KOORDINASI POLISI KHUSUS KERETA API DAN PENYIDIK POLRI DALAM TINDAK PIDANA YANG TERJADI DI DALAM KERETA API

(1)

KOORDINASI PENYIDIK POLISI KHUSUS KERETA API DAN PENYIDIK POLRI DALAM TINDAK PIDANA YANG

TERJADI DI DALAM KERERTA API

Oleh

C H A N D R A R I Z K I

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

KOORDINASI POLISI KHUSUS KERETA API DAN PENYIDIK POLRI DALAM TINDAK PIDANA YANG TERJADI

DI DALAM KERETA API

Oleh

CHANDRA RIZKI

Tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api merupakan masalah yang kompleks, sehingga diperlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor dan peran serta masyarakat yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan konsisten. Salah satu lembaga yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam penanggulangan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api adalah Polisi Khusus Kereta Api. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) bagaimanakah koordinasi antara penyidik Polisi Khusus Kereta Api dan penyidik Polri dalam penanggulangan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api. (2) apakah faktor-faktor penghambat dalam penyidikan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan masalah yuridis empiris. Responden penelitian adalah penyidik Polisi Khusus kereta api Tanjung Karang, pegawai stasiun kereta api dan penyidik Polri. Pengumpulan data yang dilakukan adalah studi pustaka dan studi lapangan. Data di analisis secara kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan khusus dan kemudian di tarik suatu kesimpulan umum.

Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan: (1) Koordinasi antara penyidik Polsuska dan penyidik Polri dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api kurang berjalan secara efesien. Untuk itu perlu diwujudkan adanya keseragaman, keselarasan dan keserasian sehingga tercipta kepastian hukum dan kelancaran pelaksanaan hubungan kerja masing-masing. Wujud dari koordinadi tersebut berupa : (a) Mengatur dan menuangkan lebih lanjut dalam keputusan dan instruksi bersama. (b) Mengadakan rapat-rapat


(3)

berkala atau waktu-waktu tertentu yang dipandang perlu (c) Menunjuk seseorang atau lebih pejabat dari masing-masing departemen atau instansi yang secara fungsional dianggap mampu sebagai penghubung (liasion officer). (d) menyelenggarakan pendidikan dan latihan dengan penekanan bidang penyidikan. (2) faktor-faktor penghambat dalam penyidikan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api adalah : (a) Faktor apara penegak hukum, yaitu secara kuantitas adalah masih kurangnya personil penyidik Polsuska dan pengetahhuan tentang penyidikan, sedangkan jumlah tindak pidana ini cendrung mengalami peningkatan. (b) Faktor sarana dan prasarana, yaitu kurangnya perlengkapan oprasional, kantor sendiri dan sebagainya. (c) fakttor masyarakat, yaitu masih adanya rasa ketakutan atau keengganan masyarakat untuk terlibat atau menjadi saksi dalam proses penegakan hukum tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api (d) Faktor budaya, yaitu adanya budaya individualisme dalam kehidupan masyrakat, sehingga mereka bersikap acuh tidak acuh dan tidak memperdulikan apa yang terjadi dalam tindak pidana di dalam kereta api.

Saran dalam penelitian ini adalah : (1) Hendaknya dioptimalkan kerjasama dan koordinasi antara penyidik Polsuska dan penyidik Polri dengan lintas sektoral terkait dalam pengawasan dan pencegahan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api. (2) Perlunya peningkatan kembali kemampuan, pengetahuan dan keterampilan dalam teknis penyidikan oleh polsuska dibidang perkeretaapian, baik dalam hal peraturan perundang-undangan maupun teknis penyidikannya juha tersedianya sarana dan prasarana untuk melaksanakan tugas dan peranannya baik mobilitas maupun perlengkapan oprasional lainnya.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 9

E. Sistematis Penulisan... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelidikan dan Penyidikan... 14

B. Pelaksanaan Tugas Penyelidikan dan Penyidikan... 20

C. Tugas dan Wewenang Penyidik... 22

D. Hubungan Koordinasi Dalam Pelaksanaan Penyidik Berdasarkan KUHAP ……… 25

E. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penegak hukum pidana.. 29

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 32

B. Sumber dan Jenis Data... 32

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 34

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan data... 34


(7)

A.Karakteristik Narasumber ... ... 37 B. Koordinasi Pelaksanaan Penyidikan Polisi Khusus Kereta Api dan Penyidik Polri dalam Tindak Pidana yang Terjadi di Dalam Kereta Api... 38 C.Faktor-Faktor Penghambat Koordinasi Antara Penyidik Polsuska dan

penyidik Polri Dalam Tindak Pidana Yang Terjadi di Dalam Kereta Api... 48

V. PENUTUP

A.Simpulan... 53 B. Saran.. ... ... 55


(8)

I . PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kereta api sebagai salah satu sarana transportasi, dibutuhkan oleh setiap lapisan masyarakat. Oleh karena itu banyaknya masyarakat yang membutuhkan sarana kereta api, maka di butuhkan pula keamanan dan kenyamanan kereta api. Masalah ini menjadi hal yang penting karena sering terjadinya tindak pidana baik itu di atas kereta api maupun kejahatan yang ada di lingkungan perkeretaapian itu sendiri. Terhadap bentuk-bentuk tindak kejahatan yang ada di lingkungan perkereta apian , yaitu antara lain pencopetan, penjambretan, penodongan, pencurian, pencatutan karcis, penumpang gelap (tidak memunyai tiket), penumpang yang berada ditempat yang tidak dibenarkan serta orang-orang yang tidak berkepentingan di stasiun (emplasmen) yang bermaksud untuk melakukan perbuatan kriminal.

Seperti di stasiun kereta api Tanjung Karang, pernah terjadi pencurian barang berupa tas terhadap salah satu penumpang di dalam kereta api dari arah tanjung karang menuju kota bumi, sebelum pelaku melarikan diri dari dalam kereta api, terlebih dahulu tertangkap oleh pihak Polisi khusus kereta api (Polsuska) dan di amankan sampai di stasiun selanjutnya. Setelah sampai di stasiun kota bumi pelaku dibawa oleh Polsuska untuk dilakukan penindakan selanjutnya sebelum


(9)

dibawa atau di serahakan kepada pihak kepolisian. Untuk itulah peran Polsuska dibutuhkan dalam penegakan hukum dilingkungan perkeretaapian. Dalam hal ini Polsuska itu sendiri dalam menjalankan perannya memiliki tugas tersendiri, berdasarkan UU NO. 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian :

1. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu di bidang perkeretaapian dapat diberi kewenangan khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini.

2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berwenang untuk:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan, pengaduan, atau keterangan tentang terjadinya tindak pidana di bidang perkeretaapian;

b. memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana di bidang perkeretaapian;

c. melakukan penggeledahan, penyegelan, dan/atau penyitaan alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang perkeretaapian;

d. melakukan pemeriksaan tempat terjadinya tindak pidana dan tempat lain yang diduga terdapat barang bukti tindak pidana di bidang perkeretaapian;


(10)

e. melakukan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang perkeretaapian; f. meminta keterangan dan barang bukti dari orang dan/atau badan hukum

atas terjadinya tindak pidana di bidang perkeretaapian;

g. mendatangkan ahli yang diperlukan untuk penyidikan tindak pidana di bidang perkeretaapian;

h. membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan perkara tindak pidana di bidang perkeretaapian; dan

i. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti terjadinya tindak pidana di bidang perkeretaapian.

3. Pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tugas pokok yaitu :

1. Mengamankan hak Negara atas perkeretaapian

2. Menyelenggarakan keamanan, ketertiban, dan kenyamanan atas penumpang, barang dan instansi milik Negara

3. Mengusahakan agar setiap orang mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku di perkertaapian


(11)

1. Mencegah dan menanggulangi setiap bentuk pelanggaran dan tindak pidana yang mengganggu ketertiban dan keamanan di kereta api yang berjalan dan di stasiun (emplasme)

2. Menertibkan dan mengamankan perkeretaapian dengan tujuan

a. Menciptakan terselenggaranya fungsi perkeretaapian sebaik-baiknya b. Menciptakan dan memelihara ketertiban dan keamanan yang

menguntungkan bagi umum (public servis)

Guna mengungkapkan semua tindak pidana yang terjadi bagi seorang penyidik bukanlah merupakan suatu pekerjaan sangat indah, kesulitan ini terjadi karena peristiwa telah lampau yang akhirnya bagi saksi, baik saksi korban maupun saksi lainnya untuk menceritakan kembali apa yang terjadi saat itu, namun penyidikan tersebut memang sudah merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh penyidik maka pelaksanaan tersebut harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan perhatian khusus, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti salah tangkap dan sebagainya.

Berdasarkan Pasal 1 butir 2 KUHAP, penyidik pegawai negeri sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ditujukan selaku penyidik yang memunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing .

Selain pejabat Polisi Negara Republik Indonesia Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawab yang meliputi pembinaan di bidang perkeretaapian, dapat diberi wewenang khusus sebagai


(12)

penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perkeretaapian1. Sebagai langkah awal dari mekanisme sistem peradilan pidana, penyidikan merupakan salah satu tahap yang penting karena pada tahap inilah suatu keputusan akan dilanjutkan atau diberhentikan terhadap pemeriksaan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana

Hasil dari penyidikan inilah, kemudian menjadi dasar bagi tindak pidana selanjutnya dalam penanganan suatu tindak pidana. Tugas dari penyidikan pada dasarnya adalah untuk mencari keterangan dan barang bukti yang kemudian menyeleksi hingga akhirnya didapat alat-alat bukti yang sah guna dilakukannya penuntutan dan tindakan selanjutnya. Penyidikan tehadap suatu tindak pidana merupakan tugas yang tidak mudah dan memerlukan pemusatan pikiran, serta pengerahan tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Penyidikan dilaksanakan bukanlah berdasarkan dugaan-dugaan belaka, tetapi didasarkan pada suatu asas bahwa penyidikan bertujuan untuk membuat suatu perkara menjadi terang dan menghimpun bukti-bukti mengenai terjadinya suatu tindak pidana. Oleh karena itu sebelum suatu penyidikan dimulai dengan konsekuensi upaya paksa terlebih dahulu perlu ditentukan dengan cermat berdasarkan segala data dan fakta yang diperoleh dari hasil peyidikan bahwa suatu peristiwa yang semula diduga sebagai tindak pidana.

1


(13)

Penggunaan kereta api sangat mendambakan keamanan dan kenyamanan menggunakan kereta api baik keamanan dan ketertiban sebagaimana keamanan dan ketertiban masyarakat maupun keamanan perjalanan kereta api. Keamanan dan kenyamanan di stasiun dan di dalam kereta api. Problem sosial seperti tekanan ekonomi berakibat pada sulitnya masyarakat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang demikian masyarakat berprilaku nekad. Dilain pihak adanya upaya Polsuska dalam meminimalisirkan pelanggaran keamanan dan ketertiban tindak kriminal di dalam kereta api.

Bertolak dari uraian diatas dan latar belakang diatas maka penulis tertarik mengangkat permasalahan tersebut terutama untuk mengetahui bagaimana peranan Posuska dalam, melakukan penyidikan terhadap tindak pidana dibidang perkeretaapian berdasarkan latar belakang penulis membahasnya dengan mengambil judul Skripsi : “Peranan Kepolisian Khusus kereta Api Dalam

Penyidikan Tindak Pidana Yang Terjadi Di Dalam Kereta Api”

B. Permasalahan masalah dan Ruang Lingkup Penalitian 1. Permasalahan

Bedasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan dalam penulisan ini adalah :


(14)

1. Bagaimanakah koordinasi antara penyidik Polsuska dengan penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api ?

2. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penyidikan tindak pidana yang terjadi di kereta api?

2. Ruang lingkup

Ruang lingkup penelitian skripsi ini adalah tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api, penyidik Polsuska dan dan penyidik Polri dalam melakukan penyidikan tindak pidana, agar pembahasan masalah tersebut tidak terlalu luas, maka ruang lingkup permasalahan terbatas pada Polsuska PT. KAI Tanjung karang dan tindak pidana didalam kereta api contohnya pencurin, penjambretan, tindak pidana lainnya yang terjadi di dalam kereta api.


(15)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui koordinasi antara penyidik polsuska dengan penyidik polri dalam penyidikan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api

b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam penyidikan tindak pidana yang terjadi didalam kereta api

2. Kegunaan penulisan

Kegunaan penulisan ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis :

a. Secara teoritis, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak polsuska,khususnya polsuska tanjung karang dalam rangka meningkatkan peranannya dalam penyidikan tindak pidana dibidang perkeretaapian, diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi bagi penelitian pribadi serta bagi semua pihak yang berniat untuk mengkaji dan meneliti permasalahan dibidang kepolisian khusus, khususnya dalam penegak hukum di lingkungan perkeretaapian

b. Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat sebagai bahana masukan para pihak yang berkepentingan untuk menegakkan hukum


(16)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti2 Pelaksanaan penyidikan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 KUHAP terlihat pula adanya beberapa badan yang melakukan tugas kepolisian dalam rangka peradilan pidana. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 6 Ayat (1) yaitu penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang.

Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1982 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 6 ayat (1), penyidik adalah :

1). Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

2). Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang- undang

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasa 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai Undang-undang yang memunyai dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik lain yaitu pejabat Polisi Negara Republik Indonesia

Menurut G.R. Terry koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk

2


(17)

menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Sedangkan menurut E.F.L. Brech, koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri

Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum terdiri dari3 : a. faktor hukum/ Undang-undang

b. faktor aparat penegak hukum c. faktor sarana/ Fasilitas d. faktor masyarakat e. faktor budaya

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara hubungan antara konsep-konsep khusus merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah yang akan dieliti4

a. Koordinasi adalah suatu mekanisme hubungan dan kerja sama antara suatu organisasi lainnya dalam rangka penyelenggaraan kegiatan atau aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu. Koordinasi dan kerja sama.5 Koordinasi dan kerja sama dalam penyelenggaraan pemerintah dan penegakan hukum

3

Soerjono soekanto. Op, Cit. Hlm 4

4

Soerjono soekanto. Op, Cit. hlm 132

5

Inu kencana. 2001. Sistem Pemerintahan Indonesia. Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam negri. jatinangor. Bandung. Hlm 22


(18)

di daerah merupakan usaha mengadakan kerja sama yang erat dan efektif antara dinas-dinas sipil di daerah dengan aparat hukum

b. Polsuska adalah karyawan PT.KAI yang ditujukan oleh prusahaan untuk mengikuti pendidikan polsuska yang khusus mempelajari undang-undang perkeretaapian, hukum pidana, laporan polisi, berita acara, dasar-dasar reserse, bela diri dan persenjataan6

c. Penyidik adalah pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang enyidikan adalah melakukan penyidikan 7

d. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal serta cara yang diatur oleh undang-undang guna mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang dengan ada guna menemukan tersangkanya8

e. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang atau di ancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut9

f. Perkeretaapian adalah segala seuatu yang berkaitan dengan sarana, prasarana, dan fasilitas penunjang kereta api yang disusun dalam suatu sistem10

g. Koordinasi adalah peraturan dan pelaksanaan pimpinan dalam suatu organisai atau lembaga agar bagian-bagiannya tertata dan berfungsi dengan

6

Kamus besar Bahasa Indonesia

7

Pasal 1 butir 1 KUHAP

8

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

9

Moeljatno. Asas hukum pidana. Bumi aksara. Jakarta 1993 hlm 54

10


(19)

baiksebagaimana yang diinginkan sehingga dapat tersusun menjadi satu kebulatan yang ter integrasidengan cara seefesien mungkin11

E. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan pembaca dalam memahami ini, maka penulisan menyusun dengan sitematis sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka konsepsional dan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Sebagai dasar teori dalam literatur, maka bab ini diuraikan penjelasan mengenai masalah yang akan di bahas yang terdiri dari pengertian penyelidikan dan penyidikan, pelaksanaan tugas penyidikan dan penyelidikan, pelaksanaan tugas penyidik, hubungan kordinasi dalam pelaksanaan penyidikan berdasarkan KUHAP.

III. METODE PENELITIAN

11

Sunarto, perananan polisi dalam mengantisifi kejahatan yang dilakukan pelajar,Universitas Indonesia, 1992 hlm 67


(20)

Merupakan bab yang menjelaskan metode yang dipakai guna memperoleh data yang akurat. Adapun metode yang diguanakan terdiri dari pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur dan pengolahan data analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang hasil pembahasan berdasarka hasil penelitian terhadap permasalan dalam penelitian ini yaitu meliputin peran polisi khusus kereta api dalam penyidkan tindak pidana di bidang perkeretaapian dan peran polsuska dalam penyidikan tindak pidana dibidang perkeretaapia

V. PENUTUP

Pada bab ini memberika kesimpulan dan saran yang berhubungan dengan `permasalahan yaitu peranan polisi khusus kereta api dalam penyidikan tindak pidana dibidang perkeretaapian serta berisikan saran-saran penulisan mengenai apa yang harus ditingkatkan dari pengembangan teori yang berkaitan dengan permasalahan dan pembahasan.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyelidikan dan Penyidikan

Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang di atur dalam Undang-undang.1

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut yang diatur dalam Undang-undang ini.2

Fungsi penyidik dilakukan sebelum dilakukan penyelidikan hanya bertugas untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang sesungguhnya telah terjadi dan bertugas mambuat berita acara serta laporannya nantinya merupakan dasar permulaan penyidikan.

1

M. Husein harun. Penyidik dan penuntut dalam proses pidana. PT rineka cipta. Jakarta. 1991 hlm 56

2


(22)

Penyelidikan dilakukan berdasarkan :

a. Informasi atau laporan yang diterima maupun diketahui langsung oleh penyelidik/penyidik

b. Laporan polisi

c. Berita Acara pemeriksaan di TKP

d. Berita Acara pemeriksaan tersangka dan atau saksi3

Proses penyidikan tindak pidana penyelidikan dilakukan untuk :

a. Mencari keterangan-keterangan dan bukti guna menentukan suatu peristiwa yang di laporkan atau diadukan, apakah merupakan tindak pidana atau bukan. b. Melengkapi keterangan dan bukti-bukti yang telah di proses agar menjadi

jelas sebelum dilakukan penindakan selanjutnya

c. Persiapan pelaksanaan penindakan dan atau pemeriksaan.

Penyelidikan bukanlah fungsi yang berdiri sendiri melainkan hanya merupakan salah satu metode atau sub dari fungsi penyidikan.4

Pengertian penyidikan

Istilah penyidikan dipakai sebagai istilah hukum pada Tahun 1961, yaitu sejak dimuatnya dalam Undang-Undang pokok kepolisian No. 13 Tahun 1961. Sebelumnya dipakai istilah pengusutan yang merupakan terjemah dari bahasa Belanda, yaitu opsporin.

3

M. Husein harun. Op,Cit hlm 57

4


(23)

Pasal 1 butir 2 (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) KUHAP diuraikan bahwa :

“penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang, mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangkanya” Berbicara mengenai penyidikan tidak lain dari

membicarakan masalah pengusutan kejahatan atau pelanggaran, orang Inggris

lazim menyebutnya dengan istilah ”criminal investigation"

Tujuan penyidikan adalah untuk menunjuk siapa yang telah melakukan kejahatan dan memberikan pembuktian-pembuktian mengenai masalah yang telah dilakukannya. Untuk mencapai maksud tersebut maka penyidik akan menghimpun keterangan dengan fakta atau peristiwa-peristiwa tertentu5. Penyidikan yang diatur dalam undang-undang, ini dapat dilaksanakan setelah diketahui bahwa suatu peristiwa telah terjadi tindak pidana dimana dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP berbunyi bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dimulai sesudah terjadinya tindak pidana untuk mendapatkan keterangan-keterangan tentang :

a. Tindak pidana apa yang telah dilakukan b. Kapan tindak pidana itu dilakukan c. Dimana tindak pidana itu dilakukan d. Dengan apa tindak pidana itu dilakukan e. Bagaimana tindak pidana itu dilakukan f. Mengapa tindak pidana itu dilakukan g. Siapa pembuatnya

5


(24)

Proses penyidikan tindak pidana, bahwa penyidikan meliputi : a. Penyelidikan

b. Penindakan 1). Pemanggilan 2). Penangkapan 3). Penahanan 4). Penggeledahan 5). Penyitaan c. Pemeriksaan

1). Saksi 2). Ahli 3). tersangka

d. Penyelesaian dan penyerahan berkas perkara 1). Pembuatan resume

2) penyusuna berkas perkara 3) penyerahan berkas perkara6

Kegiatan Penyidikan :

a. Penyidikan berdasarkan informasi atau laporan yang diterima maupun yang di ketahui langsung oleh penyidik, laporan polisi, berita acara pemeriksaan tersangka, dan berita acara pemeriksaan saksi.

b. Penindakan adalah setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu terhadap orang maupun barang yang ada

6


(25)

hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi. Penindakan hukum tersebut berupa pemanggilan tersangka dan saksi, penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.

c. Pemeriksaan adalah merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau barang bukti ataupun unsur-unsur tindak pidana yang terjadi sehingga kedudukan dan peranan seseorang maupun barang bukti didalam tindak pidana menjadi jelas dan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan . yang berwenang melakukan pemeriksaan adalah penyidik dan penyidik pembantu

d. Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara, merupakan kegiatan akhir dari proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu7

Dalam melaksanakan fungsi tersebut harus memperhatikan asas-asas yang menyangkut hak-hak manusia, antara lain :

a. Asas praduga tak bersalah yaitu setiap orang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau diadili sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahan berdasarkan keputusan hakim yang mempunyai kekuasaan hukum yang tetap

b. Peranan dimuka hukum yaitu perlakuan yang sama atas setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan perbedaan.

7


(26)

c. Hak memberi bantuan atau penasihat hukum yaitu setiap orang yang tersangkut perkara tindak pidana wajib diberikan kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya, sejak saat dilakukan penangkapan dan penahanan sebelum dimulainya pemeriksaan kepada tersangka wajib diberitahukan tentang apa yang disangkakan kepadanya dan haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau perkara itu wajib didampingi penasihat hukum.

d. Peradilan harus dilakukan dengan cepat, sederhana, terbuka, jujur, dan tidak memihak.

e. Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang dan hanya dalam cara ditentukan oleh Undang-undang. f. Tersangka yang telah ditangkap berhak untuk mendapatkan pemeriksaan

dengan memberikan keterangan secara bebas dan selanjutnya untuk segera diajukan ke penuntut umum

g. Seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili disidang pengadilan tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orangnya atau hukumnya dan wajib diberi ganti kerugian atau rehabilitasi8.

8


(27)

B. Pelaksanaan Tugas Penyelidikan dan Penyidikan

Penyidik Polri

Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1982 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 6 ayat (1), penyidik adalah :

1. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia

2. Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu yang diberi kewenangan khusus oleh undang-undang

Setelah diketahui bahwa suatu peristiwa yang terjadi diduga adalah merupakan tindakan pidana, segera dilakukan penyidikan melalui kegiatan-kegiatan penyelidikan, penindakan, pemeriksaan serta penyelesaian dan penyerahan berkas perkara.9

Penyidikan yang dilakukan untuk :

1. Penyelidikan, yang dilakukan untuk :

a. Mencari keterangan-keterangan guna menentukan suatu peristiwa yang dilaporkan atau diadukan, merupakan tindak pidana atau bukan.

b. Melengkapi keterangan yang telah diperoleh agar menjadi jelas sebelum dilakukan penindakan

c. Persiapan pelaksanaan penindakan.

9


(28)

2. Penindakan adalah, setiap penindakan hukum yang dilakukan terhadap orang maupun benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi. Tindakan hukum tersebut antara lain berupa: pemanggilan tersangka dan saksi, penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan 10.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 KUHAP terlihat pula adanya beberapa badan yang melakukan tugas kepolisian dalam rangka peradilan pidana. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 6 (1) yaitu penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang.

Menurut Undang-undang No. 8 tahun 1982 kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 6 Ayat (1), penyidik adalah :

1) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang

Dalam hal ini penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf b memmunyai wewenang sesuai Undang-Undang yang memunyai dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik lain yaitu pejabat Polisi Negara Republik Indonesia

10


(29)

Bedasarkan Pasal 2 PP No. 27 tahun 1983 pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menentukan syarat kepangkatan dan pengangkatan penyidik yaitu :

1) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat pembantu Brigadir Dua Polisi

2) Pejabat Pegawai Negeri sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat pengatur muda tingkat I (golongan II/b) atau yang disamakan dengan itu. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf b KUHAP, diangkat oleh menteri atas usul dari departemen yang membawahi pegawai negri sipil tersebut, menteri sebelum melakukan pengangkatan terlebih dahulu mendengarkan pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

C. Tugas dan Wewenang Penyidik

Tugas penyidik adalah melaksanakan penyidikan, yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari dan mengumpulkan barang bukti yang dengan bukti tersebut membuat terang tindak pidana terjadi dan guna menentukan tersangkanya.11

Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik

11


(30)

pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Serta melaksanakan tugasnya penyidik tersebut wajib menjunjung tinggi hukum yang telah ditetapkan dimana dalam hal ini terkutip didalam Pasal 7 Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Di samping itu penyidik juga mempunyai tugas :

1). Membuat berita acara tentang hasil pelaksanaan tindakannya

2). Menyerahkan berkas-berkas perkara kepada Penuntut Umun atau Jaksa; penyidik dari Pegawai Negeri Sipil menyerahkannya dengan melalui penyidik dari pejabat kepolisian negara. 12

Menurut Pasal 7 KUHAP, seorang penyidik mempunyai wewenang :

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.

2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.

3. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri. 4. Melakukan penangkapan, penahanan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan.

5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. 6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagi tersangka atau saksi. 8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara.

9. Mengadakan penghentikan penyidikan.

12


(31)

10.Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 tahun 1992 tentang perkeretaapian Pasal 36 Ayat (2) menyebutkan bahwa penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang untuk :

1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan, pengaduan atau keterangan tentang adanya tindak pidana.

2. Memanggil dan memeriksa saksi atau tersangka.

3. Melakukan penggeledahan, penyegelan, danatau penyitaan alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana

4. Melakukan pemeriksaan tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana.

5. Meminta keterangan kpeada saksi-saksi dan mengumpulkan barang bukti dari orang dan badan hukum sehubungan dengan tindak pidana.

6. Membuat dan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan

7. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib mengadakan penyidikan dan menyampaikan atau memberitahukan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik Polri sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP kemudian penyidik membuat berita acara yang dibuat untuk setiap tindakan tentang :

1. Pemeriksaan tersangka 2. Pemasukan rumah


(32)

3. Penyitaan benda 4. Pemeriksaan surat 5. Pemeriksaan saksi

6. Pemeriksaan di tempat kejadian dan mengirimkan kepada penyidik polri setempat

D. Hubungan Koordinasi dalam Pelaksanaan Penyidik Berdasarkan KUHAP

Proses penyidikan tindak pidana koordinasi adalah suatu hubungan kerja antara penyidik Polri dengan penyidik Pegawai Negeri sipil (disingkat penyidik PNS) dalam rangka pelaksanaan penyidik tindak pidana yang menyangkut bidang tertentu atas dasar hubungan funsional dengan mengindahkan hierarki masing-masing13. Koordinasi adalah peraturan dan pelaksanaan pimpinan dalam suatu organisai atau lembaga agar bagian-bagiannya tertata dan berfungsi dengan baiksebagaimana yang diinginkan sehingga dapat tersusun menjadi satu kebulatan yang ter integrasidengan cara seefesien mungkin14

Koordinasi ditunjukan antara lain : 1. Pencegahan konflik dan kontradiksi. 2. Pencegahan persaingan yang tidak sehat 3. Oencegahan pemborosan.

4. Pencegah kekosongan ruang dan waktu

13

Himpunan bujuklak,bujuklap,bujukmin, Op, Cit. Hlm 91

14

Sunarto, perananan polisi dalam mengantisifi kejahatan yang dilakukan pelajar,Universitas Indonesia, 1992 hlm 67


(33)

5. Pencegah terjadinya perbedaan pendekatan dan pelaksanaan

Kordinasi di perlukan tidak hanya sebagai alat untuk menyusun dan menetapkan rencana dan tindakan apa yang harus dijalankan dan bagaimana cara menjalankannya. Dalam rangka koordinasi dan pengawasan. Penyidik polri meminta laporan dan menjadi kewajiban penyidik PNS yang melakukan penyidikan suatu perkara pidana yang terjadi untuk memberikan laporan kepada penyidik Polri. Laporan penyidik PNS tersebut kepada penyidik polri harus disertai dengan Berita Acara Pemeriksaan. Dalam hal ini tindak pidana telah selesai disidik oleh penyidik PNS kemudian segera menyerahkan hasil pentidikan (laporan + berkas) termasuk laporan tentang Berkas Perkara yang tidak diserahkan kepada penuntut umum.

Pasal 107 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum (KUHAP), diuraikan sebagai berikut:

“dalam hal ini tindak pidana telah disidik oleh penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, ia segera menyerahkan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum

melalui penyidik”

Pejabat penyidik Polri diminta atau tidak diminta berdasarkan tanggung jawabnya wajib memberikan bantuan penyidikan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil, untuk itu PPNS sejak awal wajib memberitahukan penyidikan itu kepada penyidik Polri. PPNS dalam melakukan penyidikan suatu perkara pidana juga wajib melaporkan kepada penyidik Polri, hal ini diperluksn dalam rangka koordinasi


(34)

dan pengawasan. Laporan dari penyidik pegawai negeri sipil kepada pnyidik Polri disertai dengan Berita Acara Pemeriksaan yang dikirim kepada Penuntut umum Persyaratan Penyidik polri yang ditujukan untuk mengadakan hubungan kerja dengan penyidik Pegawai Negeri Sipil yaitu :

a. Pejabat yang berwenang mengadakan hubungan kerja dengan PPNS dalam rangka pelaksanaan, koordinasi, pengawasan dan pemberian petunjuk bantuan penyidikan adalah penyidik Polri yang ditunjuk oleh atasannya.

b. Penyidik polri ditunjuk sekurang-kurangnya mempunyai jenjang jabatan yang setingkat dengan PPNS

c. Mempunyai kemampuan yang cukup tentang hukum pidana, Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya khususnya undang-undang yang menjadi dasar hukum PPNS, serta pengetahuan dan kemampuan teknis kepolisian khususnya teknis penyelidikan tindak pidana

Bagi penyidik Pegawai Negeri Sipil sedapat mungkin menyesuaikan dengan persyaratan penyidik polri. Adapun bentuk atau pola koordinasi, pengawasan, pemberian, petunjuk dan bantuan penyidik dari penyidik Polri kepada penyidik PNS terdiri dari :

a. Koordinasi

1. Mengatur dan menuangkan lebih lanjut dalam keputusan atau instruksibersama, atau

2. Mengadakan rapat-rapat berkala atau waktu-waktu tertentu yang dipandang perlu


(35)

3. Menunjuk seseorang atau lebih pejabat dari masing-masing yang dianggap mampu sebagai penghubung (Liason)

4. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan dengan penekanan dibidang penyidikan

b. Pengawasan

Pengawasan penyidik polri terhadap penyidikan tindak pidana tertentu oleh penyidik PNS dilaksanakan sesuai dengan wewenang pengawasanyang diatur oleh KUHAP

c. Pemberian petunjuk

1. Taktik dan tehnik penyelidikan 2. Taktik dan tehnik penindakan 3. Taktik dan tehnik pemeriksaan

4. Penyelesaian dan penyerahan perkara dalam rangka pelaksanaan penyidikan

E. Faktor-Fakor yang Berpengaruh Terhadap Penegak Hukum Pidana Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap atau sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan, mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Pokok penegakan hukum sebenanya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut.


(36)

Faktor –faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Faktor Perundang-undangan (substansi hukum) 2. Faktor penegak hukum

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum 4. Faktor masyarakat

5. Faktor kebudayaan,

Kelima faktor tersebut saling berkaitan eratnya, oleh karna merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektifitas penegakan hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut akan sibahas lebih lanjut dengan mengetengahkan contoh-contoh yang diambil dari kehidupan masyarakat Indonesia yaitu:

1. Penegak hukum

Merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesui dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapat pengertian dari golongan sasaran, disamping mampu menjalankan atau membawakan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Ada beberapa halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan yang seharusnya dari golongan sasran atau penegak hukum, halangan-halangan tersebut, adalah :

a. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi


(37)

c. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan sehingga sulit sekali untuk membuat proyeksi

2. Faktor sarana atau fasilitas

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan trampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya.

Sarana atau fasilitas mempunyai peran yang sangat penting dalam penegakan hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana dan fasilitas tersebut, tindak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Khususnya untuk sarana atau fasilitas tersebut, sebaiknya dianut jalan pikiran, sebagai berikut :

a. Yang tidak ada-diadakan yang bertul

b. Yang rusak atau salah-diperbaiki atau dibetulkan c. Yang kurang-ditambah

d. Yang macet-dilancarkan

3. Faktor masyarakat dan kebudayaan

Penegak hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. Oleh karna itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Masyarakat Indonesia mempunyai kecendrungan yang besar untuk mengartikan hukum dan


(38)

bahkan mengedentifikasinya dengan petugas ( dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi). Salah satu akibatnya adalah, bahwa baik buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola prilaku penegak hukum tersebut.


(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini digunakan pendekatan secara yurdis normatif dan pendekatan-pendetakan yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari perundang-undangan, teori teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.

Pendekatan secara yuridis empiris adalah pendekatan yang dilaukan dengan cara melakukan penenlitian di lapangan, guna dapat mendapatkan data-data kongkrit yang terjadi didalam masyarakat dan berkaitan dengan tindakan pidana didalam kereta api.

B. Sumber dan Jenis Data

Sesuai dengan hal yang akan diteliti dan pendekatan masalah yang digunakan, maka pada prinsipnya penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu :


(40)

1. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian lapangan dengan penyidik dari Polsuska dan penyidik dari Polri

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mencatat bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Data skunder ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan tersier. a. Bahan hukum primer yaitu bahan –bahan hukum yang mengikat meliputi :

1). KUHAP

2).UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Repulik Indonesia

3). UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian bab XVI Pasal 186 tentang penyidikan polsuska

b. Bahan hukum skunder yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, yang berupa literatur-literatur ilmu pengetahuan huum dan konsep-konsep yang ada hubungannya dengan penulisan skripsi ini serta PP No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder yang terdiri dari kamus.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari unit analisis data, yang merupakan unit satuan yang diteliti. Dalam penulisan skripsi ini yang dijadikan populasi


(41)

penelitian adalah penyidik Polsuska dan penyidk Polri dalam tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api.

Sampel adalah bagian dari populasi atau yang mewakili populasi secara representatif. Dalam penentuan sample metode yang digunakan yaitu pengambilan sampel berdasarkan atas pertimbangan efesiensi yang mengarah pada sentralisasi permasalahn. Pemilihan responden disesuaikan dengan maksud dan tujuan yang hendak dicapai dan telah dianggap mewakili populasi terhadap masalah yang ada

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur pengumpulan data

Dalam pengumpulan data, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut a. Data primer

Data primer dari keterangan para responden yang dilakukan melalui observasi, wawancara. Dimana materi yang ditanyakan sudah dipersiapkan terlebih dahulu oleh peneliti

b. Data sekunder

Untuk mendapatkan data skunder, dilakukannya serangkaian kegiatan studi kepustakaan.

Dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip hal-hal yang berhubungan engan materi penulisan, baik yang berasal dari literatur maupun dari media cetak lainnya.


(42)

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data yang dikehendaki terkumpul, baik dari studi kepustakaan maupun studi lapangan, maka data diproses melalui pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing, yaitu data yang diperoleh, diperiksa, dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, kerjasama, dan kebenarannya sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan

b. Klasifikasi, yaitu kegian penemptan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk di analisis lebih lanjut

c. Sistematisasi, data adalah penyusun data secara sistematis yaitu sesuai dengan pokok bahasan sehigga memudahkan analisis data

E. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan data yang dihasilkan dari penelitian dilapangan kedalaman bentuk penjelasan secara sistematis yang menguraikan bagaimana proses penyidikan tindak pidana didalam kereta api yang dilakukan oleh pihak Polsuska. Untuk metode kualitatif ini penulis menarik kesimpulan dari dedukatif terdapat gejala-gejala dam pada akhirnya analisis kualitatif ini memberi kesimpilan sebagai jawaban dari masalah yang diteliti. Sedangkan bentuk dari analisa ini adalah deskripsi analisa, yang mengungkapkan latar belakang tindak pidana di


(43)

dalam kereta api secara ilmiah. Hasil analisis ini kemudian dilanjutkan dengan mengambil kesimpulan secara inkduktif, meneliti dari data fakta khusus untuk kemudian diambil dari kesimpulan-kesimpulan umum.


(44)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Koordinasi antara penyidik Polsuska dan penyidik Polri dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api kurang berjalan secara efesien. Untuk itu perlu diwujudkan adanya keseragaman, keselarasan dan keserasian sehingga tercipta kepastian hukum dan kelancaran pelaksanaan hubungan kerja masing-masing. Wujud dari koordinadi tersebut berupa :

a. Mengatur dan menuangkan lebih lanjut dalam keputusan dan instruksi bersama

b. Mengadakan rapat-rapat berkala atau waktu-waktu tertentu yang dipandang perlu

c. Menunjuk seseorang atau lebih pejabat dari masing-masing departemen atau instansi yang secara fungsional dianggap mampu sebagai penghubung (liasion officer)

d. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan dengan penekanan bidang penyidikan.


(45)

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat koordinasi penyidik Polsuska dan penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api adalah sebagai berikut :

a. Faktor aparat penegak hukum, penyidik yaitu kurang profesionalnya aparat penyidik Polsuska dalam penyididkan yang disebabkan terbatasnya pebngetahuan dan pengalaman sehingga mengakibatkan kesalahan dalam memilih tindakan sehingga mengakibatkan tidak dapat berjalan secara optimal dan efektifnya fungsi dari penyidik polsuska dibidang perkeretaapian.

b. Faktor Sarana dan Prasarana, yaitu kurang memadai sarana dan prasarana, sering menghambat dalam pelaksanaan penegakan hukum, dengan demikian eksistensi dan peran penyidik Polsuska dalam penyidikan tindak pidana di dalam kereta api tidak dapat dilaksanakan secara optimal dan efektif, karna dalam melaksanakan peranannya penyidik Polsuska juga memerlukan sarana dan prasarana berupa perlengkapan oprasional, kantor sendiri dan sebagainya c. Faktor Masyarakat, yaitu masih adanya ketakutan atau keenganan masyarakat

untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum terhadappelaku tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api

d. Faktor Budaya, yaitu adanaya budaya indifidualisme dalam kehidupan masyarakat perkotaan, sehingga mereka bersikap acuh tak acuh dan tidak memperdulikan bahaya dari tindakpidana yang terjadi di dalam kereta api


(46)

B. Saran

Saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hendaknya dioptimalkan kerjasama dan koordinasi antara penyidik Polsuska dan penyidik Polri dengan lintas sektoral terkait dalam pengawasan dan pencegahan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api

2. Perlunya peningkatan kembali kemampuan, pengetahuan dan keterampilan dalam teknis penyidikan oleh polsuska dibidang perkeretaapian, baik dalam hal peraturan perundang-undangan maupun teknis penyidikannya juha tersedianya sarana dan prasarana untuk melaksanakan tugas dan peranannya baik mobilitas maupun perlengkapan oprasional lainnya.


(47)

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press, Jakarta. Soesilo, R. 1996. Kitab Undang-Undang Acara Pidana, Politea, Bogor. Sudarto, 1986. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni, Bandung.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

Hamzah, Andi. 2003. KUHP & KUHAP. Rineka Cipta, Jakarta Kartono, Kartini 1981. Patologi Sosial I, Rajawali Pers, Jakarta.

Moeljatno, 2000. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Universitas Lampung, 1999. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Unila, Lampung. Undang-undang nomor 23 Tahun 2007, tentang Perkereta Apian

Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana siteresources.worldbank.org

http://id.m.wikipedia.com http://ullils.blogspot.com


(1)

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data yang dikehendaki terkumpul, baik dari studi kepustakaan maupun studi lapangan, maka data diproses melalui pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing, yaitu data yang diperoleh, diperiksa, dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, kerjasama, dan kebenarannya sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan

b. Klasifikasi, yaitu kegian penemptan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk di analisis lebih lanjut

c. Sistematisasi, data adalah penyusun data secara sistematis yaitu sesuai dengan pokok bahasan sehigga memudahkan analisis data

E. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan data yang dihasilkan dari penelitian dilapangan kedalaman bentuk penjelasan secara sistematis yang menguraikan bagaimana proses penyidikan tindak pidana didalam kereta api yang dilakukan oleh pihak Polsuska.

Untuk metode kualitatif ini penulis menarik kesimpulan dari dedukatif terdapat gejala-gejala dam pada akhirnya analisis kualitatif ini memberi kesimpilan sebagai jawaban dari masalah yang diteliti. Sedangkan bentuk dari analisa ini adalah deskripsi analisa, yang mengungkapkan latar belakang tindak pidana di


(2)

36

dalam kereta api secara ilmiah. Hasil analisis ini kemudian dilanjutkan dengan mengambil kesimpulan secara inkduktif, meneliti dari data fakta khusus untuk kemudian diambil dari kesimpulan-kesimpulan umum.


(3)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Koordinasi antara penyidik Polsuska dan penyidik Polri dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api kurang berjalan secara efesien. Untuk itu perlu diwujudkan adanya keseragaman, keselarasan dan keserasian sehingga tercipta kepastian hukum dan kelancaran pelaksanaan hubungan kerja masing-masing. Wujud dari koordinadi tersebut berupa :

a. Mengatur dan menuangkan lebih lanjut dalam keputusan dan instruksi bersama

b. Mengadakan rapat-rapat berkala atau waktu-waktu tertentu yang dipandang perlu

c. Menunjuk seseorang atau lebih pejabat dari masing-masing departemen atau instansi yang secara fungsional dianggap mampu sebagai penghubung (liasion officer)

d. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan dengan penekanan bidang penyidikan.


(4)

53

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat koordinasi penyidik Polsuska dan penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api adalah sebagai berikut :

a. Faktor aparat penegak hukum, penyidik yaitu kurang profesionalnya aparat penyidik Polsuska dalam penyididkan yang disebabkan terbatasnya pebngetahuan dan pengalaman sehingga mengakibatkan kesalahan dalam memilih tindakan sehingga mengakibatkan tidak dapat berjalan secara optimal dan efektifnya fungsi dari penyidik polsuska dibidang perkeretaapian.

b. Faktor Sarana dan Prasarana, yaitu kurang memadai sarana dan prasarana, sering menghambat dalam pelaksanaan penegakan hukum, dengan demikian eksistensi dan peran penyidik Polsuska dalam penyidikan tindak pidana di dalam kereta api tidak dapat dilaksanakan secara optimal dan efektif, karna dalam melaksanakan peranannya penyidik Polsuska juga memerlukan sarana dan prasarana berupa perlengkapan oprasional, kantor sendiri dan sebagainya c. Faktor Masyarakat, yaitu masih adanya ketakutan atau keenganan masyarakat

untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum terhadappelaku tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api

d. Faktor Budaya, yaitu adanaya budaya indifidualisme dalam kehidupan masyarakat perkotaan, sehingga mereka bersikap acuh tak acuh dan tidak memperdulikan bahaya dari tindakpidana yang terjadi di dalam kereta api


(5)

B. Saran

Saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hendaknya dioptimalkan kerjasama dan koordinasi antara penyidik Polsuska dan penyidik Polri dengan lintas sektoral terkait dalam pengawasan dan pencegahan tindak pidana yang terjadi di dalam kereta api

2. Perlunya peningkatan kembali kemampuan, pengetahuan dan keterampilan dalam teknis penyidikan oleh polsuska dibidang perkeretaapian, baik dalam hal peraturan perundang-undangan maupun teknis penyidikannya juha tersedianya sarana dan prasarana untuk melaksanakan tugas dan peranannya baik mobilitas maupun perlengkapan oprasional lainnya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press, Jakarta. Soesilo, R. 1996. Kitab Undang-Undang Acara Pidana, Politea, Bogor. Sudarto, 1986. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni, Bandung.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

Hamzah, Andi. 2003. KUHP & KUHAP. Rineka Cipta, Jakarta Kartono, Kartini 1981. Patologi Sosial I, Rajawali Pers, Jakarta.

Moeljatno, 2000. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Universitas Lampung, 1999. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Unila, Lampung. Undang-undang nomor 23 Tahun 2007, tentang Perkereta Apian

Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana siteresources.worldbank.org

http://id.m.wikipedia.com http://ullils.blogspot.com