24
waris yakni anak laki-laki, anak perempuan, suami, istri, ayah, ibu, saudara laki-laki sekandung, saudara perempuan sekandung, saudara laki-laki seayah, saudara
perempuan seayah, saudara laki-laki seibu, dan saudara perempuan seibu. 3.
Hubungan Wala’ Yang dimaksud dengan hubungan wala’ adalah seseorang menjadi ahli waris
karena ia telah memerdekakan budaknya. Jadi apabila seseorang telah dimerdekakan oleh tuannya, maka ketika ia wafat, ahli warisnya adalah bekas tuannya itu.
Perbedaan yang menonjol antara hubungan nasab dan hubungan wala’ adalah terletak pada ahli waris. Pada hubungan nasab, ahli waris adalah dari dalam
lingkungan keluarga dekat. Sedangkan hubungan wala’, ahli waris adalah dari luar, yakni bekas tuannya.
Dasar yang dipegangi sehingga hubungan wala’ dapat menjadi ukuran terjadinya kewarisan adalah Al-Qur’ansurat An Nisa’ ayat 33.
2. Konsepsi
Konsep merupakan salah satu bagian penting dari sebuah teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara
abstraksidan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.
34
34
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hlm. 10
Universitas Sumatera Utara
25
Kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.
35
Suatu kerangka konsepsi merupakan
kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu
abstraksi dari gejala tersebut. Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini perlu
dirumuskan serangkaian definisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran atas
sejumlah istilah dan masalah yang dibahas. Di samping itu, dengan adanya penegasan kerangka konsepsi ini, diperoleh suatu persamaan pandangan dalam menganalisis
masalah yang diteliti, baik dipandang dari aspek yuridis, maupun dipandang dari aspek sosiologis.
36
Definisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah yang dibahas, karena istilah yang digunakan untuk membahas suatu masalah,
tidak boleh memiliki makna ganda, perbedaan pengertian atau penafsiran mendua dubius dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
dirumuskan kerangka konsepsi sebagai berikut : a.
Waris
35
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 7
36
Masri Singarimbun, dkk., Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1999, hlm. 11
Universitas Sumatera Utara
26
Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang diatur oleh hukum waris, dan hukum waris yang akan dipergunakan
sebagai dasar untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah hukum kewarisan Islam.
Peraturan atau sistem waris yang diajarkan Islam merupakan sistem yang adil dan selaras dengan fitrah serta realitas kehidupan rumah tangga dan kemanusiaan
pada setiap kondisi. Sistem waris yang ditetapkan dalam Islam, atas dasar kemanusiaan berupaya mengayomi asal pembentukan keluarga dari jiwa yang satu.
Keistimewaan hukum Islam dalam masalah waris seluruhnya tampak jelas di hadapan mata laksana benda yang terlihat di siang hari. Islam menyampaikan hak-hak waris
kepada orang-orang yang memang berhak menerimanya mustahiqqin.
37
Dalam hukum Islam, istilah ilmu waris dikenal dengan ilmu faraidh. Adapun yang dimaksud dengan faraidh adalah masalah-masalah pembagian harta warisan.
Kata faraidh adalah bentuk jamak dari al-faridhah yang bermakna al-mafrudhah atau sesuatu yang diwajibkan. Artinya, pembagian yang telah ditentukan kadarnya.
38
b. Li’an
Berasal dari kata la’an mengutuk. Li’an adalah tuduhan suami terhadap istrinya bahwa ia telah berzina, misalnya dengan berkata : “Aku melihatnya sedang
berzina”, atau suami menolak janin yang dikandung istrinya sebagai anaknya.
39
37
Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Op.Cit., hlm. 7
38
Ibid., hlm. 11
39
Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim Minhajul Muslim Mu’amalah, Alih Bahasa : Rachmat Djatnika dan Sumpeno, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991, hlm. 216
Universitas Sumatera Utara
27
c. Anak
Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai keturunan. Di dalam Al-Qur’an anak sering disebutkan dengan kata walad-al walad yang berarti
anak yang dilahirkan orang tuanya, laki-laki maupun perempuan, besar atau kecil, tunggal maupun banyak. Kata al walad dipakai untuk menggambarkan adanya
hubungan keturunan.
40
d. Anak Sah
Anak yang sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah :
41
1 Anak yang dilahirkan dalam suatu perkawinan yang sah. 2 Anak yang dilahirkan sebagai akibat perkawinan yang sah.
Anak yang sah menurut Kompilasi Hukum Islam KHI adalah :
42
1 Anak yang dilahirkan dalam suatu perkawinan yang sah. 2 Anak yang dilahirkan sebagai akibat perkawinan yang sah.
3 Anak yang dilahirkan dari hasik pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri yang bersangkutan.
e. Anak Tidak Sah
Anak tidak sah adalah anak yang lahir dari hubungan perkawinan yang belum sah baik secara agama maupun secara hukum.
43
40
Rudiansyah Pulungan, Paper Hak dan Kedudukan Anak Akibat Putusnya Perkawinan Orang Tua, Sekolah Pascasarjana Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan,
2009, dc315.4shared.comdocbat7FjWppreview.html, diakses pada tanggal 19 Maret 2012.
41
Iman Jauhari, Kapita Selekta Hukum Islam, Jilid II, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2007, hlm. 11.
42
Ibid., hlm. 11-12
43
Rinta Yani, Anak luar kawin,kompasiana.compostsosok20120128anak-tidak-sah, 2012, diakses pada tanggal 19 Maret 2012.
Universitas Sumatera Utara
28
f. Anak Luar Kawin
Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan seorang perempuan, sedangkan perempuan itu tidak berada dalam suatu ikatan perkawinan yang sah dengan pria
yang menyetubuhinya.
44
g. Anak Li’an
Anak li’an adalah anak yang dilahirkan dari seorang istri yang sah, dimana suami tersebut tidak mengakuinya sebagai anaknya, karena suami tersebut telah
menuduh sang istri telah berzina dengan lelaki lain. Sang suami telah bersumpah bahwa istrinya telah berzina dengan lelaki lain di depan hakim, begitu pula istrinya
telah bersumpah dengan tujuan membela diri, bahwa tuduhan suaminya adalah dusta. Maka jika sang istri mengandung, anak tersebut disebut sebagai anak li’an.
45
h. Nasab
Nasab adalah legalitas hubungan kekeluargaan yang berdasarkan pertalian darah, sebagai salah satu akibat dari pernikahan yang sah, atau nikah fasid, atau
senggama syubhat zina. Nasab merupakan sebuah pengakuan syara’ bagi hubungan seorang anak dengan garis keturunan ayahnya sehingga dengan itu anak tersebut
menjadi salah seorang anggota keluarga dari keturunan itu dan dengan demikian anak
44
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 80.
45
http:opi.110mb.comfaraidweb12HakWarisAnakHasilZinaDanAnakLian.htm., Loc Cit.
Universitas Sumatera Utara
29
itu berhak mendapatkan hak-hak sebagai akibat adanya hubungan nasab. Seperti hukum waris, pernikahan, perwalian dan lain sebagainya.
46
i. Hukum Islam
Pengertian hukum Islam adalah hukum yang bersumber pada nilai-nilai keislaman yang berasal dari dalil-dalil agama Islam yakni Al-Qur’an, Hadist, Ijma’
Ulama dan Qiyas. Bentuk hukumnya dapat berupa kesepakatan, larangan, anjuran, ketetapan, dan sebagainya.
47
G. Metode Penelitian
Penelitian adalah pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan.
48
Metode penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak harus dilakukan dalam suatu
kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Kecuali itu,
maka diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
timbul di dalam gejala yang bersangkutan.
49
1. Sifat dan Jenis Penelitian