Gambaran Tingkat Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal

GAMBARAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH
KOTA TEGAL

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH:
MUHAMAD ILHAM RAMDANI
NIM: 1110104000008

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1437 H

セᄋ@

.-


... セM]

M MNLセ [

セZM

セ@



セ@

...P----

---

·:-------·-' "'i . . ...... ; GMセB

」M[


ᄋ MZᄋイ

NM@

...
セM

..-

.. -

:
セ@

....

LEMBARPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S 1) di Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan
universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesum
dengan ketentuan yang telah berlaku di Fakultas kedokteran dan Ilmu kesehatan
Universitas islam Negeri (UIN) Syarifhidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan univesitas Islam negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2016

11

SCHOOL OF NURSING
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Undergraduated Thesis, Juny 2016
Muhamad Ilham Ramdani, NIM: 1110104000008
Overview Of Depression In Patients Type 2 Diabetes Mellitus In Kardinah Hospital Tegal

xviii + 74 pages, 3 tables, 1 charts. 5 attachments
ABSTRACT
Diabetes mellitus type 2 is a common health problem in Indonesia. Depressive symptoms are
common among adults with diabetes. Clinically significant depression is present in one of every
four people with type 2 diabetes mellitus. A diagnosis of type 2 diabetes mellitus increase the
risk of incident depression and can contribute to a more severe course of depression.
The aim of the study was to estimate the prevalence of depression in the population diagnosed
with diabetes type 2. Respondens were patient with type 2 diabates mellitus in hospital kardinah.
This research is quantitative descriptive. The sampling technique using accident sampling with
79 individuals with type 2 diabetes mellitus. The data was taken by instrument using Beck
Depression Inventory (BDI) scale. Data was analyzed by univariate test. The result of the
analysis 82,3% no symptom of depression and 17,7% have a depression.

Key Word: Depression, Type 2 Diabetes mellitus.
Bibliography: 46 (2001 - 2015)

iii

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juni 2016
Muhamad Ilham Ramdani, NIM: 1110104000008
Gambaran Tingkat Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum
Kardinah Kota Tegal
Xviii + 74 halaman, 3 table, 1 bagan, 5 lampiran
ABSTRAK
Diabetes mellitus type 2 adalam masalah kesehatan yang umum di Indonesia. Pada umumnya
gejala depresi biasanya muncul pada individu dewasa yang menderita diabetes mellitus. Secara
klinis satu dari empat individu yang menderita diabetes mellitus tipe 2 mengalami depresi. Dan
juga, diagnosa diabetes mellitus tipe 2 juga dapat meningkatkan insiden depresi yang dapat
menimbulkan depresi yang lebih parah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran tingkat depresi pada populasi yang
menderita diabetes mellitus tipe 2. Responden penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus tipe
2 yang rawat jalan di Rumah Sakit Umum Kardinah. Jenis Penelitian ini adalah deskriptif.
Teknik sampel yang digunakan adalah aksidental sampling dengan 79 responden. Pengumpulan
data penelitian menggunakan instrumen Beck Depression Inventory. Selanjutnya, data dianalisi
menggunakan analisis univariat. Hasil analisis didapatkan bahwa sebanyak 82,3% ttidak ada
gejala depresi sedangkan 17,7% mengalami depresi.


Kata Kunci: depresi, diabetes mellitus tipe 2.
Daftar pustaka: 46 (2001 - 2015)

iv

RIWAYAT HIDUP
Nama

: Muhamad Ilham Ramdani

Tempat, Tanggal Lahir

: Tegal, 2 Maret 1993

Agama

: Islam

Status


: Belum Menikah

Alamat

: Gg. AMD 28 No. 171 RT 004 RW 005 Kel. Balekambang
Kec. Kramat Jati Jakarta Timur

Telepon

: 089609447843

E-mail

: muhamadilham534@gmail.com

Riwayat pendidikan

:

1. 1997 – 1998


: TK Pertiwi Pesurungan Kidul

2. 1998 – 2004

: MI Miftakhul Ulum Pesurungan Kidul

3. 2004 – 2007

: MTsN Model Babakan Tegal

4. 2007 – 2010

: SMAN 104 Jakarta

5. 2010 – 2016

: S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta


KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam. Yang selalu mengasihi tanpa
pilih kasih dan selalu menyayangi dengan sayang yang tak terbilang. Syukurku ucapkan atas
segala nikmat dan rahmat-Nya hingga Seminar Proposal ini dapat terselesaikan. Shalawat dan
salam selalu tercurah kepada rosul akhir zaman, Baginda Besar Nabi Muhammad SAW, yang
telah membawa umatnya menuju cahaya kebenaran. Penyusunan skripsi ini semata-mata
bukanlah hasil usaha penulis, melainkan banyak pihak yang memberikan

bantuan,

bimbingan, motivasi, dan petunjuk. Sekiranya patutlah bagi penulis untuk berterima kasih
yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Arif Soemantri, M.KM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Ns. Maulina Handayani, S.Kep, MSc, selaku ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan

(PSIK) Fakultas Kedokteran


dan

Ilmu Kesehatan

(FKIK)

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Karyadi, Ph.D, selaku dosen pembimbing I dalam penyusunan proposal
skripsi ini. Terima kasih atas waktu, kesabaran, motivasi, dan ilmu yang telah
diberikan.
4. Ibu Ns. Gusrina Komala Putri, S,Kep, MSN, selaku dosen pembimbing II dalam
penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingannya selama ini, masukan
masukan yang yang sangat membantu dan tentunya kesabaran menghadapi saya.

viii

5. Bapak Sakhirin dan Ibu suci Nurani selaku orang tua saya yang telah jerih payah
untuk membesarkan saya hingga sekarang.
6. Seluruh teman – teman PSIK 2010. Kalian teman seperjuangan yang hebat dan

menyenangkan.
7. Segenap staf pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu
Keperawatan yang telah memberikan ilmu kepada Saya selama masa perkuliahan
ini.
8. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik serta perpustakaan Fakultas yang
telah banyak membantu dalam pengadaan referensi - referensi sebagai bahan
rujukan.
9. Seluruh petugas Rumah Sakit Umum kardinah yang bersinggungan dengan Saya
yang telah memberikan kesempatan pada peneliti untuk melakukan penelitian.
Pada akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulis ini masih jauh dari kata
sempurna, namun penulis harapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang
memerlukan.

Jakarta, Juni 2016

Penulis
ix

DAFTAR ISI
COVER………………………………………………………………………...... i
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………….ii
ABSTRACT………………………………………………………………………iii
ABSTRAK………………………………………………………………………..iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN……………………………………v
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………vi
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………...vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………x
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………………xi
DAFTAR TABEL………………………………………………………………..xii
DAFTAR BAGAN………………………………………………………….......xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….…xiv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...1
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang…………………………………………………………….1
Rumusan Masalah…………………………………………………………6
Pertanyaan Penelitian……………………………………………………...6
Tujuan Penelitian………………………………………………………….7
1. Tujuan Umum…………………………………………………………7
2. Tujuan Khusus………………………………………………………...7
E. Manfaat Penelitian………………………………………………………...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………9
A. Diabetes Melitus…………………………………………………………..9
1. Pengertian Diabetes Melitus…………………………………………..9
2. Tipe –tipe Diabetes Melitus………………………………………….10
3. Etiologi Diabetes Mleitus……………………………………………12
4. Manifestasi Klinis……………………………………………………13
5. Patofisiologi………………………………………………………….15

6. Komplikasi…………………………………………………………...16
7. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………...18
B. depresi……………………………………………………………………19
1. Pengertian Depresi…………………………………………………...19
2. Gejala Depresi………………………………………………………..20
3. Etiologi Depresi……………………………………………………...21
4. Beck Depression Inventory…………………………………………..24
5. Berduka………………………………………………………………27
C. Psikososial dan Diabates Melitus………………………………………...34
1. Depresi dan Diabetes Melitus tipe 2…………………………………34
2. Kerangka teori………………………………………………………..44
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep………………………………………………………..47
B. Definisi operasional……………………………………………………...48
BAB IV METODE PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

Rancangan Penelitian…………………………………………………….50
Populasi dan Sampel……………………………………………………..50
Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………………....52
Etika Penelitian…………………………………………………………..52
Insterumen Penelitian………………………………………………….....55
Uji Validitas dan Realibilitas…………………………………………….56
Prosedur Pengumpulan Data……………………………………………..58
Analisis Data……………………………………………………………..59

BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……………………………………..61
B. Hasil Analisis Univariat………………………………………………….63
BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisis data Demografi………………………………………………….68
B. Analisis Variabel Independen……………………………………………70
C. Keterbatasan Penelitian…………………………………………………..71
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………………………………………………………………73
B. Saran ……………………………………………………………………..73

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Halaman
3.1

Definisi Operasional penelitian

48

5.1

Distribusi frekuensi responden menurut jenis kelamin

63

5.2

Distribusi frekuensi responden menurut pekerjaan

64

5.3

Distribusi frekuensi responden menurut lama menderita

64

5.4

Distribusi frekuensi responden tingkat depresi

65

DAFTAR BAGAN
Halaman
2.1

Kerangka Teori

44

3.1

Kerangka Konsep

47

DAFTAR SINGKATAN

DM

= Diabetes Mellitus

WHO

= World Health Organization

IDDM

= Insulin Dependen Diabetes Mellitus

NIDDM

= Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus

HLA

= Human Leucocyte Antigen

KAD

= Ketoasidosis Diabetic

LDL

= Low Density Lipoprotein

DSM-IV-TR = Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder Fourth Edition Text
Revision
DA

= Dopamin

DBH

= Dopamin Beta Hidroksilase

BDI

= Beck Depression Inventory

GAS

= General Adaptation Syndrom

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit metabolik
dimana tubuh tidak dapat mengendalikan glukosa akibat kekurangan
hormon insulin. Kekurangan hormon ini dalam tubuh bisa disebabkan
oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Berdasarkan kedua faktor
tersebut, diabetes melitus (DM) terbagi menjadi DM tipe I dan DM tipe
II. Diabetes Melitus Tipe I I dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan

seperti

makanan dengan kadar glukosa tinggi yang

dikonsumsi secara berlebihan dan terus menerus sehingga terjadi
gangguan metabolisme glukosa dalam tubuh, di dukung dengan adanya
riwayat keluarga yang menderita DM. DM tipe II ini terjadi pada usia
dewasa dan usia lanjut (Guyton & Hall, 2007).
Data dari World Health Organization (2013) mencatat bahwa
Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes
terbesar di dunia setelah India, China dan Amerika Serikat. WHO
memastikan peningkatan pada penderita Diabetes Melitus tipe II paling
banyak dialami negara – negara berkembang termasuk Indonesia.
Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)
memprediksi jika pada tahun 2030 ada 21,3 juta penduduk Indonesia yang
akan terserang diabetes melitus (DM). Umumnya 90% pasien diabetes
melitus (DM) dewasa. Kelompok usia penderita diabetes mellitus tipe 2
terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Meningkatnya penderita

2

diabetes mellitus tipe 2 disebabkan oleh peningkatan obesitas, kurang
aktifitas fisik, kurang mengkonsumsi makanan yang berserat, merokok,
dan tingginya lemak (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus, 2012).
Penyakit diabetes mellitus tipe 2 merupakan masalah yang cukup
besar sehingga memerlukan penanganan secara serius. Hal ini dikarenakan
dapat menimbulkan dampak negatif pada orang yang mengalaminya, yaitu
berdampak pada kondisi fisik dan psikologis. Diabetes mellitus tipe 2
dapat menyebabkan pola hidup berubah, kelemahan fisik, masalah
penglihatan, dan berpotensi terhadap kematian. Kesemua masalah fisik
yang muncul tentunya berpeluang terhadap timbulnya masalah emosional
pada penderita diabetes mellitus (Savitri, 2006).
Penelitian Smenkof, et al (2015) meunjukan bahwa satu dari setiap
empat orang yang menderita diabetes mellitus tipe II juga menderita
depresi. Faktor pencetus terjadinya distress pada penderita dikarenakan
kurangnya dukungan sosial, ketidakterimaan akan keadaan yang
dialaminya. Hal ini yang memunculkan rasa depresi pada penderita
diabetes mellitus tipe 2 sebagai respon rasa kehilangan dan berduka yang
dialaminya. Selain itu, depresi yang dialami oleh penderita diabetes
mellitus tipe 2 dapat meningkatkan resiko komplikasi pada diabetes
mellitus tipe II itu sendiri seperti, hiperglikemia, insulin, resistensi, dan
mikro dan makrovaskuler. Sebaliknya, diagnosis diabetes mellitus tipe II
meningkatkan resiko depresi pada seseorang atau bahkan membuat lebih
parah seseorang yg telah menderita depresi. Hubungan ini mencerminkan

3

etiologi bersama yang terdiri dari interaksi dua arah yang kompleks
mencakup beberapa variabel, antara lain disregulasi neurohormonal,
obesitas, peradangan, perubahan struktur hipokampus (Smenkof, 2015).
Degmecic, dkk (2014) membuat rangkuman faktor psikososial
yang mempengaruhi prevalensi depresi pada pasien diabetes, ternyata
depresi pada diabetes mellitus tipe 2 lebih banyak dijumpai pada:
perempuan, ras minoritas, seseorang yang tidak menikah pada umur
pertengahan, status social, ekonomi rendah dan tidak bekerja (Degmecic,
2014).
Pendapat Degmecic dikuatkan kembali oleh penelitian Schmitz
Norbert (2014), dimana depresi semakin meningkat pada seseorang,
sebagai akibat adanya faktor risiko seperti sosiodemografi, penyakit
kronis, kurangnya komunikasi, dan kurangnya pengetahuan masayarakat
maupun tentang depresi (Schmitz, 2014).
Depresi adalah salah satu masalah terbesar gangguan psikologis
pada pasien diabetes mellitus tipe 2, dengan prevalensi antara 24% hingga
29%. Depresi pada diabetes mellitus tipe 2 juga sangat berhubungan
dengan

ketidakmampuan

mengkontrol

glikemik,

meningkatkan

komplikasi, meningkatkan kematian, menurunkan fungsi fisik dan fungsi
fikiran, meningkatkan biaya kesehatan. (starkstein, 2014).
Ironisnya, penanganan depresi pada penderita diabetes mellitus
tipe 2 tampaknya kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan
komplikasi diabetes yang lainnya. Kurangnya perhatian terhadap kondisi
tersebut tidak seharusnya terjadi mengingat depresi berhubungan dengan

4

komplikasi diabetes dan kematian. Bukti menduga bahwa pengenalan dan
pengobatan untuk depresi kurang ideal dan khususnya pada setting
pelayanan

primer

dimana

kebanyakan

pasien

dengan

diabetes

mendapatkan perawatan secara fisik saja (Egede, 2012). Contohnya di
negara Palestina 294 yang di survei untuk melihat depresi dan data
demografi seperti usia, jenis kelamin, bodi massa indeks, tingkat
pendidikan dan lain lain pada pasian diabetes mellitus, hasilnya adalah
40% pasien yang diskrining memiliki potensi depresi namun tidak ada
yang mendapatkan penanganan. Padahal sebaiknya penilaian psikososial
harus menjadi bagian dari rutinitas klinis untuk evaluasi pasien di klinik
primer untuk meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan hasil yang
merugikan pasien diabetes mellitus (Sweileh, 2014).
Reaksi-reaksi psikis yang mungkin muncul merupakan masalah
lain bagi tim kesehatan disamping masalah diabetes melitus itu
sendiri, yang selanjutnya akan mempengaruhi penanganan penderita.
Dari sudut pandang tenaga kesehatan hal ini berarti prevalensi gangguan
jiwa ringan dan merupakan resiko terjadinya gangguan jiwa berat.
Munculnya problema s e c a r a psikiatri tersebut berarti ilmu keperawatan
jiwa dapat memainkan peranannya dalam penanganan penderita, terutama
mereka yang mengalami problema psikiatri seperti di atas. Hal ini harus
disadari oleh para tim kesehatan terlebih agar dapat mengambil sikap
yang bijak dalam menghadapi penderita diabetes melitus, terlebih bila
dihubungkan dengan kencederungan meningkatnya prevalensi disbetes
melitus di Indonesia (Edurne, 2014).

5

Pada penelitian Kuminingsih (2013) di RS Ungaran, didapatkan
proporsi depresi pada pasien diabetes mellitus tipe II sebesar 41% dan
hasil penelitian diatas tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Peyrot,
dkk (2009) yang mendapatkan prevalensi depresi pada pasien diabetes
mellitus sebesar 41,3%. Didapatkan angka 37,6% depresi pada nilai
HbA1c 12,0%. Ini berarti control gula darah yang buruk
berhubungan dengan tingginya kejadian depresi.
Hasil studi pendahuluan di Rawat Jalan Rumah Sakit Umum
Kardinah Kota Tegal yaitu peneliti melakukan pengukuran tingkat depresi
kepada 5 pasien diabetes mellitus tipe 2 menggunakan kuesioner Beck
Depression Inventory (BDI). Didapatkan hasil bahwa 4 diantaranya pasien
diabetes mellitus tipe 2 tidak terdapat gejala depresi, sedangkan 1 lainnya
masing – masing mengalami depresi ringan dan sedang. Dari penjelasan
tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian tentang tingkat depresi pada
pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Kardinah Kota
Tegal.

B. Rumusan Masalah
Seseorang yang menderita depresi sangat memerlukan peningkatan
pelayanan kesehatan karena beban emosional. Mengenali gejala depresi
pada individu dengan diabetes sungguh diperlukan oleh penderita DM
tipe II maupun sebaliknya, dan skrining untuk depresi pada penderita
diabetes sangat dianjurkan. Tetapi metode skrining depresi pada

6

penderita DM tipe II dan intervensinya belum cukup memadai. Dari
permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian antara diabetes melitus
tipe 2 dan depresi. Oleh karena itu saya akan melakukan penelitian
dengan judul “Gambaran Tingkat Depresi Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal”.
C. Pertanyaan penelitian
1. Bagaimana gambaran tingkat depresi pada individu yang menderita
diabetes mellitus tipe 2?
2. Bagaimana tingkat depresi pada pasien diabetes mellitus tipe 2 antara
laki – laki dan perempuan di RSUD Kardinah?
3. Bagaimana tingkat depresi pada pasien DM tipe II berdasarkan
berapa lama terdiagnosis. Di RSUD Kardinah?
4. Bagaimana tingkat depresi pada pasien DM tipe II berdasarkan
pekerjaan di RSUD Kardinah?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Melihat gambaran tingkat depresi pada individu yang menderita
Diabates Melitus Tipe II di RSUD Kardinah Kota Tegal.
2. Tujuan Khusus
a) Tingkat depresi pada pasien diabetes melitus tipe 2 di
RSUD Kardinah Kota tegal.
b) Tingkat depresi pada pasien diabetes melitus tipe 2 antara laki-laki
dan perempuan di RSUD Kardinah Kota tegal.

7

c) Tingkat depresi pada pasien DM tipe II berdasarkan berapa lama
terdiagnosis di RSUD Kardinah.
d) Tingkat depresi pada pasien diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan
pekerjaan.
E. Manfaat penelitian
1. Pelayanan Keperawatan
Dari penelitian ini diharapkan akan menemukan gambaran tentang
tingkat depresi pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit
Umum Kardinah Kota Tegal. Hasil dari penelitian ini akan berguna
untuk memberikan gambaran tentang masalah psikososial pada
penderita Diabetes mellitus tipe 2.
2. Pengembangan Ilmu Keperawatan
Menambah khasanah referensi penelitian untuk mahasiswa –
mahasiswa lain dalam bidang ilmu keperawatan khususnya keperwatan
jiwa dan keperawatan medical bedah.
3. Pasien
Selain sebagai subjek penelitian, pasien juga akan mengetahui
bagaimana kondisi psikologisnya dan mengetahui bagaimana rencana
selanjutnya ketika pasien mengalami gangguan psikologis.

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Pengertian
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia (Brunner & Suddarth, 2002). Diabetes melitus adalah
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat peningkatan
kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif (Rochmah,2007).
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul
pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan
kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif (arjatmo, 2002). Diabetes melitus merupakan
gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat
(Silvia, 2005).
Diabetes

melitus

adalah

gangguan

hiperglikemia

yang

disebabkan oleh ketidakadekuatan insulin (Allman et al, 2009).
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh
berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan
terhadap insulin (Guyton & Hall, 2007).
Diabetes

melitus

adalah

gangguan

kronis

metabolisme

10

karbohidrat, lemak dan protein (Robbins, 2007). Diabetes melitus
merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Potter, 2005).
2. Tipe Diabetes Melitus
Ada beberapa tipe DM yang berbeda, penyakit ini dibedakan
berdasarkan penyebab, perjalanan klinis dan terapinya. Klasifikasi
DM menurut (Guyton & Hall 2007), adalah :
a) Diabetes Tipe I
Insulin dependen diabetes melitus (IDDM) terjadi karena
insulin yang diproduksi oleh sel pankreas (sel beta) mengalami
kerusakan. Penderita DM tipe I memproduksi insulin sedikit
sekali dan bahkan hampir tidak ada sehingga glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai energi.
Infeksi virus atau kelainan autoimun dapat menyebabkan
kerusakan sel beta pankreas pada banyak pasien diabetes tipe I,
meskipun faktor herediter berperan penting untuk menentukan
kerentanan sel-sel beta terhadap gangguan - gangguan tersebut
(Guyton & Hall 2007).
b) Diabetes Tipe II
Non insulin dependen diabetes melitus (NIDDM) atau
diabetes melitus tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan

11

reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes melitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini. Diabetes tipe II lebih sering dijumpai daripada tipe I, dan kirakira ditemukan sebanyak 90% dari kasus diabetes mellitus pada
umumnya. Pada kebanyakan kasus onset diabetes melitus tipe II
terjadi diatas umur 30 tahun, seringkali diantara usia 50 dan 60
tahun, dan penyakit ini timbul secara perlahan-perlahan. Oleh
karena itu sindrom ini sering disebut sebagai diabetes onset
dewasa. Akan tetapi akhir-akhir ini dijumpai peningkatan kasus
yang terjadi pada individu yang lebih muda, sebagian berusia
kurang dari 20 tahun dengan diabetes melitus tipe II. Tren
tersebut

agaknya

berkaitan

terutama

dengan

peningkatan

prevalensi obesitas, yaitu faktor risiko terpenting untuk diabetes
melitus tipe II pada anak- anak dan dewasa (Guyton & Hall
2007).
c) Diabetes Gestasional
Diabetes Gestasional terjadi pada wanita hamil yang
sebelumnya tidak mengidap diabetes. Sekitat 50% pengidap
kelainan ini akan kembali ke status non diabetes setelah
kehamilan berakhir. Namun risiko mengalami diabetes tipe I pada
waktu mendatang lebih besar daripada normal. Penyebab diabetes
gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan

12

energi dan kader estrogen, hormon pertumbuhan yang terus
menerus tinggi selama kehamilan. Hormon pertumbuhan dan
estrogen merangsang pengeluaran insulin dan dapat menyebabkan
gambaran sekresi berlebihan insulin seperti diabetes melitus tipe
II yang akhirnya menyebabkan penurunan responsivitas sel.
Hormon pertumbuhan memiliki beberapa efek anti insulin,
misalnya perangsangan glikogenolisis (penguraian glikogen) dan
penguraian jaringan lemak, semua faktor ini mungkin berperan
menimbulkan hiperglikemia pada diabetes gestasional (Guyton &
Hall 2007).
3. Etiologi
a) Diabetes Tipe I
Faktor genetik. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I
itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan
genetik kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte

Antigen)

tertentu.

HLA

merupakan

kumpulan

kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi
dan proses imun lainnya (Potter, 2005).
Faktor imunologi. Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya
suatu respon autoimun, respon ini merupakan respon abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing (Potter, 2005).

13

Faktor lingkungan. Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi
sel beta.
b) Diabetes Tipe II
Usia. Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas
30 atau 40 tahun (Corwin, 2001).
Pola makan. Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar
kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memicu timbulnya DM
tipe II, hal ini pankreas mempunyai kapasitas disebabkan
jumlah/kadar insulin oleh sel maksimum untuk disekresikan.
Oleh karena itu, mengkonsumsi makanan secara berlebihan dan
tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat
menyebabkan

kadar

gula

dalam

darah

meningkat

dan

menyebabkan DM (Corwin, 2001).
Faktor genetik. Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM
orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai
anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut. Jika kedua
orang tua menderita diabetes, insiden diabetes pada anak –
anaknya meningkat (Corwin, 2001).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2005), tanda dan gejala atau
manifestasi klinik yang muncul pada penderita DM diantaranya
adalah:
Poliuria (peningkatan pengeluaran urin) dikarenakan ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,

14

mengakibatkan glukosuria yang disertai cairan dan elektrolit yang
berlebihan (brunner, 2005).
Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat
besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi eksternal. Rasa
lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otit dan
ketidak mampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa
sebagai energi. Gangguan aliran darah yang dijumpai pada pasien
diabetes lama juga berperan menimbulkan kelelahan (brunner, 2005).
Polifagia (peningkatan rasa lapar) glukosa yang tidak bisa digunakan,
akan menyebabkan menurunnya simpanan kalori, sehingga sel-sel
kelaparan. Sering terjadi penurunan berat badan. Peningkatan angka
infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus,
gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita
diabetes kronik (brunner, 2005).
Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot. Rabas vagina, kesulitan
orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
Penglihatan kabur mungkin akibat perubahan dalam lensa atau
akibat retinopati.
Luka yang tidak sembuh-sembuh.
Ketonuria (terdapat zat keton dalam jumlah yang berlebihan dalam
urin) hal ini dikarenakan glukosa tidak dapat digunakan sebagai
energi pada sel yang tergantung oleh insulin, sehingga lemak
digunakan sebagai sumber energi dengan proses lemak dipecah
menjadi badan keton dalam darah dan dikeluarkan oleh ginjal.

15

Pruritus infeksi pada kulit terjadi karena infeksi yang diakibatkan
oleh bakteri dan jamur sering terlihat secara umum.

5. Patofisiologi
Diabetes melitus dapat disebabkan oleh beberapa penyebab,
diantaranya adalah kerusakan sel beta pankreas, genetik, lingkungan
(virus tertentu), usia, obesitas, kelompok etnik yang mempengaruhi
sel beta pankreas mengalami kemunduran atau ketidak mampuan
dalam menghasilkan insulin. Dimana insulin ini merupakan hormon
yang terjadi secara alamiah yang mengontrol penggunaan glukosa
sebagai energi sehari-hari, sehingga glukosa tidak sampai ke jaringan
atau sel. Produksi glukosa tidak terukur oleh hati dan glukosa dari
makanan tidak bisa disimpan dalam hati, dan tetap berada dalam
darah. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa tersebut diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
terganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.

Gejala

16

lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan, disamping itu akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak
(Price, 2003).
Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan
asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik
yang diakibatkan dapat menyebabkan tanda-tanda. Dan gejala seperti
nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton,
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian (Price, 2003).
6. Komplikasi
Menurut Price & Sylvia (2003), komplikasi yang timbul dari diabetes
melitus adalah :
a) Akut
Hipoglikemia. Adalah keadaan kilnik gangguan saraf yang
disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini ringan berupa
gelisah sampai berat berupa koma dan kejang. Penyebabnya
adalah

obat-obat

hipoglikemia

oral

golongan

sulfoniluria,

khususnya glibenklamid.
Hipoglikemia juga bisa terjadi karena makan kurang dari aturan
yang ditetukan. Berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah
melahirkan, sembuh dan sakit dan makan obat yang mempunyai
sifat serupa. Hipoglikemik timbul bila glukosa darah kurang
dari 50 mg/dl.

17

Hiperglikemia. Adalah adanya masukan kalori yang berlebihan,
penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stres
akut. Tanda khas kesadaran menurunkan disertai dehidrasi berat.
Ketoasidosis

Diabetik

(KAD).

Ganguan

metabolik

yang

mengancam hidup yang secara potensial akut yang terjadi sebagai
akibat

defisiensi

insulin

lama

dikarakteristikan

dengan

hiperglikemia yang ekstrem (lebih dari 300 mg/dl). KAD
dimanifestasikan sebagai status berlanjutnya patofisiologi oleh
DM, pasien tampak sakit berat dan memerlukan intervensi
darurat untuk mengurangi kadar gula darah dan memperbaiki
asidosis berat, elektrolit dan ketidakseimbangan cairan. Faktorfaktor pencetus KAD adalah obat-obatan (steroid, diuretik,
alkohol), penurunan masukan cairan, kegagalan masukan insulin
sesuai program, stres, emosi berat, kegagalan untuk mengikuti
modifikasi diet.
b) Kronik
Penyakit makrovaskular
Penyakit makrovaskular adalah karena aterosklerosis, terutama
mempengaruhi pembuluh darah besar dan sedang karena
kekurangan insulin. Lemak diubah menjadi glukosa untuk
energi.

Perubahan

pada

sintesis

dan

katabolisme

lemak

mengakibatkan peningkatan LDL (Low Density Lippoprotein)
okulasi

vaskuler

dari

arterosklerosis

dapat

menyebabkan

penyakit arteri koroner. Penyakit vaskuler perifer dan penyakit

18

serebral. Penderita DM dan kelainan makrovaskular dapat
memberikan gambaran kelainan pada tungkai bawah. Baik
berupa ulkus maupun gangren diabetik.
Penyakit Mikrovaskular
Terutama mempengaruhi pembuluh darah kecil dan disebabkan
oleh penebalan membran dasar kapiler dan peningkatan kadar
glukosa darah secara kronis. Hal ini dapat menyebabkan
diabetik retinopati, neuropati dan nefropati.
c) Pemeriksaan Penunjang
Menurut Rochmah (2007), pemeriksaan penunjang yang dilakukan
untuk mengetahui seseorang menderita diabetes melitus adalah:
Glukosa darah meningkat 100-200 mg/dl atau lebih, aseton plasma
atau keton positif, asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol
meningkat elektrolit,gas darah arteri : pH rendah dan penurunan
pada HCO3 (asidosis metabolik), trombosit : Ht mungkin
meningkat (dehidrasi), ureum/kreatinin : mungkin meningkat atau
normal (dehidrasi/penurunan fungfi ginjal), insulin darah :
mungkin menurun bahkan tidak ada (pada tipe I) atau normal
sampai tinggi (pada tipe II), urin : gula dan aseton positif, berat
jenis urin mungkin meningkat, kultur : kemungkinan adanya ISK
(infeksi saluran kemih), infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.
Parkeni (2006) menetapkan kriteria diagnostik yang menyatakan
DM adalah: kadar gula darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dl,
kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl, kadar

19

plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram.

B. Depresi
1. Pengertian Depresi
Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan yaitu suatu
perasaan tidak ada harapan lagi. Individu yang mengalami depresi
pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik dan sosial
yang khas, seperti murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah
marah dan tersinggung, hilang semangat, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya konsentrasi, dan menurunnya daya tahan (Videbeck, 2001).
Dalam Chaplin (2010) depresi didefinisikan pada dua keadaan, yaitu
pada orang normal dan pada kasus patologis. Pada orang normal,
depresi merupakan keadaan kemurungan (kesedihan, patah semangat)
yang ditandai dengan perasaan tidak puas, menurunnya kegiatan, dan
pesimis dalam menghadapi masa yang akan datang. Pada kasus
patologis, depresi
bereaksi terhadap

merupakan ketidakmampuan ekstrem untuk
perangsang,

delusi ketidakpastian,

disertai

menurunnya

nilai diri,

tidak mampu dan putus asa. Perbedaan

depresi normal dengan depresi klinis terletak pada tingkatannya,
namun keduanya memiliki jenis simtom yang sama. Tetapi depresi
unipolar atau mayor depresi mempunyai simtom yang lebih banyak,
lebih berat (severely), lebih sering, dan terjadi dalam waktu yang
lebih lama. Namun batas antara

gangguan

depresif

normal

(‘normal’ depressive disturbance) dengan gangguan depresif klinis

20

(clinically significant depressive disorder) masih kabur (Rosenhan
& Seligman, 2007).
Berdasarkan berbagai definisi dari faktor-faktor yang disebutkan di
atas, maka dapat disimpulkan pengertian depresi adalah suatu
keadaan dimana individu mengalami simtom-simtom perasaan sedih,
tertekan, kesepian, berkurang nafsu makan, membutuhkan usaha lebih
besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, kesulitan untuk
memulai mengerjakan sesuatu,

merasa

tidak

bersahabat,

dan

merasa tidak disukai orang lain (maslim, 2004).
2. Gejala Depresi
Dalam DSM-V-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder fourth edition Text Revision) dituliskan kriteria depresi
mayor yang ditetapkan apabila sedikitnya lima dari gejala di bawah
ini telah ditemukan dalam jangka waktu dua minggu yang sama dan
merupakan satu perubahan pola fungsi dari sebelumnya, paling tidak
satu gejalanya ialah
hilangnya

minat

salah satu

dari

mood

tertekan

atau

atau kesenangan (tidak termasuk gejala-gejala

yang jelas yang disebabkan kondisi medis umum atau mood delusi
atau halusinasi yang tidak kongruen) (Kaplan, 2010).
a) Mood tertekan hampir sepanjang hari, hampir setiap hari,
sebagaimana

ditunjukkan

oleh

laporan

subjektif

atau

pengamatan dari orang lain. Ditandai dengan berkurangnya minat
dan kesenangan
hampir

sepanjang

dalam semua, atau hampir semua aktivitas
hari, hampir setiap hari (ditunjukkan oleh

21

pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang lain).

b) Berkurangnya berat badan secara signifikan tanpa diet atau
bertambahnya berat badan (seperti perubahan lebih
berat

badan

dalam

sebulan),

atau

dari

berkurangnya

5%
atau

bertambahnya nafsu makan hampir setiap hari (pada kanak-kanak,
pertimbangkan juga kegagalan untuk mendapatkan tambahan berat
badan).
c) Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
d) Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap

hari

(dapat

diamati oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang
kegelisahan atau rasa terhambat).
e) Lelah atau kehilangan tenaga hampir setiap hari.
f) Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau
tidak sesuai (yang mencapai taraf delusional) hampir setiap
hari (tidak hanya menyalahkan diri sendiri atau rasa bersalah
karena sakitnya).
g) Menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, atau raguragu hampir setiap hari (baik atas pertimbangan subjektif atau
pengamatan dari orang lain).
h) Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya takut akan
kematian), atau usaha bunuh diri atau adanya suatu rencana
spesifik untuk bunuh diri.

22

3. Etiologi Depresi
Kaplan & Saddock pada tahun

(2010) menyatakan bahwa sebab

depresi dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain: aspek biologi,
aspek genetik, aspek psikologi dan aspek lingkungan sosial.

a) Aspek Biologi
Penyebabnya adalah gangguan neurotransmiter di otak dan
gangguan

hormonal. Neurotransmiter antara

lain

dopamin,

histamin, dan noradrenalin.
Dopamin dan norepinefrin. Keduanya berasal

dari

asam

amino tirosin yang terdapat pada sirkulasi darah. Pada neuron
dopaminergik, tirosin diubah menjadi dopamine melalui 2 tahap:
perubahan tirosin menjadi DOPA oleh tirosin hidroksilase (TyrOH). DOPA tersebut akan diubah lagi menjadi dopamin (DA)
oleh enzim dopamin beta

hidroksilase

(DBH-OH). Pada

jaringan interseluler, DA yang bebas yang tidak disimpan pada
vesikel akan dioksidasi oleh enzim MAO menjadi DOPAC.
Sedangkan pada jaringan ekstraseluler (pada celah sinap) DA
akan menjadi HVA dengan enzim MAO dan COMT.
Serotonin. Serotonin yang terdapat pada susunan saraf

pusat

berasal dari asam amino triptofan, proses sintesis serotonin sama
dengan katekolamin, yaitu masuknya triptofan ke neuron dari
sirkulasi darah, dengan bantuan enzim triptofan hidroksilase
akan membentuk 5-hidroksitriptofan dan dengan dekarboksilase

23

akan membentuk 5-hidroksitriptamin (5-HT).
b) Aspek Genetik
Pola genetik penting dalam perkembangan gangguan mood, akan
tetapi pola pewarisan genetik melalui mekanisme yang sangat
kompleks, didukung dengan penelitian-penelitian sebagai berikut:
Dari penelitian keluarga

secara

berulang ditemukan bahwa

sanak keluarga turunan pertama dari penderita gangguan bipoler
I berkemungkinan

8-18 kali lebih besar dari sanak keluarga

turunan pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan
bipoler I dan 2-10 kali lebih mungkin untuk menderita gangguan
depresi berat. Sanak keluarga turunan pertama dari seorang
penderita berat berkemungkinan 1,5-2,5 kali lebih besar daripada
sanak keluarga turunan pertama subjek kontrol untuk menderita
gangguan bipoler I dan 2-3 kali lebih mungkin menderita depresi
berat.
c) Aspek Psikologi
Sampai saat ini tak ada sifat atau kepribadian tunggal yang secara
unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua
manusia dapat dan memang menjadi depresi dalam keadaan
tertentu. Tetapi tipe

kepribadian dependen- oral, obsesif-

kompulsif, histerikal, mungkin berada dalam resiko yang lebih
besar untuk mengalami

depresi

antisosial,

dan

paranoid,

daripada tipe

lainnya

kepribadian

dengan menggunakan

proyeksi dan mekanisme pertahanan mengeksternalisasikan yang

24

lainnya. Tidak ada

bukti hubungan gangguan kepribadian

tertentu dengan gangguan bipoler I pada kemudian hari. Tetapi
gangguan

distimik

dan gangguan siklotimik

berhubungan

dengan perkembangan gangguan bipoler I di kemudian harinya.
d) Aspek Lingkungan sosial.
Berdasarkan penelitian, depresi dapat membaik jika klinisi
mengisi

pada

pasien

yang

terkena

depresi

suatu

rasa

pengendalian dan penguasaan lingkungan.
4. Beck Depression Inventory (BDI)
BDI merupakan kues i oner unt uk m en gu kur skala
depresi yang diciptakan oleh Aaron T Beck. Skala pengukuran depresi
didasarkan pada sebuah teori kognitif. Kuesioner BDI tidak hanya
menangkap perubahan dalam suasana hati, tetapi juga perubahan
dalam motivasi, fungsi fisik, dan fitur kognitif dari penderita depresi.
Beck mulai memperhatikan
depresi.
hati

karakteristik

yang

terjadi

pada

Dalam pengamatan Beck, depresi atau perubahan suasana

disebabkan oleh adanya gangguan berfikir. kuesioner BDI

merupakan skala pengukuran interval yang mengevaluasi 21 gejala
depresi, 15 diantaranya menggambarkan emosi, 4 perubahan sikap, 6
gejala somatik. Tujuannya adalah untuk mengukur gejala depresi dan
tingkat keparahannya pada orang dewasa. Setiap gejala dirangking
dalam skala intensitas 4 poin dan nilainya ditambahkan untuk memberi
total nilai dari 0 – 63, nilai yang lebih tinggi mewakili depresi yang
lebih berat. Pertanyaan dalam skala tersebut diisi sendiri oleh

25

responden. (Holon, 2010)
Beck dilatih dalam model psikodinamik (seperti kebanyakan
psikiater di bagian tengah dari abad terakhir) dan memulai program
ambisius penelitiannya yang dirancang untuk menguji gagasan Freud
bahwa depresi merupakan konsekuensi dari kemarahan yang diarahkan
terhadap diri dengan sadar. Dalam serangkaian studi eksperimental dan
klinis, ia menemukan sedikit bukti dari kemarahan yang diasumsikan
oleh teori dinamis dalam perilaku pasien depresi; apa yang ia temukan
adalah sesuatu kerugian yang konsisten dan kegagalan pribadi.
Daripada membiarkan teori yang ada mendorong interpretasi, ia
mengusulkan reformulasi utama yang menyatakan bahwa masalah inti
dalam depresi bukanlah produk dari dorongan sadar dan pertahanan,
melainkan konsekuensi dari keyakinan terlalu negatif dan bias dalam
pengolahan informasi. Dengan demikian ia menekankan peran kausal
dari satu kelas gejala depresi, peran kausal yang sebagian besar telah
diabaikan oleh teoritis perspektif utama hari ini. Dalam retrospeksi,
mudah untuk melupakan betapa revolusioner perspektif ini terbukti.
Teori Psikodinamik yang berasal dari Freud menyatakan bahwa
penyebab depresi dan jenis-jenis psikopatologi terletak pada motivasi
bawah sadar yang tidak dapat langsung ditangani tanpa memicu
pertahanan pada pasien yang menyebabkan mereka untuk menolak
upaya perubahan yang diperlukan. Sebaliknya, teori bihavior, pesaing
utama pada saat itu, menyatakan bahwa psikopatologi merupakan
konsekuensi dari kekuatan luar yang terbaik yang dapat diatasi dengan

26

penataan lingkungan eksternal. Baik menempatkan banyak gagasan
dan hal-hal yang pasien percaya, apa yang dia pikir atau diharapkan,
memainkan peran dalam kesusahan dan masalah dalam mengatasinya.
Formulasi kognitif oleh Beck mengenai psikopatologi benar-benar
revolusioner, dan teori kognitifnya membuka jalan bagi beberapa
pengobatan di era modern saat itu. Dilain sisi hal ini banyak yang
menolak, dan masyarakat yang lebih besar menganggap teorinya
merupakan menyimpang dijalan yang benar. Monografi Beck depresi,
diringkas dari yang awalnya susah banyak hal yang rumit menjadi
sederhana. Di dalamnya ia mengusulkan bahwa depresi adalah bagian
dari konsekuensi dari kecenderungan sistematis untuk melihat hal-hal
dengan cara yang negatif dan bias. Dia memperkenalkan konsep
tentang pandangan-pandangan negatif kognitif tentang diri, dunia, dan
masa depan, peran skema, kelompok keyakinan, dan kecenderungan
sehubungan dengan informasi. untuk memastikan bahwa setiap
modalitas memiliki kesempatan untuk diuji secara adil agar berhasil.
Kualitas dan imparsialitas investigasi tersebut telah memberikan
kontribusi besar terhadap dampak pada lapangan, dan kemudahan yang
telah mereka replikasi. Teori kognitif telah berkembang selama
bertahun-tahun, dan terapi kognitif telah direvisi berdasarkan kedua
temuan eksperimental dan wawasan klinis, yang memungkinkan untuk
digeneralisasi untuk berbagai gangguan lain di berbagai situasi klinis.
Bahkan ada bukti bahwa terapi kognitif dapat diajarkan kepada orangorang yang berisiko dalam pelayanan untuk mencegah munculnya

27

tekanan berikutnya. Komitmennya terhadap prinsip-prinsip keilmuan
dan kesediaannya untuk tunduk keyakinannya potensi. Penegasan telah
memberikan kontribusi baik untuk membentuk pendekatan dan
keberhasilan yang telah menikmati (Holon, 2010).

5. Berduka
a. Definisi berduka
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. Stroebe (1987) (dalam moyle & Hogan, 2006)
menganggap berduka sebagai situasi objektif dari seorang individu
yang baru saja mengalami kehilangan dari sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada. Berduka mengacu pada respons
emosional terhadap kehilangan ini, termasuk beberapa reaksi
psikologis dan fisik (Buglass, 2010).
Definisi lain menyebutkan bahwa berduka, dalam hal ini
dukacita adalah proses kompleks yang normal yang mencakup
respons dan perilaku emosi, fisik, spiritual, social, dan intelektual
ketika individu, keluarga dan komunitas menghadapi kehilangan
actual, kehilangan yang diantisipasi, atau persepsi kehilangan
kedalam kehidupan mereka sehari-hari (NANDA, 2011). Dari
berbagai

definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa berduka

merupakan suatu reaksi psikologis sebagai respon kehilangan
sesuatu yang dimiliki yang berpengaruh terhadap perilaku emosi,
fisik, spiritual social mauopun intelektual seseorang. Berduka

28

sendiri merupakan respon yang normal yang dihadapi setiap orang
dalam menghadapi kehilangan yang dirasakan.
Berduka situasional sendiri diartikan sebagai suatu kondisi
ketika individu atau kelompok mengalami sejumlah reaksi dalam
merespon kehilangan yang bermakna yang berhubungan dengan
efek negative akibat peristiwa kehilangan sekunder, kehilangan
gaya hidup dan kehilangan normalitas sekunder. Peristiwa
kehilangan sekunder timbul akibat adanya nyeri kronis, penyakit
terminal, dan kematian. Kehilangan gaya hidup timul akibat
peristiwa melahirkan, perkawinan, perpisahan, anak meninggalkan
rumah, dan perceraian. Sedangkan kehilangan normalitas sekunder
mucul sebagai akibat cacat, bekas luka, dan penyakit (Carpenito,
2006).
b. Faktor penyebab berduka
Banyak situasi yang dapat menimbulkan kehilangan yang
dapat menimbulkan respon berduka pada diri sendiri (carpenito,
2006). Situasi yang paling sering ditemui adalah sebagai berikut:
1) Patofisiologi
Berhubungan dengan kehilangan fungsi atau kemandirian
yang bersifat sekunder akibat kehilangan fungsi neurologis,
kardiovaskuler, sensori, musculoskeletal, digestif, pernapasan,
ginjal dan trauma;
2) Terkait pengobatan
Berhubungan dengan peristiwa kehilangan akibat dialysis

29

dalam jangka waktu yang lama dan [rosedur pembedahan
(masektomi, kolostomi, histerektomi);

3) Situasional (personal, lingkungan)
Berhubungan

dengan

efek

negatif

serta

peristiwa

kehilangan sekunder akibat nyeri kronis, penyakit terminal,
dan kematian; berhubungan dengan kehilangan gaya hidup
akibat

melahirkan,

perkawinan,

perpisahan,

anak

meninggalkan rumah, dan perceraian; dan berhubungan
dengan kehilangan normalitas sekunder akibat keadaan cacat,
bekas luka, penyakit;
4) Maturasional
Berhubungan dengan perubahan akibat penuaan seperti
teman-teman, pekerjaan, fungsi dan rumah yang berhubungan
dengan kehilangan harapan dan impian.
Rasa berduka yang muncul pada setiap individu dipengaruhi
oleh bagaimana cara individu merespon terhadap terjadinya
peristiwa kehilangan. Menurut mill

Dokumen yang terkait

Studi Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh

15 165 69

Karakteristik Pasien Katarak Akibat Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik Medan Pada tahun 2012

3 65 62

Perilaku Pengguna insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik RSUP Haji Adam Malik Medan

1 55 71

Studi Penatalaksanaan Pasien Diabetes mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik September sampai Desember 2009

0 25 77

Katarak dan Diabetes Melitus

7 65 25

Pengaruh Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 dan Obat Antidiabetes Oral Terhadap Hasil Terapi di Poliklinik Endokrin RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

1 45 99

Gambaran Risiko Terjadinya Ulkus Pada Pasien Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum Gambaran Risiko Terjadinya Ulkus Pada Pasien Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi.

0 3 13

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II Hubungan Antara Tingkat Depresi Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Rumah Sakit Islam Surakarta.

0 2 16

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II Hubungan Antara Tingkat Depresi Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Rumah Sakit Islam Surakarta.

0 1 15

KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun.

0 1 17