M.M., 1991, Microscale Inorganic Chemistry, John Willey and Sons, Canada.

Tabatabaee, M., S. Saheli, 2011, Synthesis, Structural and Thermal Studies of a New Nickel Complex Containing 2-Aminopyrimidine and Thiocyanate Mixed Ligands with a Three-Dimensional Network Structure, J Chem Crystallogr.

Turta, C. I., L. Chapurina, I. G. Donica, V. Voronkova, E. R. Healey, V. C. Kravtsov, 2008, Synthetic, Spectroscopy and X-Ray Crystallographic Structural Studies on Copper(II) Complexes of The Aminoguanizone of Pyruvic Acid, Inorganica Chimica Acta, Vol. 361, 309-316

Wang, Kefeng, Miao Shen, W. H. Sun, 2010, N-(Pyridin-2-yl)picolinamide tetranickel clusters: Synthesis, structure and ethylene oligomerization,

Polyhedron, Vol. 29, 564–568.

Yamamoto, A., 1986, Organotransition Metal Chemistry : Fundamental Concepts and Application, John Willey and Sons, New York.

Zeng, Q. R., S. Sauve, H. E. Allen, W. H. Hendershot, 2005, Recycling EDTA Solution to Remediate Metal-Polluted Soils, Environ. Pollut., Vol. 133, 225-231.