Impedansi Surja Menara Impedansi Surja Elektroda Pembumian Menara Transmisi

II.2.2 Counterpoise

Untuk daerah-daerah yang mempunyai lapisan tanah yang keras dan berbatu- batu atau daerah yang tahanan jenis tanahnya tinggi, elektroda batang tidak praktis digunakan. Bila digunakan sistem counterpoise, tahanan kaki menara secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: R =     ⋅ ρ ρ r L Coth r Ohm 2.5 dimana: L = panjang kawat, meter. ρ = tahanan jenis tanah, Ohm-meter. r = tahanan kawat, Ohmmeter.

II.3 Impedansi Surja Menara

Menurut Sargent dan Daveniza, impedansi surja menara dihitung berdasarkan penampang menara transmisi. 1 Gambar 2.2 Penampang menara transmisi a Jenis A b Jenis B c Jenis C Universitas Sumatera Utara Menara jenis A :       + = 2 2 2 2 ln 30 r r h Z t 2.6 Menara jenis B : m s t Z Z Z + = 2 1 2.7 60 90 ln 60 −       +       = h r r h Z s 60 90 ln 60 −       +       = h b b h Z m Menara jenis C :     −       = 1 2 2 ln r h Z t 2.8

II.4 Impedansi Surja Elektroda Pembumian Menara Transmisi

Impedansi surja pembumian didefenisikan sebagai besarnya tegangan surjaimpuls dibagi dengan arus impuls petir     = t i t v t Z . Rangkaian ekivalen satu elektroda batang dibuat dengan elemen rangkaian terkonsentrasi seperti Gambar 2.3. Model tersebut didasarkan kenyataan bahwa impedansi pentanahan tidak bersifat sebagai tahanan murni tetapi juga berperilaku sebagai induktansi L dan kapasitansi C. Tahanan murni R lebih banyak disebabkan karena adanya sifat resistivitas tanah dimana sistem pentanahan tersebut ditanam. Induktansi L lebih dipengaruhi oleh panjang konduktor yang ditanam dan sifat permeabilitas tanah. Seperti halnya sifat induktansi yang lain, maka makin Universitas Sumatera Utara panjang konduktor yang ditanam maka makin besar induktansi sistem pembumianya. Komponen kapasitor dari sistem pembumian dapat diterangkan dari konduktor yang saat ini diinjeksi arus berarti konduktor tersebut bertegangan. Beda tegangan antara konduktor dengan titik nol referensi menyebabkan sifat kapasitansi dari sistem tersebut dengan media tanah yang mempunyai permitivitas ε. Dengan demikian impedansi pembumian dapat dibuat rangkaian ekivalennya seperti Gambar 2.3. it L R C i R i C Gambar 2.3 Rangkaian ekivalen impedansi surja pembumian satu elektroda batang Untuk empat batang elektrode pembumian yang diparalel masing-masing elektroda mempunyai panjang l dan radius r ditanam tegak lurus pada tanah yang mempunyai resistivitas tanah ρ homogen, maka elektroda bersama tanah akan mempunyai tahanan, induktansi dan kapasitansi yang besarnya adalah:                 = 4 3 2 1 . . 2 2 ln 2 r s l l R π ρ Ohm 2.9 7 3 2 1 3 10 . . 16 ln 2 − ×     = s s r l l L Henry 2.10 Universitas Sumatera Utara 9 4 3 2 1 10 . . 2 2 ln 9 . − ×         = r s l l C r ε Farad 2.11 dimana: l = panjang pengetanahan, meter. r = radius batang, meter. s = jarak antar batang elektroda, meter. ρ = tahanan jenis tanah, Ohm-meter. ε r = permitivitas relatif tanah. misalkan arus surja yang mengalir pada rangkaian seperti Gambar 2.3: c R i i i + = 2.12 ∫ = R i dt i c R c . 1 dt di RC i R C . = dengan Transformasi Laplace didapatkan : 1 1 RC p RC i pRC i p i p p R + = + = 2.13 dt di L p Ri V R t + = V p =         + + Lp RC p C i p 1 1 =         + + + − + Lp RC p C b p a p i 1 1 1 1 =         + − + + + + − + + 1 1 1 1 b p Lp a p Lp RC p b p C RC p a p C i 2.14 Universitas Sumatera Utara V t =             − − − + − − − − − − − − − − − a b ae be a b L b RC C e e a RC C e e i at bt RC t bt RC t at 1 1 =       − + − − − − − − − − − − − 1 1 at bt RC t bt RC t at ae be L bRC e e R aRC e e R =             − + − − − + − + − − − − − − − − 1 1 2 2 t bt RC t at bt bt at ae be L bRC aRC a b Ce R be ae C R e e R α 2.15 Ketika arus impuls diinjeksikan ke sistem pembumian, impedansi impulsnya didefenisikan sebagai perbandingan tegangan yang dibangkitkan terhadap nilai arus pada suatu titik injeksi. t i t V t Z = Ohm.               − − + − − − − + − + − − = − − − − − − − − − bt at at bt bt at RC t at bt e e ae be L e e bRC aRC a b e be ae C R bRC aRC R t Z 1 1 . 1 1 2 Ω 2.16 Universitas Sumatera Utara

BAB III TEGANGAN LENGAN MENARA

III.1 Umum Ketika sambaran petir menerpa puncak menara, tegangan lebih berbentuk surja merambat sepanjang menara sampai ke pembumian menara. Adanya perbedaan impedansi surja pembumian menara dengan badan menara mengakibatkan adanya gelombang tegangan pantul dari dasar menara menuju puncak dan lengan menara. Kemudian dari puncak menara gelombang tegangan surja dipantulkan lagi ke pembumian menara. Dengan demikian akan terjadi pantulan berulang di pembumian dan puncak menara. Gelombang tegangan pantulan yang tiba di lengan menara disebut tegangan lengan menara. Berikut tegangan lengan menara dapat diturunkan dengan metode teori gelombang berjalan. III.2 Teori Gelombang Berjalan Jika konduktor dihubungkan dengan sumber tegangan, maka seluruh konduktor tersebut tidak langsung bertegangan. Masih diperlukan beberapa waktu untuk dapat merasakan tegangan ini pada suatu titik dalam sistem yang mempunyai jarak tertentu dari sumber tegangan tersebut. Proses ini sama dengan peluncuran sebuah gelombang tegangan yang merambat sepanjang konduktor dengan kecepatan tertentu yang disebut juga dengan gelombang berjalan. Gelombang ini akan mengalami perubahan bila mencapai titik peralihan, sehingga terdapat perbedaan dengan gelombang asal. Universitas Sumatera Utara