ANALISIS YURIDIS PENAGGULANGAN TINDAK PIDANA PENIPUAN TERHADAP CALON TENAGA KERJA INDONESIA (CTKI) DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS PENAGGULANGAN TINDAK PIDANA PENIPUAN TERHADAP CALON TENAGA KERJA INDONESIA (CTKI)

DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh : Debby Paramita

Maraknya perkembangan di bidang tenaga kerja khususnya pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar negeri selama ini menimbulkan berbagai macam penyimpangan-penyimpangan sebagai contoh kekerasan terhadap tenaga kerja, pelecehan seksual, pelanggaran terhadap hak tenaga kerja, penipuan oleh perusahaan jasa tenagakerja terhadap calon tenaga kerja, perdagangan tenagakerja atau orang (trafficking) dan lain sebagainya. Terhadap tindak pidana yang terjadi tersebut maka diperlukan upaya hukum perlindungan bagi calon tenaga kerja Indonesia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia dan faktor apakah yang menjadi penghambat penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia.

Metode penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif dan yuridis empiris, menggunakan data primer dan sekunder, yang diperoleh dari studi pustaka dan studi lapangan, dan analisis data dengan analisis kualitatif, Pengumpulan data primer dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu Pengamatan (Observation) yaitu pengumpulan data secara langsung terhadap objek penelitian dan Wawancara (Interview) yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara (interview) secara langsung dengan alat bantu daftar pertanyaan yang bersifat terbuka. Dimana wawancara tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik “Purposive Sampling”, yaitu dengan menentukan terlebih dahulu responden/narasumber yang akan diwawancarai pada objek penelitian yang berkaitan dengan permasalahan

Hasil penelitian ini adalah bahwa penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap tenaga kerja indonesia dilakukan melalui jalur non penal yaitu pre-emtif, preventif yang merupakan penanggulangan sebelum kejahatan terjadi dengan cara penyuluhan hukum, koordinasi pihak terkait, kegiatan pembinaan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, maupun pelatihan dan kursus-kursus, serta kegiatan pembinaan masyarakat dan melalui jalur penal yaitu refresif yang merupakan penanggulangan setelah kejahatan terjadi dengan cara penindakan yang ditujukan ke arah pengungkapan, penghukuman, dan pemidanaan pelaku tindak pidana penipuan tenaga kerja Indonesia dan yang


(2)

Debby Paramita menjadi faktor penghambat penanggulangan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja indonesia, adalah faktor hukum dalam pelaksanaan peraturan berdasarkan undang-undang, faktor aparat penegak hukum dimana kurangnya koordinasi pihak terkait, faktor sarana, faktor masyarakat dan budaya.

Berdasarkan masalah dan analisa dilakukan maka dapat diberikan saran adalah hendaknya perlu ditumbuh kembangkan kesadaran hukum dan pemahaman yang baik tentang peran serta masyrakat dalam berbagai penaggulangan kejahatan serta tanggung jawabnya dalam penaggulangan tindak pidana dan hendaknya aparat penegak hukum dan Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung lebih meningkatkan kualitas dan tingkat profesionalisme.


(3)

ANALISIS YURIDIS PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENIPUAN TERHADAP CALON TENAGA KERJA INDONESIA ( CTKI )

DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

DEBBY PARAMITA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ……… 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……… 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ……… 7

E. Sistematika Penulisan ………. 12

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penipuan ………... 14

B. Pengertian dan jenis-jenis Tenaga Kerja ……… 15

C. Pelaksana Penempatan Tenagakerja Indonesia Swasta (PPTKIS) ... 19

D. Penanggulangan Tindak Pidana ... 21

DAFTAR PUSTAKA III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ……… 27

B. Sumber dan Jenis Data ……… . 27

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ………... 30

D. Analisa Data ……….. 32 DAFTAR PUSTAKA


(5)

v

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ……….... 34 B. Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Terhadap Calon

Tenaga kerja Indonesia ………...………..……… 36 C. Faktor Penghambat Penanggulangan Tindak Pidana

Penipuan Terhadap Calon Tenaga Kerja Indonesia ………...…… 53

DAFTAR PUSTAKA

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ………... 58


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Diah Gustiniati, S.H., M.H. _____________

Sekretaris/ Anggota : Firganefi, S.H., M.H. _____________

Penguji Utama : Tri Andrisman, S.H., M.H. _____________

2. Dekan Fakultas Hukum

H. Adius Semenguk, S.H., M.H.


(7)

Judul Skripsi : ANALISIS YURIDIS PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENIPUAN TERHADAP

CALON TENAGA KERJA INDONESIA

(CTKI) DI KOTA BANDAR LAMPUNG Nama Mahasiswa : Debby Paramita

No. Pokok Mahasiswa : 0642011120 Program Studi : Hukum Pidana Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati, S.H., M.H. Firganefi, S.H., M.H. NIP. 196208171987032003 NIP. 19612171988032003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati, S.H., M.H. NIP. 196208171987032003


(8)

Motto

Jangan sia-siakan satu kesempatan

Karna kesempatan mungkin tidak akan datang dua kali

Ambilah keputusan berdasarkan hati

Karna penyesalan datang belakangan dan terlambat

Dan aku percaya kekuatan bathinlah yang akan menang


(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kupersembahkan kehadirat Allah SWT Dzat yang tiada bandingnya yang telah menjadikan

Segala sesuatu yang sulit ini menjadi mudah

Dengan segala kerendahan hati Kupersembahkan karya kecilku ini kepada :

Papa dan Mama tercinta yang telah membesarkan dan mendidikku Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, yang selalu berdo’a

disetiap waktu demi kesuksesanku, anakmu tersayang.

Kakak dan kasihku tersayang yang menemani dan membuatku menjadi lebih dewasa, tegar, dan lebih bijaksana dalam menjalani hidup,


(10)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kupersembahkan kehadirat Allah SWT Dzat yang tiada bandingnya yang telah menjadikan

Segala sesuatu yang sulit ini menjadi mudah

Dengan segala kerendahan hati Kupersembahkan karya kecilku ini kepada :

Papa dan Mama tercinta yang telah membesarkan dan mendidikku Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, yang selalu berdo’a

disetiap waktu demi kesuksesanku, anakmu tersayang.

Kakak dan kasihku tersayang yang menemani dan membuatku menjadi lebih dewasa, tegar, dan lebih bijaksana dalam menjalani hidup,


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang beragama Islam dan berbintang pisces ini dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 18 Maret 1988. Penulis merupakan anak kedua dari dua saudara, yang merupakan buah cinta kasih dari pasangan Bapak Yunus Mustabin dan Ibu Yulia Herawati.

Penulis mengenyam jenjang pendidikan di Taman Kanak-kanak Beringin Raya Bandar Lampung, dan dilanjutkan Sekolah Dasar Negeri 1 Beringin Raya Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2003, Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan untuk lebih mematangkan ilmu hukum yang diperoleh, penulis mengkonsentrasikan diri pada bagian Hukum Pidana.


(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin dan limpahan karuniaNya, akhirnya skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan terhadap Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) di Kota Bandar Lampung” sampai juga ketepian. Diawal perjalanan tak terperikan banyak aral yang melintang, jika menengok sejenak kebelakang betapa banyak tonggak dan duri yang menghadang, rasa-rasanya skripsi ini tak sanggup penulis selesaikan. Ternyata Yang Maha Kuasa berkehendak lain dan alhamdulilah, baru sebatas inilah yang sanggup penulis berikan melalui akal pikiran dan hati nurani sembari merenung atas ketidaksempurnaan, Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada :

1. Bapak Adius Semenguk, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku ketuabagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan selaku Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu dan fikirannya dan memberikan semangat pada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku Pembimbing II, yang telah memberikan masukan dan arahan serta petunjuk kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Pak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku Pembahas I, yang telah memberikan masukan, saran dan kritikan kepada penulis demi sempurnanya skripsi ini.


(13)

5. Pak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. selaku Pembahas II, yang telah

memberikan kritikan-kritikan membangun demi sempurnanya skripsi ini. 6. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan

ilmu yang bermanfaat.

7. Mbak Sri dan Mbak Yanti selaku staff administrasi, terimakasih atas bantuan. 8. Papa Mamaku, Terimakasih atas dukungannya semoga aku bisa menjadi orang

yang sukses dan membanggakan keluarga, amin.

9. Aji Faisal, terimakasih atas dukungannya yang merupakan motivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, your are is the best and Groovy Baby.

10.teman-temanku (Rina, Tata, Vina, Wangur, Resty, Rika, Hatta, Tetra, Sri, Siska Tania) teman-temanku arisan (Richad, Gadis, Dewi, Hikmah, Agus, Selvy, Ayu, Ony, Monda, Pipit, Ara, Whany, Rio, Ocha, Herlin, Wina, Enggar, Anggi, dll), saudaraku (Kakakku Hendrawan, Kak Heri, Yuk Lilie, Ary, Deni, Dian, Andri, Alex, Melly, Mala, Gyara, Wahyu, Salsa, Yudi, Fikri, Febri, Evy, Esy, Anita, Riko, Alan, Sisy, , Rehan, Nata, dan Amanda), terimakasih atas dukungannya.

11.Almamater yang tercinta.

12.Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Hanya ucapan terimaksaih yang dapat penulis berikan, semoga Allah SWT selalu melimpahkan ridho dan rahmatnya bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Penulis


(14)

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 1996.

Imam Supomo, Pengantar Hukum Tenaga Kerja, Alumni Bandung, 1987. Moelyatno, Azas-azas Hukum Pidana. Bintang Indonesia. Jakarta. 1993. Soedarto, Hukum Pidana I, Universitas Diponogoro, Semarang, 1990. ---, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Perss, Jakarta, 1995.

Wirjono Projodikoro, Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Jakarta, 1981.


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 1996.

Mulyana W. Kusuma, Kriminologi dan Masalah Kejahatan, Armico, Bandung, 1984.

Soerjono Soekanto, Penanggulangan Kejahatan, Bina Aksara, Jakarta, 1988. Soedarto, Hukum Pidana I, Universitas Diponogoro, Semarang, 1990. ---, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981.

Sugianto, Kualifikasi Tindak Pidana dan Unsur-unsur Tindak Pidana Menurut Perumusan Deliknya serta Ancaman Pidananya, Universitas Merdeka Malang, 2003.


(16)

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 1996.

Soedarto, Hukum Pidana I, Universitas Diponogoro, Semarang, 1990. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Perss, Jakarta, 1995.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.


(17)

DAFTAR PUSTAKA

Arif Gosita, Pokok-Pokok Hukum Pidana, pradnya paramita, Jakarta, 1998. Muladi, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2009.

Soekanto, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil makmur, merata, baik materiil maupun spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan.

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pelayanan dan penghidupan yang layak. Demikian juga Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Kewajiban untuk melaksanakan amanat konstitusi tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan tidak saja menerbitkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ketenagakerjaan, tetapi juga menciptakan badan-badan atau dinas-dinas daerah yang bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap tenaga kerja.

Kemajuan teknologi dan industri membawa dampak kepada kehidupan masyarakat, tidak terkecuali terhadap keselamatan bagi tenaga kerja.


(19)

2 Terjadinya resiko keselamatan kerja, kebakaran, peledakan, penyakit kerja dan pencemaran lingkungan timbul karena kebijaksanaan dan keputusan manajemen, faktor manusia atau pribadi, faktor pengertian bahaya yang timbul dan kurang memadainya perlindungan diri terhadap tenaga kerja.

Dalam rangka mengurangi faktor-faktor yang merugikan baik pihak pekerja maupun pihak perusahaan maka diperlukan upaya hukum yang pada hakekatnya merupakan tanggung jawab dan kepentingan bersama antara pengusaha, tenaga kerja dan pemerintah.

Pelaksanaan pengawasan keselamatan kerja merupakan suatu bagian yang strategis yang tidak terpisahkan demi kebijaksanaan menyeluruh dalam pembinaan kualitas sumber daya manusia. Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (yang selanjutnya disebut Undang-Undang Tenaga Kerja).

Menghadapi era globalisasi bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas tenaga kerja. Dalam menghadapi era bebas tersebut di perlukan suatu kesiapan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja yang tidak ketinggalan dengan tenaga kerja asing, oleh karena itu pemerintah dituntut untuk mempersiapkan tenaga kerja yang siap pakai dan professional.


(20)

3 Tenaga yang dimaksud adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Persoalan tenaga kerja khususnya mengenai perlindungan hukum tenaga kerja merupakan persoalan yang tidak mudah karena masalah perlindungan hukum tenaga kerja mempunyai kaitan erat dalam pembentukan, peningkatan tenaga kerja yang berkualitas, kemampuan dan keterampilan tenaga kerja. Tujuan terpenting adalah membangun masyarakat sejahtera, karena tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus dijamin haknya dan diatur kewajibannya.

Kedudukan pekerja sebagai pelaku pembangunan dan peranannya dalam meningkatkan produktivitas serta kesejahteraan masyarakat harus diberdayakan sehingga mampu bersaing dalam era global untuk itu diperlukan perlindungan hukum terlebih bagi calon tenaga kerja yang akan dipekerjakan diluar wilayah Indonesia (luar negeri).

Maraknya perkembangan di bidang tenaga kerja khususnya pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar negeri selama ini menimbulkan berbagai macam penyimpangan-penyimpangan dan tindak pidana sebagai contoh kekerasan terhadap tenaga kerja, pelecehan seksual, pelanggaran terhadap hak tenaga kerja, penipuan oleh perusahaan jasa tenagakerja terhadap calon tenaga kerja, perdagangan tenagakerja atau orang (trafficking) dan lain sebagainya. Terhadap tindak pidana yang terjadi tersebut maka diperlukan upaya hukum perlindungan bagi calon tenaga kerja Indonesia.


(21)

4

Sebagai contoh kasus yang terjadi di Kota Bandar Lampung, berdasarkan laporan Polisi No. Pol : LP/B/1809/IX/2008 SPK Poltabes Bandar Lampung, terdapat laporan terhadap tersangka yang melanggar Pasal 10 ke Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Perdagangan Orang jo Pasal 102 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Berdasarkan laporan tersebut tersangka secara orang perorangan melakukan penempatan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri dan pelaksanaan penempatan tenaga kerja tersebut tidak didasarkan atas Surat Izin Pengerahan (SIP) dari Menteri Tenaga Kerja.

Perbuatan tersangka melanggar ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, modus operandi kejahatan ini sering terjadi dengan bentuk penipuan oleh perusahaan jasa tenaga kerja, yang berdalih memiliki izin penempatan tenaga kerja ke luar negeri.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis merasa teratarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul : ”Analisis Yuridis Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Terhadap Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) di Kota Bandar Lampung.


(22)

5

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia?

b. apakah yang menjadi penghambat penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian pada permasalahan di atas maka perlu dilakukan pembatasan pada ruang lingkup penelitian ini adalah :

a. Penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia.

b. Faktor yang menjadi penghambat penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia.

Ruang lingkup penelitian dilakukan pada wilayah hukum Poltabes Bandar Lampung, Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang dan Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung.


(23)

6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia.

b. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis faktor yang menjadi penghambat penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia.

2. Kegunaan Penelitian a. Secara Teoritis

1. Memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan tentang teori – teori yang berhubungan dengan tindakan yang dikategorikan pelanggaran kejahatan tindak pidana di bidang tenaga kerja.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan kajian dalam rangka pengembangan teori – teori ilmu hukum, khususnya hokum pidana mengenai penaggulangan kejahatan tindak pidana di bidang tenaga kerja.


(24)

7

b. Secara Praktis

1. Memberikan sumbangan (rekomendasi) kepada masyarakat dan pemerintah khususnya Kepolisian dalam penanggulangan kejahatan tindak pidana dibidang tenaga kerja

2. Memberikan kepastian kreteria kepada masyarakat dan kepolisian tentang apa yang dimaksud dengan perbuatan yang dikategorikan pelanggaran kejahatan tindak pidana di bidang tenaga kerja.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melarang larangan tersebut (Muljanto : 1993 : 4)

Muljanto membedakan unsur tindak pidana berdasarkan perbuatan dan pelaku dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu :

a. Unsur Subjektif berupa : - Perbuatan manusia

- Mengandung unsur kesalahan b. Unsur objektif, berupa :

- Bersifat melawan - Ada aturannya (Muljanto : 1993 : 64)


(25)

8 Menurut Iman Supomo, pengertian tenaga kerja adalah meliputi semua orang yang mampu dan boleh melakukan pekerjaan, baik yang sudah mempunyai pekerjaan dalam hubungan kerja atau sebagai siswa pekerja maupun yang belum/tidak mempunyai pekerjaan. (Iman Supomo 1987 : 27)

Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri menyatakan bahwa : Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon tenaga kerja Indonesia atau Tenaga Kerja Indonesia dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.

Teori yang digunakan dalam penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia, merupakan penanggulangan tindak pidana menurut G.P Hoefnagels, penanggulangan tindak pidana dilakukan dengan cara :

1. Penerapan hukum pidana (Criminal Law Application). 2. Pencegahan tanpa pidana (Prevention Without Punishment)

3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa (Influencing Views Of Society On Crime and Punishment / Mass Media).

(Barda Nawawi Arief 1996 : 48)

Pada butir (1) diatas menitik beratkan pada upaya yang bersifat Represif (Penindakan/Pemberantasan) yaitu upaya yang dilakukan sesudah kejahatan terjadi upaya ini termasuk dalam sarana Penal, sedangkan pada butir (2 dan 3) menitik beratkan pada upaya yang bersifat Preventif (Pencegahan/ Penangkalan) yaitu upaya yang dilakukan sebelum kejahatan terjadi upaya ini dikelompokkan dalam sarana non penal.


(26)

9 Penanggulangan kejahatan lewat jalur “penal” lebih menitikberatkan pada sifat “represif” (penindasan/penumpasan/pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur “nonpenal” lebih menitikberatkan pada sifat “preventif” (pencegahan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi, atau menitikberatkan pada sifat treatment (perlakuan) dengan menggunakan hukum pidana, hukum administrasi (tindakan), hukum perdata, dan lain-lain. Dikatakan sebagai perbedaan secara garis besar, karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas.

(Sudarto 1981 : 118)

Teori yang digunakan dalam membahas faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana Penipuan Terhadap Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) di Kota Bandar Lampung adalah teori yang dikemukakan Soerjono Soekanto mengenai faktor-faktor penghambat penegakan hukum, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri.

Terdapat beberapa asas dalam berlakunya undang-undang yang tujuannya adalah agar undang tersebut mempunyai dampak positif. Artinya, agar undang-undang tersebut mencapai tujuannya secara efektif di dalam kehidupan masyarakat. Suatu Undang-undang harus dapat diterima oleh masyarakat guna menjadi pedoman dalam bertingkah laku di dalam kehidupan

2. Faktor penegak hukum.

Penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peran (role). Seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas.

3. Faktor sarana atau fasilitas.

Penegakan hukum tidak akan mungkin berlangsung dengan lancar tanpa adanya faktor sarana atau fasilitas. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seharusnya.


(27)

10 4. Faktor masyarakat.

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. 5. Faktor kebudayaan.

Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianut) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari).

(Soerjono Soekanto, 1983: 34-35, 40)

2. Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungannya antara konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah yang diinginkan atau ditelitih (Soerjono Soekanto, 1986 : 32)

Dalam konsep ini akan dijelaskan tentang pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penulisan ini, sehingga mempunyai batasan yang jelas dan tepat dalam penafsiran beberapa istilah, hal ini untuk menghindari kesalah pahaman dalam penulisan ini. Adapun pengertian istilah yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Analisis adalah proses penginterprestasian untuk mengungkapkan suatu masalah agar menemukan titik pemecahan permasalahan tersebut. (Gunawan Adi Saputra 152 : 2006)


(28)

11 2. Tindak Pidana adalah dalam bahasa belanda disebut "Strafbaar Feit", yang merupakan istilah resmi dalam "Straf Wetboek" atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di Indonesia Tindak Pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana. (Sugianto : 2001 : 18)

3. Penipuan adalah perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang/sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang (Sugianto : 2003 : 75)

4. Pengertian Calon Tenaga Kerja Indonesia adalah berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.

Adapun pengertian tenaga kerja menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Nomor 13 Tahun 2003 adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Sedangkan pengertian pekerja/buruh berdasarkan pasal 1 angka 3 UU Nomor 13 Tahun 2003 adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.


(29)

12 E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada skripsi ini dibagi kedalam V (lima) Bab yang akan diuraikan sebagai berikut :

I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang Latar belakang Permasalahan, Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Konsepsional dan Sistematika Penulisan.

II Tinjauan pustaka

Bab ini berisi tentang teori-teori hukum sebagai latar belakang pembuktian pembahasan permasalahan yang ada kaitannya dengan masalah yang akan dibahas yang terdiri dari Pengertian dan Jenis-jenis Pidana, Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana, Pengertian Tindak Pidana Penipuan, Pengertian dan Jenis-Jenis Tenaga Kerja, Pengertian Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), serta Upaya Penanggulangan Tindak Pidana

III Metode Penelitian

Merupakan Bab yang menjelaskan Metode Penelitian yang dipakai untuk memperoleh dan mengolah data yang akurat. Adapun metode yang digunakan terdiri dari Pendekatan Masalah, Sumber dan Jenis Data, Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data serta Analisa Data.


(30)

13 IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Berisi tentang pembahasan berdasarkan hasil penelitian terhadap permasalahan dalam penelitian ini yaitu Upaya hukum penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia. Faktor yang menjadi penghambat upaya hukum penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia.

V Penutup

Merupakan Bab yang berisi tentang kesimpulan dari hasil pembahasan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan berdasarkan penelitian serta berisikan saran-saran penulis mengenai apa yang harus ditingkatkan dari pengembangan teori-teori yang berkaitan dengan pemasalahan dan pembahasan.


(31)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris .

a. Pendekatan yuridis normatif adalah melihat masalah hukum sebagai kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif ini dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan mempelajari asas-asas hukum yang ada dalam teori/pendapat sarjana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Pendekatan yuridis empiris adalah penelitian yang dilakukan dengan cara melihat dan mengamati secara langsung mengenai upaya hukum penanggulangan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia oleh perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia di Kota Bandar Lampung

B. Sumber dan Jenis Data

Dalam melakukan penelitian ini penulis memerlukan data-data atau keterangan-keterangan yang terkait dengan permasalahan pada penelitian, sedangkan data yang dipergunakan penelitian ini berasal dari :


(32)

28 a. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan (Library Research). Data ini diperoleh dengan cara mempelajari, membaca, mengutif literatur-literatur atau peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok permasalahan penelitian ini. Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) Bahan Hukum, yaitu :

1)Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum bersifat mengikat. Dalam penulisan ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah :

a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP);

b)Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

c) Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, d)Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik

Indonesia,

e) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

f) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.

g)Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.


(33)

29 2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti :

a) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP.

b) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor PER – 37 / MEN / XII/ 2006 Tentang Tata Cara Pembentukan Kantor Cabang Pelaksana, Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta. c) Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia, Nomor Per.22/Men/XII/2008 Tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

d) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per 23/MEN/XII/2008 Tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia,

e) Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Nomor KEP 65/PPTK-TKLN/II/2009 Tentang Pedoman Mekanisme Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.

3) Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, antara lain Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, Kamus


(34)

30 Hukum, majalah, surat kabar, media cetak dan buku – buku literature serta karya ilmia yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. b. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan secara langsung pada objek penelitian (Field Risearch) yang dilakukan dengan cara observasi dan wawancara secara langsung mengenai upaya hukum penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia oleh perusahaan jasa tenagakerja Indonesia di Kota Bandar Lampung

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk melengkapi data guna pengujian hasil penelitian ini, digunakan prosedur pengumpulan data yang terdiri dari :

1) Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengadakan studi kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh arah pemikiran dan tujuan penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip dan menelaah literatur-literatur yang menunjang, peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan bacaan ilmiah lainnya yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. 2) Data Primer


(35)

31 a) Pengamatan (Observation)

Pengamatan (Observation) yaitu pengumpulan data secara langsung terhadap objek penelitian untuk memperoleh data yang valid dengan melakukan pengamatan langsung mengenai upaya hukum penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia oleh perusahaan jasa tenagakerja Indonesia di Kota Bandar Lampung

b) Wawancara (Interview)

Wawancara (Interview) yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara (interview) secara langsung dengan alat bantu daftar pertanyaan yang bersifat terbuka. Dimana wawancara tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik “Purposive Sampling”, yaitu dengan menentukan terlebih dahulu responden/narasumber yang akan diwawancarai pada objek penelitian yang berkaitan dengan permasalahan. Responden yang dianggap dapat mewakili dan berkaitan dengan permasalahan penelitian adalah :

1. Hakim Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjungkarang : 2 orang 2. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tanjungkarang : 2 orang 3. Penyidik Pada Poltabes Bandar Lampung : 2 orang 4. Pegawai Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung : 2 orang+


(36)

32

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul selanjutnya adalah melakukan pengolahan data yaitu kegiatan merapihkan dan menganalisis data tersebut, kegiatan ini meliputi kegiatan seleksi data dengan cara memeriksa data yang diperoleh mengenai kelengkapannya, klasifikasi data, mengelompokan data secara sistematis. Kegiatan pengolahan data dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : 1) Klasifikasi data yaitu dengan cara mengelompokkan data sesuai dengan

permasalahan yang akan dibahas.

2) Inventarisasi data yaitu untuk mengetahui kelengkapan data, baik atau tidaknya data dan kepastian data dengan pokok bahasan yang akan dibahas. 3) Sistematisasi data yaitu data yang telah diklasifikasikan kemudian

ditempatkan sesuai dengan posisi pokok permasalahan secara sistematis.

D. Analisa Data

Setelah data terkumpul secara keseluruhan baik yang diperoleh dari hasil studi pustaka dan studi lapangan, kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan permasalahan berdasarkan penelitian dan pembahasan dalam bentuk penjelasan atau uraian kalimat yang disusun secara sistematis. Setelah dilakukan analisis data maka kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan fakta-fakta yang bersifat umum kemudian ditarik suatu kesimpulan secara khusus yang merupakan jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian. Setelah diberikan kesimpulan maka akan


(37)

33 diberikan pula saran-saran penulis sebagai perbaikan dimasa mendatang mengenai penanggulangan terhadap tindak pidana penipuan calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI).


(38)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden

1. Hakim

Nama : Jesden Purba, S.H., M.Hum Pangkat : IV b

Masa Kerja : 21 Tahun

Jabatan : Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang 2. Hakim

Nama : Sahlan Effendi, S.H. Pangkat : IV a

Masa Kerja : 18 Tahun

Jabatan : Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang 3. Jaksa Penuntut Umum

Nama : Adriana, S.H., M.H Pangkat : III c

Masa Kerja : 16 Tahun


(39)

35

4. Jaksa Penuntut Umum

Nama : Jumali, S.H., M.H Pangkat : IV a

Masa Kerja : 19 Tahun

Jabatan : Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tanjung Karang 5. Penyidik

Nama : Hari Sutrisno Pangkat : AKP

Masa Kerja : 12 Tahun

Jabatan : Komandan Satuan Pengendali Masa Poltabes Bandar Lampung

6. Penyidik

Nama : Nursandi Pangkat : Britu

Masa Kerja : 5 Tahun

Jabatan : Anggota Reskrim Poltabes Bandar Lampung. 7. Pegawai Dinas Tenaga Kerja

Nama : Sukanto, S.Sos. Pangkat : IV a

Masa Kerja : 12 Tahun

Jabatan : Fungsional Pengantar Kerja Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung


(40)

36

8. Pegawai Dinas Tenaga Kerja Nama : Sam’un, S.H. Pangkat : IV b

Masa Kerja : 18 Tahun

Jabatan : Fungsional Pengantar Kerja Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung

B. Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Terhadap Calon Tenaga Kerja Indonesia

Kemajuan dibidang teknologi dan industri membawa dampak pada kehidupan masyarakat termasuk terhadap perkembangan hukum dibidang ketenagakerjaan. Pengaturan mengenai perlindungan hukum ketenagakerjaan merupakan suatu bagian strategis yang tidak terpisahkan dalam program pembangunan nasional secara menyeluruh pembinaan kualitas sumber daya manusia. Pengaturan di bidang ketenagakerjaan terhadap tenaga kerja dilakukan dengan memberikan perlindungan hukum ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen untuk menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, hal ini dapat ditemui dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Berdasarkan hasil penelitian pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, menurut Jasden Purba, menyatakan bahwa perkembangan ketenagakerjaan menimbulkan pula tindak pidana di bidang ketenagakerjaan yang dapat berupa


(41)

37

pelanggaran atau kejahatan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Berkaitan dengan perkembangan ketenagakerjaan di Indonesia selama ini mengikuti perkembangan teknologi dan industri yang berkembang dalam masyarakat. Perkembangan pembangunan yang terjadi dewasa ini diikuti juga dengan perkembangan dan kebutuhan di bidang ketenagakerjaan, baik di dalam maupun di luar negeri. Tindak pidana dibidang ketenagakerjaan pada perkembangannya dapat dilakukan oleh perseorangan maupun Badan Hukum yang bergerak dibidang jasa ketenagakerjaan oleh suatu jaringan atau sindikat penyaluran calon tenaga kerja Indonesia baik untuk tujuan di dalam maupun pengiriman calon tenaga kerja di luar negeri. Penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia oleh Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PTKIS) yang melibatkan berbagai pihak secara profesional, apabila pelanggaran atau tindak pidana penipuan terhadap tenaga kerja Indonesia tidak ditanggulangi akan sangat meresahkan masyarakat. Tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia perlu ditanggulangi secara lebih dini dan intensif dan tidak membiarkan jaringan kejahatan tersebut menjadi lebih kuat dan berkembang menyerupai suatu mafia kejahatan yang bersifat internasional.

Berdasarkan hasil penelitian pada Poltabes Bandar Lampung menurut Hari Sutrisno, menyatakan bahwa upaya penanggulangan tindak pidana baik secara pre-emtif, preventif dan represif pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari upaya-upaya penanggulangan kejahatan pada umumnya. Kejahatan yang terjadi ditengah masyarakat begitu kompleks permasalahan dan keterkaitannya dengan sebab dan akibat yang ditimbulkannya, sehingga dibutuhkan suatu


(42)

38

pengetahuan yang lebih mendalam dan kompherehensif dalam mengambil langkah penanggulangan yang akan dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar penanggulangan yang dilakukan mampu mengurangi dan menekan laju angka kejahatan penipuan calon tenaga kerja Indonesia yang terjadi.

Berdasarkan hasil penelitian pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang dan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, menurut Adriana dan Jasden Purba, menyatakan bahwa penanggulangan kejahatan terhadap penipuan calon tenaga kerja Indonesia yang biasanya terjadi dapat dibedakan berdasarkan jenis dan bentuk penanggulangan secara Preemtif, preventif (non penal) dan penanggulangan secara represif (penal), penanggulangan tersebut dijabarkan sebagai berikut :

a. Upaya preemtif berupa rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk menangkal atau menghilangkan faktor kriminogen pada tahap sedini mungkin, termasuk upaya untuk meminimalisasi faktor-faktor kriminogen yang ada dalam masyarakat yang bentuk kegiatannya sangat bervariasi, mulai dari menganalisis terhadap kondisi wilayah berikut potensi kerawanan yang terkandung di dalamnya dengan mengadakan penyuluhan hukum.

b. Upaya preventif meliputi rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mencegah secara langsung terjadinya kejahatan atau tindak pidana, mencakup kegiatan pembinaan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, maupun pelatihan dan kursus-kursus, serta kegiatan pembinaan masyarakat yang ditujukan untuk memotivasi segenap


(43)

39

lapisan masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan, penangkalan dan menanggulangi tindak pidana penipuan terhadap calon Tenaga Kerja Indonesia.

c. Upaya represif meliputi rangkaian kegiatan penindakan yang ditujukan kepada upaya terhadap pengungkapan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia. Bentuk kegiatan dari penindakan tersebut antara lain penyelidikan, penyidik, penuntutan dan putusan Pengadilan berdasarkan pada Musyawarah Majelis Hakim pada Pengadilan. Sedangkan hasil serta upaya hukum paksa lainnya yang disahkan menurut Undang-Undang.

Sebagaimana contoh kasus pada Perkara Pidana Nomor 1609/PID/B/2008/ PN.TK, dengan duduk perkara sebagai berikut :

Nama : Bambang Sutopo bin Tamran Tempat lahir : Malang

Umur/tgl. lahir : 34 tahun/08 September 1974 Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Jl. Tamrin No. 17 Tanjungkarang Bandar Lampung Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Setelah mendengar pembacaan dakwaan dari Penuntut Umum Reg. Perkara Nomor: PDM-1500/TJKAR/12/2008, yang pada pokoknya


(44)

40

terdakwa Bambang Sutopo bin Tamran diajukan ke depan persidangan dengan dakwaan yang disusun dalam bentuk alternatif yaitu :

1. Perbuatan terdakwa Bambang Sutopo bin Tamran sebagaimana diatur dan diancam pidana oleh Pasal 10 Jo Pasal 2 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 2. Perbuatan terdakwa Bambang Sutopo bin Tamran sebagaimana diatur

dan diancam pidana oleh Pasal 102 ayat (1) huruf a UU RI No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri Jo Pasal 53 KUHP.

3. Perbuatan terdakwa Bambang Sutopo bin Tamran sebagaimana diatur dan diancam pidana oleh Pasal 378 KUHPd.

4. Perbuatan terdakwa Bambang Sutopo bin Tamran sebagaimana diatur dan diancam pidana oleh Pasal 372 KUHPd.

Surat Tuntutan Pidana dari Penuntut Umum tertanggal 28 Januari 2009 yang pada pokoknya menuntut agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan :

Menyatakan terdakwa Bambang Sutopo bin Tamran bersalah melakukan tindak pidana “Penipuan” melanggar Pasal 378 KUHP sebagaimana dimaksud dalam dakwaan ketiga;

Setelah mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum, maka majelis hakim memberi putusan pada terdakwa dengan isi pokoknya :


(45)

41

Menyatakan terdakwa Bambang Sutopo bin Tamran telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENIPUAN” dan Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun;

Berdasarkan uraian tersebut di atas dan hasil penelitian penulis pada Poltabes Bandar Lampung, menurut Hari Sutrisno, menyatakan bahwa dalam rangka menanggulangi tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia pada wilayah hukum Poltabes Bandar Lampung dibedakan berdasarkan pada penanggulangan secara Preemtif, preventif (non penal) dan penanggulangan secara represif (penal), penanggulangan tersebut dijabarkan sebagai berikut : 1. Upaya preemtif berupa rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk

menangkal atau menghilangkan faktor kriminogen pada tahap sedini mungkin, termasuk upaya untuk meminimalisasi faktor-faktor kriminogen yang ada dalam masyarakat yang bentuk kegiatannya sangat bervariasi, mulai dari menganalisis terhadap kondisi wilayah berikut potensi kerawanan yang terkandung di dalamnya dengan mengadakan penyuluhan hukum, kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan melaporkan kepada yang berwajib apabila adanya kecurigaan atau indikasi terjadinya timbulnya tindak pidana penipuan calon tenga kerja Indonesia agar tindak pidana yang dapat terjadi dapat dicegah sebelum semuanya terjadi, mengantisipasi timbulnya tindak pidana penipuan calon tenga kerja Indonesia.


(46)

42

2. Upaya preventif

Upaya preventif adalah upaya penanggulangan tindak pidana sebelum terjadinya tindak pidana, upaya ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a.Koordinasi Kepolisian dengan Dinas Tenaga Kerja

Koordinasi kepolisian dengan pihak Dinas Tenaga Kerja sebagai salah satu kegiatan kepolisian yang dilakukan oleh polri sebagai upaya mencegah terjadinya tindak pidana dibidang tenaga kerja. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan kerjasama mendatangi, menjelajahi, mengamati, mengawasi, memperhatikan, situasi dan kondisi serta membahas permasalahan hukum yang berkaitan uaya penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon tenaga kerja Indonesia. Upaya ini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dan terhadap Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Indonesia, menerima laporan dari masyarakat tindakan atau pelangaran yang diperkirakan akan menimbulkan segala bentuk gangguan kamtibmas (baik kejahatan maupun pelanggaran) serta menuntut kehadiran polri untuk melakukan tindakan-tindakan kepolisian guna memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat.

Koordinasi kepolisian dengan Dinas Tenaga Kerja menjadi upaya utama sebagai bentuk pelayanan polisi dan merupakan ujung tombak operasional kepolisian guna mencegah bertemunya niat dan kesempatan untuk melakukan tindak pidana dibidang ketenagakerjaan


(47)

43

secara dini. Koordinasi kepolisian merupakan bentuk kerjasama sebagai bagian yang penting dalam pelayanan kepolisian kepada masyarakat karena dapat menghindarkan timbulnya korban penipuan calon tenaga kerja dan penipuan harta benda yang dimiliki calon tenaga kerja.

Koordinasi Kepolisian merupakan kerjasama Kepolisian dengan instansi terkait untuk mencegah bertemunya faktor niat dan kesempatan melakukan tindak pidana. Memelihara dan meningkatkan tertib dan kepatuhan hukum masyarakat serta membina ketentraman masyarakat. Menjaga keselamatan orang, harta benda, hak asasi dan termasuk memberi perlindungan hukum. Memelihara ketertiban, keteraturan dan keamanan umum. Memberikan pelayanan terhadap masyarakat, menerima laporan dan pengaduan. Melakukan tindakan hukum terhadap peristiwa tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia dan melakukan tindakan hukum lainnya. Memberikan penerangan atau penyuluhan pada masyarakat guna meningkatkan pengetahuan masyarakat dibidang ketenagakerjaan.

Berdasarkan hasil penelitian pada Poltabes Bandar Lampung menurut Hari Sutrisno dan Sukanto selaku Pegawai Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung menyatakan bahwa supaya koordinasi kepolisian yang dilakukan dapat mencapai hasil yang maksimal, efisien dan efektif maka perlu diperhatikan beberapa asas koordinasi seperti asas


(48)

44

keterpaduan, artinya perlu dilakukan koordinasi secara terpadu, terus-menerus dan terarah terkait dalam sistem operasional upaya pencegahan terjadinya tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia. Upaya penanggulangan tindak pidana sebagai penegakan hukum dilakukan dengan koordinasi secara keterpaduan antara fungsi-fungsi operasional sehingga pelaksanaan koordinasi betul-betul efektif dan efisien.

Lebih lanjut menurut Hari Sutrisno menyatakan bahwa koordinasi kepolisian dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung sebagai bentuk upaya pencegahan terjadinya tindak pidana dibidang ketenagakerjaan termasuk penipuan calon tenaga kerja Indonesia terdiri dari 2 (dua) macam bentuk yaitu :

a) Koordinasi Rutin, yaitu koordinasi yang dilaksanakan pada waktu tertentu secara rutin yang dilakukan dengan cara melakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dibidang ketenagakerjaan.

b) Koordinasi Insidental yaitu koordinasi yang dilakukan apabila terjadi peristiwa atau tindak pidana dibidang ketenagakerjaan atau koordinasi yang dapat menimbulkan efek rasa hormat/penghormatan (deference effect) terhadap suatu tindak pidana penipuan calon Tenaga Kerja Indonesia.


(49)

45

b.Bimmas (Bimbingan Masyarakat)

Salah satu upaya penegakan hukum kepolisian adalah melakukan bimbingan, penyuluhan, pengarahan kepada masyarakat agar dapat memahami perannya dalam rangka kamtibmas. Melalui pemahaman yang benar diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi dan bersama-sama dengan aparat penegak hukum lainnya menciptakan suasana kamtibmas. Bimbingan kemasyarakatan dan penyuluhan hukum sangat penting dan urgen untuk dilakukan karena dengan demikian antara tugas kepolisian dan masyarakat, sehingga terciptanya suatu hubungan hukum yang baik dan saling pengertian yang mendalam tentang perannya masing-masing dalam rangka menjaga ketertiban hukum.

Kondisi kemasyarakatan merupakan salah satu potensi yang sangat besar yang bila tidak dimanfaatkan dengan baik justru akan menjadi beban yang berat bagi Polri dalam menegakkan hukum. Di dalam masyarakat yang pengetahuan hukumnya masih kurang, partisipasi masyarakat di dalam membangun suatu kondisi atau keadaan masyarakat yang aman dan tertib perlu dirangsang secara aktif untuk bahu membahu bersama aparat penegak hukum, khususnya polisi untuk menciptakan suatu suasana ketertiban dan keamanan yang dinamis.

Penyuluhan hukum dari kesatuan sistem operasional kepolisian mempunyai peran yang sangat strategis dalam rangka membangun


(50)

46

suatu sikap mental dan budaya masyarakat untuk patuh pada hukum dan sekaligus menjembatani fungsi atau kedudukan polri di satu pihak dan masyarakat pada pihak lain. Hubungan yang kooperatif antara keduanya merupakan suatu modal dasar yang sangat kondusif untuk membangun suatu keadan masyarakat yang aman dan tertib.

c. Tertib Administrasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Pencatatan dan pendaftaran administrasi pada Perusahan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia yang teratur dan tertib dapat menciptakan tertib administrasi perusahan yang menyediakan jasa tenaga kerja Indonesia. Dengan demikian, bila terjadi penyimpangan atau terjadinya tindak pidana penipuan tenaga kerja Indonesia dapat dengan mudah ditanggulangi dengan melakukan upaya penyelidikan dan penyidikan yang diperlukan atas pelanggaran dan tindak pidana dibidang ketenagakerjan yang menyangkut penipuan calon tenaga kerja Indonesia oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).

Menurut Sukanto selaku Fungsional Pengantar Kerja Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung, menyatakan bahwa perizinan, pengawasan dan upaya hukum terhadap Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penetapan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, menyatakan


(51)

47

bahwa lembaga yang diperbolehkan melaksanakan penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri adalah Pemerintah dan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Swasta.

Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, ditentukan untuk dapat memperoleh SIPPTKI, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) swasta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan;

2) Memiliki modal di sektor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan sekurang-kurangnya Rp.3.000.000.000,-(tiga milyar rupiah);

3) Menyetor uang jaminan dalam bentuk deposito sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) pada bank pemerintah,

4) Memiliki rencana penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun berjalan;

5) Memiliki unit latihan kerja dan sarana prasarana pelayanan penepatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

d. Partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan

Dengan mendayagunakan segenap potensi penegakan hukum oleh rakyat perlu digalakkan sistem swakarsa masyarakat dan Polri sebagai tulang punggung kamtibmas perlu mengambil langkah-langkah agar masyarakat dapat mengambil peran aktif dan berpartisipasi dalam pembangunan keamanan dan ketertiban masyarakat langkah-langkah sebagaimana yang dinyatakan oleh Hari Sutrisno yaitu :


(52)

48

1) Meningkatkan Peran Bimmas Polri

Untuk maksud ini Polri perlu melakukan pendekatan masyarakat (sosial approach) dengan berbagai metode seperti penyuluhan hukum, sambang kampung, simulasi, metode bimastral, metode tatap muka, ceramah dan lain-lain.

2) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan bentuk perkumpulan yang diadakan atas dasar prakarsa masyarakat bekerjasama dengan aparat kepolisian yang peduli akan penegakan hukum dan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, contohnya Forum Komunity Pemolisian Masyarakat (FKPM) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dibidang Ketenagakerjaan 3) Laporan Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan tindak pidana penipuan tenaga kerja Indonesia perlu ditanggapi dengan pelaporan oleh masyarakat umum atau oleh korban penipuan jasa tenaga kerja Indonesia. Laporan masyarakat merupakan tindakan yang dapat memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam membantu polisi mencegah dan menangulangi tinda pidana penipuan jasa tenaga kerja Indonesia. Karena itu laporan masyarakat merupakan bentuk tanggapan dan partisipasi masyarakat secara swakarsa perlu tetap ditingkatkan kegiatannya maupun kemampuan-kemampuan secara teknis yang minimal meliputi :


(53)

49

a) Kemampuan dalam melakukan penjagaan keamanan terhadap tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia.

b) Kemampuan untuk melaporkan terjadinya penipuan atau pengadan jasa tenaga kerja Indonesia secara illegal atau melanggar hukum kepada aparat kamtibmas terdekat.

c) Kemampuan memberikan informasi kepada petugas baik langsung maupun melalui sarana komunikasi yang ada terhadap apa yang dilihat, didengar, disaksikan yang memungkinkan terjadinya tindak pidana penipuan tenaga kerja Indonesia. d) Kemampuan untuk membantu polisi dalam mengamankan TKP

dan barang bukti maupun saksi-saksi, tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia.

e) Kemampuan melakukan tindakan hukum terhadap pelaku atau Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Indonesia dan segera menyerahkan pelaku yang atau melaporkan kepada kepolisian setempat.

3. Upaya Represif

Menurut Hari Sutrisno menyatakan bahwa penanggulangan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia secara represif merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh aparat kepolisian setelah terjadinya suatu tindak pidana. Upaya-upaya itu meliputi tugas-tugas penyelidikan, penyidikan dan kemudian melimpahkan berita acara pemeriksaan kepada Kejaksaan, untuk selanjutnya oleh Kejaksaan diajukan ke Pengadilan


(54)

50

supaya diproses melalui sidang pidana pada tingkat pertama. Upaya-upaya hukum ini dilakukan berturut-turut oleh polisi, jaksa dan Hakim.

Dalam hal penanganan suatu kejahatan menurut hukum pidana aparat kepolisian mempunyai peran yang sangat menentukan untuk mengungkapkan kejahatan dan selanjutnya diproses secara yuridis. Proses yuridis yang dimaksudkan merupakan pelaksanaan dari fungsi-fungsi yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum acara pidana sebagaimana telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, peraturan-peraturan pelaksananya, serta peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Disamping tugas pokok yang demikian aparat kepolisian mempunyai tugas dan tanggungjawab sekaligus kewajiban untuk melakukan langkah-langkah strategis dan represif bilamana kejahatan terjadi di dalam masyarakat, termasuk terhadap penipuan calon tenaga kerja Indonesia sudah tereklarasi baik secara kualitas maupun kuantitas. Di dalam hal dijumpai adanya tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia, maka upaya-upaya berupa tindakan-tindakan penyelidikan dan penyidikan harus segera dilakukan. Upaya hukum penyidikan terhadap tindak pidana dilakukan untuk mengumpulkan alat bukti supaya dapat dilanjutkan dengan upaya penuntutan dan pemeriksaan pengadilan terhadap pelakunya, sehingga dapat dikenakan sanksi hukum yang setimpal upaya ini


(55)

51

merupakan bagian dari upaya-upaya penyelesaian perkara sekaligus pelaksanaan penegakan hukum secara nyata dalam hal adanya peristiwa konkrit. Hukum harus ditegakkan, dan pelaku tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia harus dihukum.

Tindakan Represif yang dilakukan selama ini Sebagai contoh kasus yang terjadi di Kota Bandar Lampung, berdasarkan laporan Polisi Nomor Polisi : LP/B/1809/IX/2008 SPK Poltabes Bandar Lampung, terdapat laporan terhadap tersangka yang melanggar Pasal 10 ke Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Perdagangan Orang jo Pasal 102 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Berdasarkan laporan tersebut tersangka secara orang perorangan melakukan penempatan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri dan pelaksanaan penempatan tenaga kerja tersebut tidak didasarkan atas Surat Izin Pengerahan (SIP) dari Menteri Tenaga Kerja. Perbuatan tersangka melanggar ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, modus operandi kejahatan ini sering terjadi dengan bentuk penipuan oleh Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia, yang berdalih memiliki izin penempatan tenaga kerja ke luar negeri.


(56)

52

Berdasarkan hasil penelitian pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang menurut Jasden Purba, menyatakan bahwa terhadap pelimpahan perkara tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia kepada pengadilan termasuk dalam upaya hukum yang bersifat represif yaitu penegakan hukum pidana yang menggunakan sarana hukum pidana (penal).

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dianalisis bahwa upaya hukum ini dilakukan untuk memberikan sanksi pidana dan upaya penghukuman supaya pelaku tindak pidana jera dan tidak melakukan lagi kejahatan tersebut. Penghukuman terhadap pelaku tindak pidana dilakukan juga dimaksudkan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap calon tenaga kerja Indonesia. Upaya hukum dalam bentuk represif yang telah dilakukan oleh aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) yaitu terlihat dari proses penyelidikan, penyidikan, pembuatan berkas acara pemeriksaan, penyitaan barang bukti, penyerahan tersangka dari Penyidik Polisi kepada Jaksa Penuntut Umum, pembuatan surat dakwaan, pelimpahan tersangka beserta barang bukti ke Pengadilan, penuntutan dari Jaksa Penuntut Umum di muka persidangan sampai pada akhirnya penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa. Dalam putusan Majelis Hakim tersebut di atas, dapat dilihat bahwa terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang tersebut dirasakan kurang optimal apabila dibandingkan dengan ancaman pidana penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP


(57)

53

yaitu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun. Kurang optimalnya pidana penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim tersebut tidak sebanding dengan kerugian yang diderita korban, baik dari segi materi maupun non materi, sedangkan Majelis Hakim sendiri tidak menetapkan terdakwa untuk mengganti kerugian materi yang telah diderita korban dengan pidana denda.

C. Faktor Penghambat Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Terhadap Calon Tenaga Kerja Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian pada Poltabes Bandar Lampung menurut Hari Sutrisno, menyatakan bahwa faktor yang menghambat dalam

penanggulangan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia adalah : a. Dalam mengungkap dan mengumpulkan alat-alat bukti harus cermat dan

teliti sehingga memerlukan waktu.

b. Kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh pihak kepolisian dan instansi terkait untuk melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia.

c. Sebagian masyarakat yang enggan untuk dijadikan saksi walaupun sebenarnya saksi mengetahui tentang terjadinya tindak pidana penipuan jasa tenaga kerja Indonesia dan pemerasan dengan alasan malas berurusan dengan polisi sehingga pihak kepolisian mengalami kesulitan untuk mendapatkan keterangan mengenai tindak pidana tersebut.

d. Keterlambatan pihak korban dalam melaporkan peristiwa tindak pidana penipuan jasa tenaga kerja Indonesia, sehingga pihak kepolisian


(58)

54

mengalami kesulitan dalam melakukan penangkapan maupun penyelidikan.

e. Tingkat profesionalisme serta kualitas aparat hukum penegak hukum (polri) dan Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung dinilai kurang, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang berbeda serta kurangnya pendidikan hukum dibandingkan dengan perkembangan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan yang terjadi pada saat ini.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat dianalisa bahwa dalam membahas mengenai penanggulangan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia, maka tidak terlepas dari penegakan hukum dimana penegakan hukum itu adalah suatu usaha kegiatan atau pekerjaan agar hukum itu tegak dan ketertiban itu berdiri. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya tidak sederhana apa yang diungkapkan untuk mencapai atau mengkongkritkan tujuan tersebut akan banyak dipengaruhi berbagai faktor.

Lebih lanjut menurut Hari Sutrisno, menyatakan bahwa dalam melakukan penyidikan tindak pidana penipuan jasa tenaga kerja Indonesia terhadap beberapa faktor dihadapi polisi dalam menjalankan hukum dalam arti penegakan hukum yaitu :

1. Kesulitan-kesulitan yang bersifat teknis dalam usaha penegak hukum, seperti keterbatasan personil, waktu dan peralatan untuk penyidikan. 2. Kepentingan yang bersifat keorganisasian pada polisi setempat baik untuk


(59)

55

3. Masalah-masalah yang bersifat adi cipta dan nilai-nilai yang dijadikan dalam dasar memilih undang-undang yang dijalankan.

4. Sejumlah tekanan dan tuntutan masyarakat untuk dapat menjalankan undang-undang secara penuh.

Faktor-faktor yang dapat menghambat penanggulangan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia, berdasarkan hasil penelitian pada Kejaksaan Negeri Kota Bandar Lampung dan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang adalah : Faktor Hukum (Undang-Undang) aparat penegak hukum dan instansi terkait dalam melakukan penanggulangan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia telah menjalankan peraturan perundang-undangan yang ada misalnya Undang dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Dengan demikian dapat dikatakan peraturan perundang-undangan sudah dilaksanakan, namun dalam menghadapi keadaan tertentu atau situasi dimana tidak ada peraturan yang jelas dan tegas yang mengatur tentang keadaan yang dihadapi maka aparat tidak dapat mengambil suatu keputusan yang benar-benar dianggap tepat dan benar. Dilihat dari upaya pre-emtif, pada dasarnya faktor penghambat penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon Tenaga Kerja Indonesia, yaitu belum adannya keseriusan Pemerintah Kota Bandar Lampung melalui Dinas Tenaga Kerja terkait khususnya Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik melalui media massa maupun media elektronik atau pun


(60)

56

mengunjungi perusahaan-perusahaan terkait dengan pemberangkatan dan penempatan TKI di luar negeri. Selain upaya tersebut yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui dinas-dinas terkait, maka faktor penghambat lainnya datang dari kurangnya koordinasi dan kerjasama yang intensif dari instansi-instansi/dinas terkait dengan aparat penegak hukum, baik pembinaan maupun pengawasan terhadap Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PTKIS). Hal tersebut terlihat masih banyak beroperasinya jasa-jasa penempatan TKI yang illegal (tidak resmi). Dan yang terakhir, proses penanganan tersangka/terdakwa oleh Kepolisian, Kejaksaan serta Pengadilan dirasakan masih kurang optimal dan terkesan lambat. Hal ini akan semakin menjadikan masyarakat merasa enggan dan malas berurusan dengan aparat penegak hukum, karena proses yang berbelit-belit dan menunjukkan pesan yang negatif yaitu “Kalau Nggak Ada Uang, Maka Nggak Jalan”.

Berdasarkan pada hal sebagaimana tersebut di atas, maka dapat diketahui faktor-faktor yang menghambat penanggulangan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia adalah :

1.Faktor hukum (Undang-Undang)

Sudah ada peraturan yang jelas dan tegas yang mengatur tentang syarat -syarat untuk dapat menjadi tenaga kerja Indonesia di luar negeri seperti dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, tetapi di dalam


(61)

57

pelaksanaan masih jauh apa yang diharapkan oleh pemerintah dan penegak hukum.

2.Faktor penegak hukum

Sudah adanya koordinasi dan kerjasama yang intensif dari instansi-instansi/dinas terkait dengan aparat penegak hukum, baik pembinaan maupun pengawasan terhadap Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PTKIS), tetapi di dalam pelaksanaan masih jauh dari harapan yang diinginkan oleh pemerintah.

3.Faktor sarana atau fasilitas

sudah adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan badan-badan/balai-balai/yayasan yang dapat mendidik calon tenaga kerja untuk menjadi terampil dan professional, tetapi masih banyak sekali para calon tenaga kerja pingin mengambil jalan pintas untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan mereka.

4.Faktor masyarakat

Masyarakat tidak mau belajar dan berlatih terlebih dahulu sebelum menjadi tenaga kerja keluar negeri dikarenakan calon tenaga kerja tidak sabar dan ingin segera mencari rejeki di negeri orang yang sebagian orang mengatakan bahwa penghasilan di luar negeri cukup menjanjikan dari pada di Indonesia

5.Faktor kebudayaan

Tenaga kerja berangkat untuk bekerja keluar negeri hanya bersifat ikut-ikutan yang sebenarnya tenaga kerja tidak mengetahui cara kerja dan cenderung malas-malasan.


(62)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan oleh penulis yaitu :

1. Penanggulangan tindak pidana penipuan tenaga kerja Indonesia dilakukan dengan cara-cara :

a. Upaya Pre-emtif yaitu Dinas tenaga kerja Indonesia menganalisis terhadap kondisi wilayah berikut potensi kerawanan yang terkandung di dalamnya dengan mengadakan penyuluhan hukum.

b. Upaya preventif yaitu koordinasi kepolisian dengan Dinas Tenaga Kerja, kegiatan pembinaan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, maupun pelatihan dan kursus-kursus, serta kegiatan pembinaan masyarakat yang ditujukan untuk memotivasi segenap lapisan masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan, penangkalan dan menanggulangi tindak pidana penipuan terhadap calon Tenaga Kerja Indonesia.

c. Upaya represif yaitu penindakan yang ditujukan ke arah pengungkapan, penghukuman, dan pemidanaan pelaku tindak pidana penipuan tenaga kerja Indonesia.

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat penanggulangan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia adalah :


(63)

59

a. Faktor hukum (Undang-Undang)

Sudah ada peraturan yang jelas dan tegas yang mengatur tentang syarat -syarat untuk dapat menjadi tenaga kerja Indonesia di luar negeri tetapi di dalam pelaksanaan masih jauh apa yang diharapkan oleh pemerintah dan penegak hukum.

b. Faktor penegak hukum

Sudah adanya koordinasi dan kerjasama yang intensif dari instansi-instansi/dinas terkait dengan aparat penegak hukum, baik pembinaan maupun pengawasan terhadap Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PTKIS), tetapi di dalam pelaksanaan masih jauh dari harapan yang diinginkan oleh pemerintah

c. Faktor sarana atau fasilitas

sudah adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan badan-badan/balai-balai/yayasan yang dapat mendidik calon tenaga kerja untuk menjadi terampil dan professional, tetapi masih banyak sekali para calon tenaga kerja pingin mengambil jalan pintas untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan mereka.

d. Faktor masyarakat

Masyarakat tidak mau belajar dan berlatih terlebih dahulu sebelum menjadi tenaga kerja keluar negeri dikarenakan calon tenaga kerja tidak sabar dan ingin segera mencari rejeki di negeri orang yang sebagian orang mengatakan bahwa penghasilan di luar negeri cukup menjanjikan dari pada di Indonesia.


(64)

60

e. Faktor budaya

Tenaga kerja berangkat untuk bekerja keluar negeri hanya bersifat ikut-ikutan yang sebenarnya tenaga kerja tidak mengetahui cara kerja dan cenderung malas-malasan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran penulis adalah :

1. Hendaknya perlu ditumbuhkembangkankan kesadaran hukum dan pemahaman yang baik tentang peran serta masyarakat dalam berbagai upaya penanggulangan kejahatan serta tanggung jawabnya dalam penanggulangan tindak pidana.

2. Hendaknya aparat penegak hukum dan Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung lebih meningkatkan kualitas dan tingkat profesionalisme anggotanya dalam mengungkap dan memproses kasus pelaku penipuan calon tenaga kerja Indonesia yang sangat beraneka ragam dan mengalami perkembangan dengan melakukan upaya-upaya peningkatan penyuluhan hukum (pre-emtif) melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (upaya preventif) dan melakukan penindakan terhadap pelaku tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia (represif), sehingga dengan upaya-upaya tersebut dapat meminimalisir terjadinya tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia.


(1)

55

3. Masalah-masalah yang bersifat adi cipta dan nilai-nilai yang dijadikan dalam dasar memilih undang-undang yang dijalankan.

4. Sejumlah tekanan dan tuntutan masyarakat untuk dapat menjalankan undang-undang secara penuh.

Faktor-faktor yang dapat menghambat penanggulangan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia, berdasarkan hasil penelitian pada Kejaksaan Negeri Kota Bandar Lampung dan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang adalah : Faktor Hukum (Undang-Undang) aparat penegak hukum dan instansi terkait dalam melakukan penanggulangan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia telah menjalankan peraturan perundang-undangan yang ada misalnya Undang dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Dengan demikian dapat dikatakan peraturan perundang-undangan sudah dilaksanakan, namun dalam menghadapi keadaan tertentu atau situasi dimana tidak ada peraturan yang jelas dan tegas yang mengatur tentang keadaan yang dihadapi maka aparat tidak dapat mengambil suatu keputusan yang benar-benar dianggap tepat dan benar. Dilihat dari upaya pre-emtif, pada dasarnya faktor penghambat penanggulangan tindak pidana penipuan terhadap calon Tenaga Kerja Indonesia, yaitu belum adannya keseriusan Pemerintah Kota Bandar Lampung melalui Dinas Tenaga Kerja terkait khususnya Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik melalui media massa maupun media elektronik atau pun


(2)

56

mengunjungi perusahaan-perusahaan terkait dengan pemberangkatan dan penempatan TKI di luar negeri. Selain upaya tersebut yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui dinas-dinas terkait, maka faktor penghambat lainnya datang dari kurangnya koordinasi dan kerjasama yang intensif dari instansi-instansi/dinas terkait dengan aparat penegak hukum, baik pembinaan maupun pengawasan terhadap Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PTKIS). Hal tersebut terlihat masih banyak beroperasinya jasa-jasa penempatan TKI yang illegal (tidak resmi). Dan yang terakhir, proses penanganan tersangka/terdakwa oleh Kepolisian, Kejaksaan serta Pengadilan dirasakan masih kurang optimal dan terkesan lambat. Hal ini akan semakin menjadikan masyarakat merasa enggan dan malas berurusan dengan aparat penegak hukum, karena proses yang berbelit-belit dan menunjukkan pesan

yang negatif yaitu “Kalau Nggak Ada Uang, Maka Nggak Jalan”.

Berdasarkan pada hal sebagaimana tersebut di atas, maka dapat diketahui faktor-faktor yang menghambat penanggulangan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia adalah :

1.Faktor hukum (Undang-Undang)

Sudah ada peraturan yang jelas dan tegas yang mengatur tentang syarat -syarat untuk dapat menjadi tenaga kerja Indonesia di luar negeri seperti dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, tetapi di dalam


(3)

57

pelaksanaan masih jauh apa yang diharapkan oleh pemerintah dan penegak hukum.

2.Faktor penegak hukum

Sudah adanya koordinasi dan kerjasama yang intensif dari instansi-instansi/dinas terkait dengan aparat penegak hukum, baik pembinaan maupun pengawasan terhadap Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PTKIS), tetapi di dalam pelaksanaan masih jauh dari harapan yang diinginkan oleh pemerintah.

3.Faktor sarana atau fasilitas

sudah adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan badan-badan/balai-balai/yayasan yang dapat mendidik calon tenaga kerja untuk menjadi terampil dan professional, tetapi masih banyak sekali para calon tenaga kerja pingin mengambil jalan pintas untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan mereka.

4.Faktor masyarakat

Masyarakat tidak mau belajar dan berlatih terlebih dahulu sebelum menjadi tenaga kerja keluar negeri dikarenakan calon tenaga kerja tidak sabar dan ingin segera mencari rejeki di negeri orang yang sebagian orang mengatakan bahwa penghasilan di luar negeri cukup menjanjikan dari pada di Indonesia

5.Faktor kebudayaan

Tenaga kerja berangkat untuk bekerja keluar negeri hanya bersifat ikut-ikutan yang sebenarnya tenaga kerja tidak mengetahui cara kerja dan cenderung malas-malasan.


(4)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan oleh penulis yaitu :

1. Penanggulangan tindak pidana penipuan tenaga kerja Indonesia dilakukan dengan cara-cara :

a. Upaya Pre-emtif yaitu Dinas tenaga kerja Indonesia menganalisis terhadap kondisi wilayah berikut potensi kerawanan yang terkandung di dalamnya dengan mengadakan penyuluhan hukum.

b. Upaya preventif yaitu koordinasi kepolisian dengan Dinas Tenaga Kerja, kegiatan pembinaan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, maupun pelatihan dan kursus-kursus, serta kegiatan pembinaan masyarakat yang ditujukan untuk memotivasi segenap lapisan masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan, penangkalan dan menanggulangi tindak pidana penipuan terhadap calon Tenaga Kerja Indonesia.

c. Upaya represif yaitu penindakan yang ditujukan ke arah pengungkapan, penghukuman, dan pemidanaan pelaku tindak pidana penipuan tenaga kerja Indonesia.

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat penanggulangan tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia adalah :


(5)

59

a. Faktor hukum (Undang-Undang)

Sudah ada peraturan yang jelas dan tegas yang mengatur tentang syarat -syarat untuk dapat menjadi tenaga kerja Indonesia di luar negeri tetapi di dalam pelaksanaan masih jauh apa yang diharapkan oleh pemerintah dan penegak hukum.

b. Faktor penegak hukum

Sudah adanya koordinasi dan kerjasama yang intensif dari instansi-instansi/dinas terkait dengan aparat penegak hukum, baik pembinaan maupun pengawasan terhadap Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PTKIS), tetapi di dalam pelaksanaan masih jauh dari harapan yang diinginkan oleh pemerintah

c. Faktor sarana atau fasilitas

sudah adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan badan-badan/balai-balai/yayasan yang dapat mendidik calon tenaga kerja untuk menjadi terampil dan professional, tetapi masih banyak sekali para calon tenaga kerja pingin mengambil jalan pintas untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan mereka.

d. Faktor masyarakat

Masyarakat tidak mau belajar dan berlatih terlebih dahulu sebelum menjadi tenaga kerja keluar negeri dikarenakan calon tenaga kerja tidak sabar dan ingin segera mencari rejeki di negeri orang yang sebagian orang mengatakan bahwa penghasilan di luar negeri cukup menjanjikan dari pada di Indonesia.


(6)

60

e. Faktor budaya

Tenaga kerja berangkat untuk bekerja keluar negeri hanya bersifat ikut-ikutan yang sebenarnya tenaga kerja tidak mengetahui cara kerja dan cenderung malas-malasan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran penulis adalah :

1. Hendaknya perlu ditumbuhkembangkankan kesadaran hukum dan pemahaman yang baik tentang peran serta masyarakat dalam berbagai upaya penanggulangan kejahatan serta tanggung jawabnya dalam penanggulangan tindak pidana.

2. Hendaknya aparat penegak hukum dan Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung lebih meningkatkan kualitas dan tingkat profesionalisme anggotanya dalam mengungkap dan memproses kasus pelaku penipuan calon tenaga kerja Indonesia yang sangat beraneka ragam dan mengalami perkembangan dengan melakukan upaya-upaya peningkatan penyuluhan hukum (pre-emtif) melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (upaya preventif) dan melakukan penindakan terhadap pelaku tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia (represif), sehingga dengan upaya-upaya tersebut dapat meminimalisir terjadinya tindak pidana penipuan calon tenaga kerja Indonesia.