Pemberkatan Perkawinan Batak Toba: Kajian Pragmatik

(1)

SKRIPSI SARJANA

PEMBERKATAN PERKAWINAN BATAK TOBA: KAJIAN

PRAGMATIK

DIKERJAKAN

O

L

E

H

NAMA

: VOLLENTIEN IRENE AC

NIM

: 040703006

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

JURUSAN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK

MEDAN


(2)

SKRIPSI SARJANA

PEMBERKATAN PERKAWINAN BATAK TOBA: KAJIAN

PRAGMATIK

DIKERJAKAN

O

L

E

H

NAMA

: VOLLENTIEN IRENE AC

NIM

: 040703006

Diketahui Oleh:

Pembimbing I

Pembimbing II

Drs.Baharuddin,M.Hum

NIP.131785647

NIP.131674464

Dra. Asriaty R. Purba,M.Hum

Disetujui Oleh:

Departemen Bahasa dan Sastra Daerah

Ketua

NIP.131785647


(3)

PEMBERKATAN PERKAWINAN BATAK TOBA: KAJIAN

PRAGMATIK

DIKERJAKAN

O

L

E

H

VOLLENTIEN IRENE AC

NIM. 040703006

Disetujui Oleh:

Pembimbing I

Pembimbing II

Drs.Baharuddin,M.Hum

NIP.131837558

NIP.131674464

Dra. Asriaty R. Purba,M.Hum

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Univewrsitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian SARJANA SASTRA dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Daerah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK

MEDAN


(4)

PENGESAHAN

Diterima Oleh

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian SARJANA SASTRA dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Daerah pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada,

Tanggal : Hari :

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP.132098531

Drs. Syaifuddin, M.A.Ph.D.

Panitia Ujian

No. Nama Tandatangan

1. ………. ……….

2. ………. ……….

3. ………. ……….

4. ………. ……….


(5)

Disetujui Oleh Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Departemen Bahasa dan Sastra Daerah Ketua,

NIP. 131785647

Drs. Baharuddin, M.Hum

Medan 2008


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang dengan rahmat-Nya sudah memberikan kesehatan, panjang umur, dan kekuatan kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini di Departemen Sastra Daerah, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini dibuat untuk melengkapi syarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Medan, yang akan ujian sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa Daerah. Sehubungan dengan itulah penulis sebagai mahasiswa Departemen Sastra Daerah mengadakan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “Pemberkatan Perkawinan Batak Toba: Kajian Pragmatik”.

Dalam Sripsi ini penulis mengklasifikasikan materi dalam bab dan subbab. Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan anggapan dasar.Bab II membicarakan tentang kajian pustaka yang terdiri dari kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan. Sedangkan Bab III terdiri atas metodologi penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi, sumber data, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV mengenai teks dan konteks. Bab V membicarakan tentang pembahasan, sedangkan pada bab VI merupakan kesimpulan dan saran.


(7)

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna karena itu penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan Skripsi ini. Semoga apa yang telah diuraikan dalam skripsi ini berguna bagi kita semua.

Medan, 2008 Penulis


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Tiada kata yang pantas penulis ucapkan sebagai rasa terima kasih atas selesainya skripsi ini, selain ucapan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya ungkapan terima kasih penulis tujukan kepada orang-orang yang banyak membantu penulis, dan memberikan pengarahan, motivasi, bimbingan, serta semangat maupun saran yang penulis terima dari semua puhak, sehingga setiap kesulitan yang dihadapi dapat teratasi.

Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A.Ph.D. sebagai Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, beserta dosen dan asisten dosen yang telah bersusah payah membimbing penulis selama menjadi mahasiswa pada Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bapak Drs. Jekmen Sinulingga, M.Hum. selaku pembimbing I yang telah menyediakan waktu untuk membimbing penulis hingga skripsi ini selesai.

3. Ibu Dra. Asriaty R.Purba, M.Hum. selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan kepada penulis.

4. Bapak Drs. Baharuddin, M.Hum. selaku Ketua Departemen Sastra Daerah pada Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(9)

5. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. selaku Sekretaris jurusan Departemen Sastra Daerah pada Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

6. Kedua orang tua penulis yang telah bersusah payah untuk mendidik dan juga membiayai penulis dalam studi, serta Keluarga penulis yang juga telah ikut mengambil peran dalam memberikan masukan dan juga bimbingan selama Studi Perkuliahan dan Pengerjaan Skripsi.

7. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa Sastra Daerah khususnya stambuk 2004 yang telah banyak memberi semangat, petunjuk, dan saran sehingga skripsi ini dapat selesai, semoga persahabatan yang telah kita jalin selama ini tetap abadi selamanya.

8. Kepada Kepala Desa Sibulele Samosir yang telah memberikan kesempatan untuk penulis mengkaji permasalahan dalam judul skripsi ini sebagai bahan penyelesaian studi S1 di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna, baik dari segi material maupun dari segi praktik. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik para pembaca.


(10)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……….i

Ucapan Terimakasih………iii

Daftar Isi………..v

BAB I PENDAHULUAN………...1

1.1 Latar Belakang Masalah………1

1.2 Rumusan Masalah………..2

1.3 Tujuan Penelitian………...3

1.4 Manfaat Penelitian……….3

1.5 Anggapan Dasar……….4

BAB II KAJIAN PUSTAKA………..5

2.1 Kepustakaan Yang Relevan………...5

2.2 Teori Yang Digunakan………...7

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………16

3.1 Metode Dasar……….16

3.2 Lokasi, Sumber Data Dan Instrumen Penelitian………17

3.3 Metode Pengumpulan Data………....17

3.4 Metode Analisis Data……….18

BAB IV TEKS DAN KONTEKS TINDAK TUTUR……….20

4.1 Teks………20


(11)

4.2.1 Setting dan scene……….26

4.2.2 Participan……….27

4.2.3 Ends……….28

4.2.4 Act sequence………...30

4.2.5 Key………..31

4.2.6 Instrumental………....32

4.2.7 Norms……….32

4.2.8 Genre………..33

BAB V PEMBAHASAN………...36

5.1 Komponen Tindak Tutur………..36

5.1.1 Tindak Lokusi………36

5.1.2 Tindak Ilokusi………41

5.1.3 Tindak Perlokusi………44

5.2 Pembagian Fungsi Tindak Tutur………..45

5.2.1 Fungsi Ekspresif………45

5.2.2 Fungsi Direktif………...46

5.2.3 Fungsi Komisif………...48

5.2.4 Fungsi Representatif………...49

5.2.5 Fungsi Deklaratif………50

5.3 Prinsip Kesantunan Dalam Tuturan (PK/PS)………53

5.3.1 Maksim Kuantitas………...53


(12)

5.3.3 Maksim Relevansi………...55

5.3.4 Maksim Pelaksanaan………..58

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN……….61

6.1 Simpulan………...61

6.2 Saran………..61


(13)

Abstrak

Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri satu dengan yang lainnya. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu cara hidup dan dianut pada setiap kelompok masyarakat. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara yang di hasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf,1984:16). Alat ucap manusia tersebut mampu untuk berbahasa ataupun menyampaikan sesuatu hal kepada orang lain. Manusia dapat melakukan komunikasi dengan melalui bahasa sebagai alat penyampaian maksud dari pembicara. Manusia mampu berbahasa dengan baik bila mendapat bimbingan atau pembelajaran sejak dini dengan demikian dapat terlihat kepribadian orang tersebut melalui bahasa yang ia sampaikan, karena dalam setiap golongan orang perseorangan ataupun kelompok akan memiliki pola tatakrama yang berbeda-beda. Perbedaan itu dapat dilihat dari etnis mana orang tersebut berasal.

Suku Batak sendiri terdiri dari lima subsuku yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Angkola-Mandailing, Batak Pakpak/Dairi. Tiap subsuku mempunyai daerah dan dialek bahasa sendiri dalam menyampaikan sesuatu hal kepada banyak orang.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri satu dengan yang lainnya. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu cara hidup dan dianut pada setiap kelompok masyarakat.

Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara yang di hasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf,1984:16). Alat ucap manusia tersebut mampu untuk berbahasa ataupun menyampaikan sesuatu hal kepada orang lain.

Manusia dapat melakukan komunikasi dengan melalui bahasa sebagai alat penyampaian maksud dari pembicara. Manusia mampu berbahasa dengan baik bila mendapat bimbingan atau pembelajaran sejak dini dengan demikian dapat terlihat kepribadian orang tersebut melalui bahasa yang ia sampaikan, karena dalam setiap golongan orang perseorangan ataupun kelompok akan memiliki pola tatakrama yang berbeda-beda. Perbedaan itu dapat dilihat dari etnis mana orang tersebut berasal.

Suku Batak sendiri terdiri dari lima subsuku yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Angkola-Mandailing, Batak Pakpak/Dairi. Tiap subsuku mempunyai daerah dan dialek bahasa sendiri dalam menyampaikan


(15)

sesuatu hal kepada banyak orang. Dalam masyarakat Batak Toba bahasa dari etnis tersebut masih banyak digunakan dalam kehidupan sosial, dalam pendidikan di sekolah dasar, ataupun dalam instansi pemerintahan daerah.

Selain itu bahasa Batak Toba juga dipergunakan saat melakukan kegiatan yang berbaur dengan adat dan religi (kepercayaan). Salah satunya bahasa Batak tersebut dipergunakan saat melakukan upacara pernikahan. Dalam upacara pernikahan bahasa yang dipergunakan bukanlah bahasa sehari-hari saat bersama dengan sanak keluarga, tetapi bahasa yang berhubungan dengan ritual. Bahasa dalam pemberkatan tersebut merupakan bahasa yang mempersatukan pengantin wanita dan pria.

Adapun bahasa yang di pergunakan pada upacara pemberkatan tidak pernah lepas dari pokok permasalahan yaitu tentang pernikahan. Saat pendeta menikahkan kedua mempelai maka akan ada tuturan antara pengantin, biasanya isi dari pembicaraan tersebut merupakan janji dan nasehat kepada pengantin.

Biasanya orang yang akan menikah akan ditanya, apakah mempelai wanita bersedia menikah dengan mempelai pria dalam keadaan suka dan duka. Begitu juga kebalikannya. Dengan begitu akan diketahui bahwa mereka benar-benar ingin membina rumah tangga.

Untuk mengetahui lebih banyak lagi maka penulis mencoba untuk membahas kajian ini, sehingga akan mendapatkan hasil yang dapat memuaskan.


(16)

1.2Rumusan Masalah

Setiap proposal mempunyai masalah pokok yang akan di kaji. Masalah tersebut dapat kita artikan sebagai suatu hambatan dalam mencapai tujuan, Nugroho dalam Tardas (2004:3) menyatakan bahwa bentuk perumusan masalah biasanya berupa kalimat pertanyaan yang kiat menarik atau menggugah perhatian. Perumusan masalah sebenarnya merupakan batasan-batasan dari ruang lingkup topik yang diteliti.

Sesuai dengan judul proposal di atas maka yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Tindak tutur apa saja yang ditemukan pada tuturan upacara pemberkatan Batak Toba?

2. Apa fungsi tindak tutur pada tuturan upacara pemberkatan Batak Toba?

3. Bentuk-bentuk prinsip kerjasama apa saja yang ditemukan dalam tindak tutur pada tuturan upacara pemberkatan Batak Toba.

1.3Tujuan Penelitian

Setiap manusia bila melakukan penelitian pasti memiliki tujuan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara utuh dan menyeluruh. Menurut Arikunto (1996:52) tujuan penelitian adalah rumusan


(17)

kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah melakukan penelitian.

Apabila rumusan masalah dalam penelitian digunakan dalam kalimat pertanyaan, maka tujuan penelitian juga dirumuskan dalam kalimat pernyataan, dan hal tersebut merupakan jawaban dari rumusan masalah.

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui tindak tutur pada tuturan upacara pemberkatan Batak Toba

2. Untuk mengetahui fungsi dari tindak tutur pada tuturan upacara pemberkatan Batak Toba.

3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk prinsip kerjasaman dalam tindak tutur pada tuturan upacara pemberkatan Batak Toba.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dilakukan memiliki kegunaan yang sangat banyak. Manfaat didapat setelah melakukan penelitian. Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah

1. Agar dapat dijadikan sebagai sumber penelitian bagi ilmu yang lainnya.

2. Menyukseskan program pelestarian sastra daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional.


(18)

3. Sebagai sumbangan ilmu yang diharapkan dapat mengembangkan penelitian Sastra Daerah di Fakultas Sastra, Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah.

4. Bagi masyarakat umum, sebagai bahan informasi untuk menambah wawasan mengenai sastra daerah di Nusantara, khususnya tentang kebudayaan Batak Toba.

1.5Anggapan Dasar

Menurut Surakhmad (1994:37) anggapan dasar adalah asumsi atau postulat yang menjadi tumpuan segala pandangan, dan kegiatan terhadap masalah yang dihadapi. Postulat ini yang menjadi titik pangkal, titik mana yang tidak lagi menjadi karagu-raguan penyelidik.

Berdasarkan judul, masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, maka penulis mengemukakan anggapan dasar yakni masyarakat Batak Toba mempunyai bahasa dalam melaksanakan pemberkatan perkawinan.


(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Sofa,S.IP(2008) yang menulis tentang, “Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara bagi Siswa SMPN 3 Tarakan Kalimantan Timur”. Penelitian ini mengkaji tentang, Keterampilan Berbicara dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Dan Pendekatan Pragmatik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.

Wahyu (2006) yang menulis tentang “Tuturan Upacara Ngebo Di Pura Puseh Desa Pekraman Les-Penuktukan: Sebuah Kajian Tindak Tutur penelitiannya ditekankan pada komponen, fungsi, jenis, dan bentuk tindak tutur.

Puji (2007) yang menulis tentang, “Pembentukan Karakter Anak Menurut Teks Cerita Rakyat Ranggana Putra Demang Balaraja: Kajian Pragmatik Sastra” Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok: 1) Apakah tema utama teks cerita rakyat Ranggana Putra Demang Balaraja? 2)Persoalanpersoalan apakah yang harus diperhatikan dalam pembentukan karakter anak menurut teks cerita rakyat Ranggana Putra Demang Balaraja? 3) Unsur-unsur tekstual apakah yang memungkinkan teks cerita rakyat Ranggana Putra Demang Balaraja dapat bertahan hidup di tengah


(20)

kondisi masyarakat yang sedang berubah ke arah masyarakat modern pada masa sekarang?

2.2 Teori yang Digunakan

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Teori diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis.

Teori merupakan landasan fundamental ilmiah sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberikan jawaban rasional terhadap masalah yang digarap (Atmadilaga dalam Gurning, 2004:9). Oleh karena itu ada beberapa pengertian pragmatik yang mendukung dari tulisan ini diantaranya adalah Nababan (1987:2), “Pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.”

Verhaar (1988:14), “Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan.”

Searle (1969) dalam Wijana (1996:18), “mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur yakni tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.”


(21)

Leech (1983) dalam Wijana (1996:19), “ Pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa berintegrasi dengan tata bahasa yang terdiri dari Fonologi, Morfologi, Sintaksis, dan Semantik.”

Jenny (1995) dalam Wijana (1996:18), “ Pragmatik sebagai arti dalam interaksi, ini menggambarkan bahwa makna itu bukan sesuatu arti yang melekat pada kata itu sendiri, bukan juga kata-kata yang dikeluarkan oleh pembicara itu sendiri, atau pendengar itu sendiri.

Istilah tindak tutur (speech acts) sebenarnya lebih sering dipakai dalam filsafat bahasa dan pragmatik. Gagasan tindak tutur awalnya ditemukan oleh J.L. Austin (1962) dalam karyanya yang terkenal “How to Do Things with Words” untuk menjelaskan satu tesis bahwa melakukan sesuatu bisa

Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech (1983:5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, bilamana, bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti peraanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan.

Tindak tutur adalah tindak komunikasi dengan tujuan khusus, cara khusus, aturan khusus sesuai kebutuhan, sehingga memenuhi derajat kesopanan, baik


(22)

dilakukan dengan tulus maupun basa-basi. Richards (dalam Suyono, 1990) menyatakan bahwa tindak tutur adalah “the things we actually do when we speak” atau “the minimal unit of speaking which can be said to have a function”. Tindak tutur adalah sesuatu yang benar-benar kita lakukan saat kita berbicara. Sesuatu itu berupa unit tuturan minimal dan dapat berfungsi. Dalam hal ini adalah untuk berkomunikasi. Dari sini dapat dipahami bahwa tuturan yang berupa sebuah kalimat dapat dikatakan sebagai tindak tutur jika kalimat itu berfungsi. Fungsi yang dimaksud adalah bisa merangsang orang lain untuk memberi tanggapan yang berupa ucapan atau tindakan.

Tindak tutur dalam komunikasi mencakup tindak (1) konstatif, (2) direktif, (3) komisif, dan (4) persembahan (acknowledgment) (Austin dalam Ibrahim, 1993). Sedangkan Searle (dalam Wijaya, 1996) mengemukakan bahwa tindak tutur secara pragmatik ada tiga jenis, yaitu (1) tindak lokusi, (2) tindak ilokusi, dan (3) tindak perlokusi. Tindak Lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak ilokusi adalah tindak tutur untuk menginformasikan sesuatu dan juga melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara seksama. Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur.

Berkenaan dengan tuturan, Austin membedakan tiga jenis tindakan: (1) tindak tutur lokusi, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya.


(23)

(2) tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur yang mengandung maksud; berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan, dan di mana tindak tutur itu dilakukan,dsb. (3) tindak tutur perlokusi, yaitu tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur.

Adapun teori yang digunakan untuk penulisan proposal ini adalah teori tindak tutur Searle. Hal ini didasari atas beberapa pertimbangan antara lain: teori tersebut terdapat unsur-unsur penginterpretasian makna lokusi yaitu tindak tutur dengan kata, dan kalimat itu sendiri sesuai dengan makna yang terkandung oleh kata dan kalimat itu sendiri. Tindak ilokusi merupakan suatu tindakan melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan tindak perlokusi adalah suatu tindakan yang menimbulkan efek atau pengaruh kepada mitra tutur.

Pembagian fungsi bahasa menurut para ahli yaitu: G. Revesz, 1956. The Origins of Prehistoric of Language

Fungsi bahasa ada 3, yaitu

• fungsi indikatif (menunjuk)

• fungsi imperatif (menyuruh)

• fungsi interogatif (menanyakan)

Searle dalam Lavinson (1983) membagi fungsi bahasa menjadi 5, yaitu •

•• fungsi ekspresif •


(24)

•• fungsi komisif •

•• fungsi representatif •

•• fungsi deklaratif

Roman Jakobson

Fungsi bahasa ada 6, yaitu:

• fungsi referensial (pengacu pesan) =orientasi konteks atau referen

• fungsi emotif (pengungkap perasaan) =orientasi pembicara

• fungsi konatif (pengungkap keinginan penutur kepada mitra tutur; direktif) = orientasi mitra tutur

• fungsi metalingual ( pengungkap kode yang digunakan) = orientasi kode/bhs

• fungsi fatis (pembina dan pemelihara hubungan antarpenutur)=orientasi kontak (komunikasi)

• fungsi puitis (penyandi pesan) = orientasi amanat atau pesan

Geoffrey Leech (1981)

Fungsi bahasa dibagi 5, yaitu

• fungsi informasional

• fungsi ekspresif

• fungsi direktif


(25)

• fungsi fatis

Dell Hymes (1962)

Fungsi bahasa dibagi 6, yaitu

• fungsi ekspresif atau emotif

• fungsi direktif, konatif, atau persuasif

• fungsi puitik

• fungsi kontak (fisik atau psikologis)

• fungsi metalinguistik

• fungsi kontekstual atau situasional

M.A.K. Halliday (1973) Fungsi bahasa dibagi 7, yaitu

• fungsi instrumental (direktif, orientasi pada mitra tutur) Mis.Masuklah ke gedung itu lalu naik ke lt.10.

• fungsi representasional(deklaratif, orientasi pada topik). Mis. Kakimu bisa terkilir, kalau kamu tidak terbiasa dengan gerakan itu.

• fungsi interaksional (ekspresif, orientasi pada hubungan penutur dan mitra tutur). Mis. Apa khabar? Dari mana?

• fungsi personal (komisif, orientasi penutur). Mis. Saya bahagia sekali hari ini. Saya benci sekali.


(26)

• fungsi heuristik (interpretasi). Mis. Ini apa?

• fungsi regulatoris (pengendalian perilaku orang lain). Mis. Kamu sebaiknya tidak bersikap gegabah seperti itu.

• fungsi imajinatif (pengungkap sistem khayalan dan gagasan). Mis. Ketika aku terbang ke angkasa, kulihat bintang-bintang mendekat dan bersinar terang.

Pengklasifikasian fungsi tindak tutur ini mengacu pada klasifikasi Searle dalam Levinson,(1983) mengklasifikasikan tindak tutur itu menjadi lima fungsi yaitu: (1) fungsi ekspresif yang digunakan untuk mengungkapkan perasan tingkah laku penutur dalam menyikapi suatu persoalan seperti berterima kasih, ucapan selamat, simpati, dan permintaan maaf. (2) fungsi direktif yaitu untuk mengekspresikan sesutu yang sifatnya berorientasi pada penutur selain itu memberitahukan kepada penutur melakukan sesuatu yang berorientasi pada petutur (lawan bicara). (3) fungsi komisif yang mengacu pada beberapa tindakan akan datang yang sifatnya menjanjikan, ancaman, atau tawaran. (4) fungsi representatif yang lebih berorientasi pada pesan. (5) fungsi deklaratif yaitu suatu hal yang menghasilkan suatu hubungan antara muatan proposional keputusan dan kenyataan.

PK merupakan suatu prinsip pragmatik yang menjelaskan hubungan antara makna dan daya untuk mencari kebenaran, dalam arti cara pengungkapan atau penyampaian sesuatu yang tidak langsung. Sedangkan PS adalah suatu prinsip pragmatik yang berfungsi sebagai penyelamat dari PK. Menurut Finegan


(27)

(l2004: 3004), kesopanan terbagi dalam dua aspek yaitu menghargai orang yang diajak bicara dan melibatkan orang lain dalam suatu situasi.

Dari pendapat tersebut dapat dilihat juga yang ada dalam data tersebut ataupun bisa dibuktikan apakah itu benar atau salah. Bila dicermati lagi maka benar yang dikatakan oleh Finegan tersebut, karena di dalam teks tersebut adanya komunikasi yang baik antara penutur dan petutur. Karena dibarengi dengan jawaban yang benar-benar sangat sesuai dengan pertanyaan yang diberikan. Jawaban tersebut berupa kata maaf.

Dalam tindak tutur tersebut, aspek menghargai orang lain sangat ditekankan yaitu pada saat penutur melakukan suatu kesalahan kata baik sengaja maupun tidak, maka secara langsung penutur akan mengatakan maaf atau sorry kepada orang yang diajak bicara. Hal ini akan memberikan rasa penghargaan kepada orang lain dalam suatu percakapan. Dalam data ataupun teks tidak ada dikatakan maaf ataupun sorry, tetapi bila dilihat dari jawaban yang dikemukakan itu sama halnya dengan ungkapan maaf yang diutarakan kepada lawan bicaranya saat peristiwa tutur terjadi.

Hal ini juga didukung oleh pendapat dari beberapa para ahli diantaranya yaitu Grice mengemukakan bahwa percakapan yang terjadi di dalam anggota masyarakat dilandasi oleh sebuah prinsip dasar, yaitu prinsip kerja sama (cooperative principle), (Yule 1996: 36-37 dan Thomas 1995: 61) berpendapat kerja sama yang terjalin dalam komunikasi ini terwujud dalam empat bidal (maxim), yaitu (1) bidal kuantitas (quantity maxim), memberi


(28)

informasi sesuai yang diminta; (2) bidal kualitas (quality maxim), menyatakan hanya yang menurut kita benar atau cukup bukti kebenarannya; (3) bidal relasi (relation maxim), memberi sumbangan informasi yang relevan; dan (4) bidal cara (manner maxim), menghindari ketidakjelasan pengungkapan, menghindari ketaksaan, mengungkapkan secara singkat, mengungkapkan secara beraturan (Gunarwan 2004: 11 dan Thomas 1995: 63-64).

Kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis prinsip kesantunan yaitu Grice. Karena pada prinsip kesantunan Grice dianggap paling mendukung dalam penyelesaian penelitian ini. Grice merumuskan prinsip kesantunan menjadi empat maksim antara lain (1) maksim kuantitas, di mana seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. (2) maksim kualitas, di mana seorang penutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang bersifat nyata dan sesuai dengan fakta yang sebenarnya di dalam bertutur. (3) maksim relevansi, yang dinyatakan bahwa agar terjalin kerjasama yang baik antara penutur dan petutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang sifatnya relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan tersebut. (4) maksim pelaksanaan, yang mengharuskan peserta tutur bertutur secara langsung, jelas, serta tidak kabur.


(29)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Untuk penulisan sebuah karya ilmiah harus dilandasi oleh sebuah metode yang tepat karena metode penelitian sangat membantu penulis dalam menyelesaikan masalah. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi ialah” suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode (Usman, 1996:42)

Metode dasar dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sudaryanto dalam Swito (2004:11) mengatakan istilah deskriptif itu menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan berupa gambaran yang bersifat seperti potret, paparan seperti apa adanya.

Dengan metode tersebut, data, dan informasi dicatat dan dikumpulkan untuk di analisis sehingga di peroleh gambaran mengenai objek kajian penelitian ini.


(30)

3.2 Lokasi, Sumber Data, dan Instrumen

Lokasi penelitian di Desa Janji Raja, Kecamatan Sitio-tio, Kabupaten Samosir. Di daerah ini penulis mengadakan penelitian guna mendapatkan hasil dari objek kajian masalah ini.

Sumber data adalah yang di dapat dari informan yang memenuhi syarat. Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh (Arikunto, 1996:114). Sumber data yang diperoleh dalam penulisan ini diambil dari pesta adat perkawinan Batak Toba baik di Kecamatan, Kabupaten maupun di Kota.

Instrumen penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa buku catatan, daftar pertanyaan, dan alat rekam, dalam arti lebih lengkap dan sistematis sehingga mudah untuk di olah (Arikunto, 1996:144).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Sesuatu yang sangat mutlak dalam mengadakan suatu penelitian baik dalam bidang disiplin ilmu apapun, apalagi pada bidang kerja yang bersifat ilmiah. Koentjaraninggrat (1978:7) mengatakan bahwa metode (Yunani:Methodos) adalah cara atau jalan, sehubungan dengan upaya ilmiah maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasarn ilmu yang bersangkutan.

Dalam usaha pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa metode yaitu


(31)

1. Metode Observasi yaitu untuk mengadakan pengamatan secara langsung ke daerah objek penelitian, terutama mengenai bahasanya dengan turun ke lapangan.

2. Metode Wawancara, hal ini dilakukan untuk memperoleh keterangan lebih lanjut dan terperinci. Melakukan wawancara kepada para penutur yang dianggap memenuhi syarat sebagai informan dengan menggunakan teknik rekam. Wawancara merupakan tanya jawab antara penutur dan petutur.

3. Metode Kepustakaan yaitu untuk mencari bahan-bahan referensi yang berkaitan dengan pokok penelitian, sebagai sumber data sekunder penulis. Dimana yang di bantu dengan beberapa buku sebagai bahan acuan dalam menyelesaikan tulisan ini.

3.4 Metode Analisis Data

Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian, karena tahap dalam menyelesaikan masalah adalah menganalisis. Penulis menggunakan metode deskriptif.

Nazir dalam Yusiana (1999:38) mengatakan bahwa langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menganalisis data adalah:

1. Mengumpulkan data sebanyak-banyaknya yang sesuai dengan pokok permasalahan.


(32)

2. Membuat generalisasi terhadap data-data yang terkumpul sesuai dengan bentuk dan jenisnya.

3. Mencatat seluruh data yang telah diregeneralisasikan ke dalam buku kerja.

4. Membuat bentuk penulisan yang sistematis sehingga semua data-data yang terkumpul saling mendukung dan tidak tumpang tindih.


(33)

BAB IV

TEKS DAN KONTEKS

PADA TINDAK TUTUR

4.1

Pengertian Teks

Teks dapat dilihat sebagai sepenggal produk komunikasi. Sebuah percakapan menghasilkan teks, begitu pula jika orang menulis. Maka istilah teks mencakup keduanya.

Sekumpulan kata atau bunyi disebut teks hanya jika kumpulan kata / bunyi tersebut memiliki makna; teks adalah satuan makna. Artinya, dengan melihat / mendengar teks orang dapat menebak siapa saja yang terlibat sebagai pelaku, apa topiknya, apa jalur komunikasinya. Jadi, teks adalah sebuah “rekaman” dari konteks sehingga disebut wacana. Sebuah wacana tidak lahir dalam kevakuman; ia lahir dalam konteks.

Teks semacam inilah yang selayaknya digunakan dalam pengajaran bahasa agar terajarkan kepada komunikasi nyata yang disusun oleh penutur asli. Wacana dapat diartikan sebagai peristiwa komunikasi dalam sebuah konteks situasi yang berlangsung secara sistematis sesuai dengan norma budaya yang melingkupinya. Di lain pihak wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi yang dimaksud bisa secara lisan dan ada juga yang tulisan.


(34)

Bagaimanapun itu bantuknya dalam wacana lisan ada penyapa dan pesapa. Dalam lisan penyaap adalah orang berbicara, sedangkan sebagai pesapa adalah pendengar dari pembicaraan tersebut. Bila dalam wacana tulisan yang penyapa itu adalah penulis sedangkan yang menjadi pesapa adalah ia yang sebagai pembaca. Seperti contoh dalam data di bawah ini:

Marjamita:

Hamu ale angka na pinarhamol ni Debata, ditahi ramuna do nuaeng naeng marbagas (alai ndang tama halak Kristen marbagas songon sipelebegu). Antong tangihon hamu ma jolo Hata ni Debata taringot tu ruhut ni pardongansaripeon ni halak Kristen. Dung ditompa Debata Jolmai, didok ibana ma : Ndang denggan sasada baoa i punjung, hubahen ma di ibana sada boru-boru pangurupi di ibana bahen angkupna. Angkup ni I didok Tuhan Jesus: Ganup na paulakinon na niolina, ia so ala ni na marmainan, na palangkuphonsa do! Pangalangkup do nang na mambuat na sirang i ! Antong na pinadomu ni Debata, ndang jadi sirangon ni jolma.

Songon on do didok Debata tu baoa i : Hamu angka baoa, haholongi hamu ma pardihutamuna be songon Kristus, na mangkaholongi Huria i jala na mangalehon diriNa humophopsa. Unang muruk hamu dompak nasida, ingkon maroha hamu mandongani nasida, sangap bahen hamu nasida songon dongan panean di hangoluan na so ra suda.

Dung i songon on do didok Hata ni Debata tu angka boru-boru: Dioloi angka parompuan ma baoana be songon pangoloina di Tuhan i! ai baoa I do


(35)

ulu ni pardihutana songon Kristus ulu ni Huria i. ingkon bontor, porman, toman, mardongan halambohon dohot hamenahon ni tondi parange ni boru-boru i. I ma na arga di jolo ni Debata dohot di jolo ni jolma.

Antong, songon angka na marparangehon Hata ni Debata ma hamu! Sumolukhon parasinirohaon dohot habasaron dohot haserepon ni roha ma hamu. Masipauneunean ma hamu dohot masiasiasian! Saluhut riting ni roha, muruk, rimas, panonggahion dohot panginsahion i, dao ma sian hamu. Alai di ginjang ni saluhutna i masihaholongan nia hamu, ai i do rahtrahut ni na sun denggan. Dung i dame na sian Debata na mangarajai di bagasan rohamuna. Jala saluhut na binahenmuna marhite-hite hata manang pambahenan tongtong ma i marhitehite Goar ni Tuhan Jesus. Asa ibana mangarajai rohamuna dohot ulaonmuna.

Antong nunga dibege hamu Hata ni Debata taringot tu ruhut ni pardongansaripeon i.

Na manungkun ma ahu nuaeng jumolo di ho, ale pangoli si……. Olo do ho manghajongjongkon di jolo ni Debata, na umboto saluhut, dohot di jolo ni angka dongan na pungu dison, na dipangido roham do si………..na niriritmon gabe donganmu saripe? Olo do ho mangkaholongi ibana sian nasa roham dohot mangulahon sian nasa gogom, huhut marparangehon parange na badia rap dohot ibana, na olo do ho manganjuanju dohot hagaleonna, tung sura humurang parangena, jala na sotupa paulahonmu manang tadingkononmu ibana paima disirang hamatean hamu sogot?


(36)

Molo naung sada roham mangoloi saluhutna I dok ma: Olo! Na manungkun ma ahu dohot di ho, ale inang si…………..niririt ni si……..on bahen donganna saripe: Na olo do ho manghajongjongkon di jolo ni Debata na umboto saluhut, dohot di jolo ni dongan na pungu dison na dipangido roham do si………..on, gabe sinondukmu? Olo do ho mangkaholongi ibana sian nasa roham dohot marpangalaho na ture maradophon ibana dohot marparangehon parange na badia, paboa halak Kristen ho, jala na so tupa mahilolong ho manang tadingkononmu ibana, paima disirang hamatean hamu sogot?

Molo naung sada roham mangoloi saluhutna I, dok ma: Olo! Antong masilehanon tangan siamun ma hamu paboa hot ni padan muna: naposo ni Debata do ahu, na mamboan HataNa di hamu. Marhite-hite Goar ni Debata Ama, Anak dohot Tondi Parbadia do ahu mandok: Na pinadomu ni Debata ndang jadi sirangon ni jolma

Pasupasu:

Dipasupasu jala diramoti Tuhan Debata ma hamu! Disondangkon Tuhan Debata ma bohiNa tu hamu jala asi ma rohaNa di hamu. Didompakhon Tuhan Debata ma bohiNa tu hamu jala dipasaorhon ma dameNa tu tondimuna be. Amin


(37)

Khotbah

Kepada kedua pengantin yang dikasihini oleh Allah, yang merencanakan sebuah pernikahan (tetapi umat kristen tidak baik berkeluarga seperti orang yang percaya pada benda-benda berhala). Oleh karena itu, dengarkanlah Firman Tuhan tentang arti pernikahan bagi umat Kristen. Setelah manusia di ciptakan dia berkata, “Tidaklah sempurna seorang laki-laki hidup sendiri, Aku akan menciptakan seorang perempuan untuk membantu hidupnya”, setelah itu Tuhan Yesus berkata,” oleh karena itu, yang dipersatukan oleh Tuhan Yesus Kristus tidak dapat dipisahkan oleh manusia.

Beginilah yang dikatakan Tuhan Yesus Kristus kepada laki-laki, hai laki-laki kasihanilah istrimu seperti engkau mengasihani Tuhanmu, yang mengasihi umatnya dan yang rela mengorbankan dirinya demi manusia. Jangan memarahi, kasihanilah, hormati dia, seperti hidup yang selama-lamanya, kata Yesus Kristus kepada perempuan. Perempuan yang mau mengikuti suaminya seperti mengikuti Tuhan Yesus Kristus. Karena laki-laki adalah kepala keluarga seperti Kristus kepala greja, harus lembut, patuh, dan tekun itulah sikap perempuan. Seperti itulah yang berharga di hadapan manusia dan dihadapan Allah Bapa.

Jadi, berbuatlah seperti apa yang diinginkan Kristus, saling mendorong, bekerjasama dan satu dalam kasih. Bersatu di dalam suka dan duka. Sikap amarah, egois, cacimaki itu jangan ada dalam diri demi kebahagiaan keluarga.


(38)

Di atas semua itu, saling mengasihilah karena itu adalah tali kesatuan yang kuat. Kedamain dalam berbicara dan perbuatan harus akan nama Tuhan Yesus Kristus agar ia dapat membimbing dan memberi damai dalam hati dan segala pekerjaan. Jadi, begitulah perkataan Tuhan dalam membina keluarga. “Aku bertanya kepadamu (lakilaki), maukah engkau menerima di hadapan Tuhan, yang mengetahui segala sesuatu, dihadapan semua orang yang ada disini, engkau menginginkan si………(nama perempuan) menjadi teman hidupmu? Maukah engkau mengasihinya dari hati yang tulus, dan melakukan tugas sebagai seorang suami bagi dirinya? Maukah engkau mengajarinya dalam kelemahan dan kekurangannya, tidak akan engkau ceraikan kalau jika engkau telah siap, jawablah ya!

Aku bertanya kepadamu (perempuan), apakah engkau menerima si (lakilaki) sebagai teman hidupmu, maukah engkau bersaksi di hadapan Tuhan yang maha tau dan dihadapan orang yang ada di sini, engkau menginginkan (lakilaki) menjadi teman hidupmu? Maukah engkau mengasihinya dari hati yang tulus dan sikap yang baik jika, jika engkau seorang umat Kristen dan tidak akan menduakannya dan meninggalkannya sebelum engkau di pisahkan oleh kematian? Jika engkau bersedia, jawablah ya!

(tukar cincin)

Jadi, saling memberikan tangan kananlah kalian berdua sebagai tanda perjanjian. Akulah Anak Tuhan Yesus Kristus, memberikan berkat kepadamu, yang dipersatukan Tuhan tidak dapat dipisahkan oleh manusia.


(39)

Berkat

Diberkati dan diselamatkan Tuhanlah kalian berdua, serta kasihNya yang selalu beserta kita. Amin

4.2 Pengertian Konteks

Hymes (1972) menyingkat konteks-konteks linguistik, speaking bukanlah untuk tujuan yang macam-macam kecuali untuk mudah diingat orang saja. Konteks-konteks itu ia sebut dengan istilah komponen tutur (components of speech). Komponen tutur inilah yang dapat dijadikan alat penaksiran bahasa secara sosiolinguistis (sociolinguistic approximations).

Merupakan latar tempat peristiwa tutur terjadi. Latar berkaitan dengan tempat, waktu bicara dan suasana bicara dengan tuturan yang disampaikan. Di mana (tempat), kapan waktu dan suasana yang tepat orang dapat melakukan tuturan. Orang dapat berbasa-basi di rumah, di kampus, di jalan, di dapur, di sawah, dan banyak tempat yang lain. Bahkan di rumah pun orang sering berbasa-basi di ruang tamu dengan tamunya, di ruang makan, dan lain-lain. Begitu pula waktu dalam berbasa-basi agak leluasa yaitu bisa pagi, siang, sore, Faktor lain yang secara sistematis juga menentukan makna, jenis, dan fungsi suatu tindak tutur adalah konteks.

Hymes (1972:10-14) memaparkan tentang unsur-unsur yang membentuk situasi kontekstual atau komponen ujaran, yaitu sebagai berikut.


(40)

ataupun malam. Hanya saja suasana dapat menentukan pilihan dalam bertutur kata antara yang satu dengan yang lainnya

Seperti dalam data yang terdapat pada teks tersebut dapat diketahui bahwa tempat mereka melakukan tindak tutur berada dalam suatu ruangan. Ruangan yang dimaksud adalah gereja, mengapa? Karena dalam agama kristiani tempat untuk melakukan upacara pemberkatan pernikahan adalah di gereja.

Tuturan yang dilakukan bukan sedang dalam keadaan bercanda aataupun dalam kondisi yang biasa saja, tetapi dalam keadaan yang sakral. Sakral yang dimaksud disini adalah upacara keagamaan yang sifatnya bukan untuk main-main.

4.2.2 Participant

Unsur ini memegang peranan penting dalam interaksi sosial, malahan unsur ini dapat dianggap menduduki peranan yang penting yang dapat mempengaruhi unsur yang lain. Yang dimaksud di sini adalah sejauh mana hubungan pelibat, si pembicara ataupun pendengar, apakah dalam jarak yang dekat, jauh, dan lain sebagainya. Adanya hubungan relasi sosial ini mempengaruhi pada penggunaan bahasa ataupun yang sejenisnya. Misalnya, penaksir yang menanyakan siapa saja yang bertutur, yang bersangkutan dengan penutur, mitra tutur dan pendengar apakah presiden, menteri, jenderal, dosen, mahasiswa, ustadz, pendeta, biarawan, orang dewasa, anak-anak, dan banyak lagi kategori-kategori sosial lainnya.


(41)

Dari keterangan yang bersangkut paut dengan teks dapat di lihat bahwa pelibat yang ada dalam teks ini antara sang pendeta dengan sepasang pengantin. Bukan hanya itu saja yang dapat di lihat dari data tersebut, melainkan hubungan yang terjadi saat keduanya bertutur. Hubungan itu dapat di lihat saat pendeta berbicara sikap pasangan pengantin tersebut selayaknya seorang anak yang patuh terhadap perintah dari orang tuanya. Patuh yang dimaksud adalah sang anak menurut dengan apa yang dikatakan kepadanya.

Jauh dekatnya mereka melakukan komunikasi tidak juga diterakan dalam teks. Namun dapat kita cari kedekatannya yaitu lokasi tuturan di gereja, bila hubungan tuturan terjadi antara pengantin dengan pendeta berarti tidak pernah jauh dari lokasi tuturan (didalan gereja). Dengan ini dapat diambil kesimpulan jarak mereka melakukan komunikasi tersebut adalah jarak yang dekat.

4.2.3. Ends

Unsur ini adalah tujuan ataupun maksud serta hasil pembicaraan yang diharapkan oleh partisipan atau peserta bicara yang sesuai dengan tujuan semula. Maksud tersebut mencirikan bahasa perorangan di pihak lain dapat pula mencirikan bahasa masyarakat). Itu semua merupakan fenomena bahasa yang condong pada pencirian langue. Sehingga pemakaiannya harus sesuai dengan norma maksud yang ada dalam masyarakat. Misalnya, pada suatu situasi tutur dalam teks yang terjadi dalam data ini.


(42)

Situasi tutur dalam teks ini adalah adanya suatu nasehat yang diberikan kepada pasangan pengantin saat itu. Contohnya pada data: Sumolukhon parasinirohaon dohot habasaron dohot haserepon ni roha ma hamu. Masipauneunean ma hamu dohot masiasiasian! Saluhut riting ni roha, muruk, rimas, panonggahion dohot panginsahion i, dao ma sian hamu.(saling mendorong, bekerjasama dan satu dalam kasih. Bersatu di dalam suka dan duka. Sikap amarah, egois, cacimaki itu jangan ada dalam diri demi kebahagiaan keluarga.) Di mana maksud yang tertera dalam data ini merupakan suatu nasehat untuk mempelai agar mereka mengetahui apa saja yang hendak diketahui oleh mereka sewaktu menjadi pasangan suami istri kelak.

Kata ataupun jawaban ya yang diberikan oleh pengantin merupakan sebuah arti bahwa mereka siap untuk melakukan nasehat tersebut. Di samping itu, hasil(jawaban ya) adalah sesuatu yang diperoleh akibat aktivitas. Baik itu dengan cara bersopan santun, bertegur sapa dan beramah tamah apabila dilakukan dengan benar hasil yang akan dicapai ialah kontak sosial berupa solidaritas harmonisasi antar penutur. Hasil demikian disebut hasil yang diharapkan. Hanya saja apabila dilakukan tidak mengikuti konteks-konteksnya maka hasil yang dicapai bisa saja berlainan; bisa memunculkan sentimen sosial atau melahirkan konflik sosial. Tentu saja hasil ini tidak diharapkan. Dengan demikian pemakaian bahasa sesungguhnya sangat diharapkan untuk menjadi suatu pembenaran antara penutur dan petutur.


(43)

Dalam konteks yang terdapat pada data ini diharapkan ada hasil yang ditemui guna mengetahui apa sebenarnya yang terkandung dalam peristiwa tuturan tersebut, apakah berupa perdebatan, persaingan, permusuhan, ataupun percintaan. Dan yang terdapat pada data ini merupakan suatu tuturan yang berupa isi nasehat.

4.2.4. Act sequence ( urutan adegan )

Unsur ini merupakan bentuk dan isi pesan yang sering diistilahkan dengan amanat. Isi dari amanat ini dapat dituangkan ke dalam berbagai bentuk percakapan, tergantung dengan peserta pembicara. Percakapan dapat berupa permasalahan, mengenai keadaan yang ia alami ataupun lain sebagainya.

Contoh: “Aku bertanya kepadamu (lakilaki), maukah engkau menerima di hadapan Tuhan, yang mengetahui segala sesuatu, dihadapan semua orang yang ada disini, engkau menginginkan si………(nama perempuan) menjadi teman hidupmu? Maukah engkau mengasihinya dari hati yang tulus, dan melakukan tugas sebagai seorang suami bagi dirinya? Maukah engkau mengajarinya dalam kelemahan dan kekurangannya, tidak akan engkau ceraikan kalau jika engkau telah siap, jawablah ya!

Dari contoh yang terdapat pada data tersebut sangat ditekankan bahwa ada sesuatu hal yang harus diketahui oleh pengantin nantinya dalam berumah tangga. Dan jawaban yang mereka berikan merupakan suatu jawaban yang benar-benar mereka inginkan.


(44)

4.2.5. Key

Berkaitan dengan sikap atau cara (manner), nada suara (tone) dan penjiwaan (spirit

Penjiwaan mencerminkan kemampuan berbahasa seseorang. Penjiwaan lebih bersifat psikologis sedangkan sikap atau cara, dan nada suara lebih bersifat fisis. Akan tetapi pembedaan ini bukan berarti menunjukkan saling ) saat sebuah tuturan diucapkan, misalnya dengan gembira, santai, biasa, serius, dan resmi. Manakala berbasa-basi orang akan selalu bersikap santun dalam menuturkan kata-katanya. Penutur bisa saja santai, atau serius dalam penyampaian akan tetapi tidak pernah diaspirasikan dengan cara marah. Nada suara selalu datar atau sedikit rendah, dan tidak pernah pula bernada tinggi seperti orang sedang marah atau berteriak. Begitu pula tidak pernah dihembuskan dengan nada yang sangat rendah seperti berbisik. Pemakaian yang bernada tinggi hanya tinggal sebagai bentuk saja, sedangkan isinya tidak menghasilkan maksud. Misalnya pada tuturan apa kau bersedia menerima.... diucapkan dengan nada suara yang memiliki penekanan yang berarti sungguh-sungguh.

Peristiwa tutur ini terlihat adanya hubungan antara penutur dan petutur dalam keadaan yang baik, tidak dalam keadaan yang sedang marah ataupun yang lainnya juga. Apabila tadi tuturan itu di lakukan dengan suara yang keras berarti keadaan dalam kondisi yang tidak baik, namun sebaliknya bila dalam keadaan suara yang lemah lembut gemulai berarti menandakan ia tidak menghendaki sebenarnya agar orang tersebut untuk menjawab dengan cara yang boleh dikatakan tidak serius.


(45)

tidak berkait. Pertaliannya justru sangat dekat, karena penjiwaan tercermin dari sikap, cara atau nada suara yang ditampilkan penutur. Parameternya ialah jika sikap atau cara, dan nada suara dari sebuah tuturan sesuai dengan isi pembicaraan maka penjiwaannya dapat dikatakan sesuai pula.

Sesungguhnya dengan penjiwaan ini mitra tutur dapat menangkap kebenaran isi pesan yang disampaikan oleh si penutur. Karena penutur dalam meyampaikan apa yang ingin ia katakan adalah suatu kebenaran untuk petutur. 4.2.6. Instrumental (alat media)

Berhubungan dengan saluran dan bentuk bahasa (the forms of speech

Menyangkut dengan norma interaksi dan norma interpretasi. Semua norma yang mengatur aktivitas berbicara tentulah memiliki watak normatif. Normatif yang dimaksud ialah dalam pengertian perilaku atau kebiasaan ) yang digunakan dalam menyampaikan pesan. Saluran bahasa misalnya oral, tulisan, isyarat, dan lain-lain, sedangkan bentuk bahasa yang dimaksud adalah bahasa, dan variasinya.Secara oral orang lebih leluasa untuk berbasa-basi, bisa menawarkan sesuatu, mengajak, memberi perhatian, mengucapkan selamat, dll. Misalnya, tuturan pada data apakah bersedia... Tuturan ini merupakan saluran yang memakai bahasa dikarenakan penutur langsung berbicara ataupun mengungkapkan apa yang hendak ia katakan tanpa memakai tanda isyarat kepada petuturnya.


(46)

tertentu dalam berbicara. Norma interaksi dicerminkan oleh tingkat sosial, atau hubungan sosial yang umum dalam sebuah masyarakat bahasa. Dalam berbasa-basi tingkat sosial dan hubungan kedekatan sosial ini sangat berpengaruh pada pemilihan jenis-jenis bahasa yang dipergunakan antara yang satu dengan yang lainnya saat bertutur.

4.2.8. Genre

Berkaitan dengan tipe-tipe tuturan yang digunakan untuk berkomunikasi. Aktifitas bahasa paling tidak dibagi dalam tiga genre, yaitu percakapan dalam-gedung (indoor conversation), percakapan luar-gedung (outdoor conversation), dan percakapan melalui media (conversation by media

Sementara itu, terdapat pula banyak situasi tutur yang menggunakan media di antaranya melalui telepon, kontak pendengar di radio, membawa acara dan kontak pemirsa di televisi, dan berkirim kabar melalui surat telex, telegram, melalui sms dengan alat bantu HP. Genre seringkali bertepatan sama dengan peristiwa tutur (

). Yang dimaksud percakap yang ada di dalam gedung terdapat pada berbagai macam situasi misalnya (di rumah), ceramah atau diskusi (di gedung atau di rumah ibadah), dll, sedangkan percakapan luar-gedung terdapat pada situasi-situasi berpapasan di halaman kampus, berdialog dengan penonton di pentas terbuka, kampanye di lapangan, melakukan atraksi di hadapan umum yang melihat, melakukan suatu sayembara mengenai suatu hal.


(47)

berdiri sendiri, sedangkan peristiwa tutur tidak. Karena itu, ia bisa muncul dalam atau sebagai peristiwa yang berbeda.

Dari keterangan tersebut percakapan yang ada dalam data ini ada dalam pembagian dari gendre tersebut yaitu di dalam gedung (di gereja) hal ini diperjelas pada bagian konteks yang ada dalam setting and scene. Percakapan ini hanya termasuk dalam bagian di dalam gedung, bila dipautkan di luar gedung juga bisa, dengan alasan coba untuk dikaitkan antara penutur dan petutur berpapasan di jalan lalu percakapan terjadi. Hal itu bisa saja. Tetapi bila melalui telepon hal ini sangat tidak benar, karena percakapan yang dilakukan sangat tidak memungkinkan dilakukan melalui HP ataupun yang sejenisnya. Karena pada data hal ini terjadi di dalam ruangan yaitu gereja.

Di dalam konteks tersebut terlihat adanya gambaran yang berfokus kepada budaya dan linguistik sesuai dengan ujaran yang dihasilkan dan interpretasinya. Semua itu dapat terlihat dari data yang dihasilkan dan data yang telah dibuat analisis dari konteks yang terdiri dari delapan bagian tersebut. Dari delapan bagian konteks tersebut ada yang dapat dipelajari dengan seksama bila dikaitkan dengan budaya akan terlihat sikap pendeta kepada pengantin.

Dari konteks tersebut ada beberapa gambaran pengetahuan yang dapat dipelajari ataupun diketahui yaitu 1) norma (norma pembicaraan dan kaidah sosial) dan status (konsep-konsep tentang status sosial). Dimana dalam norma dan status tersebut telah dibahas dalam konteks. Status yang terdapat adalah


(48)

adanya kedudukan yang berbeda antara pendeta dengan pengantin. 2) ruang dan waktu, yang dimaksud dalam bagian ini adalah waktu yang dipergunakan saat peristiwa tutur terjadi. 3) media(sarana), sarana yang dipergunakan dalam peristiwa tutur tersebut terdapat dalam bagian genre. 4) tema, merupakan topik dari pembicaraan dalam peristiwa tutur tersebut. 5) wilayah bahasa, dalam hal ini disinggung bagaimana bahasa yang dipergunakan apakah masih dalam hal yang wajar atau tidak wajar sama sekali.


(49)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1Komponen Tindak Tutur

Adapun yang digunakan dalam tindak tutur ini adalah teori tindak tutur dari Searle yang membagi tindak tutur menjadi tiga bagian yaitu lokusi, ilokusi dan perlokusi.

5.1.1 Tindak Lokusi

Contohnya semua data yang ada dalam teks yaitu: Marjamita:

Hamu ale angka na pinarhamol ni Debata, ditahi ramuna do nuaeng naeng marbagas (alai ndang tama halak Kristen marbagas songon sipelebegu). Antong tangihon hamu ma jolo Hata ni Debata taringot tu ruhut ni pardongansaripeon ni halak Kristen. Dung ditompa Debata Jolmai, didok ibana ma : Ndang denggan sasada baoa i punjung, hubahen ma di ibana sada boru-boru pangurupi di ibana bahen angkupna. Angkup ni I didok Tuhan Jesus: Ganup na paulakinon na niolina, ia so ala ni na marmainan, na palangkuphonsa do! Pangalangkup do nang na mambuat na sirang i ! Antong na pinadomu ni Debata, ndang jadi sirangon ni jolma.

Songon on do didok Debata tu baoa i : Hamu angka baoa, haholongi hamu ma pardihutamuna be songon Kristus, na mangkaholongi Huria i jala na mangalehon diriNa humophopsa. Unang muruk hamu dompak nasida,


(50)

ingkon maroha hamu mandongani nasida, sangap bahen hamu nasida songon dongan panean di hangoluan na so ra suda.

Dung i songon on do didok Hata ni Debata tu angka boru-boru: Dioloi angka parompuan ma baoana be songon pangoloina di Tuhan i! ai baoa I do ulu ni pardihutana songon Kristus ulu ni Huria i. ingkon bontor, porman, toman, mardongan halambohon dohot hamenahon ni tondi parange ni boru-boru i. I ma na arga di jolo ni Debata dohot di jolo ni jolma.

Antong, songon angka na marparangehon Hata ni Debata ma hamu! Sumolukhon parasinirohaon dohot habasaron dohot haserepon ni roha ma hamu. Masipauneunean ma hamu dohot masiasiasian! Saluhut riting ni roha, muruk, rimas, panonggahion dohot panginsahion i, dao ma sian hamu. Alai di ginjang ni saluhutna i masihaholongan nia hamu, ai i do rahtrahut ni na sun denggan. Dung i dame na sian Debata na mangarajai di bagasan rohamuna. Jala saluhut na binahenmuna marhite-hite hata manang pambahenan tongtong ma i marhitehite Goar ni Tuhan Jesus. Asa ibana mangarajai rohamuna dohot ulaonmuna.

Antong nunga dibege hamu Hata ni Debata taringot tu ruhut ni pardongansaripeon i.

Dipasupasu jala diramoti Tuhan Debata ma hamu! Disondangkon Tuhan Debata ma bohiNa tu hamu jala asi ma rohaNa di hamu. Didompakhon Tuhan Debata ma bohiNa tu hamu jala dipasaorhon ma dameNa tu tondimuna be. Amin.


(51)

“Na manungkun ma ahu nuaeng jumolo di ho, ale pangoli si……. Olo do ho manghajongjongkon di jolo ni Debata, na umboto saluhut, dohot di jolo ni angka dongan na pungu dison, na dipangido roham do si………..na niriritmon gabe donganmu saripe? Olo do ho mangkaholongi ibana sian nasa roham dohot mangulahon sian nasa gogom, huhut marparangehon parange na badia rap dohot ibana, na olo do ho manganjuanju dohot hagaleonna, tung sura humurang parangena, jala na sotupa paulahonmu manang tadingkononmu ibana paima disirang hamatean hamu sogot?

Molo naung sada roham mangoloi saluhutna I dok ma: Olo!

Na manungkun ma ahu dohot di ho, ale inang si…………..niririt ni si……..on bahen donganna saripe: Na olo do ho manghajongjongkon di jolo ni Debata na umboto saluhut, dohot di jolo ni dongan na pungu dison na dipangido roham do si………..on, gabe sinondukmu? Olo do ho mangkaholongi ibana sian nasa roham dohot marpangalaho na ture maradophon ibana dohot marparangehon parange na badia, paboa halak Kristen ho, jala na so tupa mahilolong ho manang tadingkononmu ibana, paima disirang hamatean hamu sogot?

Molo naung sada roham mangoloi saluhutna I, dok ma: Olo! Antong masilehanon tangan siamun ma hamu paboa hot ni padan muna: naposo ni Debata do ahu, na mamboan HataNa di hamu. Marhite-hite Goar ni Debata Ama, Anak dohot Tondi Parbadia do ahu mandok: Na pinadomu ni Debata ndang jadi sirangon ni jolma


(52)

Pasupasu:

Dipasupasu jala diramoti Tuhan Debata ma hamu! Disondangkon Tuhan Debata ma bohiNa tu hamu jala asi ma rohaNa di hamu. Didompakhon Tuhan Debata ma bohiNa tu hamu jala dipasaorhon ma dameNa tu tondimuna be. Amin.

KHOTBAH

Kepada kedua pengantin yang dikasihini oleh Allah, yang merencanakan sebuah pernikahan (tetapi umat kristen tidak baik berkeluarga seperti orang yang percaya pada benda-benda berhala). Oleh karena itu, dengarkanlah Firman Tuhan tentang arti pernikahan bagi umat Kristen. Setelah manusia di ciptakan dia berkata, “Tidaklah sempurna seorang laki-laki hidup sendiri, Aku akan menciptakan seorang perempuan untuk membantu hidupnya”, setelah itu Tuhan Yesus berkata,” oleh karena itu, yang dipersatukan oleh Tuhan Yesus Kristus tidak dapat dipisahkan oleh manusia.

Beginilah yang dikatakan Tuhan Yesus Kristus kepada laki-laki, hai laki-laki kasihanilah istrimu seperti engkau mengasihani Tuhanmu, yang mengasihi umatnya dan yang rela mengorbankan dirinya demi manusia. Jangan memarahi, kasihanilah, hormati dia, seperti hidup yang selama-lamanya, kata Yesus Kristus kepada perempuan. Perempuan yang mau mengikuti suaminya seperti mengikuti Tuhan Yesus Kristus. Karena laki-laki adalah kepala keluarga seperti Kristus kepala greja, harus lembut, patuh, dan


(53)

tekun itulah sikap perempuan. Seperti itulah yang berharga di hadapan manusia dan dihadapan Allah Bapa.

Jadi, berbuatlah seperti apa yang diinginkan Kristus, saling mendorong, bekerjasama dan satu dalam kasih. Bersatu di dalam suka dan duka. Sikap amarah, egois, cacimaki itu jangan ada dalam diri demi kebahagiaan keluarga.

Di atas semua itu, saling mengasihilah karena itu adalah tali kesatuan yang kuat. Kedamain dalam berbicara dan perbuatan harus akan nama Tuhan Yesus Kristus agar ia dapat membimbing dan memberi damai dalam hati dan segala pekerjaan. Jadi, begitulah perkataan Tuhan dalam membina keluarga. “Aku bertanya kepadamu (lakilaki), maukah engkau menerima di hadapan Tuhan, yang mengetahui segala sesuatu, dihadapan semua orang yang ada disini, engkau menginginkan si………(nama perempuan) menjadi teman hidupmu? Maukah engkau mengasihinya dari hati yang tulus, dan melakukan tugas sebagai seorang suami bagi dirinya? Maukah engkau mengajarinya dalam kelemahan dan kekurangannya, tidak akan engkau ceraikan kalau jika engkau telah siap, jawablah ya!

Aku bertanya kepadamu (perempuan), apakah engkau menerima si (lakilaki) sebagai teman hidupmu, maukah engkau bersaksi di hadapan Tuhan yang maha tau dan dihadapan orang yang ada di sini, engkau menginginkan (lakilaki) menjadi teman hidupmu? Maukah engkau mengasihinya dari hati yang tulus dan sikap yang baik jika, jika engkau seorang umat Kristen dan


(54)

tidak akan menduakannya dan meninggalkannya sebelum engkau di pisahkan oleh kematian? Jika engkau bersedia, jawablah ya!

(tukar cincin)

Jadi, saling memberikan tangan kananlah kalian berdua sebagai tanda perjanjian. Akulah Anak Tuhan Yesus Kristus, memberikan berkat kepadamu, yang dipersatukan Tuhan tidak dapat dipisahkan oleh manusia.

Berkat

Diberkati dan diselamatkan Tuhanlah kalian berdua, serta kasihNya yang selalu beserta kita. Amin

Dimana tindak lokusi ini merupakan tindak tutur dengan kata, dan kalimat itu sendiri sesuai dengan makna yang terkandung oleh kata dan kalimat itu. Maksudnya yaitu semua yang menjadi peristiwa tutur tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan lagi.

Ini keseluruhan adalah tuturan lokusi dimana tidak ada satu datapun yang ditinggalkan ataupun yang dihapus dari data asli yang sebenarnya di dalam teks tersebut. Dengan demikian data ini adalah data yang benar diambil sebagai bagian dari tindak lokusi tersebut.

5.1.2 Tindak Ilokusi

Kerjasama yang diinginkan dalam tindak tuturan ilokusi ini yaitu kerjasama agar mengetahui maksud dari peristiwa tutur ini. Sebagai contoh


(55)

yang terdapat dalam data yaitu: Songon on do didok Debata tu baoa i : Hamu angka baoa, haholongi hamu ma pardihutamuna be songon Kristus, na mangkaholongi Huria i jala na mangalehon diriNa humophopsa. Unang muruk hamu dompak nasida, ingkon maroha hamu mandongani nasida, sangap bahen hamu nasida songon dongan panean di hangoluan na so ra suda.

Dung i songon on do didok Hata ni Debata tu angka boru-boru: Dioloi angka parompuan ma baoana be songon pangoloina di Tuhan i! ai baoa I do ulu ni pardihutana songon Kristus ulu ni Huria i. ingkon bontor, porman, toman, mardongan halambohon dohot hamenahon ni tondi parange ni boru-boru i. I ma na arga di jolo ni Debata dohot di jolo ni jolma.

“Beginilah yang dikatakan Tuhan Yesus Kristus kepada laki-laki, hai laki-laki kasihanilah istrimu seperti engkau mengasihani Tuhanmu, yang mengasihi umatnya dan yang rela mengorbankan dirinya demi manusia. Jangan memarahi, kasihanilah, hormati dia, seperti hidup yang selama-lamanya, kata Yesus Kristus kepada perempuan. Perempuan yang mau mengikuti suaminya seperti mengikuti Tuhan Yesus Kristus. Karena laki-laki adalah kepala keluarga seperti Kristus kepala greja, harus lembut, patuh, dan tekun itulah sikap perempuan. Seperti itulah yang berharga di hadapan manusia dan dihadapan Allah Bapa.” Dalam contoh pada data ini sangat jelas sekali tertera maksud dan tujuannya dalam peristiwa tuturan tersebut.


(56)

Maksud yang ada dari tuturan ini yang menegaskan kepada kedua belah pihak yaitu pengantin laki-laki dan pengantin perempuan bahwa dalam membina rumah tangga haruslah bisa saling mengasihi. Sedangkan tujuan yang dimaksud dalam tuturan ini tertera pada data ”Sumolukhon parasinirohaon dohot habasaron dohot haserepon ni roha ma hamu. Masipauneunean ma hamu dohot masiasiasian! Saluhut riting ni roha, muruk, rimas, panonggahion dohot panginsahion i, dao ma sian hamu.

Yang artinya berbuatlah seperti apa yang di inginkan Kristus, saling mendorong, bekerjasama dan satu dalam kasih. Bersatu di dalam suka dan duka. Sikap amarah, egois, cacimaki itu jangan ada dalam diri demi kebahagiaan keluarga.” dari keterangan ini terlihat dengan jelas tujuan dari penutur mengatakan hal tersebut demi kebahagian dari petutur. Dari kejelasan ini ternyata petutur juga memahami apa yang dimaksudkan oleh penutur sehingga, terjalin suatu tuturan yang baik.

Dimana tindak ilokusi merupakan suatu tindakan melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu. Maksudnya yaitu dalam data tersebut ada bagian yang menunjukkan bagian maksud dan tujuan kepada petuturnya. Dimana maksud dan tujuan tersebut merupakan hasil yang ingin di capai oleh penutur, sehingga diusahakan adanya hubungan timbal balik antara kedua belah pihak.


(57)

5.1.3 Tindak Perlokusi

Sebagai contoh yang terdapat pada data dalam penelitian ini yaitu “Na manungkun ma ahu nuaeng jumolo di ho, ale pangoli si……. Olo do ho manghajongjongkon di jolo ni Debata, na umboto saluhut, dohot di jolo ni angka dongan na pungu dison, na dipangido roham do si………..na niriritmon gabe donganmu saripe? Olo do ho mangkaholongi ibana sian nasa roham dohot mangulahon sian nasa gogom, huhut marparangehon parange na badia rap dohot ibana, na olo do ho manganjuanju dohot hagaleonna, tung sura humurang parangena, jala na sotupa paulahonmu manang tadingkononmu ibana paima disirang hamatean hamu sogot?

Molo naung sada roham mangoloi saluhutna I dok ma: Olo!

Yang artinya “Aku bertanya kepadamu (lakilaki), maukah engkau menerima di hadapan Tuhan, yang mengetahui segala sesuatu, dihadapan semua orang yang ada disini, engkau menginginkan si………(nama perempuan) menjadi teman hidupmu? Maukah engkau mengasihinya dari hati yang tulus, dan melakukan tugas sebagai seorang suami bagi dirinya? Maukah engkau mengajarinya dalam kelemahan dan kekurangannya, tidak akan engkau ceraikan kalau jika engkau telah siap, jawablah ya!

Tindak perlokusi adalah suatu tindakan yang menimbulkan efek atau pengaruh kepada mitra tutur. Tindakan ini seperti ada sesuatu hal yang menyebabkan si teman penutur memahami dan mudah untuk menyeimbangkan keinginan dari penutur ke petutur tersebut.


(58)

Dari contoh tersebut ada sesuatu hal yang dapat menimbulkan efek yaitu saat pendeta menegaskan (bertanya) bahwa apa yang menjadi niat si mempelai merupakan hal yang baik, dimana mereka diberitahu apa saja yang harus mereka ketahui mengenai hal pernikahan Efek dari tuturan si penutur yaitu adanya pengertian dan jawaban ya dari pengantin bahwa sebenarnya ia mengerti dengan maksud yang diucapkan oleh penutur (pendeta) sehingga ada jawaban yang berarti ia akan berusaha untuk mengikuti apa yang diinginkan oleh penutur tersebut.

5.2 Pembagian Fungsi Tindak Tutur

Teori fungsi bahasa yang dipergunakan dalam hal ini yaitu teori dari Searle dalam Lavinson,(1983) mengklasifikasikan tindak tutur itu menjadi lima fungsi yaitu:

(1) fungsi ekspresif

Contoh yang termasuk dalam data yang ada yaitu Marhite-hite Goar ni Debata Ama, Anak dohot Tondi Parbadia do ahu mandok: Na pinadomu ni Debata ndang jadi sirangon ni jolma

“Akulah Anak Tuhan Yesus Kristus, memberikan berkat kepadamu, yang dipersatukan Tuhan tidak dapat dipisahkan oleh manusia.” Kata dalam contoh tersebut merupakan suatu luapan hati yang di ucapkan oleh penutur (pendeta) kepada petutur yang berupa ucapan selamat kepada pengantin yang telah resmi menjadi pasangan suami istri.


(59)

Selain itu ada lagi contoh yang terdapat pada data yang merupakan bagian dari fungsi ekspresif yaitu Dipasupasu jala diramoti Tuhan Debata ma hamu! Disondangkon Tuhan Debata ma bohiNa tu hamu jala asi ma rohaNa di hamu. Didompakhon Tuhan Debata ma bohiNa tu hamu jala dipasaorhon ma dameNa tu tondimuna be. Amin.

“Diberkati dan diselamatkan Tuhanlah kalian berdua, serta kasihNya yang selalu beserta kita. Amin” ini juga merupakan bagian dari fungsi ekspresif yang bila dilihat lebih cermat merupakan bagian yang terdapat dalam doa, tetapi di dalam doa ini ada terdapat ucapan rasa haru kepada pengantin.

Fungsi ini yang digunakan untuk mengungkapkan perasan tingkah laku penutur dalam menyikapi suatu persoalan seperti berterima kasih, ucapan selamat, simpati, marah dan permintaan maaf.

Dalam hal ini dimaksudkan adalah adanya ungkapan yang tidak membohongi satu sama lain antara penutur dan juga petutur, dimana ungkapan tersebut merupakan luapan dari isi hati yang sesungguhnya yang di dukung dengan suatu sikap untuk lebih memperkuat pemberitahuan mengenai apa yang hendak ia inginkan.

5.2.2 Fungsi Direktif

Contoh yang ada pada teks ini berupa Na manungkun ma ahu dohot di ho, ale inang si…………..niririt ni si……..on bahen donganna saripe: Na olo do ho manghajongjongkon di jolo ni Debata na umboto saluhut, dohot di jolo


(60)

ni dongan na pungu dison na dipangido roham do si………..on, gabe sinondukmu? Olo do ho mangkaholongi ibana sian nasa roham dohot marpangalaho na ture maradophon ibana dohot marparangehon parange na badia, paboa halak Kristen ho, jala na so tupa mahilolong ho manang tadingkononmu ibana, paima disirang hamatean hamu sogot?

Molo naung sada roham mangoloi saluhutna I, dok ma: Olo!.

“Aku bertanya kepadamu (perempuan), apakah engkau menerima si (lakilaki) sebagai teman hidupmu, maukah engkau bersaksi di hadapan Tuhan yang maha tau dan dihadapan orang yang ada di sini, engkau menginginkan (lakilaki) menjadi teman hidupmu? Maukah engkau mengasihinya dari hati yang tulus dan sikap yang baik jika, jika engkau seorang umat Kristen dan tidak akan menduakannya dan meninggalkannya sebelum engkau di pisahkan oleh kematian? Jika engkau bersedia, jawablah ya!”

Dari data ini sudah sangat jelas terlihat sekali bahwa adanya maksud yang diungkapkan oleh penutur dapat dimengerti oleh petutur dan memiliki respon atau tanggapan yang baik, baik untuk kedua belah pihak yaitu antara pendeta dan kedua mempelai. Hal itu dapat terjadi dikarenakan penutur memberikan suatu pertanyan yang dijawab langsung oleh mempelai dengan jawaban” ya.” dari sambutan jawaban ini dapat diketahui bahwa peristiwa tutur ini memiliki hubungan timbal balik keduanya yang saling mengerti dan juga saling memahami. Hal tersebutlah yang di harapkan antara kedua belah pihak tersebut yaitu adanya pengertian dan kesediaan untuk mengerti antara


(61)

yang satu dengan yang lainnya. Fungsi ini berguna untuk mengekspresikan sesutau yang sifatnya berorientasi pada penutur selain itu memberitahukan kepada penutur melakukan sesuatu yang berorientasi pada petutur (lawan bicara). Lebih jelasnya lagi maksud dari fungsi ini yaitu adanya tuturan yang saling mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur maupun petutur tersebut. Dengan maksud dari mengerti yaitu antara keduanya harus saling bisa memberi respon yang baik dalam melakukan peristiwa tutur.

5.2.3 fungsi Komisif

Dari bagian fungsi bahasa komisif ini dapat diambil contoh dari data yaitu ” yang dipersatukan oleh Tuhan Yesus Kristus tidak dapat dipisahkan oleh manusia.” Contoh ini merupakan suatu ancaman yang diberitahukan oleh penutur bahwa dalam pernikahan tidak boleh sembarangan untuk mengambil keputusan dalam menceraikan suami atupun istri. Karena dalam pernikahan kristen ada Di dalamnya ada yang mengacu pada beberapa tindakan akan datang yang sifatnya menjanjikan, ancaman, atau tawaran. Maksudnya yaitu jawaban yang datangnya dari petutur tersebut merupakan jawaban yang diinginkan dari penutur bukan dari jawaban sebaliknya yang membuat penutur merasa kurang enak ataupun tidak senang sama sekali dengan jawaban yang di berikan oleh orang tersebut.

Sedangkan bagian yang biasanya memberikan suatu ancaman, amarah, perhatian ataupun yang sifatnya menjanjikan terdapat pada penutur yang merasa ada kesalahan ataupun sebaliknya kepada pihak petutur tersebut.


(62)

Namun alangkah baiknya bila dalam fungsi komisif ini terjadi tetapi mendapat sambutan baik dari kedua belah pihak baik itu penutur maupun petutur, maksudnya meskipun diantara salah satu dari mereka yang melakukan bagian tindakan dari fungsi bahasa tersebut baiknya disambut dengan baik bukan dengan apa yang ditanyakan kepadanya juga. Hal ini bisa membuat fungsi dari bahasa tersebut menjadi tidak baik.

Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa di dalam teks ini terdapat fungsi bahasa komisif yang mendukung bagian dari analisis suatu teks di dalam bidang ilmu pragmatik.

5.2.4 Fungsi Representatif

Contoh data yang telah ada dalam teks ini yaitu salah satu dari data yang dapat dibuat menjadi contoh dalam fungsi bahasa representatif ini yaitu “berbuatlah seperti apa yang di inginkan Kristus, saling mendorong, bekerjasama dan satu dalam kasih. Bersatu di dalam suka dan duka. Sikap amarah, egois, cacimaki itu jangan ada dalam diri demi kebahagiaan keluarga.”

Tuturan tersebut yang ada pada contoh data termasuk ke dalam fungsi tindak tutur yaitu fungsi representatif. Itu terlihat dari adanya kata jangan yang tertera di dalam kalimat tersebut. Namun boleh juga diketahui lebih lanjut bahwa kata jangan tersebut juga terkadang bisa dimasukkan ke dalam bagian fungsi komisif. Sepintas memang mirip dengan fungsi bahasa komisif, tetapi bila diperhatikan lagi kalimat ini juga cocok dimasukkan ke dalam fungsi


(63)

kalimat representatif, mengapa? Karena fungsi representatif ini juga mengandung adanya berupa pesan yang disampaikan kepada mitra tuturnya.

Fungsi bahasa ini lebih berorientasi pada pesan. Fungsi ini juga merupakan fungsi bahasa yang menyatakan tentang sesuatu yang dipercayai pembicaranya benar. Dari data ini bisa di ambil kesimpulan seperti adanya suatu bagian yang tidak dapat dilupakan yaitu dalam melakukan setiap tindak tutur ada kemungkinan di dalamnya terdapat berupa pesan yang ditinggalkan.

Pesan tersebut dapat di tujukan secara langsung kepada mitra tuturnya, ataupun secara tidak langsung dapat ia katakan, biasanya bila dikatakan secara tidak langsung berarti ada kemungkinan penutur tersebut menggunakan bahasa yang lebih tertutup sifatnya.

Maksud dari sifat yang tertutup tersebut adalah bahwasanya si penutur tidak ingin secara langsung memberitahukannya kepada mitra tuturnya. Mungkin ada sebab makanya ia tidak ingin memberitahukannya secara langsung. Salah satu biasanya alasan seseorang untuk tidak mengatakan isi hati ataupu pesan kepada petutur adalah adanya keinginan untuk menjaga perasaan dari mitra tuturnya tersebut agar mitranya tidak tersinggung dengan apa yang ingin ia utarakan.

5.2.5 Fungsi Deklaratif

Salah satu contoh yang dapat diambil dari data yang telah tersedia dari teks penulisan ini yaitu Na manungkun ma ahu dohot di ho, ale inang


(64)

si…………..niririt ni si……..on bahen donganna saripe: Na olo do ho manghajongjongkon di jolo ni Debata na umboto saluhut, dohot di jolo ni dongan na pungu dison na dipangido roham do si………..on, gabe sinondukmu? Olo do ho mangkaholongi ibana sian nasa roham dohot marpangalaho na ture maradophon ibana dohot marparangehon parange na badia, paboa halak Kristen ho, jala na so tupa mahilolong ho manang tadingkononmu ibana, paima disirang hamatean hamu sogot?

Molo naung sada roham mangoloi saluhutna I, dok ma: Olo!

“Aku bertanya kepadamu (perempuan/lakilaki), apakah engkau menerima si (perempuan) sebagai teman hidupmu, maukah engkau bersaksi di hadapan Tuhan yang maha tau dan dihadapan orang yang ada di sini, engkau menginginkan (lakilaki/perempuan) menjadi teman hidupmu? Maukah engkau mengasihinya dari hati yang tulus dan sikap yang baik jika, jika engkau seorang umat Kristen dan tidak akan menduakannya dan meninggalkannya sebelum engkau di pisahkan oleh kematian? Jika engkau bersedia, jawablah ya!

Data yang digaris bawahi dalam kalimat pertama merupakan awal dari pesan yang di utarakan oleh penutur, tetapi hal ini belum bisa dikatakan sebagai keputusan bila belum ada jawaban dari petutur tersebut. Hal ini dipeangaruhi oleh adanya hubungan kerja sama antara kedua belah pihak dalam melakukan tindak tutur.


(65)

Apabila jawaban telah diberi tahukan oleh si petutur maka dapat dikatakan bahwa itu merupakan suatu keputusan yang telah mereka sepakati berdua. Contoh di atas tadi merupakan bagian dari awal agar keputusan tercapai antara mereka berdua maka di dalam teks ini ada jawaban dari pertanyaan tadi yaitu ” ya.” dari segi jawaban ini, hal inilah sebenarnya yang ditunggu-tunggu oleh si penutur tersebut agar sudah selesai pula topik ataupun permasalahan yang sedang mereka bahas sejak dari tadi.

Fungsi deklaratif merupakan hal yang menghasilkan suatu hubungan antara muatan proposional keputusan dan kenyataan. Fungsi ini berkenaan dengan bagian yang bisa dikatakan sebagai hasil ataupun suatu yang mau tidak mau itulah sebenarnya yang menjadi jawaban dari peristiwa tutur antara penutur dan petutur.

Biasanya hasil ataupun keputusan dalam melakukan suatu tindak tutur merupakan kesepakatan antara penutur dan juga petutur, karena tidak mungkin ada kesepakatan bila kedua belah pihak ini saling percaya dan lebih memahami dari keputusan yang mereka ambil. Karena bila keputusan telah diambil berarti permasalahan juga telah terpecahkan saat mereka melakukan peristiwa tutur tersebut. Bila keputusan telah ditemukan maka selesailah biasanya peristiwa tuturan tersebut, namun bila tuturan juga belum selesai biasanya pasti kedua belah pihak tersebut akan mengganti kasus topik dalam pembicaraan.


(66)

5.3 Prinsip Kesantunan Dalam Tuturan(PK/PS)

Namun teori yang dipergunakan untuk membahas kesantunan dari data ini dipergunakan teori dari Grace. Karena dalam prinsip kesantunan Grice dianggap paling mendukung dimana Grice merumuskan prinsip kesantunan menjadi empat maksim antara lain:

5.3.1 Maksim Kuantitas

Terlihat dalam contoh yang ada pada data yaitu “Kepada kedua pengantin yang dikasihini oleh Allah, yang merencanakan sebuah pernikahan (tetapi umat kristen tidak baik berkeluarga seperti orang yang percaya pada benda-benda berhala).”

Dari contoh tersebut dapat kita ketahui adanya hubungan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak sehingga terucap suatu tuturan yang baik hal ini dikarenakan bukan karena adanya kata-kata yang sangat jelas sekali tetapi bila dilihat dari pengucapan saat peristiwa tutur terjadi. Saat peristiwa tutur terjadi antara keduanya sangat jelas adanya kejelasan tuturan yang di ucapkan tanpa bertele-tele sehingga dapat dimengerti oleh lawan bicara tersebut.

Informasi yang sangat penting dan yang sifatnya tidak berteletele terdapat dalam contoh data yang di tandakurung. Mengapa demikian karena adanya digunakan kata tidak seperti orang yang percaya kepada berhala kalimat ini memiliki arti yang sangat dalam bagi agama Kristen, sehingga itu dimasukkan ke dalam bagian informasi yang harus diketahui oleh pasangan mempelai.


(67)

Yang dimaksud dalam maksim ini adalah di mana seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Dalam hal ini yang dimaksudkan penutur harus memberikan informasi yang tidak bertele-tele, ataupun informasi yang tidak jelas kepada lawan bicara (petutur). Hal itu terjadi karena bila penutur memberikan informasi atau penjelasan yang kurang dimengerti oleh petutur, maka hasil dari peristiwa tutur tersebut tidak akan mendapat hasil yang saling mengerti dan tidak akan ada kejalinan kerjasama yang baik antara kedua belah pihak.

5.3.2 Maksim Kualitas

Sebagai contoh dalam data ini yaitu “Tidaklah sempurna seorang laki-laki hidup sendiri, Aku akan menciptakan seorang perempuan untuk membantu hidupnya” contoh yang terdapat pada data ini merupakan hal yang benar karena diyakini dalam agama juga memang seperti itulah kebenarannya sehingga tidak ada satu orangpun di dunia ini yang dapat menyangkal akan kebenaran tersebut. Kebenaran yang dimaksud disini merupakan suatu fakta yang memang benar-benar harus di mengerti akan arti dari kalimat tersebut.

Selain itu contoh pada data juga tertera dari bagian maksim kualitas yaitu “yang dipersatukan oleh Tuhan Yesus Kristus tidak dapat dipisahkan oleh manusia.” Ini juga merupakan hal yang sama seperti contoh pada data sebelumnya. Kedua contoh ini dari segi keagamaan bila diperhatikan sangat


(68)

benar dalam kenyataannya di dalam rumah tangga bagi yang beragama kristiani.

Maksudnya dalam maksim ini, di mana seorang penutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang bersifat nyata dan sesuai dengan fakta yang sebenarnya di dalam bertutur. Tuturan yang di harapkan dalam peristiwa tutur ini merupakan hal yang sebenarnya terjadi bukan kebohongan ataupun rekayasa antara penutur dan petutur. Prinsip dari maksim kualitas ini adalah kebenaran.

Dalam suatu percakapan, sangat diperlukan adanya suatu kebenaran dari tindak tutur yang dilakukan oleh minimal dua orang. Apa yang diinginkan oleh para petutur dan pendengar adalah suatu kebenaran dari apa yang dipercakapkan dan bukti-bukti yang ada dari apa yang mereka percakapkan. 5.3.3 Maksim Relevansi

Contoh dari itu ada pada data yaitu “Na manungkun ma ahu nuaeng jumolo di ho, ale pangoli si……. Olo do ho manghajongjongkon di jolo ni Debata, na umboto saluhut, dohot di jolo ni angka dongan na pungu dison, na dipangido roham do si………..na niriritmon gabe donganmu saripe? Olo do ho mangkaholongi ibana sian nasa roham dohot mangulahon sian nasa gogom, huhut marparangehon parange na badia rap dohot ibana, na olo do ho manganjuanju dohot hagaleonna, tung sura humurang parangena, jala na sotupa paulahonmu manang tadingkononmu ibana paima disirang hamatean hamu sogot?


(69)

Molo naung sada roham mangoloi saluhutna I dok ma: Olo!

“Aku bertanya kepadamu (lakilaki), maukah engkau menerima di hadapan Tuhan, yang mengetahui segala sesuatu, dihadapan semua orang yang ada disini, engkau menginginkan si………(nama perempuan) menjadi teman hidupmu? Maukah engkau mengasihinya dari hati yang tulus, dan melakukan tugas sebagai seorang suami bagi dirinya? Maukah engkau mengajarinya dalam kelemahan dan kekurangannya, tidak akan engkau ceraikan kalau jika engkau telah siap, jawablah ya!

Dari data yang diatas dapat terlihat adanya hubungan antara kedua belah pihak, karena adanya suatu kejelasan dari mereka sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan baik. Satu pihak penutur bermaksud baik dengan bertanya kepada pengantin laki-laki agar ia mengerti maksud dari apa yang hendak ia tanyakan dari pengantin lakilaki tersebut.

Disatu sisi jawaban dari pengantin lakilaki adalah gambaran yang diinginkan oleh sang penutur, agar pengantin lakilaki tersebut menjadi lebih mengerti akan maksud dari pembicaraan mereka. Dan itu juga ada keinginan untuk mendapat hal yang lebih baik lagi. Keinginan itu berupa pengantin lakilaki mengerti dan mematuhi ajaran maupun nasehat, dan diharapkan akan adanya keberhasilan yang akan diperoleh nantinya dalam membina hubungan rumah tangga dikemudian hari.

Di sisi lain contoh yang serupa seperti contoh sebelumnya yaitu merupakan kebalikan pertanyaan yang diajukan kepada mempelai perempuan


(1)

“Jadi, saling memberikan tangan kananlah kalian berdua sebagai tanda perjanjian( tukar cincin). Akulah Anak Tuhan Yesus Kristus, memberikan berkat kepadamu, yang dipersatukan Tuhan tidak dapat dipisahkan oleh manusia.” Dari contoh tersebut sangat jelas terlihat sekali bahwa penutur meminta kepada petutur untuk mengikuti apa yang hendak ia inginkan yang harus dilakukan oleh kedua petutur tersebut. Contoh tersebut tidak kabur untuk lebih dimengerti karena sudah sangat jelas sekali tertera apa yang harus dilakukan kedua belah pihak.

Maksudnya yaitu mengharuskan peserta tutur bertutur secara langsung, jelas, serta tidak kabur. Maksud dari jelas dan tidak kabur yaitu dalam peristiwa tutur tersebut diharapkan tidak ada yang tidak dimengerti antara penutur dan petutur tersebut, diharapkan semuanya mereka memahami apa yang hendak menjadi maksud dan tujuan dari tuturan mereka, sehingga terjalin suatu kerjasama yang baik antara kedua pihak.

Prinsip dari maksim pelaksanaan ini adalah teratur dan jelas. Dalam hal ini petutur sebaiknya menghindari suatu ambiguitas dan dapat menyampaikan tuturannya dengan teratur, tidak meloncat-loncat dan jelas, tidak mencampur adukkan pembicaraan satu dengan lainnya. Dalam tindak tutur maksim pelaksanaan ini sangat berpengaruh dikarenakan prinsip dalam maksim ini akan mengarahkan petutur pada suatu percakapan yang teratur dan jelas bagi pendengar. Sehingga, tindak tutur ini dapat direfleksikan dengan baik oleh


(2)

petutur dan pendengar dapat menggunakan interpretasi yang benar dan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh petutur.


(3)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Dari hasil analisis data yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, ada beberapa simpulan yang dihasilkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Tuturan yang terjadi dalam upacara pemberkatan perkawinan pada masyarakat Batak Toba terutama yang beragama Kristiani dilakukan di dalam gereja, yang di pimpin oleh seorang Pendeta. Dalam data dapat dibuat suatu teks dan konteks yang tertera dalam data tuturan tersebut. Berdasarkan pada komponen tindak tutur ditemukan adanya: (i) makna lokusi, (ii) makna ilokusi, dan (iii) makna perlokusi.

2) Berdasarkan pada fungsi dalam tindak tutur ditemukan : (i) ekspresif, (ii) direktif, (iii) komisif, (iv) representatif, dan (v) deklaratif.

3) Tuturan upacara pemberkatan perkawinan ini juga dibangun berdasarkan pada Prinsip Kesantunan Grice. Prinsip ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: (i) maksim kualitas, (ii) maksim kuantitas, (iii) maksim relevan, dan (iv) maksim pelaksanaan.

6.2 Saran

Penelitian yang dilakukan pada bagian ini yang merupakan bagian dari tuturan daalm upacara pemberkatan perkawinan masyarakat Batak Toba yang


(4)

memfokuskan pada permasalahan makna lokusi, makna ilokusi dan juga makna perlokusi, fungsi tindak tutur serta prinsip kesantunan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memperkaya nilai-nilai kebudayaan yang terdapat dalam lingkungan masyarakat setempat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,Suharsini.1996. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rineka Cipta.

Citrawati. Putu Evi 2006.” Tuturan Upacara Ngebo Di Pura Puseh Desa Pekraman Les-Penuktukan: Sebuah Kajian Tindak Tutur.” Program Studi Magister (S2)Linguistik Universitas Udayana Denpasar.

Gurning,Tardas.2004. Sistem Tatakrama Barbahasa Batak Toba Pada Upacara Adat Perkawinan. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Puji, Karyanto (2007) “Pembentukan Karakter Anak Menurut Teks Cerita Rakyat Ranggana Putra Demang Balaraja: Kajian Pragmatik Sastra” Sofa.2008 “Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan

Keterampilan Berbicara bagi Siswa SMPN 3 Tarakan Kalimantan Timur”. Kalimantan Timur.

Koentjaraninggrat.1978. Methode-Methode Penelitian Masyarakat. Jakarta. Keraf, Gorrys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.

Levinson,C.Stephen. 1983. Pragmatic.Cambridge University Press.

Nababan,1987. Ilmu Pragmatik : Teori Dan Penerapannya. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta.


(6)

Sitompul,.2004. Bentuk Kalimat Dalam Bahasa Batak Toba Pada Anak-anak Prasekolah. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Verhaar.1988. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.