xliii
BAB II ASAS
SIYÂSAH SYAR’IYYAH DALAM ISLAM
A. Pengertian Siyâsah Syar’iyyah
Kata Siyâsah atau siyasiyah yang merupakan bentuk masdar atau kata benda abstrak dari kata sâsa,
س س –
س و ي –
س يس memiliki banyak makna
yaitu mengemudi, mengendalikan, pengendali, cara pengendalian.70 Sâsa juga berarti mengatur, mengurus dan memerintah atau perintahan, politik dan
pembuatan kebijakan.71 Siyâsah berarti juga pemerintahan dan politik atau membuat kebijaksanaan politic dan policy. Selain itu, Siyâsah juga dapat
diartikan administrasi dan manajemen.72 Secara termonologi, Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan bahwa Siyâsah
adalah “pengaturan perundangan yang diciptakan untuk memelihara ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur keadaan. Sementara Loui
s Ma’luf memberikan batasan bahwa Siyâsah
adalah “membuat maslahat manusia dengan membimbing mereka ke jalan keselamatan. Sedangkan Ibn Manzhur mendefenisikan Siyâsah
sebagai “ mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara yang mengantarkan manusia kepada kemaslahatan.73 Sedangkan di dalam Al-Munjid di sebutkan,
siyâsah adalah membuat kemaslahatan manusia dengan membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan. Dan Siyâsah adalah ilmu pemerintahan untuk
mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri, serta kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan atas dasar keadilan dan istiqomah.74
Abdurahman Taj yang merumuskan Siyâsah Syar’iyyah sebagai hukum-
hukum yang mengatur kepentingan negara, mengorganisasikan permasalahan
70 M. Quraish Shihab, Wawasan al- Qur’an, Bandung: Mizan, 1996, h. 417
71 Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, Beirut: Dar al- Shadr, 1968, juz’6, h. 108 dan lihat juga
buku Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, h. 3.
72 Ridwan, Fiqh Politik Gagasan Harapan Dan Kenyataan, Yogyakarta: FH UII Press, 2007, h. 74.
73 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, h. 4. 74 Suyuthi Pulungan. Fiqh Siyasah, Jakarta: raja Grafindo Persada. 1994, h. 22-23.
xliv umat sesuai dengan jiwa semangat syari’at dan dasar-dasarnya yang universal
demi terciptanya tujuan-tujuan kemasyarakatan. Walaupun pengaturan tersebut tidak ditegaskan baik oleh Al-
Qur’an maupun al-Sunnah. Dari beberapa arti di atas, maka tidak keliru jika dikatakan bahwa siyâsah
berarti penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan. Karena dalam penyelenggaraan negara itu sudah pasti ada unsur mengendalikan, mengatur,
memerintah, mengurus, mengelolah, melaksanakan administrasi, dan membuat kebijaksanaan dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat.75 Siyâsah
yang didasarkan pada Al- Qur’an dan Hadis Nabi dikenal dengan istilah Siyâsah
Syar’iyyah, yakni Siyâsah yang dihasilkan oleh pemikiran manusia yang berdasarkan etika, agama, dan moral dengan memperhatikan prinsip-prinsip
umum syari ’at dalam mengatur hidup manusia bermasyarakat dan bernegara.
Siyâsah Syar’iyyah disebut juga politik ketatanegaraan yang bersifat syar’i.76 Dengan menganalisis defenisi-defenisi yang dikemukakan para ahli di atas
dapat ditemukan hakikat Siyâsah Syar’iyyah, yaitu:
1. Bahwa Siyâsah Syar’iyyah berhubungan dengan pengurus dan
pengaturan kehidupan manusia; 2.
Bahwa pengurusan dan pengaturan ini dilakukan oleh pemegang kekuasaan ulu al-amri;
3. Bahwa tujuan pengaturan tersebut adalah untuk menciptakan
kemaslahatan dan menolak kemudaratan jalb al-masalih wa daf’ al
masalih wa daf’ al-mafasid ; 4.
Bahwa pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan ruh atau semangat syari’at Islam yang universal.77
Siyâsah Syar’iyyah sebagai sesuatu yang berasal dari hasil pemikiran dan penafsiran ulama ini atau sebagai salah satu cabang ilmu lainnya yakni memiliki
sifat relatif dan memungkinkan adanya perbedaan implementasi pada waktu dan tempat yang berbeda. Menganggab bahwa umat Islam harus menerapkan format,
model, sistem politik sebagaimana yang dipraktikkan Nabi Muhammad di
75 Ridwan, Fiqh Politik, h. 75. 76 Ibid, h. 76.
77 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, h. 6.
xlv Madinah atau khulafau rasyidun tanpa memberikan ruang sedikit pun untuk
berbeda format, model, dan sistem adalah anggapan yang tidak sejalan hukum dinamika sosial atau tidak sesuai dengan sifat elastisitas ajaran instrumental
Islam.78
B. Kedudukan Siyâsah Syar’iyyah